Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hati
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hati
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hati
362
Ind
p
PHARMACEUTICAL CARE
UNTUK PENYAKIT HATI
DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK
DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
2007
Pernyataan (Disclaimer)
Kami telah berusaha sebaik mungkin untuk menerbitkan buku saku Pharmaceutical
Care Untuk Penyakit Hati. Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
adanya perbedaan pedoman di masing-masing daerah ; adalah tanggung jawab
pembaca sebagai seorang profesional untuk menginterpretasikan dan menerapkan
pengetahuan dari buku saku ini dalam prakteknya sehari-hari.
KATA PENGANTAR
Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostatis tubuh
meliputi metabolisme, biotransfromasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi. Penyebab
penyakit hati bervariasi , sebagian besar disebabkan oleh virus yang menular secara
fekal-oral, parenteral, seksual, efek toksik dari obat-obatan, akohol, racun, jamur dan
lain-lain.
Akhir kata, kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan
buku saku Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hati, diucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
1. DEPARTEMEN KESEHATAN
Drs. Abdul Muchid, Apt
Dra. Rida Wurjati, Apt, MKM
Dra. Chusun, Apt, M.Kes
Drs. Zaenal Komar, Apt, M.A
Dra. Nur Ratih Purnama, Apt, M.Si
Drs. Masrul, Apt
Fachriah Syamsuddin, S.Si, Apt
Dwi Retnohidayanti, AMF
Fitra Budi Astuti, S.Si, Apt
Andrie Fitriansyah, S.Farm, Apt
3. PERGURUAN TINGGI
Prof. Dr. Suwaldi M, Apt, M.Sc
DR. Retnosari Andrajati, Apt, Ph.D
DR. Adji Prajitno, Apt, M.S
DR. Ernawati Sinaga, Apt, M.S
Dra. Budi Suprapti, Apt, M.Si
4. PRAKTISI APOTEK
Dra. Harlina Kisdarjono, Apt, MM
DAFTAR ISI
PERNYATAAN/ DISCLAIMER ............................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
TIM PENYUSUN .................................................................................................... iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang................................................................................ 2
1.2. Tujuan..............................................................................................
BAB II PENGENALAN PENYAKIT 3
2.1. Etiologi dan Patogenesis................................................................. 4
2.2. Klasifikasi Penyakit Hati.................................................................. 9
2.3. Tanda-tanda dan Gejala Klinis....................................................... 10
2.4. Perangkat Diagnosis.......................................................................
BAB III TERAPI 11
3.1 Jenis Terapi................... ................................................................. 11
a. Terapi tanpa obat ...................................................................... 12
b. Terapi dengan obat .................................................................. 16
c. Terapi dengan vaksinasi ........................................................... 17
d. Terapi transplantasi hati............................................................ 18
3.2 Obat untuk Penyakit Hati ............................................................... 18
a. Obat untuk Hepatitis ............................................................... 22
b. Obat untuk komplikasi sirosis hati............................................ 23
c. Obat untuk mengatasi perlemakan hati.................................... 24
d. Obat untuk abses hati .............................................................. 25
3.3 Masalah Terapi Obat ....................................................................... 29
BAB IV PENCEGAHAN.......................................................................................... 31
BAB V PERAN APOTEKER ................................................................................... 31
5.1 Pharmaceutical Care........................................................................ 32
5.2 Peran Apoteker................................................................................. 33
5.3 Kompetensi Apoteker........................................................................ 33
5.4 Konseling .......................................................................................... 35
5.5 Dokumentasi .................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA…............................................................................................. 38
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbandingan Virus Hepatitis................................................................. 4
Tabel 2 Obat-obat untuk Terapi Asites................................................................. 22
Tabel 3 Obat-obat untuk Terapi Ensefalopati Hati............................................... 22
Tabel 4 Obat-obat untuk Terapi Peritonis Bakterial Spontan............................... 23
Tabel 5 Obat-obat untuk Terapi Pendarahan Esofagus....................................... 23
Tabel 6 Obat-obat yang termasuk Insulin Sensitizing Agent ............................... 24
Tabel 7 Obat-obat untuk Terapi Abses Hati ........................................................ 25
BAB I
PENDAHULUAN
Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh
meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi. Sel-
sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat. Oleh karena
itu sampai batas tertentu, hati dapat mempertahankan fungsinya bila terjadi
gangguan ringan. Pada gangguan yang lebih berat, terjadi gangguan fungsi yang
serius dan akan berakibat fatal.
Penyebab penyakit hati bervariasi, sebagian besar disebabkan oleh virus yang
menular secara fekal-oral, parenteral, seksual, perinatal dan sebagainya.
Penyebab lain dari penyakit hati adalah akibat efek toksik dari obat-obatan,
alkohol, racun, jamur dan lain-lain. Di samping itu juga terdapat beberapa penyakit
hati yang belum diketahui pasti penyebabnya.
Walaupun angka pasti prevalensi dan insidens penyakit hati di Indonesia belum
diketahui, tetapi data WHO menunjukkan bahwa untuk penyakit hati yang
disebabkan oleh virus, Indonesia termasuk dalam peringkat endemik yang tinggi.
1.2. Tujuan
Tujuan Umum
Buku saku ini digunakan sebagai acuan bagi apoteker dalam rangka menjalankan
praktek Pharmaceutical Care (Pelayanan Kefarmasian). untuk penderita penyakit
hati
Tujuan Khusus
Buku saku ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman apoteker tentang
penatalaksanaan penyakit hati.
BAB II
PENATALAKSANAAN PENYAKIT HATI
a) Hepatitis A
Termasuk klasifikasi virus dengan transmisi secara enterik. Tidak memiliki
selubung dan tahan terhadap cairan empedu. Virus ini ditemukan didalam
tinja. Berbentuk kubus simetrik dengan diameter 27–28 nm, untai tunggal
(single stranded), molekul RNA linier : 7,5 kb; termasuk picornavirus, sub-
klasifikasi hepatovirus. Menginfeksi dan berreplikasi pada primata non-
manusia dan galur sel manusia.
Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A yang memberikan kekebalan selama
4 minggu setelah suntikan pertama. Untuk kekebalan yang lebih panjang
diperlukan suntikan vaksin beberapa kali.
b) Hepatitis B
Manifestasi infeksi Hepatitis B adalah peradangan kronik pada hati. Virus
hepatitis B termasuk yang paling sering ditemui. Distribusinya tersebar di
seluruh dunia, dengan prevalensi karier di USA <1%, sedangkan di Asia 5–
15%. Masa inkubasi berkisar 15–180 hari, (rata-rata 60–90 hari). Viremia
berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut.
Gejala hepatitis B adalah lemah, lesu, sakit otot, mual dan muntah, kadang-
kadang timbul gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, kurang nafsu makan,
mata dan kulit kuning yang didahului dengan urin berwarna gelap. Gatal-
gatal di kulit, biasanya ringan dan sementara. Jarang ditemukan demam.
c) Hepatitis C
Hepatitis C adalah penyakit infeksi yang bisa tak terdeteksi pada seseorang
selama puluhan tahun dan perlahan-lahan tapi pasti merusak organ hati.
Penyakit ini sekarang muncul sebagai salah satu masalah pemeliharaan
kesehatan utama di Amerika Serikat, baik dalam segi mortalitas, maupun
segi finansial.
e) Hepatitis E
Gejala mirip hepatitis A, demam, pegal linu, lelah, hilang nafsu makan dan
sakit perut. Penyakit ini akan sembuh sendiri (self-limited), kecuali bila
terjadi pada kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan.
Penularan hepatitis E melalui air yang terkontaminasi feces.
f) Hepatitis F
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat
hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.
g) Hepatitis G
Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B
dan/atau C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminan atau hepatitis kronik.
Penularan melalui transfusi darah dan jarum suntik.
2. Sirosis Hati
Setelah terjadi peradangan dan bengkak, hati mencoba memperbaiki dengan
membentuk bekas luka atau parut kecil. Parut ini disebut "fibrosis" yang membuat
hati lebih sulit melakukan fungsinya. Sewaktu kerusakan berjalan, semakin banyak
parut terbentuk dan mulai menyatu, dalam tahap selanjutnya disebut "sirosis". Pada
sirosis, area hati yang rusak dapat menjadi permanen dan menjadi sikatriks. Darah
tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak dan hati mulai
menciut, serta menjadi keras.
Sirosis hati dapat terjadi karena virus Hepatitis B dan C yang berkelanjutan, alkohol,
perlemakan hati atau penyakit lain yang menyebabkan sumbatan saluran empedu.
Sirosis tidak dapat disembuhkan, pengobatan dilakukan untuk mengobati komplikasi
yang terjadi seperti muntah dan keluar darah pada feses, mata kuning serta koma
hepatikum.
3. Kanker Hati
Kanker hati yang banyak terjadi adalah Hepatocellular carcinoma (HCC). HCC
merupakan komplikasi akhir yang serius dari hepatitis kronis, terutama sirosis yang
terjadi karena virus hepatitis B, C dan hemochromatosis. Pemeriksaan yang
dilakukan untuk mendeteksi terjadinya kanker hati adalah AFP dan PIVKA II.
4. Perlemakan Hati
Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5% dari berat hati atau
mengenai lebih dari separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati ini sering berpotensi
menjadi penyebab kerusakan hati dan sirosis hati. Kelainan ini dapat timbul karena
mengkonsumsi alkohol berlebih, disebut ASH (Alcoholic Steatohepatitis), maupun
bukan karena alkohol, disebut NASH (Non Alcoholic Steatohepatitis). Pemeriksaan
yang dilakukan pada kasus perlemakan hati adalah terhadap enzim SGOT, SGPT
dan Alkali Fosfatase.
Adanya kelebihan bilirubin dalam sirkulasi darah dan penumpukan pigmen empedu
pada kulit, membran mukosa dan bola mata (pada lapisan sklera) disebut jaundice.
Pada keadaan ini kulit penderita terlihat kuning, warna urin menjadi lebih gelap,
sedangkan feses lebih terang. Biasanya gejala tersebut timbul bila kadar bilirubin
total dalam darah melebihi 3 mg/dl. Pemeriksaan yang dilakukan untuk kolestasis
dan jaundice yaitu terhadap Alkali Fosfatase, Gamma GT, Bilirubin Total dan
Bilirubin Direk.
6. Hemochromatosis
Hemochromatosis merupakan kelainan metabolisme besi yang ditandai dengan
adanya pengendapan besi secara berlebihan di dalam jaringan. Penyakit ini bersifat
genetik atau keturunan. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi terjadinya
hemochromatosis adalah pemeriksaan terhadap Transferin dan Ferritin.
7. Abses Hati
Abses hati dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau amuba. Kondisi ini disebabkan
karena bakteri berkembang biak dengan cepat, menimbulkan gejala demam dan
menggigil. Abses yang diakibatkan karena amubiasis prosesnya berkembang lebih
lambat. Abses hati, khususnya yang disebabkan karena bakteri, sering kali berakibat
fatal.
Menurut tim ahli Amerika (DHHS April 2005), Nevirapine walaupun dapat
menimbulkan gangguan faal hati, boleh digunakan pada penderita
dengan koinfeksi hepatitis C, dengan pemantauan yang seksama.
Konsensus Paris 2005 menganjurkan pemberian Pegylated Interferon-
Ribavirin selama 48 minggu.
Diuretik
Diuretik tertentu, seperti Spironolactone, dapat membantu mengatasi
edema yang menyertai sirosis hati, dengan atau tanpa asites. Obat ini
tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan keseimbangan
elektrolit atau gangguan ginjal berat karena menyebabkan ekskresi
elektrolit.
Obat diuretik lain yang digunakan dalam pengobatan penyakit hati selain
Spironolactone adalah Furosemide yang efektif untuk pasien yang gagal
memberikan tanggapan terhadap Spironolactone. Obat lain seperti
Thiazide atau Metolazone dapat bermanfaat pada keadaan tertentu.
Ada juga vaksin HBV orisinil pada tahun 1982 yang berasal dari
pembawa HBV, kini telah digantikan dengan vaksin mutakhir hasil
rekayasa genetika dari ragi rekombinan. Vaksin mengandung partikel-
partikel HBsAg yang tidak menular. Tiga injeksi serial akan menghasilkan
antibodi terhadap HBsAg pada 95% kasus yang divaksinasi, namun tidak
memiliki efek terhadap individu pembawa.
Lebih dari 2000 transplantasi hati telah dilakukan sejak tahun 1963. Ada
dua tipe utama transplantasi:
Homotransplantasi auksilaris dimana sebuah hati ditransplantasikan
di tempat lain dari hati yang sudah ada dibiarkan tetap ditempatnya.
Transplantasi ortotopik dimana sebuah hati baru diletakkan pada
tempat hati yang lama. Yang terakhir ini lebih populer. Transplantasi
hati yang berhasil merupakan usaha gabungan medis dan bedah.
Masa bertahan hidup 1 tahun adalah 60-70% bagi orang dewasa dan
80% pada anak-anak. Transplantasi untuk keganasan memiliki
kemungkinan keberhasilan yang lebih buruk daripada untuk penyakit
jinak, karena kekambuhan penyakitnya. Transplantasi untuk gagal hati
akut pada mereka yang diperkirakan tidak memiliki kemungkinan untuk
dapat bertahan hidup misalnya pada gagal hati fulminan akibat hepatitis
non A, non B, hepatitis halotan atau keracuran Paracetamol yang disertai
dengan koagulopati berat atau bilirubin >100 μmol/L, jika dilakukan
sebelum terjadinya edema serebral, memiliki prognosis yang baik.
2. Interferon α
Indikasi : Hepatitis B kronik, hepatitis C kronik
Dosis :
Hepatitis B kronik
a. Interferon α-2a
SC/IM, 4,5 x 106 unit 3 x seminggu. Jika terjadi toleransi dan tidak
menimbulkan respon setelah 1 bulan, secara bertahap naikkan
dosis sampai dosis maksimum 18x106 unit, 3 x seminggu.
Pertahankan dosis minimum terapi selama 4-6 bulan kecuali dalam
keadaan intoleran.
b.Interferon α-2b
SC, 3 x 106 unit, 3 x seminggu. Tingkatkan dosis 5-10x106 unit, 3 x
seminggu setelah 1 bulan jika terjadi toleransi pada dosis lebih
rendah dan tidak berefek. Pertahankan dosis minimum terapi
selama 4-6 bulan kecuali dalam keadaan intoleran.
Hepatitis C kronik
Gunakan bersama Ribavirin (kecuali kontraindikasi). Kombinasi
Interferon α dengan Ribavirin lebih efektif.
a. Interferon α-2a dan α-2b
SC, 3 x 106 unit 3 x seminggu selama 12 minggu. Lakukan tes
Hepatitis C RNA dan jika pasien memberikan respon, lanjutkan
selama 6-12 bulan.
b. Peginterferon α-2a
SC, 180 µg 1 x seminggu
c.Peginterferon α-2b
SC, 0,5 µg/kg (1 µg/kg digunakan untuk infeksi genotip 1) 1 x
seminggu.
Penatalaksanaan :
• Peginterferon α-2a dengan Ribavirin untuk infeksi genotip 1.
• Peginterferon α dengan Ribavirin, Interferon α dengan Ribavirin
untuk infeksi genotip 2 dan 3.
• Peginterferon α tunggal untuk pasien dengan kontraindikasi
terhadap Ribavirin.
• Peginterferon α tunggal : tes Hepatitis C RNA selama 12 minggu,
jika ada respon, lanjutkan pengobatan selama 48 minggu. Jika
tidak ada respon (positif HCV RNA) hentikan pengobatan.
• Tes Hepatitis C RNA 6 bulan setelah penghentian pengobatan
untuk melihat respon.
Obat-obat di bawah ini hendaknya digunakan dengan hati-hati atau jika mungkin
dihindari pada pasien-pasien dengan penyakit hati kronis :
Acetaminophen
Amiodarone
Chlorpromazine
Dantrolene
Ethanol
Halothane
Isoniazid
Methyldopa
Nitrofurantoin
Oxyphenisatin
Propylthiouracil
Sulfonamida
Sebagian besar penyakit hati disebabkan oleh virus maka upaya pencegahan penyakit
hati yang akan dibicarakan adalah hepatitis virus. Penularan hepatitis A dan E melalui
fese-oral sedangkan penularan hepatitis B/D dan C melalui parenteral, seksual, perinatal
dan transfusi darah maka usaha pencegahan yang harus dilakukan adalah :
A. Pencegahan penyebaran dengan :
1. Perbaikan/peningkatan kebersihan lingkungan dan sanitasi .
2. Peningkatan mutu air minum
3. Kebersihan perseorangan dengan selalu mencuci tangan sebelum makan.
4. Pemberian darah hanya dilakukan pada kondisi yang benar-benar diperlukan.
5. Pemeriksaan darah, semen, jaringan, organ donor,
6. Peringatan dan pelaksanaan proses penyuntikan yang aman.
7. Penggunaan sarung tangan, masker dan penutup badan pada saat menangani
material yang menular atau terkontaminasi.
8. Sterilasi semua material dan instrumen untuk operasi atau penganan gigi yang
tidak sekali pakai (nondisposable).
9. Penggunaan jarum injeksi yang steril pada pengguna obat-obat terlarang.
10. Penyuluhan dan konseling untuk masyarakat dan penderita.
B. Imunisasi
1. Imunisasi dengan imunoglobulin (Ig) yang dapat memproteksi serangan virus
secara pasif.
2. Imunisasi dengan vaksin, pencegahan secara aktif terhadap serangan virus.
Belum ada vaksin atau Ig untuk imunisasi hepatitis C dan E. Vaksin dan Ig yang
sudah ada hanyalah untuk hepatitis A dan B.
a. Vaksinasi hepatitis A
Imunoglobulin untuk pencegahan hepatitis A,: Ig anti HAV
Pemberian Ig padahepatitis A dapat menurunkan insiden sampai 90% , tetapi
harus sering diulang karena hanya memberi proteksi selama 6 bulan.
Pemberian bersama dengan vaksin MMR dan varisela harus dihindari
karena kan melemahkan vaksin, berikan selang waktu 3 bulan untuk MMR
dan 5 bulan untuk varisela.
Vaksin virus hepatitis A yang dilemahkan dapat memberika proteksi panjang
(20 tahun).
Dapat diberikan bersamaan dengan beberapa vaksin seperti DPT dan
hepatitis B.
b. Vaksinasi hepatitis B
Untuk pencegahan hepatitis B: imunoglobulin hepatitis B (IgHB) yang
mengandung anti HB dengan titer 1:100 000 dan Imunoglobulin (Ig) yang
mengandung anti HB dengan titer 1:100-1:1000. Dosis yang
direkomendasikan untuk IgHB adalah 0,06 ml/kg secara intramuskuler.
Vaksin hepatitis B
Pemberian vaksin hepatitis B dilakukan pada bayi secara rutin dan pada
orang dewasa.
Vaksin yang tersedia dibuat secara DNA rekombinan. Efek samping dari
vaksin adalah radang pada tempat suntikan, sakit kepala, lelah, demam.
5.4 Konseling
Tujuan pemberian konseling kepada pasien adalah untuk mengetahui sejauh
mana pengetahuan dan kemampuan pasien dalam menjalani pengobatannya
serta untuk memantau perkembangan terapi yang dijalani pasien. Ada tiga
pertanyaan utama (Three Prime Questions) yang dapat digunakan oleh apoteker
dalam membuka sesi konseling untuk pertama kalinya. Pertanyaan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?
2. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?
3. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?
Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi
pemberian informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu); mencegah
pemberian informasi yang bertentangan dengan informasi yang telah
disampaikan oleh dokter (misalnya menyebutkan indikasi lain dari obat yang
diberikan) sehingga pasien tidak akan meragukan kompetensi dokter atau
apoteker; dan juga untuk menggali informasi seluas-luasnya (dengan tipe open
ended question).
Tiga pertanyaan utama tersebut dapat dikembangkan dengan pertanyaan-
pertanyaan berikut sesuai dengan situasi dan kondisi pasien:
1. Apa yang dikatakan dokter tentang peruntukan/kegunaan pengobatan anda?
• Persoalan apa yang harus dibantu?
• Apa yang harus dilakukan?
• Persoalan apa yang menyebabkan anda ke dokter?
2. Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat anda?
• Berapa kali menurut dokter anda harus menggunakan obat tersebut?
• Berapa banyak anda harus menggunakannya?
• Berapa lama anda terus menggunakannya?
• Apa yang dikatakan dokter bila anda kelewatan satu dosis?
• Bagaimana anda harus menyimpan obatnya?
• Apa artinya ‘tiga kali sehari’ bagi anda?
3. Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan anda?
• Pengaruh apa yang anda harapkan tampak?
• Bagaimana anda tahu bahwa obatnya bekerja?
• Pengaruh buruk apa yang dikatakan dokter kepada anda untuk
diwaspadai?
• Perhatian apa yang harus anda berikan selama dalam pengobatan ini?
• Apa yang dikatakan dokter apabila anda merasa makin parah/buruk?
• Bagaimana anda bisa tahu bila obatnya tidak bekerja?
Pada akhir konseling perlu dilakukan verifikasi akhir (tunjukkan dan katakan)
untuk lebih memastikan bahwa hal-hal yang dikonselingkan dipahami oleh
pasien terutama dalam hal penggunaan obatnya dapat dilakukan dengan
menyampaikan pernyataan sebagai berikut:
‘sekedar untuk meyakinkan saya supaya tidak ada yang kelupaan,
silakan diulangi bagaimana anda menggunakan obat anda’.
Salah satu ciri khas konseling adalah lebih dari satu kali pertemuan. Pertemuan-
pertemuan selanjutnya dalam konseling dapat dimanfaatkan apoteker dalam
memonitoring kondisi pasien. Pemantauan terhadap kondisi pasien dapat
dilakukan Apoteker pada saat pertemuan konsultasi rutin atau pada saat pasien
menebus obat, atau dengan melakukan komunikasi melalui telepon atau internet.
Pemantauan kondisi pasien sangat diperlukan untuk menyesuaikan jenis dan
dosis terapi obat yang digunakan. Apoteker harus mendorong pasien untuk
melaporkan keluhan ataupun gangguan kesehatan yang dirasakannya sesegera
mungkin.
5.5 Penyuluhan
Penyuluhan tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit liver perlu
dilaksanakan secara berkelanjutan mengingat sebagian besar penyebab
penyakit hati adalah karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat
dalam melindungi diri mereka terhadap penyakit-penyakit hati tersebut.
Penyuluhan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.
Penyuluhan langsung dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok;
sedangkan penyuluhan tidak langsung dapat dilakukan melalui penyampaian
pesan-pesan penting dalam bentuk brosur, leaflet atau tulisan dan gambar di
dalam media cetak atau elektronik.
5.6 Dokumentasi
Dalam menjalankan tugasnya, seorang Apoteker hendaknya
mendokumentasikan segala kegiatannya ke dalam bentuk dokumentasi yang
sewaktu-waktu dapat diakses ataupun ditinjau ulang. Hal ini sebagai bukti otentik
pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang dapat digunakan untuk tujuan
penelitian maupun verifikasi pelayanan. Dokumentasi juga akan memudahkan
tugas Apoteker dalam memberikan pelayanan informasi obat untuk kasus yang
sama, Apoteker tidak perlu menelusuri literatur dari awal lagi, cukup dengan
melihat arsip kasus sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Metabolisme protein
Protein serum total 6-8 mg/100 ml
Albumin serum 3,5-5,5 mg/100 ml
Globulin serum 1,5-3 mg/100 ml
Masa protrombin 11-16 detik
Amonia darah 30-70µg/100 ml
Enzim-enzim serum
AST (SGOT) 5-40 unit/ml
ALT (SGPT) 5-35 unit/ml
LDH 200-500 unit/ml
Fosfatase alkali 2-5 unit Bodansky
Non-
Hepatitis Hepatitis Cholestatic Kanker
Tes Makna secara klinis cholestatic
akut Cholestasis kronis cirrhosis hati
cirrhosis
Bilirubin Mengindikasikan fungsi
ekskresi oleh hati.
Diagnosis jaundice.
Berguna untuk memantau N/↑ ↑↑ N/↑ ↑↑ N/↑ N/↑
perkembangan dan
keparahan penyakit
Sumber: Remington H, Swallow R, Daly MJ, Bramley P. Drug choice in patient with hati disease. The Pharmaceutical
Journal 1992:845-8
Keterangan:
N = normal, ↓ = menurun, ↑ = meningkat sedikit, ↑↑ = meningkat banyak
Cholestatic = lesi primer pada saluran empedu, non-cholestatic = lesi primer pada sel hati
Profil di atas hanya merupakan suatu pedoman. Terdapat kemungkinan variasi antar penderita dalam kategori yang
sama. Kronisitas suatu penyakit juga dapat mempengaruhi perubahan biokimia.