Kti Khairil Candra-2
Kti Khairil Candra-2
Kti Khairil Candra-2
KHAIRIL CANDRA
NIM. P05120218013
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
HALAMAN JUDUL
Disusun Oleh :
KHAIRIL CANDRA
P05120218013
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1. Tujuan Umum:
Thypoid.
a. Bagi Masyarakat.
Thypoid
c. Bagi Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan manajemen
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
D. Patofisiologi
ginjal, dan jaringan limpa (Curtis, 2006 dalam Muttaqin & Sari, 2011)
E. Patway
F. Manifestasi Klinis
Kemenkes RI (2013), menjelaskanbahwakumpulan gejala klinis
demam tifoid disebut sebagaisindrom demam tifoid. Beberapa gejala
klinis yang seringdijumpai adalah :
a. Demam
Demam atau panas adalah gejala utama demam tifoid. Pola
demam tifoid secara klasik digambarkan sebagai berikut: pada awal
sakit demam tidak terlalu tinggi lalu akan makin meningkat dari
hari ke hari, suhu pagi dibandingkan sore atau malam hari lebih
tinggi (step ladder fashion). Pada minggu ke-2 dan ke-3 demam
akan terus menerus (demam kontinu), demam akan menurun pada
akhir minggu ke-3 dan minggu ke-4 sampai mencapai suhu normal.
Komplikasi demam typoid terjadi pada fase demam di akhir
minggu ke-2 dan ke-3. Hati-hati apabila terjadi penurunan suhu
tubuh di akhir minggu ke-2 dan ke-3 karena dapat merupakan tanda
dan gejala komplikasi perdarahan dan perforasi saluran cerna.
b. Gangguan Saluran Pencernaan
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam
yang lama. Bibir kering dan kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan
kotor, ditutupi selaput kotor (coated tongue), ujung dan tepi lidah
tampak kemerahan, serta lidah tampak tremor. Pada anak balita
tanda dan gejala ini jarang ditemukan. Pasien sering mengeluh
nyeri perut, terutama region epigastrium (nyeri ulu hati), disertai
mual dan muntah. Sering dijumpai meteorismus, kontipasi,
dan/atau diare.
c. Gangguan Kesadaraan
Umumnya dijumpai gangguan kesadaran, kesadaran berkabut,
penurunan kesadaran karena typoidensefalopati, dan
meningoensefalitis. Sebaliknya mungkin dapat ditemukan gejala
psikosis (Organic Brain Syndrome)
d. Hepato splenomegaly
Hati dan atau limpa, ditemukan sering membesar. Pada
perabaan hati teraba kenyal dan nyeri tekan.
e. Bradikardia relatif dan gejala lain
Bradikardi relatif jarang ditemukan pada anak. Bradikardi
relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh
peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah
setiap peningkatan suhu 10C tidak diikuti peningkatan frekuensi
nadi 8 denyut dalam 1 menit. Gejala-gejala lain yang dapat
ditemukan pada demam typoid seperti pada ras kulit putih akan
tampak bercak-bercak bewarna merah muda (rose spot) berukuran
2-4 mm didaerah dada dan perut, namun pada ras kulit bewarna
bercak ini jarang sekali terlihat.
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah pada usus halus, tapi jarang
terjadi. Apabila komplikasi ini dialami oleh seorang anak, dapat
berakibat fatal. Komplikasi yang terjadi menurut Susilaningrum
(2013) antara lain:
1. Kompikasi Intestinal
a. Perdarahan usus
Jika perdarahan banyak maka akan terjadi melena yang dapat
disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan
b. Perforasi usus
Perforasi terjadi pada distal ileum. Perforasi yang tidak
disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara
dirongga peritoneum yaitu pekak hati menghilang dan terdapat
udata diantara hati dan diagfragma pada foto rontgen yang dibuat
dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat,
dinding abdomen yang tegang (defensemusculair), dan nyeri tekan.
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok
dan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia,
koaguolasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan
perinefritis
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan
artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)
(Kemenkes RI. 2013)
a. Pemeriksaan Fisik
1) Suhu tinggi.
2) Bau mulut karena demam lama.
3) Bibir kering dan kadang pecah-pecah.
4) Lidah kotor dan ditutup selaput putih (coated tongue), jarang
ditemukan pada anak.
5) Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor.
6) Nyeri tekan regio epigastrik (nyeri ulu hati).
7) Hepatosplenomegali.
8) Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti
oleh peningkatan frekuensi nadi).
b. Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut
1) Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa apatis
dengan kesadaran seperti berkabut. Bila klinis berat, pasien
dapat menjadi somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala
psikosis (organic brain syndrome).
2) Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah perifer lengkap
Hitung lekosit total menunjukkan leukopeni (<5000 per
mm3), limfositosis relatif, monositosis, aneosinofilia dan
trombositopenia ringan. Pada minggu ketiga dan keempat
dapat terjadi penurunan hemaglobin akibat perdarahan hebat
dalam abdomen.
2) Pemeriksaan serologi Widal
Dengan titer O 1/320 diduga kuat diagnosisnya adalah
demam typoid. Reaksi widal negatif tidak menyingkirkan
diagnosis typoid. Diagnosis demam typoid dianggap pasti
bila didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan
ulang dengan interval 5-7 hari.
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela,
fimbriae atau fili S. typhi dan berstruktur kimia protein. S.
typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga
dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif
pada pemanasan di atas suhu 60 °C dan pada pemberian
alkohol atau asam.
Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul)
yang melindungi kuman dari fagositosis dengan struktur
kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam
pada suhu 60 °C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen
ini digunakan untuk mengetahui adanya karier.
Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel
yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan
peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan
sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin
dan protein nonporin. Porin merupakan komponen utama
OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan
merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi
solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten terhadap
proteolisis dan denaturasi pada suhu 85–100 °C. Protein
nonporin terdiri atas protein OMP A, protein a dan
lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi
fungsinya masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa
peneliti menemukan antigen OMP S typhi yang sangat
spesifik yaitu antigen protein 50 kDa/52 kDa.
Tes lain yang lebih sensitif dan spesifik terutama untuk
mendeteksi infeksi akut tifus khususnya Salmonella serogrup
D dibandingkan uji Widal dan saat ini sering digunakan
karena sederhana dan cepat adalah tes TUBEX®. Tes ini
menggunakan teknik aglutinasidengan menggunakan uji
hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test).
1. Pengkajian
e. Pemeriksaan fisik
Sumber: Haryono. 2012 dan Kyle & Carman. (2015)
1. Keadaan umum
Klien tampak lemah, pengeluaran keringat berlebihan, bibir
kering, menggigil, tingkat kesadaran compos mentis sampai
terjadi shock.
2. Tanda-tanda vital
Tekana darah : 109/72 mmHg - 120/80 mmHg klien
hipertermia biasanya dibawah angka
normal.
Nadi : 70-120 x/menit pada klien hipertermia nadi
akan teraba lemah akan tetapi cepat.
Respirasi :12-20 x/menit
Suhu : >38ºC
f. Pemeriksaan chepalocaudal
1. Pemeriksaan kepala
Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis
Lidah : Tampak kotor dan berwarna putih
2. System Penglihatan
Pada pasien hipertermia mengeluh sering sakit kepala dan
pusing.
3. System Pendengaran
Pada pasien demam tifoid biasannya terdapat kelainan tuli
ringan atau otitis media.
4. Sistem Pernapasan
Pasien dengan hipertermia bila gejala telah lanjut klien
mengeluh sesak nafas, pernafasan dangkal
1. Sistem Kardiovaskuler
Pasien dengan hipertermia klien hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hasil tekanan darah menurun, nadi meningkat, nadi
perifer teraba lemah.
2. Sistem Hematologi
Pasien dengan demam tifoid hasil pemeriksaan
laboratorium biasanya hemoglobin biasanya mengalami
penurunan, Trombosit mengalami peningkatan
3. Sistem Pencernaan
Pada pasien demam tifoid dengan diagnosa hipertermia
biasanya mukosa bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup
selaput putih kotor, mulut terasa pahit, fungsi mengunyah
pahit. Abdomen kembung (meteorismus), nyeri perut pada
perabaan, nafsu makan menurun, mual muntah, terdapat
pembesaran limpa dan hati (hepato dan splemagali), bisisng
usus melemah.
4. Sistem Urogential
Pada pasien tifoid kadang-kadang diare atau konstipasi,
produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari
normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam
5. Sistem Integumen
Pada pasien hipertermia biasanya, turgor kulit menurun,
kulit pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
6. Pemeriksaan ekstremitas
Telapak tangan dan kaki berwarna kekuningan/tampak pucat,
terjad kelemahan dan nyeri pada otot.
g. Data penunjang
Menurut (Kemenkes RI, 2013) :
1. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leucopenia,
limposfosistis relative dan aneosinifilia.
2. Darah untuk kultur (biakan empedu)
Biakan empedu hasil salmonella tiyphosa dapat ditemukan
dalam darah pasien pada minggu pertama dirawat di rumah
sakit, selanjutnya lebih sering ditemukan di urine dan feses
3. Pemeriksaan widal
Untuk diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat
anti terhadap antigen O. Titer yang bernialai 1/320 atau lebih
menunjukkan kenaikan progresif.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu,
keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan
yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk
pemilihan intervensi keperawatan, untuk mencapai hasil yang merupakan
tagggung jawab perawat. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
demam tifoid dibuat berdasarkan manifestasi klinik yang ada lalu
dimodifikasi permasalahan penyakit yang berhubungan dengan demam
tifoid yaitu (Nurjannah, 2013): Diagnosa keperawatan yang dapat
ditemukan pada klien dengan kasus demam tifoid berdasarkan respon
klien yang disesuaikan dengan SDKI, 2016 yaitu:
1) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (SDKI)
Table 2.1 Diagnosa Keperawatan
3. Rencana keperawatan
Menurut Juddith (2014), perencanaan keperawatan adalah rencana
keperawatan kepada klien sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan
sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi. Dalam teori perencanaan
keperawatan dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil
berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar
Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
SLKI menggambarkan respon pasien terhadap tindakan keperawatan
sedangkan SIKI menggambarkan intervensi/ tindakan keperawatan dalam
rencana keperawatan. Pada perencanaan ini perawat menetapkan tujuan
dan hasil yang diharapkan bagi pasien serta mencapai tujuan dan kriteria
hasil (SDKI, 2017).
Perencanaan keperawatan disesuaikan dengan kondisi dan fasilitas yang
ada, sehingga rencana tindakan dapat diselesaikan dengan Spesifik,
Measure, Arhieverble, Rasional, Time (SMART) selanjutnya
akandiuraikan rencana asuhan keperawatan dari diagnosa yang ditegakkan
(SDKI)
Tabel 2.2 Rencana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Demam Thypid
Tujuan
N DIAGNOSA SLKI SIKI RASIONAL
O
1 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Identifikasi penyebab 1. Informasi ini menentukan data
proses penyakit (Sdki, selama…….. x 24 jam dasar bagi kondisi pasien dan
hipertermia (mis, dehidrasi,
D0130) Diharapkan : memandu intervensi keperawatan
Subjektif SLKI: Termoregulasi terpapar lingkungan panas,
(tidak tersedia) Ditingkatkan ke
penggunaan inkubator )
Objektif level….
Suhu tubuh diatas Dipertahankan ke 2. Monitor suhu dan tanda
nilai normal level… 2. Peningkatan deyut nadi, penurunan
tanda vital lainnya
Data minor: Keterangan level: tekanan vena sentral dan penurunan
Subjekti 1. Memburuk 3. Tempatkan pasien tekanan darah dapat
(tidak tersedia) 2. Cukup memburuk mengindikasikan hipovolemia
keruangan yang nyaman,
Objektif 3. Sedang yang mengarah pada penurunan
Kulit merah 4. Cukup membaik atur suhu jangan terlalu perfusi jaringan peningkatan
Takikardi 5. Membaik frekuensi pernapasan
dingin atau terlalu panas
Kejang berkompensasi pada hipoksio
Takipnea Dengan criteria 4. Berikan cairan atau minum jaringan
Kulit terasa hangat hasil: yang cukup
1. Suhu tubuh 3. Lingkungan yang sejuk dapat
1/2/3/4/5 5. Gunakan pakaian yang tipis, membantu untuk menurunkan suhu
2. Suhu kulit longgar menyerap keringat, tubuh radiasi
1/2/3/4/5 dan nyaman istiharat 4. Memenuhi kebutuhan cairan yang
3. Berkeringat saat kurang hipertemia membuat
panas 1/2/3/4/5 sesorang dehidrasi (kekurangan
4. Melaporan 6. Lakukan tepid sponge bath cairan ) dan juga Membantu untuk
kenyamanan suhu pada pasien untuk melembabkan membran mukosa
1/2/3/4/5 menurunkan suhu tubuh dan melarutkan zat tersebut
5. Kejang
1/2/3/4/5 7. Meningkatkan sirkulasi 5. Tindakkan untuk meningkatkan
udara kenyamanan pasien dan
menurunkan suhu tubuh
1. Definisi
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C).
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam
tubuh. Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi
(bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat –
obatan (Surinah dalam Hartini, 2015)
3. Penyebab
b. Kulit kemerah-merahan
Tanda pada hipertermia seperti kulit kemerah-merahan
disebabkan karena adanya vasodilatasi pembuluh darah.
Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal Hal ini berhubungan
dengan adanya produksi panas yang berlebih, kehilangan panas
berlebihan, produksi panas minimal, kehilangan panas minimal,
atau kombinasi antara keduanya.
c. Kejang
Kejang terjadi karena adanya peningkatan temperatur yang
tinggi sehingga otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi dan
peregangan dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan
yang tidak terkendali seperti kejang.
d. Takikardia
Takikardia merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau
ancaman syok, pernapasan yang memburuk, atau nyeri.
e. Takipnea
Takipnea merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau
ancaman syok, pernapasan yang memburuk, atau nyeri.
f.Kulit terasa hangat
Fase dingin pada hipertermia akan hilang jika titik pengaturan
hipotalamus baru telah tercapai. Dan selama fase plateau, dingin
akan hilang dan anak akan merasa hangat. Hal ini juga terjadi
karena adanya vasodilatasi pembuluh darah sehingga kulit menjadi
hangat.
2.4.2 Proses Pengaturan Suhu Tubuh
Menurut Ganong (2008) mekanisme pengaturan suhu tubuh dibagi
menjadi dua yaitu mekanisme yang diaktifkan oleh dingin dan
mekanisme yang diaktifkan oleh panas. Mekanisme yang diaktifkan
oleh dingin itu sendiri terdiri dari peningkatan produksi panas
(menggigil, lapar, peningkatan aktivitas voluntar, 13 peningkatan
sekresi norepinefrin dan epinefrin) dan penurunan pengeluaran panas
(vasokontriksi kulit, menggulung tubuh, dan horipilasi). Sedangkan
mekanisme yang diaktifkan oleh panas terdiri dari peningkatan
pengeluaran panas (vasodilatasi kulit, berkeringat, peningkatan
pernapasan) dan penurunan pembentukan panas (anoreksia, apati dan
inersia). Respons refleks yang diaktifkan oleh dingin dikontrol dari
hipotalamus posterior. Respons yang dihasilkan oleh panas terutama
dikontrol dari hipotalamus anterior, walaupun sebagian termoregulasi
terhadap panas masih tetap terjadi setelah deserebrasi setingkat rostral
mesensefalon. Rangsangan hipotalamus anterior menyebabkan
terjadinya vasodilatasi kulit dan pengeluaran keringat sehingga lesi di
regio ini menyebabkan panas. Pembentukan panas dapat berubah-ubah
akibat pengaruh mekanisme endokrin walaupun tidak terjadi asupan
makanan atau gerakan otot yang menjadi sumber utama panas.
Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan peningkatan pembentukan
panas yang cepat namun singkat. Hormon tiroid menimbulkan
peningkatan yang lambat namun berkepanjangan.
Menurut Asmadi (2008) sistem pengatur suhu tubuh terdiri atas
tiga bagian yaitu reseptor yang terdapat pada kulit dan bagian tubuh
lainnya, integrator didalam hipotalamus, dan efektor sistem yang
mengatur produksi panas dengan kehilangan panas. Reseptor sensori
yang paling banyak terdapat pada kulit. Kulit mempunyai lebih
banyak reseptor untuk dingin dan hangat dibanding reseptor yang
terdapat pada organ tubuh lain seperti lidah, saluran pernafasan,
maupun organ visera lainnya. Bila kulit menjadi dingin melebihi suhu
tubuh, maka ada tiga proses yang dilakukan untuk meningkatkan suhu
tubuh. Ketiga proses tersebut yaitu menggigil untuk meningkatkan
produksi panas, berkeringat untuk menghalangi kehilangan panas, dan
vasokontriksi untuk menurunkan kehilangan panas.
Hipotalamus integrator sebagai pusat pengaturan suhu inti berada
di preoptik area hipotalamus. Bila sensitif reseptor panas di
hipotalamus dirangsang, efektor sistem mengirim sinyal yang
memprakarsai pengeluaran keringat dan vasodilatasi perifer. Hal
tersebut dimaksudkan untuk menurunkan suhu, seperti menurunkan
produksi panas dan meningkatkan kehilangan panas. Sinyal dari
sensitif reseptor dingin di hipotalamus memprakarsai efektor untuk
vasokontriksi, menggigil, serta melepaskan epineprin yang
meningkatkan metabolisme sel dan produksi panas. Hal tersebut
dimaksudkan untuk meningkatkan produksi panas dan menurunkan
kehilangan panas. Efektor sistem yang lain adalah sistem saraf
somatis. Bila sistem ini dirangsang, maka seseorang secara sadar
membuat penilaian yang cocok, misalnya menambah baju sebagai
respons terhadap dingin, atau mendekati kipas angin bila kepanasan
(Asmadi,2008).
2.5.4 Indikasi
Menurut (Widyawati & Cahyanti, 2010) anak yang di berikan
terapi kompres hangat dan tepid sponge bath adalah anak yang
mengalami peningkatan suhu tubuh di atas normal yaitu 39ºC.
2.5.5 Kontraindikasi
Kontraindikasi pada terapi tepid sponge bath (Widyawati & Cahyanti,
2010) adalah:
1) Tidak ada luka pada daerah pemberian terapi tepid sponge bath
2) Tidak diberikan pada neonates
49
2) Persiapan pasien
Mengatur posisi pasien senyaman mungkin bagi pasien
3) Persiapan lingkungan
Mengatur lingkungan cukup cahaya, suhu dan terjaga privacy
4) Persiapan perawat
Perawat cuci tangan dan jika diperlukan menggunakan handscoon
5) Prosedur tindakan
a) Ukur suhu tubuh anak dan catat (sebelum tepid sponge baht
b) Pasang perlak dibawah tubuh anak
c) Buka seluruh pakaian anak dan selimut dengan handuk
d) Cek tempreatur air
e) Celupkan lap mandi dalam air hangat, peras sebelum digunakan
untuk menyeka
f) Letakan lap mandi lembab di aksila dan pangkal paha, ganti jika
sudah tidak hangat
g) Usap/ seka ekstremitas dengan dengan lembut selama 5 menit,
saat bersamaan ekstremitas yang lain ditutup dengan lap mandi
lembab
h) Lanjutkan menyeka pada ekstremitas yang lain, kemudian seka
dada dan abdomen selama 5 menit
i) Balikkan klien seka punggung sampai bokong selama 5-10 menit
j) Ukur suhu setiap 15 menit
k) Lanjutkan tepit sponge bath sampai suhu tubuh anak mendekati
normal (38ºC) hentikan prosedur jika anak kedinginan atau
menggigil
l) Ganti handuk dengan selimut tidur
m)Pakaikan anak baju yang tipis dan mudah menyerap keringat
d. Fase terminasi
a) Evaluasi subjektif dan objektif Menanyakan bagaimana perasaan
pasien setelah dilakukan penerapan tepid sponge bath
b) Rencana tindakan lanjut
Akan diberikan penerapan tepid sponge bath pada hari selanjutnya
c) Kontrak yang akan dating
METODOLOGI PENELITIAN
c. Studi dokumentasi
Instrumen dilakukan dengan mengambil data dari MR (Medical
Record), mencatat pada status pasien, mencatat hasil laboratorium,
melihat cataan harian perawat ruangan, mencatat hasil pemeriksaan
diagnostik.
4. Veracity
Prinsip veracity atau kejujuran menekankan peneliti untuk
menyampaikan informasi yang benar. Peneliti memberikan informasi
mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian kepada keluarga
responden.
5. Justice