Person Centered
Person Centered
Person Centered
Disusun oleh
Puji dan syukur penulis panjatakan kehadirat Tuhan YME atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Pendekatan Konseling ‘Person Centered’” ini dengan
lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen matakuliah Komunikasi Konseling.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan 14
3.2 Saran 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
unik sebagai alat unuk meningkatkan kesadaran dan untuk menernukan
sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam
pengubahan hidupnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Tidak ada metode atau teknik yang spesifik dalam Person Center
Therapy. Dalam Therapi ini, antara konselor dan konseli harus memilik
hubungan yang dapat mendorong klien lebih terbuka mengungkapkan
permasalahanya dan mempercayai terapis sepenuhnya. Karena itu disebut
Client-Center Theraphy yang tehniknya menitik beratkan pada sikap-sikap
terapis. Metode ini dikutip H.M.Arifin dari William E.Hulme & Wayne
K.Clymer yang mengemukakan bahwa metode Client-Center Therapi
sering digunakan oleh pastoral counselor. Pada proses bimbinganya
konselor lebih memahami kenyataan penderitaan klien yang biasanya
bersumber pada perasaan berdosa yang banyak menimbulkan perasaan
cemas konflik kejiwaan dan gangguan lainnya. Konselor harus bersikap
sabar mendengarkan dengan penuh perhatian semua ungkapan batin yang
diutarakan klien kepadanya.
3
Namun ada beberapa teknik dasar yang harus dimiliki terapis yaitu
4
Mengenai Empati ini, George & Cristiani (1981)
mengemukakannya sebagai kemampuan untuk mengambil kerangka
berpikir klient sehingga memahami dengan tepat kehidupan dunia dalam
dan makna-maknanya dan bisa dikomunikasikaan dengan jelas terhadap
klien. Menrut beberapa tokoh, perasaan empati ini dapat menyebabkan
terapis ikut karut dalam kesedihan klient. Hal ini berdampak pada
hilangnya identitas diri pada klien, dan hilang pula fungsinya sebagai
terapis. Evey, at al (1987) mengutip Rogers yang mengingatkan ‘jika
terapis bisa menangkap dunia pribadi klien, sebagaiman klien melihat
dan merasakannya tanpa kehilangandiri identitasnya sendiri, perubahan
konstruktif niscaya terjadi.
2.2 Perkembangan Teori Person Center Therapy
Penemu teori berfokus pribadi adalah psikolog Carl Ransom
Rogers (1902-1987). Rogers mengembangkan kepercayaan pada potensi
semua individu untuk berkembang dalam kondisi yang suportif, penuh
hormat, dan memercayai secara tulus. Pada 1942, Rogers
mempublikasikan idenya dalam buku pertamanya Counselling and
psychotherapy (konseling dan psikoterapi) yang merupakan konseling
nondirective dengan menggunakan metode terapi tradisional.
Selanjutnya, Clien-centered Therapy (terapi berfokus klien) pada muncul
pada taun 1951, menekankan pada konselor harus menghormati
kemampuan konseli pada proses konseling. Tahap yang ketiga yaitu tahun
1960, yang disebut dengan Person Center Therapy, merupakan terapi
berfokus pada pribadi, yang menekankan pada kemampuan dan
perkembangan diri.
Debat dan diskusi selalu memastikan pertumbuhan terapi berfokus
pribadi, termasuk munculnya varian-varian baru. Terapi keluarga berfokus
pribadi, aliran berfokus yang terpisah dan penerapan prinsip-prinsip
pribadi pada klien yang didiagnosis menderita gangguan mental berat,
hanyalah tiga contoh perkembangan dari terapi itu. Yang mutakhir,
dimensi spiritual dalam terapi berfokus pribadi juga telah di eksplorasi.
5
Meskipun terdapat aspirasi religiusnya, baru tahun-tahun belakangan
Rogers mempertimbangkan pengalaman transendental dalam konseling.
Prinsip-prinsip dasar pendekatan berfokus pribadi sekarang luas di
terima sebagai basis pembentukan relasi positif yang memberdayakan dan
sangat berpengaruh pada pendidikan, ketetapan kesehatan yang diatur
undang-undang maupun sukarela, dan layanan social. Sebagai orientasi
terapeuetik, pendekatan ini mempunyai pengikut yang luas, dengan
praktisi terdapat di semua benua.
2.3 Teori dan Konsep Dasar Person Center Therapy
6
inilah kecenderungan organisme yang melekat pada dirinya untuk
mengembangkan semua kapasitasnya sedemikian rupa untuk
mempertahankan atau memperkuat organisme itu sendiri. Oleh karena
itu, ketika kita bertumbuh dan berkembang, secara alami kita mendekati
orang lain, lingkungan yang lebih luas dan pengalaman diri kita dengan
cara yang mengantarkan kita menuju hal-hal positif dan membantu kita
menghindari hal-hal yang negatif bagi kebaikan kita.
b) Mempelajari siapa diri kita: perkembangan konsep diri
Meskipun teori berfokus pribadi mengkonseptualisasikan
idividu sebagai kesatuan utuh, satu aspek keberadaan kita memainkan
peran kunci dalam perkembangan dan pemfungsian. Konsep diri
mulai terbentuk pada usia dini, ketika kita mulai melihat terpisah dari
mereka di sekitar kita. Kita mulai memikirkan diri sendiri dengan
istilah ‘aku’ sebagai subjek dan ‘aku’ sebagai objek, sebagai pribadi
unik dengan beragam karakteristik. Pengetahuan dan kesadaran diri
ini awalnya tidak diartikulasikan, namun ketika kita bertumbuh,
terutama ketika kita belajar bicara, secara bertahap kita
mengonsolidasikan ide tentang diri sendiri. Jika perkembangan
pengetahuan diri itu terjadi secara lengkap seirama dengan
kecenderungan beraktualisasi, yaitu jika kita mulai mengenal diri
sendiri sebagai pribadi yang sebenarnya, maka kita terus melangkah di
sepanjang jalan kehidupan yang utuh dan memuaskan. Namun,
mengenal diri kita tidak terjadi dalam isolasi dan aspek relasional
keberadaan kita lah yang menyebabkan masalah.
c) Kehilangan kepercayaan diri dan sumber kesedihan
Pemahaman diri kita berkembang pada suatu waktu ketika kita
sangat tergantung pada orang lain untuk kebaikan fisik dan emosi kita.
Hal itu menimbulkan konflik potensial antara pertumbuhan kita dan
kepuasan orang-orang di sekitar kita. Memberi dan menerima kasih
sayang, penerimaan dan cinta adalah positif, karena perasaan seperti
itu memang memuaskan, namun kebutuhan untuk di senangi dan
7
mendapatkan kehangatan dari orang lain bisa berkonflik dengan yang
kita pandang sebagai hal yang baik bagi diri kita.
Pada tahap tertentu, kita bisa menahami diri melalui pesan
yang diterima dari orang lain dan respon emosional mereka kepada
kita. Pengakuan positif yang tak bersyarat ini diterima dimana di
mungkinkan ada pesan dan bahkan cocok dengan pengalaman kita.
d) Harga mempertahankan diri
Terkadang, konsep diri kita terancam terbuka kesenjangan
antara yang kita perlukan untuk mempertahankan pemahaman kita
tentang dunia dan diri kita, dan kasus apa yang sebenarnya kita
rasakan. Tantangan radikal bisa terasa benar-benar seperti mengancam
hidup kita, karena beberapa pengalaman menimbulkan pukulan yang
sangat kuat dalam cara kita memandang diri, kita tak lagi mengenali
siapa kita dan keterasingan diri seperti itu sangat mengerikan. Untuk
melindungi terhadap ketidaknyamanan dan konflik internal, kita
menyaring pengalaman internal dan eksternal dengan dua proses yang
dikenal sebagai distorsi dan penyangkalan. Dalam mendistorsi
pengalaman kita secara selektif mengambil yang sedang terjadi dan
meninggalkan lainnya, atau kita memahami sesuatu dengan cara
tertentu ketimbang cara lain.
Mendistorsi dan menyangkal pengalaman berarti bahwa kita
terus menopang keterpecahan internal. Tekanan mental dan emosional
adalah harga yang harus kita bayar. Bagi beberapa orang, sejauh mana
kondisi berharga yang di proyeksikan itu di serap membuat kehidupan
menjadi sumber ketakutan yang menetap. Selain itu, kedataran dan
kekosongan yang menjadi bagian dari depresi menunjukkan harga
yang harus di bayar karena meredam perasaan, ketidakpuasan,
kesepian, kebingungan, kecemasan, kelelahan, kematian emosional,
semuanya bisa berasal dari upaya kita memisahkan apa yang secara
sadar kita tanggung dari pengetahuan terdalam kita.
8
e) Transformasi kesedihan
Tujuan konseling berfokus pribadi adalah menawarkan kondisi
yang akan memampukan terjadinya penyembuhan keterpecahan
nurani dan memulai proses untuk menghubungkan kembali secara
utuh dengan pengalaman dan proses penghargaan yang ada sejak lahir.
Bertumpu pada alasan tunggal, namun sulit dijangkau bahwa
menawarkan rasa hormat, pemahaman mendalam dan kehadiran yang
tulus dan terbuka kepada klien akan menciptakan iklim keamanan dan
kepercayaan tak bersyarat. Secara bertahap, klien akan semakin
membutuhkan perlindungan terhadap pengalaman yang mengancam
lapisan pelindung yang di bangunnya. Perasaan, pikiran dan persepsi
yang sebelumnya telah di transformasikan atau di buang jauh-jauh
dapat di pegang dalam kesadaran dan di nilai ulang, mengizinkan
penyerapan pengalaman yang lebih memuaskan ke dalam diri.
2.4 Tujuan Person Center Therapy
Tujuan utama pendekatan person-centered therapy adalah untuk
menciptakan iklim yang kondusif sebagai usaha untuk membantu konseli
menjadi pribadi yang utuh, yaitu pribadi yang mampu memahami
kekurangan dan kelebihan dirinya dirinya. Tidak ditetapkan tujuan khusus
dalam pendekatan person-centered, sebab konselor digambarkan memiliki
kepercayaan penuh pada konseli untuk menentukan tujuan-tujuan yang
ingin dicapainya dari dirinya sendiri.
9
Konseli yang bisa dibantu menggunakan person-centered therapy,
di antaranya adalah konseli dengan kondisi awal sebagai berikut :
a) Konseli takut pada konselor dan konseling itu sendiri
b) Konseli tidak bisa mengekspresikan pengalaman-pengalamannya
c) Konseli menggunakan pandangan orang lain atau lingkungan
sekitarnya dalam mengevaluasi tindakan dirinya
d) Konseli menunjukkan perasaan negatif baik secara terang-terangan
maupun tersembunyi, misalkan tidak bisa mempercayai konselor
e) Konseli belum bisa menerima tanggung jawab pada diri sendiri
f) Konseli sering memandang dunia dengan suatu cara mekanik, sehingga
menyulitkan diri untuk memisahkan objek dari pengalaman, fakta, dan
situasi eksternal.
2.5 Hubungan dan Peran terapis dalam Peson Center Therapy
Terapis meletakkan tanggung jawab proses terapi pada klien, dan ia
berfungsi sebagai katalisator bagi perubahan klien. Terapis lebih sebagai
cerminbagi sikap dan perilaku klien. Konselor membantu klien menyadar
kekuatan-kekuatan yang dimiliki, sehingga ia sanggup mengambil
keputusan-keputusan yang tepat bagi diri klien.
Tugas terapis atau konselor adalah membangun hubungan yang
membantu klien mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area
hidupnya yang sekarang didistorsi atau diingkarinya.
Client-centered therapy(CCT) menekankan pada sikap dan
kepercayaan dalam proses terapi antara terapis dengan klien. Efektifitas
dari pendekatan terapi ini adalah pada sifat kehangatan, ketulusan,
penerimaan nonposesif dan empati yang akurat. Client-centered
therapy beranggapan bahwa klien sanggup menentukan dan
menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri. Perlu adanya respek terhadap
klien dan keberanian pada seorang terapis untuk mendorong klien agar
bersedia mendengarkan dirinya sendiri dan mengikuti arah-arahannya
sendiri terutama pada saat klien membuat pilihan-pilihan yang bukan
merupakan pilihan yang diharapkan terapis.Selain itu, juga mempunyai
hubungan yang membantu keberhasilan terapi yang sudah disebutkan
10
oleh Rogers yaitu kongruen, peneriaan positif tanpa syarat dan empatik
terapis mencoba memahami situasi saat itu yang terjadi pada klien dan
mencoba mendapatkan tanggapan kembali dari klien dengan lebih
banyak informasi.
2.6 Proses Person Center Therapy
11
- Dalam relationship, therapis hendaknya tampil secara
kongruen atau tampil apa adanya (labil)
- Penghargaan tanpa syarat terhadap pengalaman-pengalaman
klien secara positif dan penerimaan secara hangat
- Melakukan emphatik secara akurat
12
4. Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan
kuantitatif.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penemu Person Centered Therapy yaitu Carl Ransom Rogers.
Rogers mengangap bahwa setiap individu merupakan manusia yang
berpotensi,setiap sat mereka pasti akan beraktualisasi untuk
mengembangkan potensi yang dimiliknya. Dalam terapinya, pengalaman
yang dimiliki klien memiliki peranan penting dalam penyelesaian akhir
dari masalah-masalah yang dialami klien. Pengalaman yang dimiliki klien
akan membantu menumbuhkan kesadaran pada diri klien. Jadi, pribadi
yang utuh akan membantu klien untuk beraktualisasi pada arah positif.
Selan itu, terapis harus memiliki tiga kunci penting untuk keberhasilan
terapinya, yaitu kongruen, penerimaan positif tanpa syaratn dan rasa
empati pada klien. Jika semua itu diterapkan, maka klien dapat
mengungkapkan segala permasalahanya kepada terapis dengan leluasa.
Pada perkembangannya, metode terapi yang ditemukan Rogers yaitu
metode terapi tradisional, tahun 1942 atau disebut dengan konselin
nonderektif. Lalu, pada tahun 1950, Client Center Therapy menjadi terapi
yang begitu sering diterapkan rogers. Terapi ini, terapis menghormati
seluruh kemampuan yang dimiliki klien dalam proses konseling.
Selanjutnya, tahun 1960, merupaan perkembangan dari meode
sebelumnya. Rogers menyebutnya sebagai Person Center Therapy.
Teori dan konsep dasar Person Center Therapy yaitu aktualisasi diri
merupakan hal yang dapat membantu klien untuk menemukan konsep diri
dan menjadikan dirinya sebagai pribadi yang utuh. Dalam proses terapi
harus terdapat kongruen dan uncondisional positif regard dan empati.
Selain itu, konsep dasar dari sisi klien, yakni self-concept, locus of
evaluation, dan experiencing Self concept merujuk pada bagaimana klien
memandang-memikirkan-menghargai diri sendiri.
Tujuan dari terapi ini yaitu terapis membanu mengarahkan klien untuk
menyadari potensi yang dimilikinya dan menjadikan dirinya sebagai
pribadi yang utuh. Setelah klien memahami kekurangan dan kelebihan
dirinya, maka klien dapat mengekspresikan isi hatinadan dapat
menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai pada diri klien.
Bagaimana hubungan antara terapis dan klien menjadi factor
keberhasilan terapi. Hubungan yang diharapkan dari terapi ini bahwa
antara terapis dan klien mempunyai hubungan yang hangat dan rasa saling
percaya. Terapis mepercayai jika klien mampu menemukan penyelesaian
yang baik, begitu juga klien, mempercayai akan kuitas yang dimiliki
terapis.
Dalam proses terapi, klien akan kondisi inti pada klien akan
mengarahkan diri klien pada konsep diri yang dimiliknya. Selanjutnya,
klien akan mengeksplorasi cara baru dalam memandang dan menyadari
14
dirinya. Setelah semua itu dilalui klien, maka klien dapat merealisasikan
pilihan dan hasil akhir.
3.2 Saran
Setelah mempelajari Person Center Therapy, diharapakan
mahasiswa dapat menerapkan terapi ini dalam sehari-hari. Walaupun
banyak teori lain yang kita pelajari, tidak ada salahnya menerapkan terapi
ini. Hal ini akan menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang
berbagai terapi khususnya Person Center terapi. Materi yang ada dalam
makalah ini merupakan sebagaian kecil dari sekian banyak pengetahuan
tentang Person Center Therapy. Penyusun mohon maaf, dan mengharap
kritik dan saran untuk perbaikan makalah.
15
DAFTAR PUSTAKA
http://herjuno-tisnoaji.blog.ugm.ac.id/2012/03/15/client-centered-therapy/
http://marisameadow.blogspot.com/2013/04/person-centered-therapy.html
http://kandidatkonselor.blogspot.com/2013/01/teori-dan-pendekatan-konseling-
person.html
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19550516198101
1-
MUSYAFAK_ASSYARI/Konseling_ABK/client_centered_counseling/cli
ent_centered.pdf
16