Manusia Dan Pendidikan
Manusia Dan Pendidikan
Manusia Dan Pendidikan
Oleh :
MUH. IRFAN HATTABE
NIM. 181051401016
Dosen Pengampu,
Puji dan syukur kehadirat Allah swt, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
makalah dengan judul “Hakikat Manusia Sebagai Mahluk Pendidikan dan
Implikasinya” pada mata kuliah Filsafat Pendidikan dapat diselesaikan dengan baik
oleh penulis.
Proses penyelesaian makalah ini, merupakan suatu perjuangan cukup panjang
bagi penulis. Selama proses penyusunan makalah ini, tidak sedikit mengalami
kendala yang dihadapi. Namun demikian, berkat keseriusan penulis sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis tidak lupa menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Dr. Abdul
Saman, S.Pd., M.Si.Kons selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan
atas arahan, nasihat, bimbingan dan usahanya dalam memotivasi seluruh mahasiswa
dalam mengikuti mata kuliah beliau. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
teman-teman mahasiswa Program Studi Administrasi Pendidikan Kelas A yang
banyak memberikan masukan yang sangat berarti dalam penyusunan makalah ini.
Mudah-mudahan bantuan dan bimbingan yang diberikan mendapat pahala dari Allah
swt.
Terwujudnya makalah ini juga atas doa, dorongan, dan restu keluarga. Oleh
karena itu, penulis menghaturkan terima kasih kepada seluruh keluarga tercinta, yang
memberikan motivasi dan dukungan sampai selesainya makalah ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga segala bantuan yang telah diberikan oleh
berbagai pihak dapat bernilai ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah swt.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, sadar atau tidak sadar, manusia
cenderung melihat dan bahkan tertarik untuk menikmati, memiliki dan berambisi
untuk menguasai segala hal yang dianggap penting di luar dirinya. Terobsesinya
manusia sebagai kepada dunia luar sering menggiringnya men-ciptakan
ketergantungan kuat pada se-suatu yang ada di luar dirinya. Karenanya tidak heran
bila manusia dihadapkan dengan persoalan hidup yang justru berkecenderungan kuat
mencari solusi dari segala sesuatu yang relavan dan ada di luar dirinya, termasuk
dalam menghadapi manusia itu sendiri dalam ber-bagai konteks dan aspek
kehidupan. Padahal sesungguhnya, jika manusia sadar dan menghayatinya, justru
apapun ragam persoalan yang muncul dan terjadi dalam kehidupan manusia, pada
hakikatnya berpangkal dan berujung pada diri manusia itu sendiri.
Atas dasar itu, persoalan mendasar yang harus terjawab adalah bahwa manusia
tidak saja perlu, tetapi mutlak, mengenal dirinya dengan upaya memahami apa
sesungguhnya manusia itu? Untuk menjawab persoalan itu, tidak ada instrumen lain
bagi manusia kecuali melalui ilmu pengetahuan khususnya filsafat. Melalui filsafat
akan dicoba dipahami hakikat manusia, terutama ha-kikat manusia sebagai makhluk
pen-didikan. Persoalannya, apakah filsafat itu? Webter (dalam Adisasmita, 1988:34)
mendefinisikan filsafat itu sebagai “love is wisdom” dan sebagai ilmu pengetahuan
yang menyelidiki fakta dan prinsip-prinsip kenyataan hakikat dan kelakuan manusia.
Mudyaharjo (2006:3) menyebutkan filsafat khusus mempunyai objek kenyataan
salah satu aspek kehidupan manusia yang penting (misalnya: hukum sejarah, seni,
moral, sosial, olahraga, religi, ilmu, dan pendidikan). Sementara filsafat sebagai
kebijakan memandang lebih menyeluruh terhadap nilai-nilai dalam berbagai aliran-
aliran filsafat secara umum.
Filsafat sebagai penambah ilmu pengetahuan manusia dapat dibagi dalam
beberapa pokok bidang studi. Etika adalah pelajaran moralitas atau salah dan benar.
Metafisika adalah pelajaran hakikat pokok manusia dan alam dunia. Ilmu itu
mencoba menjelaskan hakikat kenyataan yang pasti. Politik adalah pelajaran tentang
pemerintahan. Estetika adalah pelajaran tentang hakikat keinda-han. Logika adalah
pelajaran metode untuk memeriksa kebenaran melalui metode alasan seperti induktif
dan deduktif. Epistimologi adalah pelajaran asal mula, batas, dan hakikat
pengetahuan (Adisasmita, 1988:36).
Di satu sisi, ilmu pengetahuan berusaha melukiskan, menemukan, dan
menganalisis fakta, maka di sisi lain, filsafat berfungsi mengkritik, menilai, dan
mengsintesis tentang fakta. Ilmu pengetahuan menentukan bagaimana cara
meninggikan kekuatan dan tenaga manusia lebih efektif, tetapi filsafat menilai
kegunaan relatif dari usaha ini. Keduanya, baik ilmu pengetahuan maupun filsafat,
melibatkan pantulan dan berpikir kritis, teori prinsip dan membangun, teori
menunjukkan dan mem-buktikan untuk membentuk hipotesis baru; akan tetapi dalam
filsafat ada tambahannya, yaitu berkenaan dengan nilai-nilai.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah
1. Bagaimanakah pandangan filsafat ten-tang hakikat manusia dalam pendidikan?
2. Bagaimanakah implikasi pandangan filsafat tentang hakikat manusia dalam ilmu
pendidikan?
3. Bagaimanakah implikasi pandangan filsafat tentang perilaku manusia dalam
pendidikan, khususnya membentuk kepribadian manusia?
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa untuk terwujudnya
nilai-nilai manusiawi dalam kompleksitas kehidupan dan dalam dunia pendidikan
khususnya, mutlak diperlukan kejelasan dan bahkan kepastian terpahaminya manusia
sebagai makhluk yang manusiawi, termasuk makhluk yang manusiawi dalam dunia
pendidikan. Pemahaman dan selanjutnya perlakuan terhadap manusia itu sendiri
sangat diperlukan melalui pengertian filosofis tentang harkat martabat manusia itu.
Tanpa bertolak dari pemahaman tentang hakikat manusia, mustahil atau akan sulit
mewujudkan tata nilai yang manusiawi dalam berbagai dimensi hubungan
antarmanusia, khususnya dalam dunia pendidikan. Itu pulalah yang menjadi landasan
objektif atas mutlaknya kejelasan filosofis beserta ilmu kependidikan dalam dunia
pen-didikan. Sebab, sebagai subjek maupun sebagai objek dari proses pendidikan itu,
manusia harus dipandang sebagai makhluk yang unik sekaligus istimewa, dan harus
diperlakukan secara manusiawi juga.
Demikian kupasan dan kesimpulan dari tulisan ini. Semoga hal ini bisa
membantu kita dalam memahami dan menyadari hakikat manusia sebagai makhluk
pendidikan, dan bisa pula memberikan tambahan pengetahuan dan bermanfaat bagi
para insan pendidikan.
B. Saran
Sehubungan dengan keterbatasan referensi yang digunakan dalam penyusunan
makalah ini, maka kami menyarankan para pembaca dapat mengembangkan makalah
ini dengan lebih memperbanyak lagi referensi-referensi mengenai hakikat manusia
sebagai mahluk pendidikan dan implikasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Suparlan Suhartono. 2017. Filsafat Pendidikan. Makassar. Badan Penerbit UNM.