Proposal Revisi Pak Pandu

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 51

PENGARUH LATIHAN LADDER DRILL DAN SHUTLE RUN TERHADAP

PENINGKATAN KELINCAHAN FOOTWORK PEMAIN


BULUTANGKIS KLUB BINA PRATAMA KEBUMEN

A. Latar Belakang
Bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga yang diminati di
berbagai kalangan di Indonesia. Ini terbukti dengan banyak berdirinya klub-
klub bulutangkis dan banyak pula masih banyak yang memilih cabang
olahraga ini sebagai olahraga yang diminati dan paling rutin dilakukan. Oleh
karena itu pula banyak kejuaraan yang diadakan setiap tahunnya untuk ajang
penyaluran bakat dan prestasi atlet-atlet baik di tingkat daerah, nasional
maupun internasional sehingga menjadikan olahraga bulutangkis ini lebih
mudah dikenal di kalangan masyarakat luas.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat disegani pada
cabang olahraga bulutangkis, namun prestasi Indonesia ditingkat dunia akhir-
akhir ini sedang mengalami penurunan. Faktor yang bisa mempengaruhi
selain faktor teknik juga faktor kondisi fisik dan mental pemain. Hal ini
menjadi tantangan bagi para pelatih bulutangkis di Indonesia untuk
mengupayakan peningkatan kondisi fisik atlet, seperti daya tahan, kekuatan,
kecepatan, fleksibilitas, kelincahan, koordinasi gerakan dan footwork yang
baik. Teknik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah teknik footwork atau
gerakan langkah kaki. Marini Puji Hartini (2007: 24) mengatakan bahwa:
“Footwork merupakan dasar untuk bisa menghasilkan pukulan
berkualitas, yaitu apabila dilakukan dalam posisi baik. Untuk bisa memukul
dengan posisi baik, seorang atlet harus memiliki kecepatan gerak. Kecepatan
gerak kaki tidak bisa dicapai kalau footwork-nya tidak teratur.

Menurut Husaini, dkk (2017: 2) “Footwork atau langkah kaki yang


baik sangat berperan penting dalam kesuksesan permainan bulutangkis
seorang atlet karena gerakan footwork memiliki frekuensi yang paling banyak
dilakukan oleh atlet”. Dengan footwork yang benar dan terlatih seorang
pemain dapat menjangkau seluruh titik lapangan dengan lebih mudah dan
leluasa. Ringkasnya footwork merupakan fondasi penting dalam kualitas

1
2

permainan seorang atlet, dalam setiap pukulan yang diluncurkan dan juga
dalam efektifitas strategi permainan secara keseluruhan.
Dalam permainan bulutangkis, prinsip dasar dalam permainan ini
adalah memukul shuttlecock melewati atas net dan masuk ke dalam lapangan
permainan lawan. Pada saat memukul shuttlecock harus diusahakan agar
menyulitkan lawan dalam pengembaliannya. Untuk mempersulit lawan dalam
memukul shuttlecock, ada beberapa teknik dasar yaitu lob forehand dan lob
backhand, drop shot, smash, netting, dan service. Adapun penggunaan taktik
dalam permainan bulutangkis yaitu bertahan dan menyerang atau kombinasi
dari kedua-duanya. Untuk itu taktik dasar bermain bulutangkis adalah
menghindari terjadinya kesalahan yang dilakukan sendiri, seperti memukul
shuttlecock keluar dari daerah permainan atau memukul shuttlecock
menyangkut di net. Maka tidak mustahil terjadi di berbagai pertandingan
bahwa kekalahan dari seorang atlet bulutangkis dikarenakan penguasaan
teknik dasar yang kurang baik.
Dalam olahraga bulutangkis seorang pemain bulutangkis sebelum
berprestasi dan berpengalaman selain harus memiliki persiapan yang panjang,
seorang pemain bulutangkis juga akan dituntut untuk menguasai komponen
teknik dasar. Teknik dasar permainan bulutangkis merupakan penguasaan
pokok yang mesti diketahui oleh pemain bulutangkis dan dipahami oleh
setiap pemain dalam melakukan kegiatan permainan bulutangkis. Hal ini
penting karena baik akan sangat mempengaruhi permainan dan hasil dalam
bertanding di lapangan, komponen teknik dasar bulutangkis tersebut menurut
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013: 17-23) adalah “…cara
memegang raket, servis, lob, netting, chop atau dropshot, smash, drive, dan
footwork”. Dengan demikian agar atlet dapat menerapkan teknik dan taktik
dengan baik, maka diperlukan kondisi fisik yang bagus, adapun kondisi fisik
yang diperlukan oleh atlet bulutangkis yaitu daya tahan, kecepatan, kekuatan,
fleksibilitas dan koordinasi.
Beberapa tahun terakhir telah dikembangkan suatu metode pelatihan
untuk meningkatkan kecepatan lari, koordinasi, dan kelincahan. Metode
3

tersebut dikenal dengan istilah ladder drill dan Shutle Run, yaitu suatu bentuk
pelatihan yang sangat baik untuk meningkatkan kecepatan, koordinasi,
kelincahan, dan power secara keseluruhan. Ketut Chandra dan I Kadek Happy
Kardiawan (2017: 17) mengatakan bahwa “Metode ladder drill dan Shutle
Shutle Run merupakan metode yang sesuai dengan karakteristik permainan
bulutangkis yang mengutamakan kecepatan dan kelincahan.” Intinya dalam
latihan kelincahan itu atlet dituntut untuk lari cepat, memukul pengembalian
shuttlecock, reflek baik tanpa kehilangan keseimbangan. Jadi dapat dikatakan
bahwa latihan kelincahan dapat juga secara tidak langsung melatih kecepatan.
“Ladder drill adalah suatu bentuk Latihan kelincahan dengan
menggunakan alat yang menyerupai anak tangga yang di taruh di atas lantai.
Cara pemakaian alat ini adalah dengan cara melompat dengan satu kaki atau
dua kaki” (Onky Dasilva Juliyanto, 2017: 4). Latihan ini memanfaatkan
media ladder atau tangga yang di rancang khusus, terbuat dari bahan stick
(tongkat) dan tape (pita) dibentuk menyerupai anak tangga yang memiliki
ukuran fleksibel, karena dapat diatur sesuai dengan kemampuan individu,
yang kemudian diletakkan pada bidang datar atau lantai. Sedangkan latihan
Shutle Run adalah bentuk latihan kelincahan dimana dalam pelaksanaannya
pemain berlari secara “bolak-balik secepat mungkin dengan mengubah arah
dari titik yang satu ke titik yang lainnya” (Eddry Ardianda, 2017: 36).
Latihan ladder drill dan Shutle Run tentulah sangat penting bagi
pebulutangkis karena pemain bulutangkis tentu akan dituntut untuk bisa
bergerak menjelajahi setiap sudut lapangan. Kegunaan kelincahan adalah
untuk menkoordinasikan gerakan-gerakan berganda atau stimulan dan untuk
mempermudah penguasaan teknikteknik tinggi, gerakan-gerakan efisien,
efektif dan ekonomis serta mempermudah orientasi terhadap lawan dan
lingkungan dan kecepatan adalah untuk mengejar dan bergerak menjelajahi
setiap sudut lapangan, mengembalikan pukulan lawan dengan tepat tanpa
terjatuh diarea atau bidang permainan sendiri.
Di era modern seperti sekarang ini khususnya di Kebumen tidak
banyak Perkumpulan Bulutangkis yang masih exis sampai sekarang ini dan
4

tidak banyak PB yang dapat melahirkan bibit-bibit bulutangkis yang baik.


Akibat dari permasalah ini, maka ada beberapa Perkumpulan Bulutangkis di
Kebumen yang sepi, tidak laku dan bahkan sampai tutup. Hal ini tidak
berlaku bagi Perkumpulan Bulutangkis Bina Pratama Kebumen. PB Bina
Pratama Kebumen ini beralamat di Dukuh Ketugon RT. 003 RW. 001,
Ketugon, Muktisari, Kebumen dan merupakan salah satu Perkumpulan
Bulutangkis (PB) yang ada di Kabupaten Kebumen yang masih exis sampai
saat ini. Perkumpulan Bulutangkis ini menjadi yang terbaik di Kabupaten
Kebumen. Pembinaan bulutangkis di PB Bina Pratama Kebumen telah
banyak melahirkan bibit-bibit atlet-atlet bulutangkis yang menjuarai
turnamen.
Klub Bina Pratama Kebumen, merupakan satu-satunya klub yang
memiliki puluhan anak didik khususnya yang ada di cabang olahraga
bulutangkis. Ketika peneliti mengobservasi lapangan, atlet-atlet junior yang
usianya masih di bawah tigabelas tahun, sudah dilatih dengan berbagai
manuver bulutangkis khususnya terkait dengan ladder drill dan shuttle run
untuk melatih kelincahan anak didik dalam melakukan footwork, sehingga,
berkat latihan yang intens di bidang ladder drill dan shuttle run, kemampuan
footwork anak didik di Klub Bina Pratama Kebumen menjadi sangat unggul
dibanding klub yang lain di Kebumen.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Pengaruh Latihan Ladder Drill dan Shutle Run terhadap
Peningkatan Kelincahan Footwork Pemain Bulu Tangkis Klub Bina Pratama
Kebumen”.

B. Identifikasi Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak meluas, maka dalam
penelitian ini peneliti hanya membatasi masalah pada “Pengaruh Latihan
Ladder Drill dan Shutle Run terhadap Peningkatan Kelincahan Footwork
Pemain Bulutangkis Klub Bina Pratama Kebumen”.
C. Rumusan Masalah
5

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pokok


permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh latihan ladder drill terhadap peningkatan kelincahan
footwork pemain bulutangkis di PB Bina Pratama Kebumen?
2. Adakah pengaruh latihan shutle run terhadap peningkatan kelincahan
footwork pemain bulutangkis di PB Bina Pratama Kebumen?
3. Manakah yang lebih berpengaruh antara latihan ladder drill dan shutle run
terhadap peningkatan kelincahan footwork pemain bulutangkis di PB Bina
Pratama Kebumen?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui pengaruh latihan Ladder Drill terhadap peningkatan
kelincahan footwork pemain bulutangkis di PB Bina Pratama Kebumen.
2. Untuk mengetahui pengaruh latihan shutle run terhadap peningkatan
kelincahan footwork pemain bulutangkis di PB Bina Pratama Kebumen.
3. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh ladder drill dan shutle run
terhadap peningkatan kelincahan footwork pemain bulutangkis di PB Bina
Pratama Kebumen.
E. Kegunaan Penelitian
Setiap kegiatan atau aktivitas yang disadari pasti ada yang ingin
dicapai. Berdasarkan permasalahan di atas, maka kegunaan penelitian ini,
adalah sebagi berikut:
1. Bagi Peneliti
Sebagai salah satu sarana untuk mengkaji ulang mengenai peranan
ilmu dasar-dasar kepelatihan, dalam pengaruh antara komponen kondisi
fisik terutama pada kelincahan
2. Bagi para bibit-bibit atlet bulutangkis
Sebagai pembelajaran guna meningkatkan prestasi belajar dalam
kelincahan dan dapat memahami betapa pentingnya latihan yang baik
dalam pencapaian prestasi puncak.
6

3. Bagi Perkumpulan Bulutangkis (PB)


Diharapkan nantinya mampu menambah dan memperkaya sebuah
pengetahuan tentang bagaimana membina kelincahan para atlet binaannya
dalam bermain bulutangkis yang diharapakan permainannya menjadi lebih
baik lagi dan kemudian mungkin bisa membawa prestasi bagi PB nya.
4. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
informasi yang sangat berharga dalam meningkatkan kelincahan footwork
pemain bulutangkis dalam mencetak para atlet-atlet bulutakngkis yang
handal.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini direncanakan disusun dalam sistematika
penulisan sebagai berikut:
Bab Pertama, berisi pendahuluan, memaparkan tentang latar belakang
masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua, berisi tentang Kajian Teoritik, yang menguraikan tentang
teori yang terkait dengan latihan Ladder Drill dan Shutle Run terhadap
peningkatan kelincahan Footwork pemain bulutangkis. Kerangka teoritik ini
sebagai landasan penulis dalam melakukan analisis hasil penelitian, sehingga
apa-apa yang disampaikan tidak hanya merupakan pendapat pribadi yang
tanpa dasar, hasil penelitian yang relevan dimana pada bagian ini
digambarkan tentang penelitian-penelitian terdahulu sebagai salah satu
rujukan dalam penulisan penelitian, pada bagian akhir bab dua diuraikan
tentang kerangka berpikir dari penulis dalam menyusun penelitian ini.
Bab ketiga, yaitu Metodologi Penelitian, pada bagian ini disampaikan
pendekatan penelitian, langkah-langkah yang dilakukan sebelum memasuki
lokasi penelitian, kegiatan selama di lokasi penelitian, serta kegiatan setelah
selesai kegiatan di lokasi penelitian.
Bab keempat, berisi Deskripsi dan Analisis Hasil Penelitian, memuat
tentang uraian kondisi lokasi penelitian. Pada bab ini dideskripsikan (a) Profil
7

PB Bina Pratama Kebumen, (b) adakah pengaruh Ladder Drill terhadap


peningkatan kelincahan Footwork pemain bulutangkis di PB Bina Prtama
Kebumen, (c) adakah pengaruh Shutle Run terhadap peningkatan kelincahan
Footwork pemain bulutangkis di PB Bina Prtama Kebumen (d) perbedaan
pengaruh ladder drill dan shutle run terhadap peningkatan kelincahan
footwork pemain bulutangkis di PB Bina Pratama Kebumen. Bagian akhir
dalam bab ini adalah dikemukakan makna dari penelitian yang dilakukan
berdasarkan teori yang sesuai.
Bab kelima, tentang Kesimpulan dan Saran, berisi tentang simpulan
yang disusun dari hasil penelitian. Saran-saran disampaikan pada pihak
terkait dengan hasil penelitian.

G. Kajian Teori
1. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam kajian pustaka ini, peneliti berusaha memaparkan atau
menyajikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan
pemikiran yang peneliti lakukan guna mengetahui dan mendapatkan
perspektif ilmiah dari hasil penelitian terdahulu yang akan sangat
membantu peneliti dalam penulisan skripsi ini. Selain itu, guna
membuktikan ke-aslian atau orisinilitas dari penelitian yang peneliti
lakukan. Berikut adalah deskripsi singkat hasil penelitian yang peneliti
cantumkan. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Penelitian yang dilaukan oleh Nuraini Hardiyanti (2012) dengan judul:
“Efektifitas Latihan Hexagon Drill Dan Zig-Zag Run Terhadap
Kelincahan Atlet Bulutangkis Putri Usia 10-12 Tahun Di PB. PWS Dan
PB. Pancing Sleman”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dan efektifitas latihan hexagon drill dan zig-zag run terhadap
kelincahan atlet bulutangkis putri usia 10-12 tahun di PB. PWS dan PB.
Pancing Sleman. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
dalam bentuk two-group pretest-posttest. Teknik sampling dalam
8

penelitian ini menggunakan purposive sample dari jumlah populasi atlet


bulutangkis putri usia 10-12 tahun PB. PWS dan PB. Pancing Sleman.
Subjek penelitian ini adalah 16 atlet putri PB. PWS dan 16 atlet putri
PB.Pancing Sleman. Teknik pengambilan data menggunakan tes dan
pengukuran kelincahan menggunakan shuttle run. Analisis data
menggunakan uji t dua sampel berkorelasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa metode latihan hexagon
drill dan zig-zag run berpengaruh pada peningkatan kelincahan atlet
bulutangkis putri usia 10-12 tahun di PB. PWS dan PB. Pancing Sleman
dimana latihan hexagon drill kurang efektif dibanding latihan zig-zag
run dalam meningkatkan kelincahan atlet bulutangkis. Hal ini terlihat
dari peningkatan rata-rata kelincahan sebesar 1,25 dengan probabilitas
0,000 < 0,05 yang berarti signifikan pada kelompok hexagon drill.
Peningkatan ratarata kemampuan kelincahan pada kelompok zig-zag
run sebesar 1,69 dengan probabilitas 0,000 < 0,05 yang berarti
signifikan. Uji t untuk mengetahui perbedaan pengaruh dari kedua
metode menunjukan probabilitas 0,027 < 0,05 yang berarti signifikan
latihan zig-zag run lebih efektif dibanding latihanhexagon drill dalam
meningkatkan kelincahan atlet bulutangkis
b. Penelitian yang dilaukan oleh Eko Anugrahanto (2012) dengan judul:
“Pengaruh Latihan Skipping Dan Shuttle Run Terhadap Footwork
Bulutangkis Usia 11-13 Tahun PB. Surya Tidar Magelang”. Penelitian
ini merupakan penelitian eksperimental, dengan dua variabel bebas,
yaitu latihan skipping (X1), latihan shuttle run (X2), dan satu variable
terikat, yaitu kemampuan footwork bulutangkis (Y). Populasi yang juga
digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah pemain
bulutangkis putra berusia 11-13 tahun di PB. Surya Tidar Magelang
tahun 2012 berjumlah 18 orang. Teknik pengambilan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan tes dan pengukuran, yaitu
dengan instrument footwork test menurut Tohar dengan pembagian
kelas menggunakan ordinal pairing. Teknik analisis data dalam
9

penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu uji prasyarat dan uji
hipotesis. Uji prasyarat dalam penelitian ini terdiri dari uji
normalitas dan uji homogenitas, sedangkan uji hipotesis
mengunakan uji t.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: (1) Terdapat
pengaruh latihan skipping dengan nilai t sebesar 6,708 dengan
signifikasi hitung sebesar 0,001<0,05, (2) Terdapat pengaruh
latihan shuttle run dengan nilai t sebesar 9,220 dengan signifikasi
hitung sebesar 0,000<0,05, dan (3) Terdapat perbedaan pengaruh
latihan skipping dan shuttle run dengan nilai t sebesar 3,508 dan
signifikasi hitung sebesar 0,006<0,05, berdasarkan analisis
statistik, diketahui bahwa rata-rata (mean) peningkatan kelompok
shuttle run lebih besar dari pada peningkatan kelompok skipping
(2.83>1.50), sehingga dapat disimpulkan bahwa latihan shuttle run
lebih berpengaruh dari pada latihan skipping.
c. Penelitian yang dilaukan oleh Fajar Wicaksono dengan judul:
“Pengaruh Latihan Shuttle Run dan Lari Zig-Zag Terhadap Peningkatan
Kelincahan Gerak Shadow 6 Titik Atlet Bulutangkis Usia 11-13
Tahun”. Tujuan dari penelitian ini adalah Terdapat perbedaan yang
signifikan antara pengaruh latihan shuttle run dengan latihan lari zig-
zag dalam peningkatan kelincahan gerak shadow 6 titik atlet., serta erta
untuk mengetahui metode latihan manakah yang lebih efektif untuk
meningkatkan kelincahan gerak shadow 6 titik atlet bulutangkis usia 11-
13 tahun.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan
desain penelitian two group pretest-posttest design. Populasi dalam
penelitian ini adalah atlet PB Rajawali tahun 2013 yang berjumlah 37
atlet. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan purposive
sample dan sampel berjumlah 26 atlet. Instrumen dalam penelitian ini
menggunakan tes rangkaian olah kaki yang dikemukakan oleh Tohar.
10

Teknik analisis data menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas,


sedangkan uji hipotesis mengunakan uji t.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: ada pengaruh latihan
shuttle run terhadap peningkatan kelincahan gerak shadow 6 titik atlet
bulutangkis usia 11-13 tahun. Hal itu dibuktikan dengan diperolehnya
nilai t sebesar 9,461 dengansignifikansi hitung sebesar 0,000 < 0,05
pada uji paired samples t test terhadap data pretest dan posttest
shadow 6 titik pada kelompok shuttle run. Ada pengaruh latihan lari
zig-zag terhadap peningkatan kelincahan gerak shadow 6 titik atlet
bulutangkis usia 11-13 tahun. Hal itu dibuktikan dengan diperolehnya
nilai t sebesar 3,593 dengan signifikansi 0,004 < 0,05 pada uji paired
sample t test terhadap data pretest dan posttest shadow 6 titik pada
kelompok lari zig-zag. Terdapat perbedaan yang signifikan antara
pengaruh latihan shuttle run dengan latihan lari zig-zag dalam
peningkatan kelincahan gerak shadow 6 titik atlet bulutangkis usia 11-
13 tahun. Hal itu dibuktikan dengan diperolehnya nilai t sebesar 3,005
dan signifikansi 0,006 < 0,05 pada uji independent sample t test, serta
latihan shuttle run lebih efektif dari pada latihan lari zig-zag dalam
upaya meningkatan kelincahan gerak shadow 6 titik atlet bulutangkis
usia 11-13 tahun. Hal itu dibuktikan dengan diperolehnya data
peningkatan kelompok shuttle run memiliki mean sebesar 2.54, dan
peningkatan kelompok lari zig-zag memiliki mean sebesar 1.23, atau
(2.54 >1.23).
Demikian penelitian-penelitian terdahulu yang menurut peneliti
memiliki kajian yang hampir sama dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan. Letak kesamaannya yaitu pada tema besarnya yang membahas
tentang latihan-latihan untuk meningkatkan kecepatan dan kelincahan pemain
bulutangkis, dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan teknik
pengambilan data menggunakan tes dan pengukuran. Sekalipun memiliki
kesamaan dalam beberapa hal tersebut, tentu saja penelitian yang akan
dilakukan ini diusahakan untuk menghadirkan suatu kajian yang berbeda.
11

Adapun kedudukan penelitian ini yaitu mendukung dan memperkuat hasil


penelitian yang sudah ada. Berikut pemaparan dari aspekaspek persamaan
dan perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Tabel Persamaan dan Perbedaan Penelitian


NO JUDUL PERSAMAAN PERBEDAAN
PENELITIAN
1. Penelitian yang  Penelitian mengenai  Bentuk
dilakukan oleh latihan-latihan latihannya adlah
Nuraini Hardiyanti terhadap kelincahan Hexagon Drill
(2012) dengan judul: Atlet Bulutangkis Dan Zig-Zag
“Efektifitas Latihan  Penelitian ini Run
Hexagon Drill Dan menggunakan  Lokasi
Zig-Zag Run pendekatan penelitian, usia
Terhadap Kelincahan kuantitatif. atlet dan jenis
Atlet Bulutangkis  Teknik pengambilan kelamin atlet
Putri Usia 10-12 data menggunakan
Tahun Di PB. PWS tes dan pengukuran
Dan PB. Pancing
Sleman”
2. Penelitian yang  Penelitian mengenai  Bentuk
dilakukan Eko latihan-latihan latihannya
Anugrahanto (2012) terhadap kelincahan adalah Skipping
dengan judul: Atlet Bulutangkis Dan Shuttle Run
“Pengaruh Latihan  Penelitian ini  Lokasi
Skipping Dan Shuttle menggunakan penelitian dan
Run Terhadap pendekatan usia atlet
Footwork Bulutangkis kuantitatif.
Usia 11-13 Tahun PB.  Teknik pengambilan
data menggunakan
tes dan pengukuran
3. Penelitian yang  Penelitian mengenai  Bentuk
12

dilakukan oleh Fajar latihan-latihan latihannya


Wicaksono dengan terhadap kelincahan adalah Shuttle
judul: “Pengaruh Atlet Bulutangkis Run dan Lari
Latihan Shuttle Run  Penelitian ini Zig-Zag
dan Lari Zig-Zag menggunakan  Lokasi
Terhadap pendekatan penelitian dan
Peningkatan kuantitatif. usia atlet
Kelincahan Gerak  Teknik pengambilan
Shadow 6 Titik Atlet data menggunakan
Bulutangkis Usia 11- tes dan pengukuran
13 Tahun”

H. Landasan Teori
1. Hakikat Latihan
a. Pengertian Latihan
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, orang
membutuhkan latihan (olahraga) untuk menjaga kondisi fisik
(kebugaran jasmani). Dalam Kamus Bahasa Indonesia latihan diartikan
sebagai pelajaran untuk membiasakan atau memperoleh sesuatu
keterampilan. Istilah pelatihan dalam terjemahan bahasa Inggris dari
kata “training”.
Istilah pelatihan dalam terjemahan bahasa Inggris dari kata
"training". Secara harfiah menurut Titin Maidarti dan Nurjanah
Winaryaarti (2016: 175) mengatakan bahwa:
“…akar kata "training" adalah "train", yang berarti: (1)
memberi pelajaran dan praktik (give teaching and practice), (2)
menjadikan berkembang dalam arah yang dikehendaki (cause to
grow in a required direction), (3) persiapan (preparation), dan
(4) praktik (practice).

Pengertian di atas mengandung arti bahwa pelatihan erat


kaitannya dengan keterampilan individu untuk membiasakan diri di
13

dalam mengerjakan sesuatu. Indrayana, (2019: 45) mengemukakan


bahwa:
“Pengertian latihan dalam terminologi asing sering disebut
dengan training, exercise, pratise. Dalam istilah bahasa
Indonesia kata-kata tersebut semuanya mempunyai arti yang
sama yaitu latihan. Namun dalam bahasa Inggris setiap kata
tersebut memiliki arti yang berbeda-beda. a) Practices adalah
aktifitas untuk meningkatkan kemahiran berolahraga dengan
menggunakan berbagai peralatan dengan tujuan dan kebutuhan
cabang olahraganya. Contoh dari practices adalah seorang bulu
tangkis agar dapat menguasai teknis memukul, menyemes dan
lain sebagainya secara penuh maka diperlukan practices dalam
memukul, menyemes dan lain-lain. b) Exercises adalah
perangkat utama dalam proses latihan harian untuk
meningkatkan kualitas sistem organ tubuh manusia, sehingga
mempremudah olahragawan dalam penyempurnaan geraknya.
Latihan exercises biasanya disusun pelatih dalam satu sesi
latihan yang berisi (1) pengantar latihan, (2) pemanasan, (3)
latihan inti, (4) latihan tambahan, (5) pendinginan. c) Training
adalah penerapan dari suatu perencanaan untuk meningkatkan
kemampuan olahraga yang berisikan materi olahraga teori,
praktek, metode, dan aturan pelaksanaan sesuai dengan tujuan
dan sasaran yang akan dicapai”.

Beberapa ahli mengemukaan pendapatnya tentang pengertian


latihan (training). Menurut Yusup, dkk (2018: 374), mengatakab bahwa
Pelatihan (training) adalah “Suatu proses Pelatihan jangka pendek yang
mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana pegawai
non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis
dalam tujuan terbatas”. Mohammad Fadhil Ulum (2014: 3) mengatakan
bahwa: “Latihan adalah gerakan-gerakan dan kondisi fisik yang
melibatkan penggunaan kelompok otot besar dan aktivitas yang lebih
formal yang dapat membangkitkan tenaga dengan kegiatan yang dapat
meningkatkan kerja otot”. Menurut Harsono dalam Firdaus Soffan
Hadi, dkk (2016: 216) mengungkapkan bahwa:
“Training atau latihan “adalah proses yang sistematis dari
berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulangulang
dengan beban latihan yang semakin bertambah”. Sistematis
maksudnya adalah terencana dengan teratur, sesuai dengan
jadwal dan menurut pola tertentu seperti latihan dari level yang
14

mudah menjadi berat. Sedangkan latihan dilakukan


berulangulang maksudnya adalah agar latihan yang dilakukan
menjadi lebih mudah sehingga dapat dilanjutkan dengan latihan
yang lebih berat”.

Sejalan dengan pengertian di atas Sukadiyanto (2010: 6)


mengatakan bahwa latihan adalah suatu proses penyempurnaan
kemampuan berolahraga yang berisikan materi teori dan praktek,
menggunakan metode, dan aturan, sehingga tujuan dapat tercapai tepat
pada waktunya. Menurut Indrayana (2019: 45) Latihan adalah:
“Proses sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan
secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah
beban latihan atau pekerjaannya, artinya, latihan harus dilakukan
secara berencana, menurut jadwal, pola, dan standar tertendu,
metodis, dari mudah ke sukar, latihan yang teratur, dari yang
sederhana ke yang lebih kompleks. Adapun yang dimaksud
berulang-ulang adalah agar gerakan-gerakan yang semula sulit
dilakukan menjadi semakin mudah, otomatis, dan efektif
pelaksanaanya sehingga semakin menghemat energi”

Beberapa ciri latihan menurut Sukadiyanto (2010: 7) adalah


sebagai berikut:
1) Suatu proses untuk pencapaian tingkat kemampuan yang
lebih baik dalam berolahraga, yang memerlukan waktu
tertentu (pentahapan) serta memerlukan perencanaan yang
tepat dan cermat.
2) Proses latihan harus teratur dan progresif. Teratur maksudnya
latihan harus dilakukan secara ajeg, maju, dan berkelanjutan
(kontinyu). Sedangkan bersifat progresif maksudnya materi
latihan diberikan dari yang mudah ke yang sukar, dari yang
sederhana ke yang lebih sulit (kompleks), dari yang ringan ke
yang berat.
3) Pada setiap kali tatap muka (satu sesi atau satu unit latihan)
harus memiliki tujuan dan sasaran.
4) Materi latihan harus berisikan materi teori dan praktik, agar
pemahaman dan penguasaan keterampilan menjadi relatif
permanen.
5) Menggunakan metode tertentu, yaitu cara paling efektif yang
direncanakan secara bertahap dengan memperhitungkan
faktor kesulitan, kompleksitas gerak, dan menekan pada
sasaran latihan.
15

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan


bahwa latihan merupakan proses penyempurnaan keterampilan
(olahraga) yang dilakukan peserta didik ataupun atlet secara sistematis,
terstruktur, berulang-ulang, serta berkesinambungan, dan bertahap dari
bentuk maupun beban latihannya. Latihan sangat penting dilakukan
dalam membantu peningkatan kemampuan melakukan aktivitas
olahraga. Untuk memungkinkan peningkatan prestasi, latihan haruslah
berpedoman pada prinsip-prinsip latihan itu sendiri. Tanpa melakukan
latihan yang rutin maka mustahil atlet akan memperoleh prestasi yang
diharapkan.
b. Tujuan dan Sasaran Latihan
Tujuan latihan secara umum adalah membantu para pembina,
pelatih, guru olahraga agar dapat menerapkan dan memiliki
kemampuan secara konseptual serta keterampilan dalam membantu
mengungkapkan potensi olahragawan mencapai prestasi puncak.
(Firdaus Soffan Hadi, 2016: 217). Lebih lanjut Firdaus Soffan Hadi
(2016: 218) mengatakan bahwa Tujuan akhir dari latihan adalah untuk
meningkatkan prestasi atlet, dengan kata lain latihan memiliki arti
penting dalam membentuk atlet, yaitu merupakan upaya untuk
membentuk dan meningkatkan kemampuan atlet yang dibina.
Menurut Bompa dalam Gumilar Mulya dan Haikal Millah
(2017: 2) mengatakan bahwa tujuan latihan antara lain adalah sebagai
berikut:
1) Untuk mencapai dan meningkatkan perkembangan fisik
secara multilateral.
2) Untuk meningkatkan dan mengembangkan fisik spesifik,
sesuai dengan kebutuhan olahraga yang ditekuni
3) Untuk menghaluskan dan menyempurnakan teknik dan
cabang olahraganya.
4) Untuk meningkatkan dan mempertahankan teknik, taktik dan
strategi yang diperlukan.
5) Untuk mengelola kualitas kemampuan.
6) Untuk menjamin dan menggunakan persiapan individu
maupun tim secara optimal.
7) Untuk memperkuat tingkat kesehatan tiap atlet
16

8) Untuk mencegah terjadinya cidera.


9) Untuk meningkatkan pengetahuan teori.

Selanjutnya Bompa dalam Gumilar Mulya dan Haikal Millah


(2017: 2) mengatakan bentuk suatu latihan dapat dilakukan jika
meliputi 4 klasifikasi latihan yaitu:
1) Learning, merupakan tahapan latihan mempelajari ketepatan
keterampilan baru atau taktik permainan. Dalam hal
ini pelatih harus menggunakan tahapan awal ini sebagai
bagian dari struktur organisasi latihan.
2) Repetition, merupakan langkah kedua yang berlatih
ketrampilan yang spesifik secara berulang-ulang
3) Skill Perfection, merupakan kelanjutan dari tahapan
sebelumnya yang bertujuan meningkatkan kemampuan
teknik yang dimiliki dan dipergunakan dalam permainan
yang sebenarnya
4) Assessment, merupakan tahapan penilaian yang
dilakukan pelatih terhadap penampilan dan responsivedari
atlit secara psikologi dalam suatu latihan.

Tujuan dan sasaran dari latihan atau training adalah untuk


membantu atlet meningkatkan keterampilan dan prestasinya
semaksimal mungkin. Menurut Sukadiyanto dalam Indrayana (2019:
45) tujuan latihan secara umum adalah:
“untuk membantu guru, pelatih, dan Pembina olahraga agar
dapat menerapkan kemampuan konseptual serta keterampilan
dalam membant mengungkap potensi olahragawan mencapai
prestasi puncak. Sasaran latihan secara umum adalah untuk
meningkatkan kemampuan dan kesiapan olahragawan dalam
mencapai puncak prestasi”.

Lebih lanjut Indrayana (2019: 45) menjelaskan sasaran latihan


dan tujuan latihan secara garis besar antara lain adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan kualitas fisik dasar dan umum secara
menyeluruh,
2) Mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik khusus,
3) Menambah dan menyempurnakan teknik,
4) Menambah dan menyempurnakan strategi, teknik, taktik, dan
pola bermain,
5) Meningkatkan kualitas dan kemampuan psikis olahragawan
dalam bertanding.
17

Berdasarkan beberapa pendapat pada penjelasan sebelumnya,


dapat disimpulkan bahwa tujuan dan sasaran latihan dibagi menjadi
dua, yaitu tujuan dan sasaran jangka panjang dan jangka pendek. Untuk
mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut, memerlukan latihan teknik,
fisik, taktik, dan mental. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
tujuan dan sasaran latihan adalah untuk memperbaiki dan
menyempurnakan keterampilan baik teknik atau pun fisik olahragawan
untuk mencapai prestasi.
c. Prinsip-Prinsip Latihan
Proses latihan yang baik dan benar harus memperhitungkan dan
menyesuaikan volume, intensitas, recovery interval atau masa istirahat
selama latihan. Kemudian dalam upaya latihan efektif dan bermanfaat
latihan itu sendiri harus didasari prinsip-prinsip latihan, yaitu: prinsip
beban berlebih (overload), prinsip kekhususan (spesialisasi), prinsip
individualisasi, prinsip intensitas latihan, prinsip reversibility, prinsip
latihan beraturan, prinsip tes-tes uji coba dan prinsip pemulihan”
(Amansyah, 2015: 26).
Menurut Setyo Budiwanto (2012: 17) prinsip-prinsip latihan
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Prinsip beban berlebih
Prinsip beban bertambah (principle of overload)
adalah penambahan beban latihan secara teratur, suatu
sistem yang akan menyebabkan terjadinya respons dan
penyesuaian terhadap atlet. Beban latihan bertambah adalah
suatu tekanan positif yang dapat diukur sesuai dengan
beban latihan, ulangan, istirahat dan frekuensi Prinsip beban
berebih pada dasarnya menenkankan beban kerja yang
dijalani harus melebihi kemampuan yang dimiliki oleh
setiap individu, takaran yag dimaksud dengan sampai batas
rangsang adalah titik dimana tubuh sudah tidak mampu lagi
menyesuaikan keadaan dengan beban yang diterima melalui
latihan.
Konsep latihan dengan beban lebih berkaitan dengan
intensitas latihan. Beban latihan pada suatu waktu harus
merupakan beban lebih dari sebelumnya. Sebagai cara
mudah untuk mengukur intensitas latihan adalah
menghitung denyut jantung saat latihan. Pada atlet muda,
18

denyut nadi maksimal saat melakukan latihan dapat


mencapai 180—190 kali permenit. Jika atlet tersebut diberi
beban latihan yang lebih, maka denyut nadi maksimal akan
mendekati batas tertinggi.
2) Prinsip Spesialisasi
Yang dimaksud prinsip spesialisasi atau kekhususan
latihan adalah bahwa latihan harus dikhususkan sesuai
dengan kebutuhan pada setiap cabang olahraga dan tujuan
latihan. Kekhususan latihan tersebut harus diperhatikan,
sebab setiap cabang olahraga dan bentuk latihan memiliki
spesifikasi yang berbeda dengan cabang olahraga lainnya.
Spesifikasi tersebut antara lain cara melakukan atau gerakan
berolahraga, alat dan lapangan yang digunakan, sistem
energi yang digunakan.
Spesialisasi menunjukkan unsur penting yang
diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam olahraga.
Spesialisasi bukan proses unilateral tetapi satu yang
kompleks yang didasarkan pada suatu landasan kerja yang
solid dari perkem-bangan multilateral. Dari latihan pertama
seorang pemula hingga mencapai atlet dewasa, jumlah
volume latihan dan bagian latihan khusus, kemajuan dan
keajegan ditambah.
Prinsip spesialisasi harus disesuaikan pengertian dan
penggunaannya untuk latihan anak-anak atau yunior,
dimana perkembangan multilateral harus berdasarkan
perkembangan khusus. Tetapi perbandingan antara
multilateral dan latihan khusus harus direncanakan hati-hati,
memperhatikan kenyataan bahwa peserta dalam olahraga
kontemporer ada kecederungan usia lebih muda daripada
yang lebih tua, pada usia itu kemampuan yang tinggi dapat
dicapai.
3) Prinsip Individual (Perorangan)
Individualisasi tidak dipikir hanya sebagai suatu
metode yang digunakan dalam membetulkan teknik
individu atau spesialisasi posisi seorang pemain dalam tim
dalam suatu pertandingan. Tetapi lebih sebagai suatu cara
untuk menentukan secara obyektif dan mengamati secara
subyektif. Kebutuhan atlet harus jelas sesuai kebutuhan
latihannya untuk memaksimalkan kemampuannya.
Analisis keseluruhan kapasitas kerja atlet dan
perkembangan kepribadian diperlukan untuk menentukan
batas tertinggi dari toleransi usaha yang dilakukan. Pelatih
harus merencanakan beban latihan yang sesuai. Setiap
kapasitas usaha individu tergantung pada faktor-faktor
sebagai berikut. 1) Usia biologis dan kronologis, terutama
untuk anak-anak dan atlet yunior yang tubuhnya masih
19

belum dewasa. Latihannya jika dibandingkan dengan atlet


dewasa, akan lebih luas alami, multilateral dan intensitas
moderat. 2) Pengalaman atau usia pertama kali ikut serta
kegiatan olahraga. Tuntutan kerja pada sebagian atlet akan
sebanding dengan pengalamannya. Meskipun kecepatan
perkembangan beberapa atlet berbeda, pelatih harus tetap
hati-hati mengenai beban latihan yang dilakukan. Hal yang
sama, jika latar belakang dan pengalaman atlet berbeda
ditunjukkan dalam latihan pada kelompok yang sama,
pelatih tidak boleh salah memprediksi karakteristik dan
potensinya. 3) Kapasitas kerja dan kemampuan individu.
Tidak semua atlet yang mempunyai kemampuan sama akan
mempunyai kapasitas kerja yang sama juga. Ada beberapa
faktor biologis dan psikologis yang menentukan
kemampuan kerja. 4) Status latihan dan kesehatan. Status
latihan mencakup isi, beban dan nilai latihan. Atlet-atlet
yang mempunyai tingkat kemampuan yang sama,
mempunyai perbedaan tingkat perkembangan kekuatan,
kecepatan dan daya tahan, dan keterampilan. Selanjutnya,
individualisasi secara jelas menyarankan kepada atlet
tentang riwayat penyakit atau kecelakaan yang pernah
dialami. Jadi, status kesehatan juga menentukan batas
kapasitas latihan. Batas dan pembatasan tersebut akan
diketahui oleh pelatih dan hanya adanya hubungan dekat
antara pelatih dengan ahli fisiologi atau dokter yang dapat
memecahkan masalah. 5) Beban latihan dan nilai waktu
pulih asal atlet. Bilamana rencana dan nilai kerja dalam
latihan, ada faktor pertimbangan lain di luar latihan yang
sangat dibutuhkan atlet. Keterlibatan berkaitan dengan
sekolah, pekerjaan atau keluarga, dan jarak perjalanan ke
latihan di sekolah, dapat mempengaruhi nilai waktu pulih
asal di antara latihan. Dengan catatan yang sama, gaya
hidup dan keterlibatan emosional akan juga diketahui oleh
pelatih. 6) Konstruksi tubuh atlet dan jenis sistem syaraf. Ini
akan berperanan penting dalam beban latihan dan kapasitas
kemampuan. Karakteristik individu dapat ditentukan
melalui tes pengukuran yang memadai, pelatih dapat
meminta tolong kepada seorang spesialis untuk pembantu
kebutuhan tes dan pengukuran yang sesuai.
4) Prinsip Variasi
Dalam upaya mengatasi kebosanan dan latihan yang
monoton, seorang pelatih perlu kreatif dengan memiliki
banyak pengetahuan dan berbagai jenis latihan yang
memungkinkan dapat berubah secara periodik.
Keterampilan dan latihan dapat diperkaya dengan
mengadopsi pola gerakan teknik yang sama, atau dapat
20

mengembangkan kemampuan gerak yang diperlukan


dengan olahraga.
5) Prinsip Menambah Beban Latihan secara Progresif
Prinsip latihan secara progresif menekankan bahwa
atlet harus menambah waktu latihan secara progresif dalam
keseluruhan program latihan. Prinsip latihan ini
dilaksanakan setelah proses latihan berjalan menjelang
pertandingan. Contoh penerapan prinsip latihan secara
progresif adalah jika seorang atlet telah terbiasa berlatih
dengan beban latihan antara 60%–70% dari kemampuannya
dengan waktu selama antara 25–30 menit, maka atlet
tersebut harus menambah waktu latihannya antara 40–50
menit dengan beban latihan yang sama. Atau jika jenis
latihan berupa latihan lari, disarankan menambah jarak lari
lebih jauh dibanding jarak lari pada latihan sebelumnya.
6) Prinsip Partisipasi Aktif dalam Latihan
Partisipasi aktif tidak terbatas hanya pada waktu
latihan. Seorang atlet akan melakukan kegiatannya
meskipun tidak di bawah pengawasan dan perhatian pelatih.
Selama waktu bebas, atlet dapat melakukan pekerjaan,
dalam aktifitas sosial yang memberikan kepuasan dan
ketenangan, tetapi dia tentu harus istirahat yang cukup. Ini
tentu akan memperbaharui fisik dan psikologis untuk
latihan berikutnya. Jika atlet tidak seksama mengamati
semua kebutuhan latihan yang tidak terawasi, dia jangan
diharapkan dapat melakukan pada tingkat maksimumnya.
7) Prinsip Perkembangan Multilateral (Multilateral
Development)
Prinsip multilateral akan digunakan pada latihan
anak-anak dan junior. Tetapi, perkembangan multilateral
secara tidak langsung atlet akan menghabiskan semua
waktu latihannya hanya untuk program tersebut. Pelatih
terlibat dalam semua olahraga dapat memikirkan kelayakan
dan pentingnya prinsip ini. Tetapi, harapan dari
perkembangan multilateral dalam program latihan
menjadikan banyak jenis olahraga dan kegembiraan melalui
permainan, dan ini mengurangi kemungkinan rasa bosan.
8) Prinsip Pulih Asal (recovery)
Pada waktu menyusun program latihan yang
menyeluruh harus mencantumkan waktu pemulihan yang
cukup. Apabila tidak memperhatikan waktu pemulihan ini,
maka atlet akan mengalami kelelahan yang luar biasa dan
berakibat pada sangat menurunnya penampilan. Jika pelatih
memaksakan memberi latihan yang sangat berat pada
program latihan untuk beberapa waktu yang berurutan tanpa
memberi kesempatan istirahat, maka kemungkinan
21

terjadinya kelelahan hebat (overtraining) atau terjadinya


cedera.
9) Prinsip Reversibilitas (Reversibility)
Jika waktu pulih asal diperpanjang yaitu hasil yang
telah diperoleh selama latihan akan kembali ke asal seperti
sebelum latihan jika tidak dipelihara. Oleh sebab itu latihan
harus berkesinambungan untuk memelihara kondisi.
10) Menghindari Beban Latihan Berlebihan (Overtraining)
Overtraining adalah keadaan patologis latihan.
Keadaan tersebut merupakan akibat dari tidak seimbangnya
antara waktu kerja dan waktu pulih asal. Sebagai
konsekuensi keadaan tersebut, kelelahan atlet yang tidak
dapat kembali pulih asal, maka over-kompensasi tidak akan
terjadi dan dapat mencapai keadaan kelelahan.
11) Prinsip Proses Latihan Menggunakan Model
Dalam menciptakan suatu model, mengatur
hipotesis adalah sangat penting untuk perubahan dan
menghasilkan analisis. Suatu model yang diperlukan adalah
tunggal, tanpa mengurangi variabel-variabel penting
lainnya, dan reliabel, mempunyai kemiripan dan ajeg
dengan keadaan yang sebelumnya. Dalam upaya memenuhi
kebutuhan tersebut, suatu model harus saling berhubungan,
hanya dengan latihan yang bermakna dan identik dengan
pertandingan yang sesungguhnyanya. Tujuan menggunakan
suatu model adalah untuk memperoleh suatu yang ideal, dan
meskipun keadaan abstrak ideal tersebut di atas adalah
kenyataan konkrit, tetapiu juga menggambarkan sesuatu
yang diusahakan untuk dicapai, suatu peristiwa yang akan
dapat diwujudkan. Sehingga penggunaan suatu model
adalah merupakan gambaran abstrak gerak seseorang pada
waktu tertentu.

d. Komponen Latihan
Pemahaman seorang pelatih dalam menjalankan tugasnya
sebagai pelatih harus cukup memadai, salah satunya bahwa seorang
pelatih harus mengerti dan memahami faktor-faktor atau komponen-
komponen latihan. Komponen-komponen latihan latihan olahraga wajib
hukumnya untuk dipahami oleh seorang pelatih karena itu merupakan
dasar seorang pelatih untuk menjalankan tugasnya.
Menurut Bastinus N Matjan (2009: 66) komponen-komponen
latihan yang dimaksud antara lain intensitas, volume, recovery dan
Interval.
22

1) Intensitas Latihan
Intensitas latihan adalah ukuran yang menunjukkan
kualitas suatu rangsang atau pembebanan. Cara menentukan
besarnya intensitas suatu latihan dapat ditentukan dengan
daya tahan anaerobik, denyut jantung per menit, kecepatan,
dan volume latihan.
2) Volume Latihan
Volume latihan adalah ukuran yang menunjukkan
kuantitas suatu rangsang atau pembebanan. Cara yang
digunakan untuk meningkatkan volume latihan yaitu dengan
cara latihan tersebut: (1) diperberat, (2) diperlama, (3)
dipercepat, (4) diperbanyak. Untuk menentukan besarnya
volume dapat dilakukan dengan cara menghitung: (a) jumlah
bobot pemberatper sesi, (b) jumlah ulangan per sesi, (c)
jumlah set per sesi, (d) jumlah seri atau sirkuit per sesi, (e)
jumlah pembebanan per sesi, dan (f) lamasingkatnya
pemberian waktu recovery dan interval. Untuk treatment
yang akan dilakukan pada penelitian ini volume latihan akan
ditingkatkan pada setiap sesi latihan set, repetisi atau jarak
pada setiap sesinya.
3) Recovery dan Interval
Komponen latihan yang juga sangat penting dan harus
diperhatikan adalah recovery dan interval. Recovery dan
interval mempunyai arti yang sama, yaitu pemberian istirahat.
Hal yang membedakanya recovery adalah waktu istirahat
antar repetisi atau set, sedangkan interval adalah waktu
istirahat antar seri atau sirkuit. Semakin singkat waktu
pemberian recovery dan interval maka latihan tersebut
dikatakan tinggi dan sebaliknya jika istirahat lama dikatakan
latihan tersebut rendah (Ismoyo, 2014: 19).

Menurut Harsono dalam Firdaus Soffan Hadi, dkk (2009: 59)


ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan dengan seksama dalam
olah raga diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Latihan Fisik
Perkembangan fisik yang menyeluruh amatlah
penting, oleh karena tanpa kondisi fisik yang baik atlet tidak
akan dapat mengikuti latihan-latihan dengan sempurna.
2) Latihan Teknik
Latihan teknik adalah latihan untuk mempermahir
teknik-teknik gerakan yang diperlukan untuk melakukan
suatu gerakan. Latihan teknik adalah latihan yang khusus
dimaksudkan guna membentuk dan mengembangkan
kebiasaan motorik atau perkembangan neomuskular. Oleh
karena itu, gerakan-gerakan dasar setiap bentuk teknik yang
23

diperlukan dalam sepakbola haruslah dilatih dan dikuasai


secara baik.
3) Latihan Taktik
Latuhan taktik untuk menumbuhkan perkembangan
interpretive atau daya taksir pada atlet. Teknik-teknik
gerakan yang telah dikuasai dengan baik, kini haruslah
dituangkan dan diorganisir dalam pola-pola permainan,
bentuk-bentuk, dan formasi-formasi permainan, serta taktik
dan strategi pertahanan dan penyerangan sehingga
berkembang menjadi suatu kesatuan gerak yang sempurna.

2. Ladder drill
a. Pengertian Ladder drill
Ladder Drills adalah suatu bentuk pelatihan yang sangat baik
untuk meningkatkan kecepatan, koordinasi dan kelincahan kaki secara
keseluruhan (Imam Efendi, 2017: 18). Menurut Firdaus Soffan Hadi
(2016: 222) Ladder drills atau tangga latihan adalah:
“Salah satu alat untuk melatih kecepatan dan kelincahan yang
berbentuk tangga yang diletakkan di permukaan tanah atau
lapangan yang berfungsi untuk melatih otot kaki. Tangga latihan
merupakan beberapa alat peraga yang paling umum di seluruh
dunia, dan alat ini membantu atlet dalam berbagai macam
gerakan yang melatih kecepatan dan kelincahan dengan koor-
dinasi kaki yang baik. Latihan ini juga mengajarkan pemain
untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dengan
menggunakan kelincahan yang dimiliki”.

Senada dengan pengertian di atas, menurut Khoiruzzaman


(2016: 41) mengatakan bahwa:
“Ladder drills adalah suatu bentuk alat latihan yang menyerupai
anak tangga yang berupa tali dan diletakkan di lantai, dengan
cara pemakaian menggunakan satu atau dua kaki. Latihan ini
tidak terlepas dari kekuatan otot tungkai karena latihan ini
banyak menggunakan otot bagian ekstermitas bawah”.

Ladder drills merupakan suatu alat peraga untuk mengolah


kemampuan gerak seseorang dalam meningkatkan agility, sehingga
dengan melakukan latihan ladder drills seorang atlet dapat
meningkatkan agility dengan cara bergerak mengubah arah secara cepat
dan tepat, tanpa kehilangan keseimbangan. Unsur fisik kelincahan ini
24

sangat dibutuhkan hampir pada setiap cabang olahraga. Pada cabang


olahraga bulutangkis atlet dituntut untuk dapat bergerak lebih cepat dari
lawan.
Berlari dilintasan ladder membutuhkan keseimbangan yang
bagus, konsentrasi yang tinggi dan koordinasi yang tinggi atau dengan
kata lain dibutuhkan adaptasi neuromuscular karena saat bergerak dari
kotak satu ke kotak lainnya atau gerakan yang kompleks dengan cepat
dan tanpa kehilangan keseimbangan. Latihan ini sangat efektif untuk
melatih kemampuan atau skill dalam waktu bersamaan, karena dapat
digabungkan dengan pola latihan yang diinginkan.
Latihan Ladder drill membantu kita dalam improvisasi berbagai
aspek gerakan., meningkatkan keseimbangan, daya tahan otot, waktu
reaksi dan koordinasi antara berbagai bagian tubuh, dan agar pemain
dapat mengubah arah lebih cepat, meski dalam kecepatan tinggi (saat
sprint). Selain manfaat fisik, latihan dengan alat ini juga dapat
meningkatkan sistem saraf dan kelompok otot yang terkait. Latihan
menggunkaan alat ladder drill dapat diterapkan pada semua cabang
olahraga, dan karenanya telah menjadi salah satu program pelatihan
yang cukup populer di dunia olahraga.
b. Bentuk Ladder Drills
Ladder merupakan salah satu bentuk alat latihan fisik yang
meyerupai anak tangga yang di letakkan pada bidang datar atau lantai.
Di bawah ini akan dijelaskan latihan ladder diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Contoh Bentuk Latihan
25

Gambar 1.One Foot In Each


Sumber: Herman Subardjah, (2000: 78)

a) Berlari melalui ladder dengan satu kaki pada setiap kotak.


b) Ditekankan pada ayunan lengan dan gerakan knee yang tinggi
secara kuat serta kontak dengan tanah secara cepat.

2) Contoh Bentuk Latihan

Gambar 2. Foot In Each


Sumber: Herman Subardjah, (2000: 78)

a) Berlari melalui ladder dengan kedua kaki pada setiap kotak


b) Ditekankan pada ayunan lengan dan gerakan knee yang tinggi
secara kuat serta kontak dengan tanah secara cepat
3) Contoh Bentuk Latihan
26

Gambar 3. In In Out Out


Sumber: Herman Subardjah, (2000: 79)

a) Mulai dengan berdiri di samping ladder


b) Bergerak dalam pola lateral ke kanan, melangkah ke dalam kotak
pertama dengan kaki kanan.
c) Kemudian diikuti dengan langkah kaki kiri ke dalam kotak
pertama.
d) Berikutnya, melangkah ke belakang dengan kaki kanan
e) Kemudian diikuti dengan langkah kaki kiri ke belakang

4) Contoh Bentuk Latihan

Gambar 4. X-Over Zig Zag


Sumber: Herman Subardjah, (2000: 80)

a) Mulai dengan posisi kedua kaki di samping ladder


b) Lakukan dengan gerakan zig-zag ke samping dengan masuk ke
dalam kotak pertama
c) Ulangi urutan latihan ini dari kotak 2-5 dan sepanjang ladder
3. Shuttle Run
a. Pengertian Shuttle Run
Salah satu bentuk latihan untuk meningkatkan kemampuan
kelincahan yaitu shuttle run atau lari bolak-balik. Menurut Wayan
marjana, dkk (2014: 5) mengatakan bahwa:
27

“Pelatihan Shuttle Run merupakan lari bolak-balik atau latihan


mengubah gerak tubuh arah lurus cara melakukannya yaitu lari
bolak balik dilakukan dengan secepat mungkin dengan jarak 4
sampai 5 meter. Setiap kali sampai pada suatu titik sebagai
batas, si pelari harus secepatnya berusaha mengubah arah untuk
berlari menuju titik larinya. Perlu diperhatikan bahwa jarak
antara kedua titik tidak boleh terlalu jauh, dan jumlah ulangan
tidak terlampau banyak sehingga menyebabkan kelelahan bagi si
pelari. Dalam latihan ini yang diperhatikan ialah kemampuan
mengubah arah dengan cepat pada waktu bergerak”.

Dengan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa latihan


shuttle run merupakan bentuk latihan kecepatan dimana dalam
pelaksaannya pemain berlari secara bolak-balik secepat mungkin
dengan mengubah arah dari titik yang satu ketitik yang lainnya dengan
tidak melupakan prinsip-prinsip latihan dalam meningkatkan
kemampuan footwork
Dalam latihan shuttle run jarak antara kedua titik jangan terlalu
jauh, sekitar 4-5 meter. Hal tersebut dikarenakan kalau jarak yang
terlalu jauh dikhawatirkan pemain atau siswa setelah beberapa kali
melakukan lari bolak-balik tidak mampu lagi mengembalikan tubuhnya
dengan cepat disebabkan oleh faktor kelelahan. Unsur gerak dalam
latihan shuttle run yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi tubuh,
kecepatan, keseimbangan merupakan komponen gerak kelincahan
sehingga latihan ini dapat digunakan untuk meningkatkan kelincahan.
Kelebihan latihan shuttle run adalah latihan ini berorientasi pada
footwork, speed (kecepatan) banyak mendapat porsi dalam latihan ini.
Menurut Harsono dalam Fajar Wicaksono (2014: 13-14) yang
perlu diperhatikan bahwa dalam latihan shuttle run, yaitu:
1) Jarak antara kedua titik jangan terlalu jauh, misalnya 10 m,
maka ada kemungkinan bahwa setelah lari beberapa kali
bolak balik dia tidak mampu lagi untuk melanjutkan larinya,
dan atau membalikkan badannya dengan cepat disebabkan
karena faktor kelelahan. Dan kalau kelelahan mempengaruhi
kecepatan larinya, maka latihan tersebut sudah tidak sahih
(valid) lagi untuk digunakan sebagai latihan kelincahan.
28

2) Jumlah ulangan lari bolak balik jangan terlalu banyak,


sehingga menyebabkan atlet lelah. Kalau ulangan larinya
terlalu banyak maka menyebabkan seperti di atas. Faktor
kelelahan akan mempengaruhi apa yang sebetulnya ingin
dilatih yaitu kelincahan.

Keuntungan dari shuttle run yaitu, secara psikis gerakan shuttle


run lebih mudah diingat sehingga memungkinkan atlet dapat
berkonsentrasi penuh pada kecepatan lari, serta bila dilakukan terus
menerus atlet terbiasa dengan sudut belok yang tajam (180 derajat),
lebih tajam di banding dengan sudut belok lari zig-zag (45 dan 90
derajat), sedangkan kerugian dari shuttle run adalah pada waktu
melakukan latihan, kemungkinan atlet cidera otot lebih besar karena
shuttle run menuntut kekuatan otot untuk berhenti secara mendadak lalu
berbelok arah untuk berlari kearah yang berlawanan, serta banyak
membutuhkan konsentrasi pada saat berbalik arah. Hal ini dikarenakan
sering terjadi kehilangan keseimbangan.
b. Pelaksanaan Shuttle Run
Menurut Harsono dalam Fajar Wicaksono (2014: 13-14)
mengatakan bahwa sebelum melakukan latihan shuttle run atau lari
bolak-balik ada beberapa hal perlu diperhatikan, antara lain :
1) Sebaiknya jarak antara kedua titik tempuh tidaklah terlalu jauh,
dapat diperkirakan antara 4 sampai 5 meter saja. Jika jarak misalnya
berkisar 10 meter, maka terdapat kemungkinan bahwa setelah
melakukan beberapa kali lari bolak-balik atau shuttle run atlet tidak
mampu lagi untuk melanjutan larinya, sehingga untuk menghindari
kelelahan pada atlet maka jarak diusahakan tidak terlalu jauh.
Karena kelelahan juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
kecepatan larinya, sehingga latihan tersebut sudah tidak sah atau
tidak valid lagi untuk digunakan dalam melatih agility.
2) Jumlah pengulangan atau repetition pada lari bolak-balik atau shuttle
run sebaiknya jangan terlalu banyak pengulangan karena juga dapat
mempengaruhi kelelahan pada atlet. Apabila pengulangan dalam
berlari terlalu banyak pengulangan maka dapat menyebabkan faktor
kelelahan seperti pernyataan diatas. Dimana faktor kelelahan
tersebut akan dapat mempengaruhi kelincahan.
29

Gambar 6. Pergerakan ke Arah Kiri Muka


Sumber: Herman Subardjah, (2000: 85)

4. Footwork
a. Pengertian Footwork
Manusia bergerak umumnya menggunakan kedua kakinya,
kemana saja kaki bergerak. Apabila suatu saat kedua kaki bergerak
tidak tepat atau bertentangan dengan prinsip mekanika gerak, maka
posisi badan menjadi tidak tepat, akibatnya badan sulit digerakkan dan
keseimbangan badan akan terganggu sehingga sulit dikendalikan. Jadi
gerakan seluruh anggota badan pada dasarnya tergantung kepada
gerakan kakinya.
Dalam permainan bulutangkis kaki berfungsi sebagai penopang
tubuh untuk bergerak ke segala arah dengan cepat, sehingga dapat
memposisikan tubuh sedemikian rupa supaya dapat melakukan gerakan
pukulan yang efektif. Gerakan kaki atau langkah kaki dalam permainan
bulutangkis sering diistilahkan footwork. Footwork adalah teknik
pengaturan langkah kaki agar menjadi lebih efektif saat bermain
bulutangkis di lapangan, footwork yang baik sangat berperan penting
dalam kesuksesan permainan bulutangkis untuk peserta didik karena
gerakan footwork memiliki frekuensi yang paling banyak dilakukan
30

oleh peserta didik. Footwork yang benar dan terlatih peserta didik dapat
menjangkau seluruh titik lapangan dengan lebih mudah dan leluasa.
“Ringkasan footwork yaitu pondasi penting dalam kualitas permainan
pada peserta didik di setiap melakukan pukulan yang diluncurkan dan
juga dalam efektifitas strategi permainan secara keseluruhan” (Husaini,
2016: 13).
Menurut Herman Subardjah (2000:27), “footwork adalah gerak-
gerak langkah kaki yang mengatur badan untuk menempatkan posisi
badan sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam melakukan
gerakan memukul suttle cock sesuai dengan posisinya”. Footwork
bertujuan agar peserta didik dapat bergerak ke segala arah secara
efisien. Sebaiknya pemain apabila melakukan teknik pukulan sia-sia
jika tidak disertai dengan gerak footwork yang baik di lapangan. Gerak
footwork yang efektif dan efisien memudahkan peserta didik untuk
bergerak dan menguasai lapangan sehingga stamina yang dibutuhkan
akan lebih kecil..
Dalam permainan bulutangkis, kaki berfungsi sebagai
penyangga tubuh untuk menempatkan badan dalam posisi
yang memungkinkan untuk melakukan gerakan pukulan yang
efektif. Olah kaki dalam permainan bulutangkis merupakan dasar
yang harus dikuasi oleh setiap pemain, Karena gerakan kaki
harus lincah, gesit dan cepat untuk mengembalikan shuttlecock
dengan teknik yang benar. Cara mengatur kaki (footwork) yang
baik mutlak diperlukan oleh seorang pemain bulutangkis.
Penulis penyimpulkan footwork merupakan dasar untuk bisa
menghasilkan pukulan berkualitas, prinsip dasar footwork dalam
permainan bulutangkis adalah kaki yang sesuai dengan tangan yang
digunakan untuk memegang raket saat memukul selalu berakhir sesuai
arah tangan tersebut. Tangan memukul ke arah depan net, maka langkah
akhir kaki yang sesuai tangannya juga di depan, demikian pula saat
31

memukul shuttlecock di daerah belakang maka langkah akhir kaki yang


sesuai tangannya juga di belakang.
b. Gerakan Footwork dalam Bulutangkis
Dalam footwork terdapat beberapa posisi yang harus diketahui
oleh seorang pemain yaitu: Posisi siap, Pergerakan ke kiri depan,
Pergerakan ke kanan depan, Pergerakan lurus kedepan, Pergerakan ke
samping kiri, Pergerakan ke samping kanan, Pergerakan ke kanan
belakang, Pergerakan ke kiri belakang dan lain-lain. Hal yang perlu
diperhatikan dalam bulutangkis ialah langkah terakhir yang dibuat
sebelum memukul shuttle cock haruslah selalu merupakan langkah kaki
kanan (kaki raket-racket foot)Menurut Ahmad Mujami’ (2010: 16)
secara umum ada enam daerah dasar kerja kaki dalam bulutangkis,
adalah sebegai berikut:

1) Pergerakan ke Kiri Muka


Menurut Ahmad Mujami’ (2010: 16), pergerakan ke kiri
muka untuk melakukan pukulan backhand underhand net (drop)
atau clear. Pelaksanaan dari pergerakan kaki ke kiri muka adalah
sebagai berikut:
a) Langkah pertama ialah langkah kecil ke arah kaki muka.
b) Langkah kedua ialah langkah panjang dengan kaki kanan.
lbu jari kaki kanan menunjuk ke sudut kiri dari jaring.
Berat badan pemain berpindah ke kaki kanan pada saat
raket bergerak ke posisi siap untuk memukul. Tubuh
bagian atas (mulai batas pinggang) membungkuk ke
depan.
c) Langkah berikutnya merupakan langkah kaki kiri, bisa
panjang atau pendek, tergantung seberapa jauh harus
bergerak mencapai shuttlecock.
d) Langkah terakhir harus selalu merupakan langkah kaki
kanan (kaki raket). Berat badan akan berpindah ke kaki
kanan pada saat melakukan pukulan backhand underhand
net (drop) atau clear. Kaki akan terentang terbuka,
berjauhan satu sama lain, dengan kaki kiri lebih dekat ke
tengah lapangan dari pada kaki kanan. Pinggul akan
32

merendah pada saat merentangkan kaki dan melakukan


pukulan.
e) Untuk kembali ke tengah lapangan, tarik kaki kanan ke
belakang dan mundur dengan melakukan langkah-langkah
pendek, kemudian kembali ke posisi siap.

Gambar 6. Pergerakan ke Arah Kiri Muka


Sumber: Ahmad Mujami’ (2010: 17)

2) Pergerakan ke Kanan Muka


Pergerakan ke kanan muka untuk melakukan pukulan
forehand underhand net (drop) atau clear. Pelaksanaan dari
pergerakan kaki ke kanan muka menurut adalah Ahmad Mujami’
(2010: 17) adalah sebagai berikut:
a) Langkah kedua dibuat dengan kaki kiri, merupakan
langkah panjang dengan ibu jari kaki menunjuk ke ujung
kanan dari jaring. Raket harus digerakkan ke posisi untuk
memukul dan berat badan berpindah ke kaki yang berada
di depan. Tubuh (mulai batas pinggang ke atas)
membungkuk ke depan.
b) Langkah berikutnya dapat berupa langkah panjang dengan
kaki kanan atau merupakan langkah-langkah kecil
menggeser, tergantung pada seberapa jauh harus bergerak
untuk mencapai shuttlecock.
c) Langkah terakhir harus selalu merupakan langkah dengan
kaki kanan pada saat melakukan pukulan forehand
underhand net (drop) atau clear. Kaki akan terentang lebar
dengan kaki kanan berada lebih dekat ke tengah lapangan.
4) Untuk kembali ke tengah lapangan, tarik kaki kanan ke
33

belakang dan mundur dengan melakukan langkah-langkah


pendek, kemudian kembalilah ke posisi siap.

Gambar 7. Pergerakan ke Arah Kanan Muka


Sumber: Ahmad Mujami’ (2010: 18)

3) Pergerakan ke Samping Kiri


Pergerakan ke samping len untuk mengembalikan pukulan
smash atau drive pada sisi backhand. Ahmad Mujami’ (2010: 18)
Pelaksanaan dari pergerakan kaki samping kiri adalah sebagai
berikut:
a) Kaki kiri melangkah mundur untuk mempersiapkan
langkah ke arah samping. Berat badan berpindah ke kiri
pada saat kaki kiri mundur. Bahu berputar sehingga bahu
kanan mengarah ke jaring, sedangkan bahu kiri mengarah
ke belakang.
b) Langkah ke dua merupakan suatu langkah panjang ke arah
kiri lapangan dengan kaki kanan sedemikian rupa
sehingga ibu jari menunjuk ke garis samping kiri
lapangan. Bahu sejajar dengan garis samping kiri pada
saat raket bergerak ke posisi memukul. Bila perlu, lakukan
langkah-langkah pendek menggeser untuk jarak yang agak
jauh.
c) Akhir gerakan selalu dengan berat badan tertumpu pada
kaki kanan pada saat melakukan pukulan. Kaki akan
terentang terbuka dengan posisi kaki kiri lebih dekat ke
lapangan.
d) Untuk kembali ke tengah lapangan, tarik kaki kanan
kemudian kaki kiri (sambil kaki kiri berputar menghadap
ke jaring kembali). Kalau perlu, lakukan langkah-langkah
34

pendek menggeser untuk kembali ke posisi siap di tengah


lapangan.

Gambar 8. Pergerakan ke Sampimg Kiri


Sumber: Ahmad Mujami’ (2010: 19)

4) Pergerakan ke Samping Kanan


Pergerakan ke samping kanan untuk mengembalikan pukulan
smash atau drive pada sisi forehand. Menurut Ahmad Mujami’
(2010: 19), pelaksanaan dari pergerakan kaki ke samping kanan
adalah sebagai berikut:
a) Langkah pertama dilakukan dengan kaki kanan. Bahu
agak berputar sehingga bahu kiri menunjuk ke arah tengah
jaring dan bahu kanan mengarah ke sudut kanan belakang
lapangan. Berat badan akan berada di depan kaki kanan.
Lutut agak menekuk dengan ujung ibu jari kaki kanan
menunjuk ke arah garis samping kanan.
b) Langkah ke dua adalah langkah kaki kiri yang bergerak
dengan menggeser (kaki kiri begerak kea rah tumit kaki
kanan).
c) Langkah terakhir selalu dilakukan oleh kaki kanan pada
saat raket digerakkan ke posisi memukul. Kaki terentang
terbuka dan kaki kiri berada lebih dekat ke tengah
lapangan
35

Gambar 9. Pergerakan ke Samping Kanan


Sumber: Ahmad Mujami’ (2010: 20)

5) Pergerakan ke Kanan Belakang


Pergerakan ke kanan belakang untuk melakukan pukulan
forehand overhead. Menurut Ahmad Mujami’ (2010: 20)
Pelaksanaan dari pergerakan kaki ke kanan belakang adalah sebagai
berikut:
a) Pertama, putar kaki kiri ke arah kanan. Melangkah dengan kaki
kanan ke arah sudut kanan belakang lapangan. Bahu harus
berputar sehingga bahu kanan menunjuk ke arah sudut kanan
belakang lapangan.
b) Langkah ke dua dilakukan kaki kiri dengan menggeser ke dekat
ibu jari kaki kanan. Berat badan sebanyak mungkin bertumpu ke
kaki kanan.
c) Menggeser dengan langkah pendek bergantian kaki kanan dan
kiri, sehingga berada di belakang arah jatuhnya shuttlecock, di
dekat sudut kanan belakang lapangan. Saat pukulan dilakukan,
berat badan berpindah dari kaki kanan ke kaki kiri. Pinggul dan
bahu berputar sehingga menjadi sejajar dengan jaring pada saat
raket menyentuh shuttlecock.
d) Lakukan langkah pendek untuk kembali ke posisi siap di tengah
lapangan.
36

Gambar 10. Pergerakan ke kanan Belakang


Sumber: Ahmad Mujami’ (2010: 21)

6) Pergerakan ke Kiri Belakang


Pergerakan ke kiri belakang untuk melakukan pukulan
backhand. Menurut Ahmad Mujami’ (2010: 21), pelaksanaan dari
pergerakan kaki ke kiri belakang adalah sebagai berikut:
a) Pertama, putar kaki kanan, lalu lakukan langkah panjang
ke arah sudut kiri belakang lapangan dengan kaki kiri.
Melangkah sedekat mungkin dengan garis tengah
lapangan untuk mendapatkan garis sumbu pergerakan
yang dikehendaki
b) Langkah berikutnya ialah langkah panjang yang dilakukan
dengan kaki kanan, yang menempatkan tubuh pada posisi
memukul untuk pukulan overhead backhand.
c) Lakukan beberapa langkah pendek dengan kaki kiri dan
kanan secara bergantian sehingga mendapatkan posisi
yang tepat untuk memukul shuttlecock.
d) Langkah terakhir harus selalu dilakukan oleh kaki kanan
dan ibu jari kaki menunjuk ke arah sudut kanan belakang
dari lapangan. Berat badan berpindah secara total ke kaki
kanan pada saat pukulan dilakukan dan punggung
menghadap ke jaring.
e) Untuk kembali ke tengah lapangan, tarik mundur kaki
kanan, putar kaki kiri dan lakukan langkah-langkah
pendek menggeser ke tengah lapangan dan kembalilah ke
posisi siap.
37

Gambar 11. Pergerakan ke Kiri Belakang


Sumber: Ahmad Mujami’ (2010: 22)
5. Hakikat Bulutangkis
a. Pengertian Bulutangkis
Pemain bulutangkis adalah seseorang olahragawan yang fokus
menggeluti dan aktif melakukan latihan untuk meraih presatasi pada
cabang olahraga bulutangkis sejak usia dini. Menurut Siswantoyo
(2009: 14) “tahapan praktis dimulai olahraga pada cabang olahraga
bulutangkis dimulai pada usia 10-12 tahun, tahap pengkhususan dimulai
pada usia 14- 16 tahun, sedangkan tahap puncak prestasi pada usia 20-
25 tahun”.
Berdasarkan pentahapan spesialisasi latihan tersebut diatas dapat
diketahui bahwa pada usia 14-16 tahun seorang pemain bulutangkis
telah fokus pada salah satu cabang olahraga. Pada usia 14-16 tahun
tersebut biasanya seorang pemain bulutangkistelah mengikuti banyak
kejuaraan. Pada usia 20-25 tahun seorang pemain bulutangkis dituntut
untuk memperoleh prestasi puncak. Pada usia ini pemain bulutangkis
telah mahir baik secara fisik, teknik, taktik maupun psikologis. Di
dalam sistem kejuaraan PB PBSI permainan cabang bulutangkis
dikelompokkan atas: (a) usia dini: di bawah 10 tahun, (b) anak-anak: di
bawah 12 tahun, (c) pemula: di bawah
14 tahun, (d) remaja: di bawah 16 tahun, (e) taruna: di bawah 19 tahun,
(f) dewasa: bebas, (g) veteran: 35 tahun ke atas, 40 tahun ke atas, 45
tahun ke atas, 50 tahun ke atas, 55 tahun ke atas dan seterusnya dengan
interval 5.
Menurut Herman Subardjah (2000: 13) mengatakan bahwa
“permainan bulutangkis merupakan permainan yang bersifat individual
yang dapat dilakukan dengan cara satu orang melawan satu orang atau
dua orang melawan dua orang”. Permainan ini menggunakan raket
sebagai alat pemukul dan kok (shuttlecock) sebagai objek pukul,
lapangan permainan berbentuk segi empat dan dibatasi oleh net untuk
38

memisahkan antara daerah permainan sendiri dengan daerah permainan


lawan.
Tujuan permainan bulutangkis adalah berusaha untuk
menjatuhkan kok (shuttlecock) di daerah permaianan lawan dan
berusaha agar lawan tidak dapat memukul kok (shuttlecock) dan
menjatuhkannya di daerah permainan sendiri. Adapun peralatan yang
digunakan di dalam permainan bulutangkis yaitu:
1) Net dan Tiang
Di tengah-tengah lapangan ada net yang tingginya 155 cm.
Net merupakan pembatas berupa jaring yang membentang antara dua
bidang permainan yang diikatkan pada tiang. Tiang itu haruslah
kukuh, sehingga net yang dibentangkan tidak akan turun bila ditarik
kencang agar lurus. Net atau jaring merupakan pembatas berupa
jaring yang membentang antara dua bidang permainan dan diikatkan
pada tiang. Menurut Herman Subardjah (2000: 51) mengatakan
bahwa:
“Net terbuat dari tali halus dan berwarna gelap, lubang-
lubangnya berjarak antara 15-20 milimeter. Panjang net
disesuaikan dengan lebar lapangan bulutangkis yaitu 6,10
meter, dan lebar net 76 centimeter dengan bagian atasnya
memiliki pinggiran pita putih selebar 7,5 centimeter. Tiang
net dipancangkan tepat pada titik tengah ujung garis samping
bagian lapangan untuk permaianan ganda dengan tinggi tiang
155 centimeter. Net dipasang pada tiang yang tingginya 155
cm dari permukaan lantai. Tinggi net di bagian tengah
lapangan berjarak 1,524 m dari permukaan lantai, sedangkan
tinggi net di bagian tepi lapangan berjarak 1,55 m di atas
garis tepi permaian ganda”.

2) Kok (Shuttlecock)
Bulu tangkis tentu tak lepas dari perlengkapan satu ini karena
justru kok atau shuttlecock-lah yang menjadi khas dari olahraga ini.
Shuttlecock yang di Indonesia lazim disebut kok. Kok pada
umumnya terbuat dari bahan berupa bulu angsa dengan pembuatan
39

di pabrik. Berat kok menurut standar yang sudah dibuat oleh IBF
adalah sekitar 5,67 gram. Ada sebuah gabus tempat tertancapnya.
Menurut Herman Subardjah (2000: 53) “shuttlecock
harus mempunyai 16 lembar bulu yang ditancapkan pada dasar
shuttlecock atau gabus yang dilapisi kaon atau kulit. Panjang
bulu shuttlecock antara 64-70 milimeter”. Pinggiran bulu-bulu
shuttlecock mempunyai lingkaran dengan diameter antara 58-68
milimeter, sedang gabusnya berbentuk bulat bagian bawahnya
dengan diameter 25 milimeter. Berat shuttlecock berkisar antara
73-85 grains (4,74-5,50 gram).
Kok yang bagus adalah kalau dipukul dengan raket dapat
meluncur dengan lurus, tanpa gerakan ke arah kiri atau kanan saat
mengundara. Para pemain tingkat internasional sering mencoba kok
dengan memukul ke ruang di balik netnya. Bila dipukul dengan
tangan mengayun dari bawah, kok yang baik akan mencapai kira-
kira di tempat yang sama dengan pelaku servis.
3) Raket
Menurut Herman Subardjah (2000: 54) “raket
bulutangkis harus berukuran panjang tidak lebih dari 68 cm.
Kepala raket mempunyai panjang 23 cm. Permukaan raket yang
dipasang senar berkuran panjang 28 cm dan lebar 22 cm”.
Sedangkan untuk pegangan raket tidak mempunyai ukuran
tertentu, tetapi disesuaikan dengan keinginan orang yang
menggunakannya.
4) Lapangan
Menurut Herman Subardjah (2000: 58) lapangan
bulutangkis dapat dibuat diberbagai tempat, bisa di atas tanah,
atau saat ini kebanyakan diatas lantai semen atau ubin. Garis-garis
batas pada lapangan dibuat dengan warna putih dan warna
lainnya. Lebar garis batas lapangan adalah 40 mm (1½).
Lapangan bulutangkis berukuran 610 x 1340 cm.
40

Dalam pertandingan bulutangkis mempertandingkan


beberapa nomor pertandingan yaitu, tunggal (single), ganda (double),
dan ganda campuran (mixed double). Menurut Herman Subardjah
(2000: 10-11) kejuaraan tingkat dunia dalam bulutangkis yang
diselenggarakan oleh IBF (International Badminton Federation)
diantaranya adalah Thomas Cup (beregu putra), Uber Cup (beregu
putri), Sudirman Cup (beregu campuran), Kejuaraan Dunia
Perorangan (World Badminton Championship) dan Kejuaraan Dunia
Yunior (World Badminton Junior of Bimantara Championship).
Sedangkan kejuaraan dunia yang di selenggarakan oleh negara
tertentu seperti, All England, Japan Open, Indonesia Open, Malaysia
Open, Swedia Open, Thailand Open, China Open dan beberapa
kejuaraan lainnya.

6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu masalah yang
dihadapi dan perlu diuji kebenarannya dengan data yang lebih lengkap dan
menunjang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Pengaruh Latihan
Ladder Drill dan Shutle Run terhadap Peningkatan Kelincahan Footwork
Pemain Bulutangkis Klub Bina Pratama Kebumen. Berdasarkan kerangka
berfikir di atas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
a. Ada pengaruh Latihan Ladder Drill terhadap Peningkatan Kelincahan
Footwork Pemain Bulutangkis Klub Bina Pratama Kebumen
b. Ada pengaruh latihan Shutle Run terhadap Peningkatan Kelincahan
Footwork Pemain Bulutangkis Klub Bina Pratama Kebumen
c. Ada perbedaan pengaruh Latihan Ladder Drill dan Shutle Run terhadap
Peningkatan Kelincahan Footwork Pemain Bulutangkis Klub Bina
Pratama Kebumen.
I. Metodologi Penelitian
1. Desain Penelitian
41

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan


desain penelitian two-group pretest-posttest design dengan membagi
menjadi dua kelompok yakni satu kelompok diberi perlakuan latihan
Shuttle run dan kelompok lain diberi perlakuan ladder drill. Menurut
Sugiyono (2010: 70) penelitian eksperimen merupakan penelitian yang
dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari suatu yang
dikenakan pada subyek selidik. Kelompok dalam penelitian ini diberi
pretest dan posttest. Kelompok 1 diberi perlakuan (treatment) Ladder Drill
dan kelompok 2 diberi perlakuan (treatment) Shutle Run
Adapun desain penelitian dituangkan dalam bentuk gambar sebagai
berikut :

Kelompok A

Tes awal MSOP Tes akhir


S
(pretest) (posttest)

Kelompok B
Gambar 12: Desain Penelitian
Sumber: Sugiyono, (2010: 72)

Keterangan:
Kelompok A : Kelompok Eksperimen A (metode latihan Ladder Drill)
Kelompok B : Kelompok Eksperimen B (metode latihan Shutle Run)
MSOP : Matched Subject Ordinal Pairing
S : Sampel

2. Populasi dan Sampel


a) Populasi
42

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 108) “Populasi adalah


keseluruhan subjek penelitian”. Populasi yang digunakan adalah para
atlet PB Bina Pratama sebanyak 20 orang.
b) Sampel
Penarikan atau pembuatan sampel dari populasi untuk mewakili
populasi disebabkan untuk mengangkat kesimpulan penelitian sebagai
suatu yang berlaku bagi populasi. Arikunto (2002:174) mengatakan
bahwa “sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.”
Selanjutnya menurut Sugiyono (2010:81) sampel adalah “bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Teknik
pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, teknik ini
didasarkan atas tujuan tertentu. Adapun syaratsyarat yang harus
dipenuhi dalam pengambilan sampel ini, yaitu:
1) Pengambilan sampel berdasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau
karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi
2) Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek
yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada
populasi.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 orang.
Beberapa syarat yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian
ini antara lain:
1) Sudah mengikuti latihan bulutangkis minimal 6 bulan.
2) Bersedia mengikuti latihan atau treatment sebanyak 16 kali.
3) Terdaftar sebagai atlet PB Bina Pratama Kebumen.
4) yang datang saat pretest
Seluruh sampel tersebut dikenai pretest untuk menentukan
kelompok treatment, diranking nilai pretestnya, kemudian dipasangkan
(matched) dengan pola A-B-B-A dalam dua kelompok dengan anggota
masing-masing 7 atlet. Teknik pembagian sampel yang dilakukan
dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan ordinal pairing.
Ordinal pairing adalah pembagian kelompok menjadi dua dengan
43

tujuan keduanya memiliki kesamaan atau kemampuan yang merata,


(Sugiyono, 2010: 61). Tahap ini sebelumnya melakukan pretest
terhadap keseluruhan sampel, setelah itu hasil pretest disusun
berdasarkan peringkat. Kelompok A diberi perlakuan (treatment)
dodging run dan kelompok B diberi perlakuan (treatment) ladder drill.
Hasil pengelompokkan berdasarkan ordinal pairing (Sugiyono, 2010:
61) adalah:
Tabel 1.2 Teknik Pembagian Sampel dengan Ordinal Pairing
Kelompok Kelompok
A B
1 2
4 3
5 6
8 7
9 10
12 11
13 dst

3. Definisi Operasional dan Pengukuran variabel


Agar tidak terjadi salah penafsiran pada penelitian ini maka berikut
akan dikemukakan definisi operasional mengenai metode latihan dodging
run, latihan ladder drill dan kelincahan, definisi operasional dalam
penelitian ini, yaitu:
a. Ladder drill adalah “suatu bentuk Latihan kelincahan dengan
menggunakan alat yang menyerupai anak tangga yang di taruh di atas
lantai. Cara pemakaian alat ini adalah dengan cara melompat dengan
satu kaki atau dua kaki” (Onky Dasilva Juliyanto, 2017: 4).
b. shuttle run atau lari bolak-balik. Bentuk shuttle run atau lari bolak-balik
secepat-cepatnya dimulai dari satu titik ke titik lainnya menempuh jarak
tertentu. Menurut Wayan marjana, dkk (2014: 5) mengatakan bahwa:
“Pelatihan Shuttle Run merupakan lari bolak-balik atau latihan
mengubah gerak tubuh arah lurus cara melakukannya yaitu lari bolak
balik dilakukan dengan secepat mungkin dengan jarak 4 sampai 5
meter.
44

c. Menurut Herman Subardjah (2000:27), “footwork adalah gerak-gerak


langkah kaki yang mengatur badan untuk menempatkan posisi badan
sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam melakukan gerakan
memukul suttle cock sesuai dengan posisinya. Footwork beertujuan
untuk melatih kelincahan. Tes untuk mengukur kelincahan dalam
permainan bulutangkis menggunakan footwork test selama 30 detik dan
nilai yang didapat berdasarkan jumlah keseluruhan dari kemampuan
menginjakkan kaki ke kotak.
4. Teknik dan Istrumen Pengumpulan Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2010: 67) teknik pengumpulan data
merupakan “langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena
tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data”. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka penulis tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Moh.
Nadzir dalam Sahrizal (2017: 9) mengatakan bahwa teknik
pengumpulan data adalah cara atau prosedur yang sistematis dan
standar yang dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam
suatu penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
latihan dengan alat ladder drill sebagai variabel bebas dan kecepatan
dribbling, kelincahan, koordinasi sebagai variabel terikat. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes dan
pengukuran. Metode latihan ladder drill yang dilakukan divariasikan
b. Instrumen Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 136), “instrumen penelitian
adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik.” Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data
dalam penelitian ini adalah tes. Alat bantu yang digunakan untuk
mengukur kelincahan Footwork adalah dengan menggunakan
45

stopwatch. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan


kelincahan Footwork dalam penelitian ini adalah instrumen yang dibuat
oleh Ahmad Mujami’.
Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
dengan tes pengukuran. Instrumen tes yang digunakan untuk
pengukuran awal (pretest) maupun pengukuran akhir (posttest)
menggunakan tes kelincahan (footwork test).
5. Validasi dan Realibitas Instrumen
a. Validasi
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu
mengukur apa yang akan diukur (Singarimbun dan Efendi, 2009: 122).
Sebuah alat ukur bisa dikatakan valid jika mengukur tujuannya dengan
nyata atau benar. Sebuah Instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan. Tinggi rendahnya validitas instrumen
mennjukan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari
gambaran tenang validitas yang dimaksud. Setelah diuji oleh para ahli
maka Instrument diujikan di lapangan (Suharsimi Arikunto, 2002: 169).
Kemudian hasilnya diuji tingkat validitasnya dengan menggunakan
korelasi yang ada di SPSS for windows 20.00. Pearson Product
Moment digunakan ketika data dalam bentuk interval atau rasio, jika
data ordinal dan nominal maka bias digunakan Spearman dan Kendal’s.
Kriteria untuk penafsiran suatu instrumen itu valid atau tidak dapat
dilihat dari indeks korelasinya pada table berikut:
Dasar Pengambilan keputusan dalam uji validitas adalah sebagai
berikut:
Tabel 1.3 Makna Koefisien Korelasi Product Moment
Angka Korelasi Makna Angka Korelasi Makna
0,91 – 1,00 Sangat Tinggi
0,71 – 0,90 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup
0,21 – 040 Rendah
0,00 – 020 Sangat Rendah
46

Dasar Pengambilan keputusan dalam uji validitas adalah senagai


berikut:
1) Jika nilai r hitung > r tabel, maka item pertanyaan atau pernyataan
dalam angket berkorelasi signifikan terhadap sekor total (artinya
item angket dinyatakan valid)
2) Jika nilai r hitung < r , maka item pernyataan atau pernyataan
tabel

dalam angket tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (


artinya item angket dinyatakan tidak valid).
b. Realibitas
Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan
hasil pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat
pengukuran tersebut dapat reliable.62 Reabilitas menunjuk pada satu
pengertian bahwa suatu instrument dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpulan data, karena instrumen tersebut sudah baik.
Reabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel
artinya dapat dipercaya, dapat diandalkan. Ungkapan yang mengatakan
bahwa instrumen harus reliable sebenarnya mengandung arti bahwa
instrumen tersebut cukup baik, sehingga mampu mengungkapkan data
yang dapat dipercaya. Apabila pengertian ini sudah terungkap, maka
tidak akan dijumpai kesulitan dalam menentukan cara menguji
reabilitas instrument.
Uji signifikasi dilakukan pada taraf 5%. Untuk mengetahui
apakah didalam pengujian instrumen reliabel atau tidak menggunakan
Cronbach’s Alpha. Standar yang dipakai dalam menentukan reliabilitas
atau tidaknya suatu instrumen penelitian umumnya adalah
perbandingan antara r hitung dengan r tabel pada taraf 5%. Instrumen
dapat dikatakan reliabel apabila nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari
r tabel.
Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris, (2009: 81) kriteria
reabilitas instrumen dapat ditentukan sebagai berikut :
47

0,00 r11 < 0 ,20 : Reliabilitas sangat rendah


0,20 < r11 < 0,40 : Reabilitas rendah
0,40 < r11 < 0 ,70 : Reabilitas sedang
0,70 < r11 < 0,90 : Reabilitas tinggi
0,90 < r11 < 1 ,00 : Reabilitas sangat tinggi
Setelah menghitung validitas instrumen penelitan, peneliti juga
mengukur reabilitas instrument penelitian. Seluruh item yang terdapat
pada instrument tersebut dipahami oleh responden dan tidak ada
satupun item yang memiliki makna ganda. Untuk menentukan reabilitas
instrumen, peneliti menghitung menggunakan SPSS 20,00 for
Windows. Berikut disajikan hasil penghitungan reabilitas:

Tabel 1.4 Tabel Reliability Statistics


Cronbach's Cronbach's Alpha Based
N of Items
Alpha on Standardized Items
.887 .898 5

Berdasarkan kriteria reabilitas instrumen, dapat disimpulkan


bahwa instrument yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
reabilitas yang sangat tinggi.
6. Teknik Analisis Data
Dari data yang diperoleh dari penelitian ini dilanjutkan dengan
mengganalisis data kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan
statistic parametrik.
a. Uji Prasyarat dan Analisis Data
1) Uji Normalitas
Uji normalitas tidak lain sebenarnya adalah mengadakan
pengujian terhadap normal tidaknya sebaran data yang akan
dianalisis. Pengujian dilakukan tergantung variabel yang akan
diolah. Pengujian normalitas sebaran data menggunakan
Kolmogorov-Smirnov Test dengan bantuan SPSS 16. Jika nilai p >
48

dari 0,05 maka data normal, akan tetapi sebaliknya jika hasil analisis
menunjukkan nilai p < dari 0,05 maka data tidak normal.
2) Uji Homogenitas
Di samping pengujian terhadap penyebaran nilai yang akan
dianalisis, perlu uji homogenitas agar yakin bahwa kelompok-
kelompok yang membentuk sampel berasal dari populasi yang
homogen. Homogenitas dicari dengan uji F dari data pretest dan
posttest dengan menggunakan bantuan program SPSS 16. Uji
homogenitas dilakukan dengan mengunakan uji anova test, jika hasil
analisis menunjukkan nilai p > dari 0.05, maka data tersebut
homogen, akan tetapi jika hasil analisis data menunjukkan nilai p <
dari 0.05, maka data tersebut tidak homogen.
J. Daftar Pustaka
Dalam menulis suatu karangan ilmiah terutama studi pustaka yang
memuat pendapat berbagai pakar mengenai suatu masalah yang kemudian
dibahas dan ditarik kesimpulannya oleh si penulis, mutlak harus dicantumkan
sumber informasi yang digunakan. Daftar pustaka proposal skripsi ini berisi
tentang buku, jurnal, internet yang dijadikan sebagai referensi dalam
penulisan proposal skripsi agar penulisan proposal skripsi ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun daftar dalam penulisan
proposal skripsi ini adalah sebagai berikut:

Ardianda, Eddry dan John Arwandi, (2007), Latihan Zig-Zag Run dan
Latihan Shuttle Run Berpengaruh Terhadap Kemampuan Dribbling
Sepakbola, Padang: Universitas Negeri Padang

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: PT Rineka Cipta

Bastinus N Matjan, (2009). Komponen-Komponen Latihan Dan Faktor-


Faktor
Pendukung Kualitas Peak Performance Atlet, Jurnal Kepelatihan
Olahraga, Volume 1, No. 1, ISSN 2086-339X.
49

Budiwanto, Setyo, (2012). Metodologi Latihan Olahraga, Malang:


Universitas Negeri Malang.

Firmansyah, Muhammad Ramadhan, (2007). Prosentase Pukulan Dan Pola


Permainan Bulutangkis Ganda Putra Usia 14 – 15 Tahun. Surabaya:
Universitas Negeri Surabaya.

Hadi, Firdaus Soffan, dkk, (2016), Pengaruh Latihan Ladder Drills Terhadap
Peningkatan Kelincahan Siswa U-17 Di Persatuan Sepakbola Jajag
Kabupaten Banyuwangi, Jurnal Pendidikan Jasmani, Vol 26 No 1.

Harits , Muh Abdul, (2007). Model Latihan Kelincahan Bulutangkis, Jakarta:


Universitas Negeri Jakarta.

Hartini, Marini Puji, (2017). Modul Bulutangkis, ISBN: 978-602

Husaini, dkk, (2007). Pengaruh Latihan Agility Wheel Terhadap Kemampuan


Footwork Siswaekstrakurikuler Bulutangkis Sma N 4 Malang,
Malang: Universitas Negeri Malang.

Imam Efendi, Dwi dan Ifa Aristia Sandra, (2007). Pengaruh Latihan Ladder
Drill Terhadap Kelincahan Pada Anak Usia Dini Kelompok B Di
Taman Kanak-Kanak Khoiriyatussibyan, Print ISN: 2580-3913:
Online: 2580-3921.

Indrayana, Boy dan Ely Yuliawan, (2019). Penyuluhan Pentingnya


Peningkatan Vo2max Guna Meningkatkan Kondisi Fisik Pemain
Sepakbola Fortuna Fc Kecamatan Rantau Rasau, Jurnal Ilmiah
Sport Coaching And Education Vol. 1.

Juliyanto, (2016). Pengaruh Latihan Ladder Drill Icky Shuffle Terhadap


Peningkatan Kecepatan, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, (2017), Modul 2: Shuttlecock/kock


Menari Indah Diudara.

Khoiruzzaman, (2016). Pengaruh Latihan Ladder Drills icky Shuffle


Terhadap Kelincahan, Jurnal Kesehatan Olahraga Vol 05. Nomor 02
Edisi Juli.

Kusuma, Ketut Chandra Adinata dan I Kadek Happy Kardiawan, (2017).


Pengaruh Pelatihan Ladder Drill Terhadap Kecepatan Dan
Kelincahan, ISBN: 978-602-6428-11-0.

Kusuma, Ketut Chandra Adinata dan I Kadek Happy Kardiawan, Pengaruh


Pelatihan Ladder Drill terhadap Kecepatan Dan Kelincahan, Jurnal,
ISBN: 978-602-6428-11-
50

Maidarti, Titin dan Nurjanah Winarya, (2016). Pengaruh Pelatihan Dan


Motivasi Terhadap Kinerja Teller Pt. Bank Central Asia Kantor
Cabang Utama Daan Mogot. Jurnal Pengembangan Wiraswasta Vol.
18 No.2.

Mardhika, dkk. (2019). Pengaruh Model Latihan Ladder Drill Lateral Dan
Zig-Zag Hops Terhadap Peningkatan Kelincahan, Indonesia Journal
of Sports and Physical Education | Vol. 1(1): 2019

Marjana, Wayan, dkk. (2014). Pengaruh Pelatihan Shuttle Run Terhadap


Kecepatan Dan Kelincahan, e-Journal IKOR Universitas Pendidikan
Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan.

Mujami, Ahmad. (2009). Sumbangan Reaksi Dan Kelincahan Terhadap Hasil


Footwork Pada Mahasiswa Ikk Bulutangkis I, Semarang: UIN
Semarang.

Mulya, Gumilar, (2007). Pengaruh Latihan Ladder Drill Terhadap


Peningkatan Kelincahan Pemain Sepakbola, Tasikmalaya:
Universitas Siliwangi.

Ramadhan, Rahmat, dkk. (2018). Pengembangan Model Latihan Footwork


Cabang Olahraga Bulutangkis, Jurnal Ilmiah Sport Coaching And
Education Vol. 2 Juli.

Roesdiyanto dan Setyo Budiwanto, Dasar-Dasar Kepelatihan Olahraga,


Malang: Universitas Negeri Malang.

Subardjah, Herman. (2000). Bulutangkis. Jakarta: Departemen Pendidikan


Nasional

Subarjah, Herman, (2010). Hasil Belajar Keterampilan Bermain Bulutangkis


Studi Eksperimen Pada Siswa Diklat Bulutangkis Fpok-Upi,
November 2010, Th. XXIX, No. 3.

Subarkah, Ari, dkk, (2020). Analisis Teknik Dasar Pukulan Dalam Permainan
Bulutangkis, Volume 5, Nomor 2, Tahun 2020: 106-114

Sugiyono, (2010). Memahami Penelitian Kualitatif, Cetakan 6, Bandung:


Alfabeta.

Sukadiyanto. (2002). Teori Dan Metodologi Melatih Fisik Petenis.


Yogyakarta: FIK. Universitas Negeri Yogyakarta

Sumarsono, Adi, (2017). Pengaruh Metode Latihan Agility Hurdle Drill Dan
Agility Leader Terhadap Koordinasi Kaki Anggota Ukm Futsal
Universitas Musamus Merauke, ALTIUS, VOLUME 6, NOMOR 1,
JANUARI 2017.
51

Ulum, Mohammad Fadhil, (2013). Pengaruh Latihan Interval Pendek


Terhadap Peningkatan Daya Tahan Anaerobik Pada Pemain Hoki,
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Yusup, dkk, (2018). Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Aparatur


Pemerintah Desa Di Kecamatan Paju Epat Kabupaten Barito
Timur, JAPB : Vol. 1, No. 1

Anda mungkin juga menyukai