Cara Coating

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 13

Efikasi Propolis Lebah Trigona sp. Sebagai Bahan Edible Coating...

Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No.01 (2016)

EFIKASI PROPOLIS LEBAH Trigona sp. SEBAGAI BAHAN EDIBLE COATING


UNTUK PERLINDUNGAN PASCA PANEN BUAH PISANG AMBON LUMUT (Musa
acuminata L.)
Efficacy of Bee Propolis Trigona sp.as Edible Coating Materials for Post-Harvest
Protection of Ambon Lumut Banana (Musa acuminata L.)

Imam Fathurrahman1)*, Ramadhani Eka Putra1)*


1)
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesha No. 10 Bandung 40132 Indonesia
*E-mail: [email protected], [email protected]

ABSTRACT

This study aimed to determine the efficiency of the use of propolis as a biocoating for post-
harvest bananas in order to extend shelf life. This study used local banana that typical in Indonesia,
Moss banana (Musa acuminata) and the propolis bee Trigona laeviceps, which is also produced by
local agriculture, with a concentration of application 5%, 10%, 15%, coating using 70% ethanol as
a positive control, and bananas without coating as a negative control. Observation parameters that
measured are weight loss, pulp to peel ratio, size, color, fruit temperature, cell death, fruit firmness,
total soluble solid (TSS), sucrose content, vitamin C, and potassium content on days 0, 3, 6, 9, 12,
15, 18 and 21 after coating. The results showed that coating using 5% propolis significantly extend
the shelf life compared to the control by slowing the increase in fruit maturity index (color), weight
loss, size loss, pulp to peel ratio, fruit temperature, pulp softening, and increased levels of vitamin C.
Treatment process itself does not have a significant effect on changes in the value of TSS and
sucrose during the storage period.

Keywords:propolis, moss banana, post-harvest protection.

PENDAHULUAN memiliki peran yang sangat penting


Buah pisang merupakan salahsatu dalam proses pematangan dimana
komoditas hortikultura yang melimpah di peningkatan produksi etilen yang masif
Indonesia dimana Indonesia menginisiasi dimulainya periode
memproduksi sebanyak 6,2% total klimakterik (Karmawanet al., 2009; Liu,
produksi pisang dunia dan 50% produksi 1999). Perubahan fisik pada buah pisang
pisang Asia. Dibandingkan dengan akibat proses pematangan dapat dilihat
komoditas buah-buahan lain pun produksi dan dirasakan secara langsung seperti
pisang di Indonesia merupakan komoditas perubahan warna kulit buah hijau menjadi
dengan hasil tertinggi (Suyanti dan kuning, penurunan ukuran buah,
Supriyadi, 2008). Akan tetapi produk penyusutan berat, serta penurunan
pisang Indonesia kurang dikenal secara kekerasan buah karena dinding sel buah
meluas dan bersifat lokal karena buah ini mengalami perombakan oleh enzim
mudah sekali rusak dan memiliki umur (Ding, 2008). Selain perubahan fisik,
simpan relatif singkat. Salah satu dugaan terjadi juga perubahan kimia pada buah
mengapa buah pisang sangat mudah rusak pisang berupa perubahan pati menjadi
adalah karena sifat buah pisang yang gula (glukosa, sukrosa, dan fruktosa),
merupakan buah klimakterik asam organik, dan aroma oleh senyawa
(Giovannoni, 2004). Buah klimakterik volatile (Marriot, 1980; Moser et al.,
merupakan buah yang mengalami 2009).
pematangan akibat pengaruh dari sintesis Berdasarkan sifat ini maka salah
etilen. Pada buah klimakterik, etilen satu cara yang dapat digunakan untuk

36
Efikasi Propolis Lebah Trigona sp. Sebagai Bahan Edible Coating...
Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No.01 (2016)

meningkatkan umur simpan buah pisang mengukur susut berat dan peel to pulp
adalah menurunkan pengaruh dari gas ratio, cutter untuk memotong sampel,
etilen, antara lain dengan menggunakan jangka sorong digital Mitulyo untuk
pelapis pada bagian kulit buah. Beberapa mengukur diameter pisang, firmness
senyawa alami memiliki potensi untuk tester N.O.W No 510-1 FHR-1 1kg
diaplikasikan, salah satunya adalah dengan tips diameter 12mm x 10 mm
propolis. Propolis merupakan produk kerucut, untuk mengukur kekerasan buah,
yang dihasilkan oleh lebah madu dari termometer tipe tusuk dan tipe
campuran madu, lilin, serbuk sari, dan infraredVinMed untuk mengukur
resin dari tumbuhan. Lilin yang terdapat temperatur buah, refraktometer
dalam propolis merupakan komponen Milwaukee ma871 untuk mengukur
lipid yang dapat dijadikan sebagai edible sukrosa, refraktometer Atago 0-95%
coating karena dapat mencegah untuk mengukur TSS, blender untuk
penguapan air, mengurangi kerusakan menghaluskan sampel, perangkat titrasi
permukaan, dan mengendalikan iodometri (buret, statif, labu Erlenmeyer,
komponen gas dalam buah (Corbo et al., gelas ukur, pipet), sinar UV merk UVP
2015). Propolis memiliki sifat sebagai B100AP 365nm untuk mengukur
perekat dan dapat mengisi bagian sarang pendaran, mesin shaker untuk maserasi,
lebah yang mengalami keretakan data logger recorder untuk merekam suhu
(Marcucci, 1995). Hal inilah yang harian ruang penyimpanan, dan mesin
kemudian dapat dimanfaatkan dimana rotavapor Buchi untuk ekstraksi.
propolis dapat menutupi pori-pori Bahan yang digunakan dalam
permukaan buah sehingga mengurangi penelitian ini adalah buah pisang ambon
laju respirasi buah. Selain itu propolis lumut M. acuminata, crude propolis,
merupakan antibiotik alami karena propilen glikol, etanol 70%, kertas saring,
kemampuan antimikrobanya. Senyawa alumunium foil, akuades, H2SO4 0,1 M,
aktif pinocembrin, galangin, asam kafeat, kertas saring, labu ukur 100 ml, amilum
dan asam ferulat dapat memberikan efek 1%, iodin 0.1 N.
antibakteri (Marcucci, 1995).
Tujuan penelitian ini adalah Tahapan Penelitian
menentukan efisiensi penggunaan Penyiapan buah pisang
propolis sebagai edible coating pada buah Sebanyak 140 jari buah pisang
pisang ambon lumut (M. acuminata) guna Ambon Lumut dengan indeks
memperpanjang umur simpan buah kematangan 1 (hijau) dipilih dari sisir ke
berdasarkan sekuens perubahan parameter 1 dan 2 dari setiap pangkal tandan
berat susut, ukuran, warna, temperatur kemudian dibagi kedalam beberapa
buah, kematian sel, kekerasan buah, pulp kelompok pengujian. Kelompok pertama
to peel ratio, total soluble solid, sukrosa, (A) untuk kelompok kontrol negatif,
vitamin C, dan kalium buah pisang kelompok kedua (B) untuk perlakuan
selama masa simpan. coating dengan propolis 5% w/v,
kelompok ketiga (C) untuk perlakuan
METODE PENELITIAN coating dengan propolis 10% w/v,
kelompok keempat (D) untuk perlakuan
Alat dan Bahan coating dengan propolis 15% w/v, dan
Alat yang digunakan dalam kelompok perlakuan terakhir (E) untuk
penelitian ini adalah kamera digital sony perlakuan coating dengan etanol 70% v/v
DSC-H200 untuk mendokumentasikan masing-masing terdiri atas 21 buah.
perubahan warna kulit pisang sebagai Dipersiapkan pula 15 buah pisang untuk
pengukuran indeks kematangan, pengujian parameter awal, 5 buah pisang
timbangan digital analitik untuk untuk pengujian kadar kalium awal, dan

37
Efikasi Propolis Lebah Trigona sp. Sebagai Bahan Edible Coating...
Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No.01 (2016)

15 buah pisang untuk pengujian kadar maupun etanol. Buah yang telah dilapis
kalium akhir dengan pembagian 3 buah kemudian disimpan dalam kotak buah
pisang setiap perlakuan. Setiap buah berrongga pada temperatur ruang yaitu
kemudian diberi label. 25-27oC. Total lama penyimpanan adalah
21 hari dimana setiap 3 hari dilakukan
Ekstraksi propolis pengamatan dan pengukuran parameter
Metode ekstraksi yang digunakan fisika-kimia.
adalah ekstraksi maserasi (Margaretha et
al., 2012) dengan sedikit modifikasi. Rancangan Percobaan
Propolis mentah dicuci dengan air Penelitian ini menggunakan metode
mengalir kemudian dipotong hingga Rancangan Acak Lengkap (RAL).
menjadi bagian-bagian kecil dalam Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan
bentuk dadu lalu dicuci kembali untuk uji yaitu uji control, uji coating propolis
membersihkan polen, jasad lebah, dan 5%, 10%, 15%, dan uji kontrol positif.
pengotor lainnya. Propolis yang telah Ulangan yang dilakukan sebanyak 3 kali
dibersihkan kemudian dilarutkan bersama pada setiap perlakuan yang dilakukan
etanol 70% (v/v) dengan perbandingan selama 7 hari uji selama 21 hari (1 kali uji
propolis:etanol 1:10 (w/v). Larutan yang setiap 3 hari) sehingga terdapat 105 unit
diperoleh, sebanyak 150 ml, kemudian percobaan.
dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer Pengolahan data dilakukan dengan
250 ml dan dimaserasi diatas shaker 200 software SPSSuntuk analisis varians One-
rpm selama ± 72 jam. Hasil maserasi way ANOVA dengan tingkat signifikansi
kemudian disaring dengan kertas saring P< 0.05. Uji dilanjutkan Tukey HSD
Whatmann no.1. Supernatan yang didapat dilakukan bila terdapat perbedaan
kemudian di evaporasi dengan Rotavapor signifikan pada data yang diperoleh.
Buchi R kemudian rendemen yang
dihasilkan diambil, dikumpulkan, dan
disimpan dalam freezer. Sedangkan pellet Metode Analisis
yang didapat dari proses penyaringan Pengukuran susut bobot
kembali dilarutkan bersama etanol Pengukuran susut bobot dilakukan
dengan proses yang sama berulang hingga dengan melakukan penimbangan awal
menghasilkan supernatan dengan warna pada setiap pisang pada semua perlakuan
yang tidak pekat. dengan timbangan analitik sesaat setelah
dilakukan coating dan diberi label.
Pembuatan larutan propolis coating Selanjutnya setiap 3 hari sekali diambil 3
Rendemen propolis ditimbang buah pisang dari setiap perlakuan untuk
sebanyak 25g untuk larutan propolis 5% kemudian ditimbang kembali dengan
w/v, 50g untuk larutan propolis 10% w/v, timbangan analitik. Nilai setiap
dan 75g untuk larutan propolis 15% w/v. pengukuran kemudian dicatat.
Rendemen 25 g dilarutkan bersama 475
ml propilen glikol, rendemen 50 g Pengukuran pulp to peel ratio
dilarutkan bersama 450 ml propilen Pengukuran pulp to peel ratio
glikol, dan rendemen 75 g dilarutkan dilakukan dengan melakukan
bersama 425 ml propilen glikol. penimbangan yang dilakukan terpisah
antara kulit dan daging buah pada awal
Perlakuan dan Pengamatan perlakuan dan setiap 3 hari hingga hari
Buah dicelupkan satu persatu ke ke-21.
dalam larutan pelapis kemudian
mengangkatnya setelah seluruh bagian
buah terselimuti oleh larutan propolis

38
Efikasi Propolis Lebah Trigona sp. Sebagai Bahan Edible Coating...
Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No.01 (2016)

Pengukuran lebar buah Pengukuran temperatur buah


Pengukuran lebar dilakukan dengan Temperatur buah diamati dengan
dilakukannya pengukuran awal pada alat termometer infra merah Vin Med.
seluruh pisang dengan jangka sorong Japan Tech. Sinar infra merah
digital sebelum coating. Selanjutnya ditembakkan dengan diarahkan pada
setiap 3 hari sekali diambil 3 buah pisang bagian pangkal, tengah, dan ujung buah.
dari setiap perlakuan untuk kemudian
diukur kembali dengan jangka sorong. Pengukuran TSS (Total Soluble Solid)
Nilai setiap pengukuran kemudian dicatat. Pengukuran TSS dilakukan dengan
alat refraktometer Atago 0-95% digital.
Pengukuran kekerasan (Pulp firmness) Refraktometer dikalibrasi dengan akuades
Pengukuran kekerasan buah kemudian palet dibersihkan (Dadzie dan
dilakukan dengan hardness tester N.O.W Orchard, 1997). Selanjutnya sebanyak 15
No.510-1 FHR-1 1 kg dengan tips kerucut g daging buah pisang diblender bersama
diameter 12 mm x tinggi 10 mm. 45 ml aquades selama 2 menit dan
Pengukuran dilakukan pada awal disaring dengan kertas saring (Dadzie dan
perlakuan pada 15 buah yang secara Orchard, 1997). Filtrat kemudian
khusus dipersiapkan untuk pengukuran diteteskan pada palet prisma kemudian
awal yang bersifat destruktif dan nilai tss dibaca dengan menekan ‘start’.
selanjutnya diambil 3 buah pisang dari Nilai yang terbaca dikalikan 3 karena
setiap perlakuan setiap 3 hari sekali untuk sampel telah diencerkan sebanyak 3 kali
kemudian diukur kekerasannya. Nilai beratnya dengan aquades (Dadzie dan
setiap kekerasan kemudian dicatat. Orchard, 1997).

Pengamatan perubahan warna kulit Pengukuran kadar sukrosa


Pengukuran perubahan warna kulit Kadar glukosa diukur dengan
pisang dilakukan dengan mengamati refraktometer palet Milwaukee
warna buah pisang secara visual Instruments model ma871. Teknis
kemudian disesuaikan dengan kriteria pengukuran nilai kadar sukrosa dilakukan
indeks kematangan yaitu tingkat serupa dengan pengukuran TSS. Nilai
kematangan (1) Hijau, (2) Hijau dengan kemudian dicatat.
sedikit kekuningan, (3) Lebih banyak
hijau dibandingkan kuning, (4) Lebih Pengukuran kadar vitamin C
banyak kuning dibandingkan hijau, (5) Titrasi vitamin C dengan metode
Kuning dengan sedikit bagian hijau, (6) titrasi iodometri pada 3 buah sampel.
Kuning, dan (7) Kuning dengan bintik Pengukuran ini diawali dengan dibuatnya
coklat (Soltani et al., 2010). larutan sampel. Sebanyak 10 gram pisang
dari masing-masing 3 buah sampel
Pengamatan kematian sel ditimbang dengan timbangan analitik
Buah pisang akan memendarkan sehingga didapat 3 sampel pisang dengan
warna biru pada sisi bintik coklat pada berat 10 gram. Sampel kemudian
pisang yang matang dibawah UV 366 nm dihaluskan dengan blender dengan
(UVP Blacklight) (Moser et al., 2009). penambahan 50 ml akuades. Sampel
Setiap buah yang diamati di letakkan tersebut kemudian disaring dengan kertas
dibawah paparan sinar UV 365 nm saring Whatmann no.1 kemudian
kemudian dilakukan pengambilan foto dimasukan kedalam labu ukur 100 ml dan
sehingga didapat gambaran pendaran diencerkan dengan akuades hingga 100
kematian sel. ml. Sebanyak 25 ml larutan sampel yang
telah diencerkan tersebut kemudian
dimasukkan kedalam Erlenmeyer lalu

39
Efikasi Propolis Lebah Trigona sp. Sebagai Bahan Edible Coating...
Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No.01 (2016)

Tabel 1. Nilai indeks warna kulit pisang


X Nilai Indeks Warna Kulit (Rata-rata ± s.e.)
3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP 15 HSP 18 HSP 21 HSP
a a a a a a
A 2.00 ±0.00 3.33 ±0.33 5.33 ±1.33 8.00 ±0.00 8.00 ±0.00 8.00 ±0.00 8.00a±0.00
B 1.67a±0.00 2.67a±0.58 2.67ab±1.76 3.67b±1.67 5.00ab±1.67 7.67a±0.33 8.00a±0.00
C 1.67a±0.33 2.67a±0.58 2.67ab±1.86 3.00b±1.53 5.67ab±1.53 7.00a±0.33 8.00a±0.00
D 1.33a±0.33 2.00a±0.33 2.00b±0.33 3.00b±0.33 2.67b±1.53 6.67a±0.33 7.00a±0.00
E 1.33a±0.00 2.33a±0.00 3.33ab±0.00 6.00ab±0.33 7.67a±1.33 7.00a±0.00 8.00a±0.00

Ket.: X = Jenis Perlakuan


Nilai yang diikuti huruf yang sama memiliki perbedaan nilai yang tidak berbeda signifikan pada hasil
OneWay ANOVA (Nilai signifikasi P=0,05)

ditambahkan 1 ml larutan amilum 1% dan dikatakan bahwa Pisang Ambon Lumut


ditambahkan H2SO4 0.1 M sebanyak 5 sudah mengalami kematangan
ml. Setelah larutan sampel siap dititrasi berdasarkan warna pada indeks 5. Hasil
kemudian disiapkan pula larutan iodin 0.1 pengamatan warna kulit pisang pada hari
N ke dalam buret. Proses titrasi kemudian ke-0 s.d. 21 tampak bahwa kelompok
dilakukan hingga terjadi perubahan warna perlakuan A dan E mengalami pola
larutan menjadi kehitaman. Volume iodin peningkatan indeks warna yang lebih
yang terpakai dicatat. cepat dibandingkan kelompok perlakuan
B,C, dan D (Tabel 1). Kelompok A dan E
Pengukuran kadar kalium mencapai indeks warna 5 (kuning
Pengukuran kadar kalium dilakukan kehijauan) dengan waktu lebih cepat
pada hari ke-0 dan hari ke-21. Metode dibandingkan kelopok B,C, dan D.
pengukuran yang digunakan adalah Kelompok A mencapai indeks 5 sekitar
dengan metode flamephotometer dan hari ke-9 dan kelompok E mencapai
dilakukan di Balai Penelitian Sayuran indeks 5 di antara hari ke-9 dan 12. Pada
(Balitsa) Lembang, Bandung. kelompok B, C, dan D kenaikan indeks
warna kematangan lebih dapat
HASIL DAN PEMBAHASAN diperlambat yaitu mencapai indeks 5 pada
sekitar hari ke-15. Kelompok A mulai
Indeks Warna Kulit Pisang mengalami kebusukan pada hari ke-12,
Pisang Ambon Lumut, memiliki kelompok B, C, dan D mulai mengalami
karakteristik perubahan warna yang kebusukan pada hari ke-18, dan
berbeda dengan Cavendish yang menjadi kelompok E mulai mengalami kebusukan
standar untuk hubungan antara perubahan pada hari ke-15. Adapun secara
warna dan tingkat kematangan. Warna keseluruhan, kelompok D memiliki
pisang ini tidak berubah menjadi peningkatan nilai indeks warna yang lebih
berwarna kuning penuh ketika matang, lambat dibandingkan kelompok lainnya.
warna kulit pisang tetap hijau ketika Melambatnya perubahan warna kulit
matang (Karmawan et al., 2009). pisang dari hijau menjadi kuning
Didasarkan pada 7 tahap indeks mengindikasikan melambatnya masa
kematangan, nilai indeks 5, 6, dan 7 pematangan. Degradasi klorofil
merupakan indeks yang sudah merupakan kontributor utama dalam
menunjukkan kematangan (Tapre dan perubahan warna pada kulit buah pisang
Jain, 2012). Dengan demikian dapat selama masa pematangan (Muller dan

40
Efikasi Propolis Lebah Trigona sp. Sebagai Bahan Edible Coating...
Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No.01 (2016)

Krautler, 2011). Warna hijau pada kulit ini dapat diartikan bahwa penggunaan
buah pisang berangsur berubah menjadi propolis lebih dari 5% tidak memberi
kuning cerah dan dilanjutkan dengan pengaruh pada perubahan warna kulit
munculnya bintik coklat yang semakin pisang.
meluas dan bertambah jumlahnya hingga
mencapai kebusukan (Muller dan Pengukuran Susut Bobot
Krautler, 2011). Selama masa simpan, penyusutan
Berdasarkan data pada Tabel 1, berat buah pisang terus terjadi seiring
perbedaan rata-rata yang signifikan dengan lamanya masa simpan yang
(p<0.05) terdapat pada hari ke-9 s.d. 15 disebabkan oleh dirombaknya susunan
pengamatan. Pada hari ke-9, perbedaan kimia pada pisang. Pada masa ini pula
rata-rata indeks terdapat pada perlakuan terjadi proses transpirasi dan respirasi
kontrol (A) dan perlakuan coating dengan yang mendegradasi glukosa menjadi CO2
propolis 15% (D). Pada hari ke-12, dan H2O yang mudah menguap sehingga
perlakuan B, C, dan D memiliki buah mengalami penyusutan bobot
perbedaan nilai yang signifikan dengan (Broto, 2009). Peningkatan signifikan
kontrol (A). Pada perlakuan coating dari nilai susut bobot antara perlakuan
dengan propolis 5%, 10%, dan 15% tidak dan kontrol mulai terlihat setelah hari ke-
memiliki perbedaan yang signifikan, hal 9 yaitu dimulai pada pengamatan hari ke-

Tabel 2. Susut bobot buah


X Susut Bobot (g)
3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP 15 HSP 18 HSP 21 HSP
A 3.23a±0.28 8.27a±0.67 10.24a±1.26 26.57a±3.49 27.05a±3.56 53.29a±2.45 56.70a±4.76
B 6.17a±1.47 9.19a±0.53 12.61a±1.18 15.01b±1.39 19.16ab±2.09 21.22a±3.69 43.14a±9.08
C 3.85a±0.37 6.08a±1.61 10.95a±0.77 12.53b±0.32 18.18ab±1.34 31.22a±5.65 37.66a±9.32
D 3.01a±0.00 5.91a±0.61 9.29 a±0.75 12.52b±2.18 13.28b±0.51 23.54a±3.43 34.62a±12.36
E 5.10a±0.13 7.92a±1.30 10.48a±0.14 17.48a±1.11 28.26ab±6.11 24.72a±3.28 34.91a±5.10

Ket.: X = Jenis Perlakuan


Nilai yang diikuti huruf yang sama memiliki perbedaan nilai yang tidak berbeda signifikan pada hasil
OneWay ANOVA (Nilai signifikasi P=0,05)

Tabel 3. Susut lebar buah


X Susut Lebar Buah (mm)
3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP 15 HSP 18 HSP 21 HSP
a a a a a a
A 3.32 ±1.39 1.37 ±0.56 0.96 ±0.19 6.32 ±0.92 8.88 ±1.94 12.25 ±1.34 15.10a±1.14
B 0.78a±0.63 1.70a±0.49 1.55a±0.38 2.67b±0.66 3.60a±3.45 2.76a±0.87 11.19ab±1.76
C 0.11a±0.76 1.67a±0.56 1.34a±0.16 1.84b±0.04 2.69a±0.45 7.01a±2.24 5.63ab±1.88
D 0.11a±0.48 0.92a±0.11 1.32a±0.19 2.05b±0.46 2.60a±0.45 6.18a±4.24 4.67b±2.79
E 1.26a±0.10 2.11a±0.20 2.10a±0.07 3.07b±0.56 7.85a±3.59 3.26a±0.92 3.62ab±2.54

Ket.: X = Jenis Perlakuan


Nilai yang diikuti huruf yang sama memiliki perbedaan nilai yang tidak berbeda signifikan pada hasil
OneWay ANOVA (Nilai signifikasi P=0,05)

41
Efikasi Propolis Lebah Trigona sp. Sebagai Bahan Edible Coating...
Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No.01 (2016)

12. Fluktuasi persentase peningkatan proses transpirasi menyebabkan


susut dimungkinkan oleh perbedaan kandungan air dalam buah berkurang
individu pada setiap hari pengamatan sehingga mengurangi volume buah.
(Tabel 2). Propolis mengandung zat lilin (wax) dan
Pada hari ke-12 perlakuan B, C, dan resin eksudat tumbuhan yang dapat
D tidak menghasilkan perubahan susut menutupi permukaan kulit buah sehingga
bobot akan tetapi memiliki perbedaan mengurangi terjadinya transpirasi (Ali
yang signifikan terhadap kontrol (A) dan Mustafa, 2014).
dimana kelompok kontrol memiliki
kenaikan yang lebih tinggi. Pada hari ke- Pulp to Peel Ratio
15 perbedaan susut bobot yang signifikan Pulp to peel ratio pada kelompok A
terdapat pada kelompok A dan D. Hal ini dan E mengalami peningkatan yang lebih
menunjukkan bahwa semua perlakuan cepat dimulai hari ke-9 dan mengalami
coating dengan propolis memiliki puncak nilai pulp to peel ratio paling
pengaruh dalam menekan laju susut bobot tinggi yaitu pada hari ke-12. Pada
hingga hari ke-12 untuk semua kelompok A nilai rasio berangsur turun
konsentrasi (B, C, dan D) dan hingga hari secara drastis hingga hari ke 18-21.
ke-15 untuk konsentrasi 15% (kelompok Sedangkan pada perlakuan lainnya pada
perlakuan D). Konsentrasi propolis yang hari yang sama belum mengalami puncak
semakin tinggi dapat semakin menjaga rasio yang tinggi dan secara umum rasio
kelembaban buah dan mencegah pada kelompok B, C, dan D relatif lebih
terjadinya penguapan air (Ali dan rendah dibandingkan A dan E (Tabel 4).
Mustafa, 2014). Hal ini juga dikarenakan Perubahan rasio daging buah terhadap
oleh pengaruh kandungan wax propolis kulit buah berkaitan perubahan
yang memiliki sifat hidrofobik (Corbo et kandungan air dalam daging buah dan
al., 2015). kulit buah. Hal ini juga berkaitan dengan
kandungan gula dalam buah dimana
Susut Lebar Buah selama pematangan terjadi peningkatan
Pengamatan pada nilai susut lebar konsentrasi gula dalam daging buah
menunjukkan ukuran lebar buah dibandingkan pada kulit buah sehingga
kelompok A mengalami penyusutan yang terdapat perbedaan tekanan osmotik
secara signifikan lebih tinggi diantara keduanya (Dadzie dan Orchard,
dibandingkan kelompok lainnya dimulai 1997). Konsentrasi gula yang meningkat
pada pengamatan di hari ke-12 setelah dalam daging buah serta proses
perlakuan. Akan tetapi tidak ada transpirasi air ke lingkungan
perbedaan yang signifikan pada perlakuan menyebabkan kandungan air dalam kulit
B, C, D, dan E (Tabel 3). Terjadinya buah berkurang karena berpindah menuju
Tabel 4. Pulp to peel ratio
X Pulp to peel
3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP 15 HSP 18 HSP 21 HSP
a a a a a a
A 0.95 ±0.02 1.06 ±0.03 1.39 ±0.01 2.36 ±0.49 1.24 ±0.15 0.85 ±0.01 0.92a±0.13
B 1.00 a±0.03 1.04a±0.00 1.22a±0.00 1.65b±0.10 1.22a±0.05 1.53ab±0.07 0.97a±0.19
C 0.94 a±0.01 1.05a±0.01 1.20a±0.08 1.32b±0.05 1.98a±0.28 1.25ab±0.28 1.35a±0.07
D 0.96 a±0.04 1.04a±0.02 1.28a±0.04 1.23b±0.04 1.03a±0.02 1.68b±0.12 1.10a±0.19
E 0.92 a±0.02 1.04a±0.01 1.35a±0.04 1.35a±0.04 1.85a±0.36 1.70b±0.19 1.37a±0.11

Ket.: X = Jenis Perlakuan


Nilai yang diikuti huruf yang sama memiliki perbedaan nilai yang tidak berbeda signifikan pada hasil
OneWay ANOVA (Nilai signifikasi P=0,05)
42
Efikasi Propolis Lebah Trigona sp. Sebagai Bahan Edible Coating...
Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No.01 (2016)

daging buah maupun keluar (lingkungan) Temperatur Buah


(Dadzie dan Orchard, 1997). Temperatur buah selama masa
Hasil uji statistik menunjukkan simpan cenderung fluktuatif dan relatif
terdapat perbedaan nilai rasio yang meningkat. Dalam proses respirasi pada
signifikan pada hari ke-18 setelah buah, sebagian energi yang dihasilkan
perlakuan. Perlakuan coating dengan 15% dilepaskan dalam bentuk panas. Semakin
propolis (D) memiliki perbedaan yang cepat laju respirasi, semakin tinggi panas
signifikan terhadap kontrol. Namun tidak yang dihasilkan sebagai bentuk energi.
terdapat perbedaan yang signifikan Pisang mengalami respirasi dimana lama
terhadap perlakuan lainnya dan sama penyimpanan dan temperatur lingkungan
halnya pada perlakuan dengan etanol juga mempercepat respirasi dan berujung
70%. Hal ini dapat diartikan bahwa pada meningkat pula panas yang
propolis mempengaruhi perlambatan dihasilkan dari proses respirasi hingga
kenaikan rasio daging buah dan kulit buah tersebut rusak dan mengalami
buah namun perbedaan konsentrasinya kebusukan (Soltani et al., 2010).
tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil pengamatan pada temperatur
daging buah menunjukkan pisang pada
kelompok A mengalami kenaikan

Tabel 5. Temperatur daging buah


X Temperatur Daging Buah (oC)
3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP 15 HSP 18 HSP 21 HSP
a a a a a a
A 25.76 ±0.15 26.47 ±0.03 26.33 ±0.03 25.90 ±0.49 25.47 ±0.34 25.51 ±0.12 25.76a±0.15
B 25.58a±0.03 26.07a±0.09 25.90a±0.07 26.30a±0.06 26.30a±0.06 25.81a±0.17 25.90a±0.42
C 25.60a±0.03 25.97a±0.07 26.13a±0.07 26.53a±0.09 26.07a±0.19 25.81a±0.09 25.80a±0.07
D 25.65a±0.07 25.87a±0.12 26.37a±0.12 26.30a±0.15 26.13a±0.13 25.88a±0.09 25.80a±0.15
E 25.58a±0.12 25.83a±0.07 26.33a±0.07 26.43a±0.03 25.60a±0.26 25.60a±0.09 26.12a±0.07

Ket.: X = Jenis Perlakuan


Nilai yang diikuti huruf yang sama memiliki perbedaan nilai yang tidak berbeda signifikan pada hasil
OneWay ANOVA (Nilai signifikasi P=0,05)

Tabel 6. Temperatur kulit buah


X Temperatur Kulit Buah (oC)
3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP 15 HSP 18 HSP 21 HSP
a a a a a a
A 25.75 ±0.14 25.67 ±0.06 26.00 ±0.06 25.83 ±0.12 24.93 ±0.03 25.10 ±0.09 25.57a±0.05
B 25.40a±0.09 25.40a±0.08 25.57a±0.05 26.43b±0.14 25.23ab±0.06 25.27a±0.15 25.77a±0.03
C 25.59a±0.11 25.47a±0.09 25.77a±0.09 26.37b±0.01 25.33ab±0.13 25.37a±0.13 26.20a±0.08
D 25.65a±0.07 26.12a±0.06 26.00a±0.10 25.77ab±0.05 25.43b±0.07 25.17a±0.08 26.07a±0.04
E 25.58a±0.08 26.17a±0.01 25.93a±0.11 26.37ab±0.07 25.13a±0.015 25.50a±0.07 26.00a±0.07

Ket.: X = Jenis Perlakuan


Nilai yang diikuti huruf yang sama memiliki perbedaan nilai yang tidak berbeda signifikan pada hasil
OneWay ANOVA (Nilai signifikasi P=0,05)

43
Efikasi Propolis Lebah Trigona sp. Sebagai Bahan Edible Coating...
Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No.01 (2016)

temperatur yang lebih tinggi hingga 9 hari


28,50
pertama dan mencapai puncaknya pada
hari ke-6, kemudian secara berkala 28,00

Temperatur (OC)
mengalami penurunan yang lebih rendah 27,50
dibandingkan kelompok lain. Sedangkan 27,00
pada kelompok lainnya yaitu B, C, dan D 26,50
hingga hari ke-12 masih menunjukkan
26,00
kecenderungan peningkatan temperatur
25,50
meskipun mengalami fluktuasi (Tabel 5).
Hal serupa terjadi pada pengukuran 25,00
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
temperatur kulit buah (Tabel 6). Namun
tidak terdapat perbedaan nilai yang Hari penyimpanan
signifikan pada semua pengukuran. Pola
pada temperatur kulit buah dan daging Gambar 1. Grafiktemperatur ruang simpan
buah memiliki kemiripan pola dengan
grafik temperatur ruangan pada Gambar Kekerasan Daging Buah (Pulp
1 yang menunjukkan bahwa temperatur Firmness)
yang terukur pada buah tersebut Kekerasan daging buah (pulp
dipengaruhi oleh temperatur ruang. firmness) mengalami penurunan seiring
dangan lamanya masa simpan (Tabel 7).
Buah pada kelompok perlakuan B, C, dan
D mengalami penurunan kekerasan yang
relatif lebih lambat dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Kelompok A dan E
mengalami penurunan kekerasan yang
relatif lebih cepat.

Tabel 7. Kekerasan daging buah


X Kekerasan daging buah (kg)
3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP 15 HSP 18 HSP 21 HSP
A 0.93a±0.01 0.93a±0.00 0.77a±0.07 0.23a±0.18 0.06a±0.02 0.03a±0.00 0.03a±0.03
B 0.92a±0.01 0.91a±0.01 0.90a±0.01 0.86b±0.00 0.63ab±0.26 0.37a±0.02 0.06a±0.06
C 0.94a±0.01 0.94a±0.01 a
0.90 ±0.01 b
0.88 ±0.03 0.32ab±0.04 0.28a±0.11 0.27a±0.10
D 0.93a±0.01 0.93a±0.01 a ab
0.81 ±0.15 0.79 ±0.20 0.79b±0.09 0.31a±0.14 0.25a±0.11
E 0.94a±0.01 0.91a±0.01 a ab
0.88 ±0.02 0.54 ±0.08 0.15a±0.10 0.33a±0.09 0.28a±0.04

Tabel 8. Kandungan sukrosa


X Kandungan Sukrosa (oBrix)
3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP 15 HSP 18 HSP 21 HSP
A 10.68a±0.58 18.34a±3.49 18.94a±0.54 17.89a±0.99 20.31a±0.67 14.51a±0.11 12.77a±0.24
B 12.47a±2.36 17.32a±0.91 18.12a±0.22 17.33a±0.39 20.88a±2.86 17.81a±1.01 15.68b±0.67
C 12.12a±1.16 15.18a±0.99 18.18a±1.96 16.67a±1.16 19.50a±1.31 22.13a±2.23 19.59ac±2.24
D 11.44a±0.84 14.77a±0.51 15.58a±1.51 17.24a±0.21 16.04a±0.58 19.02a±0.70 18.23bc±0.43
E 10.98a±0.38 14.57a±1.82 16.47a±1.01 16.54a±0.98 15.82a±0.70 18.58a±1.68 18.89bc±1.59

Ket.: X = Jenis Perlakuan


Nilai yang diikuti huruf yang sama memiliki perbedaan nilai yang tidak berbeda signifikan pada hasil
OneWay ANOVA (Nilai signifikasi P=0,05)

44
Efikasi Propolis Lebah Trigona sp. Sebagai Bahan Edible Coating...
Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No.01 (2016)

Berkurangnya tingkat kekerasan ini kelompok perlakuan dengan tingkat


buah dapat disebabkan oleh 3 faktor penurunan kekerasan daging buah
yakni pemecahan pati menjadi gula, terlambat adalah kelompok B.
degradasi dinding sel atau penurunan
kohesi pada lamella tengah dikarenakan Sukrosa dan TSS (Total Soluble Solid)
pelarutan substansi pektin, dan Buah pisang mengandung berbagai
perpindahan air dari kulit buah menuju senyawa yang dapat larut dalam air
daging buah dikarenakan perbedaan seperti gula, senyawa asam, vitamin C,
tekanan osmotic (Dadzie dan Orchard, pektin dll. Padatan terlarut dalam buah
1997). Pada saat proses pematangan pisang sebagian besar merupakan
komposisi dinding sel mengalami komponen gula. Adapaun sukrosa
perubahan yang menurunkan tekanan merupakan jenis gula dengan jumlah yang
turgor sel sehingga terjadi peurunan paling banyak dibandingkan dengan
kekerasan buah. Adapun degradasai glukosa maupun fuktosa (Wills et al.,
pektin yang tidak larut menjadi larut 1984). Sukrosa yang dihasilkan
dipengaruhi oleh enzim poligalakturonase merupakan hasil perombakan pati seiring
(Ding, 2008). Hasil uji statistik dengan dengan berlangsungnya proses
One way ANOVA menunjukkan terdapat pematangan buah (Ding, 2008). Namun
perbedaan nilai kekerasan yang signifikan demikian berkurangnya pati tidak dapat
pada hari ke-12 setelah perlakuan yaitu berkorelasi secara kuantitatif terhadap
kelompok perlakuan B dan C memiliki kenaikan sukrosa dan zat gula lainnya
perbedaan nilai kekerasan yang signifikan dikarenakan terjadinya perombakan
terhadap perlakuan A. Pada pengukuran (katabolisme) ketika respirasi(Wills et al.,

Tabel 9. Total soluble solid


X Total Soluble Solid (oBrix)
3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP 15 HSP 18 HSP 21 HSP
a a a a a a
A 9.72 ±0.86 14.12 ±2.62 19.32 ±1.18 14.39 ±0.8 15.94 ±1.26 14.93 ±0.03 13.58a±0.15
B 10.57a±1.9 15.36a±1.21 17.63a±0.53 14.52a±0.9 15.84a±0.67 22.27a±1.02 19.98a±0.50
C 11.46a±1.13 15.27a±1.89 18.41a±2.06 15.04a±1.35 16.24a±1.53 20.01a±2.18 18.00a±2.24
D 11.98a±1.02 15.42a±2.01 16.91a±0.26 14.77a±0.74 15.70a±0.94 22.71a±0.25 20.40a±0.41
E 11.02a±0.03 12.37a±1.16 15.46a±0.23 13.07a±0.46 13.75a±0.61 19.65a±2.01 18.76a±1.60

Tabel 10. Kandungan Vitamin C


X Kandungan Vit.C (mg/100g)
3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP 15 HSP 18 HSP 21 HSP
a a a a a a
A 6.16 ±0.51 9.09 ±0.29 9.68 ±0.51 7.33 ±0.29 6.45 ±0.29 6.45 ±0.59 5.87 a±0.59
B 6.45 a±0.29 7.04 b±0.51 8.80 a±0.51 9.68bc±0.51 8.80 a±0.51 7.04 a±0.51 6.16 a±0.00
C 6.16 a±0.51 7.33 b±0.29 9.09 a±1.06 9.68bc±0.51 8.51 a±0.29 7.33 a±0.29 6.45 a±0.29
D 6.16 a±0.51 7.04 b±0.51 9.09 a±1.47 9.97 c±0.59 8.80 a±0.51 7.33 a±0.29 6.45 a±0.29
E 6.16 a±0.51 7.92 ab±0.00 9.39 a±0.29 7.63 ab±0.29 6.75 a±0.59 6.75 a±0.29 6.16 a±0.51

Ket.: X = Jenis Perlakuan


Nilai yang diikuti huruf yang sama memiliki perbedaan nilai yang tidak berbeda signifikan pada hasil
OneWay ANOVA (Nilai signifikasi P=0,05)

45
Efikasi Propolis Lebah Trigona sp. Sebagai Bahan Edible Coating...
Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No.01 (2016)

1984). Kandungan sukrosa dapat dilihat merupakan fenomena oksidatif yang


pada Tabel 8. membutuhkan pergantian oksigen aktif
Pola nilai pengukuran nilai TSS (Fernando et al., 2014; Jimenez et al.,
(Tabel 9) memiliki pola relatif sama 2002). Dalam kondisi ini, senyawa
dengan hasil pengukuran sukrosa (Tabel antioksidan termasuk vitamin C turut
9), yaitu relatif meningkat hingga hari ke- mengalami peningkatan (Fernando et al.,
9 dan mengalami penurunan pada hari ke- 2014).
12 dan kemudian kembali meningkat.
Adapun hasil uji statistik menunjukkan Pengamatan Kematian Sel
tidak adanya perbedaan yang Hasil pemaparan buah pisang
signifikankecuali pada pengukuran ambon lumut dibawah sinar UV dengan
sukrosa pada hari ke-21 namun pada hari panjang gelombang 365 nm yang
pengamatan ini hampir keseluruhan buah ditunjukkan pada Gambar 2 tidak
telah mengalami kebusukan. menunjukkan adanya pendaran
sebagaimana dijelaskan(Fernando et al.,
Kadar Vitamin C 2014) bahwa pisang (cavendish) dapat
Kadar vitamin C selama umur menghasilkan pendaran biru pada
simpan disajikan dalam Tabel 10. Grafik kulitnya yang telah matang dan pada sisi
menunjukkan perbedaan kadar vitamin C bintik coklat dibawah paparan UV 366
pada kelompok A dan E mengalami nm. Hal ini dimungkinkan oleh karena
peningkatan lebih tinggi yaitu pada perbedaan panjang gelombang UV yang
pengukuran hari ke-6 dimana kelompok dipaparkan maupun dikarenakan pisang
B, C, dan D mengalami peningkatan yang ambon lumut merupakan pisang yang
lebih rendah dibandingkan kelompok A berwarna kehijauan meskipun ketika
dan E. Pada kelompok A dan E puncak matang (Karmawanet al., 2009) sehingga
kadar vitamin C adalah pada hari ke-9 memiliki perbedaan dibandingkan dengan
dan kemudian mengalami penurunan pisang Cavendish dalam dihasilkannya
hingga akhir pengamatan. Sedangkan FCC (Fluorescence Chlorophyl
pada kelompok perlakuan B,C, dan D Catabolite) yang merupakan katabolit
mengalami puncak kadar vitamin C dan hasil degradasi klorofil yang dapat
perbedaan yang signifikan pada hari ke- memberikan pendaran dibawah paparan
12 yang artinya kenaikan kadar vitamin C UV 366 nm (Moser et al., 2009).
perlakuan ini lebih lambat dibandingkan
kelompok A dan E.
Perbedaan yang signifikan hanya
terjadi pada hari ke-6 yaitu pada
perlakuan B, C, dan D terhadap kelompok
A. Selama masa pematangan pada
temperatur ruang, kandungan vitamin C
umumnya akan mengalami kenaikan
hingga mencapai kematangan penuh
(indeks 6) yaitu pada sekitar hari ke-8
(Fernando et al., 2014). Keadaan ini
kemudian dilanjutkan dengan penurunan
kadar vitamin C ketika buah mengalami Gambar 2. Hasil pengamatan buah pisang ambon
penuaan (Fernando et al., 2014). dibawah paparan UV 365 nm pada 0-
Kenaikan kadar vitamin C pada saat 21 HSP tidak menunjukkan adanya
pematangan berkorelasi terhadap pendaran biru bintik coklat (brown
spot)
peningkatan peroksidasi lipid mengingat
proses pematangan buah tersebut

46
Efikasi Propolis Lebah Trigona sp. Sebagai Bahan Edible Coating...
Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No.01 (2016)

Kadar Kalium dikatakan propolis 5% w/v sudah efektif


Hasil pengukuran kadar kalium memperpanjang umur simpan buah
disajikan dalam Gambar 3. Pada pisang ambon 3 hari lebih lama
kelompok A dan E kandungan kalium dibandingkan control
akhir paling tinggi dan berturut-turut
semakin rendah pada kelompok B, C, dan UCAPAN TERIMA KASIH
D. Hal ini mengindikasikan kemungkinan Instrumentasi dan propolis yang
terjadinya perlambatan kematangan pada digunakan pada penelitian disponsori oleh
buah yang di-coating. Sebagaimana pada Riset Inovasi ITB yang diterima oleh
penelitian sebelumnya (Baiyeri et al., penulis pertama. Sebagian dana penelitian
2011), seiring dengan kematangan, buah berkaitan dengan pembelian sampel dan
pisang mengalami kenaikan kandungan beberapa analisa kimia disponsori oleh
kalium dan beberapa kandungan mineral PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.
lainnya. melalui program Indofood Riset Nugraha
2015 yang diterima oleh penulis kedua.
Penulis mengucapkan terima kasih
2,50 2,12 2,00 2,00 2,04 kepada Rini yang membantu dalam
Kadar kalium (%)

2,00 proses pembuatan ekstrak propolis.


1,22
1,50 1,14 1,24 1,15 1,16 1,18
Daftar Pustaka
1,00 Ali, A., Wei, Y.Z., dan Mustafa, M.A. 2014.
0,50 Exploiting propolis as an antimicrobial
edble coating to control post-harvest
- anthracnose of bell pepper. Packaging
A B C D E Technology and Science, 28: 173-179.
Kelompok perlakuan
awal akhir Baiyeri, K.P., Aba, S.C., Otituju, G.T., dan
Mbah, O.B. 2011. The effects of ripening
Gambar 3. Hasil pengukuran kadar kalium awal and cooking method on mineral and
dan akhir proximate composition of plantain (Musa
sp. AAB cv. ‘Agbagba’) fruit pulp.
African Journal of Biotechnology, 10
KESIMPULAN (36): 6979-6984.
Perlakuan coating buah pisang Broto, W. 2009. Teknologi Penanganan
Musa acuminata cv. Pisang Ambon Pascapanen Buah untuk Pasar.
Lumut dengan propolis 5%, 10%, dan Departemen Pendidikan dan
15% w/v dapat memperpanjang umur Kebudayaaan Direktorat Jenderal
simpan secara signifikan dibandingkan Pendidikan Tinggi Pusat Antar
kontrol yang ditunjukkan dengan Universitas Pangan dan Gizi. Bogor:
diperlambatnya kenaikan indeks Institut Pertanian Bogor.
kematangan buah, penyusutan bobot, Corbo, M.R., Campaniello, D., Speranza, B.,
penyusutan ukuran lebar buah, Bevilacqua, A., dan Sinigaglia, M. 2015.
peningkatan pulp to peel ratio, kenaikan Non-conventional tools to preserve and
temperatur buah, pelunakan daging buah, prolong the quality of minimally-
dan kenaikan kadar vitamin C. Namun processed fruits and vegetables. Coating
kelompok uji coating dengan propolis Journal, 5: 931-961.
tidak menunjukkan perbedaan nilai Dadzie, B.K. dan Orchard, J.E. 1997. Routine
signifikan pada hasil uji TSS dan sukrosa. Post-Harvest Screening of
Tidak terdapat perbedaan signifikan Banana/Plantain Hybrid: Criteria and
antara pengaruh coating dengan propolis Methods. Rome: INIBAP Technical
5%, 10%, dan 15% w/v sehingga dapat

47
Efikasi Propolis Lebah Trigona sp. Sebagai Bahan Edible Coating...
Jurnal Agroteknologi, Vol. 10 No.01 (2016)

Guidelines 2, International Plant Genetic


Resources Institute.
Moser, S., Muller, T., Holzinger, A., Lutz,
Ding, P. 2008. Cellular structure and related Cs., Jockush, S., Turro, N.J., and
physico-chemical changes during Krautler, B. 2009. Fluorescent
ripening of Musa AAA ‘Berangan’. chlorophyll catabolites in banana light up
Pertanika Journal of Tropical blue halos of cell death. Proceeding of
Agricultural Science, 31 (2): 217-222. The National Academy of Sciences of The
United States of America (PNAS). 106
Fernando, H.R.P., Srlaong, V., Pongprasert,
(37): 15538-15543.
N., Boonyaritthongchai, P., and
Jitareerat,P. 2014. Changes in antioxidant Muller, T. and Krautler, B. 2011. Chlorophyll
properties and chemical composition breakdown as seen in bananas: Sign of
during ripening in banana variety ‘Hom aging and ripening - A mini-Review”.
Thong’ (AAA Group) And ‘Khai’ (AA Gerontology, 57 (6): 521-7.
Group)”. International Food Research
Suyanti dan Supriyadi, Ahmad. 2008. Pisang,
Journal, 21(2): 749-759.
Budi Daya, Pengolahan, dan Prospek
Giovannoni, J. J. 2004. Genetic regulation of Pasar (Edisi Revisi). Penebar Swadaya,
fruit development and ripening. The Plant Jakarta.
Cell, 16: 170–180.
Soltani, M., Alimardani, R., and Omid, M.
Jimenez, A., Cressen, G., Kular, B., Firmin, 2010. Prediction of banana quality during
J., Robinson, S., Verhoeyen, M. 2002. ripening stage using capacitance sensing
Changes in oxidative process and system. Australian Journal of Crop
components of the antioxidant system Science, 4 (6): 443-447.
during tomato fruit ripening. Journal of
Tapre A.R. and Jain R. K. 2012.Study of
Plant, 214: 751-758.
advanced maturity stages of banana.
Karmawan, L.U., Suhandono, S., and International Journal of Advanced
Dwivany, F.M. 2009. Isolation of MA- Engineering Research and Studies
ACS gene family and expression study of (IJAERS), 1: 272-274.
MA-ACS1 gene in Musa acuminata
Wills, R.B.H., Lim, J.S.K., and Greenfield,
Cultivar Pisang Ambon Lumut. Hayati
H. 1983. Changes in chemical
Journal of Biosciences, p35-39.
composition of cavendish banana (Musa
Liu, X., Shiomi, S., Nakatsuka, A., Kubo., Y., acuminata) during ripening. Journal of
Nakamura, R., and Inaba A. 1999. Food Biochemistry, 8 (1984): 69-77.
Characterization of ethylene biosynthesis
associated with ripening in banana fruit.
Plant Physiology, 121: 1257-1265.
Marcucci, M.C. 1995. Propolis: Chemical
composition, biological properties and
therapeutic activity. Apidologie, 26: 83-
99.
Margaretha, I., Suniarti, D.F., Herda, E., and
Mas’ud, Z.A. 2012. Optimization and
comparative study of different extraction
methods of biologically active
components of Indonesian propolis
Trigona spp. Journal of Natural
Products, 5: 233-242.
Marriot, J. 1980. Banana–physiology and
biochemistry of storage and ripening for
optimum quality. CRC Critical Reviews
in Food Science and Nutrition, 13: 41-88.

48

Anda mungkin juga menyukai