2419 7494 2 PB
2419 7494 2 PB
2419 7494 2 PB
e-ISSN 2715-4505
Vol. 11 Nomor 01 Juni 2020.24-31
Abstract
The purpose of this study is to find out and analyze how environmental pollution is carried out by the PT
Pertamina Hulu Energi (PHE) factory based on Law No. 32 of 2009 concerning Environmental
Protection and Management or not and Applying appropriate sanctions against PT Pertamina Hulu
Energi (PHE). Type of descriptive research analysis with normative juridical approach. The results of the
study revealed that the disposal of industrial waste by PT Pertamina Hulu Energi (PHE) in Karawang
resulted in contamination of water in the environment around the factory and the application of
administrative and civil sanctions.
Keywords: Environmental Pollution, Environmental law
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pencemaran lingkungan
yang dilakukan pabrik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau tidak dan Penerapan sanksi
yang tepat terhadap PT Pertamina Hulu Energi (PHE). Jenis peneltian deskriptif anlisis dengan
pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian mengemukakan bahwa pembuangan limbah industri
yang dilakukan oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE) di Karawang yang mengakibatkan tercemarnya
air yang berada di lingkungan sekitar pabrik dan penerapan sanksi berupa administratif dan
keperdataan.
Kata Kunci: Pencemaran Lingkungan, Hukum Lingkungan
PENDAHULUAN
Kegiatan pembangunan yang makin meningkat, mengandung resiko, makin
meningkatnya resiko makin meningkatnya pencemaran dan perusakan lingkungan,
termasuk oleh limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3), sehingga struktur dan fungsi
ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup akan menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan
pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya. Terpeliharanya kualitas fungsi
lingkungan secara berkelanjutan menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan peran serta
masyarakat yang menjadi tumpuan pembangunan berkelanjutan guna menjamin
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa mendatang. Menyadari
hal tersebut di atas, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya harus dikelola dengan
baik. Makin meningkatnya kegiatan pembangunan, dalam hal ini pabrik-pabrik atau indutri-
industri menyebabkan meningkatnya dampak kegiatan tersebut terhadap lingkungan hidup,
keadaan ini makin mendorong diperlukannya upaya pengendalian dampaknya, sehingga
resiko terhadap lingkungan dapat ditekan sekecil mungkin.
Upaya pengendalian dampak terhadap lingkungan sangat ditentukan oleh
pengawasan terhadap ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
segi-segi lingkungan hidup, sebagai perangkat hukum yang bersifat preventif melalui proses
perizinan untuk melakukan usaha dan atau kegiatan. Oleh karena itu dalam setiap ijin yang
diterbitkan, harus dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan tersebut. Pengaturan tentang
24
Logika : Journal of Multidisciplinary Studies, p-ISSN 2085-997X. e-ISSN 2715-4505
Vol. 11 Nomor 01 Juni 2020.24-31
limbah B3 dimulai sejak tahun 1992 dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Perdagangan
No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor Limbah Plastik. Selanjutnya diterbitkan
keputusan presiden No.61 Tahun 1993 tetang Ratifikasi Konvensi Basel 1989 yang
mencerminkan kesadaran pemerintah Indonesia tentang adanya pencemaran lingkungan
akibat masuknya limbah B3 dari luar wilayah Indonesia.
Dalam perkembangan setelah diundangkan Undang-Undang No.23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai uapaya untuk mewujudkan pengelolaan
limbah B3, pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999
tentang pengelolaan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan
Pemerintah Limbah B3), sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 85
Tahun 1999. Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 diharapkan
pengelolaan limbah B3 dapat lebih baik sehingga tidak lagi terjadi pencemaran lingkungan
yang diakibatkan oleh limbah B3. Selain itu diharapkan pula dengan diundangkannya
Peraturan Pemerintah Limbah B3 para pelaku industry dan pelaku kegiataan lainnya tunduk
dan taat terhadap ketentuan tersebut. Tidak ditaatinya Peraturan Pemerintah Limbah B3
oleh para pelaku indistri dan pelaku kegiatan lainnya dalam hal ini pencemaran yang
dilakukan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) di Karawang diduga dikarenakan oleh faktor
penataan dan penegakan hukum lingkungan khususnya yang terdapat dalam Undang-
Undang No. 32 Tahun 2009 tenang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Maka
kami akan mengkaji lebih dalam sejauh manakah efektifitas penataan dan penegakan
hukum lingkungan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan limbah B3 di
dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tenang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup1. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: Apakah pencemaran yang dilakukan pabrik PT Pertamina Hulu
Energi (PHE) melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup? dan Bagaimanakah penerapan sanksi
yang tepat terhadap PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sesuai dengan Undang-Undang No. 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup?
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analistis, yaitu
suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu
sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang, 2 Penelitian ini menggunakan
pendekatan yuridis normatif, maksudnya adalah bahwa dalam menganalisis permasalahan
dilakukan dengan cara memadukan bahan-bahan hukum dan studi kepustakaan.
1
Suwari Akhmaddhian, Implementasi Penegakan Hukum Lingkungan Pada Sektor Pertambangan Di Kabupaten
Kuningan, Jurnal Unifikasi, Issn 2354-5976 Vol. 04 Nomor 01 Januari 2017
2
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, hal. 33.
25
Logika : Journal of Multidisciplinary Studies, p-ISSN 2085-997X. e-ISSN 2715-4505
Vol. 11 Nomor 01 Juni 2020.24-31
3
Sudikno, Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 134-135.
4
Nurul Isna Ramadhan, Pengaturan Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan di Indonesia : Studi Pencemaran
Tanah di Brebes, Logika : Journal of Multidisciplinary Studies, ISSN 2085-997X. Vol. 09 Nomor 02 Desember
2018. 96-102.
5
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
6
Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
26
Logika : Journal of Multidisciplinary Studies, p-ISSN 2085-997X. e-ISSN 2715-4505
Vol. 11 Nomor 01 Juni 2020.24-31
Pabrik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) telah mencemari perairan lepas pantai karawang
sejak dinyatakan terjadinya tumapahan minyak pada tanggal 12 Juli 2019. Hingga saat ini,
dampak tumpahan minyak terus mencemari wilayah laut dan pesisir Karawang, Bekasi serta
meluas hingga mencapai Kepulauan Seribu, Jakarta. Kormas kuat menilai Pertamina tidak
hanya lalai dalam menjalankan kegiatan operasinya dan penanganan awal kejadian, tetapi
juga berupaya menyembunyikan fakta penting dari petaka tumpahan minyak itu.Tak hanya
di lautan, minyak juga mulai memasuki wilayah padat penduduk dan wilayah konservasi.
Dampak yang dirasakan bukan hanya dari segi ekologis, tapi juga dampak sosial. Masyarakat
yang tinggal di sekitar perairan Karawang dan Bekasi mengalami kerugian finansial karena
menurunnya kuantitas dan kualitas hasil tambak juga risiko kesehatan yang menghantui
masyarakat karena terpapar minyak. 7 Pencemaran tersebut telah melanggar ketentuan
dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, yang mana setiap orang dilarang untuk : 8
a. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup;
b. Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. Membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. Membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g. Melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h. Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau
j. Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak
informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.
Dapat disimpulkan bahwa pabrik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) telah melanggar
beberapa ketentuan dalam pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009. Maka pihak dari pabrik PT
Pertamina Hulu Energi (PHE) harus melakukan penanggulangan dan pemulihan terhadap
lingkungan yang sudah tercemar oleh limbah pabrik tersebut. Sebagaimana yang diatur
dalam pasal 53 UU No. 32 Tahun 2009, setiap orang yang melakukan pencemaran lingungan
hidup wajib melakukan penanggulangan lingkungan hidup yang dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
7
https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/3536/pertamina-harus-mengungkapkan-penyebab-terjadinya-
semburan-dan-tumpahan-minyak-di-karawang/
8
pasal 69 ayat 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
27
Logika : Journal of Multidisciplinary Studies, p-ISSN 2085-997X. e-ISSN 2715-4505
Vol. 11 Nomor 01 Juni 2020.24-31
28
Logika : Journal of Multidisciplinary Studies, p-ISSN 2085-997X. e-ISSN 2715-4505
Vol. 11 Nomor 01 Juni 2020.24-31
Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku
mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.
Air merupakan salah satu bentuk lingkungan hidup fisik, dimana jika air ini
tercemar maka akan berdampak besar bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Tumpahan
Minyak PT Pertamina Hulu Energi (PHE) yang mencemari air pesisir laut karawang jelas
merupakan salah satu bentuk pencemaran lingkungan hidup, Oleh karena itu perlu adanya
penegakkan hukum terhadap pencemaran yang dilakukan oleh PT Pertamina Hulu Energi
(PHE) tersebut agar terciptanya keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan
kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang
hukum, yaitu administratif, pidana, dan perdata. 12 Berikut adalah sarana penegakan hukum:
1. Administratif
Sarana administrasi dapat bersifat preventif dan bertujuan menegakkan peraturan
perundang-undangan lingkungan. Penegakan hukum dapat diterapkan terhadap
kegiatan yang menyangkut persyaratan perizinan, baku mutu lingkungan, rencana
pengelolaan lingkungan (RKL), dan sebagainya. Disamping pembinaan berupa petunjuk
dan panduan serta pengawasan administratif, kepada pengusaha di bidang industri,
hendaknya juga ditanamkan manfaat konsep “Pollution Prevention Pays” dalam proses
produksinya.
Penindakan represif oleh penguasa terhadap pelanggaran peraturan perundang-
undangan lingkungan administratif pada dasarnya bertujuan untuk mengakhiri secara
langsung pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Sanksi administratif terutama mempunyai fungsi instrumental, yaitu pengendalian
perbuatan terlarang. Disamping itu, sanksi administratif terutama ditujukan kepada
perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tersebut.
Beberapa jenis sarana penegakkan hukum administrasi adalah :
a. Paksaan pemerintah atau tindakan paksa;
b. Uang paksa;
c. Penutupan tempat usaha;
d. Penghentian kegiatan mesin perusahaan;
e. Pencabutan izin melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan, dan uang
paksa.
2. Kepidanaan
Tata cara penindakannya tunduk pada undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana. Peranan Penyidik sangat penting, karena berfungsi
mengumpulkan bahan/alat bukti yang seringkali bersifat ilmiah. Dalam kasus
perusakan dan/atau pencemaran lingkungan terdapat kesulitan bagi aparat penyidik
untuk menyediakan alat bukti yang sah sesuai ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184
KUHAP. Selain itu, pembuktian unsur hubungan kausal merupakan kendala tersendiri
mengingat terjadinya pencemaran seringkali secara kumulatif, sehingga untuk
membuktikan sumber pencemaran yang bersifat kimiawi sangat sulit. Penindakan atau
12
[ ] Ibid., hlm. 113.
29
Logika : Journal of Multidisciplinary Studies, p-ISSN 2085-997X. e-ISSN 2715-4505
Vol. 11 Nomor 01 Juni 2020.24-31
pengenaan sanksi pidana adalah merupakan upaya terakhir setelah sanksi administratif
dan perdata diterapkan.
3. Keperdataan
Mengenai hal ini perlu dibedakan antara penerapan hukum perdata oleh instansi
yang berwenang melaksanakan kebijaksaan lingkungan dan penerapan hukum perdata
untuk memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan.
Misalnya, penguasa dapat menetapkan persyaratan perlindungan lingkungan terhadap
penjualan atau pemberian hak membuka tanah atas sebidang tanah. Selain itu, terdapat
kemungkinan “beracara singkat” bagi pihak ketiga yang berkepetingan untuk
menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap
larangan atau keharusan dikaitkan dengan uang paksa. Penegakan hukum perdata ini
dapat berupa gugatan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan.
SIMPULAN
Penataan hukum lingkungan di Indonesia khususnya dalam hal penegakannya masih
belum efektif terbukti dengan adanya pembuangan limbah industri yang dilakukan oleh PT
Pertamina Hulu Energi (PHE) di Karawang yang mengakibatkan tercemarnya air yang
berada di lingkungan sekitar pabrik yang menimbulkan keresahan warga sekitar. Padahal
air merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia. Padahal ada
banyak sekali langkah penegakan hukum yang dapat dilakukan mulai dari saksi
administrative, sanksi keperdataan dan sanski kepidanaan. Sebab dalam menerapkan saksi
hukum sebaiknya dijatuhkan sanksi yang tepat serta dapat mencakup komposisi dari fungsi
hukum itu sendiri seperti kepastian, kemafaatan, dan keadilan serta tidak menimbulkan
kerasahan pada masyarakat.
SARAN
Penerapan sanksi yang tepat dalam kasus ini adalah sanksi keperdataan berupa
penggantian kerugian yang nantinya dapat digunakan sebagai alat untuk merehabititasi
lingkungan agar dapat kembali seperti semula. Sebab yang mengalami dampak terbesar
30
Logika : Journal of Multidisciplinary Studies, p-ISSN 2085-997X. e-ISSN 2715-4505
Vol. 11 Nomor 01 Juni 2020.24-31
dalam pencemaran tersebut adalah masyarakat di sekitar pabrik tersebut. Sehingga jika
tidak dilakukan pemulihan lingkungan tersebut maka masyarakatlah yang akan menderita
dan pengusaha atau pemilik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) tersebut tidak mengalami
dampaknya.
DAFTAR PUSTAKA
31