Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa demokrasi terpimpin bermula ketika Presiden Soekarno menyimpulkan


bahwa telah muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara
karena gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan
rentetan peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni
1959. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959,
dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka, mengumumkan Dekrit Presiden mengenai
pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah
sistem demokrasi yakni Demokrasi Terpimpin.

Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia,


yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Pada bulan
5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di
bawah dekrit presiden. Soekarno juga membubarkan Konstituante yang ditugasi
untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan
diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan "Kembali
ke UUD' 45".Soekarno memperkuat tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat
para jendral militer ke posisi-posisi yang penting.

Dekrit yang dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959
mendapatkan sambutan dari masyarakat Republik Indonesia yang pada waktu itu
sangat menantikan kehidupan negara yang stabil. Namun kekuatan dekrit tersebut
bukan hanya berasal dari sambutan yang hangat dari sebagian besar rakyat Indonesia,
tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh unsur-unsur penting negara
lainnya, seperti Mahkamah Agung dan KSAD.1 Dengan dikeluarkannya Dekrit
Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli 1959, diganti dengan

1
Kabinet Kerja. Dalam kabinet tersebut Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana
menteri, sedangkan Ir. Djuanda bertindak sebagai menteri pertama.

PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan


anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara
nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.

Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat
dukungan penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan
terhadap perlawanan penduduk adat.

Era "Demokrasi Terpimpin", yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan


kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum
buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang
mendesak. Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus
menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pelaksanaan demokrasi terpimpin?
1.2.2 Bagaimana peta kekuatan politik pada masa demokrasi terpimpin?
1.2.3 Bagaimana proses pembebasan Irian Barat?
1.2.4 Bagaimana politik luar negeri Mercusuar dan Konfrontasi dengan
Malaysia

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui bagaimana pelaksanaan demokrasi terpimpin
1.3.2 Mengetahui peta kekuatan politik pada masa demokrasi terpimpin
1.3.3 Mengetahui proses pembebasan Irian Barat
1.3.4 Mengetahui bagaimana politik luar negeri Mercusuar dan Konfrontasi
dengan Malaysia

2
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan


sebagai sumber informasi dan menjadi sumber pengetahuan dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam demokrasi
di Indonesia. Selain itu dapat menambah wawasan khususnya tentang
pelaksanaan demokrasi terpimpin, perkembangan politik, ekonomi,
sosial, dan budaya pada masa demokrasi terpimpin. Hal tersebut juga
menjadi pembelajaran bagi generasi penerus untuk belajar dari
pengalaman demokrasi Indonesia di jaman dulu agar bisa menciptakan
demokrasi yang lebih baik.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi


wacana baru, sekaligus memberikan pemahaman yang lebih mendalam
kepada masyarakat mengenai sejarah dan pelaksanaan demokrasi
terpimpin di Indonesia. Selain itu, dapat menjadikan motivasi untuk
pemerintah agar lebih tegas dan amanah dalam melakukan demokrasi
agar Indonesia dapat menjadi Negara yang adil dan makmur untuk
masyarakatnya.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin

2.1.1 Latar Belakang

Kehidupan sosial politik Indonesia pada masa Demokrasi Liberal (1950


hingga 1959) belum pernah mencapai kestabilan secara nasional. Kabinet yang silih
berganti membuat program kerja kabinet tidak dapat dijalankan sebagaimana
mestinya. Partai-partai politik saling bersaing dan saling menjatuhkan. Mereka lebih
mengutamakan kepentingan kelompok masing-masing. Di sisi lain, Dewan
Konstituante yang dibentuk melalui Pemilihan Umum 1955 tidak berhasil
menyelesaikan tugasnya menyusun UUD baru bagi Republik Indonesia. Padahal
Presiden Soekarno menaruh harapan besar terhadap Pemilu 1955, karena bisa
dijadikan sarana untuk membangun demokrasi yang lebih baik. Hal ini seperti yang
diungkapkan Presiden Soekarno bahwa “era ‘demokrasi raba-raba’ telah ditutup”.
Namun pada kenyataanya, hal itu hanya sebuah angan dan harapan Presiden
Soekarno semata.
Kondisi tersebut membuat Presiden Soekarno berkeinginan untuk mengubur
partai-partai politik yang ada, setidaknya menyederhanakan partai-partai politik yang
ada dan membentuk kabinet yang berintikan 4 partai yang menang dalam pemilihan
umum 1955. Untuk mewujudkan keinginannya tersebut, pada tanggal 21 Februari
1957, di hadapan para tokoh politik dan tokoh militer menawarkan konsepsinya untuk
menyelesaikan dan mengatasi krisis-krisis kewibawaan pemerintah yang terlihat dari
jatuh bangunnya kabinet.
Presiden juga menekankan bahwa Demokrasi Liberal yang dipakai saat itu
merupakan demokrasi impor yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat bangsa

4
Indonesia. Untuk itu ia ingin mengganti dengan suatu demokrasi yang sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia, yaitu Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi Terpimpin sendiri merupakan suatu sistem pemerintahan yang
ditawarkan Presiden Soekarno pada Februari 1957. Demokrasi Terpimpin juga
merupakan suatu gagasan pembaruan kehidupan politik, kehidupan sosial dan
kehidupan ekonomi. Gagasan Presiden Soekarno ini dikenal sebagai Konsepsi
Presiden 1957. Pokok-pokok pemikiran yang terkandung dalam konsepsi
tersebut, pertama, dalam pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem
demokrasi terpimpin yang didukung oleh kekuatan-kekuatan yang mencerminkan
aspirasi masyarakat secara seimbang. Kedua, pembentukan kabinet gotong royong
berdasarkan imbangan kekuatan masyarakat yang terdiri atas wakil partai-partai
politik dan kekuatan golongan politik baru yang diberi nama oleh Presiden Soekarno
golongan fungsional atau golongan karya.
Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden
Soekarno :
1. Dari segi keamanan nasional : Banyaknya gerakan separatis pada masa
demokrasi liberal, menyebabkan ketidakstabilan negara.
2. Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa
demokrasi liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh
kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan
ekonomi tersendat.
3. Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk
menggantikan UUDS 1950.
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali
oleh anjuran Soekarno agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan
UUDS 1950 adalah UUD 1945. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di
kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan
pemungutan suara yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante . Pemungutan suara
ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan
usulan Presiden Soekarno tersebut.

5
Hasil pemungutan suara menunjukan bahwa :
 269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945
 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat
direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui
usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal
137 UUDS 1950.
Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit
yang disebut Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1) Tidak berlaku kembali UUDS 1950
2) Berlakunya kembali UUD 1945
3) Dibubarkannya konstituante
4) Pembentukan MPRS dan DPAS

Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi yang berjalan antara


tahun 1959 sampai dengan tahun 1966, dimana dalam sistem demokrasi ini  seluruh
keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara yang kala itu dipegang
oleh Presiden Soekarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali
diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada
tanggal 10 November 1956. Adapun ciri-ciri demokrasi terpimpin sebagai berikut:
1) Dominasi presiden, Presiden Soekarno berperan besar dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
2) Terbatasnya peran partai politik.
3) Meluasnya peran militer sebagai unsur politik
4) Berkembangnya pengaruh Partai Komunis Indonesia.

Dasar demokrasi ini memberlakukan kembali UUD 1945. Dengan demikian,


demokrasi terpimpin dilaksanakekritan atas dasar pancasila dan UUD 1945.

2.1.2 Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin

6
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.
Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan
pada kepemimpinan Presiden Sukarno.Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno
adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.
Tugas Demokrasi terpimpin :
 Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak
setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih
mantap/stabil.
 Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi
Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena pada masa Demokrasi
parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara.
Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya:
Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi
(menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan
kekuasaan di tangan presiden).

Pelaksanaan Masa Demokrasi Terpimpin :


a. Kebebasan partai dibatasi
b. Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan.
c. Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
d. Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front
Nasional.

2.1.3 Dekrit Presiden

7
Pelaksanaan demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden
5 Juli 1959.
A. Latar Belakang dikeluarkan Dekrit Presiden

Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum


berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan
sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi
kehidupan masyarakat Indonesia.
Dekrit Presiden 1959 - Dimulainya Masa Demokrasi Terpimpin. Kegagalan
konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia
ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
Situasi politik yang kacau dan semakin buruk. Terjadinya sejumlah pemberontakan di
dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan
sparatisme.
Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional :
 Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara
sulit sekali untuk mempertemukannya.
 Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara
agar t ujuan partainya tercapai.
Demi menyelamatkan negara maka presiden melakukan tindakan mengeluarkan
keputusan Presiden RI No. 75/1959 sebuah dekrit yang selanjutnya dikenal dengan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

B. Tujuan dikeluarkan dekrit


adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan
untuk menyelamatkan negara.

C. Isi Dekrit Presiden adalah sebagai berikut :


1) Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
2) Pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 1950.

8
3) Pembubaran Konstituante

D. Reaksi dengan adanya Dekrit Presiden


 Rakyat menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas
politik yang telah goyah selama masa Liberal.
 Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit
Presiden.
 KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan
pengamanan Dekrit Presiden.
 DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya
untuk melakanakan UUD 1945.

E. Dampak Positif dan Negatif


Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai
berikut :
 Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
 Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan
negara.
 Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga
tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen
tertertunda pembentukannya.
Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai
berikut :
 Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD
45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan
pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.

9
 Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi
negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai
Orde Baru.
 Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak
Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang
disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa
sampai sekarang.

2.1.4 Penyimpangan- penyimpangan dari Pelaksanaan Demokrasi


Terpimpin

1) Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan
tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS  tunduk kepada
Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut
tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap
oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih
dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing
berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
 
2) Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2
Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan
UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus
melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki
anggota-anggota yang duduk di MPR.
Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat :
 Setuju kembali kepada UUD 1945

10
 Setia kepada perjuangan Republik Indonesia
 Setuju pada manifesto Politik.
Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan
daerah, dan 200 orang wakil golongan. Tugas MPRS terbatas pada menetapkan
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

3) Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena
DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya
menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk
oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR
harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut
bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat
membubarkan DPR.
Tugas DPR GR adalah sebagai berikut.
 Melaksanakan manifesto politik
 Mewujudkan amanat penderitaan rakyat
 Melaksanakan Demokrasi Terpimpin

4) Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara


Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan
Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri.
Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik,
8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS  adalah memberi
jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.
Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden
sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan
dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS

11
1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan
Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN
berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang
Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan
Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.

5) Pembentukan Front Nasional


Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959.
Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita
proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah
menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan
pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front
nasional adalah sebagai berikut :
 Menyelesaikan Revolusi Nasional
 Melaksanakan Pembangunan
 Mengembalikan Irian Barat

6) Pembentukan Kabinet Kerja


Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil
presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga
kali perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah sebagai berikut :
 Mencukupi kebutuhan sandang pangan
 Menciptakan keamanan negara
 Mengembalikan Irian Barat.

7) Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom


Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi
parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa

12
dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa
demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman
mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran
NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang
persatuan bangsa.
Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan
dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan
Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai
disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama saja dengan upaya
untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom sama saja
dengan menolak presiden.
Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan
dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan
mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM.
Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran
kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD
1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan
pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno
tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.

8) Adanya ajaran RESOPIM


Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan
Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno. Ajaran
Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
ke-16.
Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan
bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan
oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu
Presiden Sukarno.

13
Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga
tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan
adanya pemberian pangkat menteri kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal
kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu presiden.

9) Angkatan Bersenjata Republik Indonesia


TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut,
TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin
oleh Menteri Panglima Angkatanyang kedudukannya langsung berada di bawah
presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik
Indonesia.
10) Penataan Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik
secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi
oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat,
misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai
yang ada hanya tinggal 11 partai.
Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.
Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama
presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk
membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu
Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat
adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam
pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada
tanggal 17 Agustus 1960.

2.2 Peta Kekuatan Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin

14
Antara tahun 1960-1965, kekuatan politik pada waktu itu terpusat di tangan
Presiden Soekarno. Presiden Soekarno memegang seluruh kekuasaan negara dengan
TNI AD dan PKI di sampingnya. TNI, yang sejak kabinet Djuanda diberlakukan
S.O.B. kemudian pemberontakan PRRI dan Permesta pada tahun 1958, mulai
memainkan peranan penting dalam bidang politik.
Dihidupkannya UUD 1945 merupakan usulan dari TNI dan didukung penuh
dalam pelaksanaannya. Menguatnya pengaruh TNI AD, membuat Presiden Soekarno
berusaha menekan pengaruh TNI AD, terutama Nasution dengan dua taktik, yaitu
Soekarno berusaha mendapat dukungan partai-partai politik yang berpusat di Jawa
terutama PKI dan merangkul angkatan-angkatan bersenjata lainnya terutama
angkatan udara.
Kekuatan politik baru lainnya adalah PKI. PKI sebagai partai yang bangkit
kembali pada tahun 1952 dari puing-puing pemberontakan Madiun 1948. PKI
kemudian muncul menjadi kekuatan baru pada pemilihan umum 1955. Dengan
menerima Penetapan Presiden No. 7 1959, partai ini mendapat tempat dalam
konstelasi politik baru. Kemudian dengan menyokong gagasan Nasakom dari
Presiden Soekarno, PKI dapat memperkuat kedudukannya. Sejak saat itu PKI
berusaha menyaingi TNI dengan memanfaatkan dukungan yang diberikan oleh
Soekarno untuk menekan pengaruh TNI AD.

Kekuatan politik pada masa demokrasi terpimpin terpusat di tangan Presiden


Soekarno. Presiden Soekarno memegang seluruh kekuasaan negara dengan TNI AD
dan PKI di sampingnya. TNI, yang sejak kabinet Djuanda diberlakukan S.O.B.
kemudian pemberontakan PRRI dan Permesta pada tahun 1958, mulai memainkan
peranan penting dalam bidang politik. Menguatnya pengaruh TNI AD, membuat
Presiden Soekarno berusaha menekan pengaruh TNI AD, terutama Nasution dengan
dua taktik, yaitu Soekarno berusaha mendapat dukungan partai-partai politik yang
berpusat di Jawa terutama PKI dan merangkul angkatan-angkatan bersenjata lainnya
terutama angkatan udara.

15
Kekuatan politik baru lainnya adalah PKI. PKI sebagai partai yang bangkit
kembali pada tahun 1952 . PKI kemudian muncul menjadi kekuatan baru pada
pemilihan umum 1955. Dengan menerima Penetapan Presiden No. 7 1959, partai ini
mendapat tempat dalam konstelasi politik baru. PKI dapat memperkuat
kedudukannya. Sejak saat itu PKI berusaha menyaingi TNI dengan memanfaatkan
dukungan yang diberikan oleh Soekarno untuk menekan pengaruh TNI AD. PKI
berusaha untuk mendapatkan citra yang positif di depan Presiden Soekarno. PKI
menerapkan strategi “menempel” pada Presiden Soekarno.

PKI mampu memanfaatkan ajaran Nasakom yang diciptakan Soekarno sebaik-


sebaiknya. Kedudukan PKI semakin kuat dan respektabilitasnya sebagai kekuatan
politik sangat meningkat. Berbagai pidato Soekarno dikutip disesuaikan sedemikian
rupa sehingga seolah-olah sejalan dengan gagasan dan cita-cita PKI. PKI terus
meningkatkan kegiatannya dengan berbagai isu yang memberi citra kepada PKI
sebagai partai paling Manipolis dan pendukung Presiden Soekarno yang paling setia.

Ketika Presiden Soekarno gagal membentuk kabinet Gotong Royong


(Nasakom) pada tahun 1960 karena mendapat tentangan dari kalangan Islam dan TNI
AD, PKI mendapat kompensasi tersendiri dengan memperoleh kedudukan dalam
MPRS, DPRGR, DPA dan Pengurus Besar Front Nasional serta dalam Musyawarah
Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR). Kondisi ini mendorong pimpinan TNI AD
berusaha untuk mengimbanginya dengan mengajukan calon-calon lain sehingga
menjadi pengontrol terhadap PKI dalam komposisinya. Upaya ini tidak mencapai
hasil yang optimal karena Presiden Soekarno tetap memberikan porsi dan posisi
kepada anggota PKI.

Ketika TNI AD mensinyalir adanya upaya dari PKI melakukan tindakan


pengacauan di Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi
Selatan, pimpinan TNI AD mengambil tindakan berdasarkan UU Keadaan Bahaya
mengambil tindakan terhadap PKI dengan melarang terbitnya Harian Rakyat dan
dikeluarkan perintah penangkapan Aidit dan kawan-kawan, namun mereka berhasil
lolos. Kegiatan-kegiatan PKI-PKI di daerah juga dibekukan. Namun tindakan TNI

16
AD ini tidak disetujui oleh Presiden Soekarno dan memerintahkan segala keputusan
dicabut kembali. Presiden Soekarno melarang Peperda mengambil tindakan politis
terhadap PKI.

Pada akhir tahun 1964, PKI disudutkan dengan berita ditemukannya dokumen
rahasia milik PKI tentang Resume Program Kegiatan PKI Dewasa ini. Dokumen
tersebut menyebutkan bahwa PKI akan melancarkan perebutan kekuasaan. Namun
pimpinan PKI, Aidit, menyangkal dengan berbagai cara dan menyebutnya sebagai
dokumen palsu.

Namun PKI melakukan tindakan sebaliknya dengan melakukan sikap ofensif


dengan melakukan serangan politik terhadap Partai Murba dengan tuduhan telah
memecah belah persatuan Nasakom, dan akan mengadakan kudeta serta akan
membunuh ajaran dan pribadi Presiden Soekarno. Upaya-upaya PKI ini membawa
hasil dengan ditangkapnya tokoh-tokoh Murba, diantaranya Soekarni dan partai
Murba dibekukan oleh Presiden Soekarno.

Merasa kedudukannya yang semakin kuat PKI berusaha untuk memperoleh


kedudukan dalam kabinet. Berbagai upaya dilakukan PKI mulai dari aksi corat-coret,
pidato-pidato dan petisi-petisi yang menyerukan pembentukan kabinet Nasakom.
Mereka juga menuntut penggantian pembantu-pembantu Presiden yang tidak mampu
merealisasikan Tri Program Pemerintah, serta mendesak supaya segera dibentuk
Kabinet Gotong-Royong yang berporoskan Nasakom.

Terhadap TNI AD pun, PKI melakukan berbagai upaya dalam rangka


mematahkan pembinaan teritorial yang sudah dilakukan oleh TNI AD. Seperti
peristiwa Bandar Betsy (Sumatera Utara), Peristiwa Jengkol. Upaya merongrong ini
dilakukan melalui radio, pers, dan poster yang menggambarkan setan desa yang harus
dibunuh dan dibasmi. Tujuan politik PKI disini adalah menguasai desa untuk
mengepung kota.

kekuatan politik pada masa demokrasi terpimpin terpusat di tangan presiden


Soekarno dengan, 3 kekuatan politik demokrasi terpimpin, kekuatan politik masa

17
demokrasi terpimpin, kekuatan politik pada masa demokrasi terpimpin, pendukung
soekarno pd d terpimoin, peta kekuatan masa demokrasi terpimpin dan orde baru
adalah, peta kekuatan politik nasional masa demokrasi terpimpin, tige kekuatan
politik pada era demokrasi terpimpin

2.3 Pembebasan Irian Barat

Pembebasan Irian Barat merupakan salah isu kedaulatan terbesar pada awal
masa kemerdekaan Republik Indonesia. Konflik ini muncul ketika Belanda tidak
bersedia untuk menyerahkan Irian Barat ke dalam bagian NKRI, dan memilih untuk
menjadikan wilayah itu sebagai negara boneka. Konflik perebutan wilayah ini
menguras banyak energi tokoh-tokoh NKRI untuk tetap menjaga kesatuan
wilayahnya. Untuk mempertahankan Irian Barat, mereka berjuang melalui berbagai
jalur mulai dari diplomasi hingga militer.

A. Latar Belakang Masalah Irian Barat

Pada awalnya, Irian Barat merupakan wilayah jajahan Belanda dan bagian
dari kesatuan dari pulau-pulau lain di Indonesia dalam Hindia Belanda. Namun,
ketika penyerahan kemerdekaan kepada RI, Irian Barat belum disertakan di
dalamnya. Hal ini menyebabkan kepemilikan wilayah itu menjadi permasalahan
antara RI dan Belanda, sehingga munculah upaya pembebasan Irian Barat dari tahu
1945-1963.

Dalam sidang BPUPKI ditegaskan bahwa wilayah Republik Indonesia


mencakup seluruh wilayah bekas Hindia Belanda,  yang terbentang dari Sabang

18
sampai Merauke. Oleh karena itu, ketika Indonesia merdeka maka Irian Barat sudah
seharusnya ikut merdeka. Namun, Belanda tidak mau mengakui kemerdekaan
Indonesia, tetapi justru melakukan agresi ke NKRI, sehingga berkobarlah perang
kemerdekaan (1945-1949). Akibat perjuangan Indonesia dan dukungan forum
internasional, Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia melalui
Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949.

Kendati Belanda telah mengakui, namun dalam penyerahan kedaulatan


tersebut Irian Barat belum disertakan dan baru akan dirundingkan satu tahun
kemudian. Pada kenyataannya masalah Irian Barat tidak mudah untuk diselesaikan,
karena Belanda tetap bersikeras mempertahankan wilayah itu. Oleh karena itu,
tuntutan yang dilancarkan pihak Indonesia terus mengalami jalan buntu.

Meskipun mendapati jalan buntu, namun pemerintah Indonesia tidak putus


asa. Sebagai solusi pertama, Indonesia menggunakan jalur diplomasi untuk
merundingkan penyerahan Irian Barat ke Indonesia.

B. Perjuangan Pembebasan Irian Barat di Bidang Diplomasi

Setelah setahun, Irian masih tetap dikuasai oleh Belanda, dan usaha-usaha
secara bilateral telah mengalami kegagalan, maka Pemerintah Indonesia sejak tahun
1954 membawa permasalah Irian ke dalam sidang Majelis Umum PBB. Persoalan
Irian berulang kali dimasukkan ke dalam acara sidang Majelis Umum PBB, tetapi
tidak pernah berhasil memperoleh tanggapan positif.

Pada sidang Majelis Umum tahun 1957, Menteri Luar Negeri Indonesia,
Roeslan Abdulgani, menyatakan dalam pidatonya, ketika ikut dalam perdebatan
bahwa Indonesia akan menempuh jalan lain yang tidak akan sampai kepada perang
untuk menyelesaikan sengketa Irian dengan Belanda, jika sidang ke-12 PBB tidak
berhasil menyetujui resolusi Irian Barat.

19
Sayangnya, pidato dari menteri luar negeri tidak dapat merubah pendirian
negara-negara pendukung Belanda, sehingga resolusi yang disponsori 21 negara
termasuk Indonesia tidak dapat dimenangkan karena tidak mencapai 2/3 suara.
Negara-negara Barat masih kokoh mendukung posisi Belanda, malah sikap itu
bertambah kuat dengan adanya Perang Dingin antara Blok Timur dan Barat. Dengan
demikian pihak Belanda tetap tidak mau menyerahkan Irian Barat, bahkan mereka
tidak mempunyai keinginan untuk membicarakannya lagi.

Pembebasan Irian Barat merupakan sebuah tuntutan nasional yang didukung


oleh semua partai politik dan semua golongan. Tuntutan itu didasarkan atas
pembukaan UUD 45; “Untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah  darah Indonesia”.
Sementara Irian adalah bagian mutlak dari tumpah darah Indonesia. Itulah sebabnya,
kabinet-kabinet pada sistem parlementer tidak ada yang beranjak dari tuntutan
nasional itu.

Setelah jalan damai yang ditempuh selama satu dasawarsa belum berhasil
membebaskan Irian Barat, maka Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menempuh
jalan lain. Dalam rangka itu, pada tahun 1957 dilancarkan aksi-aksi pembebasan Irian
di seluruh tanah air, yang dimulai dengan pengambil-alihan perusahaan Belanda di
Indonesia oleh kaum buruh dan karyawan. Untuk mencegah anarki dan menampung
aspirasi rakyat banyak, maka Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Nasution
memutuskan untuk mengambil alih semua perusahaan milik Belanda dan
menyerahkannya kepada pemerintah.

Ketegangan antara Indonesia dan Belada mencapai puncaknya pada tanggal


17 Agus 1960. Pada tahun itu Indonesia secara resmi memutus hubungan diplomatik
dengan Pemerintah Belanda.

20
Kemudian, dalam sidang Majelis Umum PBB tahun 1961 kembali masalah
Irian diperdebatkan.Sekretaris Jenderal PBB, U Thant menganjurkan kepada salah
seorang diplomat Amerika Serikat, Ellsworth Bunker untuk mengajukan usulan
penyelesaian masalah Irian. Inti dari usulan Bunker secara singkat adalah “agar pihak
Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Republik Indonesia. Penyerahan
itu dilakukan melalui PBB dalam waktu dua tahun.”

Pemerintah RI pada prinsipnya dapat menyetujui usulan tersebut dengan


catatan agar waktu penyerahan diperpendek. Namun pemerintah Belanda mempunyai
pendapat sebaliknya. Mereka mau melepaskan Irian dengan membentuk dulu
perwakilan di bawah PBB untuk kemudian membentuk Negara Papua.Sikap Belanda
disambut oleh Indonesia dengan membulatkan tekad untuk mengadakan perjuangan
bersahabat. Presiden Soekarono memformulasikannya sebagai ”Politik konfrontasi
dengan uluran tangan. Palu godam disertai dengan ajakan bersahabat.”

C. Usaha Pembebasan Irian Barat di Bidang Militer

Dalam rangka persiapan militer untuk merebut irian melalui jalur konfrontasi,
Pemerintah Indonesia mencari bantuan senjata ke luar negeri. Pada awalnya senjata
diharapkan diperoleh dari negara-negara Blok Barat, khususnya Amerika, tetapi tidak
berhasil. Kemudian usaha pembelian senjata dialihkan ke Uni Soviet,

Pada Desember 1960, Jenderal Nasution bertolak ke Moskow untuk


mengadakan perjanjian pembelian senjata. Kemudian pada tahun 1961, Jenderal
Nasution mengunjungi beberapa negara : India, Pakistan, Australia, Jerman, Prancis,
Inggris dll untuk mendengar sikap negara-negara itu, jika terjadi perang antara
Indonesia dengan Belanda. Kesimpulan yang diperoleh Kasad bahwa negara-negara
tersebut tidak mempunyai keterikatan dengan Belanda dalam bidang bantuan militer,
meskipun negara-negara tersebut menekankan supaya perang dihindari dan bahkan
ada yang mendukung posisi Belanda.

21
Di pihak lain, Belanda mulai menyadari apabila Irian Barat tidak segera
diserahkan kepada Indonesia, maka lawannya akan berusaha membebaskan Irian
dengan kekuatan militer. Belanda tidak tinggal diam melihat persiapan-persiapan
yang dilakukan oleh Indonesia. Awalnya mereka mengajukan protes kepada PBB
dengan menuduh Indonesia melakukan agresi. Selanjutnya Belanda memperkuat
kedudukannya di Irian dengan mendatangkan bantuan dan mengirimkan kapal
perangnya ke perairan Irian di antaranya kapal induk Karel Doorman.

Pada tanggal 19 Desember 1961, pemerintah mengeluarkan Tri Komando


Rakyat (Trikora) yang berisi:

1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda


2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat, tanah air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan
dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Dengan diucapkannya Trikora maka dimulailah konfrontasi melawan
Belanda. Pada tanggal 2 Januari 1962, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan
No. 1 tahun 1962 untuk membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat.

Awalnya Belanda meremehkan persiapan-persiapan Komando Mandala


tersebut. Mereka menganggap pasukan Indonesia tidak mungkin dapat masuk ke
wilayah Irian. Akan tetapi setelah operasi-operasi infiltrasi dari pihak Indonesia
berhasil yang di antaranya terbukti dengan jatuhnya Teminabuan ke tangan Indonesia,
maka Belanda akhirnya bersedia untuk duduk di meja perundingan. Tidak hanya
Belanda, dunia luar yang dulunya mendukung posisi Belanda di Forum PBB mulai
mengerti bahwa Indonesia tidak main-main.

Pemerintah Belanda juga banyak mendapat tekanan dari Amerika Serikat


untuk berunding. Desakan ini untuk mencegah terseretnya Unni Soviet dan Amerika
Serikat ke dalam suatu konfrontasi langsung di Pasifik, di mana masing-masing pihak

22
memberi bantuan kepada Indonesia dan Belanda. Sehingga, pada tanggal 15 Agustus
1962, ditandatangani suatu perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan
Pemerintah Belanda di New york.

Perjanjian New York dibuat berdasarkan prinsip-prinsip yang diusulkan oleh


Delegasi Amerika Serikat, Ellsworth Bunker, yang oleh Sekretaris Jenderal PBB
diminta untuk menjadi penengah. Persoalan terpenting dari perjanjian ini adalah
mengenai penyerahan pemerintahan di Irian Barat dari pihak Kerajaan Belanda
kepada PBB. Untuk kepentingan tersebut maka dibentuklah United Nation
Temporary Excecutive Authority (UNTEA) yang pada waktunya akan menyerahkan
Irian Barat ke Indonesia sebelum tanggal 1 Mei 1963.
Sementara Indonesia mendapat kewajiban untuk mengadakan Penentuan
Pendapat Rakyat di irian sebelum akhir 1969, dengan ketentuan bahwa: kedua belah
pihak, Indonesia dan Belanda, akan menerima hasil referendum itu.  Dedangkan
pemulihan hubungan diplomatik keduanya akan dilakukan npada tahun 1963 itu juga,
dengan pembukaan Kedutaan Besar Indonesia di Den Haag dan Kedutaan Besar
Belanda di Jakarta.

Kondisi Irian Barat sendiri sangat memprihatinkan selama berada di bawah


Belanda. Tidak ada warisan belanda yang bisa dipakai sebagai modal untuk
membangun daerah itu. Rakyat Irian sama sekali belum diajari untuk
menghasilkanbarang-barang yang mempunyai nilai jual, karena semua barang
didatangkan dari luar negeri. Oleh karena itu, pembangunan Irian menjadi salah satu
tantangan negara yang masih muda ini. Itukah sebabnya Presiden Soekarno
mengatakan bahwa pembangunan Irian termasuk ke dalam Trikora.

D. Operasi-Operasi Pembebasan Irian Barat

Pada tanggal 17 Agustus 1960, pemerintah Indonesia memutus hubungan


diplomatik dengan Belanda. Setelah Trikora diserukan Soekarno pada tanggal 18

23
Desember 1961 di Yogyakarta, selanjutnya diadakan rapat Dewan Pertahanan
Nasional dan Gabungan Kepala Staf serta Komando Tertinggi Pembebasan Irian
Barat yang memutuskan untuk membentuk:

1. Provinsi Irian Barat gaya baru dengan putra Irian sebagai gubernurnya.
2. Komando Mandala yang langsung memimpin kesatuan-kesatuan Abri
dalam tugas merebut Irian Barat.
Pembentukan Provinsi Irian Barat diputuskan melalui penetapan presinden
No. 1/1962 dengan ibukota baru Jayapura (pada masa Belanda dinamai Hollandia).
Sesuai dengan Trikora kesiapan di semua bidang diperkuat. Sistem gabungan kepala
staf dan pimpinan angkatan bersenjata berdiri langsung di bawah Panglima Tertinggi.
Angkatan Udara RI pada tanggal 10 Januari 1962 meresmikan pembentukan
Komando Regional Udara I-IV.

Selaku Panglima Mandala ditunjuk Brigadir Jenderal Soeharto dan Komanda


Mandala berpusat di Makassar. Pada tanggal 13 Januari 1962, Brigjen Soeharto
dilantik menjadi panglima Mandala dan dinaikkan pangkatnya menjadi Mayor
Jenderal. Di samping sebagai Panglima Mandala, Soeharto juga merangkap sebagai
Deputi Kasad Wilayah Indonesia bagian Timur.

Pada bulan Januari di tahun yang sama, juga ditetapkan susunan Komando
Tertinggi Pembebasan Irian Barat sebagai berikut:

a. Panglima Besar Komando Tertingggi Pembebasan Irian Barat: Presiden


Soekarno
b. Wakil Panglima Besar: Jenderal A. H. Nasution
c. Kepala Staf: Mayor Jenderal Ahmad Yani
Sementara susunan Komando Mandala:

1. Panglima Mandala: Mayor Jenderal Soeharto


2. Wakil Panglima I: Kolonel Laut Subono

24
3. Wakil Panglima II: Letkol Udara Leo Wattimena
4. Kepala Staf Umum,: Kolonel Ahmad Tahir
Pada tanggal 15 januari 1962, terjadi peristiwa tragis yakni pertempuran Laut
Aru. Dalam pertempuran yang tidak seimbang antara MTB ALRI melawan kapal
perusak dan fregat belanda, gugur Deputi Kasal, Komodor Yos Sudarso.

Di tengah situasi yang semakin memanas, Trikora diperjelas dengan instruksi


Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat No. 1 kepada Panglima
Mandala yang berisi:

1. Merencakan, mempersiapkan dengan menyelenggarakan operasi-operasi


militer, dengan tujuan untuk mengembalikan wilayah provinsi Irian Barat
ke dalam kekuasaan NKRI.
2. Mengembangkan situasi di wilayah Provinsi Irian Barat
3. Sesuai dengan taraf-taraf perjuangan di bidang diplomasi.
4. supaya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya di wilayah Provinsi Irian
Barat dapat secara de facto menjadi daerah-daerah bebas atau berada di
bawah kekuasaan NKRI.
Untuk melaksanakan instruksi itu, Panglima Mandala menyusun strategi yang
dikenal dengan sebutan Strategi Panglima Mandala. Untuk mencapai tujuan dari
strategi itu, maka penyelesaiin tugas dibagi ke beberapa fase.

Sampai akhir tahun 1962, operasi difokuskan pada infiltrasi dengan


memasukkan 10 kompi ke sasaran-sasaran tertentu untuk menciptakan daerah
bebas de factoyang kokoh. Kesatuan-kesatuan ini juga harus mengembangkan
penguasaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat.
Awal tahun 1963, operasi mulai masuk ke fase eksploitasi dengan
mengadakan serangan terbuka terhadap pusat militer lawan, dan menduduki pos-pos
pertahanan penting. Selanjutnya pada awal 1964, operasi akan memasuki fase
konsolidasi dengan menempatkan kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat.

25
E. Klimaks Pembebasan Irian Barat

Hingga triwulan ketiga 1962,terdapat perkembangan baru di bidang


diplomasi, sehingga jadwal penyelesaian tugas Operasi Mandala harus dipercepat
enam bulan. Infiltrasi melalui laut sebagian telah tercium oleh musuh dan mengalami
rintangan berat, mulai dari kapal-kapal Belanda sampai ombak yan gtinggi. Pada
bulan April 1962, dilakukan infiltrasi dari udara. Dengan demikian sampai tanggal 15
Agustus telah diinfiltrasikan 10 kompi.

Sementara itu, telah dipersiapkan pula operasi penentuan yang bernama


Operasi Jaya Wijaya dengan target pelaksanaan pada awal Agustus 1962. Tujuan dari
operasi ini adalah untuk merebut daerah Irian Barat. Operasi Jaya Wijaya dibagi atas
Operasi Jaya Wijaya I untuk merebut udara dan laut, Operasi Jaya Wijaya II
bertujuan merebut Biak, Operasi Jaya Wijaya III merebut Hollandia dari Laut, dan
Operasi Jaya Wijaya IV yang bertujuan merebut Hollandia dari udara.

Untuk melaksanakan operasi tersebut, Angkatan Laut Mandala di bawah


Kolonel Laut Sudomo membentuk Angkatan Tugas Amfibi 17, yang terdiri dari tujuh
gugus tugas, sedangkan Angkatan Udara membentuk enam kesatuan tempur baru.
Akan tetapi sebelum Operasi Jaya Wijaya ini dilaksanakan datanglah perintah dari
Presiden untuk menghentikan serangan pada tanggal 18 Agustus 1962.

Perintah presiden diikuti dengan surat perintah Panglima Mandala yang


ditujukan kepada seluruh pasukan dalam jajaran Mandala yang berada di daerah Irian.
Isi perintah panglima itu adalah: agar semua pasukan mentaati perintah penghentian
tembak-menembak dan mengadakan kontak dengan perwira-perwira peninjau PBB.
Surat perintah presiden tersebut dikeluarkan setelah menandatangani persetujuan
antara pemerintah RI dan Belanda mengenai Irian Barat di Markas Besar Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tanggal 15 Agustus 1962. Berhasilnya Trikora adalah berkat

26
kerjasama bidang militer dan diplomasi. Diplomasi tanpa adanya dukungan militer
akan sia-sia, seperti yang telah dialami sebelum keluarnya Trikora.

Operasi terakhir yang dilaksanakan adalah operasi Wisnu Murti yakni operasi
menghadapi penyerahan Irian Barat kepada pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Mei
1963. Dengan demikian, pada tanggal 1 Mei 1963 tugas Komando Mandala telah
selesai  dan komando tersebut secara resmi dibubarkan.

2.4 Politik Luar Negeri Mercusuar dan Konfrontasi dengan Malaysia

2.5.1 Politik Mercususar

Politik Mercusuar adalah politik yang dijalankan oleh Presiden


Soekarno pada masa demokrasi terpimpin yang bertujuan menjadikan
Indonesia sebagai mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi New Emerging
Forces (kekuatan baru yang sedang tumbuh) di dunia. Proyek-proyek besar
dan spektakuler pun diselenggarakan dengan harapan dapat menempatkan
Indonesia pada kedudukan terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek
tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah, di
antaranya pembangunan jalan-jalan, hotel-hotel mewah, toko serba ada
"Sarinah", Jembatan Semanggi, Tugu Monas, dan diselenggarakannya Ganefo
(Games of the New Emerging Forces) yang membutuhkan pembangunan
Gelanggang Olahraga (Gelora) Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi
asing.

Berikut adalah beberapa bangunan yagn termasuk dalam proyek


mercusuar.

27
1. Gedung CONEFO

Gedung Conference of the New Emerging Forces (CONEFO) yang


sekarang lebih dikenal sebagai Gedung DPR, MPR, dan DPD DKI Jakarta.
Dibangun dekat dengan Gelora Senayan/Gelora Bung Karno. Gedung besar
ini dibangun dalam jangka waktu 17 bulan, pembangunannya juga terhambat
oleh karena berlangsungnya peristiwa G30S/PKI .

2. Gelora Bung Karno

Gelora Bung Karno atau yang dahulu disebut Gelora Senayan ini
menjadi tempat dilaksanakannya GANEFO. Jika anda pikir bahwa Gelora
Bung Karno ini bangunan yang besar, tentu anda juga pasti berpikir berapa
lama waktu dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Pasti benar-benar lama.
Tidak pada kenyataanya. Gelora Bung Karno dibangun dalam jangka waktu
2,5 tahun. Bukan dengan jin atau semacamnya. Tetapi fakta mengatakan
bahwa Rusia pernah mengirimkan arsiteknya ke Indonesia, entah untuk
pembangunan Gelora Bung Karno atau yang lainnya.

3. Hotel Indonesia

Hotel Indonesia dibangun sebagai tempat menginap tamu-tamu


negara. Diresmikan oleh Soekarno pada tanggal 5 Agustus 1962 untuk
menyambut ajang GANEFO yang akan segera diadakan di Jakarta. Dirancang
oleh Abel Sorensen dan Istrinya yang berasal dari Amerika Serikat.
Menempati lahan seluas 25.082 meter persegi dan memiliki slogan "A
Dramatic Symbol of Free Nations Working Together".

4. Bendungan Jatiluhur

28
Bendungan terbesar di Indonesia ini dikatakan sebagai salah satu dari
sekian rencana pembangunan dari Proyek Mercusuar. Di Bendungan terdapat
pembangkit listrik yang berperan sebagai salah satu pemasok listrik terbesar
di bawah pengelolaan PT. PLN. Dengan daya tampung 12,9 milyar m3.

5. Masjid Istiqlal

Masjid ini juga merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara yang


dirancang oleh Arsitek asli Indonesia yaitu Friedrich Silaban. Pemancangan
tiang pertama oleh Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1951, dan selesai pada
tanggal 22 Februari 1953. Pembangunan Masjid ini sendiri menghabiskan
sekitar US$ 12 Juta (Rp 7 Triliun).

6. Jembatan Semanggi

Jembatan Semanggi dinamai sesuai bentuknya yaitu daun Semanggi,


jembatan tersebut terletak di daerah Karet, Semanggi, Setiabudi.
Pembangunan ini tidak sepenuhnya mendapat dukungan dari rakyat.
Masyarakat menilai bahwa proyek ini hanyalah proyek tidak bermanfaat yang
menghambur-hamburkan kas negara. Soekarno tentu tidak mundur dan
menampung pendapat masyarakat. Pembangunan dimulai tahun 1961.

7. Patung Selamat Datang

Patung setinggi 7 meter ini berdiri menghadap timur atau arah Bandar
Udara Kemayoran yang kini landasan pacunya adalah jalan raya untuk masuk
ke Jakarta International Expo (J.I. Expo) tempat diadakannya Jakarta Fair.
Tujuan dibangun patung ini adalah untuk menyambut tamu yang datang dari
arah Bandar Udara Kemayoran, terutama tamu negara GANEFO.

29
2.5.2 Konfrontasi dengan Malaysia

Masalah Malaysia merupakan isu yang menguntungkan PKI untuk


mendapatkan tempat dalam kalangan pimpinan negara. Masalah ini berawal dari
munculnya keinginan Tengku Abdul Rahman dari persekutuan Tanah Melayu dan
Lee Kuan Yu dari Republik Singapura untuk menyatukan kedua negara tersebut
menjadi Federasi Malaysia. Rencana pembentukan Federasi Malaysia mendapat
tentangan dari Filipina dan Indonesia. Filipina menentang karena memiliki keinginan
atas wilayah Sabah di Kalimantan Utara. Filipina menganggap bahwa wilayah Sabah
secara historis adalah milik Sultan Sulu..
Pemerintah Indonesia pada saat itu menentang karena menurut Presiden
Soekarno pembentukan Federasi Malaysia merupakan sebagian dari rencana Inggris
untuk mengamankan kekuasaanya di Asia Tenggara. Pembentukan Federasi Malaysia
dianggap sebagai proyek Neokolonialisme Inggris yang membahayakan revolusi
Indonesia. Oleh karena itu, berdirinya negara federasi Malaysia ditentang oleh
pemerintah Indonesia.
Untuk meredakan ketegangan di antara tiga negara tersebut kemudian diadakan
Konferensi Maphilindo (Malaysia, Philipina dan Indonesia) di Filipina pada tanggal
31 Juli-5 Agustus 1963. Hasil-hasil pertemuan puncak itu memberikan kesan bahwa
ketiga kepala pemerintahan berusaha mengadakan penyelesaian secara damai dan
sebaik-baiknya mengenai rencana pembentukan Federasi Malaysia yang menjadi
sumber sengketa. Konferensi Maphilindo menghasilkan tiga dokumen penting, yaitu
Deklarasi Manila, Persetujuan Manila dan Komunike Bersama. Inti pokok dari tiga
dokumen tersebut adalah Indonesia dan Filipina menyambut baik pembentukan
Federasi Malaysia jika rakyat Kalimantan Utara menyetujui hal itu.
Mengenai pembentukan Federasi Malaysia, ketiga kepala pemerintahan setuju
untuk meminta Sekjen PBB untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan ini
sehingga dapat diketahui keinginan rakyat di daerah-daerah yang akan dimasukan ke
dalam Federasi Malaysia. Kemudian ketiga kepala pemerintahan tersebut meminta
Sekjen PBB membetuk tim penyelidik. Menindaklanjuti permohonan ketiga

30
pimpinan pemerintahan tersebut, Sekretaris Jenderal PBB membetuk tim penyelidik
yang dipimpin oleh Lawrence Michelmore. Tim tersebut memulai tugasnya di
Malaysia pada tanggal 14 September 1963. Namun sebelum misi PBB menyelesaikan
tugasnya dan melaporkan hasil kerjanya, Federasi Malaysia diproklamasikan pada
tanggal 16 September 1963. Oleh karena itu, pemerintah RI menganggap proklamasi
tersebut sebagai pelecehan atas martabat PBB dan pelangggaran Komunike Bersama
Manila, yang secara jelas menyatakan bahwa penyelidikan kehendak rakyat Sabah
dan Serawak harus terlebih dahulu dilaksanakan sebelum Federasi Malaysia
diproklamasikan.
Presiden Soekarno tidak dapat menerima tindakan yang dilakukan oleh PM
Tengku Abdul Rahman karena menganggap referendum tidak dijalankan secara
semestinya. Hal itu merupakan suatu perwujudan dari “act of bad faith” dari Tengku
Abdul Rahman. Aksi-aksi demonstrasi menentang terjadi di Jakarta yang dibalas pula
dengan aksi-aksi demontrasi besar terhadap kedutaan RI di Kuala Lumpur, sehingga
pada tanggal 17 September 1963, hubungan diplomatik Indonesia Malaysia
diputuskan. Pemerintah RI pada tanggal 21 September memutuskan pula hubungan
ekonomi dengan Malaya, Singapura, Serawak dan Sabah. Pada akhir tahun 1963
pemerintah RI menyatakan dukungannya terhadap perjuangan rakyat Kalimantan
Utara dalam melawan Neokolonilisme Inggris.
Konflik di Asia Tenggara ini menarik perhatian beberapa negara dan
menghendaki penyelesaian pertikaian secara damai. Pemerintah Amerika Serikat,
Jepang dan Thailand berusaha melakukan mediasi menyelesaikan masalah ini.
Namun masalah pokok yang menyebabkan sengketa dan memburuknya hubungan
ketiga negara tersebut tetap tidak terpecahkan, karena PM Federasi Malaysia, Tengku
Abdul Rahman tidak menghadiri forum pertemuan tiga negara. Upaya lainnya adalah
melakukan pertemuan menteri-menteri luar negeri Indonesia, Malaysia dan Filipina
di Bangkok. Namun pertemuan Bangkok yang dilakukan sampai dua kali tidak
menghasilkan satu keputusan yang positif, sehingga diplomasi mengalami kemacetan.
Ditengah kemacetan diplomasi itu pada 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengucapkan
Dwi Komando Rakyat (Dwi Kora) di hadapan apel besar sukarelawan.

31
“Kami perintahkan kepada dua puluh satu juta sukarelawan Indonesia yang
telah mencatatkan diri: perhebat ketahanan revolusi Indonesia dan bantuan
perjuangan revolusioner rakyat-rakyat Manila, Singapura, Sabah, Serawak dan
Brunai untuk membubarkan negara boneka Malaysia”. (Taufik Abdullah dan AB
Lapian, 2012)
Untuk menjalankan konfrontasi Dwikora, Presiden Soekarno membentuk
Komando Siaga dengan Marsekal Madya Oemar Dani sebagai
Panglimanya.Walaupun pemerintah Indonesia telah memutuskan melakukan
konfrontasi secara total, namun upaya penyelesaian diplomasi terus dilakukan.
Presiden RI menghadiri pertemuan puncak di Tokyo pada tanggal 20 Juni 1964.
Ditengah berlangsungnya Konfrontasi Indonesia Malaysia, Malaysia dicalonkan
menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Kondisi ini mendorong
pemerintah Indonesia mengambil sikap menolak pencalonan Malaysia sebagai
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Sikap Indonesia ini langsung
disampaikan Presiden Soekarno pada pidatonya tanggal 31 Desember 1964. Presiden
Seokarno menegaskan bahwa :
“Oleh karenanya, jikalau PBB sekarang, PBB yang belum diubah, yang tidak
lagi mencerminkan keadaan sekarang, jikalau PBB menerima Malaysia menjadi
anggota Dewan Keamanan, kita, Indonesia, akan keluar, kita akan meninggalkan
PBB sekarang”. (Taufik Abdullah dan AB Lapian, 2012)
Dari pidato tersebut terlihat bahwa keluarnya Indonesia dari PBB adalah
karena masuknya Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Ketika tanggal 7 Januari 1965 Malaysia dinyatakan diterima sebagai anggota tidak
tetap Dewan Keamanan PBB, dengan spontan Presiden Sokearno menyatakan
“Indonesia keluar dari PBB”.Walaupun Indonesia sudah keluar dari PBB, sasaran-
sasaran yang ingin dicapai oleh pemerintah Indonesia terkait sengketa Indonesia
Malaysia dan perombakan PBB tetap tidak tercapai. Karena dengan keluarnya
Indonesai dari PBB, Indonesia kehilangan satu forum yang dapat digunakan untuk
mencapai penyelesaian persengketaan dengan Malaysia secara damai.

32
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia,


dimana seluruh keputusan serta pemikirannya berpusat pada pemimpin. Pada tanggal
5 Juli 1959, parlemen dibubarkan dan Presiden Soekarno menetapkan konstitusi di
bawah Dekrit Presiden. Soekarno juga membubarkan Konstituante sebagai penyusun
Undang-Undang Dasar yang baru, dan menyatakan diberlakukannya kembali UUD
1945. Soekarno memperkuat Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral
militer ke posisi-posisi yang penting.

PKI menyambut “demokrasi terpimpin” Soekarno dengan hangat dan


anggapan bahwa PKI mempunyai kekuasaan untuk persekutuan konsepsi, yaitu
antara nasionalisme, agama dan komunisme yang dinamakan NASAKOM. Di tahun
1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh
dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan
penduduk adat. Era 'demokrasi terpimpin' merupakan kolaborasi antara
kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-
pergerakan independen kaum buruh dan petani, dan gagal dalam memecahkan
masalah-masalah politik dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun,
cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer terus
berkembang.

Pada pelaksanaannya, demokrasi terpimpin mengalami berbagai bentuk


penyimpangan. Penyimpangan tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan politik
hanya pada presiden. Era tahun 1959-1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika
kebijakan-kebijakan presiden sangat mempengaruhi kondisi politik Indonesia.

33
Saran

Penulis berharap makalah ini bukan hanya untuk menjadi bacaan, namun
kajian yang terkandung di dalamnya terutama yang sesuai dengan UUD 1945, dapat
diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun bangsa ini telah
merdeka, nyatanya masih banyak rakyat yang tidak merasakan hasil dari
kemerdekaan itu. Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik kita perlu
menanamkan sikap demokratis.

Meskipun pemerintah memiliki kebijakan dan kekuasaan yang lebih tinggi,


kita patut untuk berpartisipasi di dalamnya. Misalnya, menaati norma dan aturan yang
berlaku serta berpartisipasi dalam bidang politik melalui pemilihan umum dan
keikutsertaan dalam partai politik. Kekuasaan dan kebijakan pemerintah pun tidak
boleh terlalu membebani masyarakat Indonesia. Pemegang kekuasaan harus bersikap
adil. Dengan begitu, keseimbangan partisipasi dari pemegang kekuasaan dan
masyarakat akan menjadi lebih baik. Indonesia akan menjadi negara yang adil,
makmur dan sejahtera.

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat


kekurangan baik dari segi penulisan maupun materi, sehingga penulis mengharapkan
saran dan kritikan dari rekan-rekan mahasiswa yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan makalah yang selanjutnya.

34
DAFTAR PUSTAKA

https://artikelmakalahbaru.wordpress.com/2018/02/03/makalah-lengkap-dinamika-
politik-masa-demokrasi-terpimpin/
http://rusdiaswaj.blogspot.com/2014/04/makalah-sejarah-demokrasi-terpimppin-
ma.html

https://readyygo.blogspot.com/2016/10/dinamika-politik-masa-demokrasi.html

https://satriaputra507.wordpress.com/2016/10/21/first-blog-post/

http://blogkuapadanya.blogspot.com/2013/06/makalah-masa-sistem-demokrasi-
terpimpin.html

https://www.velajaran.com/peta-kekuatan-politik-nasional-masa/

http://wawasansejarah.com/pembebasan-irian-barat/

http://galunekageminipakusadewo.blogspot.com/2010/11/politik-mercusuar.html

https://pengertianmenurutparaahli.org/pengertian-politik-mercusuar/

http://www.siswasekolah.com/page/477313.html

http://sarangopini.blogspot.com/2011/01/proyek-mercusuar-soekarno.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1959%E2%80%931965)

https://qudsfata.com/demokrasi-terpimpin/

35
LAMPIRAN

Klimaks Pembebasan Irian Barat


Presiden Soekarno

Presiden Soekarno bersama pihak


Gedung CONEFO
Belanda

Suasana saat operasi Pembebasan Irian


Barat
Gelora Bung Karno

36
Masjid Istiqlal
Hotel Indonesia

Jembatan Semanggi

Bendungan Jatiluhur

Patung Selamat Datang

37

Anda mungkin juga menyukai