Tawang Alun 3
Tawang Alun 3
Tawang Alun 3
A. INFORMASI UMUM
Status wisata masih tergolong objek wisata baru di Banyuwangi, sebab baru saja
diresmikan akhir oktober 2016 silam. Lantaran memiliki pemandangan alam ciamik dan
beberapa spot-spot foto corner instagramable, sehingga tak heran banyak pengunjung
Banyuwangi dan sekitar memenuhi kawasan wisata. Tingginya antusias pengunjung
bahkan membuat pihak pengelola wisata kewalahan. Hingga sekarang tiap musim liburan
dan juga akhir pekan, bisa-bisa membuat area wisata sangat penuh pengunjung. Bahkan
menurut pihak pengelola wisata bahwa hal tersebut terlihat area parkir bisa membludak
hingga 1 kilometer dari ara parkir sebenarnya.
Menurut informasi luas hutan pinus daerah Songgon mencapai 97 hektar. Tetapi
hanya sekitar 7 hektar saja dimanfaatkan dan diubah menjadi objek wisata alam di
Banyuwangi. Pihak pemerintah sengaja tak memanfaatkan seluruh lahan hutan pinus
sebagai destinasi wisata alam potensial di miliki Banyuwangi, sebab merak beranggapan
tetap mengedepankan fungsi utama hutan dan terus menjaga kelestarian alam.
B. SEJARAH
Pada mulanya sebelum menjadi salah satu objek wisata hits di Banyuwangi
seperti sekarang, dulu hanya kawasan hutan pinus biasa dan kerap kali digunakan oleh
warga sekitar mencari getah yang diambil dari pohon-pohon pinus. Sementara tepat
dibawah hutan pinus, dimanfaatkan oleh penduduk untuk menanam tanaman jagung,
cabai, jahe dan lain-lain. Hanya saja ketika pohon pinus tersebut makin besar, tentu tak
bisa lagi ditumpangsari atau ditanami komoditas lain, jadi cuman bisa diambil getah
pohon saja.
Dari pihak pemerintah Banyuwangi memiliki ide cuntuk memanfaatkan area
hutan pinus Songgon Banyuwangi yaitu dijadikan sebagai area wisata. Sehingga sampai
sekarang dari pemkab terus mengelola dan menjaga kelestarian kawasan hutan pinus
Banyuwangi. Belum lagi disekitar kawasan wisata terdapat sungai Badeng yang sudah
dari dulu dijadikan lokasi kegiatan tubing atau pun rafting oleh pecinta alam.
C. AKSES
Tak perlu khawatir bila sobat kesasar jika berlibur kesana, sebab lokasi wisata
cukup strategis dan sangat mudah terjangkau. Selain itu rute wisata pun sangat mudah
dilalui. Hal tersebut merujuk lokasi wisata tepat berada di kaki gunung Raung yang
memiliki pemandangan alam eksotis. Udara sekitar pun sangat sejuk dan segar bagus
untuk relaksasi kesehatan dan bakal membuat nyaman sobat ketika disana. Alamat
lengkap wisata berada di Desa Sumberbulu wilayah Songgon, Kabupaten Banyuwangi,
Provinsi Jawa Timur dan kode pos 68463.
ROWO BAYU SONGGON
A. INFORMASI UMUM
Telaga ini bersembunyi di balik rimbunnya hutan di kaki Gunung Raung di sisi
Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat setempat lebih sering menyebutnya Rowo Bayu.
Rowo dalam bahasa Indonesia adalah Rawa, sementara Bayu berarti angin.R awa Bayu
adalah sebuah rawa yang berada di lereng Gunung Raung, Bayu adalah sebuah nama desa
di wilayah Songgon, Kabupaten Banyuwangi,Banyuwangi, Jawa Timur. Lokasi Rawa
Bayu berada di kawasan hutan lindung, maka tidak heran jika pemandangan dan pesona
di sekitar rawa sangat tenang dan berhawa sejuk.
Tempat ini dipercaya sebagai tempat favorit Prabu Tawang Alun memerintah
Kerajaan Blambangan untuk berapa dan meditasi. Lokasi meditasi sang Raja berada di
pojok kanan sebelah utara dari telaga. Lokasi itu kini dibangun seperti candi, menutupi
sebuah batu yang tercetak bekas kaki sang Prabu Tawang Alun selama meditasi. Telaga
ini memang sangat rimbun Apalagi ditambah dengan gemericik air dari tiga mata air di
sekitar lokasi bangunan meditasi. Yaitu Sumber Kamulyan, Sumber Rahayu dan Sumber
Panguripan.
A. SEJARAH
Rawa Bayu Banyuwangi sebagai petilasan yang hening dan sakral bagi warga
Banyuwangi. Pada tanggal 18 Desember 1771, di Rowo Bayu Banyuwangi terjadi
pertempuran antara kerajaan Blambangan dengan Belanda. Dengan kesaktian para adipati
atau pati raja dan tekad rakyat Blambangan pada kala itu, perang antara kerajaan
Blambangan dengan pasukan Belanda tidak dapat dielakkan. Pertempuran yang sengit
pun terjadi, hingga menewaskan ribuan tentara Belanda dan prajurit Blambangan.
Pertempuran dahsyat itu sampai menewaskan pimpinan kedua belah pihak yaitu pangeran
Jagapati dan komandan VOC Van Schaar. Pada hari itulah Banyuwangi terlahir dan
menjadi cikal bakal Banyuwangi. Akhirnya tanggal tersebut dijadikan sebagai hari jadi
Banyuwangi. Sosok yang menjaga Rawa Bayu Banyuwangi adalah seorang yang
dinamakan nyai Resek. Wujud nyai Resek sendiri mempunyai wajah yang cantik dan
bijaksana. Disekeliling nyai Resek selalu dijaga oleh prajurit-prajurit dan perempuan-
perempuan cantik lainnya.
B. AKSES
Bagi Anda yang ingin berkunjung ke Rawa Bayu menggunakan angkutan umum,
Anda dapat menggunakan jasa kereta api dan berhenti di stasiun Rogojampi. Dari stasiun
Rogojampi Anda menggunakan jasa ojek yang dapat membawa Anda menuju Wana
Wisata Rawa Bayu ini. Apabila menggunakan kendaraan pribadi, Anda bisa langsung
menuju lokasi wana wisata Rawa Bayu yang mudah diakses jalannya.
AIR TERJUN LIDER BANYUWANGI
A. INFORMASI UMUM
Air terjun Lider terletak di lereng gunung Raung seperti air terjun Telunjuk
Raung. Lokasi air terjun Lider sulit untuk dicapai karena belum ada akses jalan yang
bagus untuk menuju ke lokasi air terjun. Secara geografis air terjun Lider Banyuwangi
berada di dusun Sragi, desa Sumber Arum, kecamatan Songgon. Air terjun Lider ini
kurang lebih berjarak sekitar 45 KM dari kota Banyuwangi. Lokasinya yang tersembunyi
dan berada di hutan belantara membuat suasana di air terjun Lider sejuk dan masih alami.
Air terjung setinggi 60 meter dengan ketinggian 1300 meter diatas permukaan laut ini
menjadikannya sebagai air terjun terbaik dan tertinggi di Banyuwangi. Dengan
ketinggian itu, Anda harus berhati–hati jika ingin mandi di air terjun, karena derasnya
percikan air terjun yang bisa membuat tubuh anda kedinginan dan bisa–bisa sepulang dari
air terjun anda akan merasakan sakit flu, demam ataupun sakit telinga.
B. SEJARAH
Dinamakan Air Terjun Lider dikarenakan terletak di kawasan hutan lindung petak
74, Blok Lider. Air Terjun yang terletak di lereng Timur Gunung Raung ini, berjarak
sekitar 45 km dari Kota Banyuwangi. Air terjun ini mudah di jangkau kendaraan umum.
Lelah, karena memang perjalanan yang lumayan sulit untuk dilalui, terasa sirna terbayar
sudah ketika kita menyaksikan pesona dan keindahan air terjun setinggi 60 meter dengan
ketinggian 1.300 meter ini. . Lider juga didampingi oleh 4 air terjun kecil yang semakin
menawan dengan dinding tebing berupa deretan batu berdimensi rata.
C. AKSES
Air terjun lider berjarak sekira 45 km dari Banyuwangi. Ada dua jalur yang bisa
ditempuh menggunakan mobil maupun sepeda motor. Kondisi jalan tidak bagus, terlebih
di saat musim penghujan sangat licin. Jalur pertama melalui Desa Jambewangi,
Kecamatan Sempu sejauh 15 km. Jalur kedua melalui Desa Sragi, Kecamatan Songgon
sejauh 8 km.
Untuk mencapai air terjun Lider banyuwangi ini, Anda akan melalui medan yang
lumayan ekstrim, setelah Anda berada di lokasi parkiran sepeda di bawah pohon beringin
Anda harus berjalan kaki sampai ke air terjun. Jalannya pun tidak mulus dan datar, baru
berjalan saja anda harus turun menuruni bukit sampai ke sungai. Setelah itu anda harus
menyebrangi sungai dan melewati hutan belantara dan menyebrangi sungai lagi sebanyak
7 kali. Jika anda beruntung anda akan melihat penghuni setempat seperti kera, burung,
kupu–kupu, dan lain-lain
GINTANGAN, BLIMBINGSARI
A. INFORMASI UMUM
Dalam hal aktifitas kerajinan, Banyuwangi menyimpan potensi yang luar biasa.
Selama ini produk-produk kerajinan dari Banyuwangi lebih banyak dijual dan dijumpai
di Pasar Seni Sukowati, dan hampir semua outlet kerajinan di Denpasar. Salah satu yang
secara massif warganya memproduksi kerajinan adalah Desa Gintangan, Kecamatan
Blimbingsari, yang terkenal dengan kerajinan anyaman bambu. Massif dan kreatif. Itulah
yang tertangkap pertama saat memasuki Desa Gintangan
Desa Gintangan dulunya merupakan bagian dari Kecamatan Rogojampi.
Kemudian saat pemekaran diresmikan pada 9 Januari 2017 maka Desa Gintangan masuk
ke dalam wilayah Kecamatan Blimbingsari. Desa Gintangan terdiri dari 4 dusun, yaitu:
Dusun Gumukagung, Dusun Kedungbaru, Dusun Kedungsari, Dusun Krajan. Desa
Gintangan terletak sekitar 20 KM dari Kota Banyuwangi. Desa ini telah menjadi sentra
kerajinan bambu sejak 1980-an. Desa ini sudah memasok kerajinan bambu untuk
kebutuhan nasional. Bahkan, produk kerajinan bambu ini sudah diekspor ke sejumlah
negara, seperti Jerman, Australia, Amerika, India, Jepang, Brunei Darussalam, dan
Thailand.
B. SEJARAH
Gintangan, nama sebuah desa di Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten
Banyuwangi memiliki latar belakang sejarah yang cukup panjang. Berawal dari sebuah
dukuh yang sudah berdiri sebelum Perang Semesta Blambangan di Bayu (1771-1774),
Gintangan telah ada jauh sebelumnya. Menurut cerita rakyat, Gintangan berasal dari
nama ‘Gontang' dan disebut menjadi ‘Gontangan’, yang memiliki arti Bumbung Bambu
untuk wadah air. Yakni wadah air yang digunakan oleh tokoh bernama Sulung Agung.
Dalam cerita itu, Sulung Agung adalah seorang pelarian Perang Bayu yang kemudian
bersembunyi dan menetap di hutan wilayah tersebut. Saat babat alas, dia memakai
bumbung bambu yang oleh masyarakat setempat disebut Gontang untuk mengambil air di
sebuah sungai.
Jika cerita rakyat tersebut benar, maka Gintangan yang diyakini berasal dari kata
Gontang, baru ada pasca Perang Bayu tahun 1771-1774. Padahal menurut penulis,
seharusnya Gintangan sudah ada sebelum Perang Bayu. Menurut Kamus Bahasa Using
Hasan Ali, secara topomini, nama Gintangan mirip dengan dua kata yang bermakna
hampir sama. Yang pertama adalah kata ‘Gintungan’, yakni nama jenis pohon yang
kayunya tahan air, Schleichera trijuga. Jenis pohon inilah yang dulu diyakini banyak
terdapat di lokasi tersebut. Adapun jika dihubungkan dengan cerita rakyat di atas, maka
bambu Gontang bukan bambu asli daerah ini melainkan bambu yang dibawa oleh Sulung
Agung yang berasal dari tempat lain.
Yang kedua, masih menurut Kamus Bahasa Using Hasan Ali, adalah kata
‘Gelintingan’ yang berarti Tiduran (berbaring, istirahat). Maknanya bisa dua hal, yakni
tiduran (berbaring, istirahat) karena rakyat sudah sejahtera sehingga bisa beristirahat
dengan tenang. Atau dapat diartikan beristirahat usai perang. Jika kemungkinan istirahat
seusai perang, maka cerita rakyat diatas dapat dibenarkan bahwa tokoh Sulung Agung
beristirahat di hutan ini usai perang Bayu. Namun jika dilihat dalam buku Perebutan
Hegemoni Blambangan yang mengutip catatan ANRI Arsip Daerah Residensi
Banyuwangi no.7, di Kemantren Ragajampi terdapat sebuah desa bernama Galintang atau
dalam Babad Bayu disebut Gelintang yang dipimpin oleh Ki Mahesa Gethuk.
Dua nama ini; Galintang dan Gelintang secara toponimi dapat disamakan dengan
Gelinting(an) yang berarti tiduran (istirahat). Dalam cacatan itu, desa ini dikelilingi oleh
desa-desa lain; desa Geladhak yang dipimpin Ki Margorupit di sebelah barat; desa Kaiton
(Kaotan) di utara; Watukabu di timur laut dan Bama di sebelah timur. Menurut Babad
Bayu, Ki Margorupit dan Ki Mahesa Gethuk terlibat dalam Perang Bayu pada tahun
1771-1772 bersama Mas Rempeg Jagapati. Dengan demikian, maka otomatis desa
Galintang atau Gelintang tentu sudah ada jauh sebelum perang Bayu itu sendiri. Desa
Galintang atau Gelintang seharusnya sudah ada sebelum tahun 1771-1772.
Dari tulisan singkat ini, sementara kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:
1. Desa Gintangan berasal dari kata Galintang/Gelintang yang kemudian
mendapat akhiran ‘an’ menjadi Galintangan dan berubah untuk memudahkan
penyebutan menjadi Glintangan dan kemudian Gintangan. Hal yang sama juga
terjadi pada nama desa Pagambiran menjadi Gambiran, Gagenting menjadi
Genteng, Mamelik menjadi Melik (di Srono), Caluring menjadi Cluring, atau
Paparanan menjadi Perangan (di Kradenan).
2. Desa Galintang (Gelintang) sudah ada 98 Tahun sebelum perang Bayu dan
diperkirakan sudah ada sejak zaman keemasan kerajaan Balambangan tahun
1655-1691. Desa Gintangan diperkirakan telah berdiri pada tahun 1655
bersamaaan dengan dibukanya Alas Sudimara menjadi desa Macanputih, atau
pada tahun 1674-1676 saat Balambangan mencapai puncak kemakmurannya.
3. Ketiga, Pendiri desa Gintangan (Galintang/Gelintang) adalah tokoh bergelar
Sulung Agung yang tidak diketahui nama aslinya. Dan keturunannya, Ki
Mahesa Gethuk tetap berperan dalam perang membela kemerdekaan Kerajaan
Balambangan di Bayu tahun 1771-1774. Spirit menyejahterakan rakyat seperti
Sulung Agung dan semangat menjaga kedaulatan negara seperti yang
dilakukan Ki Mahisa Gethuk itulah merupakan karakter asli masyarakat Desa
Gintangan (Galintang/Gelintang) dahulu dan akan terus menurun pada
generasi sesudahnya hingga di masa yang akan datang.
C. AKSES
Desa Gintangan berjarak sekira 21 km dari Banyuwangi. Ada dua jalur yang bisa
ditempuh menggunakan mobil maupun sepeda motor. Kondisi jalan bagus, Jalur pertama
melalui Gladag, Kecamatan Rogojampi sejauh 5 km. Jalur kedua melalui Patoman
Kecamatan Songgon sejauh 8 km.