01111550012003-Master Thesis 2
01111550012003-Master Thesis 2
01111550012003-Master Thesis 2
Iqroatul Hasanah
01111550012003
DOSEN PEMBIMBING
PROGRAM MAGISTER
DEPARTEMEN FISIKA
SURABAYA
2018
i
TESIS – SF-142502
TESIS – SF-142502
Iqroatul Hasanah
01111550012003
DOSEN PEMBIMBING
PROGRAM MAGISTER
DEPARTEMEN FISIKA
SURABAYA
2018
ii
Tesis disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains (M.Si)
di
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh
Iqroatul Hasanah
NRP. 01111550012003
Disetujui oleh:
iii
STUDI LAPISAN ANTI BASAH PE/SiO2 PADA MEDIA KACA
ABSTRAK
Penelitian untuk Tesis dengan judul “Studi Lapisan Anti Basah PE/SiO2
Pada Media Kaca” telah dilakukan. Material hydrophobic terbentuk dari komposit
Polyethylene PE/SiO2. Fasa silika quartz (SQ) didapat setelah proses leaching.
Fasa silika amorphous (SA) didapatkan setelah proses pereduksian ukuran
(kopresipitasi). Silika cristobalite (SC) didapatkan setelah mengkalsinasi SA
dengan temperatur 1200°C selama 5 jam. Sifat hidrofobisitas dapat diketahui
dengan mengukur sudut kontak air pada setiap lapisan. Untuk lapisan PE memiliki
sudut kontak tertinggi yaitu 126,85 ± 1,03°, tertinggi kedua yaitu lapisan komposit
PE/SQ dengan sudut kontak air 115,75 ± 1,14° kemudian lapisan komposit PE/SA
sebesar 113,04 ± 1,21° dan yang terendah yaitu lapisan komposit PE/SC dengan
sudut kontak air 106,75±1,26°. Lapisan PE/SA memiliki nilai transmitansi
terbesar yaitu 75,27-97,55% pada panjang gelombang 400-800 nm, sehingga
lapisan PE/SA lebih transparan dari pada lapisan komposit PE/SQ dan PE/SC.
iv
STUDY COMPOSITE HYDROPHOBIC COATING PE/SIO2 ON GLASS
SUBSTRATE
Abstract
v
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul “Studi Lapisan Anti Basah PE/SiO2 Pada Media Kaca”
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyelesaian tugas akhir ini
tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Dr. Yono Hadi Pramono, M. Eng selaku Kepala Jurusan Fisika ITS
2. Bapak Dr. Mochammad Zainuri, M.Si selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan tuntunan, ilmu, semangat, kritik dan saran sehingga
tesis ini dapat diselesaikan
3. Abi, Ummi, mbak Lilis, dan mbak Sisil tercinta, serta semua keluarga
yang senantiasa mendukung penulis lewat doa, perhatian, dan kasih
sayang
4. Roihatur Rohmah sebagai partner satu tim dalam penelitian ini yang selalu
membantu penulis dalam pengerjaan tesis ini
5. Randy Sunaya yang telah memberikan semangat, dukungan, dan bantuan
dalam penelitian dan penulisan tesis
6. Teman-teman bahan yang selalu memberi support dan canda tawa, selama
penyelesaian tesis
7. Seluruh Dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan ilmunya kepada
penulis, serta Laboran dan karyawan tata usaha jurusan Fisika ITS
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis
mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan Tesis ini.
Akhir kata, semoga Tesis ini dapat bermanfaat.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
vii
3.3.3. Uji Ultraviolet-Visible Spectrophotometry (UV-Vis) ............................. 22
3.3.4. Uji Scanning Electron Microscopy (SEM).............................................. 22
3.4 Diagram Alir Penelitian............................................................................... 23
BAB 4 ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ............................................. 27
4.1 Analisa Struktur Silika ................................................................................ 27
4.1.1 Analisa Kandungan Silika Dengan Uji X-ray Flourescene (XRF)....... 27
4.1.2 Analisa Fasa Secara Kualitatif dan Kuantitatif ..................................... 28
4.2 Analisa Pembuatan Komposit PE/ SiO2 ...................................................... 33
4.3 Analisa Sifat Kebasahan Permukaan ........................................................... 34
4.3.1 Analisa Sudut Kontak Air pada Lapisan............................................... 35
4.3.2 Analisa Kekasaran Permukaan Lapisan ................................................ 37
4.3.3 Analisa Transmitansi Lapisan Hidrofobik ............................................ 43
4.2.4 Analisa Keseluruhan ............................................................................. 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 47
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 47
5.2 Saran ............................................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 49
LAMPIRAN ........................................................................................................ 51
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
Gambar 4. 15 Topografi 3D kekasaran permukaan lapisan (a) PE, lapisan komposit (b)
PE/SQ, (c) PE/SA, dan (d) PE/SC........................................................... 43
Gambar 4. 16 Grafik nilai UV-Vis .................................................................................. 44
x
DAFTAR TABEL
xi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
membersihkan diri sehingga dapat meminimalkan permasalahan kaca buram,
tergores serta dapat mengurangi biaya perawatan.
Silika adalah bahan silikat paling sederhana. Silika bisa dibuat sebagai
bahan padat non kristal atau gelas yang susunan atomnya acak. Ksirtal silika
mempuyai susunan acak. Kristal silika mempuyai kerapatan yang rendah dan
memiliki ikatan atom yang kuat yang dapat dicerminkan dari temperatur lelehnya
1710 oC. Silika termasuk dalam golongan bahan oksida yang mempunyai potensi
untuk pemanfaatan aplikasi teknologi tinggi. Berkembangnya teknologi saat ini,
aplikasi penggunaan silika pada industri semakin meningkat terutama penggunaan
silika yang memiliki ukuran partikel kecil sampai dengan skala nano. Ukuran
partikel bahan dasar yang diperkecil membuat produk memiliki sifat yang berbeda
dibanding ketika ukurannya besar.
Penelitian banyak dilakukan untuk memperoleh silika dengan kemurnian
tinggi dari material alam dan murah. Pasir Bancar merupakan salah satu pasir
alam yang memiliki kandungan Si mencapai 83,3%. Untuk mendapatkan silika
murni dapat dilakukan menggunakan metode purifikasi. Metode ini dilakukan
dengan cara merendam silika dengan HCl. Sintesis silika dapat juga dilakukan
dengan metode kopresipitasi (Thuadaij dan Nuntiya, 2008) dan alkali fusion
menggunakan medium KOH (Widodo, 2011) dan NaOH (Akbar, 2010; Munasir
dkk., 2013).
Telah dilakukan penelitian sebelumnya mengenai teknologi hidrofobik
dengan judul “Pengaruh Jenis Fasa SiO2 (quartz, amorphous, cristobalite)
Terhadap Sifat Hidrofobik Media Kaca” yang dilakukan oleh Finanti, dkk (2016).
Material hidrofobik terbentuk dari komposit polydimethylsiloxane (PDMS)/SiO2.
SiO2 yang digunakan memanfaatkan pasir alam Bancar, Tuban sebagai material
dasar SiO2. Fasa silica quartz (SQ) didapat setelah proses leaching, fasa silica
amorf (SA) didapatkan setelah proses kopresipitasi, dan silica cristobalite didapat
setelah mengkalsinasi SA dengan temperature 1200°C selama 2 jam. Pada
komposit PDMS/SA membentuk sudut kontak sebesar 148,24°.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Yonggang (2010), dalam
penelitiannya tersebut menggunakan dua macam SiO2 yaitu SiO2 tanpa modifikasi
dan SiO2 termodifikasi. Yonggang melakukan pembuatan komposit PE/SiO2
2
dengan perbandingan 0,2 gram PE dan 0,1 gram SiO2 dan menggunakan metode
pelapisan dip-coating dan sudut kontak yang dihasilkan sebesar 159° untuk
penggunaan SiO2 termodifikasi. Akan tetapi bahan yang digunakan kurang
ekonomis karena menggunakan SiO2 sintesik dan tidak memanfaatkan sumber
daya alam yang melimpah.
Pada tahun 2013 Satish dkk melakukan penelitian tentang
superhidrofobik yang berjudul “Durability and Restoring of Superhidrofobik
Properties in Silica-Based Coatings” yang focus pada sinteis sol-gel dip coating.
ketahanan, dan memulihkan sifat permukaan superhidrofobik yang menggunakan
partikel silika dengan energy permukaan rendah yang dilapisi pada media kaca.
Sudut kontak lapisan superhidrofobik yang dihasilkan mencapai 170 ± 1° dan
sudut gesernya sebesar 3 ± 1°. Lapisan yang dihasilkan juga memiliki stabilitas
termal yang baik. Sampai temperature 550 °C tetap mempertahankan sifat
superhidrofobisitasnya dan akan berubah menjadi superhidrofilik di atas 600 °C
tanpa adanya deformasi permukaan. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa lapisan silica superhidrofobik yang dihasilkan tahan terhadap gangguan
eksternal yang berbeda, metode sol-gel dip coating dan pemulihan properti
memberikan solusi terbaik untuk pembuatan lapisan silika superhidrofobik dengan
daya tahan yang lebih lama dan biaya rendah.
Berdasarkan informasi tersebut, maka akan dikarakterisasi SiO2 dari
pantai Bancar, Tuban untuk material hidrofobik pada kaca pelindung mobil
dengan nilai ekonomis yang tinggi. Metode pelapisan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan komposit yang berbasis Polymer Matrix Composite
(PMC). Dengan Polyethylene (PE) sebagai matrik dan SiO2 sebagai filler, dimana
PE merupakan polimer yang transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan
benturan serta kekuatan sobek yang baik, tidak berwarna, taha air dan bukan
konduktor listrik. Dengan karakteristik yang dimiliki PE dan SiO2 tersebut,
sehingga dapat terbentuk material baru yang memiliki sifat hidrofobik. Dalam
penelitian ini akan dilakuka pelapisan komposit PE/SiO2 pada permukaan kaca
dengan teknik dip-coating. Variable yang akan divariasi adalah fasa SiO2 untuk
mengetahui pengaruh dalam sifat hidrofobik suatu lapisan.
3
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana proses mensintesis SiO2 dengan berbagai fasa yang
dihasilkan?
2. Bagaimana hasil transparansi lapisan hidrofobik pada substrat kaca?
3. Bagaimana mengkarakterisasi sifat-sifat kebasahan dan pengamatan
mikrostruktur permukaan lapisan kaca yang dilapisi komposit PE/SiO2?
4
tehadap sifat hidrofobisitas lapisan kaca. Selain itu juga dapat memberikan
informasi atau inovasi dalam pemanfaatan pasir alam sebagai material hidrofobik.
5
Halaman Sengaja Dikosongkan
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
Lotus
Effect
7
tahun 2002, melaporkan sebuah penemuan baru yang menunjukkan bahwa
terdapat struktur nano yang menutupi setiap permukaan papila mikro pada
permukaan daun lotus. Struktur komposit mikro dan nanohierarkis permukaan
daun lotus ini yang dapat menyebabkan sifat superhidrofobik.
Permukaan daun lotus memiliki mikro-papila yang terdistribusi secara
acak dengan diameter mulai dari 5 µm sampai 9 µm seperti pada Gambar 2.2b.
Setiap mikro-papila terdapat nano-serabut dengan diameter kira-kira 120 nm
seperti pada Gambar 2.2c. Struktur multi skala kombinasi mikro-papila dan nano-
serabut menyebabkan adanya formasi kantong udara, sehingga air hanya dapat
berinteraksi dengan puncak permukaan kekasaran dan mencegah bagian bawah
daun agar tidak basah. Dalam kasus ini, sudut kontak air θc dapat ditentukan
dengan menggunakan teori Cassie-Baxter yang menjelaskan hubungan sudut
kontak dengan permukaan kekasaran heterogen dengan model “kantong udara”.
Gambar 2. 2 hasil SEM struktur daun lotus (a) daun lotus, (b) mikrostrutur daun
lotus, (c) nanostruktur daun lotus, (d) mikrostruktur setelah annealing, (e)
nanostruktur setelah annealing, (f) tetesan air diatas daun lotus, dan (g) tetesan air
di atas daun lotus setelah annealing dan dimiringkan 90° (Mingqian, 2015)
Cheng dan Rodak dkk pada tahun 2006 telah meneliti pengaruh struktur
mikro dan nano pada sifat hidrophobik daun lotus. Daun lotus di annealing selama
1 jam dengan temperature 150 °C untuk memisahkan fitur skala nano dari
kekasaran skala mikro seperti pada Gambar 2.2d. penelitian tersebut
menghasilkan sudut kontak air di atas daun lotus dan daun lotus yang di annealing
8
sebesar 142.4 ± 8.6° dan 126.3 ± 6.2°. Dengan demikian, kekasaran skala mikro
pada permukaan lotus efektif dalam meningkatkan sudut kontak statis, dan adanya
struktur nano-serabut dapat menaikkan sudut kontak sebesar 16 ° dari 126 °
sampai 142 °. Selain itu, sudut geser tetesan air yang di atas daun lotus lebih kecil
daripada sudut geser tetesan air di atas daun lotus anil (Gambar 2.2f). Artinya,
struktur nano daun teratai sangat kondusif untuk mengurangi adhesi permukaan
daun teratai. Tetesan air dengan sudut geser yang lebih kecil dapat menggelinding
dan lebih efisien untuk membersihkan kotoran.
Struktur kekasaran hirarki permukaan daun lotus, kantong udara yang
terbentuk di bawah cairan mengurangi area kontak antara cairan dan permukaan,
yang mengakibatkan pengurangan histeresis sudut kontak, sudut kemiringan, dan
gaya adhesi. Kombinasi papila skala mikro dan nano-serabut berpengaruh
terhadap sifat superhidropobisitas dan membersihkan diri. Oleh karena itu,
fenomena ini membuktikan peran penting struktur nano-serabut dalam sifat
membersihkan diri dari daun lotus.
2.1.2 Efek dari lilin epicuticular yang menutupi permukaan daun teratai
Lilin epiabicular hidrofobik tiga dimensi (3D) ditemukan di permukaan
daun, yang dianggap berpengaruh terhadap sifat hidrofobik dan membersihkan
sendiri pada daun lotus. Sebagian besar lilin epicuticular termasuk pada daun
teratai memiliki sifat hidrofobik karena memiliki senyawa hidrokarbon yang
energi permukaannya rendahnya. apabila lilin epiabicular dilepaskan dengan
mencuci dengan aseton, sudut kontak akan berkurang secara dramatis (Walker,
2015). Cairan yang memiliki tegangan permukaan sama atau lebih rendah dari
tegangan permukaan kritis substrat akan membasahi permukaan. Tetesan air di
atas permukaan dengan energi rendah menyebabkan gaya adhesi air dengan
permukaan subsrat rendah, sehingga air akan tetap seperti tetesan sferis yang
dapat menyebabkan sudut kontak lebih besar dan sudut guling lebih kecil dari
pada tetesan air di atas permukaan benda berenergi tinggi seperti Gambar 2.3a dan
Gambar 2.3b (Bhushan, 2007). Dengan demikian sifat superhidrofobik dapat
dibuat dengan kombinasi struktur hirarki permukaan kantong udara dan
hidrofobisitas lilin permukaan.
9
Gambar 2. 3 Pembersihan diri dari permukaan superhidrofobik (a) sudut kontak
yang sangat tinggi membersihkan partikel kontaminasi, (b) tetesan dengan sudut
kontak rendah tidak membersihkan permukaan.
10
Prinsip metode alkali fusion adalah membongkar ikatan kimia dalam
bahan dengan menggunakan senyawa alkali seperti KOH, NaOH, Na2CO3 dan
kemudian mengikat silika. Dalam proses ekstraksi silika ini, ada tiga tahapan.
Pertama, preparasi natrium silikat (Na2SiO3) dari pasir yang mengandung silika
dengan menggunakan NaOH. Selama proses alkali fusion terjadi reaksi:
2NaOH + SiO2 Na2SiO3 + H2O (2.1)
Dari reaksi diatas, terbentuk natrium silikat yang mudah larut dalam air.
Maka dari itu, larutan natrium silikat didapatkan dengan mencampurkan air.
Tahapan kedua adalah melakukan preparasi silicic acid, Si(OH)4. Pada tahapan
ini, larutan natrium silikat direaksikan dengan asam kuat HCl hingga terbentuk
endapan. Reaksi yang terjadi:
Na2SiO3 + H2O + 2HCl Si(OH)4 + 2 NaCl (2.2)
Karena Si(OH)4 tidak bisa larut dalam asam kuat seperti HCl, HNO3 dan
H2SO4, maka endapan Si(OH)4 dapat dipisahkan dari larutannya (yang diperoleh
dari reaksi 2.2). Tahap ketiga adalah preparasi SiO2 dengan menggunakan
Si(OH)4. Pada tahapan ini reaksi yang terjadi:
Si(OH)4 SiO2 + 2H2O (2.3)
(Mori, 2003).
11
Gambar 2. 4(a) hasil SEM pelapis nanopartikel ITO pada substrat kaca, (b)
tetesan air di atas kaca, (c) polikarbonat, dan PMMA dengan pelapis
nanopartikulat ITO. (skala: (a) 10 μm) (Mingqian, 2015)
Fang dkk 2015, membuat film superhidrofobik tahan lama PTFE dengan
metode yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. ZnAc2 dan NaCl dicampur ke dalam
emulsi PTFE yang tersedia secara komersial. Pada proses pengeringan,
pembakaran dan pencucian dengan asam asetat, film PTFE yang dihasilkan dari
emulsi memiliki porositas permukaan mikro dan nano, dan menunjukkan sifat
superhidrofobik dengan sudut kontak statis >150 ° dan sudut geser <10 °.
dikeringkan
Pelapisan T=100oC
PTFE
Emulsion+ZnA
Dicuci dengan asam asetat kalsinasi T=370oC
C2+NaCl
12
nya superhidrofobik. Selama uji pembersihan diri dari permukaan setelah
terkontaminasi minyak, tetesan air masih membentuk "kelereng" pada permukaan
dengan metode dip-coating seperti pada Gambar 2.6, yang mengindikasikan
bahwa permukaan akan mempertahankan sifat membersihkan diri setelah
terkontaminasi.
2.3 Hidrofobik
Hydrophobik adalah salah satu fenomena fisika yang bersifat anti air.
Suatu permukaan dikatakan hidrofobik jika permukaan tersebut tidak basa bila
terkena air dan terlihat selalu bersih. Hidrofobik suatu permukaan dapat diketahui
dengan mengukur besarnya sudut kontak yaitu sudut yang terbentuk antara
permukaan lapisan dengan fluida yang diteteskan. Pada saat sudut kontak <90°,
maka permukaan padatan tersebut hidrofilik, apabila >90° permukaan padatan
bersifat hidrofobik.
13
Dari persamaan di atas tingkat kebasahan dan sudut kontak (Ө)
dipengaruhi oleh tegangan permukaan cairan dengan udara (ϒlv), energi bebas
permukaan padatan dengan udara (ϒsv), dan tegangan antar permukaa padatan
dengan cairan (ϒsl) sesuai dengan teori young persamaan (2.4). Untuk
mendapatkan sudut kontak yang tinggi suatu material harus memiliki energi
permukaan yang rendah. Gambar 2.7 merupakan skematik parameter dalam teori
Young dan tiga fase pada tetesan air di atas permukaan benda padat.
(a)
(b)
Gambar 2. 7 (a) sudut kontak menurut teori Young’s, (b) tiga kontak fase tetesan
air di atas permukaa benda padat
Apabila energi antar permukaan solid-vapor lebih besar dari pada energi
antar permukaan solid-liquid (ϒsv > ϒsl), ruas kanan persamaan 2.4 bernilai
positif. Nilai sudut kontak akan bernilai 0° sampai 90°, sehingga tetesan air akan
membasahi permukaan. Apabila cos Ө bernilai negatif (ϒsv < ϒsl), sudut kontak
melebihi 90°, maka tetesan air tidak akan membasahi permukaan benda padat.
Diantara ketiga energi permukaan hanya energi permukaan liquid-vapor ϒlv yang
14
dapat dihitung secara experimental dengan menggunakan berbagai metode,
termasuk dengan kenaikan kapiler. Persamaan Young’s hanya utuk permukaan
datar dan halus, apabila permukaan kasar persamaan Young’s tidak dapat
digunakan.
Dimana sudut kontak Wenzel ( ), sudut kontak air pada permukaan halus ( )
pada persamaan Young, dan faktor kekasaran (r) yang merupakan nilai
15
perbadingan antara permukaan solid-liquid (Asl) dengan proyeksi area pada
bidang datar (Af). nilai r=1 untuk permukaan halus sempurna, >1 untuk
permukaan kasar.
Dimana dan merupakan sudut kontak pada permukaan dari fsl dan fvl. Apabila
tetesan air sepenuhnya menyentuh udara, maka sudut kontak akan bernilai 180o.
jumlah antara fvl dan fsl bernilai 1, maka fvl = 1 – fsl . dengan Ө= 180° untuk udara,
maka persamaan 2.6 menjadi :
- (2.7)
16
memungkinkan tetesan air untuk menggelinding dengan mudah di atas permukaan
media lapisan.
Air
Padat
Udara
Gambar 2. 10 Ilustrasi skematik tetesan air pada teori Cassie-Baxter dimana
ujung dari kekasaran terbasahi
Sehingga persamaan 2.7 menjadi:
- (2.8)
17
Halaman Sengaja dikosongkan
18
BAB 3
METODE PENELITIAN
19
menambahkan pasir ke dalam larutan HCl 2M dengan perbandingan 1:30 dan
diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 1 jam dan direndam selama 24 jam.
Tujuan dari proses leaching untuk melarutkan impureitas yang dapat larut dengan
larutan HCl. Setelah proses perendaman, endapan dicuci dengan aquades hingga
netral (pH=7) dan dikeringkan.
3.2.2. Sintesis Silika Amorphous dan Cristobalite
Serbuk mikrosilika ditambahkan ke dalam larutan NaOH 7M dengan
perbandingan 15 gram:21 gram. Kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer
dengan kecepatan skala 5 selama 2 jam dengan temperature 250 oC. Tahap ini
adalah proses hidrotermal. Hasil dari proses hidrotermal dilarutkan kembali
dengan 200ml aquades sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 1
jam. Kemudian larutan tersebut disaring menggunakan kertas saring halus,
larutan yang lolos saring merupakan larutan Natrium Silikat (Na2SiO3).
2NaOH(I) + SiO2(s) NaSiO3(s) + H2O(I) (3.1)
Larutan Natrium Silikat dikopresipitasi melalui proses titrasi dengan
meneteskan larutan HCl 2M. Proses titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan pH
larutan. Dari semula antara 13-14 sampai menjadi netral (pH= 7) dan pada tahap
ini larutan yang awalnya cair dan bening berubah menjadi putih, keruh dan kental
karena terbentuk gel. Sampel dibiarkan mengendap minimal selama 24 jam.
Endapan tersebut dicuci dengan aquades sampai pH=7 untuk menghilangkan
NaCl yang terbentuk selama proses titrasi. NaCl yang terbentuk muncul karena
adanya reaksi kimia antara NaOH dan HCl. Sampel kemudian di keringkan dan
menghasilkan SiO2 amorf.
Na2SiO3(s) + 2H2O(I) + 2HCl(I) Si(OH)4 + 2NaCl (3.2)
Si(OH)4 SiO2 + 2H2O (3.3)
Langkah selanjutnya dilakukan pengujian XRD untuk mengetahui fasa yang
terbentuk.
Serbuk silica amorf di kalsinasi dengan terperatur 1200oC dengan
penahanan waktu 5 jam untuk menghasilkan silika cristobalite. Silica cristobalite
yang dihasilkan di uji XRD untuk mengetahui fasa dan distribusi ukuran yang
terbentuk.
20
3.2.3. Pembuatan Lapisan Komposit Polyethylene/Silika (PE/ SiO2)
Dilakukan preparasi media kaca ITO, dengan ukuran 2 cm x 2 cm
sebanyak 5 buah. Kaca yang digunakan memiliki karakteristik utama yaitu
transparan dan konduktif. Kemudian kaca direndam dalam alcohol dan
dibersihkan menggunakan ultrasonic cleaner hingga bersih. Selanjutnya kaca
dikeringkan pada suhu ruangan.
Untuk pembuatan lapisan komposit PE/SiO2, 0,2 gram PE (polyetilane)
dilarutkan dalam 20 ml pelarut xylene menggunakan magnetic stirrer dengan
temperatur 125oC selama 20 menit. Selanjutnya SiO2 sebanyak 0,1 gram dan 0,1
gram TEOS ditambahkan ke dalam larutan PE (polyettilane) dan diaduk selama
15 menit menggunakan magnetic stirrer. Kemudian dengan metode dip coating,
permukaan kaca dilapisi material komposit PE/SiO2 dan dikeringkan.
21
3.3.4. Uji Scanning Electron Microscopy (SEM)
Uji karakterisasi sampel mengunakan SEM untuk mengetahui morfologi,
topografI, dan struktur material. Pada penelitian ini dilakukan pengujian SEM
pada sampel kaca yang telah dilapisi PE dan komposit PE/SiO2.
22
3.4 Diagram Alir Penelitian
Pasir Silika
23
3.4.1 Diagram Alir Sintesis Silika
24
3.4.2 Diagram Alir Komposit PE/SiO2
Pelapisan (dip-
coatig 30 detik)
Analisa Data
Kesimpulan
25
Halaman ini sengaja dikosongkan
26
BAB 4
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Si 93,50 96,90
K 3,93 0,21
Ca 0,79 1,20
Ti 0,29 0,28
Fe 0,54 0,76
Cu 0,19 0,13
Zr 0,66 -
Ba 0,20 -
Pasir silika pantai Bancar memiliki kandungan silikon (Si) sebesar 83,3%
dengan unsur pengotor lain yang beragam dengan persentase yang rendah seperti
Fe, K, Ti, Ca (Irawati dan Zainuri, 2016). Setelah dilakukan pemurnian melalui
proses leaching dengan pelarut asam klorida (HCl) terdapat banyak unsur-unsur
mineral yang terlarut, sehingga kemurnian kandungan silika meningkat menjadi
93,5% dan warna pasir menjadi putih buram dan ukurannya masih berupa
27
aglomerasi dalam orde mikron yaitu sebesar 476,6 nm. Setelah proses
kopresipitasi melalui proses hydrotermal kemurnian kandungan silika meningkat
menjadi 96,9% dengan ukuran yang lebih kecil yaitu 326 nm dengan warna putih
cerah.
28
Gambar 4. 1 Pola XRD silika quartz dengan software match
29
dapat dilihat pada Gambar 4.3, dimana berdasarkan visualisasi morfologi partikel
SA memiliki ukuran, bentuk yang tidak seragam dan cenderung beraglomerasi.
Fasa Silika Amorphous tersebut terbentuk pada saat proses perlakuan panas dalam
metode kopresipitasi. Proses hydrothermal menyebabkan pergerakan-pergerakan
atom secara acak, sehingga silica Quartz yang kristalin berubah menjadi silica
Amorf. Gambar 4.4 merupakan pola difraksi sinar X silika Amorf, terlihat bahwa
kurva tersebut memiliki banyak puncak bergelombang dan melebar sehingga
mengidentifikasi ukuran kristal kecil (orde nano) seperti struktur amorphous
(Apriliana, 2015).
30
c. Silika Cristobalite (SC)
Hasil dari uji TGA menunjukkan bahwa pada temperature 50°C hingga
78°C terjadi penurunan massa pasir silika yang signifikan, dan penurunan massa
terus terjadi hingga 481°C, di atas temperatur 481°C massa pasir silika cenderung
konstan. Pada temperature 900°C dan 1280°C kurva DSC menunjukkan reaksi
endotermik yang ditandai dengan adanya puncak yang mengarah ke bawah.
Reaksi endotermik yang terjadi ketika tidak ada pengurangan massa partikel SiO2
ditengarahi sebagai daerah-daerah terjadinya transformasi fasa SiO2 yang dapat
dikaitkan dengan pembentukan fasa cristobalite (Finanti, 2016). Oleh karena itu,
dalam penelitian ini pemanasan silika amorphous dilakukan pada temperatur
1200°C selama 5 jam untuk mendapatkan silika cristobalite.
31
Secara kualitatif, serbuk silika yang telah di kalsinasi memiliki fasa
cristobalite (data [96-900-9686]). Adapun secara kualitatif dari hasil pengolahan
dengan software Rietica dengan referensi cif 9001578, pola difraksi sinar X silika
yang telah dikalsinasi berfasa silika α-kristobalit dengan struktur kristal trigonal (
a = b = 4,90 Å dan c = 6.84 Å), sedangkan volume cell yang diperoleh yaitu
164,17 Å3, dengan densitas sebesar 3,57 gr/cm3. Hasil pengolahan memiliki nilai
kecocokan GoF (Goodness-of-Fit) sebesar 0.139, nilai ini sudah dapat diterima
atau model yang digunakan telah cocok dengan pola difraksi sinar x silika yang
telah di kalsinasi pada 1200oC selama 5 jam.
32
4.2 Analisa Pembuatan Komposit Polyethylene/Silika (PE/ SiO2)
Pada pembuatan material pelapis hidrofobik pada umumnya melalui
mekanisme rekayasa dari segi sifat kimia dan struktur geometri dari partikel yang
digunakan. Bahan yang digunakan sebagai pelapis hidrofobik bisa dikategorikan
sebagai material komposit, karena bahan tersebut terdiri dari 2 bahan utama yaitu
matrix dan pengisinya. Pada penelitian ini komposit PE/SiO2 yang digunakan
terdiri dari polimer Polyethylene (PE) sebagai matriks dan SiO2 sebagai filler.
Dimana bahan silika yang digunakan pada penelitian ini bersumber dari dua
elemen utama yaitu bahan inorganik TEOS dan mineral alam pasir silika. Polimer
PE yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berbentuk plastik Polyethylene yang
di larutkan dalam pelarut yaitu xylene. Proses pembuatan komposit dilakukan
dengan disperse SiO2 terhadap larutan PE, sanjutnya dilapiskan pada substrat
untuk digunakan sebagai pelapis.
Kaca yang telah dilapisi hidrofobik telihat lebih buram dari pada kaca
tanpa lapisan. Sifat buram pada kaca merupakan nilai kualitatif yang hanya dapat
dilihat secara visual. Lapisan kaca hidrofobik dalam penelitian ini akan di
aplikasikan pada kaca mobil, sehingga untuk menentukan nilai kuantitatif
keburaman pada lapisan kaca dilakukan uji UV-Vis. Dari hasil uji UV-Vis akan
diperoleh nilai transmitansi pada daerah panjang gelumbang cahaya tampak,
dengan cara menunjukkan persentase transmitansi gelombang cahaya tampak
yang diteruskan.
33
membasahi permukaanya, dimana kontak yang terjadi antara tetesan air dan
padatan besar. Sedangkan permukaan yang telah dilapisi lapisan hidrofobik
kontak antara air dan substrat sedikit atau dengan kata lain hanya sedikit yang
membasahi permukaan.
(a) (b)
Gambar 4. 8 Perbedaan tetesa air pada (a) kaca tanpa lapisan hidrofobik (b) kaca
dengan lapisan hidrofobik
34
Sudut Kontak
145
140
135
130
Sudut Kontak (◦)
125
120
115
110
105
PE PE/SQ PE/SA PE/SC
Sampel
35
126,85 ± 1,03° 115,75 ± 1,14°
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4. 11 Besar WCA pada lapisan hidrofobik (a) PE (b) PE/SQ (c) PE/SA
(d) PE/SC
36
menggelinding. Karena suatu permukaan hidrofobik akan semakin hidrofobik
apabila memiliki kekasaran yang lebih besar (Bhushan, 2016).
Dalam penelitian ini modifikasi kekasaran pada lapisan dibentuk dari
variasi fasa silika. Serbuk silika dalam penelitian ini bertindak sebagai filler dalam
komposit PE/SiO2. Dari setiap variasi fasa silika yang digunakan diperoleh
morfologi permukaan serta penyebaran filler pada lapisan komposit PE/SiO2 yang
berbeda-beda seperti pada gambar 4.12.
(a)
(b)
Gambar 4. 12 Citra SEM distribusi penyebaran filler pada (a) PE/SQ (b) PE/SA
37
(b)
(a)
(c)
(d)
Gambar 4. 13 Citra SEM struktur hirarki permukaan (a) PE, (b) PE/SQ, (c)
PE/SA, dan (d) PE/SC
Citra SEM lapisan PE dapat dilihat pada Gambar 4.13a dapat dijelaskan
bahwa pada lapisan PE terbentuk banyak Pori dan dinding pori membentuk
struktur hirarki. Ukuran pori yaitu dari 0,5 - 100 nm, dan ukuran struktur hirarki
pada dinding pori yaitu dari 0,5 µm - 80 nm. Lapisan PE memiliki struktur hirarki
permukaan dan memiliki kekasaran yang merata. Karena karakteristik tersebut,
PE dapat membentuk WCA terbesar dari semua jenis lapisan komposit PE/SiO2.
Lapisan komposit PE/SQ memiliki truktur hirarki permukaan terkecil yang dapat
diukur pada citra SEM perbesaran 20.000 kali yaitu 0,2 µm seperti pada Gambar
4.13b. Gambar 4.13c merupakan citra SEM lapisan komposit PE/SA yang
menunjukkan bahwa terdapat berbagai ukuran partikel yang melingkupinya mulai
dari ukuran 0,6 µm sampai ukuran 0.08 µm. Selanjutnya struktur hirarki yang
dimiliki lapisan komposit PE/SQ ditunjukkan pada Gambar 4.14d. Adapun
struktur hirarki yang dimiliki lapisan komposit PE/SQ memiliki ukuran terkecil
yaitu 0,12 µm. Akan tetapi struktur permukaan komposit PE/SQ juga terdapat
38
permukaan yang tidak terbentuk struktur hirarki, sehingga dapat menyebabkan
luas kontak antara tetesan air dengan permukaan besar dan WCA yang dihasilkan
kecil.
Dalam penelitian ini teori yang digunakan sebagai acuan dalam
menganalisa sudut kontak yaitu Cassie-Baxter. Dalam teori tersebut disebutkan
bahwa tetesan air yang terbentuk di atas permukaan yang memiliki kekasaran
permukaan akan membentuk “kantung udara”. Sebuah teori dimana pada saat
terjadi pembasahan terdapat udara yang terjebak di antara sela-sela kekasaran
permukaan seperti pada Gambar 4.14. Dalam teori Cassie-Baxter tetesan air yang
diteteskan pada permukaan padatan hanya menyentuh ujung-ujung kekasaran,
sehingga kontan antara air dan padatan sedikit. Oleh karena itu, dalam teori
tersebut terdapat adanya faktor kekasaran untuk permukaan hidrofobik. Faktor
kekasaran disimbolkan dengan Rf (roughness faktor) (Bhushan, 2016). Nilai Rf
diperoleh dari perhitungan persamaan sudut kontak Cassie-Baxter dengan
memasukkan nilai fraksi yang telah diperoleh pada table 4.3. persamaan Cassie-
baxter dapat dilihat pada persamaan (2.8).
Cair
Udara
Padat
39
Permu Faktor kekasaran
Cos (Ɵ)
kaan (Rf)
126,85 ±
PE 0,055 14,42 ± 1,34
1,03°
PE/S 115,75 ±
0,115 9,02 ± 1,32
Q 1,14°
113,04 ±
0,158 6,36 ± 3,02
PE/SA 1,21°
PE/S 106,75±1,
0,179 8,60 ± 1,22
C 26°
40
untuk lapisan PE/SC memiliki ketinggian kekasaran rata-rata yaitu 22,49 µm.
Permukaan lapisan polyethylene (PE) memiliki kekasaran yang lebih rata dari
pada lapisan komposit PE/SiO2, hal ini disebabkan karena adanya serbuk silika
pada lapisan komposit sehingga ketinggian kekasarannya tidak merata.
(a)
(b)
(c)
(d)
41
table 4.1. Hasil pengujian dengan UV-Vis dilakukan pada panjang gelombang
400-800 nm. Untuk permukaan lapisan PE dapat mentansmisikan cahaya tampak
dari panjag gelombang 400 nm sebesar 62 % dan naik secara signifikan sampai
panjang gelombang 800 nm sebesar 98,279%. Adapun cahaya yang di
transmisikan oleh permukaan lapisan komposit PE/SQ, PE/SA, dan PE/SC
berturut-urut yaitu, untuk lapisan PE/SQ pada panjang gelombang 400 nm cahaya
yang ditransmisikan sebesar 74.83% dan naik sampai 98.28% pada panjang
gelombang 800 nm. Untuk hasil transmitansi cahaya pada permukaan lapisan
komposit PE/SA pada panjang gelombang 400 nm sebesar 75.27% dan naik
secara signifikan sampai 95,19% pada panjang gelombang 550 nm dan naik
sampai panjang gelombang 800 nm cahaya yang di transmisikan sebesar 97.55%.
Selanjutnya untuk lapisan komposit PE/SC pada panjang gelombang 400 nm
cahaya yang ditransmisikan sebesar 56.55% dan naik secara signifikan sampai
96.95% pada panjang gelombang 800 nm.
Sifat anti air yang diaplikasikan terhadap kaca mobil membutuhkan
lapisan yang transparan. Jika dilihat dari keseluruhan, hasil uji UV-Vis pada
semua sampel lapisan komposit PE/SiO2 diperoleh hasil transmitansi yang paling
tinggi yaitu pada permukaan lapisan komposit PE/SA. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh luas permukaan yang dihasilkan dari silika amorf. Secara umum, nilai
transmitansi cahaya dapat di pengaruhi oleh diameter partikel, ketebalan lapisan,
dan indeks bias. Karena pada penelitian ini digunnakan SiO2 dengan massa yang
sama dan ukuran partikel tidak sama, maka jumlah serbuk yang berasa pada
lapisan tidak sama, sehingga nilai transmitansi yang diperoleh tidak sama.
42
Tabel 4. 4 Tabel hasil transmitansi lapisan hidrofobik
Transmitansi (T%)
Sampel
400 (nm) 600 (nm) 800 (nm)
90
70
transmitansi %
PE/SA
50 PE/SC
PE
30 PE/SQ
10
-10 400 450 500 550 600 650 700 750 800
Panjang Gelombang (nm)
43
4.3.4 Analisa Keseluruhan
Berdasarkan hasil analisa keseluruhan, permukaan lapisan PE memiliki
sifat hidrofobik lebih bagus dari pada lapisa komposit PE/SiO2 yang ditandai
dengan nilai sudut kontak lapisan PE yaitu sebesar 126,85±1,03°. Perbedaan nilai
sudut kontak diperuhi oleh hierarki kekasaran yang terbentuk dan distribusi
ketinggian kekasaran permukaan yang relatif rata. Selain itu, fasa pada serbuk
silika juga mempengaruhi sifat hidrofobik dari permukaan yang dapat dibuktikan
dengan adanya perbedaan hasil sudut kontak yang terbentuk pada variasi fasa
pada penelitian ini.
Tetesan air pada permukaan lapisan komposit PE/SiO2, akan membentuk
kontak air dengan ujung-ujung kekasaran yang di bentuk oleh hierarki kekasaran
permukaan yang dibentuk oleh silika. Semakin sedikit kontak air dengan
permukaan lapisan, sudut kontak permukaan akan semakin besar sehingga lapisan
semakin bersifat hidrofobik. Adapun nilai transmitansi lapisan PE paling besar
diantara lapisan komposit, dan pada lapisan komposit yang paling besar yaitu
lapisan PE/SA.
Nilai absorbsi lapisan PE lebih besar dari pada lapisan komposit PE/SA
dan PE/SQ. Lapisan PE memiliki kemampuan dalam penyerapan energi sinar UV
lebih besar dari pada lapisan komposit PE/SQ dan PE/SA, sehingga lapisan PE
lebih mudah mengalami degradasi. Adanya SiO2 pada lapisan komposit dapat
mengurangi nilai absorbsi cahaya pada lapisan dan dapat mempertahankan sifat
hidrofobisitas pada lapisan PE, sehingga diperoleh lapisan yang lebih lama
terdegredasi dan bersifat hidrofobik. Jika dilihat dari hasil karakterisasi yang telah
dilakukan, maka dari penelitian ini lapisan permukaan yang dipilih yaitu lapisan
komposit PE/SQ.
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Telah didapatkan silika pantai Bancar secara alami mengandung Si sebesar
83,3%. Pemurnian dengan metode leaching didapatkan kenaikan menjadi
92,4%. Pada tahap ini mengahasilkan silika berfasa quartz (SQ). silika
berfasa amorphous (SA) dengan kadar Si menjadi 96,9%. SA dikalsinasi
pada temperatur 1200°C selama 5 jam menghasilkan silika berfasa
cristobalite (SC).
2. Lapisan komposit PE/SiO2 yang memiliki nilai transmitansi terbesar yaitu
PE/SA sebesar 75.27% pada panjang gelombang 400 nm dan pada
panjang gelombang 800 nm cahaya yang di transmisikan sebesar 97.55%.
3. Pada lapisan komposit PE/SiO2 nilai WCA tertinggi yaitu lapisan komposit
PE/SQ dengan WCA 115,75 ± 1,14° kemudian lapisan komposit PE/SA
sebesar 113,04±1,21° dan yang terendah yaitu lapisan komposit PE/SC
dengan WCA 106,75±1,26°.
5.2 Saran
Adapun beberapa saran untuk penelitian selanjutnya untuk
menyempurnakan penelitian, yaitu menggunakan SiO2 dengan ukuran yang lebih
kecil agar sudut kontak lebih besar dan selain untuk mendapatkan sifat hidrofobik
melalui sudut kontak dengan air, juga menganalisa mengenai sifat membersihkan
diri dengan uji sliding angle.
45
Halaman Sengaja Dikosongkan
46
DAFTAR PUSTAKA
Billmeyer, W. F. (1994). Texbook of Polymer Science. 3rd Edition, Jhon Wiley &
Son, New York.
Brindley, G.W and Brown, G. 1980. Crystal Structures of Clay Minerals and
Their X-Ray Identification. Mineralogical Society.
Fauziyah, Nur Aini. 2015. Karakterisasi Komposit PEG 4000/SiO2 (SiO2=
Kuarsa, Amorf, Kristobalit) Dengan Dynamic Mechanical Analyzer (DMA).
Tesis. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jurusan Fisika.
Finanti Rahayu, 2016. Pengaruh Jenis Fasa SiO2 (Quartz, Amorphous,
Cristobalite) Terhadap Sifat Hidrofobik Pada Media Kaca. Tugas Akhir.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jurusan Fisika.
Gusrita, Dahlia, dkk. 2014. Pengaruh Viskositas Fluida Terhadap Sifat
Hidrofobik dari Berbagai Macam Daun. Pillar Of Physics Vol 1. Padang:
Universitas Negeri Padang.
Hara. (1986), “Utilization of Agrowastes for Bulding Materials. International
Reseach and Development Coorperation Division”, Tokyo. Japan.
Hartining, Tri. 2013. Pengaruh Variasi Temperatur Kalsinasi Pasir Silika
Sebagai Pengisi Bahan Komposit Anit Korosi. Tugas Akhir. Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jurusan Fisika.
Kalapathy, U., Proctor, A., and Shultz, J., 2000, A Simple Method for Production
of Pure Silica From Rice Hull Ash, Bioresour. Technol 73, 257-262.
Knausgård, Kjetil. 2012. Superhidrofobik Anti-Ice Nanocoatings. Norwegia:
Norwegian University of Science and Technology.
Latif, Chaironi, dkk. 2014. Pengaruh Variasi Temperatur Kalsinasi Pada Struktur
Silika. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol 3 No 1. Surabaya. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Latthe, Sanjay Subhash, dkk. 2012. Recent Progress in Prerparation of
Superhidrofobik Surface: A Review. Journal of Surface Engineered
Materials and Advanced Technology. India: Shivaji University.
Lestari, Fifi Bailin. 2013. Pengaruh Variasi Milling Time Pasir Silika Terhadap
Sifat Ketahanan Korosi Komposit PANi/SiO2 Pada Plat Baja. Tugas Akhir.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jurusan Fisika.
Mori, Hidetsugu, (2003), “Extraxtion of Silicon Dioxide From Waste Colored
Glasses by Alkalifusion Route”, The 2nd international Conference on
theoretical and Applied Physics, American Institute of Physics,
Palangkaraya, hal. 28-31.
Oweini, Rami-Al, 2009. Synthesis and Characterization by FTIR Spectroscopy of
Silica Aerogels Prepared Using Several Si(OR)4 and R”Si(OR’)3
47
Precusors. Journal of molecular structure. Lebanon: American University of
Beirut, Departement of Chemistry.
Rizka, Anggriz Bani, 2014. Pengaruh Temperatur Kalsinasi dan Waktu
Penahanan Terhadap Pertumbuhan Nanosilika. Tugas Akhir. Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jurusan Fisika.
Setyawan, Heru, dkk. 2012. Pelapisan Hidrofobik Pada Kaca Melalui Metode
Sol-Gel dengan Precursor Waterglass. Jurnal Teknol Pomits Vol 1 No
1.Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Smallman, R. E. and Bishop, R. J. (2000), “Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa
Material”, Edisi keenam. Terjemahan Sriati Djaprie. Erlangga. Jakarta.
Surdia, T dan Saito, S. (2000), “Pengetahuan Bahan Teknik”, Pradanya Pramita.
Jakarta.
Triwikantoro, dkk. 2014. Pengaruh Variasi Temperatur Kasinasi pada Struktur
Silika. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol 3 No 1. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Jurusan Fisika.
Vlack Van and H. Lawrench, (1992), “Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam
dan Non Logam”, Edisi kelima. Alih Bahasa: Sriati Djaprie. Fakultas
Teknik Metalurgi, Universitas Indonesia. Erlangga. Jakarta.
Wenten, I.G dan Himma Nurul F., (2014), “Membran Superhidrofobik”, Diktat
departemen Teknik Kimia ITB, Bandung.
48
LAMPIRAN A
49
B. Hasil UV-VIS Cristobalite
C. Hasil UV-VIS PE
50
LAMPIRAN B
A New refinement
2,200
2,000
1,800
1,600
1,400
1,200
1,000
Counts
800
600
400
200
0
-200
-400
-600
15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
2 theta (deg)
PHASE 1: sio2
NEW PARAMETERS, SHIFTS, AND STANDARD DEVIATIONS=
ATOM X DX SX Y DY SY Z DZ SZ B DB SB N
DN SN
SI 0.30028 0.00000 0.00000 0.30028 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000
0.00000 0.6000 0.0000 0.0000 1.0000 0.0000 0.0000
O 0.23920 0.00000 0.00000 0.10440 0.00000 0.00000 0.17870 0.00000
0.00000 0.6000 0.0000 0.0000 1.0000 0.0000 0.0000
ATOM B11 DB11 SB11 B22 DB22 SB22 B33 DB33 SB33
B12 DB12 SB12 B13 DB13 SB13 B23 DB23 SB23
SI 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
0.000000 0.000000
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
0.000000 0.000000
O 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
0.000000 0.000000
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
0.000000 0.000000
+----------------------------------------------------+
| Phase: 1 |
51
+----------------------------------------------------+
PHASE SCALE FACTOR = 0.152031E-03-.247969E-030.642932E-04
OVERALL TEMP. FACTOR = 0.000000 0.000000 0.000000
CELL PARAMETERS = 4.930632 -0.041068 0.039733
4.930632 -0.041068 0.039733
6.828155 -0.094145 0.091510
90.000008 0.000008 0.000000
90.000008 0.000008 0.000000
90.000008 0.000008 0.000000
RECIPROCAL CELL = 0.203 0.203 0.146 90.000 90.000 90.000
CELL VOLUME = 166.000183 2.920305
SCALE * VOLUME = 0.025237 0.010682
MOLECULAR WEIGHT = 352.720
DENSITY = 3.527
ABSOLUTE PHASE VALUES:
INC = NEUTRONS ON SAMPLE/CM^2 ( in cm^-2)
MASS = MASS OF PHASE IN BEAM (in g)
ls/R = RATIO OF DETECTOR HEIGHT TO SAMPLE-DETECTOR
Then:
INC*MASS*ls/R = 3038.73
+----------------------------------------------------+
| Histogram: 1 |
+----------------------------------------------------+
SCALE FACTOR = 1.0000 0.00000 0.00000
ZEROPOINT = -0.26000 0.00000 0.00000
52
+------------------------------------------------------------------------+
| Hist | Rp | Rwp | Rexp |Durbin Unwght| Durbin Wght | N-P |
+------------------------------------------------------------------------+
| 1 |1164.68 | 509.53 | 13.67 | 0.003 | 0.005 | 1487 |
+------------------------------------------------------------------------+
| SUMYDIF | SUMYOBS | SUMYCALC | SUMWYOBSSQ | GOF | CONDITION |
+------------------------------------------------------------------------+
| 0.1348E+07| 0.1158E+06|-0.1048E+07| 0.7961E+05| 0.1390E+04| 0.1326E+14
|
+------------------------------------------------------------------------+
PHASE 1: QUARTZ
NEW PARAMETERS, SHIFTS, AND STANDARD DEVIATIONS=
ATOM X DX SX Y DY SY Z DZ SZ B DB SB N
DN SN
SI 0.47040 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.66670 0.00000
0.00000 0.6000 0.0000 0.0000 1.0000 0.0000 0.0000
O 0.41360 0.00000 0.00000 0.26760 0.00000 0.00000 0.78570 0.00000
0.00000 0.6000 0.0000 0.0000 1.0000 0.0000 0.0000
ATOM B11 DB11 SB11 B22 DB22 SB22 B33 DB33 SB33
B12 DB12 SB12 B13 DB13 SB13 B23 DB23 SB23
SI 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
0.000000 0.000000
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
0.000000 0.000000
O 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
0.000000 0.000000
53
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
0.000000 0.000000
+----------------------------------------------------+
| Phase: 1 |
+----------------------------------------------------+
PHASE SCALE FACTOR = 0.172963E-02-.561170E-030.385907E-04
OVERALL TEMP. FACTOR = 0.000000 0.000000 0.000000
CELL PARAMETERS = 4.924969 0.014669 0.004043
4.924969 0.014669 0.004043
5.421460 0.020260 0.005054
90.000008 0.000008 0.000000
90.000008 0.000008 0.000000
120.000015 0.000015 0.000010
RECIPROCAL CELL = 0.234 0.234 0.184 90.000 90.000 60.000
CELL VOLUME = 113.881660 0.169553
SCALE * VOLUME = 0.196973 0.004405
MOLECULAR WEIGHT = 264.540
DENSITY = 3.856
ABSOLUTE PHASE VALUES:
INC = NEUTRONS ON SAMPLE/CM^2 ( in cm^-2)
MASS = MASS OF PHASE IN BEAM (in g)
ls/R = RATIO OF DETECTOR HEIGHT TO SAMPLE-DETECTOR
Then:
INC*MASS*ls/R = 17787.7
+----------------------------------------------------+
| Histogram: 1 |
+----------------------------------------------------+
SCALE FACTOR = 1.0000 0.00000 0.00000
ZEROPOINT = -0.02600 0.00000 0.00000
54
LORENZTIAN COMPONENTS = 0.063264 -0.136736 0.007554
0.000000 0.000000 0.000000
0.000000 0.000000 0.000000
EQUIVALENT TO A PARTICLE SIZE OF 1395.2( 166.6) ANGSTROMS
+------------------------------------------------------------------------+
| Hist | Rp | Rwp | Rexp |Durbin Unwght| Durbin Wght | N-P |
+------------------------------------------------------------------------+
| 1 | 40.37 | 22.57 | 6.76 | 0.264 | 0.297 | 1484 |
+------------------------------------------------------------------------+
| SUMYDIF | SUMYOBS | SUMYCALC | SUMWYOBSSQ | GOF | CONDITION
|
+------------------------------------------------------------------------+
| 0.6462E+05| 0.1601E+06| 0.1601E+06| 0.3252E+06| 0.1117E+02| 0.3916E+13
|
55
LAMPIRAN C
56
B. Pasir Setelah di Separasi
57
Halaman Sengaja Dikosongkan
58
BIODATA PENULIS
59