Skripsi Ayu Widianingsih G20160044 PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 129

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI

SEDIAAN GEL HAND SANITIZER EKSTRAK METANOL


UMBI KEMBANG SUNGSANG (Gloriosa superba Linn.)
TERHADAP Escherichia coli

SKRIPSI

Disusun Oleh :
NAMA : Ayu Widianingsih
NIM : G20160044

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS, FARMASI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN
2020
LEMBAR PENGESAHAN

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI


SEDIAAN GEL HAND SANITIZER EKSTRAK METANOL
UMBI KEMBANG SUNGSANG (Gloriosa superba Linn.)
TERHADAP Escherichia coli
Dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama : Ayu Widianingsih
NIM : G20160044
telah dipertahankan didepan dewan penguji
Pada Tanggal September 2020

Susunan Dewan Penguji

Pembimbing I Penguji I

Swastika Oktavia, S.Si., M.Sc apt. Candra Junaedi, M.Kes


NIDN. 0407038603 NIDN. 0404068903

Pembimbing II Penguji II

apt. Endang Safitri, M.Farm. Firman Rezaldi, M.Biotek


NIDN. 0426097604 NIDN. 0411099002

Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi

apt. Dimas Danang Indriatmoko, M.Farm


NIDN. 0409078301

ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ayu Widianingsih


NIM : G20160044
Program studi : Farmasi

Dengan ini mengatakan bahwa skripsi yang telah saya buat dengan judul
“FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN GEL
HAND SANITIZER EKSTRAK METANOL UMBI KEMBANG
SUNGSANG (Gloriosa superba Linn.) TERHADAP Escherichia coli”, adalah
asli (orisinil) atau tidak plagiat (menjiplak) dan belum pernah
diterbitkan/dipublikasikan di manapun dan dalam bentuk apapun.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa
ada paksaan dari pihak manapun juga. Apabila dikemudian hari ternyata saya
memberikan keterangan palsu dan atau ada pihak lain yang mengklaim bahwa
skripsi yang telah saya buat adalah hasil karya milik seseorang atau badan
tertentu, saya bersedia diproses baik secara pidana maupun perdata dan kelulusan
saya dari Fakultas Sains, Farmasi dan Kesehatan Universitas Mathla’ul Anwar
Banten.

Dibuat di : Pandeglang
Pada tanggal : 12 September 2020
Yang menyatakan,

Materai 6000

( Ayu Widianingsih )

iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Sebagai civitas akademik Fakultas Sains, Farmasi dan Kesehatan Universitas


Mathla’ul Anwar Banten, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ayu Widianingsih


NIM : G20160044
Program Studi : Farmasi
Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Fakultas Sains, Farmasi dan Kesehatan Universitas Mathla’ul Anwar Hak Bebas
Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah
saya yang berjudul :
FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN GEL
HAND SANITIZER EKSTRAK METANOL UMBI KEMBANG
SUNGSANG (Gloriosa superba Linn.) TERHADAP Escherichia coli
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Fakultas Sains, Farmas dan Kesehatan Universitas Mathla’ul
Anwar Banten berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.

Dibuat di : Pandeglang
Pada Tanggal : September 2020
Yang menyatakan,

(Ayu Widianingsih)

iv
ABSTRAK

Kembang Sungsang (Gloriosa superba Linn.) merupakan salah satu tanaman yang
dapat digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit termasuk infeksi. Umbi
Kembang Sungsang mengandung senyawa metabolit sekunder alkaloid, tanin,
saponin, steroid, dan glikosida yang saling bersinergi sebagai antibakteri. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas antibakteri ekstrak metanol umbi
kembang sungsang dalam sediaan gel hand sanitizer terhadap Escherichia coli.
Umbi kembang sungsang diekstraksi dengan metanol 96% dengan cara maserasi
kemudian dibuat dalam formulasi sediaan gel hand sanitizer. Uji efektivitas
antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram menggunakan tiga konsentrasi
yang berbeda yaitu 5%; 7,5%; dan 10%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
formula gel hand sanitizer ekstrak metanol umbi kembang sungsang dengan
konsentrasi 5%, 7,5% dan 10% masing-masing meliki zona hambat dengan rata-
rata 9,37 mm, 10,23 mm, dan 15,25 mm. Formula sediaan gel hand sanitizer ekstrak
metanol umbi kembang sungsang (G. superba Linn.) telah memenuhi persyaratan
evaluasi fisik sediaan dari uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH, serta uji
viskositas sesuai dengan SNI nomor 06-2588 tahun 2017. Hasil evaluasi fisik
sediaan menunjukkan bahwa formula gel hand sanitizer dengan konsentrasi 5%;
7,5%; dan 10% berwarna kuning kecoklatan, berbau khas ekstrak, homogen,
dengan rata-rata pH masing-masing konsenstrasi 5,9; 5,8; dan 6,2 serta rata-rata
viskositas masing-masing konsentrasi 9.275 cps; 11.375 cps; dan 13.350 cps. Data
evaluasi fisik sediaan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel
dan grafik sedangkan data uji efektivitas antibakteri dianalisis secara statistik
menggunakan one way ANOVA yang diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 <
0,05 (α = 5%).
Kata kunci : Gloriosa superba Linn., Escherichia coli, gel Hand Sanitizer

vi
ABSTRACT

Gloriosa (Gloriosa superba Linn.) is one of many plants for treating various
ailments including infections. The latter contain secondary metabolic compounds
are alkaloid, tannin, saponin, steroids, and coagulated glycoside as antibacterial.
The study aims to identify the antibacterial activities of methanol gloriosa bulbs in
the hand sanitizer supply against Esherichia coli. The method used in this study is
disc diffusion. The grain of brewers is extracted by 96% methanol in the way that
maseration is later produced in the willingness hand sanitizer formulation.
Antibacterial activity testing is done using disc diffusion methods using three
different concentrations of 10%, 15%, and 20%. The results showed that the hand
sanitizer gel formula of methanol extract of breech flower tubers with a
concentration of 5%, 7.5% and 10% respectively contained an inhibition zone with
an average of 9.37 mm, 10.23 mm, and 15.25 mm. . The formula of hand sanitizer
gel of methanol extract of sungsang flower tubers (G. superba Linn.) Has the
requirements for the physical evaluation of the preparation from the organoleptic
test, homogeneity test, pH test, and viscosity test according to SNI number 06-2588
of 2017. The results of the physical evaluation of the preparation shows that the
hand sanitizer gel formula is 5%; 7.5%; and 10% brownish yellow, unique extract
odor, homogeneous, with an average pH for each concentration of 5.9; 5.8; and 6,2
and the average viscosity of each concentration is 9,275 cps; 11,375 cps; and 13,350
cps. The physical evaluation data of preparations were analyzed descriptively and
presented in tables, while the data for the antibacterial effectiveness test were
statistically analyzed using one way ANOVA, which obtained a significance value
of 0.000 <0.05 (α = 5%).

Keywords : Gloriosa superba Linn., Escherichia coli, Hand Sanitizer gel

vii
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Formulasi dan Uji Efektivitas Antibakteri Sediaan Gel Hand Sanitizer
Ekstrak Metanol Umbi Kembang Sungsang (Gloriosa superba Linn.)
Terhadap Escherichia coli” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) jurusan Farmasi di Fakultas Sains, Farmasi dan
Kesehatan, Universitas Mathla’ul Anwar, Banten.

Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada


semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga
proposal penelitian ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan
kepada :

1. Bapak Lambang Satria H, S.KM., M.KM selaku Dekan Fakultas Sains,


Farmasi dan Kesehatan Universitas Mathla’ul Anwar Banten yang telah
mendorong penyelesaian studi Penulis.
2. Bapak apt. Dimas Danang Indriatmoko, M.Farm selaku Kepala Program
Studi Farmasi Universitas Mathla’ul Anwar Banten yang telah memberikan
persetujuan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
3. Ibu Swastika Oktavia, S.Si., M.Sc selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu apt.
Endang Safitri, M.Farm selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan nasehat, bimbingan, arahan dan meluangkan waktunya untuk
penyusunan proposal penelitian ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf Akademik Fakultas Sains, Farmasi
dan Kesehatan Universitas Mathla’ul Anwar Banten, terutama yang telah
mengajar dan mendidik penulis selama kuliah di Universitas Mathla’ul
Anwar Banten.

viii
5. Keluarga terkasih yang selalu dengan ikhlas dan setia memberikan
semangat dan dukungan, baik secara moril maupun materil dan juga untaian
do’a yang selalu dipanjatkan dalam setiap langkah yang penulis lakukan.
6. Sahabat sekaligus pengingatku, yaitu : Tia Muti’ah, Mitra Putri Anggani
dan Roihwan yang telah berjuang bersama-sama dan senantiasa membantu
penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini. Serta untuk Eka
Septiani Prayudi yang telah membantu dalam melakukan analisis data.
7. Teman-teman Farmasi angkatan 2016 khususnya kelas Farmasi C serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu
penulis selama ini. Semoga silahturahmi kita bisa tetap terjaga.

Meskipun telah berusaha menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin, penulis


menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini berguna bagi para pembaca dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Serang, Agustus 2020


Penulis

Ayu Widianingsih

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………... i
LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………… iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………. iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………….. v
ABSTRAK…………………………………………………………………… vi
ABSTRACT…………………………………………………………………. vii
KATA PENGANTAR………………………………………………………. viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xiii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………... xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………… 6
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………. 6
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kajian Pustaka………………………………………………….. 8
2.1.1 Kembang Sungsang……………………………………… 8
2.1.2 Metode Penyarian………………………………………….. 12
2.1.3 Bakteri……………………………………………………… 15
2.1.4 Antibakteri………………………………………………… 24
2.1.5 Uji Aktivitas Antibakteri………………………………….. 26
2.1.6 Antiseptic………………………………………………….. 27
2.1.7 Uraian Bakteri Pada Tangan……………………………… 29
2.1.8 Uraian Hand Sanitizer……………………………………. 30
2.1.9 Uraian Gel………………………………………………… 30
2.2 Kerangka Pemikiran…………………………………………... 39
2.2.1 Kerangka Konsep…………………………………………. 39
2.2.2 Definisi Operasional……………………………………… 40
2.3 Hipotesis………………………………………………………... 41
2.4 Penelitian Yang Relevan………………………………………. 41

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian………………………………………………… 43
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian………………………………... 43
3.3 Alat dan Bahan………………………………………………… 43
3.3.1 Alat……………………………………………………….. 43
3.3.2 Bahan…………………………………………………….. 44
3.4 Persiapan Sampel…………………………………………….. 44
3.4.1 Pengambilan Sampel…………………………………….. 44
3.4.2 Determinasi Tanaman…………………………………… 44

x
3.4.3 Pengolahan Sampel……………………………………… 44
3.5 Skrinning Fitokimia…………………………………………. 45
3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid…………………………………… 45
3.5.2 Pemeriksaan Flavonoid…………………………………. 45
3.5.3 Pemeriksaan Saponin…………………………………… 46
3.5.5 Pemeriksaan Tanin……………………………………… 46
3.5.5 Pemeriksaan Steroid…………………………………….. 46
3.6 Ekstraksi……………………………………………………… 47
3.7 Prosedur Pembuatan Gel Antiseptik Tangan……………… 47
3.7.1 Formula Dasar Gel……………………………………… 47
3.7.2 Formulasi……………………………………………….. 48
3.8 Evaluasi Sediaan…………………………………………….. 49
3.8.1 Pengamatan Organoleptik……………………………… 49
3.8.2 Pemeriksaan Homogenitas Sediaan…………………….. 49
3.8.3 Penentuan pH…………………………………………… 49
3.8.4 Uji Viskositas…………………………………………… 50
3.9 Uji Daya Hambat Antibakteri Terhadap E. coli…………. 50
3.9.1 Sterilisasi……………………………………………….. 50
3.9.2 Media Mueller Hinton Agar……………………………. 50
3.9.3 Pembuatan Media Agar Miring………………………… 51
3.9.4 Inokulasi Bakteri Pada Media Agar Miring…………….. 51
3.9.5 Pembuatan Standar Larutan Kekeruhan………………… 51
3.9.6 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji……………………....... 51
3.9.7 Uji Aktivitas Antibakteri………………………………… 51
3.10 Diagram Alir…………………………………………………. 53
3.11 Analisis Data…………………………………………………. 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian……………………………………………….. 55
4.1.1 Determinasi Tanaman…………………………………… 55
4.1.2 Simplisia Umbi Kembang Sungsang……………………. 55
4.1.3 Penetapan Kadar Air Simplisia…………………………. 56
4.1.4 Ekstraksi………………………………………………… 56
4.1.5 Penetapan Kadar Sisa Pelarut Ekstrak………………….. 57
4.1.6 Identifikasi Metabolit Sekunder………………………… 57
4.1.7 Formulasi Sediaan Gel Hand Sanitizer………………… 58
4.1.8 Evaluasi Sediaan……………………………………….. 59
4.1.8.1 Pengamatan Organoleptik………………………. 59
4.1.8.2 Pengamatan Homogenitas………………………. 60
4.1.8.3 Uji pH…………………………………………… 61
4.1.8.4 Uji Viskositas…………………………………… 62
4.1.9 Uji Antibakteri Sediaan Gel Hand Sanitizer……………. 62
4.2 Pembahasan…………………………………………………. 63
4.2.1 Determinasi Tanaman…………………………………. 63
4.2.2 Simplisia Umbi Kembang Sungsang…………………… 63
4.2.3 Ekstraksi Umbi Kembang Sungsang…………………… 65
4.2.4 Identifikasi Metabolit Sekunder………………………… 66
4.2.5 Formulasi Sediaan Gel Hand Sanitizer………………… 68
4.2.6 Evaluasi Sediaan………………………………………… 69
4.2.6.1 Pengamatan Organoleptik………………………. 70

xi
4.2.6.2 Pengamatann Homogenitas…………………….. 71
4.6.2.3 Uji pH……………………………………………. 72
4.6.2.4 Uji Viskositas……………………………………. 72
4.2.7 Uji Efektivitas Antiakteri Sediaan Gel Hand Sanitizer…. 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan…………………………………………………… 79
5.2 Saran………………………………………………………….. 80

DAFTAR PUSTAKA

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Definisi Operasional……………………………………………. 40


2.2 Penelitian Yang Relevan……………………………………….. 41
3.1 Formula Dasar Gel……………………………………………… 47
3.2 Rancangan Formula Gel Hand Sanitizer Ekstrak Umbi Kembang
Sungsang………………………………………………………… 48
4.1 Determinasi Tanaman…………………………………………… 55
4.2 Hasil Pembuatan Simplisia Umbi Kembang Sungsang…………. 55
4.3 Kadar Air Serbuk Simplisia Umbi Kembang Sungsang………… 56
4.4 Hasil Ekstraksi Umbi Kembang Sungsang.................................... 57
4.5 Hasil Penetapan Kadar Sisa Pelarut Ekstrak................................. 57
4.6 Hasil Skrining Fitokimia............................................................... 58
4.7 Hasil Uji Organoleptik................................................................. 60
4.8 Hasil Uji Homogenitas................................................................. 61
4.9 Hasil Uji pH.................................................................................. 61
4.10 Hasil Uji Viskositas.................................................................... 62
4.11 Hasil Uji Antibakteri.................................................................. 63

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kembang Sungsang……………………………………………. 9


2.2 Bakteri Escherichia coli……………………………………….. 19
2.3 Kerangka Konsep……………………………………………… 39
3.1 Rumus Zona Hambat………………………………………….. 52
3.2 Diagram Alir Penelitian………………………………………. 53
4.1 Sediaan Gel Han Sanitizer…………………………………….. 58

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Determinasi Tanaman………………………………. 86


2. Pembuatan Simplisia Umbi Kembang Sungsang…………. 87
3. Hasil Uji Kadar Air Simplisia…………………………….. 89
4. Maserasi dan Ekstraksi Umbi Kembang Sungsang………. 91
5. Perhitungan Rendemen Ekstrak…………………………… 92
6. Hasil Uji Kadar Sisa Pelarut Ekstrak……………………… 93
7. Hasil Identifikasi Metabolit Sekunder…………………….. 94
8. Formulasi Sediaan Gel Hand Sanitizer…………………… 97
9. Uji Homogenitas…………………………………………... 99
10. Uji pH……………………………………………………… 101
11. Uji Viskositas……………………………………………… 102
12. Uji Efektivitas Antibakteri………………………………… 103
13. Analisis Data………………………………………………. 109

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi merupakan suatu masalah kesehatan yang serius, data WHO

menyebutkan bahwa terdapat 43 juta dari 58 juta penduduk dunia meninggal

akibat penyakit ini (Gannon, 2000). Infeksi disebabkan oleh adanya

mikroorganisme patogen yang masuk ke dalam bagian tubuh melalui

lingkungan yang dapat mengganggu aktivitas biologis (Gibson,1996).

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa bakteri sangat merugikan tubuh

penderitanya apabila pembiakan mikroorganisme terjadi melebihi batas normal.

Salah satu agen penyebab infeksi bakterial adalah bakteri Escherichia coli.

Bakteri ini merupakan bakteri yang berada di dalam saluran pencernaan bagian

bawah dan dapat berubah menjadi patogen jika perkembangannya di dalam

tubuh melebihi batas normal. Bakteri ini dapat menyebar melalui kontaminasi

debu atau melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi feses (Darsana,

2012). Penyakit yang umum disebabkan oleh bakteri ini adalah penyakit diare.

Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

Negara berkembang seperti di Indonesia, karena masih sering timbul dalam

bentuk Kejadian Luar Biasa (KLB), dan disertai dengan kematian yang tinggi,

terutama di Indonesia Bagian Timur. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007,

menunjukkan bahwa penyakit diare merupakan penyebab utama kematian pada

balita (Kemenkes RI, 2011).

1
2

Ada berbagai jenis bakteri yang hidup di tangan, bakteri ini ada yang bersifat

patogen dan ada juga yang bersifat non patogen. WHO pernah melansir melansir

bahwa tangan mengandung bakteri sebanyak 39.000- 460.000 CFU per senti

meter kubik, yang berpotensi tinggi menyebabkan penyakit infeksi. Sedangkan

menurut situs Hand Hygiene Europe manusia memiliki sekitar 2 bahkan hingga

10 juta bakteri di antara ujung jari dan siku (Hema, dkk., 2010).

Flora normal yang terdapat pada kulit tangan antara lain Staphylococcus

epidermidis, micrococcus, Streptococcus alpha dan nonhemolyticus, difteroid

aerob, Escherichia coli dan anaerob (Hema, dkk., 2010).

Penggunaan bahan alam terutama yang berasal dari tumbuh-tumbuhan

untuk tujuan pengobatan dan pencegahan penyakit telah lama dikenal sejak dulu

kala. Bahan alam atau lebih dikenal dengan obat tradisional umumya digunakan

berdasarkan pengalaman karena itu perlu diadakan pendekatan secara formal

guna memberikan data akurat tentang manfaat dan keamanan penggunaan dari

bahan alam tersebut (Ma’rifin, 1993).

Senyawa metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia yang tidak

akan pernah habis, sebagai sumber inovasi dalam penemuan dan pengembangan

obat-obat baru ataupun untuk menunjang berbagai kepentingan industri.

Berbagai jenis tumbuhan mengandung senyawa metabolit sekunder seperti

flavonoid, alkaloid, steroid, terpenoid, saponin, dan lain-lain. Senyawa

metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan merupakan zat bioaktif yang

berkaitan dengan kandungan kimia dalam tumbuhan, sehingga sebagian

tumbuhan dapat digunakan sebagai bahan obat. Tanpa adanya suatu senyawa
3

bioaktif dalam tumbuhan secara umum tumbuhan tersebut tidak dapat

digunakan sebagai obat (Adikara, 2013).

Metabolit sekunder dari ekstrak tumbuhan umumnya yang memiliki

aktivitas sebagai antibakteri yaitu flavonoid dan saponin dan digunakan sebagai

obat herbal (Thavaranjit, 2016). Flavonoid dapat berperan sebagai antibakteri

dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme bakteri. Flavonoid

menghambat pertumbuhan bakteri dengan menyebabkan terjadinya kerusakan

permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom (Yunikawati, 2013).

Sedangkan saponin memiliki mekanisme kerja yang mengakibatkan kerusakan

membran sel sehingga keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel

bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Darsana, 2012). Selain itu

juga terdapat tanin yaitu senyawa metabolit sekunder yang berfungsi sebagai

antibakteri. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks

terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisah dan sukar mengkristal,

mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut

(Malanggi, 2012).

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi yang

disebabkan oleh bakteri Escherichia coli yaitu dengan menjaga kebersihan

tangan sebelum makan dan minum serta menggunakan gel antiseptik tangan,

yang merupakan alternatif praktis untuk menggantikan sabun dan air untuk

mencuci tangan (Retno, 2006)

Hand sanitizer merupakan salah satu bahan antiseptik berupa gel yang

sering digunakan masyarakat sebagai media pencuci tangan yang praktis.


4

Penggunaan hand sanitizer lebih efektif dan efisien bila dibanding dengan

menggunakan sabun dan air sehingga masyarakat banyak yang tertarik

menggunakannya. Adapun kelebihan hand sanitizer adalah dapat membunuh

kuman dalam waktu relatif cepat, karena mengandung senyawa alkohol (etanol,

propanol, isopropanol) dengan konsentrasi ± 60% sampai 80% dan golongan

fenol (klorheksidin, triklosan). Senyawa yang terkandung dalam hand sanitizer

memiliki mekanisme kerja dengan cara mendenaturasi dan mengkoagulasi

protein sel kuman. Alkohol sebagai disinfektan hanya mempunyai aktivitas

bakterisidal saja, tetapi tidak terhadap virus dan jamur. Selain sebagai

disinfektan, alkohol dalam hand sanitizer dapat membantu melarutkan

triklosan. Menurut hasil penelitian Rini (2018) bahwa antiseptik pada beberapa

merk dengan kadar alkohol 60-70% tanpa tambahan zat antibakteri lainnya

memiliki sifat yang lebih polar, sehingga diameter daya hambat yang dihasilkan

lebih besar pada bakteri Staphylococcus aureus.

Apabila antiseptik atau handsanitizer digunakan berlebihan dan terus

menerus dapat berbahaya dan mengakibatkan iritasi hingga menimbulkan rasa

terbakar pada kulit. Hal ini diduga disebabkan karena bahan dasar antiseptik

tersebut berupa alkohol dan triklosan yang merupakan bahan kimia. Salah satu

upaya untuk mengurangi pemakaian bahan kimia berupa alkohol dan triklosan

yang terkandung dalam produk antiseptik hand sanitizer, maka dilakukan

inovasi produk antiseptik hand sanitizer dengan menggunakan ekstrak tanaman

yang ada di alam yang mengandung sifat antibakteri, misalnya umbi kembang

sungsang.
5

Diketahui aktivitas antibakteri ekstrak metanol umbi kembang sungsang

diduga terkait dengan kandungan alkaloid yang merupakan senyawa dominan

dalam tumbuhan ini (Senthilkumar, 2013). Mekanisme antibakteri alkaloid

adalah dengan mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel

bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan

menyebabkan kematian sel (Juliantina, 2008). Selain itu, menurut Gunawan

(2009), bahwa didalam senyawa alkaloid terdapat gugus basa yang

mengandung nitrogen akan berekasi dengan senyawa asam amino yang

menyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri. Reaksi ini mengakibatkan

terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino. Sehingga akan

menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada rantai DNA sehingga

akan mengalami kerusakan dan mendorong terjadinya lisis sel bakteri yang

akan menyebabkan kematian sel bakteri. Terdapat kandungan metabolit

sekunder lain selain alkaloid yang diduga memiliki peran terhadap aktivitas

antibakteri pada tumbuhan ini, yakni tanin dan terpenoid. Tanin merupakan zat

antiseptik alami yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan

memunculkan denaturasi protein dan menurunkan tegangan permukaan

sedangkan terpenoid memiliki mekanisme antibakteri dengan merusak

membran. (Malanggi, 2012). Sebenarnya dalam komponen metabolit sekunder

yang terkandung dalam umbi kembang sungsang dapat saling bersinergi sebagai

antibakteri. Oleh karena itu tanaman umbi kembang sungsang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan antiseptik hand sanitizer. Produk

hand sanitizer ada yang berbentuk cair dan ada yang berbentuk gel. Masyarakat
6

pada umumnya menyukai penggunaan hand sanitizer dalam bentuk gel karena

menimbulkan rasa dingin di kulit dan mudah mengering.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Formulasi dan Uji Efektivitas Antibakteri Sediaan

Gel Hand Sanitizer Ekstrak Metanol Umbi Kembang Sungsang (Gloriosa

superba Linn.) Terhadap Escherichia coli”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang beberapa permasalahan yang dapat dikaji lebih

mendalam adalah sebagai berikut :

1. Apakah sediaan gel antiseptik tangan (hand sanitizer) ekstrak metanol

umbi kembang sungsang (G. superba L.) memenuhi stabilitas parameter

uji yaitu organoleptik, homogenitas, pH, serta viskositas yang sesuai

dengan SNI No. 06-2588 tahun 2017?

2. Apakah sediaan gel antiseptik tangan (hand sanitizer) ekstrak metanol

umbi kembang sungsang (G. superba L.) mempunyai efektivitas

antibakteri terhadap bakteri E. coli?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Melakukan formulasi dan evaluasi sediaan gel antiseptik tangan (hand

sanitizer) dari ekstrak metanol umbi kembang sungsang (Gloriosa

superba L.) terhadap parameter uji yaitu organoleptik, homogenitas, pH,

dan viskositas.

2. Untuk mengetahui efektivitas antibakteri dari sediaan gel antiseptik


7

tangan (hand sanitizer) ekstrak metanol umbi kembang sungsang

(Gloriosa superba L.) terhadap bakteri Escherichia coli.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Peneliti

Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat

mengaplikasikan pengetahuan dibidang farmasi, kimia dan biologi yang

didapat selama perkuliahan dan di tempat bekerja.

2. Bagi institusi

Untuk menambah kepustakaan mengenai aktivitas antibakteri ekstrak

umbi kembang sungsang.

3. Bagi masyarakat

Dapat menjadi sumber informasi tambahan untuk menambah

pengetahuan tentang penggunaan bahan alam sebagai obat tradisonal,

terkhusus bagi tanaman umbi kembang sungsang sebagai hand sanitizer

dalam bentuk gel.


8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Kembang Sungsang
1. Deskripsi
Kembang sungsang (Gloriosa superba L.) merupakan tanaman

asli daratan Afrika yang menyebar luas ke berbagai benua. Salah satunya

Asia, mulai dari Srilangka, Malaysia, India, maupun Burma, termasuk

Indonesia (Acharya et al., 2005). Gloriosa superba banyak digunakan

sebagai obat tradisional di India Selatan. Kembang sungsang (Gloriosa.

superba L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk kedalam

suku Liliaceae. Tanaman ini merupakan tumbuhan memanjat sehingga

dikenal juga dengan nama climbing lily. Kembang sungsang tumbuh liar

di semak belukar dan hutan jati, namun banyak dimanfaatkan sebagai

tanaman hias pekarangan karena warna bunganya terang dan berbentuk

khas. Tenda bunga bergelombang, pada bagian atas berwarna merah

sedangkan bagian pangkal berwarna kuning kehijauan (Acharya et al.,

2005).

2. Nama

Gloriosa superba L. dikenal sebagai kembang jonggrang,

kembang kuku macan (Jakarta), katongkat, kembang sungsang (Sunda),

atau mandalika (Bali) (Isnawati & Arifin, 2006).

8
9

3. Klasifikasi

Klasifikasi G, superba L. menurut Cronquist (1981) dalam

Mardianti (2014) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Liliopsida
Subclassis : Lilidae
Ordo : Liliales
Familia : Liliaceae
Genus : Gloriosa
Species : Gloriosa superba Linn.
4. Morfologi

G. superba L. merupakan terna tahunan dan berumur panjang.

Tinggi G. superba L. dapat mencapai 2,5 meter dengan percabangan yang

melebar (Ernawiati, 2008).

Gambar 2.1 Kembang Sungsang (Jana & Shekhawat, 2010)

Gloriosa superba L. memiliki ciri-ciri : batang lunak, memanjat

dengan sulur yang terdapat di ujung daun. Daun berbentuk lanset dengan
10

ujung meruncing dan pangkal daun memeluk batang. Tepi daun rata dan

panjang daun mencapai 8 – 25 cm, serta lebar daun sekitar 1-4 cm, dengan

warna daun hijau. Kuncup Bungan berbentuk bulat memanjang, bertangkai

panjang, ujungnya runcing menghadap ke bawah. Bila bunga mekar, tenda

bunga membalik ke atas. Jumla tenda bunga enam dengan berbentuk

keriting. Bagian atas tenda bunga berwarna merah, sedangkan pangkalnya

berwarna kuning kehijauan. Jika sedang mekar, bunga akan membalik ke

atas. Warna seluruh tenda bunga lama kelamaan akan menjadi merah dan

tidak mudah layu. Panjang buah kembang sungsang mencapai 4-5 cm.

Tanaman ini menghasilkan biji yang banyak dan berwarna merah oranye.

Akar tanaman kembang sungsang mempunyai rimpang yang tumbuh

horizontal, berukuran besar, dan beracun (Mardianti, 2014).

5. Perkembangbiakan

Perkembangbiakan G. superba L. dengan biji atau rimpang

(Isnawati & Arifin, 2006).

6. Kandungan Senyawa Kimia

Diketahui aktivitas antibakteri ekstrak metanol umbi kembang

sungsang diduga terkait dengan kandungan alkaloid yang merupakan

senyawa dominan dalam tumbuhan ini (Senthilkumar, 2013).

Kolkisin adalah salah satu metabolit sekunder yang terkandung

dalam G. superba L. Kolkisin terdapat pada hampir seluruh bagian

tanaman G. superba L. juga mengandung jenis alkaloid toksik lainnya


11

yaitu kholine, hars, fitosterol, fitosterolin, stigmasterol (Hilmi dkk., 2013).

Kandungan kolkisin pada umbi sekitar 0,3 % dan bagian lain dari

tanaman G. superba L. Sekitar 0,1 – 0,8%. Sumber kolkisin terbaik adalah

biji dengan kandungan 2-5 kali lebih tinggi daripada didalam umbi.

Kandungan kolkisin pada biji sekitar 1,32% (Rajagopal & Khandasamy,

2009).

Kolkisin murni C22H25NO6 dapat larut dalam alkohol, kloroform,

lipid dan air dingin, namun kurang larut dalam air panas atau benzene

dingin dan hamper tidak larut dalam eter. Kolkisin tidak bersifat racun

terhadap tanaman meskipun diberikan dalam dosis tinggi. Larutan kolkisin

harus disiapkan langsung sebelum digunakan atau disimpan di tempat yang

terlindung dari aktivitas oksigen dan cahaya. Pemakaian kolkisin dapat

dicampur dalam air, emulsi, agar atau lanolin dan seringkali dianjurkan

penambahan gliserin (Cocco et al., 2010)

Mekanisme antibakteri alkaloid adalah dengan mengganggu

komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan

dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel

(Juliantina, 2008).

Selain itu, menurut Gunawan (2009), bahwa didalam senyawa

alkaloid terdapat gugus basa yang mengandung nitrogen akan berekasi

dengan senyawa asam amino yang menyusun dinding sel bakteri dan DNA

bakteri. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan

susunan asam amino. Sehingga akan menimbulkan perubahan


12

keseimbangan genetik pada rantai DNA sehingga akan mengalami

kerusakan dan mendorong terjadinya lisis sel bakteri yang akan

menyebabkan kematian sel bakteri. Terdapat kandungan metabolit

sekunder lain selain alkaloid yang diduga memiliki peran terhadap

aktivitas antibakteri pada tumbuhan ini, yakni tanin dan terpenoid. Tanin

merupakan zat antiseptik alami yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri dengan memunculkan denaturasi protein dan menurunkan

tegangan permukaan sedangkan terpenoid memiliki mekanisme

antibakteri dengan merusak membran. (Malanggi, 2012). Sebenarnya

dalam komponen metabolit sekunder yang terkandung dalam umbi

kembang sungsang dapat saling bersinergi sebagai antibakteri.

2.1.2 Metode Penyarian


Proses untuk mendapatkan ekstrak disebut ekstraksi, yaitu penyarian zat

berkhasiat atau zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan

termasuk biota laut.

Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan

kandungan air bahan tumbuhan yang di ekstraksi dan pada jenis senyawa yang di

isolasi. Umumnya kita perlu “membunuh” jaringan hidup untuk mencegah

terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis. Mencemplungkan jaringan daun segar atau

bunga, bila perlu di potong-potong, ke dalam etanol mendidih adalah suatu cara yang

baik untuk mencapai tujuan itu. Alkohol bagaimanapun juga adalah pelarut

serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan. Selanjutnya bahan dapat di

maserasi dalam suatu wadah toples kaca, lalu disaring. Tetapi hal ini hanya betul-

betul diperlukan bila kita ingin mengekstraksi habis. Bila mengisolasi senyawa dari
13

jaringan hijau, keberhasilan ekstraksi dengan alkohol berkaitan langsung dengan

seberapa jauh klorofil tertarik oleh pelarut itu. Bila pada ampas sampel sama sekali

tidak berwarna hijau lagi, dapat dianggap semua senyawa berbobot molekul rendah

telah terekstraksi (Harborne, 1998).

1. Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi merupakan penyarian secara sederhana karena dilakukan dengan

cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif.

Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan dan

zat aktif didalam sel dan di luar sel maka larutan yang terpekat di desak keluar.

Peristiwa ini berulang-ulang kali terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan

diluar sel dan di dalam sel (Ditjen POM, 1986).

Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organic

yang digunakan pada temperatur ruagan. Proses ini sangat menguntungkan dalam

isolasi bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi

pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam

dan diluar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan

terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat

diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi

akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan

senyawa bahan alam pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan

pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses maserasi (Darwis, 2000).
14

b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap

perkolasi sebenarnya (penetapan / penampungan ekstrak) yang jumlahnya 1-5

bahan ( Ditjen POM, 1986).

Perkolasi merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel

sehingga pelarut akan membawa senyawa organik bersama-sama pelarut. Tetapi

efektivitas dari proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organik yang

sangat mudah larut dalam pelarut yang digunakan (Darwis, 2000).

2. Cara panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna

(Darwis, 2000).

b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Darwis,

2000).

c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperature ruangan (kamar), yaitu secara
15

umum dilakukan pada temperatur 40-50°C (Darwis, 2000).

d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tecelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°C)

selama waktu tertentu 15-20 menit (Darwis, 2000).

e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30°C dan temperatur

sampai titik didih air (Darwis, 2000).

3. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Depkes, 2000). Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak

kental dan ekstrak kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang,

biasanya kadar air lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-

30%. Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Voight, 1994).

2.1.3 Bakteri

1. Uraian umum

Nama bakteri berasal dari bahasa Yunani “bacterion” yang berarti

tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok

mikroorganisme yang bersel satu, berkembangbiak dengan pembelahan diri

serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak atau dapat diamati dengan

mikroskop (Dwidjoseputro, 1978). Spesies bakteri dapat dibedakan


16

berdasarkan morfologinya (bentuk), komposisi kimia (umumnya dideteksi

dengan reaksi kimianya), kebutuhan nutrisi, aktivitas biokimia dan sumber

energi (Pratiwi, 2008).

Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh:

A. Zat makanan (nutrisi)

Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon,

nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam, vitamin dan air untuk fungsi metabolik

dan pertumbuhannya (Pelczar & Chan, 1988).

B. Temperatur

Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju

reaksi kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan hal tersebut

maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 0-30ºC,

dengan temperatur optimum adalah 10-20ºC.

2) Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 5-60ºC,

dengan temperatur optimum adalah 25-40º.

3) Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur optimum

yaitu 55-65 oC (Pelczar & Chan, 1988).

C. Keasaman dan kebasaan (pH)

Kebanyakan bakteri patogen mempunyai pH optimum pertumbuhan

antara 7,2-7,6 (Tim Mikrobiologi FK Brawijaya, 2003).

D. Oksigen

Oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme,


17

berdasarkan kebutuhan oksigen, bakteri dapat dibedakan menjadi 5 kelompok

antara lain:

1) Aerob mutlak yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen dalam

pertumbuhannya.

2) Anaerob fakultatif yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan atau tanpa

adanya oksigen.

3) Anaerob mutlak yaitu bakteri yang hidup bila tidak ada oksigen.

4) Anaerob aetoleran yaitu bakteri yang tidak mati dengan adanya oksigen.

5) Mikroaerofilik yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya

sedikit oksigen (Pratiwi, 2008).

E. Tekanan osmosis

Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium

isotonis terhadap isi sel bakteri (Pelczar & Chan, 1988).

F. Kelembapan

Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik

pada lingkungan yang lembab. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis

bakterinya (Pelczar & Chan, 1988).

2. Ukuran bakteri

Pada umumnya ukuran tubuh bakteri sangat kecil, umumnya bentuk

tubuh bakteri baru dilihat menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000

kali atau lebih. Satuan ukuran tubuh bakteri adalah mikrometer atau micron

(Waluyo, 2007).
18

Bakteri berbentuk kokus ada yang berdiameter 0,5 µ sampai 2,5 µ.

Sedangkan bakteri berbentuk basil ada yang lebarnya 0,2 µ sampai 2 µ, namun

ukuran-ukuran tersebut banyak yang menyimpang. Oleh karena itu,

pengukuran besar kecilnya bakteri perlu didasarkan pada standar yang sama.

Pada umumnya bakteri yang berumur 2 sampai 6 jam lebih besar dari bakteri

yang umurnya lebih dari 24 jam. Lebar tubuh umumnya 1- 2 mikron,

sedangkan panjangnya 2-5 mikron (Waluyo, 2010)

3. Bentuk bakteri

A. Bentuk basil

Bakteri yang mempunyai bentuk batang atau silinder dan membelah

dalam satu bidang, berpasangan ataupun bentuk rantai pendek atau

panjang.

B. Bentuk kokus

Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada

tunggal dan ada yang berpasang-pasangan.

C. Bentuk spiral

Bentuk spiral dapat dibedakan atas:

1) Spiral yaitu menyerupai spiral atau lilitan.

2) Vibrio yaitu bentuk batang yang melengkung berupa koma.

3) Spirochaeta yaitu menyerupai bentuk spiral, bedanya dengan spiral

dalam kemampuannya melenturkan dan melengkukkan tubuhnya

sambil bergerak. Adapun contoh bakteri dengan bentuk spiral yaitu

Vibrio cholerae, Spirochaeta palida (Volk & Wheeler, 1993).


19

4. Escherichia Coli

Gambar 2.2 Bakteri Escherichia coli (Yunikawati, dkk., 2013)


E. coli merupakan bakteri Gram negative, berbentuk batang,

merupakan bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif yang habitat alaminya

adalah usus besar manusia dan hewan (Jawetz, et al., 2007). Masa inkubasi

berlangsung selama 12 jam hingga 3 hari , gejala timbul 18-24 jam setelah

menyantap makanan (Arisman, 2009). Adapun sistematika E. coli adalah

sebagai berikut:

Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli (Dwijoseputro, 1978)

E. coli adalah organisme bersel tunggal yang dapat hidup di banyak

lingkungan berbeda. E. coli adalah organisme prokariotik, salah satu

organisme terkecil yang pernah ada. E. coli pertama kali diidentifikasi pada

tahun 1885 oleh Theodor Escherich pada spesimen yang diambil dari bayi
20

yang mengalami gejala enteritis. Enteritis adalah inflamasi pada saluran usus

yang dapat menyebabkan sakit perut, nausea, muntah-muntah, dan diare pada

manusia (Manning, 2005).

E. coli adalah flora normal pada saluran intestinal manusia dan hewan

berdarah panas. Keberadaan E. coli tersebut di saluran intestinal secara umum

tidak merugikan kesehatan (WHO, 2006). Di dalam usus, terbentuk hubungan

komensalisme antara E. coli dan usus manusia. E. coli mendapatkan makanan

dan keuntungan lainnya dari manusia tanpa menyebabkan penyakit atau

kerusakan apapun. Akan tetapi, terkadang E. coli juga dapat menyebabkan

berbagai penyakit pada manusia (Manning, 2005).

E. coli terbagi menjadi banyak serotipe. Jenis-jenis E. coli dari

masing- masing serotipe dapat menyebabkan penyakit pada manusia dengan

mekanisme dan tingkat keparahan yang berbeda, mulai dari yang bersifat

komensal hingga parasit. Dalam penentuan jenis E. coli, digunakan nama

yang menggambarkan mekanismenya dalam menyebabkan penyakit.

Misalnya E.coli O157:H7 dimasukkan ke dalam enterohemorrhagic E. coli

(EHEC) karena ia menyebabkan diare berdarah. Entero berarti usus,

sedangkan hemorrhagic artinya berdarah. Oleh karena itu EHEC didefinisikan

sebagai bakteri E. coli yang menyebabkan pendarahan pada usus. Jenis E. coli

lainnya adalah E. coli (EPEC), enterotoxigenic E. coli (ETEC), enteroinvasive

E. coli (EIEC), enteroaggregative E coli.

A. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)


EHEC adalah penyebab hampir sebagian besar diare di seluruh dunia.

EHEC berhubungan dengan gastroenteritis, yaitu suatu inflamasi pada perut


21

dan lapisan usus yang menyebabkan nausea, diare, sakit perut, dan lesu

(Manning, 2005). Ingesti EHEC 1-10 koloni per 100 mL dapat menimbulkan

manifestasi penyakit pada manusia (Chart, 2000). Keberadaan EHEC

diketahui berhubungan sebagai penyebab kasus dan wabah diare pada

manusia (Donnenberg, 2002 & Ashbolt, 2004).

Di lingkungan, reservoir utama EHEC adalah hewan domestik, terutama

hewan pemamah biak seperti sapi, domba, kambing , dan rusa. EHEC terlepas

ke lingkungan bebas melalui feses hewan dan bisa bertahan hingga berbulan-

bulan di dalam tanah dan 21 bulan di dalam pupuk. Infeksi EHEC kepada

manusia salah satunya terjadi akibat konsumsi air yang terkontaminasi. Untuk

bisa menyebabkan penyakit, EHEC harus teringesti, bertahan hidup dalam

lingkungan dengan tingkat keasaman yang tinggi di traktus gastrointestinal

bagian atas, dan mendiami traktus gastrointestinal bagian bawah. Organisme

ini mampu memproduksi asam kolanik yang diketahui berhubungan dengan

kemampuan toleransi EHEC pada keasaman di dinding usus (Donnenberg,

2002). Infeksi EHEC dimulai dengan gejala diare dengan feses encer yang

seringkali diikuti nyeri perut dan terkadang pusing dan muntah-muntah.

Gejala demam jarang ditemukan pada infeksi EHEC pada manusia. Feses

yang encer ini bisa meningkat menjadi feses berdarah dalam 1-2 hari. Shiga

toxin yang dilepaskan oleh E. coli O157:H7 merusak sel endotelial vaskuler,

yaitu sel dari jaringan yang membentengi organ internal usus, sehingga

kemudian menyebabkan penyakit bertambah parah (Manning, 2005).

Sebagian besar orang yang terinfeksi EHEC dapat kembali pulih tanpa
22

mengalami cacat. Akan tetapi, infeksi EHEC dapat berkembang menjadi

haemolytic uraemic syndrome (HUS) pada beberapa orang. Hingga saat ini

belum diketahui dengan jelas mengapa infeksi EHEC pada sebagian orang

bisa berkembang menjadi HUS dan pada orang lainnya tidak (Donnenberg,

2002).

B. Enterotoxigenic E. coli (ETEC)


Enterotoxigenic Escherichia coli adalah penyebab utama penyakit diare

pada manusia dan hewan. ETEC diketahui banyak menyerang anak-anak

yang memasuki masa penyapihan. ETEC diinisiasi konsumsi minuman yang

telah terkontaminasi ETEC. Pada manusia, dibutuhkan kepadatan organisme

dari 108 hingga 1010 untuk bisa menimbulkan gejala sakit. Bakteri biasanya

transit dan mendiami usus kecil. Pada manusia sehat, perut, usus besar, dan

usus kecil tidak mengandung bakteri. Akan tetapi, ETEC dapat ditemui di

daerah lambung, di sepanjang usus kecil dan usus besar pada saat terjadi

infeksi. Penempelan ETEC pada epitel usus dimediasi oleh fimbriae adesif.

Kolonisasi pada mukosa usus membuat penghantaran lokal enterotoksin yang

bertanggungjawab terhadap diare dengan feses encer menjadi ciri khas infeksi

ETEC.

Produksi enterotoksin menyebabkan terjadinya sekresi air pada jejunum

dan ileum, dengan kehilangan cairan terbesar terjadi di jejunum. Infeksi

ETEC dikarakterisasi oleh onset cepat diare dengan feses encer setelah masa

inkubasi 14-50 jam. Penderita diare akibat ETEC biasanya juga mengalami

kram perut. Feses yang dikeluarkan biasanya juga diikuti oleh darah kering

dari dinding mukosa usus. Demam, nausea, dan muntah-muntah juga bisa
23

dialami, tetapi gejala ikutan ini jarang terjadi. Pada infeksi yang tidak diobati,

gejala akan pulih secara spontan dalam beberapa hari, antara 1-11 hari. Infeksi

ETEC letal muncul sebagai akibat terjadinya dehidrasi dan

ketidakseimbangan elektrolit (Donnenberg, 2002).

C. Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC)

Bakteri yang memiliki karakteristik (i) mampu menyebabkan diare, (ii)

kemampuan memproduksi hispatologi pada epitel usus yang dikenal dengan

lesi attaching dan effacing, dan (iii) tidak memproduksi toksin shiga.

Karakteristik kedua EPEC membedakannya dari E. coli penyebab diare

lainnya seperti EAEC, EIEC, dan ETEC. Karakteristik ketiga EPEC

membedakannya dari EHEC. Manifestasi klinis infeksi EPEC adalah diare

dengan feses encer yang mengandung mukus tetapi tidak berdarah. Gejala

ikutan lainnya biasanya demam, lesu, muntah- muntah, dehidrasi, dan

kehilangan berat badan. Diare EPEC biasanya terjadi antara 5-15 hari tetapi

bisa juga menjadi diare kronis dan dapat menghasilkan kematian dengan laju

mortalitas hingga 50%. EPEC diperkirakan lebih banyak menghuni usus kecil

daripada kolon yang menjadi habitat E. coli komensal dan EHEC

(Donnenberg, 2002).

5. Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Ada 4 Fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu:

1) Fase lag

Merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme

pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan
24

jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag

tergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media

pertumbuha (Pratiwi, 2008)..

2) Fase log (fase eksponensial)

Fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada

kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat

media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan

dan massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang dapat

menghambat laju pertumbuhan adalah nutrisi dalam kultur habis, sehingga

hasil metabolisme bersifat racun tertimbun (Pratiwi, 2008).

3) Fase stasioner

Merupakan fase dimana pertumbuhan mikroorganisme berhenti

dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah

sel yang mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik.

Pada sebagian besar kasus, pergantian sel terjadi dalam fase stasioner ini

(Pratiwi, 2008).

4) Fase kematian

Merupakan fase dimana jumlah sel yang mati meningkat. Faktor

penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk

buangan yang toksik (Pratiwi, 2008).

2.1.4 Antibakteri

Antibakteri merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh

bakteri, khususnya bakteri yang merugikan manusia (Jawetz, et al., 1991). Suatu
25

agen antibakteri memiliki beberapa target aksi yaitu :

1. Kerusakan pada dinding sel

Mekanisme ini ditandai dengan adanya kerusakan struktur dinding sel

yang terjadi oleh adanya hambatan pada proses pembentukan maupun pengubahan

(Pelczar & Chan, 1988). Contoh senyawa yang bekerja menghambat dinding sel

adalah penisilin, sepalosporin, sikloserin, dan basitrasin (Mutschler, 2005).

2. Perubahan permeabiltas sel dengan merusak membran sel

Salah satu fungsi dari membran sel adalah mempertahankan substansi

substansi yang ada di dalam sel dan mengatur sistem transport yang ada di

dalamnya. Kerusakan pada membran sel menyebabkan terhambatnya pertumbuhan

sel dan berakibat pada kematian sel. Contoh senyawa yang bekerja dengan sistem

ini adalah polimiksin (Pelczar & Chan, 1988).

3. Perubahan molekul protein dan asam nukleat

Secara alami kerusakan sel terjadi akibat gangguan pada molekul

protein dan asam nukleat. Adanya denaturasi protein dan asam nukleat

menyebabkan terjadinya kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki. Contoh

senyawa yang memiliki mekanisme kerja ini adalah fenolat dan persenyawaan

fenolat (Pelczar & Chan, 1988).

D. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein

Kerusakan total pada sel diakibatkan karena adanya gangguan pada

pembentukan substansi tertentu seperti DNA dan RNA. Senyawa yang bekerja

dengan mekanisme ini adalah tetrasiklin (Pelczar & Chan, 1988).


26

2.1.5 Uji Aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri merupakan salah satu hal yang terpenting,

beberapa penelitian mengunakan berbagai macam metode untuk mengetahui

aktivitas antibakteri diantaranya dilusi cair, dilusi padat dan difusi. Salah satu

metode yang sering digunakan dalam pengujian aktivitas antibakteri adalah difusi.

Pada penelitian ini metode difusi yang digunakan adalah Kirby bauer. Difusi adalah

salah satu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas antktibakteri secara

in vitro pada mikroorganisme (Valgas et al., 2007).

Penggunaan metode ini untuk bertujuan untuk mengetahui sensitivitas

suatu bakteri terhadap susbstansi antibakteri. Pengujian dilakukan dengan

melakukan penjenuhan substansi antibakteri pada disk berupa kertas saring, yang

kemudian diletakkan dalam media agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri

dan diinkubasi pasa suhu 37 °C selama 18-24 jam, selanjutnya dilakukan

pengukuran zona hambat yang terdapat di sekitar disk (Pratiwi, 2008)

Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap agen antibakteri tertentu

dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu metode dilusi dan

metode difusi. Ada beberapa metode pengukuran bakteri, namun yang paling umum

digunakan adalah metode dilusi dan difusi.

1. Metode dilusi

Metode ini digunakan untuk mengukur kadar hambat minimum (KHM)

dan kadar bunuh minimum (KBM). Cara yang dilakukan dengan membuat seri

pengenceran antimikroba pada media yang telah ditambahkan dengan mikroba uji.

Larutan uji antimkroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
27

pertumbuhan mikroba ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai

KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media tanpa penambahan mikroba

uji ataupun agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media yang tetap

terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).

2. Metode difusi agar

Metode yang paling sering digunakan dalam uji aktivitas antibakteri

yaitu metode difusi agar. Obat dengan jumlah tertentu ditempatkan pada permukaan

media padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya dan

kemudian diinkubasi selama 18-24 jam. Diameter zona hambatan di sekitar

pencadang kemudian diukur dan digunakan untuk mengukur kekuatan hambatan

obat terhadap mikroorganisme yang diuji.

Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika dan kimia, misalnya

sifat medium, kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat. Meskipun

demikian, standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan uji

kepekaan dengan baik (Jawetz, 2001).

2.1.6 Antiseptik

Antiseptik adalah zat-zat yang membunuh atau mencegah pertumbuhan

mikroorganisme. Istilah ini digunakan untuk sediaan yang dipakai untuk sediaan

yang di pakai pada jaringan hidup (Djide, M, N, Sartini, 2008).

Antiseptika adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat atau

mematikan mikroorganisme pada jaringan hidup yang mempunyai efek membatasi

dan mencegah infeksi agar tidak menjadi lebih parah. Antiseptika digunakan pada

permukaan mukosa, kutan dan luka yang terinfeksi. Antiseptika yang ideal adalah
28

dapat menghambat pertumbuhan dan merusak sel-sel bakteri, spora bakteri dan

jamur, virus dan protozoa tanpa jaringan tubuh inang atau hospes (Djide, M, N,

Sartini, 2008).

A. Mekanisme kerja

Mekanisme kerja suatu antiseptika dan densifektansia sangat

beragam. Mekanisme kerjanya dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu:

1. Penginaktifan enzim tertentu

Penginaktifan enzim tertentu adalah mekanisme umum dari senyawa

antiseptika dan densifektansia, seperti turunan aldehid. Amida, karbanilida,

etilen- oksida, halogen, senyawa-senyawa merkuri dan senyawa ammonium

quartener. Aldehid dan Etilen oksida bekerja dengan mengalkilasi secara

langsung gugus nukleofil seperti gugus-gugus amino, karboksil, fenol, dan tiol

dari protein sel bakteri. Reaksi alkilasi tersebut menyebabkan pemblokan sisi

aktif dan perumahan kompormasi enzim sehingga menjadi hambatan

pertumbuhan sel bakteri (Djide, M, N, Sartini, 2008).

2. Denaturasi protein

Turunan alkohol, halogen dan halogenator, senyawa merkuri,

peroksida, turunan fenol dan senyawa ammonium quartener bekerja sebagai

antiseptika dan densifektan dengan cara denaturasi dan konjugasi protein sel

bakteri. (Djide, M, N, Sartini, 2008).

3. Mengubah permeabilitas membran sitoplasma bakteri

Cara ini adalah model kerja dari turunan amin dan guanidin, turunan

fenol dan senyawa omonium kuartener. Dengan mengubah permeabilitas


29

membran sitoplasma bakteri, senyawa- senyawa tersebut dapat mengakibatkan

bocornya konstituen sel yang esensial, sehingga bakteri mengalami kematian.

Contohnya klorheksidin (Djide, M, N, Sartini, 2008).

4. Intekalasi kedalam DNA

Beberapa zat warna seperti turunan irifenilmetan dan turunan akridin.

Bekerja sebagai antibakteri dengan mengikat secara kuat asam nukleat,

menghambat sintesis DNA dan menyebabkan perubahan kerangka mutasi pada

sintesis protein (Djide, M, N, Sartini, 2008).

5. Pembentukan khelat

Beberapa turunan fenol, seperti heksoklorofen dan oksikuinolin dapat

membentuk khelat dengan ion Fe dan Cu. Kemudian bentuk khelat tersebut

masuk kedalam sel bakteri. Kadar yang tinggi dari ion-ion logam didalam sel

menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim sehingga mikroorganismenya

mengalami kematian (Djide, M, N, Sartini, 2008).

2.1.7 Uraian Bakteri Pada Tangan

Ada berbagai jenis bakteri yang hidup di tangan, bakteri ini ada yang

bersifat patogen dan ada juga yang bersifat non patogen. WHO pernah melansir

melansir bahwa tangan mengandung bakteri sebanyak 39.000-460.000 CFU per

senti meter kubik, yang berpotensi tinggi menyebabkan penyakit infeksi.

Sedangkan menurut situs Hand Hygiene Europe manusia memiliki sekitar 2

bahkan hingga 10 juta bakteri di antara ujung jari dan siku.


30

Flora normal yang terdapat pada kulit tangan antara lain Staphylococcus

epidermidis, micrococcus, Streptococcus alpha dan nonhemolyticus, difteroid

aerob, Escherichia coli dan anaerob (Hema, dkk., 2010).

2.1.8 Uraian Hand sanitizer

Sanitizer adalah disenfektan khusus yang mengurangi jumlah kuman-

kuman kontaminasi sampai tingkat yang aman bagi kesehatan masyarakat (staf

pengajar departemen farmakologi fakultas kedokteran universitas sriwijaya ed

2, 2008).

Hand sanitizer adalah gel dengan berbagai kandungan yang cepat

membunuh mikroorganisme yang ada di kulit tangan. Hand sanitizer banyak

digunakan karena alasan kepraktisan pada saat darurat tidak ada air. Hand

satitizer mudah dibawa dan bisa cepat digunakan tanpa perlu menggunakan air.

Kelebihan hand sanitizer di utarakan menurur US FDA (Food and Drug

Administration) dapat membunuh kuman dalam waktu relatif cepat (Verica,

2014).

2.1.9 Uraian Gel

Gel adalah sistem semi padat di mana fase cairnya dibentuk dalam suatu

matriks polimer tiga dimensi (terdiri dari gom alam atau gom sinteris) yang

tingkat ikatan silang fisik (atau kadang-kadang kimia)nya yang tinggi telah

dibicarakan.

Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel

farmasetik meliputi gom alam tragacanth, pectin, carragen, agar, asam alginate

serta bahan-bahan sintesis dan semisintesis seperti metil selulosa,


31

hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan

polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan

proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat

mengembang dari gel (Lachman, 1994).

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih dan

tembus cahaya yang mengandung zat-zat aktif dalam keadaan terlarut.

Karbomer 940 akan mengembang jika didispersikan dalam air dengan adanya

zat-zat alkali seperti trietanolamin atau diisopropanolamin untuk membentuk

suatu sediaan semipadat. Gel juga dapat dibentuk oleh selulosa seperti

hidroksipropil selulosa dan hidroksipropil metilselulosa (Lachman, 1994).

Gel murni memiliki karakteristik yang transparan dan jernih atau opalesen.

Transparannya disebabkan karena seluruh komponennya terlarut dalam bentuk

koloid. Sifat transparan ini adalah karakter spesifik sediaan gel (Isriany Ismail,

2013).

Saat ini, gel dijadikan basis untuk beberapa formula kompleks seperti;

penambahan partikel padat, sehingga menjadi suatu sistem suspensi yang stabil

dan penambahan senyawa lemak dan berminyak, mnghasilkan dispersi

hidrolipid atau quasi-emulsi.

1. Jenis Gel
a. Hydrogel
Sistem hydrogel adalah gel hidrofilik yang mengandung 85-95% air

atau campuran alkohol-air serta bahan pembentuk gel (gelling agent). Bahan

pembentuk hydrogel gel yang umumnya merupakan senyawa polimer seperti

asam poliakrilat (carbopol), Natrium Carboksi Metil Celulosa (NaCMC), non


32

ionik ester selulosa. Sistem harus menggunakan pengawet.

Jika dalam formula sediaan hydrogel menggunakan bahan pengental

yang tidak sesuai, maka setelah terjadinya penguapan pelarut, sisa polimer

akan terasa lengket dan sobek pada kulit. Oleh karena itu harus berhati-hati

dalam memilih dan menilai kebutuhan bahan tambahan yang di sarankan

(Isriany Ismail, 2013).

b. Lipogel

Lipogel atau oleogel dihasilkan melalui penambahan bahan

pengental yang sesuai dan larut dalam minyak atau cairan lemak. Silika

koloidal dapat digunakan untuk membentuk tipe lipogel istimewa dengan

basis silikon (Isriany Ismail, 2013).

2. Sifat Gel

a. Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi

larutan yang menyebabkan terjadinya pertambahan volume. Pelarut akan

berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan

gel. Pengembangan gel kurang sempurna jika terjadi ikatan silang antara

polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan komponen gel

berkurang. Sinersis, yaitu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di

dalam massa gel. Cairan yang terjerat akan ke luar dan akan berada diatas

permukaan gel. Pada saat pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis

sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi

berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat

terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran sel akan


33

mengakibatkan karakter antar matriks berubah, sehingga memungkinkan

cairan bergerak menuju permukaan, sinersis dapat terjadi pada hydrogel

maupun organogel (Lieberman, 1997).

b. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan

mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam

tergantung dari komponen pembentuk gel (Lieberman, 1997).

3. Basis Gel

Berdasarkan komposisinya, basis gel dapat dibedakan menjadi basis gel

hidrofobik dan basis gel hidrofilik (Ansel, 1989).

A. Basis gel hidrofobik

Basis gel hidrofobik terdiri dari partikel-partikel anorganik. Apabila

ditambahkan ke dalam fase pendispersi, bilamana hanya ada sedikit sekali

interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik

tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang

khusus (Ansel, 1989).

B. Basis gel hidrofilik

Basis gel hidrofilik pada umumnya adalah molekul-molekul organik

yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase

pendispersi. Istilah hidrofilik berarti sukar pada pelarut. Pada umumnya karena

daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak

adanya daya tarik- menarik dari bahan hidrofobik, sistem koloid hidrofilik

biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel,

1989).
34

4. Uji Kestabilan Gel

Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan

kualitasnya sesuai spesifikasi kualitas yang ditetapkan sepanjang periode waktu

penggunaan dan penyimpanan. Sedangkan stabilitas fisik adalah tidak terjadinya

perubahan sifat fisik dari suatu produk selama waktu penyimpanan.

Jenis stabilitas yang umum dikenal adalah stabilitas kimia, fisika,

mikrobiologi, terapi, dan toksikologi.

a. Stabilitas kimia adalah kemampuan suatu sediaan untuk mempertahnkan

keutuhan kimiawi dan potensi zat aktif yang tertera pada etiket dalam batasan

spesifikasi.

b. Stabilitas fisika adalah kemampuan suatu sediaan untuk mempertahankan

pemerian, rasa, keseragaman, kelarutan, dan sifat fisika lainnya.

c. Stabilitas mikrobiologi adalah sterilitas atau resistensi terhadap pertumbuhan

mikroba dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang dinyatakan.

d. Stabilitas terapi adalah kemampuan suatu sediaan untuk menghasilkan efek

terapi yang tidak berubah selama waktu simpan (shelf life) sediaan.

e. Stabilitas toksikologi adalah mengacu pada tidak terjadinya peningkatan

toksisitas yang bermakna selama waktu simpan (Djajadisastra, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu sediaan gel antara lain

adalah temperatur, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan bahan-

bahan tambahan yang digunakan dalam formulasi sediaan gel.

Tujuan pemeriksaan kestabilan obat adalah untuk menjamin bahwa setiap

bahan obat yang didistribusikan tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan


35

meskipun sudah cukup lama dalam penyimpanan. Pemeriksaan kestabilan

digunakan sebagai dasar penentuan batas kadaluarsa dan cara-cara penyimpanan

yang perlu dicantumkan dalam label. Ketidakstabilan formulasi dapat dilihat dari

perubahan penampilan fisik, warna, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut

(Lachman, 1994).

Adapun beberapa pengujian stabilitas fisik sediaan gel yaitu:

a. Viskositas

Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu

viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan

suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas maka makin besar

tahanannya (Voigth, 1971).

b. Pengukuran pH

Digunakan untuk mengetahui pH gel, apakah sesuai dengan pH kulit yaitu

antara 5-6,5 (Voigth, 1971).

c. Uji daya sebar

Penyebaran diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada kulit.

Penentuannya dilakukan dengan Extensometer. Sebuah sampel dengan volume

tertentu diletakkan dipusat antara dua lempeng gelas, dimana lempeng sebelah atas

dalam interval waktu tertentu dibebani dengan meletakkan anak timbangan

diatasnya. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan meningkatnya beban,

merupakan karakteristika daya sebarnya (Voigth, 1971).

d. Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara sampel gel dioleskan pada


36

sekeping kaca atau bahan transparan lain. Sediaan harus menunjukkan susunan

yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1985).

e. Sinersis

Sineresis adalah keluarnya air atau merembesnya cairan dari dalam

sediaan dimana air tidak terikat dengan kuat oleh komponen bahan yang ada.

Semakin tinggi tingkat sineresis maka semakin cepat lunak tekstur sediaan tersebut.

Pada fenomena ini, jika suatu gel didiamkan salama beberapa saat, maka gel

tersebut sering kali akan mengerut secara alamiah dan cairan pembawa dalam

matriks akan keluar/lepas dari matriks (Voight, 1971)..

5. Komposisi Sediaan Gel


a. Pembawa Gel
1) Karbopol
Karbopol merupakan acrylic polimer crosslinked dengan polialkenil

ether. Nama lain karbopol adalah Acritamer, Acrylic acid polymer,

carbopol, carboxyvinyl polymer, carboxy polymethyiene, polyacrylic acid.

Karbopol digunakan dalam bentuk cairan atau setengah padat pada sediaan

farmasi sebagai bahan pensuspensi atau bahan peningkat viskositas.

Digunakan pada formulasi krim, gel, dan salep mata yang digunakan pada

sediaan opthalmik, rektal, dan sediaan topikal lain (Rowe, 2006).

Pemeriannya serbuk putih, higroskopik, bersifat asam dan berbau

khas. Dapat larut dalam air, etanol (95%) dan gliserin. Karbopol digunakan

sebagai bahan pengemulsi pada konsentrasi 0,5-1,0%; pengikat tablet 5,0-

10,0%. Fungsinya adalah sebagai bahan pembawa gel (Rowe, 2006).


37

2) HPMC
Hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) merupakan serbuk putih

atau putih kekuningan, tidak berbau dan berasa, larut dalam air dingin,

membentuk cairan kental, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol (95%)

dan eter. HPMC biasanya digunakan dalam sediaan oral dan topikal. HPMC

biasanya digunakan sebagai emulgator, suspending agent dan stabilizing

agent dalam sediaan salep dan gel topikal (Maharani, 2009).

HPMC merupakan gelling agent yang tahan terhadap fenol, dan

dapat membentuk gel yang jernih serta mempunyai viskositas yang lebih

baik. Konsentrasi HPMC yang biasa digunakan sebagai gelling agent adalah

2%-20%. HPMC umumnya tidak toksik dan tidak menyebabkan iritasi

(Rowe, 2006).

b. Bahan Tambahan

1) Agen pengalkali

Trietanolamin (TEA) digunakan pada sediaan topikal pada emulsi.

Pemerian cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah

mirip amoniak, higroskopik. Kelarutan mudah larut dalam air dan etanol

(95%) P, larut dalam kloroform. Konsentrasi yang digunakan sebagai

pengemulsi 2-4% dan 2-5 kali pada asam lemak. Kegunaan sebagai agen

alkali dan agen pengemulsi (Rowe, 2009).

2) Zat penahan lembab

Sebagai penahan lembab dapat digunakan gliserol, sorbitol, etilen

glikol, dan 1,2-propoilenglikol dalam konsentrasi 10-20% (Voight, 1995).

Gliserol atau gliserin digunakan dalam sediaan oral, ophthalmic,


38

topikal, dan parenteral. Juga digunakan dalam kosmetik dan tambahan

makanan. Pada sediaan farmasi biasanya digunakan sebagai humektan dan

pelembut.

Penambahan gliserin juga digunakan dalam gel, baik yang sistem air

maupun non air. Konsentarsi yang digunakan sebagai humektan adalah ≤

30% (Rowe, 2009).

3) Pengawet

Gel memiliki kandungan air yang banyak. Sehingga dibutuhkan

penambahan pengawet untuk mencegah terjadinya kontaminasi pembusukan

bakterial. Pengawet yang paling tepat adalah penggunaan metil paraben

0.0075% dan propil paraben 0,25% (Voight, 1995).

Metil Paraben, Rumus Molekulnya C8H18O3 dan berat molekulnya

: 76,09. Pemerian serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak

mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal. Kelarutan

larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air yang mendidih, dalam 3,5

bagian etanol (95%) P dalam 3 bagian aseton P, mudah larut dalam eter P

dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas

dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan

tetap jernih. Range metil paraben sebagai pengawet antiseptic dan sediaan

farmasi lainnya adalah 0,02-0,3%. Metil paraben disimpan dalam wadah,

larutan berair pada pH 3-6, dapat disterilkan pada 120 °C selama 20 menit

mengubah posisinya. Fungsinya adalah preservative dan zat pengawet

(Rowe, 2009).
39

2.2 Kerangka Pemikiran

Kembang sungsang (Gloriosa superba Linn.) merupakan tanaman asli

daratan Afrika yang telah banyak digunakan sebagai obat tradisional di India

Selatan dan telah terbukti memiliki aktivitas sebagai antibakteri.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Senthilkumar pada tahun 2013,

ekstrak metanol umbi kembang sungsang memiliki nilai zona hambat 18,1 mg/ml

terhadap bakteri Escherichia coli. Berdasarkan metode David Stout, kekuatan

antibakteri dari umbi kembang sungsang menunjukan aktivitas antibakteri kuat.

Ekstrak metanol umbi kembang sungsang diformulasikan menjadi sediaan

hand sanitizer yang berfungsi sebagai antibakteri khususnya terhadap bakteri

Escherichia coli.

Hand Sanitizer ekstrak umbi kembang sungsang yang memenuhi standar

parameter uji sesuai dengan SNI No. 06-2588 tahun 2017 serta mempunyai aktivitas

antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli.

2.2.1 Kerangka Konsep

INPUT PROSES OUTPUT

- Sediaan hand sanitizer


- Karakteristik Sampling ekstrak umbi kembang
simplisa Simplisia sungsang memiliki
- Basis hand sanitizer Ekstraksi aktivitas antibakteri
- Jenis pelarut Skrining Fitokimia terhadap bakteri E. coli
Formulasi - Sediaan hand sanitizer
Evaluasi Sediaan umbi kembang sungsang
Uji Aktivitas memenuhi standar
Antibakteri parameter uji.

INDEPENDEN DEPENDEN
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
40

2.2.2 Definisi Operasional

Tabel 2.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian


Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala Ukur
Sampling Merupakan teknik Penimbangan Nominal
pengambilan sampel

Simplisia Bahan alam yang Melakukan Ordinal


telah dikeringkan pengamatan
yang digunakan untuk secara
pengobatan dan belum organoleptik
mengalami
pengolahan
Ekstraksi Kegiatan penarikan Melakukan Nominal
kandungan kimia penimbangan
yang dapat larut
sehingga terpisah dari
bahan yang tidak larut
dengan pelarut cair
Formulasi Suatu susunan yang Melakukan Nominal
berisi keterangan analisis dan
mengenai zat pencatatan
berkhasiat disertai berapa kadar
dengan bahan-bahan masing-masing
pembantu yang bahan yang
diperlukan, lengkap akan digunakan
dengan jumlah/
takarannya.

Hand Sediaan dapat Melakukan Ordinal


sanitizer berbentuk gel ataupun evaluasi
spray dengan berbagai sediaan
kandungan yang cepat
membunuh
mikroorganisme yang
ada pada kulit tangan.

Antibakteri Substansi yang Mengukur zona Nominal


dihasilkan oleh suatu hambat
mikroorganisme
(bakteri), yang
mempunyai
kemampuan untuk
menghambat
pertumbuhan ataupun
membunuh
mikroorganisme lain

Escherichia Bakteri gram negatif, Mengukur zona Nominal


coli berbentuk batang. hambat
41

Evaluasi Meliputi pengujian Mengamati,dan Ordinal dan


Sediaan organoleptis, menganalisis Nominal
pH,viskositas sediaan serta
mencatat hasil
evaluasi

sediaan

2.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Formula sediaan hand sanitizer ekstrak umbi kembang sungsang memiliki

aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan E. coli

2. Sedian gel hand sanitizer yang berbahan dasar ekstrak umbi kembang

sungsang memenuhi standar parameter uji yang sesuai dengan SNI Nomor

06-2588 tahun 2017 diantaranya uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH,

uji viskositas dan uji daya sebar.

2.4 Penelitian Yang Relevan

Tabel 2.2 Penelitian Relevan


No. Peneliti/Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian Publikasi

1. Senthilkumar, Phytochemical Dari penelitian Journal of


2013 Screening and ini diketahui Pharmacognosy
Antibacterial bahwa ekstrak and
Activity of n-hexane, Phytochemical
Gloriosa superba klorofom, dan Research 2013;
Linn. metanol dari biji 5(1); 31-36
dan umbi
kembang
sungsang
terbukti
memiliki
aktivitas
antibakteri
terhadap bakteri
gram positif dan
gram negatif
seperti bakteri
Escherichia coli.
42

Kandungan
senyawa
metabolit
sekunder
terbesar dari
ekstrak
kembang
sungsang ini
adalah senyawa
alkaloid.
2. Sonali Jana & Critical review Kesimpulan : Fitoterapia 82
G.S. Shekhawat, on medicinally Dari penelitian (2011) 293 -
2010 potent plant ini diketahui 301
species : bahwa dari
Gloriosa superba tanaman
kembang
sungsang
memiliki banyak
potensi yang
berkhasiat
digunakan untuk
pengobatan
seperti
antimikroba,
antiinflamasi,
dan juga sebagai
agen antikanker.

3. Hemaiswarya, Dari penelitian Pak, J. Bot.,


S., Rathinam, R., Antimicrobial ini diketahui 41(1) : 293-299
et al. 2009 and Mutagenic ekstrak
Properties of The methanol dan
Root Tubers of eter dari umbi
Gloriosa superba kembang
Linn. (Kalihari) sungsang
memiliki
aktivitas
antibakteri,
antijamur, dan
aktivitas
mutagen.
Bakteri yang
dijadikan objek
pengujian
adalah E. coli,
Proteus vulgaris
43

dan Salmonella
typhi

4. Badwaik, H., Pada penelitian J.


Tapan K. G., et A Review on ini disimpulkan Pharmacognosy
al. 2011 Pharmacological bahwa and
Profile for kandungan Phytochemistry
Phytomedicine kolkisin dalam 2011; 3(3):
Known as tanaman 103-107
Gloriosa superba kembang
Linn. sungsang dapat
digunakan
sebagai
antitumor,
antivirus,
pengobatan
gigitan ular,
antigout, dan
antijamur.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang dilakukan di

laboratorium dengan membuat 3 jenis formula hand sanitizer yang mengandung

ekstrak umbi kembang sungsang (Gloriosa superba Linn.)

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Agustus

2020 di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, Laboratorium Sentral

Universitas Padjajaran Bandung, Balai Bioteknologi-BPPT, PUSPIPTEK,

Laboratorium UPTD Pengujian dan Penerapan Mutu Hasil Perikanan Provinsi

Banten, dan Laboratorium Kimia Dasar Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng.

3.3 Alat dan Bahan


3.3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alumunium foil, autoklaf,

batang pengaduk, beaker glass, bunsen, blender, cawan petri, cawan penguap,

desikator, erlenmeyer, gelas ukur , inkubator, jangka sorong, jarum ose, kain kassa,

lidi, kapas, kertas perkamen, kertas saring, tissue, kompor gas, kurs porselin,

lumpang dan alu porselen, lemari pendingin, lemari pengering, mikro pipet,

mikroskop, neraca analitik, oven, object glass, penangas air, pencadang kertas,

mikroskop, penangas air, pH meter, tabung reaksi, hot plate, pinset, pipet tetes,

rotary evaporator, spatula, dan disk.

43
44

3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah ekstrak metanol umbi kembang sungsang

(Gloriosa superba Linn.), Muller Hinton agar (Himedia), pencadang kertas

berdiameter 6 mm dan bahan-bahan yang berkualitas proanalisa: FeCl3, 5% dan

1%, NaOH 10%, H2SO4 pekat, CH3COOH anhidrat, Pereaksi Dragendroff, nipagin,

HPMC, propilengikol, suspensi standar Mc. Farland, Bakteri yang digunakan

adalah Escherichia coli. Kontrol positif yang digunakan adalan produk hand

sanitizer dengan brand Detol.

3.4 Persiapan Sampel


3.4.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara membeli kembang sungsang

disebuah toko online yang bernama Daun Jati yang terletak di Unit Perhutanan,

Jalan Ngareng No. 15 B, Cepu, Blora, Provinsi Jawa Timur. Sampel yang

digunakan adalah umbi dari tanaman kembang sungsang (Gloriosa superba Linn.)

3.4.2 Determinasi Tanaman


Determinansi bertujuan untuk menguji kebenaran bahan yang akan

digunakan untuk penelitian, pengujian dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Bogor.

3.4.3 Pengolahan Sampel

Sampel umbi kembang sungsang 5 kg, dibersihkan dan dicuci agar tidak ada

kotoran yang menempel, lalu disortir basah untuk memisahkan umbi yang sudah

tidak segar kemudian dirajang tipis-tipis untuk mempermudah proses pengerinan,


45

lalu dikeringkan dengan cahaya matahari langsung lalu disortir kering, lalu sampel

diblender sampai menjadi serbuk. Hasil dapat dilihat pada lampiran.

3.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia

dari ekstrak umbi kembang sungsang (G. Superba Linn.) yang terkandung

didalamnya meliputi pemeriksaan terhadap golongan senyawa alkaloida,

flavonoida, glikosida, saponin, tanin dan steroida/triterpenoida (Depkes RI,

1995; Farnsworth, 1966).

3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid

Larutan uji sebanyak 2 mL diuapkan di atas cawan porselin. Residu yang

dihasilkan kemudian dilarutkan dengan 5 mL HCl 2N.Larutan yang diperoleh

dibagi ke dalam 5 tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dengan 3 tetes HCl

2N yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan 3 tetes pereaksi

Dragendorff, tabung ketiga ditambahkan 3 tetes pereaksi Mayer, tabung keempat

ditambahkan 3 tetes pereaksi Hager, dan tabung kelima ditambahkan 3 tetes

pereaksi Wagner. Terbentuknya endapan jingga pada tabung kedua, endapan putih

pada tabung ketiga, endapan kuning pada tabung keempat, dan endapan merah

kecoklatan pada tabung kelima menunjukkan adanya alkaloid (Farnsworth, 1966).

Larutan uji mengandung alkaloid jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan

dengan menggunakan dua golongan laruan percobaan yang digunakan (Depkes RI,

1995).

3.5.2 Pemeriksaan flavonoid

Larutan uji sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering, dibasahkan residu dengan


46

aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam

oksalat P, dipanaskan di atas penangas air dan dihindari pemanasan berlebihan.

Ditambahkan dengan 10 mL eter P. Diamati di bawah sinar UV 366 nm, larutan

berfluoresensi kuning intensif menunjukkan adanya flavonoid (Depkes RI, 1995).

3.5.3 Pemeriksaan saponin

Larutan uji sebanyak 10 mL dikocok vertikal di dalam tabung reaksi selama

10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 detik. Saponin ditunjukkan dengan

terbentuknya busa setinggi 1-10 cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit.

Pada penambahan 1 tetes HCl 2N busa tidak hilang (Depkes RI, 1995).

3.5.4 Pemeriksaan tanin

Larutan uji sebanyak 1 mL direaksikan dengan larutan besi (III) klorida 10%,

jika terjadi warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin

(Robinson, 1991).

3.5.5 Pemeriksaan triterpenoida/steroida

Pemeriksaan steroid dan triterpenoid dilakukan dengan reaksi Liebermann-

Burchard. Larutan uji sebanyak 2 mL diuapkan dalam cawan penguap. Residu

dilarutkan dengan 0,5 mL kloroform, kemudian ditambahkan 0,5 mL asam asetat

anhidrat. Selanjutnya ditambahkan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung.

Terbentuk cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menunjukkan

adanya triterpenoid, sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan menunjukkan

adanya sterol (Ciulei, 1984).


47

3.6 Ekstraksi

Ekstrak umbi kembang sungsang diperoleh melalui metode maserasi

dengan menggunakan pelarut metanol 96%. Serbuk umbi kembang sungsang

dimaserasi menggunakan metanol dengan perbandingan 1 : 5 selama 2 x 24 jam,

kemudian ekstrak cair dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada

suhu 5-100C dibawah titik didih pelarut ekstrak yang digunakan sehingga

diperoleh ekstrak kental umbi kembang sungsang yang akan dijadikan bahan

formulasi (Ditjen POM, 1979).

3.7 Prosedur Pembuatan Gel Antiseptik Tangan

3.7.1 Formula Dasar Gel

A. Formula dasar gel (Widaningsih, dkk., 2016)

Tabel 3.1 Formula sediaan gel dalam %b/b


Bahan Jumlah

HPMC 5g

Propilen glikol 15 ml

Nipagin 0,02 g

Pewangi 15 tetes

Air suling Ad 100 ml

Cara pembuatan :
Diawali dengan menaburkan HPMC di dalam lumpang yang

berisi air suling selama 15–30 menit hingga mengembang digerus

sampai terbentuk dasar gel (massa I), kemudian nipagin dilarutkan

dengan propilenglikol (massa II) lalu ditambahkan ekstrak umbi


48

kembang sungsang dan dicampur dengan (massa I), diaduk

tambahkan bahan pewangi kemudian diaduk secara homogen.

3.7.2 Formulasi Sediaan Gel Antiseptik Tangan

Sediaan gel dibuat ke dalam 5 sediaan, yaitu satu sediaan blanko (dasar

gel) dengan bahan pengawet, satu sediaan blanko tanpa bahan pengawet dan tiga

sediaan yang mengandung ekstrak umbi kembang sungsang. Konsentrasi

ekstrak umbi kembang sungsang yang digunakan dalam penelitian ini

berdasarkan SNI 06-2588 tahun 2017 yaitu: 5%, 7,5%, 10%. Adapun formula

yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Rancangan formula Gel Hand sanitizer ekstrak umbi kembang
sungsang (Gloriosa superba Linn.) dalam %b/b

Formula
Nama bahan Satuan F1 F2 F3 F4 F5 Fungsi
( +) (-)
Ekstrak Gram 5 7,5 10 X - Bahan
umbi aktif
kembang
sungsang
HPMC Gram 5 5 5 - 5 Basis gel
Propilen Ml 15 15 15 - 15 Humektan
glikol
Nipagin Gram 0,02 0,02 0,02 - 0,02 Pengawet
Aquadest ad mL 100 100 100 - 100 Pelarut

Cara pembuatan:
Ekstrak umbi kembang sungsang digerus di dalam lumpang, lalu

ditambahkan sedikit demi sedikit dasar gel ke dalam lumpang sambil terus

digerus sampai homogen.


49

3.8 Evaluasi Sediaan

3.8.1 Pengamatan Organoleptik

Sediaan gel dievaluasi secara fisik meliputi bau, warna, konsistensi

selama 4 minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu sekali. Pengamatan ini

dilakukan pada gel antiseptik tangan (hand sanitizer) yang disimpan pada suhu

kamar (Ansel, 2008).

Menurut SNI Nomor 06-2588 tahun 2017, sediaan dikatakan baik jika

tampak jernih dan tidak terjadi pemisahan.

3.8.2 Pemeriksaan Homogenitas Sediaan


Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca, sediaan

harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar

(Ditjen. POM, 1979).

Menurut SNI Nomor 06-2588 tahun 2017, gel yang baik tidak memiliki

butiran kasar maupun gumpalan dalam sediaan tersebut.

3.8.3 Penentuan pH
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.

Cara: Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar

netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan

harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan

dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 0,25 gram

sediaan dan dilarutkan dalam 25 ml air suling. Kemudiaan elektroda dicelupkan

dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan.

Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).


50

Menurut SNI Nomor 06-2588 tahun 2017, rentang persyaratan nilai pH

sediaan gel yaitu 4,5 – 6,5.

3.8.4 Uji Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan cara sediaan gel antiseptik

dimasukkan ke dalam beker gelas 100 ml dan dipilih nomor spindle yang sesuai.

Pengukuran ini dilakukan dengan tiga kali pengulangan dengan menggunakan

viskometer Brookfield DV-E.

Menurut SNI Nomor 06-2588 tahun 2017, rentang persyaratan nilai viskositas

gel pembersih tangan yaitu 3.000 – 50.000 cps.

3.9 Uji Daya Hambat Antibakteri Terhadap Bakteri Escherichia coli

3.9.1 Sterilisasi

Sterilisasi dilakukan di dalam autoklaf pada suhu 121oCselama 15 menit.

Sebelumya alat-alat tersebut telah dicuci bersih, dikeringkan dan dibungkus dengan

menggunakan kertas (Entjang, 2001).

3.9.2 Media Mueller Hinton Agar (MHA)

Dimasukkan 3,8 gram media MHA ke dalam erlenmeyer, dilarutkan

dengan 100 ml air suling kemudian dipemanasan di atas hot plate. Media tersebut

disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Handayani, 2016).

3.9.3 Pembuatan Medium Agar Miring

Dituangkan media MHA yang telah dibuat sebanyak 5 ml pada masing-

masing 3 tabung reaksi steril dan ditutup dengan alumunium foil. Media tersebut

disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, kemudian dibiarkan

pada suhu ruangan dan letakkan dengan posisi miring sampai media memadat.
51

Media Agar miring digunakan untuk inokulasi bakteri (peremajaan bakteri)

(Handayani, 2016).

3.9.4 Inokulasi Bakteri Pada Media Agar Miring

Bakteri uji diambil dengan jarum ose steril, lalu ditanamkan pada media

agar miring dengan cara menggores menggunakan jarum ose. Selanjutnya

diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam (Handayani, 2016).

3.9.5 Pembuatan Standar Larutan Kekeruhan (Larutan Mc. Farland)

Larutan H2SO4 sebanyak 9,5 ml dicampurkan dengan larutan

BaCl2.2H2O sebanyak 0,5 ml dalam erlenmeyer. Kemudian dikocok sampai

terbentuk larutan yang keruh. Kekeruhan ini dipakai sebagai standar kekeruhan

suspensi bakteri uji (Handayani, 2016).

3.9.6 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji

Bakteri uji yang telah diinokulasi pada media agar miring kemudian

diambil dengan kawat ose steril lalu disuspensikan ke dalam tabung yang berisi 2

ml larutan NaCl 0,9 % (0,18 g dilarutkan dalam 20 ml air) hingga diperoleh

kekeruhan yang sama dengan standar kekeruhan larutan Mc. Farland (Handayani,

2016).

3.9.7 Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Cakram

Siapkan 6 cawan petri, dituang medium MHA sebanyak ± 15 ml kedalam

masing-masing cawan petri, kemudian dibiarkan memadat. Dicelupkan lidi kapas

steril kedalam suspensi bakteri. Diusapkan pada permukaan medium MHA sampai

seluruh permukaan tertutup rapat. Ditempelkan disk yang telah direndam dalam

sediaan hand sanitizer ekstrak umbi kembang sungsang, cawan I diisi dengan
52

handsanitizer konsentrasi 5%, cawan II diisi handsantizer konsentrasi 7,5%, cawan

III diisi handsanitizer konsentrasi 10% , cawan IV diisi kontrol positif, cawan V

diisi dengan blanko. Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali. Lalu cawan petri

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Kemudian diukur diameter zona hambat

(mm) dari masing-masing konsentrasi. (Handayani, 2016)

Diameter zona hambat yaitu daerah disekitar kertas cakram atau saring

yang menunjukkan bahwa ekstrak dapat menghambat yang ditandai dengan adanya

zona bening. Pengamatan dilakukan dengan cara mengukur diamater zona bening

yang terbentuk dengan menggunakan jangka sorong. Perhitungan zona hambat

mengadopsi teknik yang digunkan oleh Manaroinsong (2015) sebagai berikut :

Gambar 3.1 Rumus Zona Hambat

Zona hambat = (DV-DC) + (DH-DC)


2
Keterangan:
DV : Diameter Vertikal
DH : Diameter Horizontal
DC : Diameter Cakram
53

3.10 Diagram Alir

KembangP.
Tanaman Sungsang
betle L. Determinasi

Daun
Umbi P. betle
Kembang L.
Sungsang

· Disortasi basah
· Dicuci
· Dirajang
· Dikeringkan
· Disortasi kering
· Dihaluskan dengan blender
· Diayak

Simplisia
Simplisia Daun
Umbi P. betle
Kembang L.
Sungsang
· Ditimbang 1.000 g
· Dimasukkan ke botol kaca
· Ditambahkan n-heksana
·· Ditambahkan
Diaduk denganmethanol
shaker 96% 2,5 liter
· ·
Didiamkan Diaduk
selamadengan
1 x 24 shaker
jam
· Disaring dan diambil Filtrat
Filtrat
Ampas Simplisia
· Dimasukkan ke botol kaca
· Ditambahkan n-heksana
· Ditambahkan methanol 96% 2,5 liter
· Diaduk dengan shaker
· Diaduk dengan shaker
· Didiamkan selama 1 x 24 jam
· Disaring dan diambil Filtrat
Filtrat
Ampas Simplisia ·· Disaring
Di rotarydengan kertaspada
evaporator whatman
suhu 540C
·dengan
Dirotary evaporator
kecepatan 60 rpm
Uji Fitokimia
· Tanin Ekstrak metanol
Ekstrak n-heksana umbi
· Saponin daun P. betle L.
kembang sungsang.
· Triterpenoid dan Steroid
· Flavonoid
· Alkaloid

Evaluasi Sediaan Sabun Cair


·Evaluasi sediaan :
Organoleptik HandSabun CairEkstrak
sanitizer Ekstrakumbi
· pH
··Tinggi
Uji Busa
Organoleptik n-heksana daun
kembang P. betle(5%,
sungsang L.
Kontrol Positif
Kontrol positif
··Viskositas
Uji pH (2,5%; 5% dan 10%)
7,5%, dan 10%)
··Bobot
UjiJenis
Homogenitas hand(Dettol)
sanitizer X.
· Kadar Alkali Bebas
· Uji Viskositas
· Iritasi Kulit

Ujiaktivitas
Uji Aktivitas Antibakteri
antibakteri terhadap Kontrolnegatif
Kontrol Negatifblanko basis gel.
Terhadap
bakteri S. aereus
Escherichia coli. (Sabun Cair 0%)

Hasil dan Analisis


Analisis Data
Data
54

3.11 Analisis Data

Data hasil evaluasi sediaan yaitu uji organoleptis, uji pH, uji daya sebar,

uji homogenitas, dan uji viskositas dianalisis secara deskritif serta disajikan

dalam bentuk table dan grafik. Sementara data hasil uji antibakteri berupa

ukuran zona hambat dianalisis secara statistik menggunakan one way ANOVA

dengan tingkat kepercayaan 95%, jika hasil uji ANOVA berbeda signifikan

akan diuji lanjut menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk

mengetahui perbedaan antar perlakuan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Determinasi Tanaman

Determinasi dilakukan untuk mengetahui kebenaran asal dari simplisia yang

digunakan dalam penelitian sebelum dilakukan penelitian. Hasil

identifikasi/determinasi tanaman yang dikirimkan ke Herbarium Bogoriense

Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Determinasi Tanaman


No. Sampel Jenis Suku
1. Umbi Kembang Sungsang Gloriosa superba L. Colchicaceae

4.1.2 Simplisia Umbi Kembang Sungsang

Hasil pembuatan simplisia umbi kembang sungsang adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Pembuatan Simplisia Umbi Kembang Sungsang

No. Umbi Segar (g) Umbi Kering (g) Serbuk Kering Umbi
Kembang Sungsang (g)
1. 5.000 1.100 1.000

Hasil pembuatan simplisia dari 5.000 gram umbi kembang sungsang

didapatkan umbi kering sebanyak 1.100 gram dan setelah dilakukan penghalusan

dengan menggunakan blender serta diayak dengan menggunakan mesh nomor 60

didapatkan serbuk kering umbi kembang sungsang sebanyak 1.000 gram.

55
56

4.1.3 Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia Umbi Kembang Sungsang

Penetapan kadar air dilakukan untuk mengukur kandungan air yang

terkandung dalam simplisia, serta memberikan batasan minimal rentan besarnya

kandungan air dalam simplisia.

Tabel 4.3 Kadar Air Serbuk Simplisia Umbi Kembang Sungsang


No. Sampel Kadar Satuan
1. Umbi Kembang Sungsang 6,36 %

Dari hasil percobaan diperoleh kadar air serbuk simplisia umbi kembang

sungsang sebesar 6,36%. Hasil ini memenuhi persyaratan kadar air dari buku

Materia Medika Indonesia yaitu tidak lebih dari 10%. Kadar air yang melebihi

persyaratan memungkinkan terjadinya pertumbuhan jamur.

4.1.4 Ekstraksi Umbi Kembang Sungsang

Simplisia yang dimaserasi sebanyak 1.000 gram menggunakan pelarut

metanol 96% yang merupakan pelarut polar. Maserasi dilakukan selama 2 x 24 jam

dengan perbandingan pelarut 1 : 5. Setelah itu maserat dikumpulkan dengan

disaring menggunakan mesh nomor 100 dan disaring kembali dengan kertas saring

whatman dan disatukan kemudian diuapkan dengan alat rotary evaporator hingga

mendapatkan maserat yang cukup kental kemudian diuapkan dengan waterbath

sampai mendapatkan ekstrak yang kental. Proses Ekstraksi dilakukan di

Laboratorium UPTD Pengujian dan Penerapan Mutu Hasil Perikanan Provinsi

Banten.Hasil ekstraksi diperoleh ekstrak kental berwarna kecoklatan dengan bau

khas umbi kembang sungsang.


57

Tabel 4.4 Hasil Ekstraksi Umbi Kembang Sungsang


Simplisia Kering Metanol 96% Maserat Ekstrak Kental Rendemen (%)
(g) (mL) (mL) (g)
1.000 5.000 3.500 138,5 13,85

Hasil ekstraksi didapatkan rendemen sebesar 13,85%.

4.1.5 Penetapan Kadar Sisa Pelarut Ekstrak Umbi Kembang Sungsang

Hasil penetapan kadar sisa pelarut ekstrak metanol umbi kembang sungsang

yang dikirimkan ke Balai Bioteknologi-BPPT, PUSPIPTEK adalah sebagai berikut

Tabel 4.5 Hasil Penetapan Kadar Sisa Pelarut Ekstrak


No. Sampel Bentuk Parameter Satuan Hasil Metode
1. Ekstrak Umbi Kental Sisa Pelarut % 3,07 HPLC
Kembang Metanol
Sungsang

Hasil penetapan kadar sisa pelarut ekstrak metanol umbi kembang sungsang

yaitu 3,07%. Hal ini tidak relevan dengan Parameter Standar Umum Ekstrak

Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan RI tahun 2000 yang mejelaskan bahwa

ekstrak tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidak ada.

4.1.6 Identifikasi Metabolit Sekunder

Skrining fitokimia pada ekstrak bertujuan untuk menentukan senyawa

metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuhan tersebut. Skrining fitokimia

dilakukan di Laboratorium Sentral Universitas Padjajaran Bandung. Hasil uji

skrining fitokimia ekstrak umbi kembang sungsang ditunjukkan pada Tabel 4.6.
58

Tabel 4.6 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Umbi Kembang Sungsang


No. Metabolit Metode Uji Hasil
Sekunder
1. Fenolik Pereaksi FeCl3 5% +++
2. Tanin Pereaksi FeCl3 1% ++
3. Flavonoid Pereaksi NaOH 10% ++
4. Saponin Dipanaskan ++
5. Triterpenoid dan Pereaksi H2SO4 pekat + +
Steroid CH3COOH anhidrat
6. Alkaloid Pereaksi Dragendroff +
Keterangan :
+ : Sedikit
++ : Sedang
+++ : Banyak

Dari hasil skrining fitokimia, dapat diketahui bahwa ekstrak umbi kembang

sungsang positif memiliki kandungan metabolit sekunder yaitu fenolik, tanin,

flavonoid, saponin, triterpenoid, steroid, serta alkaloid.

4.1.7 Formulasi Sediaan Hand Sanitizer Ekstrak Metanol Umbi Kembang

Sungsang (Gloriosa superba Linn.)

Pembuatan gel hand sanitizer ekstrak metanol umi kembang

sungsang (Gloriosa superba Linn.) dilakukan di Laboratorium UPTD Pengujian

dan Penerapan Mutu Hasil Perikanan Provinsi Banten. Berdasarkan hasil uji

aktivitas antibakteri ekstrak metanol umbi kembang sungsang (Gloriosa superba

Linn.), konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk membuat sediaan ini adalah 5%,

7,5% dan 10%. Hasil pembuatan mouthwash dapat dilihat pada Gambar 4.1.
59

Gambar 4.1 Formulasi Gel Hand Sanitizer (Dok. Pribadi 2020)

4.1.8 Evaluasi Sediaan

4.1.8.1 Pengamatan Organoleptik

Pemeriksaan organoleptik meliputi pemeriksaan bentuk, bau dan warna

(Handayani, 2016). Pemeriksaan dilakukan menggunakan pancaindera. Hasil

pengamatan organoleptik sediaan gel hand sanitizer ektrak metanol umbi kembang

sungsang dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini.


60

Tabel 4.7 Hasil Uji Organoleptik


Pengamatan Hari Ke
Formulasi Kriteria
0 7 14 21
Cairan Cairan Cairan Cairan
Bentuk
Kental Kental Kental Kental
F0 (Basis)
Bau Khas Gel Khas Gel Khas Gel Khas Gel
Warna Bening Bening Bening Bening
Cairan Cairan Cairan Cairan
Bentuk
Kental Kental Kental Kental
Khas Khas Khas Khas
F1 (5%) Bau
Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Kuning Kuning Kuning Kuning
Warna
Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan
Cairan Cairan Cairan Cairan
Bentuk
Kental Kental Kental Kental
Khas Khas Khas Khas
F2 (7,5%) Bau
Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Kuning Kuning Kuning Kuning
Warna
Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan
Cairan Cairan Cairan Cairan
Bentuk
Kental Kental Kental Kental
Khas Khas Khas Khas
Bau
Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
F3 (10%)
Kuning Kuning Kuning Kuning
Warna Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan
Tua Tua Tua Tua

4.1.8.2 Uji Homogenitas

Homogen merupakan salah satu syarat sediaan gel. Syarat homogenitas

tidak boleh mengandung bahan kasar yang bisa diraba (Syamsuni, 2006).

Homogenitas sediaan gel dapat dilihat secara visual dengan dengan menggunakan

preparat kaca.
61

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas


Pengamatan Hari Ke
Formula 0 7 14 21

Homogen dan Homogen Homogen Homogen


F0 (Basis) tidak ada dan tidak ada dan tidak ada dan tidak ada
butiran kasar butiran kasar butiran kasar butiran kasar

Homogen dan Homogen Homogen Homogen


F1 (5%) tidak ada dan tidak ada dan tidak ada dan tidak ada
butiran kasar butiran kasar butiran kasar butiran kasar

Homogen dan Homogen Homogen Homogen


F2 (7,5%) tidak ada dan tidak ada dan tidak ada dan tidak ada
butiran kasar butiran kasar butiran kasar butiran kasar

Homogen dan Homogen Homogen Homogen


F3 (10%) tidak ada dan tidak ada dan tidak ada dan tidak ada
butiran kasar butiran kasar butiran kasar butiran kasar

4.1.8.3 Uji pH

Uji pH dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa menggunakan pH Meter Digital. Hasil uji pH sediaan gel hand anitizer

ekstrak metanol umbi kembang sungsang pada konsentrsi 5%; 7,5% dan 10% dapat

dilihat pada tabel 4.9

Tabel 4.9 Hasil Uji pH


Pengujian Hari Ke- Peryaratan
Formulasi
0 7 14 21 SNI (2017)
F0 (Basis) 6,37 6,42 6,18 6,29
F1 (5%) 6,0 6,14 5,83 5,66 4,5 – 6,5
F2 (7,5) 6,05 5,95 5,43 5,77
F3 (10%) 6,36 6,25 6,10 6,04
62

Hasil ini menunjukkan bahwa gel antiseptik tangan dari ekstrak metanol

umbi kembang sungsang memenuhi persyaratan pH untuk kulit. Rentang

persyaratan pH untuk kulit yaitu 4,5-6,5.

4.1.8.4 Uji Viskositas

Viskositas atau kekentalan adalah suatu istilah dari resistensi zat cair untuk

mengalir. Semakin tinggi viskositas aliran akan semakin besar resistensinya

(Kuncari, dkk., 2014). Viskositas pada sediaan gel menunjukan mudah tidaknya gel

tersebut dapat dihantarkan dalam aplikator pump atau dituangkan dalam wadah.

Uji viskositas dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa menggunakan viskometer Brokfield. Hasil uji viskositas sediaan

gel hand sanitizer ekstrak metanol umbi kembang sungsang (Gloriosa superba

Linn.) pada konsentrsi 5%, 7,5% dan 10% dapat dilihat pada tabel 4.10

Tabel 4.10 Hasil Uji Viskositas

Pengujian Hari Ke- Peryaratan


Formulasi
0 7 14 21 SNI (2017)
F0 (Basis) 7000 7300 7100 7000
F1 (5%) 9300 9500 9200 9100 3.000 –
F2 (7,5) 11400 11600 11200 11300 50.000 cps
F3 (10%) 13600 13200 13100 13500

4.1.9 Uji Antibakteri Sediaan Gel Hand Sanitizer Ekstrak Metanol Umbi

Kembang Sungsang (Gloriosa superba Linn.)

Uji antibakteri sediaan gel hand sanitizer ekstrak metanol umbi kembang

sungsang (Gloriosa superba Linn.) dilakukan di Laboratorium UPTD Pengujian


63

dan Penerapan Mutu Hasil Perikanan Provinsi Banten. Hasil uji antibakteri dapat

dilihat pada tabel 4.11

Tabel 4.11 Hasil Uji Antibakteri


Diameter Zona Hambat (d/mm)
Sampel
1 2 3 Rata-rata
Hand Sanitizer Ekstrak
Metanol Umbi Kembang 9,35 9,3 9,45 9,37
Sungsang 5%
Hand Sanitizer Ekstrak
Metanol Umbi Kembang 10,2 10,35 10,15 10,23
Sungsang 7,5%
Hand Sanitizer Ekstrak
Metanol Umbi Kembang 15 15,5 15,25 15,25
Sungsang 10%
Hand Sanitizer Dettol 6,9 6,7 6,55 6,72
(Kontrol +)
Basis Hand Sanitizer - - - -
(Kontrol - )

4.2 Pembahasan

4.2.1 Determinasi Tanaman

Determinasi dilakukan untuk mengetahui kebenaran asal dari simplisia yang

digunakan dalam penelitian sebelum dilakukan penelitian. Hasil identifikasi dengan

nomor surat 421/IPH.1.01/If.07/III/2020 menyatakan bahwa tanaman yang

digunakan adalah benar tanaman kembang sungsang (Gloriosa superba Linn.).

4.2.2 Simplisia Umbi Kembang Sungsang

Bagian yang digunakan dalam pembuatan simplisia dan ekstrak adalah

bagian umbi tanaman kembang sungsang. Umbi kembang sungsang dipilih karena

umbinya memiliki kandungan kimia yang bermanfaat, diantaranya flavonoid,


64

alkaloid, tanin, triterpenoid, dan steroid yang dikenal sebagai senyawa yang

memiliki peran antibakteri.

Dari 5.000 gram umbi kembang sungsang segar didapatkan 1.000 gram

serbuk simplisia kering. Pembuatan serbuk simplisia umbi kembang sungsang

diawali dengan melakukan sortasi basah. Sortasi basah dilakukan guna

membebaskan bahan baku yang akan digunakan dari pengotor-pengotor seperti

tanah, debu dan zarah asing lainnya. Setelah dilakukan sortasi basah, kemudian

dilakukan pencucian dengan air mengalir. Umbi kembang sungsang kemudian

dirajang atau diiris dengan ketebalan tidak terlalu tipis guna mempermudah proses

pengeringan. Pengeringan simplisia dilakukan dibawah sinar matahari secara tidak

langsung (ditutup dengan kain hitam). Proses pengeringan dihentikan saat umbi

kembang sungsang sudah rapuh dan mudah dipatahkan. Pembuatan serbuk

simplisia umbi kembang sungsang yang sudah kering dilakukan dengan

menggunakan blender. Tujuan dari dilakukannya penyerbukan ini adalah umntuk

memperbesar luas permukaan simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari.

Luas permukaan yang besar akan mengoptimalkan pembasahan serbuk simplisia

oleh cairan penyari sehingga hasil penyariannya juga akan optimal (Puspitarini,

2010).

Proses ekstraksi akan semakin efektif dengan semakin halusnya serbuk

simplisia, namun hal ini akan semakin memperumit dalam hal filtrasi hasil

penyarian karena serbuk yang semakin halus akan cenderung membentuk suspense

yang sulit dipisahkan dari hasil penyarian (BPOM RI, 2000). Dalam penelitian ini
65

diperoleh serbuk simplisia umbi kembang sungsang kering yang berwarna

kecoklatan dan berupa butiran-butiran yang tidak kompak dan tidak keras.

Analisa kadar air dilakukan dengan metode gravimetri berdasarkan SNI

012891-1992(12), dengan menimbang sebanyak 2 gram sampel simplisia umbi

kembang sungsang yang berukuran 60 mesh pada cawan yang sudah diketahui

beratnya, dikeringkan pada suhu 105oC selama 3 jam. Setelah didinginkan dalam

eksikator, ditimbang beratnya. Pengeringan dilanjutkan, dan setiap 1 jam

didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai diperoleh berat tetap (Widiarti

dkk., 2014). Diperoleh hasil kadar air sebanyak 6,36%, hasil tersebut sesuai dengan

standarisasi simplisia kadar air tidak boleh lebih besar dari 10%.

4.2.3 Ekstrak Umbi Kembang Sungsang

Ekstrak umbi kembang sungsang diperoleh dari hasil penyarian simplisia

yang telah berupa serbuk kering. Penyarian menggunakan maserasi karena cara

penyariannya yang sederhana dan sesuai digunakan untuk simplisa yang memiliki

komponen senyawa yang tidak tahan panas. Maserasi dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama 2 x 24 jam.

Dalam penyarian ini digunakan metanol 96% pro analysis sebanyak 5 liter.

Digunakan pelarut metanol 96% karena dapat menarik senyawa metabolit sekunder

dengan baik. Selama proses maserasi, zat aktif dalam serbuk simplisia akan

berdifusi keluar dari sel. Difusi ini terjadi karena adanya perbedaan konsetrasi zat

aktif antara di dalam dan di luar sel. Maserat yang diperoleh kemudian dipekatkan

menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 50oC dengan putaran 60 rpm,
66

tujuannya adalah agar senyawa yang ada dalam umbi kembang sungsang tidak

mudah rusak. Hasil ekstraksi didapatkan rendemen sebesar 13,85% yang artinya

dari 1.000 gram serbuk simplisia kering dengan ekstraksi metode maserasi

menggunakan pelarut metanol 96% didapatkan ekstrak kental sebanyak 138,5

gram.

4.2.4 Identifikasi Metabolit Sekunder

Hasil uji identifikasi metabolit sekunder menunjukkan bahwa umbi

kembang sungsang positif mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, tanin,

saponin, triterpeoid dan steroid. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Sentilkhumar (2013).

Pengujian tanin dilakukan dengan melakukan penambahan FeCl3 1%. Pada

penambahan ini golongan tanin terhidrolisis akan menghasilkan warna biru

kehitaman dan tanin terkondensasi akan menghasilkan warna hijau kehitaman.

Perubahan warna ini terjadi ketika penambahan FeCl3 1% yang bereaksi dengan

salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tanin. Ekstrak positif

mengandung tannin.

Hasil positif pengujian fenol dengan terjadinya warna hijau hingga hijau

kehitaman pada sampel setelah penambahan FeCl3 5 %. Senyawa fenol memiliki

gugus hidroksil yang dapat bereaksi dengan ion Fe3+ pada larutan FeCl3 5 %

sehingga terjadinya pembentukan senyawa kompleks berwarna hijau kehitaman

(Harborne, 1987). Hasil uji fenol ektrak metanol umbi kembang sungsang (G.

superba Linn.) menunjukan positif mengandung fenol.


67

Ekstrak 1 mL dikocok dengan 10 mL air selama 10 menit, terbentuk buih

selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan

1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang menunjukan positif saponin (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Hasil uji saponin ektrak metanol umbi

kembang sungsang (G. superba Linn.) menunjukan hasil positif.

Pengujian flavonoid dilakukan dengan mereaksikan larutan sampel dengan

pereaksi NaOH 10%. Terbentuknya warna kuning kecoklatan menunjukan sampel

positif mengandung flavonoid (Lindawati, 2020). Hasil menunjukan positif

mengandung flavonoid.

Ekstrak sebanyak 1 mL ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes

asam sulfat pekat perubahan warna ungu atau merah kemudian menjadi biru hijau

menunjukkan adanya terpenoid (Banu & Cathrine, 2015). Hasil uji triterpenoid

menunjukan positif ektrak metanol umbi kembang sungsang (Gloriosa superba

Linn.) mengandung triterpenoid.

Ekstrak 1 mL ditambahkan kloroform dan 5 tetes asam asetat anhidrat dan

biarkan mengering. Lalu tambahkan 3 tetes H2SO4. Maka akan terbentuk warna

biru. Terbentuknya warna biru dapat diamati pada bagian pinggir plat tetes

menunjukan positif steroid (Hanani, 2017). Hasil menunjukan positif bahwa ektrak

ektrak metanol umbi kembang sungsang (Gloriosa superba Linn.) mengandung

steroid.

Beberapa mL ekstrak etil asetat daun mimba (Azadirachta indica A. Juss)

ditambahkan dengan 2 mL kloroform dan 2 mL amonia lalu disaring. Filtrat

kemudian ditambahkan 3- 5 tetes H2SO4 pekat lalu dikocok hingga terbentuk dua
68

lapisan. Lapisan atas dipindahkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2,5 mL. Larutan

ini dianalisis dengan pereaksi Dragendorff sebanyak 4-5 tetes.

Terbentuknya endapan menunjukkan bahwa sampel tersebut mengandung

alkaloid. pereaksi Dragendorff terbentuk endapan merah jingga (Harborne, 1987).

Hasil uji menunjukan bahwa ektrak metanol umbi kembang sungsang (Gloriosa

superba Linn.) positif alkaloid.

4.2.5 Formulasi Sediaan Hand Sanitizer Ekstrak Metanol Umbi Kembang

Sungsang (Gloriosa superba Linn.)

Ekstrak metanol umbi kembang sungsang yang langsung kontak dengan

kulit dirasa kurang praktis bila digunakan, maka sediaan gel dipilih karena mampu

meningkatkan efektivitas terapetik dan kemudahan dalam penggunaan. Sediaan

yang dibuat dalam penelitian ini adalah sediaan topikal berupa gel hand sanitizer.

Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suatu sistem dispersi yang

tersusun dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organic yang besar (Ansel,

2008).

Gel hand sanitizer ekstrak metanol umbi kembang sungsang dibuat dengan

basis HPMC. HPMC dipilih sebagai basis gel yang dapat meningkatkan viskositas

suatu gel. HPMC sebagai gelling agent akan mengembang dengan adanya air dan

membentuk polimer untuk membentuk suatu koloid yang bertindak sebagai

elektrolit anionik. Pada pemakaian berulang, HPMC tidak menimbulkan iritasi

pada kulit . Selain itu, HPMC diketahui memiliki stabilitas yang baik pada

viskositas tinggi dan sangat bagus jika digunakan pada formulasi transdermal dan

topikal (Arikumalasari, 2013).


69

Tahap pertama yaitu membuat basis gel. HPMC yang merupakan gelling

agent dikembangkan dengan cara didispersikan akuades dingin selama 30 menit

hingga mengembang lalu digerus hingga terbentuk dasar gel yang homogen dan

jernih (campuran I). Larutkan nipagin ke dalam propilenglikol hingga homogen

(campuran II). Ekstrak umbi kembang sungsang dilarutkan dalam propilenglikol,

aduk hingga homogen (campuran III). Masukkan campuran I dan II lalu aduk

hingga terbentuk basis gel yang baik kemudian ditambahkan campuran III sedikit

demi sedikit lalu digerus hingga homogen lalu tambahkan sisa akuades, aduk

hingga homogen.

Dibuat menjadi 4 formulasi hand sanitizer. Formulasi pertama adalah basis

hand sanitizer tanpa dicampur ekstrak. Formulasi kedua dibuat dengan

menambahkan ekstrak metanol umbi kembang sungsang (Gloriosa superba Linn.)

sebanyak 5% pada sediaan hand sanitizer. Formulasi ketiga dibuat dengan

menambahkan 7,5% ektrak metanol umbi kembang sungsang (Gloriosa superba

Linn.) pada sediaan hand sanitizer. Dan pada formulasi keempat ektrak metanol

umbi kembang sungsang (Gloriosa superba Linn.) sebanyak 10% pada sediaan

hand sanitizer.

4.2.6 Evaluasi Sediaan

Evaluasi sediaan atau uji stabilitas fisik dilakukan untuk menjamin sediaan

memiliki sifat yang sama setelah sediaan dibuat dan masih memenuhi parameter uji

selama penyimpanan. Ketidakstabilan fisika dari sediaan gel ditandai dengan

adanya pemucatan warna atau munculnya warna lain, timbul bau, atau pemisahan
70

fase, sinersis, perubahan konsistensi, terbentuknya gas dan perubahan fisik lainnya

(Meilawaty, 2016). Uji stabilitas fisik bertujuan untuk mendapatkan formulasi

optimum dan gel hand sanitizer ekstrak metanol umbi kembang sungsang.

4.2.6.1 Uji Organoleptik

Hasil uji organoleptik pada sediaan gel hand sanitizer ekstrak metanol umbi

kembang sungsang konsentrasi 5, 7,5 dan 10% menunjukkan bahwa gel hand

sanitizer ekstrak metanol umbi kembang sungsang konsentrasi 5, 7,5 dan 10%

memenuhi persyaratan sediaan gel yaitu memiliki konsistensi yang lunak, mudah

digunakan serta formula memiliki konsistensi yang baik (Voight, 1994).

Uji organoleptis dilakukan terhadap gel berupa bau, warna dan bentuk

dengan pengamatan secara visual. Hasil uji orgaoleptik menunjukkan bahwa

sediaan gel hand sanitizer ekstrak metanol umbi kembang sungsang memiliki

bentuk sediaan setengah padat, memiliki bau khas umbi kembang sungsang dan

berwarna bening kuning kecoklatan. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak metanol

umbi kembang sungsang yang ditambahkan dalam sediaan gel maka warna gel

semakin coklat aroma khas semakin kuat. Maka dapat disimpulkan bahwa

peningkatan konsentrasi ekstrak metanol umbi kembang sungsang suatu sediaan gel

akan berpengaruh pada organoleptis dari sediaan tersebut terutama wujud gel,

aroma dan intensitas warna.

Pengujian ini dilakukan selama 21 hari dengan waktu pengambilan data

pada hari ke 0, 7 , 14 dan 21. Hasil pengamatan dilakukan secara visual, tidak ada

perubahan apapun selama penyimpanan pada suhu kamar.


71

4.2.6.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas merupakan salah satu uji yang penting dalam melakukan

formulasi sediaan farmasetika. Tujuan uji homogenitas untuk mengetahui apakah

bahan-bahan dalam formulasi gel tercampur dengan baik atau tidak. Homogenitas

merupakan parameter yang menunjukkan kualitas sediaan karena akan

mempengaruhi efek terapi dari sediaan tersebut. Sediaan gel yang tidak homogen

dapat mengakibatkan proses absorbs zat aktif tidak sempurna, sehingga efek terapi

dari sediaan yang diharapkan tidak tercapai (Ardana, dkk. 2015)

Hasil uji homogenitas sediaan gel hand sanitizer ekstrak metanol umbi

kembang sungsang didapatkan sediaan gel yang homogen dan tidak ada butiran

kasar atau yang menggumpal. Hal ini ditandai dengan dengan semua partikel dalam

pengamatan kaca di kaca objek, gel dinyatakan homogeny jika terdispersi secara

merata dan tidak terjadi penggumpalan pada salah satu sisi. Artinya sediaan gel

hand sanitizer umi kembang sungsang memenuhi persyaratan homogenitas.

Sediaan gel tiap formula menujukkan warna yang merata, sehinga dapat diimpulkan

keempat formula yang dibuat memiliki homogenitas yang baik.

Pada penelitian ini dihasilkan bahwa semua sediaan gel homogen, antara

basis gel dengan zat aktif tercampur merata terlihat pada kaca preparat yang tidak

nampak granul atau butiran kasar. Sediaan yang homogen saat diaplikasikan pada

kulit akan memberikan absorpsi yang baik dan merata, sehingga efek terapi yang

diharapkan dapat tercapai.


72

4.2.6.3 Uji pH

Uji pH gel bertujuan untuk mengetahui keamanan suatu sediaan, terutama

sediaan topikal. Idealnya sediaan topikal mempunyai nilai pH yang sama dengan

kulit agar tidak terjadi iritasi pada permukaan kulit. Nilai pH yang terlalu asam

dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan bila terlalu basa dapat menyebabkan kulit

bersisik (Negi et al., 2011).

Pada penelitian ini, uji pH dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar Fakultas

Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Metode uji pH yang dilakukan dengan

menggunakan pH meter digital. pH meter digital dicelupkan ke dalam gel hand

sanitizer selama beberapa detik kemudian diketahui angka yang keluar dari pH

meter. Menurut SNI 06-2588-2017 rentang persyaratan nilai pH gel hand sanitizer

yaitu 4,5 - 6,5. Dari grafik terlihat bahwa nilai pH gel semakin menurun dengan

lamanya waktu penyimpanan. Walaupun terjadi penurunan pH pada keempat

formula, namun penurunannya relatif stabil. Beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi nilai pH salah satunya adalah faktor lingkungan, suhu, dan

penyimpanan yang kurang baik, serta kemasan dari sediaan yang tidak tertutup

rapat.

4.2.6.4 Uji Viskositas

Viskositas atau kekentalan adalah suatu istilah dari resistensi zat cair untuk

mengalir. Semakin tinggi viskositas aliran akan semakin besar resistensinya

(Kuncari, dkk.,2014). Viskositas pada sediaan gel menunjukkan mudah tidaknya


73

gel tersebut dapat dihantarkan melalui aplikator semprot atau dituangkan dalam

wadah.

Pada penelitian ini, uji viskositas dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar

Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Metode uji viskositas yang

dilakukan dengan menggunakan viscometer digitas Brookfield. Pengukuran

viskositas dari keempat formula sediaan dilakukan dengan menentukan terlebih

dahulu spindel yang sesuai untuk digunakan pada masing- masing formula sediaan.

Hal ini dikarenakan masing-masing formula sediaan memiliki komposisi

komponen pembentuk gel dengan jumlah yang berbeda-beda untuk mengetahui

berapa nilai viskositas yang sesuai untuk sediaan ini agar sediaan dapat dengan

mudah disemprotkan. Dari table 4.10 dapat dilihat perbedaan viskositas antara

keempat formula. Meningkatnya viskositas dari formula 1, 2, dan 3 sebanding

dengan peningkatan konsentrasi ekstrak yang digunakan.

Terjadinya penurunan viskositas dapat disebabakan oleh kondisi lingkugan

penyimpanan seperti cahaya dan kelembaban udara. Kemasan yang kurang kedap

dapat menyebabkan gel menyerap uap air dari luar, sehingga menambah volume air

dalam gel, serta semakin lama periode penyimpanan, jumlah gelembung udara yang

terperangkap semakin berkurang (Rowe, 2006).

4.2.7 Uji Efektivitas Daya Hambat Antibakteri Sediaan Gel Hand Sanitizer

Ekstrak Metanol Umbi Kembang Sungsang Terhadap E. coli

Uji efektivitas antibakteri sediaan gel hand sanitizer ekstrak metanol umbi

kembang sungsang menggunakan metode disc diffusion (tes Kirby-Bauer) dengan


74

diamater cakram 6 mm. Efek antibakteri di ukur dari diameter zona hambat (zona

jernih) dengan satuan ukur milimeter (mm).

Pemilihan metode ini dikarenakan mudah dan sederhana cara

pengerjaannya. Prinsip dari metode difusi cakram adalah bahan yang akan di uji,

dalam sampel ini bahan yang di uji adalah sediaan gel hand sanitizer ekstrak

metanol umbi kembang sungsang dengan konsentrasi 5%, 7,5% dan 10% direndam

blank disk dalam larutan gel hand sanitizer kemudiaan blank disk yang sudah

direndam dengan larutan uji ditempelkan pada cawan petri dengan baik pada

permukaan media padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada

permukaannya. Sebagai kontrol positif menggunakan Dettol Hand Sanitizer.

Kontrol positif berfungsi sebagai kontrol dari larutan uji (sediaan gel hand sanitizer

ekstrak metanol umbi kembang sungsang), dengan membandingkan diameter zona

hambat (zona jernih) yang terbentuk. Kontrol negatif yang digunakan adalah basis

hand sanitizer, kontrol negatif berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh

basis terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli, sehingga dapat diketahui

bahwa yang mempunyai aktivitas antibakteri adalah larutan uji bukan basisnya.

Dari hasil penelitian didapatkan hasil sediaan hand sanitizer ekstrak metanol

umbi kembang sungsang dengan konsentrasi 5%, 7,5% dan 10% menghasilkan

daerah zona hambat (zona jernih) pada pertumbuhan Escherichia coli secara in

vitro.

Dettol Hand Sanitizer sebagai kontrol positif pada penelitian ini

menghasilkan zona hambat, berarti Dettol bisa menghambat pertumbuhan


75

Escherichia coli dengan kata lain Escherichia coli yang digunakan tidak resisten

terhadap Dettol.

Berdasarkan hasil pengamatan pada inkubasi selama 24 jam diperoleh rata-

rata zona hambat terbesar pada formula sediaan gel hand sanitizer ekstrak metanol

umbi kembang sungsang dengan konsentrasi 10% yaitu sebesar 15,25 mm dengan

kategori daya hambat kuat, sedangkan pada formula sediaan gel hand sanitizer

ekstrak metanol umbi kembang sungsang dengan konsentrasi 7,5% diperoleh zona

hambatan sebesar 10,23 mm termasuk dalam kategori daya hambat sedang dan pada

formula formula sediaan gel hand sanitizer ekstrak metanol umbi kembang

sungsang dengan konsentrasi 5% diperoleh zona hambatan sebesar 9,37 mm yang

juga termasuk dalam kategori sedang (David and Stout, 1971). Hal ini dikarenakan

konsentrasi ekstrak yang ditambahkan pada formula satu sangat kecil. Pada kontrol

negatif tidak terlihat adanya zona bening yang terlihat disekitar kertas cakram. Hal

ini membuktikan bahwa bahan tambahan yang digunakan tidak berpengaruh

terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dalam sediaan gel hand sanitizer.

Pada kontrol positif menghasilkan rata-rata diameter daya hambat sebesar 6,72 mm.

Tujuan penggunaan kontrol positif yaitu untuk membandingkan diameter daya

hambat sediaan yang beredar dipasaran dengan formula ediaan gel hand sanitizer

ekstrak metanol umbi kembang sungsang yang dihasilkan. Pada gambar 4.4

menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam

formulasi semakin besar pula zona hambatan yang terbentuk disekeliling kertas

cakram. Besar kecilnya zona hambat yang terbentuk disebabkan oleh adanya variasi

konsentrasi ekstrak yang terdapat pada masing-masing sediaan, Berdasarkan


76

pernyataan Plezer dan Chan (1989), bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu bahan

antibakteri maka aktivitas antibakterinya semakin kuat. Hasil ini juga didukung

oleh pernyataan Prawata dan Dewi (2008), bahwa ekektifitas suatu zat antibakteri

dipengaruhi oleh konsentrasi zat tersebut. Zona bening yang terlihat disekitar kertas

cakram menunjukan bahwa sampel sediaan gel hand sanitizer ekstrak metanol umbi

kembang sungsang (G. superba Linn.) mengandung senyawa-senyawa yang

bersifat sebagai antibakteri diantaranya flavonoid, fenolik, alkaloid, steroid,

triterpenoid, saponin dan tanin hal ini diperkuat dengan hasil uji skrining fitokimia

bahwa ekstrak metanol umbi kembang sungsang (Gloriosa superba Linn.)

mengandung flavonoid, fenolik, alkaloid, steroid, terpenoid, saponin dan tanin.

Diketahui bahwa aktivitas umbi kembang sungsang (Gloriosa superba

Linn.) yang utama dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah dengan

menghambat sintesis membran sel bakteri. Kerusakan pada membran sel

memungkinkan nukleotida dan asam amino keluar sel. Selain itu kerusakan ini

dapat mencegah masuknya bahan-bahan penting ke dalam sel, karena membran sel

juga mengendalikan pengangkutan aktif kedalam sel. Hal ini menyebabkan

kematian sel bakteri atau menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa alkaloid

yang terkandung didalam umbi kembang sungsang diduga memiliki aktivitas

antibakteri (Senthilkumar, 2013). Senyawa alkaloid memiliki mekanisme

penghambatan dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada

sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan

menyebabkan kematian sel tersebut (Juliantina, 2008). Selain itu, di dalam senyawa

alkaloid terdapat gugus basa yang menggandung nitrogen akan bereaksi dengan
77

senyawa asam amino yang menyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri. Reaksi

ini mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino.

Sehingga akan menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada rantai DNA

sehingga akan mengalami kerusakan dan mendorong terjadinya lisis sel bakteri

yang akan menyebabkan kematian sel bakteri (Gunawan, 2009).

Ekstrak umbi kembang sungsang juga terdapat kandungan senyawa fenol.

Senyawa fenol dapat mengubah tegangan permukaan, sehingga merusak

permeabilitas selektif dari membran sel mikroba yang menyebabkan keluarnya

metabolik penting dan menginaktifkan enzim-enzim pada bakteri. Senyawa fenol

memiliki mekanisme kerja dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara

inaktivasi protein pada membran sel. Fenol berikatan dengan protein melalui ikatan

hidrogen sehingga menghambat sintesa protein bakteri (Ayini, 2014).

Senyawa flavonoid yang terkandung dalam umbi kembang sungsang

memiliki mekanisme antibakteri yaitu dengan mengganggu fungsi dari

mikroorganisme bakteri. Flavonoid menghambat pertumbuhan bakteri dengan

menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom

dan lisosom (Yunikawati, 2013).

Umbi kembang sungsang mengandung senyawa saponin memiliki

mekanisme kerja yang mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga keluarnya

berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan

nukleotida (Darsana, 2012)

Selain itu umbi kembang sungsang juga memiliki senyawa tanin dengan

mekanisme antibakteri menghambat pertumbuhan bakteri dengan memunculkan


78

denaturasi protein dan menurunkan tegangan permukaan sedangkan terpenoid

memiliki mekanisme antibakteri dengan merusak membran. (Malanggi, 2012).

Dalam hal ini semua komponen metabolit sekunder yang terkandung dalam umbi

kembang sungsang dapat saling bersinergi sebagai antibakteri.

Uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro Wilk, karena data pada

penelitian ini adalah kurang dari 50. Tujuan dari pengujian normalitas adalah untuk

mengetahui data efektivitas antibakteri terdistribusi normal atau tidak. Dari Uji

normalitas dapat diketahui nilai signifikan seluruh sampel > 0,05 (α=5%) maka

asumsi normalitas terpenuhi. Selanjutnya uji homogenitas varian digunakan untuk

mengetahui varian datanya homogen atau tidak. Uji homogenitas varian

menggunakan uji Levene. Hasil uji homogenitas diperoleh sig = 0,190, maka

asumsi homogenitas variansi terpenuhi. Karena asumsi normalitas dan homogenitas

terpenuhi maka dapat digunakan uji One-way ANOVA. Analisis One-way ANOVA

diperoleh nilai signifikasi sebesar 0,000 < 0,05 (α=5%) yang berarti tidak terdapat

perbedaan antara hasil zona hambat antibakteri pada masing-masing sampel. Data

selanjutnya diuji post hoc dengan menggunakan uji Duncan dan diperoleh nilai

signifikansi sebesar 1 > 0,05 (α=5%).


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat

dibuat kesimpulan antara lain :

1. Metabolit sekuder yang terkandung pada ekstrak metanol umbi kembang

sungsang adalah fenolik, flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, dan

trirepenoid/steroid.

2. Formulai sediaan gel hand sanitizer ekstrak metanol umbi kembang

sungsang (Gloriosa superba Linn.) memenuhi persyaratan evaluasi sifat

fisik sediaan.

3. Pada penelitian ini, sediaan gel hand sanitizer ekstrak metanol umbi

kembang sungsang (Gloriosa superba Linn.) konsentrasi 10% yang

memiliki diameter zona hambat tertinggi sedangkan pada konsentrasi 5%

memiliki diameter zona hambat terendah.

5.2 Saran

1. Perlu dilanjutkan pada penelitian selanjutnya untuk menguji aktivitas atau

efek lain dari ekstrak metanol umbi kembang sungsang (Gloriosa superba

Linn.).

2. Disarankan untuk membuat gel ekstrak metanol umbi kembang sungsang

(Gloriosa superba Linn.) dengan formula basis yang berbeda sehingga

79
80

diharapkan dapat memperoleh sifat fisik yang lebih baik dari segi

organoleptis, homogenitas, pH dan viskositasnya.


81

DAFTAR PUSTAKA

Acharya, T & Ray, A.K. 2005. Image Processing, Principles and Applications.
New Jersey: John Wiley & Sons, Inc

Adikara, I., 2013. Studi Histopatologi Hati Tikus Putih (Rattus novergicus)
yang diberi Ekstrak Etanol Daun Kedondong (Spondias dulcis)
Secara Oral. Buletin Veteriner Udayana. ISSN: 2085-2495. Vol. 5
No. 2.
Ansel. H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh
Farida Ibrahim, Asmanizar, IIs Aisyah, Edisi keempat, 255-271,
607-608, 700, Jakarta, UI Press.
Ansel, H.C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi: Beberapa Macam
Preparat: Tinktur, Ekstrak encer, Ekstrak Air, Amonia, Asam
Encer, Spirtus, dan Radiofarmasi,Edisi 4, Jakarta., UI Press, p.
607-608.

Arisman. 2009, Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan, Jakarta: EGC

Ashbolt, N.J., 2004. Microbial Contamination of Drinking Water and Disease


Outcomes in Developing Regions. Toxicology, 198(1-3), pp.229–
238.
Badwaik, W., Giri, T., K., Tripathi, D., K., Singh, M., & Khan, A., H., 2011. A
Review on Pharmacological Profile for Phytomedicine Known
as Gloriosa superba Linn. Research J. Pharmacognosy and
Phytochemistry. 3(3): 103-107

Chart, H. 2000. VTEC enteropatogenicity. J. Appl. Microb. Symposium


Supplement 88: 12S – 23S.

Ciulei, J. 1984. Metodology for Analysis of vegetable and Drugs.B Faculty of


Pharmacy. pp 11-26.
Cocco, G., Chu, David C.C., & Pandolfi, S., 2010. Colchicine in clinical medicine.
A guide for internist. European Journal of Internal Medicine, p.
503-508.
Creswell, John W. 2012. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cronquist, A., 1981, An Integrated System of Classification of Flowering Plants,


New York, Columbia University Press, 477.

Darsana, I. G. O., Besung, I. N. K. & M. Hapsari. 2012. Potensi daun binahong


(Anredera cordifolia (Tenore) steenis) dalam menghambat
82

pertumbuhan bakteri Escherichia coli secara in vitro. Jurnal


Indonesia Medicus Veterinus, 1:337-351.
Darwis D. 2000 Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Senyawa Bahan
Alam Hayati. Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia
Dalam Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati. FMIP A
Universitas Andalas. Padang

Depkes 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Ditjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Jilid II. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
19-22.
Ditjen POM. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta, 6

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta, 9

Djajadisastra, J. 2008. Cosmetic Stability. Seminar Setengah Hari Hiki. Jakarta

Djide, M. Natsir dan Sartini. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi Farmasi Makassar:


Lembaga Penerbitan Unhas.

Donnenberg, Michael S, ed. 2002 Escherichia coli Virulance Mechanisms of a


Versatile Pathogen, Elsevier Inc.
Dwijoeputro. 1978. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Halaman 15-17.

Entjang, I. 2001. Mikrobiologi dan Parasitologi Akademi Keperawatan dan


Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Ernawiati, E. 2008. Efek Mutagenik Ekstrak Umbi Kembang Sungsang
(Gloriosa superba L.) terhadap Pembelahan Sel Akar Umbi
Bawang Bombay. Jurnal Sains MIPA 14 (2): 129-132.
Ernawiati, E., S. Wahyuningsi dan Yulianty. 2008. Penampilan fenotipik
tanaman cabai merah keriting hasil induksi poliloidasi dengan
ekstrak umbi kembang sungsang (Gloriosa superba. L).
Prosiding 17-18 November 2008. Universitas Lampung. Bandar
Lampung
Farnswoth, N. R., 1966, Biological and Phytochemical Screening of Plants,
J.Pharm. Sci., 55(3), 225-267.
83

Fitri, L. 2016. Kemampuan Daya Hambat Beberapa Macam Sabun Antiseptik


Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Biology, 1(2), 1-7.

Gannon, J. C., 2000, The Global Infectious Disease Threat And Its Implications
for The United State.

Gibson, J.M., 1996, Mikrobiologi dan Patologi Modern Untuk Perawat,


Diterjemahkan Oleh Prasada, S., 1, Cetakan Pertama, Buku
Kedokteran ECG. Jakarta

Gunawan, I.W.A., 2009. Potensi Buah Pare (Momordica Charantia L) Sebagai


Antibakteri Salmonella typhimurium, Skripsi, Denpasar :
Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Mahasaraswati.
Harbone J. B. 1998. Phytochemical Methods. 3rd ed. UK. International Thompson
Publishing.

Handayani, Fitriani., Warnida Husnul., & Nur Juhairah Siti. 2016. Formulasi dan
Uji Aktivitas Antibakteri Streptococus mutans Dari Sediaan
Mouthwash Ekstrak Daun Salam. Media Sains. Vol 9(1). 74-84

Hilmi, A, Sudjarwo & Asri Darmawati. 2013. Validasi Metode Kromatografi


Lapis Tipis-Dnsitometri Untuk Penetapan Kadar Kolkisisn
Dalam Infus Daun Kembang Sungsang (Gloriosa superba Linn.).
Berkala Ilmiah Kimia Farmasi. 2(2): 1-8

Ismail, Isriany. 2013. Formulasi Kosmetik (Produk Perawatan Kulit dan


Rambut). Makassar: AlauddinUniversity Press.
Isnawati A. & K. M. Arifin. 2006. Karakterisasi Daun Kembang Sungsang
(Gloriosa superba L.) Dari Aspek Fisiki Kimia. Artikel. Media
Litbang Kesehatan XVI Nomor 4 tahun 2006: 1-14.

Jawetz, E., Melnick, J.L., & Adelberg, E.A. 2007. Mikrobiologi untuk Profesi
Kesehatan. Edisi ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Halaman 256, 319.

Jawetz, E., Melnick, J.L., & Adelberg, E.A., 1991, Mikrobiologi Kedokteran,
Diterjemahkan Oleh Maulany, R.F., & Edinugroho., 239, 143,
Jakarta, Salemba Medika
Jawetz, E., Melnick, J.L., & Adelberg, E.A,. 2001. Medical Microbiology. Edisi
Keduapuluh. Penerjemah: Bagian Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. (2005). Mikrobiologi
Kedokteran Buku 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Halaman 235, 290, 366-367.
84

Juliantina, Farida, 2008, Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen
Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram Positif Dan Gram
Negatif [online], cited 29 November 2019, available from:
http://journal.uii.ac.id/ index.php/JKKI/article/viewFile/543/467
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Buletin Data dan Informasi Kesehatan: Situasi
Diare di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Lachman L, Libermen HA & kaning JL. 1994. Theory and Practise of Industrial
Pharmacy. Easton pennysylvania: mack publishing company.
Lieberman, Hebert. A. 1997. Pharmaceutical Dosage From: Disperse Systems,
Vol. 1. New York: Marcell Dekker Inc.

Ma’rifin, H. 1993. Peran Farmakologi Dalam Pengembangan Obat


Tradisional: Risalah Simposium Penelitian Tumbuhan III.
Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.

Maharani. 2009. Efek Penambahan Berbagai Peningkat Penetrasi terhadap


Penetrasi Perkutan Gel Natrium Diklofenak Secara Invitro.
Universitas Muhammadiah: Surakarta.

Malanggi, L.P., Meiske S.S. & Jessy J.E.P. 2012. Penentuan kandungan tannin
dan uji aktivitas antioksidan ekstrak biji buah alpukat (Persea
americana Mill.). Jurnal MIPA Unsrat, 1:5-10.
Manning, Shannon D. 2005. Escherichia coli Infection, Chelsea House Publisher,
Philadelphia

Mardianti, R. 2014. Ekstrak Etanolik Umbi Kembang Sungsang dan Daun


Tapak Dara sebagai Substitusi Kolkisin dalam Meningkatkan
Pertumbuhan dan Kualitas Buah Melon. Fakultas Pertanian,
Universitas Bengkulu, Bengkulu. Skripsi.

Mutschler, E, 1991, Dinamika Obat edisi kelima, Diterjemahkan Oleh Widhianto,


M.B & Ranti, A.S., 634, Bandung, Penerbit ITB.
Pelczar, M.J., Chan, E.C.S. 2007. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid ke-1.
(Penerjemah: Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S. S., Angka,
S. L.). Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Elements of
Microbiology.
Pratiwi, S, T., 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman
137.

Rajagopal, C. & Kandhasamy. 2009. Genetic Variability of kazhappai Kizhangu


(Gloriosa superba L.) in Tamil Nadu Assessed Using
85

Morphological and Biochemical Traits. Journal of Agriculture. 47


(1-2) : 77-79.
Rawlins, E. A. 2003. Bentley’s Textbook of Pharmaceutics.18th Ed. London,
Universitas Sumatera Utara Bailierre Tindall. P. 22, 355

Retno, S., & Dewi, I., 2006. Antiseptic Activity Evaluation of Piper Leave from
Piper Betle Linn Extract in Hand Gel Antiseptic Preparation.
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya. Majalah Farmasi
Indonesia, 17(4), 163 – 169.

Rini, E. P., & Nugraheni E. R. 2018. Uji Daya Hambat Berbagai Merek
Handsanitizer Gel Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus. Journal of Pharmaceutical
Science and Clinical Research, 1(10), 18-26.
Robinson, T. 1991. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi.
Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Kosasih Padmawinata. Penerbit: ITB.
Bandung.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan tinggi, hal 191, ITB Press,
Bandung.

Rowe, Raymond C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients e-book


Pharmaceutical.
Rowe, Raymond C. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients e-book
Pharmaceutical. Press and American Pharmacists Association.

Senthilkumar, M. 2013. Phyrochemical Screening and Antibacterial Activity of


Gloriosa superba Linn. International Journal of Pharmacognosy
nd Phytochemical Research; 5(1); 31-36

Shanmugam, H., Rathinam, R., Chinnathambi, A., Venkatesan, T., 2009.


Antimicrobial and Mutagenic Properties Of The Root Tubers
Of Gloriosa superba Linn. Kalihari), Pak. J. Bot., 41(1): 293-299
Sonali Jana, G.S. Shekhawat. 2011. Critical Review On Medically Potent Plant
Species: Gloriosa superba. Fitoterapia 82, 293-301.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya


Ed 2. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta: EGC.

Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P. &
Kusnandar, 2008, ISO Farmakoterapi, Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia, Jakarta.

Thavaranjit, A.C. 2016. In vitro antibacerial activity and phytochemical


screening of Strychnos potatorum seed extract. Der Pharma
Chemica, 8:218-221.
86

Tjay &. Rahardja, 2002, Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek
Sampingnya, Edisi V, PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia, Jakarta.

Tim Mikrobiologi FK Brawijaya. 2003. Bakteriologi Medik. Cetakan I. Malang:


Bayu Media Publishing. Halaman 29.

Valgas, C., Souza, S.M., Smânia, E.F.A., J.R, Artur, S., Screening Method to
Determine Antibacterial Activity of Natural Product, 2007,
Brazilian Journal of Biology, 38, 369-380.

Verica, S. P. 2014. Pengaruh Konsentrasi Carbopol 940 Sebagai Gelling Agent


Terhadap Sifat Fisik Dan Stabilitas Gel Handsanitizer Minyak
Daun Mint (Oleum mentha piperita). Yogyakarta : Universitas
Sanata Dharma.
Voight, R., 1971, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V, 558-564, 570,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Voight, R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Volk, W.A., dan Wheeler, M.F. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jilid I. Jakarta:
Erlangga. Halaman 33-40, 218-219.
Waluyo, L. 2010. Teknik Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Cetakan Kedua.
Malang: UMM Press. Halaman 48, 194.

Widaningsih, Firmansyah, & Septi, Anggraini. 2016. Formulasi dan Uji Aktivitas
Antibakteri Gel Pembersih Tangan Ekstrak Etanol Daun
Kembang Bulan. Jurnal Ilmiah Farmasi. 12 (2), 79-85.

WHO. 2006. Guidelines for Drinking-Water Quality: First Addendum to


Third Edition, Volume I, Recommendation. Genewa

Yunikawati, M.P.A., Besung, I.N.K. & Hapsari, M. 2013. Efektifitas perasan


daun srikaya terhadap daya hambat pertumbuhan Escherichia
coli. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus, 2:170-179.
86

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman


87

Lampiran 2. Pembuatan Simplisia Umbi Kembang Sungsang

Tanaman Kembang Sungsang Umbi Kembang Sungsang

Proses Perajangan Simplisia Hasil Pengeringan Simplisia hari ke-1


88

Proses Pembuatan Serbuk Simplisia Proses Penyaringan Serbuk Simplisia


89

Lampiran 3. Uji Kadar Air Simplisia Umbi Kembang Sungsang


90
91

Lampiran 4. Maserasi dan Ekstraksi Umbi Kembang Sungsang

Proses Maserasi Proses Penyaringan

Maserat Maserat di rotary evaporator


92

Ekstrak kental di uapkan kembali di Ekstrak Umbi Kembang Sungsang


water bath

Lampiran 5. Perhitungan Rendemen

Bobot ekstrak kental(g)


Rendemen ekstrak (%) = ×100%
Bobot serbuk simplisia yang
diekstraksi (g)
138,5 g
= ×100%
1000 g

= 13,85%
93

Lampiran 6. Hasil Uji Sisa Pelarut Ekstrak Umbi Kembang Sungsang


94

Lampiran 7. Hasil Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder


95
96
97

Lampiran 8. Formulasi Sediaan Gel Hand Sanitizer

Bahan-bahan formulasi

HPMC Nipagin
98

Propilenglikol Ektrak Umbi Kembang Sungsang

Sediaan gel hand sanitizer ekstrak umbi kembang sungsang


99

Lampiran 9. Uji Homogenitas

Basis Gel

Gel Hand Sanitizer Konsentrasi 5%


100

Gel Hand Sanitizer Konsentrasi 7,5%

Gel Hand Sanitizer Konsentrasi 10%


101

Lampiran 10. Uji pH

Alat pH meter digital dan cara pengujian


102

Lampiran 11. Uji Viskositas

Alat viskometer Brookfield dan cara pengujian


103

Lampiran 12. Uji Efektivitas Antibakteri Sediaan Gel Hand Sanitizer Ekstrak
Metanol Umbi Kembang Sungsang Terhadap E. coli
104

Proses pengambilan bakteri dengan Proses pengusapan bakteri pada


menggunakan kapas swab ke dalam permukaan media MHA sampai selruh
media agar miring permukaan tertutup

Proses menempelkan disk yang telah di Cawan petri di inkubasi selama 24 jam
rendam dalam sediaan gel hand sanitizer pada suhu 37oC
ekstrak umbi kembang sungsang.
105

Uji Efektivitas Antibakteri Pengujian 1 Uji Efektivitas Antibakteri Pengujian 2

Uji Efektivitas Antibakteri Pengujian 3 Autoklaf


106

Perhitungan Zona Hambat (Manaroinsong, 2015)

Rumus :
(DV – DC) + (DH – DC)
Zona Hambat =
2

Keterangan : DV = Diameter Vertikal


DH = Diameter Horizontal
DC = Diameter Cakram
Pengujian 1

1. Konsentrasi 5% = (15,6 – 6) + (15,1 – 6)


2
= 9,35 mm
2. Konsentrasi 7,5% = (16,2 – 6) + (16,2 – 6)
2
= 10,2 mm
3. Konsentrasi 10% = (21 – 6) + (21 – 6)
2
= 15 mm
4. Dettol = (12,9 – 6) + (12,9 – 6)
2
= 6,9 mm
107

Pengujian 2
1. Konsentrasi 5% = (15,8 – 6) + (14,8 – 6)
2
= 9,3 mm
2. Konsentrasi 7,5% = (16,6 – 6) + (16,1 – 6)
2
= 10,35 mm
3. Konsentrasi 10% = (21,2 – 6) + (21,8 – 6)
2
= 15,5 mm
4. Dettol = (12,8 – 6) + (12,6 – 6)
2
= 6,7 mm

Pengujian 3
1. Konsentrasi 5% = (15,3 – 6) + (15,6 – 6)
2
= 9,45 mm
2. Konsentrasi 7,5% = (16,2 – 6) + (16,1 – 6)
2
= 10,15 mm
3. Konsentrasi 10% = (21,3 – 6) + (21,2 – 6)
2
= 15.25 mm
4. Dettol = (12,5 – 6) + (12,6 – 6)
2
= 6,55 mm
108
109

Lampiran 13. Analisis Data


1. Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Sediaan Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Hasil Uji Formulasi Kontrol Negatif . 3 . . 3 .
Formulasi 1 .253 3 . .964 3 .637
Formulasi 2 .292 3 . .923 3 .463
Formulasi 3 .175 3 . 1.000 3 1.000
Kontrol Positif .204 3 . .993 3 .843
a. Lilliefors Significance Correction

2. Uji Homogenitas Varian dengan Uji Levene

Test of Homogeneity of Variances


Levene Statistic df1 df2 Sig.
Hasil Uji Formulasi Based on Mean 1.885 4 10 .190
Based on Median 1.531 4 10 .266
Based on Median and with 1.531 4 5.408 .314
adjusted df
Based on trimmed mean 1.867 4 10 .193

3. Uji One Way ANOVA

ANOVA
Hasil Uji Formulasi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 373.722 4 93.431 4246.845 .000
Within Groups .220 10 .022
Total 373.942 14
110

4. Uji Post Hoc dengan Uji Duncan

Hasil Uji Formulasi


Duncana
Subset for alpha = 0.05
Sediaan N 1 2 3 4 5
Kontrol Negatif 3 .0000
Kontrol Positif 3 6.7167
Formulasi 1 3 9.3667
Formulasi 2 3 10.2333
Formulasi 3 3 15.2500
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

5. Uji Post Hoc dengan LSD

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Hasil Uji Formulasi
LSD
Mean 95% Confidence Interval
(I) Sediaan (J) Sediaan Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Kontrol Negatif Formulasi 1 -9.36667* .12111 .000 -9.6365 -9.0968
Formulasi 2 -10.23333* .12111 .000 -10.5032 -9.9635
Formulasi 3 -15.25000* .12111 .000 -15.5198 -14.9802

Kontrol Positif -6.71667* .12111 .000 -6.9865 -6.4468


Formulasi 1 Kontrol Negatif 9.36667* .12111 .000 9.0968 9.6365
Formulasi 2 -.86667* .12111 .000 -1.1365 -.5968
Formulasi 3 -5.88333* .12111 .000 -6.1532 -5.6135
Kontrol Positif 2.65000* .12111 .000 2.3802 2.9198
Formulasi 2 Kontrol Negatif 10.23333* .12111 .000 9.9635 10.5032
Formulasi 1 .86667* .12111 .000 .5968 1.1365
Formulasi 3 -5.01667* .12111 .000 -5.2865 -4.7468
Kontrol Positif 3.51667* .12111 .000 3.2468 3.7865
111

Formulasi 3 Kontrol Negatif 15.25000* .12111 .000 14.9802 15.5198


Formulasi 1 5.88333* .12111 .000 5.6135 6.1532
Formulasi 2 5.01667* .12111 .000 4.7468 5.2865

Kontrol Positif 8.53333* .12111 .000 8.2635 8.8032


Kontrol Positif Kontrol Negatif 6.71667* .12111 .000 6.4468 6.9865
Formulasi 1 -2.65000* .12111 .000 -2.9198 -2.3802
Formulasi 2 -3.51667* .12111 .000 -3.7865 -3.2468

Formulasi 3 -8.53333* .12111 .000 -8.8032 -8.2635


*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Anda mungkin juga menyukai