Aspek Sosial Budaya Terhadap Perkawinan
Aspek Sosial Budaya Terhadap Perkawinan
Aspek Sosial Budaya Terhadap Perkawinan
Disusun oleh:
Kelompok I
1) Annisa Tsania Rizqiyani
2) Aulia Khoerunnisa
3) Hilda Elista Sari
4) Ihpi Napisah
5) Marcella Divilda
6) Shinta Racmaniar G
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala
rahmat, berkah, hidayah, dan karunia-Nya, kelompok kami dapat menyelesaikan
makalah tentang, ”ASPEK SOSIAL BUDAYA TERHADAP PERKAWINAN”.
Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sosial Budaya.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang
telah memberikan dorongan, semangat, dan bimbingan yang tak ternilai harganya.
Untuk itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada:
i
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi penulis khususnya, dan umumnya bagi semua pembaca, serta dapat berguna
bagi kemajuan STIKes Muhammadiyah Ciamis.
Penyusun
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................2
D. Manfaat...........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
A. Pengertian Sosial Budaya..............................................................................3
B. Pengertian Perkawinan..................................................................................4
C. Aspek Sosial Budaya Terhadap Perkawinan...............................................5
D. Faktor Pendukung Keberhasilan Penyesuaian Sosial Budaya Terhadap
Perkawinan.....................................................................................................8
E. Faktor Penghambat Penyesuaian Sosial Budaya Terhadap Perkawinan. .9
BAB III PENUTUP........................................................................................................10
A. Kesimpulan...................................................................................................10
B. Saran.............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................12
III
BAB I
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan
semua manusia. Dalam era globalisasi dengan berbagai perubahan yang
begitu ekstrem pada masa ini menuntut semua manusia harus
memperhatikan aspek sosial dan budaya. Salah satu masalah yang kini
banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan
pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial
budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada.
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya
seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-
akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidak
tahuan, sering kali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap
kesehatan ibu dan anak. Pila makan misalnya, pada dasarnya adalah
merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup
besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu,
termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan
akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam pembuatan makalah
ini yaitu sebagai berikut:
1. Apa arti dari sosial budaya ?
2. Ap aarti dari perkawinan ?
3. Bagaimana aspek sosial budaya pada setiap perkawinan ?
4. Apa saja faktor pendukung keberhasilan penyesuaian sosial budaya
terhadap perkawinan ?
1
5. Apa saja faktor penghambat penyesuaian sosial budaya terhadap
perkawinan ?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana aspek sosial budaya terhadap
perkawinan, dan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosial Budaya.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian sosial budaya secara umum.
2. Untuk mengetahui pengertian perkawinan.
3. Untuk mengetahui bagaimana aspek sosial budaya terhadap
perkawinan.
4. Untuk mengetahui faktor pendukung keberhasilan penyesuaian
sosial budaya terhadap perkawinan.
5. Untuk mengetahui faktor penghambat penyesuaian sosial budaya
terhadap perkawinan.
D. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Dapat mengetahui pengertian sosial budaya secara umum.
2. Dapat mengetahui pengertian perkawinan.
3. Dapat mengetahui bagaimana aspek sosial budaya terhadap perkawinan.
4. Dapat mengetahui faktor pendukung keberhasilan penyesuaian sosial
budaya terhadap perkawinan.
5. Dapat mengetahui faktor penghambat penyesuaian sosial budaya
terhadap perkawinan.
2
BAB II
3
1) Menimbulkan kerusakan lingkungan dan kelangsungan ekosistem
alam.
2) Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang kemudian menjadi
penyebab munculnya penyakit-penyakit sosial, termasuknya tingginya
tingkat kriminalitas.
3) Mengurangi bahkan dapat menghilangkan ikatan batin dan moral yang
biasanya dekat dalam hubungan sosial antar masyarakat.
Jadi, terciptanya sebuah kebudayaan atau sosial budaya dimasyarakat
dikarenakan oleh interaksi antar manusia dengan alam sekitarnya.
Sehingga kita seharusnya menjaga dan melestarikan kebudayaan yang
sudah lama kita pertahankan.
B. Pengertian Perkawinan
Menurut Undang-Undang Perkawinan, yang dikenal dengan Undang-
Undang No.1 Tahun 1974, yang dimaksud dengan perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Bachtiar (2004), Definisi Perkawinan adalah pintu bagi
bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung
dalam jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak
dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk
mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat
keturunan. Perkawinan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh
perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk
hidup bergaul guna memelihara kelangsungan manusia di bumi.
Menurut Kartono (1992), Pengertian perkawinan merupakan suatu
institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat.
Sekalipun makna perkawinan berbeda-beda, tetapi praktek-prakteknya
perkawinan dihampir semua kebudayaan cenderung sama perkawinan
4
menunujukkan pada suatu peristiwa saat sepasang calon suami-istri
dipertemukan secara formal dihadapan ketua agama, para saksi, dan
sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmi dengan upacara
dan ritual-ritual tertentu.
Dalam pasal 1 Undang-Undang perkawinan tahun 1974 tersebut diatas
dengan jelas disebutkan, bahwa tujuan perkawinan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Menurut Walgito (2000), masalah pernikahan adalah hal yang
tidak mudah, karena kebahagiaan adalah bersifat reltif dan subyektif.
Subyektif karena kebahagiaan bagi seseorang belum tentu berlaku bagi
orang lain, relatif karena sesuatu hal yang pada suatu waktu dapat
menimbulkan kebahagiaan dan belum tentu diwaktu yang juga dapat
menimbulkan kebahagiaan.
5
Masa perkawinan adalah masa pasangan untuk mempersiapkan
diri ke jenjang perkawinan pelayanan kebidanan di awali dengan
pemeliharaan kesehatan para calon ibu. Remaja wanita yang akan
memasuki jenjang perkawinan perlu di jaga kondisi kesehatannya.
Kepada para remaja di beri pengertian tentang hubungan seksual yang
sehat, kesiapan mental dalam menghadapi kehamilan dan pengetahuan
tentang proses kehamilan dan persalinan, pemeliharaan kesehatan
dalam masa pra dan pasca kehamilan. Promosi kesehatan pada masa pra
kehamilan di sampaikan kepada kelompok remaja wanita atau pada
wanita yang akan menikah. Penyampaian nasehat tentang kesehatan
pada masa pra nikah ini di sesuaikan dengan tingkat intelektual para
calon ibu dan keadaan sosial budaya masyarakat.
Nasehat yang diberikan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti karena informasi yang diberikan bersifat pribadi dan
sensitif. Remaja yang tumbuh kembang secara biologis diikuti oleh
perkembangan psikologis dan sosialnya. Alam dan pikiran remaja perlu
diketahui. Remaja yang berjiwa muda memiliki sifat menantang,
sesuatu yang dianggap kaku dan kolot serta ingin akan kebebasan dapat
menimbulkan konflik didalam diri mereka. Pendekatan keremajaan
didalam membina kesehatan diperlukan. Penyampaian pesan kesehatan
dilakukan melalui bahasa remaja dengan memperhatikan aspek sosial
budaya setempat. Pemeriksaan kesehatan bagi remaja yang akan
menikah dianjurkan. Tujuan dari pemeriksaan tersebut adalah untuk
mengetahui secara dini tentang kondisi kesehatan pada remaja.
Data riset kesehatan dasar (riskesdas) mencatat, anak perempuan
yang menikah pertama kali pada usia sangat muda, 10-14 tahun cukup
tinggi, jumlahnya 4,8% dari jumlah perempuan usia 10-59 tahun.
Sedangkan yang menikah dalam rentang usia 16-19 tahun berjumlah
41,9%.
3. Aspek sosial budaya yang berkaitan dengan perkawinan
6
Perkawinan bukan hanya sekedar hubungan antara suami dan istri,
perkawinan memberikan buah untuk menghasilkan keturunan. Bayi
yang di lahirkan juga bayi yang sehat dan di rencanakan. Kegiatan
pembinaan yang di lakukan oleh bidan sendiri antara lain
mempromiskan kesehatan agar peran serta ibu dalam upaya kesehatan
ibu, anak dan keluarga meningkat. Pelayanan kesehatan ibu dan anak
yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga
berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita dan
anak pra sekolah sehat. Peningkatan kualitas pelayanan kebidanan ibu
dan anak tersebut di yakini memerlukan pengetahuan aspek sosial
budaya dalam penerapannya kemudian melakukan pendekatan-
pendekatan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap kebiasaan-
kebiasaan yang tidak mendukung peningkatan kesehatan ibu dan anak.
Misalnya di jawa tengah adanya anggapan bahwa ibu hamil
pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang
makan daging karena akan menyebabkan pendarahan yang banyak.
Salah satu contoh aspek sosial budaya perkawinan di provinsi Aceh
Perkawinan adalah sesuatu yang sangat sakral di dalam budaya
masyarakat. Aceh sebab hal ini berhubungan dengan nilai - nilai
keagamaan. Perkawinan pada masyarakat Aceh merupakan serangkaian
aktivitas yang terdiri dari beberapa tahap, mulai dari pemilihan jodoh
(suami/istri), pertunangan dan hingga upacara peresmian perkawinan.
Suatu kebiasaan bagi masyarakat Aceh, sebelum pesta perkawinan
dilangsungkan terlebih dahulu tiga hari tiga malam diadakan upacara
meugaca atau boh gaca (berinai) bagi penganti laki - laki dan penganti
perempuan di rumahnya masing - masing. Tampak kedua belah tangan
dan kaki pengantin dihiasi dengan inai.
Pada puncak peresmian perkawinan, maka diadakan acara
pernikahan. Setelah selesai acara nikah, linto baro di bimbing ke
pelaminan persandingan, di mana dara baro telah terlebih dahulu duduk
7
menunggu. Sementara itu dara baro bangkit dari pelaminan untuk
menyembah suaminya.
Penyembahan suami ini disebut dengan seumah teuot linto. Setelah
dara baro teuot linto, maka linto baro memberikan sejumlah uang
kepada dara baro yang disebut dengan pengseumemah (uang sembah).
Selama acara persandingan ini, kedua mempelai dibimbing oleh
seorang nek peungajo. Biasanya yang menjadi peungajo adalah seorang
wanita tua. Kemudian kedua mempelai itu diberikan makan dalam
sebuah pingan meututop (piring adat) yang indah dan besar bentuknya.
Selanjutnya kedua mempelai tadi di peusunteng (disunting) oleh sanak
keluarga kedua belah pihak yang kemudian diikuti oleh para jiran
( tetangga). Keluarga pihak linto baro menyuntingi (peusijuk/
menepung tawri) dara baro dan keluarga pihak dara baro menyuntingi
pula linto baro. Tiap - tiap orang menyuntingi selain menepung tawari
dan melekatkan pulut kuning di telinga temanten, juga member
sejumlah uang yang disebut teumentuk. Acara peusuntengini lazimnya
didahului oleh ibu linto baro, yang kemudian disusu oleh orang lain
secara bergantian.
Apabila acara peusunteng sudah selesai, maka rombongan linto
baro minta ijin untuk pulang ke rumahnya. Linto baro turut pula dibawa
pulang. Ada kalanya pula linto baro tidak dibawa pulang, ia tidur di
rumah dara baro, tetapi pada pagi - pagi benar linto baro sudah
meninggalkan rumah dara baro. karena malu menurut adat, bila linto
baro masih di rumah dara baro sampai siang.
8
bagaimana pasangan suami istri menjaga kualitas hubungan antar pribadi
dan pola-pola perilaku yang dimainkan oleh suami maupun istri, serta
kemampuan menghadapi dan menyikapi perbedaan yang muncul, sehingga
kebahagiaan dalam hidup berumah tangga akan tercapai.
9
BAB III
A. Kesimpulan
Sosial budaya terdiri dari dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial
berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat sekitar.
Sedangkan budaya berasal dari kata bodhya yang artinya pikiran dan akal
budi. Budaya juga diartikan sebagai segala hal yang dibuat manusia
berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta dan rasa.
Jadi kesimpulannya adalah sosial budaya merupakan segala hal yang
diciptakan manusia dengan pikiran dan budinya dalam kehidupan
bermasyarakat.
Aspek sosial budaya pada setiap perkawinan terdiri dari tiga fase, fase
pengenalan, fase penyesuaian dan fase penerimaan.
Faktor pendukung keberhasilan penyesuaian perkawinan mayoritas
subjek terletak dalam hal saling memberi dan menerima cinta, ekspresi
afeksi, saling menghormati dan menghargai, saling terbuka antara suami
istri.
Faktor penghambat yang mempersulit penyesuaian perkawinan
mayoritas subjek terletak dalam hal baik suami maupun istri tidak bisa
menerima perubahan sifat dan kebiasaan di awal pernikahan, suami maupun
10
istri tidak berinisiatif menyelesaikan masalah, perbedaan budaya dan agama
diantara suami dan istri, suami maupun istri tidak tahu peran dan tugasnya
dalam rumah tangga.
B. Saran
Kami menyadari bahwa Makalah ini banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan, maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca, untuk memperbaiki makalah selanjutnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Syafrudin.2009.Kebidanan komunitas.Jakarta:EGC
Maramis, W.F. & Yuwana, T.A. (1990). Dinamika Perkawinan Masa Kini.
Malang : Diana
http://id.wikipedia.orng/wiki/budaya
http://www.sarjanaku.com/2013/01/pengertian-perkawinan-makalah-
masalah.html
12