Makalah PKN Kelompok 1 PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 12

Pendekatan PKn Sebagai Pendidikan Nilai dan Moral

di SD Dalam Standart Isi PKn di SD

Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidian PKN di SD (PDGK 4201)

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Abdul Aziz (857101711)
Ainindya Adelia Gusti (857101847)
Angel Christine (857101696)
Anisa Anggraeni (857102967)
Annisa Nuurfathyah (857114725)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (BI)


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sebuah Pendidikan memiliki tujuan tidak hanya membentuk manusia yang pintar
secara kognitif dan terampil secara afektif psikomotorik dalam melaksanakan tugas, namun
diharapkan menghasilkan manusia yang memiliki moral dan beradab, sehingga menghasilkan
warga negara yang baik. Pendidikan nilai dan moral memiliki esensi dan makna yang sama
dengan pendidikan budi pekerti dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi
anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.
Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik
bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari Pendidikan
Nilai dan Moral dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah budi pekerti, yakni pendidikan
nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan
Pendidikan Nilai dan Moral pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan
pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam
masyarakat, seperti perkelahian masal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di
kota-kota besar tertentu, seperti Jakarta, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat
meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan
generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian
siswa. Berkaitan dengan pembahasan di atas, bahwa pendidikan nilai dan moral adalah sebuah
wadah pembinaan akhlak. Maka hal ini perlu adanya sebuah pendekatan yang akan membawa
siswa atau peserta didik untuk memaknai dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendekatan PKn sebagai pendidikan nilai dan moral di SD?
2. Bagaimana pendidikan nilai dan moral dalam standart isi PKn di SD?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pendekatan PKn sebagai pendidikan nilai dan moral di SD.
2. Untuk megetahui pendidikan nilai dan moral dalam standart isi PKn di SD.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat, Fungsi dan Tujuan PKn di SD

1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan


Secara historis-kurikuler mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan telah
mengalami pasang surut pemikiran dan praksis. Dengan cara itu, kita akan dapat
membandingkan karakteristik mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang serupa
dalam berbagai konteks dan kurun waktu. Secara singkat kita akan menganalisis setiap
kurikulum tersebut
 Kurikulum 1946, Kurikulum 1957, Kurikulum 1961 : Tidak dikenal mata pelajaran
PKn;
 Yang ada pada Kurikulum 1946 dan Kurikulum 1957 : Pengetahuan Umum di SD
dan Tata Negara di SMP/SMA;
 Kurikulum SD tahun 1968 : dikenal mata pelajaran PKN (Pendidikan Kewargaan
Negara) mencakup Sejarah Indonesia, Geografi dan Civics yang diartikan sebagai
pengetahuan kewarga negaraan;
 Kurikulum SMP 1968 PKN mencakup materi Sejarah Indonesia dan Tata Negara
 Kurikulum SMA 1968 PKN lebih banyak berisi materi UUD 1945;
 Kurikulum SPG 1969 PKN mencakup Sejarah Indonesia, UUD, Kemasyarakatan
dan Hak Asasi Manusia;
 Dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) 1973 terdapat
mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) dan Pengetahuan Kewargaan
Negara;
 Sedikit berbeda, menurut kurikulum PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan)
1973 diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial
untuk SD 8 tahun yang berisikan integrasi materi ilmu pengetahuan sosial.
Sedangkan di Sekolah Menengah 4 tahun selain "Studi Sosial" terpadu, juga
terdapat mata pelajaran "PKN" sebagai program inti dan "Civics dan Hukum"
sebagai program utama pada jurusan sosial.
 Beda Kewargaan Negara dan Kewarganegaraan,yaitu:
Kewargaannegara merupakan terjemahan dari “Civics” yang merupakan mata
pelajaran sosial yang bertujuan membina dan mengembangkan anak didik agar
menjadi warganegara yang baik. Sedangkan, Kewarganegaraan digunakan dalam
perundangan mengenai status formal warga negara dalam suatu negara misalnya
sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 1949 dan peraturan tentang diri
kewarganegaraan serta peraturan tentang naturalisasi atau pemerolehan status
sebagai warga negara Indonesia bagi orang-orang atau warga negara asing.
 Namun demikian, kedua konsep tersebut kini digunakan untuk kedua-duanya
dengan istilah kewarganegaraan yang secara konseptual diadopsi dari konsep
citizenship, yang secara umum diartikan sebagai hal-hal yang terkait pada status
hukum (legal standing) dan karakter warga negara, sebagaimana digunakan dalam
perundang-undangan kewarganegaraan untuk status hukum warga negara, dan
pendidikan kewarganegaraan untuk program pengembangan karakter warga negara
secara kurikuler.

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


Ketentuan perundang-undangan yang mendasari PKn mejadi wahana
psikologis-pedagogis yang utama. Jika dirunut secara yuridis ada beberapa ketentuan
perundang-undangan yang mengandung amanat tersebut, adalah sebagai berikut :
a) Pembukaan UUD 1945 dan perubahaaannya, alinea 4
b) UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, Pasal 4,
Pasal 37 ayat (1), Pasal 38;
c) Peraturan Pemerintah RI no. 19 tahun 2005 tentang Satndar Pendidikan
Nasional Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (4), Pasal 7 ayat (3)
Pendidikan Kewarganegaraan harus berfungsi sebagai wahana kurikuler
pengembangan karakter warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung
jawab.

Paradigma pendidikan demokrasi melalui PKn yang perlu dikembangkan dalam


lingkungan sekolah adalah penddikan demokrasi yang bersifat multidimensial atau
bersisi jamak. Sifat multidimensialitasnya itu antara lain terletak pada :
a) pandangannya yang pluralistik-uniter (bermacam-macam, tetapi tetap menyatu
dalam pengertian Bhinneka Tunggal Ika);
b) sikapnya dalam menempatkan individu, negara dan masyarakat global secara
harmonis;
c) tujuannya yang diarahkan pada semua dimensi kecerdasan (spiritual, rasional,
emosional dan sosial);
d) konteks (setting) yang menghasilkan pengalaman belajarnya yang terbuka,
fleksibel, dan bervariasi merujuk kepada dimensi tujuannya.
Pentingnya peran PKn dalam proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik sepanjang hayat, melalui pemberian keteladanan, pembangunan kemauan, dan
pengembangan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran maka melalui PKn
sekolah perlu dikembangkan sebagai pusat pengembangan wawasan, sikap, dan
keterampilan hidup dan berkehidupan yang demokratis untuk membangun kehidupan
demokrasi.

Pendidikan persekolahan seyogyanya dikembangkan sebagai wahana sosial


kultural untuk membangun kehidupan yang demokratis artinya sekolah harus menjadi
wahana pendidikan untuk mempersiapkan kewarganegaraan yang demokratis melalui
pengembangan kecerdasan spiritual, rasional, emosional, dan sosial warganegara baik
sebagai aktor sosial maupun sebagai pemimpin pada hari ini dan hari esok. Dengan cara
itu akan memungkinkan siswa dapat belajar demokrasi dalam situasi yang demokratis
dan untuk tujuan melatih diri sebagai warga negara yang demokratis dan membangun
kehidupan yang lebih demokratis.,
B. Ruang Lingkup PKn di SD
Dalam Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dikemukakan bahwa “ Mata
Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan
pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila UUD 1945”, sedangkan tujuannya adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
2. Berpatisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta antikorupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau
tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

1. Struktur Kurikulum SD/MI


Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan staandar kompetensi lulusan
dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut :
a. “Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan
diri;
b. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan IPA Terpadu dan
IPS Terpadu;
c. Pembelajaran pada kelas I s.d.III dilaksanakan melalui pendekatan tematik,
sedangkan pada kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran;
d. Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam
struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam
pembelajaran per minggu secara keseluruhan;
e. Alokasi waktu satu jam pelajaran adalah 35 menit;
f. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran adalah 34-38 minggu”

Berdasarkan Permendiknas No.22 Tahun 2006 Ruang lingkup mata pelajaran


Pendidikan Kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah secara umum
meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
a. Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta
lingkunan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan
NKRI, Partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI,
Keterbukaan dan jaminan keadilan.
b. Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, Tata
tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-perturan
Daerah, Noma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum
dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.
c. Hak Asas Manusia, meliputi Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban
anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan,
penghormatan, dan perlindungan HAM.
d. Kebutuhan Warga Negara, meliputi hidup gotong royong, Harga diri sebagai
warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan
warga negara.
e. Konstitusi Negara, meliputi Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, Konstitusikonstitusi yag pernh digunakan di Indonesia, Hubungan
dasar negara dengan konstitusi.
f. Kekuasaan dan Politik, meliputi Pemerintahan Desa dan kecamatan,
Pemerintahan Daerah dan otonomi, Pemerintah Pusat, Demokrasi dan sistem
politik , Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem
pemerintahan , Pers dalam masyarakat demokrasi.
g. Pancasila, meliputi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara , Pengamalan nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.
h. Globalisasi, meliputi globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia
di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi
internasional dan Mengevaluasi globalisasi.

C. Tuntutan Pedagogis Pendidikan Kewarganegaraan di SD


Istilah pedagogis diserap dari bahasa Inggris paedagogical. Sesungguhnya akar
katanya adalah paes dan ago (bahasa latin), artinya saya membimbing. Kemudian, muncul
istilah paedagogy yang artinya ilmu mendidik atau ilmu pendidikan (Purbakawatja 1956).
Tuntunan pedagogis dalam modul ini diartikan sebagai pengalaman belajar (learning
experiences) yang bagaimana yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan
kewarganegaraan, dalam pengertian ketuntasan penguasaan kompetensi kewarganegaraan
yang tersurat dan tersirat dalam lingkup isi dan kompetensi dasar. Tuntunan pedagogis
dalam modul ini diartikan sebagai pengalaman belajar yang bagaimana yang diperlukan
untuk mencapai tujuan pendidikan kewarganegaraan , dalam pengertian ketuntasan
penguasaan kompetensi kewarganegaraan yang tersurat dan tersirat dalam lingkup isi dan
kompetensi dasar.

Dengan kata lain PKn menuntut terwujudkannya pengalaman belajar yang bersifat
utuh memuat belajar kognitif, belajar nilai dan sikap, dan belajar perilaku. PKn seharusnya
tidak lagi memisah-misahkan domain - domain perilaku dalam belajar. Proses pendidikan
yang dituntut dan menjadi kepedulian PKn adalah proses pendidikan yang terpadu utuh,
yang juga disebut sebagai bentuk confluent education (Mc, Neil, 1981). Tuntutan
pedagogis ini memerlukan persiapan mental, profesionalitas, dan hubungan sosial guru-
murid yang kohesif. Guru seyogianya siap memberi contoh dan menjadi contoh. PKn
merupakan mata pelajaran sebagai pendidikan nilai dan moral, alasannya sebagai berikut
:

1. Materi PKn adalah konsep-konsep nilai Pancasila dan UUD 1945 beserta dinamika
perwujudan alam kehidupan masyarakat negara Indonesia.
2. Sasaran Belajar Akhir PKn adalah perwujudan nilai-nilai tersebut dalam perilaku
nyata kehidupan sehari-hari.
3. Proses pembelajarannya menuntut terlibatnya emosioal, intelektual, dan sosial dari
peseta didik dan guru sehingga nilai-nilai itu bukan hanya dipahami ( bersifat
kognitif), tetapi dihayati ( bersifat objektif), dan dilaksanakan (bersifat perilaku)
Setiap konsep nilai Pancasila yang telah dirumuskan sebagai butir materi PKn pada
dasarnya harus memiliki aspek konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral. PKn
sebagai pendidikan nilai dan moral kaitannya dengan pendidikan watak, ada
catatan sebagai berikut :
a. PKn sebagai mata pelajaran yang memiliki aspek utama sebagai pendidikan
nilai dan moral, yang bermuara pada pengembangan watak dan karakter
peserta didik.sesuai nilai-nilai dan moral Pancasila
b. Nilai dan moral Pancasila dan UUD 45 dapat dikembangkan dalam diri
peeserta didik melalui pengembangan konsep moral, sikap moral, dan perilaku
moral setiap rumusan butir nilai materi PKn.
Oleh karena itu, secara singkat PKn dinilai sebagai mata pelajaran yang mengusung
misi pendidikan nilai dan moral. PKn merupakan program pembelajaran nilai dan moral
Pancasila dan UUD 45 yang bermuara pada terbentuknya watak Pancasila dan UUD 45 dalam
diri peserta didik. Watak ini pembentukannya harus dirancang sedemikian rupa sehingga
terjadi keterpaduan konsep moral, sikap moral dan perilaku moral demokrasi yang bersumber
dari Pancasila dan UUD 45. Dengan demikian pula kita dapat menegaskan kembali bahwa PKn
merupakan suatu bentuk mata pelajaran yang mencerminkan konsep, strategi, dan nuansa
confluent education yang memusatkan perhatian pada pengembangan manusia Indonesia
seutuhnya.

D. Karakteristik PKN Sebagai Pendidikan Nilai dan Moral

1. Pendekatan PKn Sebagai Pendidikan Nilai dan Moral di SD


Herman (1972) mengemukakan suatu prinsip yang sangat mendasar, yakni
bahwa “value is neather taught nor cought it is learnded” yang artinya bahwa
subtansi nilai tidaklah semata-mata ditangkap dan diajarkan tetapi lebih jauh, nilai
dicerna dalam arti ditangkap, diinternalisasi, dibakukan sebagai bagian yang melekat
dalam kualitas pribadi seseorang melalui proses belajar.
Dalam latar belakang kehidupan masyarakat, proses pendidikan nilai sudah
barlangsung dalam kehidupan masyarakat dalam berbagai bentuk tradisi. Contohnya
tradisi adalah ketika berbicara dengan orang yang lebih tua secara halus dan
menggunakan tata bahasa yang baik dan benar. Kini dengan maraknya contoh-contoh
yang tidak sesuai dengan tradisi tersebut membuat penanaman nilai dan moral menjadi
bergeser makna. Disitulah pendidikan nilai menghadapi tantangan konseptual,
instrumen, dan operasional.
Secara konstitusional demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang
berketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, pendidikan nilai bagi Indonesia
sepatutnya berpijak pada nilai-nilai keagamaan, nilai demokratis yang berketuhanan
Yang MahaEsa, dan nilai sosial kultural yang berbhineka tunggal ika.
Konsepsi pendidikan nilai moral Piaget yang menitik beratkan pada
pembangunan kemampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah moral
dalam kehidupan dapat diadaptasi dalam pendidikan nilai di Indonesia dalam konteks
demokrasi konstitusional Indonesia dan konteks sosial-kultural masyarakat Indonesia
yang berBhineka Tunggal Ika termasuk dalam keyakinan agama.
Kerangka konsepsual komponen Good Charakter dari Lickona yang membagi
karakter menjadi wawasan moral, perencanaan moral, dan perilaku moral dapat
dipakai untuk mengklasifikasikan nilai moral dalam pendidikan nilai di Indonesia
dengan menambahkan kedalam masing-masing dimensi itu aspek nilai yang berkenan
dengan konteks keagamaan seperti wawasan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
dimensi Wawasan Moral, Perasaan mengabdi kepada Tuhan yang Maha Esa dalam
dimensi Perasaan Moral, dan Perilaku moral kekhalifahan dalam dimensi Perilaku
Moral.

2. Pendidikan Nilai dan Moral Dalam Standart Isi PKn di SD


Dalam lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006 dikemukakan
bahwa “Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran
yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak–hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia
yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD
1945”.
PKN bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut
a) Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
b) Pertisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti korupsi.
c) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter–karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa–bangsa lainnya.
d) Berinteraksi dengan bangsa–bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung
atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam ruang lingkup mata pelajaran PKN untuk pendidikan dasar dan
menengah, menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 secara umum meliputi
subtansi kurikuler yang didalannya mengandung nilai dan moral sebagai berikut :
1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi : Hidup rukun dalam perbedaaan,
cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda,
Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan
negara, siakap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Keterbukaan dan jaminan keadilan.
2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga,
Tata tertib disekolah, Norma–norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
sistem hukum dan peradilan nasional , hukum dan peradilan internasional.
3) Hak Asasi Manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban
anggota masyarakat, instrument nasional dan internasional HAM, pemajuan ,
penhormatan dan perlindungan HAM.
4) Kebutuhan warga negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai
warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan
warga Negara.
5) Kostitusi Negara meliputi : Proklamasi kemerdekan dan konstitusi yang
pertama, konstitusi–konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan
dasar negara dengan konstitusi
6) Kekuasaan dan Politik meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,
pemerintahan daerah dan otonomi pemerintahan pusat, demokrasi dan sistem
politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem
pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.
7) Pancasila, meliputi kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai–nilai
pancasila dalam kehidupan sehari–hari, Pancasila sebagai ideology terbuka.
8) Globalisasi meliputi: Globalisasi dilingkungannya, politik luar negeri Indonesia
di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan Internasional dan organisasi
Internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.”
Khusus untuk SD/MI lingkup isi Pendidikan Kewarganegaraan dikemas
dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Standar kompetensi dan
kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok,
kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan
standar proses dan penilaian.

E. Hubungan Interaktif Pengembangan Nilai dan Moral dalam PKN SD


Hubungan interaktif proses pengembangan nilai dan moral dengan proses
pendidikan di sekolah harus dilihat dalam paradigma pendidikan nilai secara konseptual
dan operasional. Konsep-konsep “values education, moral education, education of
virtues” yang secara teoritik oleh Lickona (1992) diperkenalkan sebagai program dan
proses pendidikan yang tujuannya selain mengembangkan pikiran atau menurut Bloom
untuk mengembangkan niali dan sikap. Seperti dikutip oleh Lickona (1992) Theorode
Rosevelt (mantan Presiden USA) dan Bill Honing (superintendent of public Instruction,
California) memberi landasan pentingnya pendidikan di Amerika. Rosevelt mengatakan
bahwa “mendidik orang, hanya tertuju pada pikirannya dan bukan moralnya, sama dengan
mendidikan keburukan kepada Masyarakat”.
Berpijak dengan penuh kesadaran pada pemikiran tersebut, sejak dini sekolah
diharapkan mampu mengambil peran yang aktif dalam merancang dan melaksanakan
pendidikan nilai moral yang bersumber dari kebijakan dan keadaan demokrasi.Bagaimana
nilai moral berkembang dalam diri individu?
Secara teoritik nilai moral berkembang secara psikologis dalam diri individu
mengikuti perkembangan usia dan konteks sosial. Dalam kaitannya dengan usia, Piaget
merumuskan perkembangan kesadaraan dan pelaksanaan aturan sebagai berikut:
Tahap pada domain kesadaran mengenai aturan:
1. Usia 0 - 2 tahun. Pada awal usia ini aturan dirasakan sebagai hal yang tidak
memaksa;
2. Usia 2 - 8 tahun. Pada usia aturan disikapi sebagai hal yang bersikap sacral dan
diterima tanpa pemikiran;
3. Usia 8 - 12 tahun. Pada usia ini aturan diterima sebagai hasil kesepakatan.

Tahapan pada domain pelaksanaan aturan :


1. Usia 0 - 2 tahun. Pada usia ini aturan dilakukan sebagai hal yang hanya bersifat
motorik saja;
2. Usia 2 - 6 tahun. Pada usia ini aturan dilaksanakan sebagai perilaku yang lebih
berorientasi pada diri sendiri;
3. Usia 6 - 10 tahun. Pada usia ini aturan diterima sebagai perwujudan dari
kesepakatan;
4. Usia 10 - 12 tahun. Pada usia ini aturan diterima sebagai ketentuan yang sudah
dihimpun.
Bertolak dengan teorinya itu, Piaget menyimpulkan bahwa pendidikan sekolah
seyogyanya menitik beratkan pada pengembangan kemampuan mengambil keputusan
dan memecahkan masalah dan membina perkembangan moral dengan cara menuntut
pada peserta didik untuk mengembangkan aturan berdasarkan keadilan/kepatutan.
Dengan kata lain, pendidikan nilai berdasarkan teori Piaget adalah pendidikan nilai
moral atau nilai etis yang dikembangkan berdasarkan pendekatan psikologi
berkembang moral kognitif. Di situlah pendidikan nilai dititikberatkan pada
pengembangan perilaku moral yang dilandasi oleh penalaran moral yang dicapai dalam
konteks kehidupan masyarakat.[4]

Sedangkan Koherlberg merumuskan adanya tiga tingkat / level yang terdiri atas
enam tahap/step sebagai berikut :
1. Tingkat I : Prakonvensional (Preconventional)
a. Tahap 1, Orientasi hukuman dan kepatuhan.
b. Tahap 2, Orientasi instrumental nisbi.

2. Tingkat II : Konvensioanal (Conventional)


a. Tahap 3, Orientasi kesepakatan timbal balik.
b. Tahap 4, Orientasi hokum dan ketertiban.

3. Tingkat III : Poskonvensional (Postconventional)


a. Tahap 5, Orientasi kontrak social lagalistik
b. Tahap 6, Orientasi prinsip etika universal

Dengan kata lain pendekatan pendidikan nilai yang ditawarkan Kohlberg sama
dengan yang ditawarkan Piaget dalam hal fokusnya terhadap perilaku moral yang
dilandasi oleh penalaran moral, namun berbeda dalam hal titik berat pembelaarannya
dimana Piaget menitikberatkan pada pengembangan kemampuan mengambil
keputusan dan memecahkan masalah, sedangkan Kohlberg menitikberatkan pada
pemilihan nilai yang dipegang terkait dengan alternative pemecahan terhadap suatu
dilemma moral melalui proses klarifikasi bernalar.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memiliki salah
satu misinya sebagai pendidikan nilai. Dalam proses pendidikan nasional PKn pada dasarnya
merupakan wahana pedagogis pembangunan watak atau karakter. Sarana makro PKn juga
merupakan wahana sosial-pedagogis pencerdasan kehidupan bangsa. Hal ini sejalan dengan
konsepsi fungsi pendidikan nasional membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam konteks pencapaian tujuan
pendidikan nasional PKn secara substamtif-pedagogis menyentuh semua esensi tujuan
pendidikan nasional mulai dari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kretaif, madiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
PKn sebagai pendidikan nilai memiliki kontribusi terhadap semua substansi tujuan.
Oleh karena itu PKn sebagai pendidikan nilai memiliki misi psiko-pedagogis dan sosio-
pedagogis dalam pengembangan nilai-nilai: keberagamaan dalam konteks beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; moral social keberagamaan dalam
konteks berakhlak mulia; nilai ketahanan jasmani dan rohani dalam konteks sehat; kebenaran
dan kejujuran akademis dalam konteks berilmu melekat; terampil dan cermat dalam
konteks cakap; kebaruan (novelty) dalam konteks kreatif; ketekunan dan percaya diri dalam
konteks mandiri; dan kebangsaan, demokrasi dan patriotisme dalam konteks warga Negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.

B. Saran
1. Orang tua di dalam rumah harus bertanggung jawab untuk mendidik moral anaknya
supaya menjadi manusia yang BerkeTuhanan Yang Maha Esa dan manusia yang beradab.
2. Guru di sekolah juga bertanggungjawab untuk mendidik moral anak didiknya, tidak hanya
sekedar pintar dalam keilmuan tetapi harius pentar dalam bertindak dan bersikap (berakhlak).
DAFTAR PUSTAKA

Udin S. Winataputra, 2014, Pembelajaran PKN di SD (Tangerang: Universitas Terbuka)


http://dekmah.blogspot.com/2016/04/dekmah-karakteristik-pkn-sebagai-nilai.html

Anda mungkin juga menyukai