Analisis Berita Bertema Kemiskinan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Paper Individual

Analisis berita kemiskinan


Disusun guna memenuhi tugas Ulangan Akhir Semester
Mata kuliah: Dasar Dasar ekonomi syariah
Dosen pengampu: M. Arif Hakim, M. Ag.

Disusun oleh:
Nama : Faula Ainun Nafisah
Nim : 1950210230
Kelas : Mbs-F

JURUSAN MANAJEMEN BISNIS SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS
TAHUN 2019
Analisi berita kemiskinan
I. Berita

10,80 Persen Penduduk Jateng Masih Miskin, Ini Langkah Pemprov

Suara.com - Tingkat kemiskinan di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah masih 10,80


persen. Jumlah tersebut berada di atas angka rata-rata nasional. Terkait itu, Wakil
Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen mengakui kemiskinan di daerah yang ia pimpin
masih tinggi. "Kami memang sosialisasikan untuk koordinasi penanggulangan
kemiskinan di beberapa kabupaten, termasuk Kabupaten Banyumas yang kita anggap
masih merah. Kita dorong ke kuning, bahkan kalau bisa langsung ke hijau," kata Yasin
seusai memimpin Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di Pendapa Sipanji,
Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (11/10/2019).
Yasin menuturkan, data kemiskinan dari dulu sampai sekarang masih menjadi
permasalahan di Pemprov Jateng. Meski demikian, sejumlah cara akan terus dilakukan.

"Maka saya berharap imbauan yang kami keluarkan pada bulan Februari-Maret
kemarin untuk menerbitkan atau menempelkan data kemiskinan di kantor desa masing-
masing. Ini upaya kami untuk tidak ada lagi yang bertanya langsung kepada kami,"
kata dia.

Menurut dia, data yang salah akan mengakibatkan dana yang dikucurkan oleh
pemerintah pusat menjadi tidak tepat sasaran. Berdasarkan data tahun 2018, di Jawa
Tengah masih ada sekitar 40 persen yang tidak tepat sasaran.

Oleh karena itu, simpul dia, data yang semula salah perlu diubah sehingga bisa masuk
ke basis data terpadu. Jika hal itu bisa diubah, dia optimistis apa yang disosialisasikan
selama ini dapat menanggulangi kemiskinan secara signifikan.

Kendati demikian, dia mengakui jika masih banyak kabupaten yang belum
mengalokasikan anggaran bagi para pendamping yang melakukan pemuktakhiran basis
data terpadu di desa-desa. Padahal, data itu yang akan diusulkan ke Kementerian
Sosial.
"Dari bawah, data itu diusulkan ke Kementerian Sosial. Nah, permasalahannya, mereka
enggak ada anggarannya. banyak kabupaten yang belum menganggarkan dan
menfasilitasi, sehingga teman-teman pendamping dari Kementerian Sosial tidak bisa
bekerja dengan baik," katanya.

Akan tetapi, dengan adanya Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi No. 11/2019, dana desa boleh digunakan untuk kegiatan pendataan
data kemiskinan di desa masing-masing. Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan kegiatan
verifikasi dan validasi data kemiskinan tidak dapat dilaksanakan karena tidak adanya
anggaran.

Saat ditanya mengenai target penurunan angka kemiskinan di Jateng, Yasin


mengatakan Pemerintah Provinsi Jateng menargetkan 7 persen pada tahun 2023.

Sementara saat memberi sambutan dalam rapat koordinasi, Bupati Banyumas Achmad
Husein mengatakan pada periode pertama kepemimpinannya, yakni tahun 2013-2018,
angka kemiskinan di Kabupaten Banyumas turun dari 18 persen menjadi 13,5.

"Ke depan kami menghendaki (angka kemiskinan di Kabupaten Banyumas) paling


tidak sama dengan provinsi atau lebih rendah dari provinsi," katanya.

Ia mengharapkan adanya kerja sama semua pihak dalam menangani masalah


kemiskinan di Kabupaten Banyumas sehingga target tersebut dapat tercapai. (Antara)

Sumber: www.solopos.com
II. Teori Kemiskinan
A. Pengertian kemiskinan

Kemiskinan menurut Suparlan (2004:315) kemiskinan sebagai suatu standar tingkat


hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan pada sejumlah atau
segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang rendah ini secara
langsung nampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral
dan rasa harga diri mereka yang tergolong sebagai orang miskin.

Menurut Ritonga (2003:1) memberikan definisi bahwa kemiskinan adalah kondisi


kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seorang atau rumah tangga sehingga
tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal atau yang layak bagi kehidupannya.
Kebutuhan dasar minimal yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan kebutuhan
pangan, sandang, perumahan dan kebutuhan sosial yang diperlukan oleh penduduk atau
rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengah-tengah


masyarakat, kemiskinan merupakan konsep dan fenomena yang berwayuh wajah,
bermatra multidimensional.

B. Teori Kemiskinan

Teori-teori kemiskinan pada umumnya bermuara pada dua paradigma besar yang juga
berpengaruh pada pemahaman mengenai kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan.
Dua paradigma ini memiliki perbedaan yang sangat jelas terutama dalam melihat
kemiskinan maupun dalam memberikan solusi penyelesaian masalah kemiskinan.
Paradigma yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Paradigma Neo-Liberal Pada paradigma ini individu dan mekanisme pasar bebas
menjadi fokus utama dalam melihat kemiskinan (Syahyuti, 2006: 95). Pendekatan ini
menempatkan kebebasan individu sebagai komponen penting dalam suatu masyarakat.
Oleh karena itu dalam melihat kemiskinan, pendekatan ini memberikan penjelasan
bahwa kemiskinan merupakan persoalan individu yang merupakan akibat dari pilihan-
pilihan individu. Bagi pendekatan ini kekuatan pasar merupakan kunci utama untuk
menyelesaikan masalah kemiskinan. Hal ini dikarenakan kekuatan pasar yang diperluas
dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menghapuskan kemiskinan. (Syahyuti,
2006: 95). Bagi pendekatan ini strategi penanggulangan kemiskinan bersifat sementara
dan peran negara sangat minimum. Peran negara baru dilakukan bila institusi-institusi di
masyarakat, seperti keluarga, kelompok-kelompok swadaya, maupun lembaga-lembaga
lainnya tidak mempu lagi menangani kemiskinan. Paradima neo-liberal ini digerakan
oleh Bank Dunia dan telah menjadi pendekatan yang digunakan oleh hampir semua
kajian mengenai kemiskinan. Teori-teori modernisasi yang menekankan pada
pertumbuhan ekonomi dan produksi merupakan dasar teori-teori dari paradigm ini
(Suharto, 2002). Salah satu indikatornya adalah pendapatan nasional (GNP), yang sejak
tahun 1950-an mulai dijadikan indikator pembangunan. Kelemahan paradigma ini
adalah terlalu memandang kemiskinan hanya melalui pendapatan dan kurang
melibatkan orang miskin sebagai subyek dalam permasalahan kemiskinan (Satterthwaite
(1997). Hal ini mengakibatkan bentukbentuk kemiskinan yang muncul dalam
masyarakat kurang mendapatkan perhatian. Bentuk-bentuk kemiskinan yang tidak dapat
ditangkap oleh paradigma ini terutama bentuk kemiskinan yang disebabkan oleh
dimensi sosial dalam masyarakat atau kelompok masyarakat. Akibatnya akar
permasalahan yang menjadi penyebab kemiskinan juga tidak dapat ditemukan. Namun
memang pendekatan income poverty ini lebih mudah dilihat dan dikaji karena langsung
dapat terukur, serta sasaran pada perbaikan ditingkat individu langsung dirasakan oleh
masyarakat miskin.
2. Paradigma Demokrasi-Sosial Paradigma ini tidak melihat kemiskinan sebagai
persoalan individu, melainkan lebih melihatnya sebagai persoalan structural (cheyne,
O’Brien dan Belgrave (1998:79). Ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakatlah
yang mengakibatkan kemiskinan ada dalam masyarakat. Bagi pendekatan ini
tertutupnya akses-akses bagi kelompok tertentu menjadi penyebab terjadinya
kemiskinan. Pendekatan ini sangat mengkritik sistem pasar bebas, namun tidak
memandang sistem kapitalis sebagai sistem yang harus dihapuskan, karena masih
dipandang sebagai bentuk pengorganisasian ekonomi yang paling efektif. (cheyne,
O’Brien dan Belgrave (1998:79). Pendekatan ini juga menekankan pada kesetaraan
sebagai prasyarat penting dalam memperoleh kemandirian dan kebebasan (Syahyuti,
2006 : 95). Kemandirian dan kebebasan ini akan tercapai jika setiap orang memiliki atau
mampu menjangkau sumber-sumber bagi potensi dirinya, seperti pendidikan, kesehatan
yang baik dan pendapatan yang cukup. Kebebasan disini bukan sekedar bebas dari
pengaruh luar namun bebas pula dalam menentukan pilihan-pilihan. Disini lah peran
negara diperlukan untuk bisa memberikan jaminan bagi setiap individu untuk dapat
berpartisipasi dalam transaksi-transaksi kemasyarakatan, dimana mereka dimungkinkan
untuk menentukan pilihan-pilihannya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Peran
negara dalam pendekatan ini cukup penting terutama dalam merumuskan strategi untuk
menanggulangi kemiskinan. Bagi pendekatan ini kemiskinan harus ditangani secara
institusional (melembaga), misalnya melalui program jaminan sosial. Salah satu
contohnya adalah pemberian tunjangan pendapatan atau dana pensiun, akan dapat
meningkatkan kebebasan, hal ini dikarenakan tersedianya penghasilan dasar sehingga
orang akan memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan menentukan pilihan-
pilihannya, dan sebaliknya ketiadaan penghasilan dasar tersebut dapat menyebabkan
ketergantungan. Kelemahan teori ini adalah adanya ketergantungan yang tinggi pada
negara dalam membentuk struktur dan institusi untuk menanggulangi kemiskinan.
Padahal pencapaian pembentukan struktur dan institusi yang tepat dalam menangani
kemiskinan itu sendiri tergantung pada kapabilitas kelompok miskin. Penggunaan
kemiskinan relatif dalam pendekatan ini juga lebih menyulitkan dalam membentuk
kebutuhan standar yang diperlukan oleh kelompok miskin. Hal ini dikarenakan
kemiskinan tidak dilihat dari kebutuhan minimal yang harus dicapai tapi lebih pada rata-
rata kemampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun demikian
pendekatan ini membuka dimensi lain dari penyebab kemiskinan yaitu pada struktur dan
institusi, yang telah menyebabkan tertutupnya akses bagi kelompok tertentu dalam
masyarakat. Sehingga melalui pendekatan ini dapat dilihat bahwa akar permasalahan
kemiskinan bukan hanya sekedar pada kemampuan individu tetapi bagaimana struktur
dan institusi dalam masyarakat memberikan jaminan bagi semua kelompok untuk
mendapatkan kesetaraan dalam mencapai kemandirian dan kebebasan.

C. ANALISIS

Penyelesaian masalah kemiskinan dari berita diatas menujukan bahwa pemerintah


bercampur tangan langsung dengan cara mengucurkan dana kepada kepada pemerintah desa
yang dianggap kurang mampu atau miskin, namun pendataan dari mentri desa tidak segera di
anggarkan dan fasilitasi dikarenakan tidak ada anggaran. Dari hal tersebut kita dapat
mengetahui bahwa teori kemiskinan yang digunakan dengan menggunakan teori yang mana
strateg Neo-Liberal, Penyaluran pendapatan terhadap orang miskin secara selektif dengan
teori ini menjadikan masyarakat menjadi ketergantungan bagi masyarakat, apapun yang
dilakukan mengandalkan kucuran dana dari pemerintah. Landasan teoritis yang digunakan
individual. Pemerintah seharusnya menangani Kelemahan dan pilihan pilihan individu, seperti
lemahnya pengaturan pendapatan, lemahnya kepribadian (malas, pasrah, bodoh). Seharusnya
pemerintah tingkat provinsi tidak langsung saja memberikan bantuan dana kepada masyarakat
miskin alangkah baiknya melalui beberapa usaha lainnya disamping pemberian dana
langsung, seperti didirikannya balai latihan kerja, dibukanya lowongan pekerjaan, karna
dikawatirkan dengan adanya bantuan langsung kepada masyarakat miskin justru menjadikan
sebagian kelompok menjadi iri dan justru bermalas malasan bekerja dan nyaman dengan
kemiskinannya dan hanya mengharap bantuan dana dan belas kasih orang lain, seperti halnya
para pengemis yang sekarang kebanyakan masih orang orang yang yang sehat dan bisa kerja
namun justru memilih menjadi pengemis karena hasilnya lebih menjanjikan dan usaha yang
dilakukan ringan, hal tersebut harusnya menjadi perhatian untuk pemerintah agar lebih
membijaki dengan tepat penangan penanggulangan kemiskinan.

Sedangkan upaya yang dilakukn oleh bupati Banyumas Ia mengharapkan adanya kerja
sama semua pihak dalam menangani masalah kemiskinan di Kabupaten Banyumas
sehingga target tersebut dapat tercapai. Dengan hal tersebut dapat ketahui bahwa teori
yang dipakai berbeda dengan teori bapak wakil gubernur Jawa Tengah , yang
menggunakan teori Neo-liberal yang mana kerjasama semua pihak diajak untuk
menyelesaikan persoalan dan negara akan ikut berpartisipasi. Cara penanggulangan ini
lebih baik dari penanggulangan sebelumnya, yang mana akan membuat masyarakat
lebih peduli dengan sesama. Namun memiliki kelemahan terlalu memandang kemiskinan
hanya melalui pendapatan dan kurang melibatkan orang miskin sebagai subyek dalam
permasalahan kemiskinan

Karena kedua pendekatan tersebut memiliki kekurangan dan untuk penyelesaiannya


yang sesuai dengan kondisi masyarakat indonesia alangkah baiknya jika pemerintah
memilih alternatif lainnya seperti menerapkan pendekatan kebefungsian sosial yang
mana merupakan gabungan dari kedua pendekatan sebelumnya. Dalam pendekatan
keberfungsian tersebut menerapkan 4 poin penting yakni:

1. Kemiskinan sebaiknya dilihat secara dinamis yang menyangkut usaha dan


kemampuan si miskin dalam merespon kemiskinannya. Pada point pertama ini juga
termasuk efektivitas jaringan sosial dalam menjalankan fungsi sosialnya, dimana jaringan
sosial yang dimaksud termasuk pula lembaga kemasyarakatan dan program-program anti
kemiskinan setempat.
2. Menggunakan indikator komposit untuk mengukur kemiskinan, dengan unit
analisis keluarga atau rumah tangga dan jaringan sosial yang ada disekitarnya
3. Lebih menekankan pada konsep kemampuan sosial dari pada hanya pada konsep
pendapatan dalam memotret kondisi sekaligus dinamika kemiskinan
4. Kemampuan sosial keluarga miskin difokuskan pada beberapa indikator kunci,
yang mencakup kemampuan keluarga miskin dalam memperoleh mata pencaharian
(livelihood capabilities), memenuhi kebutuhan dasar (basic needs fulfillment), mengelola
asset (asset management), menjangkau sumber-sumber (access to
resources),berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan (access to social capital), serta
kemampuan dalam menghadapi goncangan dan tekanan (cope with shocks and stresses).
Sedangkan indikator kunci untuk mengukur jaringan sosial mencakup kemampuan
lembaga-lembaga sosial memperoleh sumber daya (SDM dan finansial), menjalankan
peran atau fungsi utamanya, mengelola asset, menjangkau sumber, berpartisipasi dalam
program antikemiskinan, dan peran dalam menghadapi goncangan dan tekanan sosial.
Paradigma ini menekankan pada institusi paradigm ini juga tidak melupakan kemampuan
individu dalam mengatasi masalah kemiskinannya. Pada paradigm ini kelompok miskin
tidak dianggap pasif namun dianggap memiliki kemampuan dan potensi dalam mengatasi
kemiskinannya, dibantu dengan kemampuan jaringan sosial yang ada dalam masyarakat.
Gabungan kemampuan institusi dan individu ini akan membuat kajian mengenai
kemiskinan yang dialami sautu kelompok menjadi lebih lengkap. Berdasarkan tiga
paradigma tersebut maka penelitian ini lebih menggunakan paradigma keberfungsian
sosial. pendekatan keberfungsian sosial lebih memandang individu sebagai subyek dari
setiap aktivitas kehidupannya. Oleh karena itu setiap individu termasuk petani miskin
harus dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber
yang ada disekitar dirinya.
Paradikma ini lebih memandang individu sebagai subyek dari setiap
aktivitas kehidupannya. Oleh karena itu setiap individu termasuk petani miskin harus
dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada
disekitar dirinya. Pada paradigm ini kelompok miskin tidak dianggap pasif namun
dianggap memiliki kemampuan dan potensi dalam mengatasi kemiskinannya, dibantu
dengan kemampuan jaringan sosial yang ada dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

febriani, eny. strategi untuk peningkatan pendapatan rumah tangga petani miskin
di sperdesaan: studi kasus pada rumah tangga petani miskin di desa cisaat
kecamatan cicurug kabupaten sukabumi. Jakarta: Universitas indonesia,
2010.

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/131538-T%2027584-Strategi%20untuk-
Tinjauan%20literatur.pdf

https://www.materibelajar.id/2016/04/teori-kemiskinan-pengertian-definisi.html

https://jateng.suara.com/read/2019/10/14/074944/1080-persen-penduduk-jateng-
masih-miskin-ini-langkah-pemprov

Anda mungkin juga menyukai