Blambangan 1
Blambangan 1
Blambangan 1
A. INFORMASI UMUM
Taman Nasional Alas Purwo (TN Alas Purwo) adalah taman nasional yang
terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi,
Jawa Timur, Indonesia. Secara geografis terletak di ujung tenggara Pulau Jawa wilayah
pantai selatan antara 8°26’45”–8°47’00” LS dan 114°20’16”–114°36’00” BT.
TN Alas Purwo dengan luas 43.420 ha terdiri dari beberapa zonasi, yaitu:
1. Zona Inti (Sanctuary zone) seluas 17.200 ha
2. Zona Rimba (Wilderness zone) seluas 24.767 ha
3. Zona Pemanfaatan (Intensive use zone) seluas 250 ha
4. Zona Penyangga (Buffer zone) seluas 1.203 ha.
Rata – rata curah hujan 1000 – 1500 mm per tahun dengan temperature 22°-31 °C, dan
kelembaban udara 40-85 %. Wilayah TN Alas Purwo sebelah Barat menerima curah
hujan lebih tinggi bila dibandingkan dengan wilayah sebelah Timur. Dalam keadaan
biasa, musim di TN Alas Purwo pada bulan April sampai Oktober adalah musim kemarau
dan bulan Oktober sampai April adalah musim hujan.
Secara umum kawasan TN Alas Purwo mempunyai topografi datar,
bergelombang ringan sampai barat dengan puncak tertinggi Gunung Lingga Manis (322
mdpl). Keadaan tanah hamper keseluruhan merupakan jenis tanah liat berpasir dan
sebagian kecil berupa tanah lempung. Sungai di kawasan TN Alas Purwo umumnya
dangkal dan pendek. Sungai yang mengalir sepanjang tahun hanya terdapat di bagian
Barat TN yaitu Sungai Segoro Anak dan Sunglon Ombo. Mata air banyak terdapat di
daerah Gunung Kuncur, Gunung Kunci, Goa Basori, dan Sendang Srengenge.
Secara umum tipe hutan di kawasan TN Alas Purwo merupakan hutan hujan
dataran rendah. Hutan bambu merupakan formasi yang dominan, ± 40 % dari total luas
hutan yang ada. Sampai saat ini telah tercatat sedikitnya 584 jenis tumbuhan yang terdiri
dari rumput, herba, semak, liana, dan pohon.
B. AKSES
Taman Nasional Alas Purwo menempati lokasi yang secara administratif masuk
dalam wilayah 2 Kecamatan, yaitu di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Kalipuro,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Lokasi Alas Purwo berada di perlintasan jalur
antara Banyuwangi dan Situbondo. Untuk berkunjung ke Taman Nasional Alas Purwo
ada beberapa rute yang bisa di pilih.
Untuk dari arah Banyuwangi, bisa mengambil jalur Banyuwangi – Rogojampi –
Srono – Muncar – Tegaldlimo. Setelah sampai di Tegaldlimo 10 km kemudian akan
menemukan pos Rawabendo, yang merupakan gerbang utama Taman Nasional Alas
Purwo. Jarak yang harus ditempuh dari Banyuwangi kota sampai ke gerbang utama Alas
Purwo memakan waktu sekitar 2 jam perjalanan.
Untuk kita yang datang dari arah jember, pertama-tama menuju kearah Genteng
yang jaraknya sekitar 65 km. Selanjutnya menuju Tegaldilmo melalui Srono. Untuk
berkunjung ke Taman Nasional Alas Purwo pengunjung harus memakai kendaraan
pribadi. Sampai saat ini tidak ada kendaraan umum yang memiliki trayek sampai ke Alas
Purwo.
CANDI ALAS PURWO
A. INFORMASI UMUM
Candi Alas Purwo berada di pesisir Teluk Pangpang. Secara administrasi masuk
Dusun Pondok Asem, Kecamatan Tegaldlimo. Lokasinya berada di tengah hutan bakau,
sangat sunyi dan indah. Di dekat candi terdapat muara, pertemuan sungai dengan air laut.
Dimana hulu dari Candi Purwo atau timur laut dari Candi Purwo ada sebuah gunung yang
bernama gunung sembulungan/gunung ikan yang merupakan daratan gunung
sembulungan menyatu dengan alas purwo keseluruhan. Cuma candi purwo ini berada di
tengah-tengah hutan bakau yang dikelilingi sungai/sungklon, Hulu dari kawasan ini
berada di Semenanjung Sembulungan, Muncar. Bangunan candi terlihat menjulang,
ukirannya bernuansa khas Majapahit.Candi Purwo itu berada di kawasan Perhutani KPH
Banyuwangi Selatan dan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP). Jalur menuju candi ini
satu arah dengan Taman Nasional Alas Purwo. Begitu masuk ke kawasan hutan, akan
muncul papan nama menuju candi.
B. SEJARAH
Menurut Joko Setiyoso Ketua PHDI Kecamatan Tegaldlimo, candi yang diberi
nama Pura Agung Candi Purwa itu dibangun pertama kalinya pada tahun 1996.
Selanjutnya, tepat pada tanggal 11 September 2011 dilaksanakan ritual pamlaspas yang
pertama. Di sekitar Candi Purwo, kata Joko, juga terdapat sebuah gundukan tanah
bernama Gumuk Gadung. Tempat itu diyakini sebagai tempat perdebatan spiritual antara
Prabu Brawijaya dengan Sabdapalon. Konon, kala itu, ketika Majapahit runtuh,
Brawijaya ke Blambangan. Lalu, di bukit inilah terjadi diskusi terakhir antara Brawijaya
dengan Sabdopalon. Hasilnya, Brawijaya memilih pergi ke Gunung Lawu. Sedangkan
Sabdopalon yang setia dengan ajaran leluhur, lenyap. Hilang ke alam nirwana.
Dulu, sebelum dibangun candi, terdapat sebuah pohon kelampis ireng. Nama
Candi Purwo ini juga memiliki makna mendalam. Harapannya, masyarakat tetap ingat
dengan kawitan atau sejarah. Candi juga sebagai simbol kebesaran Nusantara dengan
kebhinekaan. 11 September 2011 digelar pamelaspas atau upacara peresmian. Kala itu,
diyakini, tonggak sejarah kembalinya Sabdapalon ke tanah Jawa. Sekaligus, tonggak
sejarah Nusantara. Lokasi candi cukup jauh dari keramaian. Bangunannya perpaduan
khas Jawa dan Bali. Namun, dominan Jawa, terutama mirip peninggalan era Majapahit.
Bangunannya menghadap ke timur arah matahari terbit. Ini simbul kawitan atau awal.
C. AKSES
Menuju lokasi candi, dibutuhkan sedikit perjuangan. Dari kota Banyuwangi butuh
sekitar 2 jam. Memasuki Dusun Pondok Asem, Desa Kedungasri, pengunjung harus
menyusuri jalan makadam, sekitar 3 kilometer. Lalu, jalan setapak dikelilingi hutan
bakau rindang. Medannya cukup sulit. Setelah itu, pengunjung harus berjalan kaki hingga
ke pelataran candi. Sebab, tak bisa dilalui kendaraan.
PURA LUHUR GIRI SALAKA
A. INFORMASI UMUM
Pura Luhur Giri Salaka berada di kawasan Taman Nasional Alas Purwo,
Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi. Jaraknya kurang lebih 60 km atau satu
setengah jam perjalanan dari pusat kota. Bangunan peribadatan ini berada di tengah hutan
belantara. Bangunan ini sudah berdiri kokoh sejak 1985 silam. Tak jauh dari sini, KITA
akan menemukan Situs Kawitan. Tempat ini bisa dibilang juga menjadi destinasi wisata
religi bagi umat Hindu. Menurut informasi umat Hindu Bali yang datang ke sini
jumlahnya bisa mencapai ratusan, terutama saat Pagerwesi dan Kuningan. Setiap 210 hari
sekali, umat Hindu rutin melaksanakan upacara keagamaan Pagerwesi. Mereka biasanya
akan ramai berbondong-bondong datang ke pura ini.
Situs kawitan terletak di dalam kawasan Resort Rowobendo Taman Nasional Alas
Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Bersama dengan Pura Luhur Giri Salaka yang
berjarak 65 meter sebelah barat, situs kawitan terdapat di tengah-tengah hutan jati yang
lebat. Terdapat akses jalan utama menuju situs kawitan melalui Pos Resort Rowobendo
dengan jarak sekitar 1 sampai 1,5 KM.
Setiap 210 hari sekali, umat Hindu melakukan upacara Pager Wesi guna
menyelamatkan ilmu pengetahuan, menolak ancaman raksasa yang diturunkan oleh para
dewa. Dalam upacara tersebut, terdapat kegiatan prosesi Palemahan atau bisa kalian sebut
prosesi membuang sesaji ke tanah agar dimakan oleh Betarakala. Setelah itu ada prosesi
Pawongan yaitu sebuah upacara syukur dari umat Hindu kepada Dewa yang telah
memberikan ilmu pengetahuan kepada manusia. Dalam upacara Pager Wesi, umat Hindu
juga melakukan penyucian benda-benda keramat dengan menggunakan air yang berasal
dari 7 mata air yang berbeda.
B. SEJARAH
Suatu sore di tahun 1968, di sekitar kawasan trianggulasi, salah satu lokasi lahan
pertanian di hutan Alas purwo ditemukan onggokan batu bata “misterius” oleh seorang
petani yang mengaku sebelumnya mendapatkan wangsit/mimpi tentang keberadaan
onggokan batu bata tersebut. Dalam mimpinya itu, ia diberitahu bahwa lokasi onngokan
batu itu sebenarnya adalah pintu gerbang menuju sebuah istana. sehinga tidak boleh
ditanami sembarangan.
Di kawasan Pura Luhur Giri Salaka ini terdapat situs Kawitan yaitu berupa
tumpukan batu bata besar. Masyarakat percaya kalau tumpukan batu bata tersebut adalah
bahan material yang digunakan untuk pembuatan candi-candi di Jawa pada masa kerajaan
Kediri sampai masa kerajaan Majapahit.
Situs kawitan pertama kali ditemukan dalam keadaan terkubur dalam tanah
berupa onggokan batu “kuno” yang menyerupai gapura. Sebelumnya lokasi penemuan
situs kawitan tersebut menjadi lahan pertanian dan ditanami labu oleh masyarakat sekitar.
Nama kawitan berasal dari bahasa jawa “kawi” yang berarti “tua” atau awal.
Dikatakan tua, karena masyarakat mengkaitkannya dengan hutan Alas Purwo yang
dipercaya sebagai tanah paling awal penciptaannya di Pulau Jawa.
C. AKSES
Karena berada dalam kawasan TN alas purwo jadi lokasi dan akses yang dilalui pun
searah dengan TN Alas purwo. Secara administratif masuk dalam wilayah 2 Kecamatan,
yaitu di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa
Timur. Lokasi Alas Purwo berada di perlintasan jalur antara Banyuwangi dan Situbondo.
Untuk berkunjung ke Taman Nasional Alas Purwo ada beberapa rute yang bisa di pilih.
1. Untuk dari arah Banyuwangi, bisa mengambil jalur Banyuwangi – Rogojampi –
Srono – Muncar – Tegaldlimo. Setelah sampai di Tegaldlimo 10 km kemudian
akan menemukan pos Rawabendo, yang merupakan gerbang utama Taman
Nasional Alas Purwo. Jarak yang harus ditempuh dari Banyuwangi kota sampai
ke gerbang utama Alas Purwo memakan waktu sekitar 2 jam perjalanan.
2. Untuk kita yang datang dari arah jember, pertama-tama menuju kearah Genteng
yang jaraknya sekitar 65 km. Selanjutnya menuju Tegaldilmo melalui Srono.
Untuk berkunjung ke Taman Nasional Alas Purwo pengunjung harus memakai
kendaraan pribadi. Sampai saat ini tidak ada kendaraan umum yang memiliki
trayek sampai ke Alas Purwo.
GUA ISTANA ALAS PURWO
A. INFORMASI UMUM
Sebetulnya ada banyak goa di dalam areal Taman Nasional Alas Purwo. Yang
terdata sekitar 40 goa. Salah satu objek wisata di Taman Nasional Alas Purwo adalah
Gua Istana. Untuk menuju gua ini, kami harus trekking sejauh 2 kilometer dari Pos Resor
Pancur melewati hutan bambu. Suasananya masih sangat alami, hingga terdengar suara
aneka burung yang saling bersahutan. Setibanya di Gua Istana, masih harus mendaki
puluhan anak tangga. Gua Istana bisa dibilang sebagai tempat wisata ritual. Sejak tahun
1990-an, Gua Istana mulai ramai dikunjungi. Apalagi saat bulan tertentu, yaitu Bulan
Suro.
Di depan pintu goa Istana, ada sekitar 20 undak-undakan (tangga dari semen)
yang harus dilewati. Sekitar 20 meter di arah tenggara goa, terdapat sebuah pondok dari
bambu. Tanpa atap. Luasnya kira-kira 2 x 2 m
B. SEJARAH
Goa yang lebarnya tak lebih dari 8 meter dengan panjang 30 meter ini, menurut
Plt KTU TN Alas Purwo, Dwi Arianto SH, terbentuk karena naiknya karang akibat
lempeng Eurasia terdesak oleh lempeng Indo-Australia. Dulu, goa Istana ini berada di
dalam lautan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ditemukan cangkang kerang dan
bebatuan karang di sekitar goa.
C. AKSES
Untuk mencapai goa ini, pengunjung harus melewati jalan setapak membelah
hutan bambu sejauh 1,5 km dari arah Pancur. Bagi wisatawan, pergi ke goa ini sebaiknya
jangan dilakukan pada saat musim hujan seperti sekarang ini. Karena jalan yang dilalui
berubah sangat licin. Belum lagi tanah liat yang bercampur air hujan, membuat tanah
semakin becek. Banyaknya pengunjung yang datang ke lokasi ini, mengakibatkan jalan
yang lebarnya tak lebih dari satu kaki itu mirip rawa-rawa. Kedalamannya sekitar 10-20
cm. Karena itu, jika terpaksa datang di musim penghujan, pengunjung harus lebih hati-
hati agar tidak terperosok.
PANTAI PANCUR
A. INFORMASI UMUM
Pantai Pancur adalah salah satu daerah anggota Taman Nasional Alas Purwo.
Terletak di dekat resor Pancur, sekitar 5 km dari pos Rowobendo (gerbang masuk Taman
Nasional Alas Purwo). Pantai Pancur memiliki garis pantai yang panjang dengan medium
wave dan wide ground yang cocok untuk camping keluarga. Untuk sekitar 2 km ke utara,
akan ada gua Instana atau danau Srengenge. Sebagian besar wisatawan dapat melanjutkan
perjalanannya setelah menikmati Pancur dengan mengunjungi dua lokasi tersebut. Saat
anda sampai di tempat tersebut, anda akan melihat tangga yang akan mengantarkan anda
ke pantainya.
Air lautnya yang jernih berwarna biru yang menenangkan. Dengan kontur pantai
yang landai, membuat pantai ini cukup aman dikunjungi anak-anak. Tidak jauh dari bibir
pantai ada aliran sebuah sungai kecil berair tawar yang membentuk air terjun mini lalu
mengalir ke lautan. Karena itulah pantai ini dinamakan Pantai Pancur.
B. SEJARAH
Nama Pantai Pancur berasal dari adalnya aliran sungai kecil berair tawar yang
langsung bertemu dengan air laut. Aliran sungai ini cukup unik karena menyerupai air
terjun kecil sehingga disebut pancur yang jika diartikan berarti air mancur atau pancuran.
Aliran sungai ini pun mengalir sepanjang waktu sehingga nampak seperti air terjun
sungguhan
C. AKSES
langsung saja mengarahkan anda menuju ke Taman Nasional Alas Purwo, lalu
sampai pada pos Rawanbendo, anda harus melakukan registrasi terlebih dahulu sebelum
menlanjutkan perjalanan anda ke Pantai Pancur yang berjarak 2 km dari pintu masuk
Alas Purwo.
PANTAI TRINGULASI
A. INFORMASI UMUM
Pantai Triangulasi terletak di Desa Tegaldlimo, atau sekitar 70 km dari pusat Kota
Banyuwangi. Lokasinya yang berada di dalam Taman Nasional Alas Purwo membuat
perjalanan pengunjung menuju lokasi pantai bagaikan petualangan yang menarik dan
menantang. Dari gerbang Alas Purwo menuju lokasi pantai berjarak sekitar 3 km atau
dapat ditempuh sekitar 1 jam perjalanan, mengingat jalan yang ditempuh penuh dengan
bebatuan.
Pantai Triangulasi mempunyai ciri eksotikanya sendiri. Hal ini bisa dilihat dari
pantainya yang luas dengan hamparan pasirnya yang begitu putih. Ombaknya yang
bergulung-gulung menjadikan pantai ini kurang diminati oleh peselancar dibandingkan
dengan Pantai Plengkung yang memiliki ombak besar.
Tidak ada fasilitas yang menunjang traveling di pantai namun Pantai Triangulasi
sangat cocok bagi mereka yang mencari serta mendambakan keheningan pantai dengan
kesempurnaan pemandangan matahari terbenam.
B. SEJARAH
Menurut pihak Taman Nasional Alas Purwo, nama Triangulasi diambil dari nama
tugu buatan pihak taman nasional untuk keperluan pemetaan Taman Nasional Alas
Purwo. Mengingat lokasinya yang berada di dalam taman nasional, Pantai Triangulasi
kerap menjadi tempat berkumpulnya binatang liar.
C. AKSES
langsung saja mengarahkan anda menuju ke Taman Nasional Alas Purwo, lalu
sampai pada pos Rawanbendo, anda harus melakukan registrasi terlebih dahulu sebelum
menlanjutkan perjalanan anda ke Pantai Tringulasi yang berjarak 3 km dari pintu masuk
Alas Purwo.
PANTAI PLENGKUNG (G-LAND)
A. INFORMASI UMUM
Pantai Plengkung, atau lebih dikenal dengan nama G-Land, adalah pantai yang
terletak dalam kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa
Timur. Pantai Plengkung berlokasi di bagian tenggara Pulau Jawa, berada dalam
gugusan pantai selatan Jawa yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia,
sehingga Pantai Plengkung termasuk pantai berombak besar. Ombak besar ini dihasilkan
oleh sistem bertekanan rendah yang berasal dari selatan (Antartika). Pantai Plengkung
juga terletak di sisi timur Teluk Grajagan, maka dari itu sisi kanan Pantai Plengkung
memiliki ombak lebih dominan. Ombak Panjang Plengkung berbentuk memanjang,
tinggi, dan berkecepatan tinggi. Ombak Pantai Plengkung juga membentuk tabung ombak
hampir sempurna sehingga menjadi favorit para penggila olahraga surfing.
Angin lepas pantai yang berhembus di Plengkung terjadi antara bulan April dan
September. Hal ini menyebabkan ombak paling besar terjadi pada bulan-bulan ini. Pada
waktu-waktu tersebut ombak datang bertahap, masing-masing berlangsung selama
beberapa hari, dengan rentang beberapa hari di antara setiap ombak. Gelombang
cenderung lebih besar dan lebih baik pada saat pasang, jadi waktu yang terbaik untuk
merencanakan perjalanan surfing adalah seminggu setelah masa bulan purnama atau
bulan baru, karena pada waktu-waktu ini gelombang tinggi terjadi selama setengah hari.
Gelombang ombak di pantai plengkung dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu, Kong
Waves (tinggi ombaknya mencapai 6-8 meter), Speedis Waves (tinggi ombaknya 5-6
meter), dan Many Track Waves (tinggi ombaknya 3-4 meter). Untuk tingkatan pemula
biasanya menggunakan ombak pada tingkatan terakhir (Many Waves).
Gelombang di pantai G-lang ini dianggap ombak terbaik ke-2 setelah Hawaii.
Sedangkan Hawaii menawarkan gelombang yang konsisten sepanjang tahun. Puncak
gelombang di pantai ini terjadi di antara bulan April hingga Agustus. Selain G-land dan
Hawaii, gelombang yang sama hanya bisa ditemui di Australia dan Afrika Selatan.
B. SEJARAH
Pada tahun 1972, sekelompok peselancar asal Amerika Serikat mengadakan
sebuah ekspedisi untuk menuju Plengkung. Ekspedisi ini diikuti oleh 8 kelompok surfer.
Tiga di antaranya berangkat dengan boat sewaan sedangkan 5 kelompok lainnya
menempuh jalur darat. Kelompok darat melakukan perjalanan hingga tiba di Desa
Grajagan. Dari Grajagan, mereka menempuh jarak 20 kilometer untuk sampai di
Plengkung dengan cara menyusuri perairan pantai menggunakan papan selancar. Setelah
melewatkan perjalanan yang keras dan kekurangan air bersih (air bersih mereka
kumpulkan saat hujan dan air hujan tersebut menempel di layar boat), kelompok yang
memakai boat sewaan mendarat langsung di Plengkung. Sesaat setelah tiba, mereka
mendirikan base camp untuk keperluan peninjauan tempat surfing. Mereka ada di
Plengkung selama 10 hari.
Nama G-land sendiri diberikan oleh peselancar, di mana G dikatakan memiliki 3
arti yang berbeda. Yang pertama adalah untuk “ Great” karena ombaknya yang begitu
besar, panjang dan penuh tantangan. Yang kedua adalah untuk “Green” karena terletak
didekat hutan tropis Alas Purwo yang hijau dan subur. Ketiga, G juga dapat merujuk
kepada “Grajagan” yang merupakan nama sebuah teluk, yaitu teluk Grajagan. Ada juga
yang menyebutkan bahwa nama G-land diberikan karena pantai ini melengkung
menyerupai huruf “G”.
C. AKSES
Menggunakan angkutan umum bus dari Banyuwangi menuju Kalipahit sejauh 60
km. Lalu dari Kalipahit naik ojek menuju Pasar Anyar sejauh 4 km. Dari Pasar Anyar
pengunjung bisa menumpang mobil pickup menuju Pos Pancur dengan jarak sekitar 15
km, yang muat mengangkut 10 – 12 orang untuk perjalanan pulang pergi. Sampai di Pos
Pancur, semua kendaraan baik pribadi maupun umum harus diparkir Kemudian
pengunjung bisa memilih, berjalan kaki menuju Pantai Plengkung sejauh 9 km, atau
menyewa kendaraan khusus yang disediakan oleh pengelola Taman Nasional Alas
Purwo.
SAVANA SADENGAN
A. INFORMASI UMUM
Padang savana ini sama dengan padang savana yang ada di Taman Baluran karena
menghadirkan landscape yang menyerupai padang savana Afrika. Yuk jalan-jalan ke
Padang Rumput Sadengan dan temukan berbagai hal menarik di sana. savana Sadengan
adalah padang rumput dengan luas 80 hektar, dan merupakan padang rumput semi alami
di Banyuwangi dan masuk dalam teritori Taman Nasional Alas Purwo. Disebut padang
rumput semi alami karena keberadaan padang rumput ini tidak berlangsung secara alami,
dimana terbentuk karena kerusakan hutan sehingga membentuk hamparan rumput yang
luas.
Satwa yang hidup di padang rumput ini merupakan penggabungan antara Greezer
atau satwa yang merumput di savana Sadengan, dan Browser atau yang makan tumbuhan
di dalam hutan. Berbagai spesies bisa di temukan di padang ini seperti; Banteng (Bos
javanicus), Rusa (Cervus timorensis), Ajag (Cuon alpinus), Kijang (Muntiacus muntjak),
Babi Hutan (Sus scrofa), Macan Tutul (Panthera pardus).
Di Sadengan ini disediakan pos pemantauan satwa dengan sebuah gubuk dengan
tiga lantai. Dari sini, wisatawan bisa melihat secara langsung satwa liar dari ketinggian.
Juga, bagi wisatawan yang hendak meneliti hewan di Sadengan, telah disediakan
penginapan khusus untuk peneliti. Lokasinya tepat berada dibelakang pos pemantauan.
Untuk anda yang ingin meneliti para satwa yang ada di Sadengan, ada penginapan
khusus yang disediakan dan berlokasi di belakang pos pantau. Apalagi padang rumput
Sadengan juga dibagi dalam beberapa blok yang semakin memudahkan untuk akses
penelitian. Blok-blok ini terdiri dari Blok A dengan nomor 1-3 dan Blok B dengan
penomoran yang sama. Masing-masing blok memiliki luas yang berbeda dan mendapat
perlakuan yang berbeda dan bergantung pada masing-masing kebutuhan kawasan.
B. AKSES
Karena merupakan bagian dari TN alas purwo, Savana ini berjarak sekitar dua kilometer
dari pintu masuk Resort Rowobendo. Berkendara menyusuri jalan utama Taman Nasional
Alas Purwo,
HUTAN DE DJAWATAN
C. INFORMASI UMUM
Salah satu obyek wisata di Kabupaten Banyuwangi adalah De Djawatan. Hutan
dengan pepohonan trembesi yang besar ini bagaikan Hutan Fangorn dalam film Lord of
The Rings. Dulunya hutan ini sebuah bangunan tua yang dulunya digunakan untuk
pengelolaan Transportasi Kereta Api. Namun, saat ini wisata Jawatan sudah beralih
fungsi sebagai tempat wisata yang menyajikan pemandangan alam dari rimbunan pohon
trambesi yang memiliki usia ratusan tahun dan memiliki diameter rata rata 3 meter.
Jawatan Benculuk selain difungsikan sebagai tempat wisata juga difungsikan sebagai area
resapan air dan penimbun kayu jati yang berkualitas yang dikelola oleh Perhutani
Banyuwangi. Saat ini jaatan sudah beralih nama menjadi De Djawatan
D. SEJARAH
Wisata Jawatan Benculuk mulai didirikan pada tahun 1951 sampai tahun 1962.
Berdasarkan data arsip Perhutani pemerintahan Banyuwangi, luas tempat wisata ini
dulunya 5,2 hektar. Dan sampai saat ini luas lahan yang tersisa tinggal 3,8 hektar.
Uniknya, Jawatan Benculuk Banyuwangi adalah satu satu nya tempat yang
mempunyai sumber tenaga listrik mandiri. Jadi untuk memenuhi kebutuhan energi listrik
tempat wisata ini tidak bergantung pada daerah lainnya. Selain itu Jawatan juga masih
menyimpan sebuah kereta tua (Sepur Klutuk) yang dilengkapi dengan teknisi dan juga
bengkel nya. Dan kereta tua ini dulunya beroperasi antar kecamatan di Kabupaten
Banyuwangi, mulai dari Kalibaru, Genteng, Purwoharjo, Alas Purwo, Srono, Rogojampi,
dan Banyuwangi Kota. Di beberapa kecamatan tersebut, rel Sepur Klutuk ini masih bisa
dijumpai, namun kebanyakan rel sudah banyak yang hilang, baik tertimbun tanah
maupun dikarenakan ulah tangan tangan yang tidak bertanggung jawab.
E. AKSES
Jawatan terletak di Kabupaten Banyuwangi, tepatnya di Kecamatan Cluring, Desa
Benculuk. Lokasi Jawatan juga tidak terlalu jauh dari pusat Kota Banyuwangi. Perjalanan
dari Banyuwangi Kota menuju tempat ini memakan waktu kurang lebih 30 menit. Akses
menuju lokasi wisata juga tidak sulit, karena tempat ini berada tidak jauh dari jalan raya,
tepatnya 50 m dari jalan raya.
Rute yang harus dilalui adalah jalan utama Banyuwangi-Jember ke arah selatan.
Namun sesampainya di Rogojampi, jalan utama Banyuwangi-Jember akan bercabang di
sebuah pertigaan. Jika hendak menuju De Djawatan, maka ambil jalan yang lurus ke
selatan. Selanjutnya cukup ikuti jalan utama ke arah selatan. Nantinya perjalanan akan
melewati Kecamatan Srono dan akhirnya sampai di pasar dan pertigaan Desa Benculuk,
Kecamatan Cluring.