Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas: Dilaksanakan Tanggal 7 November 2015 Di Hotel Lorin Solo

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 236

PROSIDING ISSN: 2337-506X

SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS

Biodiversitas untuk Industri Berkelanjutan

Dilaksanakan Tanggal 7 November 2015


di Hotel Lorin Solo

Terselenggara atas kerjasama

Program Studi Biologi Masyarakat Biodiversitas Kelompok Studi Biodiversitas


FMIPA UNS Indonesia Program Studi Biologi
FMIPA UNS

i
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016

TIM REVIEWER DAN EDITOR


PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS

REVIEWER:
1. Dr. Ratna Setyaningsih, M. Si. (Universitas Sebelas Maret – Surakarta)
2. Dr. Nur Arfa Yanti, M.Si. (Universitas Haluoleo – Kendari)
3. Dr. Agung Budiharjo, M. Si. (Universitas Sebelas Maret – Surakarta)
4. Dr. Tetri Widiyani, M.Si. (Universitas Sebelas Maret – Surakarta)
5. Dr. Roni Koneri, M.Si (Universitas Sam Ratulangi – Manado)
6. Rony Irawanto, S.Si., M. T. (LIPI – Kebun Raya Purwodadi)
7. Heru Sasongko, S. Farm., Apt. (Universitas Sebelas Maret – Surakarta)

EDITOR
Ahmad Dwi Setyawan, S.Si, M.Si
Muhammad Ridwan, S.Si
Deby Fajar Lestari
Diagal Wisnu Pamungkas
Krisanty Kharismamurti
Muhammad Arif Romadhon
Nor Liza

PENERBIT
Kelompok Studi Biodiversitas Program Studi Biologi FMIPA UNS

ISSN: 2337-506X
Dilarang keras menjiplak, mengutip, memfotokopi sebagian atau seluruh isi buku serta memperjual
belikan tanpa ijin tertulis

© HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG

ii
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016

SUSUNAN KEPANITIAAN
SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS 2015

Pelindung Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M. Sc. (Hons) Ph.D


(Dekan FMIPA UNS)
Penasehat Prof. Dr. Sugiyarto, M. Si
(Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FMIPA UNS)

Penanggung Jawab Dr. Ratna Setyaningsih, M. Si


(Ketua Program Studi Biologi FMIPA UNS)

Ketua I Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si.


Ketua II Rekyan Galuh Witantri

Sekretaris Zenita Milla Luthfiya


Deby Fajar Lestari
Bendahara Ni’matul Laili Nur Mahfudzah
Inna Listri Ani S.
Sie Acara Krisanty Kharismamurti
Firda Amelia
Widha Puspa Tanjung
Euis Citra Ayu. R
Sie Publikasi dan Windha Ika Maylani
Dokumentasi Nabris Mufti A.
Yohanes Rendy Cahyono
Ahmad Bulkini
Sie Konsumsi Novaria Putri Yudiyanti
Evy Astuti
Rengganis Widoninggar
Sie Sponsorship Ahmad Choirunnafi
Wahyuni
Herlina Novitasari
Sie Perijinan Nafsul Muthmainnah
Mayang Nur Rohmah
Fajar Rahmah Nuraini
Sie Transportasi dan Atika Dewi Purwaningsih
Akomodasi Ulfah Hasanah

iii
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016

Sie Ilmiah Nor Liza


Wahyu Hidayat, S.Si.
Evi Trirahayu
Anisa Septiasari

Sie Perlengkapan Eko Yuni Setiawan


Fahrur Nuzulul Kurniawati

iv
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya sehingga
Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas Universitas Sebelas Maret 2015 yang mengambil tema
“Biodiversitas untuk Industri yang Berkelanjutan” dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik.
Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas merupakan kumpulan makalah ilmiah yang dipresentasikan
dalam Seminar Nasional Biodiversitas yang diselenggarakan secara rutin oleh Kelompok Studi
Biodiversitas, Program Studi Biologi FMIPA UNS dan Masyarakat Biodiversitas Indonesia (MBI).
Prosiding kali ini merupakan volume kelima yang berisi lebih dari 100 makalah yang terbagi dalam
tiga nomor. Makalah yang terbit dalam prosiding ini merupakan makalah yang telah dipresentasikan,
didiskusikan, ditelaah, diedit dan dinyatakan layak oleh tim reviewer Seminar Nasional Biodiversitas
UNS 2015 yang terdiri dari:
1. Dr. Ratna Setyaningsih, M. Si. (Universitas Sebelas Maret – Surakarta)
2. Dr. Nur Arfa Yanti, M.Si. (Universitas Haluoleo – Kendari)
3. Dr. Agung Budiharjo, M. Si. (Universitas Sebelas Maret – Surakarta)
4. Dr. Tetri Widiyani, M.Si. (Universitas Sebelas Maret – Surakarta)
5. Dr. Roni Koneri, M.Si (Universitas Sam Ratulangi – Manado)
6. Rony Irawanto, S.Si., M. T. (LIPI – Kebun Raya Purwodadi)
7. Heru Sasongko, S. Farm., Apt. (Universitas Sebelas Maret – Surakarta)
Penghargaan yang setinggi-tingginya kami haturkan kepada segenap peserta Seminar
Nasional Biodiversitas karena prosiding ini tidak akan terwujud tanpa partisipasi dan kerjasama dari
peserta. Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada berbagai pihak terutama para sponsor yang
telah memberikan dukungan dan kerjasama yang baik. Semoga prosiding ini dapat memberikan
informasi yang bermanfaat dan sumbangsih pada ilmu pengetahuan. Kritik dan saran yang
membangun kami harapkan untuk kesempurnaan di kemudian hari.

Surakarta, 13 April 2016

Panitia

v
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016

SUSUNAN ACARA
SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS UNS 2015

Sabtu, 07 November 2015

Waktu Agenda
06.30-08.00 Registrasi
08.00-08.30 Pembukaan
08.30-08.50 Hiburan
08.50-09.20 Dr. Ir. Syahruddin Said, M. Agr. Sc (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor)
09.20-09.35 Sesi Tanya Jawab
09.35-10.00 Coffee Break dan Sesi Poster
10.00-10.30 Dr. Agung Budiharjo, M. Si (Ahli Taksonomi Hewan dan Ikhtiologi,
Surakarta)
10.30-10.45 Sesi Tanya Jawab
10.45-11.15 Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus M. S (Ahli Bioteknologi Tanaman
Universitas Sebelas Maret, Surakarta)
11.15-11.30 Sesi Tanya Jawab
11.30-12.30 ISHOMA dan Sesi Poster
12.30-15.30 Sesi Paralel
15.30-15.45 Coffee Break
15.45-16.00 Penutupan

vi
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016

DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL i
TIM REVIEWER DAN EDITOR PROSIDING ii
SUSUNAN KEPANITIAAN iii
KATA PENGANTAR v
SUSUNAN ACARA vi
DAFTAR ISI vii

No Judul Nama Hal


Makalah Utama

PENGEMBANGAN BIOTEKNOLOGI UNTUK INDUSTRI


1 Syahruddin Said 1
PETERNAKAN BERKELANJUTAN

PERANAN BIOTEKNOLOGI DALAM MEMPERTAHANKAN


2 Ahmad Yunus 6
KEANEKARAGAMAN HAYATI

DARI HULU KE HILIR, DARI RISET KE INDUSTRI, DARI SIDAT Agung Budiharjo
3 12
KE UNAGI

Makalah Penunjang
BIODIVERSITAS TANAMAN PENGHASIL BAHAN BAKAR Endro Gunawan
4 NABATI MENDUKUNG KEBIJAKAN BIOENERGI DI SEKTOR
14
PERTANIAN

KALIWU, MODEL INISIATIF LOKAL DALAM KONSERVASI Gerson N.


5
DAERAH PERBUKITAN DI PULAU SUMBA Njurumana 19

Rahaju Saraswati,
ECO-INNOVATION UNTUK PENGUATAN DAYA SAING
Nyoman Puspa Asri,
GLOBAL DAN PENINGKATAN KAPASITAS INDUSTRI
6 Rini Oktavera,
PERKAPALAN JAWA TIMUR GUNA MENDUKUNG 24
Endang
PROGRAM MP5EI KORIDOR EKONOMI JAWA
Prihatiningsih

EVALUASI PERTUMBUHAN SEMAI AMPUPU UMUR 4


7 Sumardi
BULAN DARI BEBERAPA FAMILI DAN PROVENAN 32

Vivi Khafilatul
POTENSI SERAPAN KARBON TAMAN MENTENG, SUROPATI,
Jannah, Dimas Haryo
8 DAN SITULEMBANG DAN SPESIES DOMINAN PENYERAP
Pradana, I Wayan 36
KARBON
Susi Dharmawan

vii
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016

Afrizon, Siti
9 SEBARAN TANAMAN BUAH DI PROVINSI BENGKULU
Rosmanah 45

D. Hastuti, A.
POTENSI GENOTIF PADI-PADI LOKAL BANTEN SEBAGAI
10 Syaelendra, MA.
SUMBER GEN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT BLAS 51
Syabana, RF. Yenny

Djumhawan Ratman
KEANEKARAGAMAN MAKROFUNGI SEBAGAI JAMUR Permana,
11 PANGAN DAN PERBEDAAN KARAKTERISTIK HABITAT MEDIA Nurhamidar
55
ALAMI Rahman, Muhamad
Kurniadi

Edi Purwanto, Lesty


KARAKTERISASI MORFOLOGIS PADI BERAS HITAM PADA
12 Ayu Bidhari, Endang
AGROEKOSISTEM SAWAH DI BANTUL 63
Yuniastuti

Endang Gati Lestari,


EVALUASI DAN SELEKSI GALUR MUTAN KEDELAI M3 Asadi, Sri Hutami,
13
UNTUK PRODUKSI TINGGI Ragapadmi P., S. 67
Rahayu

PERAN TAMAN NASIONAL SEBAGAI BASIS PEMBANGUNAN Hendra Gunawan,


14
EKONOMI HIJAU MELALUI PENGEMBANGAN EKOWISATA Sugiarti 71

Lily Arsanti Lestari,


ANALISIS RENDEMEN DAN SIFAT FISIKO-KIMIA GELATIN Yuny Erwanto, Abdul
15
HALAL DARI KULIT KAMBING LOKAL JAWA RANDU Rohman, Yudi 82
Pranoto

INVENTARISASI JENIS TUMBUHAN PENGHASIL UMBI


Maria.T.L. Ruma,
SEBAGAI BAHAN PANGAN DI KECAMATAN MIOMAFFO
16 Maria.T. Danong,
BARAT KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA PROPINSI 86
Junarita Tlaan
NUSA TENGGARA TIMUR

KANDUNGAN GIZI DAN FITOKIMIA DAUN ADAS


17 Najda Rifqiyati
(Foeniculum vulgare Mill) 92

Natelda R. Timisela,
KETERSEDIAAN BAHAN BAKU SAGU DAN UBI KAYU DALAM
Ester D. Leatemia, F.
18 UPAYA MENDUKUNG AGROINDUSTRI PANGAN LOKAL DI
Polnaya dan G. 96
PROPINSI MALUKU
Tomatala

viii
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016

KINETIKA DEGRADASI BETA KAROTEN PADA PRODUK Nur Her Riyadi


19 DIVERSIFIKASI OLAHAN PARE (Momordica charantia) Parnanto, Dwi
103
SELAMA PENYIMPANAN Ishartani

EMPAT VARIETAS JERUK KEPROK DATARAN RENDAH DAN


20 Oka Ardiana Banaty
POTENSI PENGEMBANGANNYA 109

RESPON TANAMAN STROBERI VARIETAS LOKAL BERASTAGI


Oka Ardiana Banaty,
21 (Fragaria x ananassa Duchesne) TERHADAP PEMBERIAN
Dosmauli Aruan 115
KASEIN HIDROLISAT

KEANEKARAGAMAN GULMA PADA POLA DIVERSIFIKASI Siti Rosmanah,


22
KOPI KAKAO DI PROVINSI BENGKULU Afrizon 119

23 PERSEMAIAN UMBI Dioscorea SEBAGAI BAHAN TANAM Solikin


124

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI


Sriwulan PR., Darniati
PADI MELALUI PENDEKATAN PENGELOLAAN TANAMAN
24 Danial, Dhyani
TERPADU (PTT) DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA 128
Nastiti P.
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERBAIKAN POLA USAHATANI UNTUK MENINGKATKAN


Sriwulan P.Rahayu,
PENDAPATAN MELALUI PROGRAM GERAKAN NASIONAL
25 Darniati Danial, M.
(GERNAS) KAKAO DI KABUPATEN NUNUKAN PROVINSI 134
Hidayanto
KALIMANTAN UTARA

IDENTIFIKASI JENIS DAN POPULASI HAMA, MUSUH ALAMI,


Tantawizal, Yusmani
26 SERTA TINGKAT KERUSAKAN YANG DITIMBULKAN PADA
Prayogo 138
FASE GENERATIF PADA KACANG HIJAU

Tri Cahyo
Mardiyanto, Dwi
PENERIMAAN PANELIS TERHADAP ABON DAGING SAPI Nugraheni, Selvie
27
YANG DISUBSTITUSI DENGAN NANGKA MUDA Dewi Anomsari, Sri 144
Catur
Budisetyaningrum

ix
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016

POTENSI SUMBERDAYA GENETIK GANDARIA (Bouea


28 Yati Supriati
macrophylla Griffith) UNTUK PANGAN DAN KESEHATAN 151

TANAMAN GARUT (Maranta arundinacea L) SEBAGAI


Yati Supriati, I.
29 POTENSI SUMBER GENETIK UNTUK KETAHANAN PANGAN
Roostika Tambunan 156
dan KESEHATAN

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH


Yong
MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PTT DAN INTRODUKSI
30 Farmanta,Yartiwi,
BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) DI KABUPATEN 163
Yulie Oktavia
BENGKULU UTARA

KAJIAN KOMPATIBILITAS JENIS INDUK JANTAN DAN


Yuni Agung Nugroho,
PEMANGKASAN SELUDANG BUNGA PADA PENYERBUKAN
31 Toto Suharjanto,
SALAK PONDOH (Salacca zalacca) TERHADAP PROFIL BUAH 168
Nanang Harianto
MUDA

KERAJINAN KUPU-KUPU DAN NGENGAT (INSECTA :


32 LEPIDOPTERA) DI OBYEK WISATA ALAM BANTIMURUNG Indra A.S.L.P. Putri
173
DAN IMPLIKASI KONSERVASINYA

Pratama Diffi
TEKANAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN TERUMBU
33 Samuel, Dewa Gede
KARANG INDONESIA 183
Raka Wiadnya

KEANEKARAGAMAN TANAMAN SEBAGAI OBYEK WISATA


34
ILMIAH DAN DAYA TARIK WISATAWAN : STUDI KASUS DI Tri Handayani 191
KEBUN RAYA BOGOR

Marini Susanti
Hamidun, Dewi
35 BIODIVERSITAS SUAKA MARGASATWA NANTU SEBAGAI
Wahyuni K. Baderan, 196
SUMBER PENGHIDUPAN BAGI MASYARAKAT SEKITAR
Meilinda Lestari
Modjo

EVALUASI PENGELOLAAN EKOWISATA DI KAWASAN


36 Tri Rizkiana, Endah
EKOWISATA TANGKAHAN TAMAN NASIONAL GUNUNG 201
Sulistyawati
LEUSER SUMATERA UTARA

x
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016

Saparso, Khavid
37 RESPON TIGA VARIETAS KENTANG (Solanum tuberosum L.)
Fauzi, Muhammad 210
DALAM SISTEM AEROPONIK
Bachtiar Musthafa

38 PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI BUAH LENGKENG


Fanshuri, BA 214
DI INDONESIA

xi
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 1-5

PENGEMBANGAN BIOTEKNOLOGI UNTUK INDUSTRI


PETERNAKAN BERKELANJUTAN
Syahruddin Said
Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI
Jalan Raya Bogor Km.46 Cibinong 16911
Email: [email protected]

Abstrak - Teknologi dalam sutau negara dapat berkembang dengan baik apabila memiliki sumberdaya manusia (SDM) yang handal,
sehat dan cerdas. SDM tersebut dapat diperoleh melalui pemenuhi konsumsi protein hewani. Konsumsi daging penduduk Indonesia
saat ini sekitar 2,5 kg/kap/tahun sangat jauh dibandingkan konsumsi negara tetangga Malaysia dan Singapura 15 kg/kap/tahun.
Persoalan mendasar yang dihadapi diantaranya adalah (1) terjadinya penurunan kualitas bibit sapi lokal, (2) industri peternakan sapi
lebih memilih untuk melakukan usaha penggemukan sapi impor, (3) usaha pengembangbiakan hanya dilakukan oleh peternakan
rakyat (lebih dari 95% ternak sapi Indonesia) dengan manajemen seadanya. Posisi keberadaan protein hewani sangat penting,
sehingga peningkatan produktivitas ternak menjadi sangat strategis. Pada tulisan ini merupakan review akan mengulas peran
Bioteknologi untuk industri peternakan berkelanjutan.

Kata kunci : berkelanjutan, bioteknologi, industri peternakan, protein hewani, SDM, swasembada daging

PENDAHULUAN pengembangbiakan hanya dilakukan oleh peternakan


rakyat (lebih dari 95% ternak sapi Indonesia) dengan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) manajemen seadanya. Kendala selanjutnya laju
merupakan factor penentu perkembangan ekonomi sudah pertumbuhan yang masih rendah pada peternakan sapi
menjadi keyakinan para ahli. David Ricardo dalam Hasta potong (Gatenby, 1986; Diwyanto & Inounu, 2009)
(2011) meyakini bahwa keterbatasan sumberdaya untuk sehingga menyebabkan tingkat impor daging dan susu
memenuhi kebutuhan manusia yang jumlahnya semakin Indonesia yang terus meningkat seiring pertumbuhan
meledak, akan mampu diselesaikan dengan bantuan populasi penduduk Indonesia. Konsumsi daging
teknologi. Hall dan Jones (1999) membandingkan peranan mempunyai korelasi yang kuat dengan PDB per kapita
teknologi antara lima negara terkaya dengan lima negara diberbagai negara. Pada tahun 1961, rata-rata PDB per
termiskin di dunia. Hasilnya menunjukkan bahwa kapita di dunia sebesar USD 2,676 dan konsumsi daging
kemampuan teknologi lima negara terkaya adalah 12,18 per kapita rata-rata sebesar 23 kg. Pada tahun 2001, PDB
kali lipat lima negara termiskin, sedangkan output per per kapita naik menjadi USD 5,611 dan konsumsi naik
tenaga kerja lima negara terkaya 31,7 kali lipat lima negara menajdi 38 kg. Pada tahun 2030, PDB diharapkan naik
termiskin. menjadi USD 7,600 per kapita dan konsumsi naik menjadi
Teknologi dalam sutau negara dapat berkembang 45 kg per kapita (Daryanto, A., 2009). Selanjutnya,
dengan baik apabila memiliki sumberdaya manusia (SDM) populasi penduduk Indonesia pada 2025 diprediksikan
yang handal, sehat dan cerdas. SDM tersebut dapat mencapai 273,1 juta. Apabila laju pertumbuhan penduduk
diperoleh melalui pemenuhi konsumsi protein hewani. setelah tahun 2025 rata-rata 1% per tahun (tahun 2008
UNICEF mengakui bahwa perbaikan gizi yang didasarkan masih 1,175%) (Agenda Riset Nasional, 2010), maka pada
pada pemenuhan kebutuhan protein memiliki kontribusi tahun 2030 penduduk Indonesia akan lebih dari 286 juta
sekitar 50% dalam pertumbuhan ekonomi negara-negara jiwa. Hal ini berarti apabila mengikuti konsumsi daging
maju. Kandungan gizi yang dimiliki protein hewani, baik masyarakat dunia pada tahun 2030 sebesar 43 kg/kapita,
telur maupun daging lebih tinggi dibandingkan makanan maka Indonesia harus menyiapkan daging sebesar 12,3
yang paling digemari masyarakat Indonesia yaitu tempe juta ton. Suatu angka yang fantastik dimana saat ini
dan susu. Protein telur sekitar 12,5%, daging ayam Indonesia baru bisa memproduksi daging sekitar 450 ribu
mencapai 18,5%, sedangkan protein nabati seperti tempe ton (Statistik Peternakan, 2013). Gambaran ini
dan tahu masing-masing hanya 11% dan 7,5% (Daryanto, memperlihatkan betapa besar tantangan sekaligus
2009). peluang bagi agribisnis peternakan.
Konsumsi daging penduduk Indonesia saat ini Disadari pula bahwa praktek peternakan yang tidak
sekitar 2,5 kg/kap/tahun sangat jauh dibandingkan dilandasi ilmu pengetahuan dan teknologi akan terus
konsumsi negara tetangga Malaysia dan Singapura 15 menurunkan populasi dan memperburuk kualitas genetika
kg/kap/tahun. Persoalan mendasar yang dihadapi ternak di Indonesia yang pada akhirnya akan semakin
diantaranya adalah (1) terjadinya penurunan kualitas bibit tergantung kepada pihak asing dalam rangka memenuhi
sapi lokal, (2) industri peternakan sapi lebih memilih untuk kebutuhan protein hewani bagi rakyat Indonesia. Keadaan
melakukan usaha penggemukan sapi impor, (3) usaha ini jika dibiarkan terus menerus juga akan menurunkan
2 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 1-5

konsumsi protein dan dapat berakibat pada penurunan dikembangkan dengan mengenali terlebih dahulu
kualitas dan kecerdasan masyarakat Indonesia. pengguna potensialnya. Dalam konteks upaya pencapaian
Berdasarkan road map pencapaian swasembada ketahanan pangan, maka pengguna primer teknologi
daging sapi tahun 2014, ditargetkan penyediaan daging tersebut adalah peternak. Pengguna sekundernya adalah
sapi produksi lokal sebesar 420,3 ribu ton (90%) dan dari pengolah bahan pangan segar menjadi produk pangan
impor sapi bakalan setara daging dan impor daging olahan. Kebutuhan dan persoalan nyata yang dihadapi
sebesasr 46,6 ribu ton (10%) (Blue Print P2SDS 2014). oleh para pengguna perlu dipahami secara komprehensif
Sapai saat ini Indonesia masih mengimpor sapi bakalan terlebih dahulu, agar solusi teknologi yang ditawarkan
dan daging sapi sekitar 30% dari kebutuhan. Dari data ini diminati oleh para pengguna.
menunjukkan perlu usaha keras untuk meningkatkan Penguasaan teknologi peternakan di Indonesia
produksi sapi dan daging dalam negeri. Peran IPTEK dalam berkembang dengan baik, beberapa diantaranya yang
peningkatan populasi dan mutu genetik ternak serta telah diaplikasikan secara meluas adalah aplikasi teknologi
produktivitas ternak local Indonesia untuk memenuhi reproduksi inseminasi buatan menggunakan sperma
kebutuhan daging nasional menjadi sangat strategis. sexing dan teknologi embrio transfer. Dalam penerapan
teknologi Inseminasi Buatan (IB) menggunakan sperma
HASIL DAN PEMBAHASAN sexing di wilayah kajian Banyumulek NTB, dilakukan
dengan penyerentakan berahi pada 250 akseptor. Seluruh
ternak menunjukkan berahi setelah 2-3 hari setelah
Penelitian Dan Pengembangan Bidang Peternakan Sapi
penyuntikan PGF2α. Ternak yang telah berahi selanjutnya
Bioteknologi peternakan adalah pemanfaatan
dilakukan IB Sexing, dengan hasil yang sangat
proses biologis melalui rekayasa genetik dan rekayasa
menggembirakan dimana Service per conception S/C =
proses untuk menghasilkan ternak dan produk peternakan
1,68; tingkat kesesuaian jenis kelamin anak mencapai
yang berkualitas. Definisi tersebut dirumuskan dalam
94,35% (Said dkk., 2013, Gambar 1). Hasil ini lebih tinggi
Lokakarya Nasional Bioteknologi Peternakan tahun 1995,
dari penelitian sebelumnya (81%) yang dilakukan pada
dengan ruang lingkup meliputi: (1) Bioteknologi reproduksi
Sapi Simental dan FH (Said dkk., 2005).
dan genetic antara lain: Pemuliaan Ternak, Inseminasi
Disadari bahwa tantangan pembangunan
Buatan (IB), Transfer Embrio (TE), Mikromanipulasi embrio
peternakan menuju swasembada daging dan susu nasional
yang mencakup rekayasa proses dan rekayasa genetik
sangat besar. Berdasarkan analisis para pakar bahwa salah
(transgenics). (2) Bioteknologi pakan, mencakup: pakan
satu kritikal point pembangunan peternakan adalah
hijauan, konsentrat, probiotik. (3) Bioteknologi kesehatan
masalah ketersediaan pakan berkualitas. Lahan
hewan, meliputi; vaksin, sera, diagnostik, antibiotik dan
pengembalaan dan HMT semakin terbatas, disisi lain
hormon. (4) Bioteknologi produk-produk ternak, meliputi;
limbah pertanian dan agroindustry pertanian dan pangan
pengolahan susu, daging, kulit dan teknologi proses.
sangat besar, melihat hal tersebut, LIPI berinisiasi
Bioteknologi peternakan tersebut hanya akan
membentuk Pusat Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia
memberikan kontribusi jika digunakan dalam proses
(P3TR). P3TR ini diharapkan mampu menyediakan pakan
produksi barang/jasa untuk meningkatkan kualitas hidup
ternak berkualitas berbasis limbah pertanian. Pada tahun
umat manusia, termasuk dalam upaya penyediaan pangan
ini (2013) P3TR telah diterima dan menjadi eselon III
yang cukup, bergizi, aman, dan sesuai selera konsumen
dibawah Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov
serta terjangkau secara fisik dan ekonomi bagi setiap
Nusa Tenggara Barat.
individu. Untuk dapat digunakan, teknologi harus

Gambar 1. Hasil sinkronisasi berahi dan IB sexing di NTB. IB 250 ekor, lahir 230 ekor, S/C = 1,68 ;
tingkat kesesuaian 94,35%
Said | 3

Gambar 2. Skema Pengembangan Balai Pengolahan dan pengembangan


Pakan Ternak Ruminansia

Gambar 3. Skema model industri perbibitan sapi lokal Indonesia

Dalam rangka penyediaan pakan untuk menjamin meningkatkan ketersediaan pakan ternak ruminansia bagi
penyediaan secara kontinyu, maka diperlukan upaya pengembangan peternakan sapi sebagai komoditi
bersama untuk mengembangkan sarana berupa lumbung unggulan daerah dan nasional.
pakan dari tingkat peternak atau kelompok sampai tingkat
Peran LIPI Dalam Pembangunan Peternakan Nasional
provinsi atau wilayah tertentu. Melalui perencanaan
Sejak tahun 1992, Puslit Bioteknologi LIPI telah
penyediaan pakan yang baik, pembangunan lumbung
melakukan kerjasama riset dengan Peternakan Tri “S”
pakan ini dapat memberikan kuantitas dan kualitas pakan
Tapos untuk meningkatkan populasi dan mutu genetic
sepanjang tahun sehingga dapat dicapai efektivitas dan
ternak melalui aplikasi teknologi reproduksi inseminasi
efisiensi biaya produksi usaha peternakan. Adapun skema
buatan (IB) dan transfer embrio (TE) di Indonesia. Kegiatan
pengembangan Balai Pengembangan dan Pengolahan
ini menjadi cikal bakal kegiatan transfer embrio di daerah
Pakan Ternak Ruminansia (BP3TR) dapat dilihat pada
dan telah tercatat berbagai keberhasilan kelahiran sapi
Gambar 2.
unggul hasil embrio transfer. Puslit Bioteknologi LIPI juga
Dalam mendukung pengembangan kawasan
turut berperan dalam pembentukan Balai Embrio Ternak
peternakan terpadu di Banyumulek NTB, pemerintah
Cipelang, balai dibawah koordinasi Direktorat Jenderal
daerah berdasarkan PERGUB 48/2012 membangun Balai
Peternakan. Setahun kemudian tepatnya tahun 1993,
Pengembangan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia
Puslit Bioteknologi LIPI dikukuhkan sebagai Pusat
(Balai P3TR). Maksud pendirian BP3TR ini dalam rangka
4 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 1-5

Unggulan Bioteknologi Pertanian II oleh Menteri Negara Direktorat Perbibitan Ternak, Ditjen Peternakan dan
Riset dan Teknologi. Kelompok peneliti hewan telah turut Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI (Direktorat
memberikan kontribusi nyata dalam pengukuhan ini. Perbibitan Ternak, 2012). Dari model ini diharapkan lahir
Dalam perkembangannya Puslit Bioteknologi LIPI telah perusahaan perbibitan sapi lokal Indonesia yang mampu
melakukan kegiatan penelitian peternakan tersebar di 21 memproduksi sapi-sapi lokal lulus uji performans.
provinsi dan tidak kurang dari 77 Kabupaten/Kota di Selanjutnya dilakukan pembiakan sehingga
Indonesia. ketergantungan dengan sapi impor dapat ditekan.
Selain itu, juga dikembangkan sistim produksi
peternakan, pengembangan pertanian terpadu berbasis KESIMPULAN
peternakan. Dalam kegiatan ini diperkenalkan suatu model
peternakan dengan sistim zero waste. Berbekal dari Puslit Bioteknologi LIPI telah mampu melakukan
kegiatan dan pengalaman Puslit Bioteknologi LIPI kegiatan riset peternakan yang strategis, riset yang
mengembangkan riset dan teknologi dibidang peternakan dikerjakan adalah riset yang cukup mendasar namun
di Indonesia, masyarakat dan pemerintah Indonesia dapat diaplikasikan di masyarakat yang didanai dari dana
memberikan kepercayaan untuk mendapatkan bantuan APBN dan dana kerjasama luar negeri. Dalam
soft loan dari Pemerintah Spanyol. Soft loan ini akan perkembangannya Puslit Bioteknologi LIPI telah
digunakan untuk mempercepat pembangunan peternakan melakukan kegiatan penelitian peternakan tersebar di 21
di Indonesia. Kegiatan yang dikenal Meat Milk Pro ini, provinsi dan tidak kurang dari 77 Kabupaten di Indonesia.
melakukan perbaikan dan peningkatan sarana Model industri peternakan yang telah
laboratorium peternakan di LIPI di Universitas dan Balai IB dikembangkan Puslit Bioteknologi LIPI bekerjasama
Daerah di 3 Provinsi (Puslit Bioteknologi LIPI, Jawa Barat, dengan swasta, mampu menghasilkan sapi-sapi unggul
Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan. Kegiatan Meat Milk lulus uji performans. Dari kerjasama ini juga terlihat bahwa
Pro juga turut mengembangkan jejaring dan model sapi-sapi lokal indonesia mampu memberikan
industri peternakn di Indonesia. (1) LIPI : Pusat Unggulan produktivitas yang baik jika dipelihara dengan
IPTEK Peternakan, (2) Sumatera Barat : model industri management yang baik.
peternakanberbasis unit prosesing daging, (3) Jawa Barat : Selanjutnya disarankan agar peternakan rakyat
Model industry peternakan berbasis unit prosesing susu, dimana lebih dari 90 persen ternak Indonesia menerapkan
(4) Sulawesi Selatan : Model industry peternakan berbasis good managemen practice.
unit prosesing sperm.
Selain itu juga telah dibangun Lab Uji Bioteknologi UCAPAN TERIMAKASIH
di UNPAD, UNHAS dan UNAND. Pada bulan November
2014 ini diresmikan Lab uji Bioteknologi di UNPAD. Terima kasih kami ucapkan kepada pimpinan Puslit
Sebelumnya, Lab Uji Bioteknologi di UNAND juga Bioteknologi LIPI dan PT. Karya Anugerah Rumpin atas
diresmikan pada bulan Oktober 2013 oleh Kepala LIPI dan kerjasama yang dibina selama ini, sehingga penelitian ini
Lab Uji Bioteknologi di UNPAD bulan November 2014. dapat dilaksanakan.
(Said dkk., 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Model Industri Perbibitan Sapi Potong Lokal
Model industri perbibitan sapi lokal Indonesia telah Anonimous. 2006. Livestock Report. Food and Agricultural Organization
dibuat dan menghasilkan sapi-sapi unggul lokal lulus uji of The United Nation. Rome, 2006.
performans. Adapun skema model industri perbibitan sapi Anonimous. 2010. Blue Print Program Percepatan Swasembada Daging
Sapi 2014. Direktoraj Jenderal Petrnakan dan Kesehatan Hewan,
lokal seperti diperlihatkan pada Gambar 3. Kementerian Pertanian RI.
Penelitian pembuatan model industri perbibitan Blue Print PSDSK 2014. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
sapi lokal Indonesia merupakan kerjasama Pusat 19/Permentan/ Ot.140/2/ 2010 Tentang Pedoman Umum Program
Penelitian Bioteklnologi LIPI dengan PT. Karya Anugerah Swasembada Daging Sapi 2014. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal
5 Pebruari 2010.
Rumpin. Adapun kegiatan dalam model industri perbibitan Daryanto, Arief. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPB Pres.
ini adalah : (1) Seleksi pejantan sapi lokal unggul. Bogor
Terseleksi 3 bangsa sapi lokal yaitu 3 ekor sapi sumba Diwyanto K dan I Inounu. 2009. Dampak crossbreeding dalam program
ongole, 2 ekor sapi bali dan 1 ekor sapi madura. (2) Koleksi inseminasi buatan terhadap kinerja reproduksi dan budidaya sapi
potong. Wartazoa 19(2): 93-102.
sperma dan produksi sperma sexing beku dari pejantan Gatenby RM. 1986. Sheep Production in The Tropics and
terpilih. (3) Peningkatan populasi dan mutu genetik ternak Subtropics.Tropical Agriculture Series. London: Longman Group
sapi lokal dengan IB dan TE. (4) Seleksi, sinkronisasi dan IB Limited.
sapi akseptor menggunakan sperma sexing dari pejantan Hafsah, M.J. 2011. Mewujudkan Indonesia Berdaulat Pangan. PT. Pustaka
Sinar Harapan. Jakarta 2011.
unggul. (5) Program betina donor dan penyediaan ternak Hall and Jones. 1999. Why Do Some Countries Produce So Much More
resipien untuk program transfer embrio. (6) Uji Output Per Worker Than Other ?. University California Los Angeles.
performans terhadap anak-anak sapi hasil IB dan TE. (7) Said, S., B. Tappa, M. Gunawan dan C. Arman. 2013. Conceptikon Rates of
Sapi-sapi unggul lulus uji performans. Bali Cattle After Oestrus Synchronization Eith PGF2a and Artificial
Insemination Using Frozen-Thawed Sexed Semen in West Lombok
Pelaksanaan uji performan di atas, mengikuti Regency. Bogor-Indonesia, November 13th – 14th, 2012.
pedoman pelaksanaan uji performan yang dikeluarkan
Said | 5

Proceeding of The International Conference on Biotechnology. PP: Said,S. dkk. 2014. Laporan Teknik Meat Milk Pro 2012-2014. Pusat
19-26. ISBN : 978-602- 98275-2-1. Bioteknologi LIPI: Bogor.
Said, S., E.M. Kaiin and B. Tappa. 2005. Produksi anak sapi potong dan Statistik Peternakan 2010. Kemeterian Pertanian Republik Indonesia.
sapi perah berjenis kelamin sesuai harapan. Proseding. Seminar Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta.
Nasional Industri Peternakan Modern II. Mataram, 19-20 Juli 2005.
Hlm. 209-216.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 6-11

PERANAN BIOTEKNOLOGI DALAM MEMPERTAHANKAN


KEANEKARAGAMAN HAYATI
Ahmad Yunus
Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Tanaman
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
Email: [email protected]

Abstrak - Keanekaragaman hayati memiliki dampak yang besar pada fungsi layanan ekosistem alam dan proses-proses ekologis untuk
fungsi total umat manusia. Jasa ekosistem memberikan manfaat dengan cara yang berbeda yang terlibat dalam produksi sumber daya
terbarukan seperti makanan, kayu, penyerapan karbon, fotosintesis, daur ulang nutrisi, pemurnian udara dan air, penyerbukan,
pencegahan erosi tanah, dan meminimalkan perubahan lingkungan seperti perubahan iklim, pengendalian hama dan penyakit.
Keanekaragaman tanaman yang ada di alam liar maupun yang sudah dibudidayakan perlu dipertahankan keberadaannya melalui
konservasi in situ, ex situ, induksi keragaman genetik dan bank gen. Keragaman genetik tanaman sangat diperlukan sebagai sumber
genetik tanaman untuk keperluan perbaikan sifat tanaman, produksi metabolit sekunder dan produk lain serta digunakan untuk
meningkatkan keragaman genetik tanaman. Bioteknologi dapat memberikan manfaat dalam penyelamatan genetik, pemetaan
genetik, perbaikan sifat genetik, rekombinasi gen, kloning gen, amplifikasi gen dan penyimpanan gen.

PENDAHULUAN sama pada semua organisme, misalnya, reaksi sintesis


asam amino, asam lemak, protein dan karbohidrat (Braun
Konvensi Keanekaragaman Hayati mensyaratkan and Ammann, 2002).
bahwa semua negara anggota mengambil langkah-langkah Spesies baru muncul ketika terjadi mutasi dan ada
untuk melestarikan keanekaragaman hayati asli dan kalanya karena pengaruh geografis. Sebagian dari spesies
pertanian. Nilai intrinsik spesies dan ekosistem, selain nilai yang ada di dunia pada masa lalu telah punah. Hal ini
mereka sebagai bahan awal untuk menemukan produk menunjukkan bahwa evolusi adalah proses yang
baru, juga merupakan dasar bagi program berikutnya. berkelanjutan, dengan spesies yang datang dan pergi.
Ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati Situasi yang dinamis ini penting ketika membahas
adalah kerusakan habitat yang terus meningkat akibat konservasi spesies yang hidup sekarang ini. Dalam
perluasan kota, permukiman, kawasan industri dan pandangan kedepan, tidak pernah ada stabilitas dalam
perdagangan serta kebutuhan pembangunan lainnya. kehidupan di bumi, yang ada hanyalah perubahan. Namun
Meningkatnya populasi manusia, akan meningkatkan perubahan ini sangat lambat jika dibandingkan dengan
kebutuhan pangan yang disediakan dari berbagai sumber lamanya kehidupan manusia. Adanya campur tangan
pangan. Untuk meningkatkan produktivitas tanaman manusia di dunia, perubahan ekosistem dunia yang terjadi
memerlukan penggunaan benih unggul yang telah jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan masa lalu.
beradaptasi dengan lingkungannya. Benih unggul Raven pada tahun 1992, menyatakan bahwa jumlah
diperoleh dari kekayaan keragaman hayati yang ada dan spesies tumbuhan, hewan dan mikro-organisme eukariotik
hasil persilangan dengan menggunakan metode pemuliaan mungkin sekitar 10 juta sekarang ini, tetapi hanya 1,4 juta
klasik maupun dengan bioteknologi. Bioteknologi yang telah ditandai dan diberi nama oleh para ilmuwan.
menawarkan metode untuk menjaga keanekaragaman Sekitar 40.000 vertebrata hewan, 300.000 spesies
hayati seperti penyelamatan embrio, induksi tunas tanaman vascular, 70.000 jamur, dan 13.000 nematoda
adventif, pembebasan tanaman dari virus, induksi sudah diidentifikasi. Banyaknya mikroorganisme dan virus
keragaman somaklonal, kultur haploid, melipatgandakan yang berhubungan dengan tumbuhan dan hewan tertentu,
kromosom, penyelamatan gen dari spesies yang hampir maka keanekaragaman hayati mereka sendiri akan
punah, kloning gen, dan transfer gen. tergantung pada keanekaragaman hayati inang mereka
Keanekaragaman hayati kita sekarang ini adalah (Braun and Ammann, 2002). Keanekaragaman hayati perlu
hasil dari 3,5 miliar tahun evolusi. Melalui proses mutasi dipertimbangkan tidak hanya dalam hal kualitatif dari
dan seleksi semua organisme hidup yang kita kenal spesies yang ada, tetapi juga dalam hal kuantitatif,
sekarang, serta yang pernah hidup sebelumnya, mengingat beberapa spesies tumbuhan dan hewan
dikembangkan dari satu sel tunggal. Bagaimana kehidupan berkurang jumlahnya.
pertama kali ini muncul 3,5 miliar tahun yang lalu masih
menjadi spekulasi. Asal mula kehidupan ini menjelaskan HASIL DAN PEMBAHASAN
bahwa semua organisme hidup mengandung biokimia
dasar yang sama yaitu DNA, molekul penyimpan informasi Keanekaragaman Pertanian
genetik dan menyandi proses sintesis protein yang hampir Selain keanekaragaman hayati di alam liar, ada
sama di semua organisme. Jalur metabolik juga hampir keanekaragaman hayati yang digunakan untuk pertanian
Yunus | 7

dan kegiatan manusia lainnya. Dibidang pertanian langsung maupun tidak langsung ( WHO, 2005 dalam
terdapat sekitar 7.000 spesies tanaman yang digunakan Pathak and Abido, 2014).
oleh petani di seluruh dunia, tetapi hanya sekitar 30
Perjanjian Internasional
spesies yang menyediakan karbohidrat. Keragaman
Mengingat pentingnya keanekaragaman hayati bagi
genetik yang ada pada tanaman liar lebih besar
masa depan umat manusia, beberapa perjanjian
dibandingkan dengan tanaman budidaya, sehingga
internasional telah dicapai. Menyadari bahwa
menjaga kelestarian spesies liar adalah penting untuk
keanekaragaman hayati organisme di alam harus
program pemuliaan tanaman (Braun and Ammann, 2002).
dipertahankan baik untuk nilai intrinsik organisme itu
Budidaya dengan cara multiple croping
sendiri, maupun untuk nilai praktisnya, PBB menyiapkan
(multikultur) menunjukkan hasil yang lebih baik bila
Konvensi Keanekaragaman Hayati (Covention on Biological
dibandingkan dengan monokultur sepanjang tahun.
Diversity/CBD) yang diadopsi pada tahun 1992, mulai
Budidaya multikultur dan pergantian tanaman dalam
berlaku pada tahun 1993. Untuk pertama kalinya Amerika
waktu satu tahun akan menghindari serangan hama.
menyepakati instrumen yang mengikat secara hukum
Adanya areal yang ditanami tumbuhan yang berfungsi
untuk konservasi keanekaragaman hayati dan
sebagai inang untuk predator hama tanaman akan
pemanfaatan sumber daya hayati secara berkelanjutan.
mengendalikan populasi hama tanaman. Berdasarkan hasil
Sebuah perubahan radikal yang dibawa oleh CBD adalah
penelitian, beberapa peneliti menyatakan bahwa
pengakuan bahwa Negara memiliki hak berdaulat atas
hilangnya spesies menyebabkan penurunan biomassa
keanekaragaman hayati di wilayah mereka sendiri, yang
(Hector, 1999 dan Kaiser, 2000).
sebelumnya organisme dianggap sebagai warisan bersama
Dampak Global Keanekaragaman Hayati umat manusia. Organisme hidup atau produknya berada di
Keanekaragaman hayati memainkan peranan yang bawah aturan CBD, hanya bisa dilepas dari kepemilikan
efektif dalam menyediakan berbagai sumber daya genetik negara pada kondisi yang disepakati bersama. CBD adalah
pertanian yang penting untuk keamanan pangan dunia. suatu pendekatan komprehensif untuk konservasi
Pelestarian sumber daya genetik tanaman tidak hanya keanekaragaman hayati dari spesies liar dan peliharaan.
untuk kepentingan ekonomi global tetapi juga untuk Hal ini bertujuan untuk konservasi di level genetik, spesies
menjaga keseimbangan ekologi. Di bidang pertanian, dan ekosistem.
keragaman genetik dari setiap jenis tanaman (varietas, Bidang bioteknologi dimuat dalam artikel 16 dan 19
kultivar, galur) memiliki kepentingan besar dalam program dari CBD, perlu pembagian yang adil dan merata dari
perbaikan tanaman (Pathak and Abido, 2014). Berbagai manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan sumber daya
program memperhatikan pelestarian keanekaragaman genetik. Hal ini termasuk menyediakan fasilitas dan sarana
hayati untuk pangan dan pertanian di tingkat nasional dan keuangan untuk transfer teknologi dan akses terbuka
internasional (Campebell dkk., 2010). Plasma nutfah dari untuk informasi ilmiah dan teknis. Kedaulatan atas sumber
sejumlah besar kultivar liar merupakan sumber keragaman daya hayati berarti tidak ada yang bisa menghapus
genetik untuk mendukung program perbaikan tanaman spesimen tumbuhan, hewan atau mikroorganisme dari
masa depan (UNEP, 2008). Berbagai keragaman genetik suatu negara tanpa persetujuan terlebih dahulu dari
tanaman dapat dipertahankan baik dengan teknologi negara tersebut.
sederhana maupun canggih terhadap ancaman CBD menjadi dasar untuk mengembangkan dan
kelangsungan hidup tanaman seperti penyakit, hama, dan merumuskan perjanjian internasional lebih lanjut, yaitu
cekaman lingkungan (Cadotte dkk., 2008 dalam Pathak yang mengatur pergerakan lalu lintas transgenik. Setelah
and Abido, 2014). banyak perdebatan pada tahun 1999, protokol baru
Keanekaragaman hayati memiliki dampak yang disepakati pada awal tahun 2000 dengan nama “Protokol
besar pada fungsi layanan ekosistem alam dan proses- Cartagena” tentang Keamanan Hayati. "Komite Antar
proses ekologis untuk fungsi total umat manusia. Jasa Pemerintah untuk Cartagena Protocol on Biosafety"
ekosistem memberikan manfaat dengan cara yang mengadakan pertemuan pertama di Montpellier pada
berbeda yang terlibat dalam produksi sumber daya bulan Desember 2000 yang menyebabkan terbentuknya
terbarukan seperti makanan, kayu, penyerapan karbon, "Biosafety Clearing House". Di Indonesia sudah ada Komisi
fotosintesis, daur ulang nutrisi, pemurnian udara dan air, Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik yang tertuang
penyerbukan, pencegahan erosi tanah, dan meminimalkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2010. Pada
perubahan lingkungan seperti perubahan iklim, Peraturan Presiden tersebut juga dijelaskan adanya Balai
pengendalian hama dan penyakit (Tscharntka dkk., 2012 Kliring Keamanan Hayati yang tertuang dalam Bab IV pasal
dalam Pathak and Abido, 2014) . 10.
Keanekaragaman hayati memainkan peran penting Protokol mengatur untuk transfer, penanganan dan
dalam kesehatan manusia sebagai tanaman sumber obat- penggunaan GMO yang mungkin memiliki efek buruk pada
obatan, terutama obat-obatan tradisional, yang berguna keanekaragaman hayati, risiko terhadap kesehatan
untuk pengobatan berbagai penyakit (Alves & Rosa, 2007). manusia dan pengaturan pada perpindahan lintas negara.
Hampir 80% dari populasi dunia tergantung pada obat- Hal ini menetapkan prosedur Advance Informed
obatan yang diperoleh dari sumber daya alam baik secara Agreement (AIA) untuk impor GMO untuk tujuan pangan,
pakan, dan pengolahan. Izin untuk perpindahan lintas
8 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 6-11

negara akan dikeluarkan atas dasar prosedur penilaian memperbanyaknya. Kultur meristem, sudah secara luas
risiko yang dilakukan oleh otoritas nasional yang diterapkan untuk tujuan perbanyakan tanaman, terutama
kompeten. Protokol tidak berhubungan dengan obat- pada tanaman hortikultura. Sel-sel meristem pada
obatan atau produk non-hidup lainnya yang dibuat oleh umumnya stabil, karena mitosis pada sel-sel meristem
modifikasi genetik. terjadi bersama dengan pembelahan sel yang
Konservasi in situ atau ex situ, baik di habitat alami berkesinambungan, sehingga ekstra duplikasi DNA dapat
atau semi-alami, atau dalam beberapa lingkungan yang dihindarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang
dikendalikan. Konservasi in situ akan melibatkan dihasilkan identik dengan tanaman donornya.
pemeliharaan dan perlindungan habitat alami, sementara Selain dari perbanyakan, aplikasi kultur meristem
konservasi ex situ menggunakan kebun raya dan bank yang terutama adalah eliminasi virus dari bahan tanaman,
benih. dan penyimpanan plasma nutfah yang bebas virus ini
Peran masyarakat adat dalam menjaga dengan teknik cryopreservation: preservasi dengan
keanekaragaman hayati ditekankan oleh Global temperatur rendah (Kartha, 1981). Menurut Gautheret
Biodiversity Assessment dan Rencana Aksi Leipzig. Hal ini (1982), kultur meristem dan eleminasi virus, sejarahnya
memungkinkan untuk mempertahankan keanekaragaman dimulai dari Stanley seorang ahli biokimia yang
hayati in situ, terutama dalam areal hutan tropis bersama menganjurkan White yang pada waktu itu bekerja dengan
dengan masyarakat hutannya. kultur akar tomat untuk menumbuhkan virus dalam akar
Konservasi in situ adalah metode yang baik, karena yang diisolir. Dalam subkultur, ada akar yang tidak
tergantung pada tanaman dalam bentuk hidup di habitat mengandung virus, terutama bila eksplan yang diambil
alami mereka dan memungkinkan evolusi alami (Ashmore sangat kecil. Limasset dan Cornue pada tahun 1949,
dkk., 2011). Jadi konservasi in situ memerlukan memperkuat penemuan tersebut dalam kasus kultur
pemeliharaan dan perlindungan habitat alami, sedangkan pucuk. Mereka lalu menyarankan kepada Morel dan
konservasi ex situ melibatkan konservasi berbagai spesies, Martin untuk menumbuhkan meristem tanaman yang
klon atau bahan genetik tanaman baik di kebun raya atau terserang virus. Pada tahun 1952 Morel dan Martin
bank benih atau menggunakan lingkungan habitat semi berhasil memperoleh tanaman dahlia yang bebas virus
alami. Konservasi in situ menghadapi beberapa masalah dan kemudian berkembang pada banyak tanaman-
karena terbatas dan terfragmentasi nya habitat, adanya tanaman lainnya.
perubahan iklim, serangan patogen dan spesies invasif di Pada tahun 1960 Morel yang mencoba
lingkungan alam, sedangkan metode ex situ lebih efektif membebaskan tanaman Cymbidium dari virus, bahkan
karena bisa diatur (Reed dkk, 2011). mendapat hasil yang merupakan dasar perbanyakan
komersial sekarang. Kultur meristem Cymbidium Morel
Penerapan Bioteknologi
ternyata menghasilkan perbanyakan diri secara cepat.
Ketersediaan urutan (sekuen) DNA dalam genom
Karena tanaman yang dihasilkan berkembang dari jaringan
pada beberapa tanaman penting, akan membantu dalam
vegetatif, maka plantlet yang dihasilkan merupakan suatu
program penyelamatan sumber genetik dan berguna
klon.
untuk pemetaan gen, mempelajari sifat-sifat tanaman, dan
perbaikan sifat tanaman. Perbaikan sifat ketahanan Kultur Embrio
tanaman terhadap hama dan penyakit, cekaman Embrio sering dipergunakan sebagai eksplan dalam
lingkungan kering, tanah masam, dan lahan marginal kultur jaringan untuk inisiasi kalus. Tetapi dalam kultur
lainnya serta peningkatan kualitas dan kuantitas hasil embrio, tidak dimaksudkan untuk menumbuhkan kalus dai
tanaman akan ditentukan oleh tersedianya sumber embrio yang digunakan, sebaliknya embrio diharapkan
genetik yang dimiliki baik oleh tanaman maupun mikrobia. tetap mempertahankan integritasnya dan tumbuh menjadi
tanaman. Kultur embrio ditujukan untuk membantu
Perbanyakan Tanaman In vitro
perkecambahan embrio menjadi tanaman lengkap. Kultur
Metode perbanyakan klonal In vitro umumnya
embrio ini diperlukan dalam embrio yang mempunyai
dikenal sebagai budidaya yang menghasilkan produksi
masalah : (1) Menunjukkan masa dormansi yang panjang.
massal propagula tanaman dari setiap bagian tanaman
(2) Embrio hibrida hasil penyilangan interspesifik yang
atau sel. Propagula digunakan untuk memperbanyak
tidak kompatibel dengan endospermnya. (3) Embrio
tanaman terutama tanaman langka. Dalam perbanyakan
dengan endosperm yang rusak seperti kelapa kopyor. (4)
tanaman in vitro memiliki potensi besar untuk produksi
Embrio tanpa endosperm seperti pada anggrek.
metabolit sekunder sebagai bahan baku obat-obatan.
Usaha pertama untuk menumbuhkan embrio
Kultur Meristem dilakukan oleh Cochleria dan Raphanus (Bhojwani &
Kultur meristem adalah kultur jaringan tanaman Razdan, 1983). Perkembangan berikutnya pada tahun
dengan menggunakan eksplan berupa jaringan-jaringan 1985 – 1989 yang mempunyai nilai aplikasi yang penting
meristematik. Jaringan meristem yang digunakan dapat dalam kultur embrio, dilakukan oleh Laibach yang
berupa meristem pucuk terminal atau meristem tunas mencoba menumbuhkan embrio dari biji hasil silagnan
aksilar. Dalam kultur meristem, perkembangan diarahkan Linum perenne dengan Linum austriacum. Laibach
untuk mendapatkan tanaman sempurna dari jaringan menemukan bahwa biji yang dihasilkan dari silangan ini
meristem tersebut dan bila dapat, sekaligus sangat ringan, keriput, dan tidak berkecambah. Dia lalu
Yunus | 9

mencoba mengisolasi embrio dari biji-biji yang keriput jenis tanaman yang berbeda (distant hybridization). (2)
tersebut, dan ditumbuhkan pada kertas saring lembab Polinasi tertunda (delayed pollination), (3) Penggunaan
atau pada kapas, serta diberi larutan 15% glukosa. pollen yang sudah di-radiasi. (4) Perlakuan hormon, (5)
Usahanya berhasil, Laibach mendapatkan tanaman hibrida Shock dengan temperatur tinggi.
dengan cara ini. Keberhasilannya telah membawa Metode-metode ini bukanlah metode yang ampuh
perkembangan dimensi baru dalam metode kultur dan hasilnya tidak biasa diramalkan terlebih dahulu.
jaringan. Sejak Laibach, embrio yang biasa gugur dapat Melalui hasil penelitian Guha dan Maheshwari tahun 1964
diselamatkan (Bhojwani & Razdan, 1983). – 1966 pada tanaman Datura innoxia, terjadi revolusi
Selain untuk menolong embrio-embrio yang dalam produksi tanaman haploid. Guha dan Maheshwari
abortus, kultur embrio juga penting dalam ilmu fisiologi memperoleh tanaman haploid dengan cara kultur anther
dalam hal perkembangan embrio. Pengertian tentang melalui proses androgenesis.
kebutuhan nutrisi embrio pada berbagai tahap Haploid pada tanaman data digolongkan dalam 2
perkembangan, dapat diperoleh dari percobaan media kategori, yaitu : (1) Monoploid, dengan jumlah
perlakuan. Dengan kultur embrio dapat juga dipelajari khromosom setengah dari khromosom species yang
media perlakuan. Dengan kultur embrio dapat juga diploid. (2) Polihaploid, dengan jumlah khromosom
dipelajari kemampuan regenerasi dari potongan-potongan setengah dari khromosom species yang poliploidi.
embrio. Kultur embrio sangat penting artinya dalam
Kegunaan Haploid dalam Pemuliaan Tanaman
pemuliaan tanaman.
Tanaman haploid dapat digunakan untuk
Kultur Suspensi Sel mendeteksi mutasi dan rekombinan yang unik, karena
Kalus yang diperoleh dari kultur kalus, dapat mutasi yang resesif tidak muncul dalam keadaan diploid.
dipindahkan ke media cair untuk inisiasi kultur suspensi Suatu contoh dapat diambil dalam penelitian Nakamura
sel, atau dipindahkan ke media lain untuk diregenerasikan (1974) dalam Bhojwani & Razdan (1983) dalam kalus
menjadi tanaman. Regenerasi tanaman dapat melalui tembakau. Dengan menumbuhkan pollen tiga hibrida
organogenesis maupun embryogenesis. Dalam antara MC-1610 dan Coker-139, mereka mendapat lini-lini
organogenesis, kalus dapat membentuk akar atau tunas, tanaman baru yang menunjukkan resistensi terhadap
atau kedua-duanya. Dalam kultur kalus yang hanya penyakit layu bakteri dan Black Shank yang lebih tinggi.
membentuk akar, seringkali dijumpai kesulitan untuk Lini baru ini tidak kehilangan sifat unggul MC-1610.
memperoleh pucuk dari akar tersebut. Tetapi bila Pada penggandaan jumlah khromosom akan
regenerasi terjadi melalui pembentukan tunas terlebih diperoleh tanaman yang homozygot. Tanaman homozygot
dahulu, maka kemungkinan induksi akar lebih mudah. sangat penting untuk menghasilkan hibrida terkendali,
Sedangkan dalam embryogenesis, pembentukan pucuk seperti halnya pada asparagus. Tanaman Asparagus
dan akar sudah terintegrasi dalam satu sumber, dan officinalis merupakan tanaman dioecious yang
merupakan suatu sistem tertutup (closed sistem) yang menghasilkan bunga betina dan bunga jantan pada
tidak berhubungan dengan jaringan asalnya. tanaman yang berlainan. Tanaman jantan lebih disukai,
Kultur suspensi sel merupakan suatu sistem yang karena produksi rebungnya lebih tinggi dan kwalitas
sesuai untuk mempelajari metabolisme sel, pengaruh rebungnya lebih baik. Usaha penyilangan ditujukan untuk
berbagai persenyawaan pada sel, serta diferensiasi sel. menghasilkan biji yang menjadi tanaman jantan (XY).
Sedangkan dalam segi praktisnya, kultur suspensi sel Hibrida XY diperoleh dengan menyilangkan tanaman
dipergunakan sebagai sumber : (1) Sel-sel untuk jantan XY dengan betina XX dengan hasil XY: 50%. Melalui
protoplasma, (2) Sel-sel yang akan diberi perlakuan kultur anther, diperoleh tanaman yang YY, yang disebut
mutagen kimia, (3) Sel untuk studi hubungan host-patogen super male. Penyilangan super male YY dengan betina XX,
dalam fitopatologi, (4) Massa untuk produksi bahan-bahan akan menghasilkan progeny yang 100% XY.
sekunder, (5) Sel-sel untuk media seleksi. Untuk mendapatkan tanaman haploid secara in
vitro, dapat ditempuh melalui: (1) Kultur anther,
Produksi Tanaman Haploid
keuntungan: teknik isolasinya lebih mudah, kerugian: ada
Yang dimaksud dengan tanaman haploid adalah
kemungkinan tanaman berasal dari jaringan sporofik
tanaman yang mempunyai jumlah khromosom sama
seperti: dinding anther dan connective tissue. (2) Kultur
dengan gametofitik dalam sel-sel sporofitiknya (Bajaj,
Polen, keuntungan: kepastian haploid yang lebih tinggi.
1983). Kegunaan haploid dalam pemuliaan tanaman dan
Perkembangan androgenesis dapat diikuti. Studi
genetik, sudah lama diketahui. Namun sampai periode
transformasi dan mutagenesis, baik kimia maupun fisik,
sebelum tahaun 1966, eksploitasinya untuk keperluan
mudah dilakukan karena pollen terdiri dari sel tunggal.
pertanian, masih rendah. Hal ini disebabkan frekwensi
Kerugian: sulit mengisolasi sel telur. (3) Kultur ovule yang
terjadinya haploid yang spontan di alam masih rendah,
belum diserbuk (unpolinated ovuled), keuntungan: sebagai
yaitu 0.001 – 0.01%. Produksi haploid yang spontan
alternatif untuk species yang tidak dapat diinduksi dari
biasanya terjadi melalui proses partenokarpi dari telur
anther atau cara-cara lain. Kerugian: sulit mengisolasi sel
yang tidak dibuahi atau apomisis.
telur.
Dalam percobaan-percobaan terdahulu (sebelum
tahun 1966), haploid diperoleh melalui : (1) Hibridisasi
10 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 6-11

Kultur Protoplasma tanaman pada tahap nol dalam metabolisme. Pembekuan


Dalam pertanian, pemindahan bahan-bahan klasik termasuk langkah-langkah pendinginan lambat (0.5-
genetik dari satu individu ke individu lain, biasanya 2ºC/min) sampai suhu sekitar -40ºC, perendaman cepat
ditempuh melalui siklus seksual dengan penyilangan- sampel dalam nitrogen cair (LN), penyimpanan, pencairan,
penyilangan. Dalam prakteknya, modifikasi genetik melalui dan pemulihan. Perlu keterampilan teknis karena memiliki
siklus seksual ini seringkali mengalami hambatan alamiah beberapa langkah seperti pembekuan, penyimpanan, dan
seperti: (a) Inkompatibilitas, (b) Sterilitas, baik polen pemulihan. Berbagai metode kriopreservasi yang
maupun ovul, (c) Sifat tanaman yang diinginkan tidak digunakan untuk berbagai jenis tumbuhan seperti
terdapat dalam populasi tanaman yang cross fertile. vitrifikasi, enkapsulasi-dehidrasi dan enkapsulasi vitrifikasi
Dalam percobaan laboratorium, sel hewan dan sel (Stacey & Day, 2007). Stabilitas genetik dapat
mikroba yang berbeda dapat bergabung (fusi) membentuk dipertahankan selama cryopreservasi telah dibuktikan
suatu union yang stabil, seperti sel B dari limpa tikus oleh studi penanda molekuler (Liu dkk., 2008). Jaringan
dengan sel mycloma (sel kanker) dapat bergabung cryopreserved telah dianggap aman, bersih, bebas
membentuk hibridoma. Hibridoma kemudian digunakan penyakit, dan bahan genetik untuk pertukaran
untuk berbagai maksud, diantaranya: memproduksi internasional (Feng dkk., 2011).
antibody monoclonal. Fusi sel terjadi melalui kontak
Bank Gen
membran plasmanya.
Keragaman genetik tanaman dapat dipertahankan
Sel tanaman dibatasi oleh dinding sel yang terdiri
dengan menggunakan teknik penyimpanan di bank gen.
dari serabut-serabut selulosa yang kuat. Antara sel yang
Beberapa Organisasi Internasional terlibat dalam
satu dengan sel yang lain dalam tubuh tanaman, terdapat
penyimpanan di bank gen, seperti International Plant
perekat yang tersusun dalam matriks dari bahan-bahan
Genetics Resources Institute (IPGRI), Consultative Group
yang kaya pektin. Hal ini memberi jalan pada aplikasi
on International Agricultural Research (CGIAR),
teknik sel hewan untuk sel tanaman.
International Center for Agriculture in Dry Areas (ICARDA)
Pada tahun 1960, E.C. Cooking dari University of
terlibat dalam konservasi spesies tanaman langka dan
Nottingham, mendapatkan teknik degradasi dinding sel
terancam punah di bank gen vitro (Reed dkk., 2004;
tanaman. Dengan demikian, Cooking telah membuka
ICARDA, 2014). Keragaman dapat dideteksi dengan
dimensi baru dalam modifikasi tanaman pada tingkat sel.
menggunakan teknik molekuler, penanda molekuler yang
Sel-sel tanaman tanpa dinding sel, disebut protoplasma.
biasanya digunakan adalah: restriction fragment length
Selama 10 tahun berikutnya, dilakukan penelitian
polymorphism (RFLP), random amplified polymorphic DNA
pemantapan metode dan perluasan ke spesies-spesies
(RAPD), amplified fragment length polymorphism (AFLP),
lain. Pada tahun 1970, mulailah kontribusi aktif metode
sequence characterized amplified regions (SCAR), simple
isolasi protoplasma dalam penelitian pertanian (Bhojwani
sequence repeat (SSR), inter simple sequence repeat(
& Razdan, 1983).
ISSR), yang berbasis pada PCR based atau non-PCR
Protoplasma tanaman dipergunakan untuk: (a) Fusi
(Glaszmann dkk., 1987; Khan dkk., 2012). Determinasi
sel untuk menghasilkan hibrida somatik, (b) Studi
kondisi penyimpanan, viabilitas dan jaminan kestabilan
pengambilan DNA, organel, partikel bakteri atau virus, (c)
genetik diperlukan dalam penyimpanan di bank gen. Bank
Mendapatkan tanaman dengan sifat yang lebih baik,
gen dapat dijadikan sebagai pelengkap dalam
melalui variasi somaklonal. Metode isolasi protoplasma,
penyimpanan plasma nutfah secara ex situ dalam menjaga
fusi sel, dan studi-studi lain, tidak lepas dari studi
keanekaragaman genetik.
regenerasi sel. Suatu sel yang sudah diperbaiki sifatnya,
tidak mempunyai nilai praktis bila tidak diregenerasikan
KESIMPULAN
menjadi tanaman lengkap.
Pembatasan Pertumbuhan Keanekaragaman tanaman yang ada di alam liar
Metode kultur jaringan tanaman dalam konservasi maupun yang sudah dibudidayakan perlu dipertahankan
plasma nutfah bisa dilakukan dengan pengaturan keberadaannya melalui konservasi in situ, ex situ, dan
pertumbuhan yang lambat (Bunn dkk., 2007). Pengaturan bank gen. Keragaman genetik tanaman sangat diperlukan
bisa dilakukan dengan penambahan zat pengatur tumbuh sebagai sumber genetik tanaman untuk keperluan
yaitu zat perlambat tumbuh (retardant), modifikasi perbaikan sifat tanaman, peningkatan kualitas dan
konsentrasi garam pada media kultur, konsentrasi gula, kuantitas hasil, produksi metabolit sekunder dan produk
penambahan senyawa osmotik, dan kadang-kadang diatur lain serta untuk meningkatkan keragaman genetik
suhu rendah (Reed & Chang, 1997). tanaman. Bioteknologi dapat memberikan manfaat dalam
penyelamatan sumber genetik, pemetaan genetik,
Kriopreservasi
perbaikan sifat tanaman, rekombinasi gen, kloning gen,
Kriopreservasi adalah salah satu metode konservasi
amplifikasi gen dan penyimpanan gen.
ex situ yang berlaku untuk penyimpanan jangka panjang
dari bahan genetik tanaman. Kriopreservasi sangat
membantu untuk menyimpan tanaman langka, terancam
punah (Zhao dkk., 2008). Prinsipnya adalah membawa sel
Yunus | 11

DAFTAR PUSTAKA Linsmeier, E.M., and F. Skoog. 1965. Organic growth faktor requirements
of tabacco tissue cultures. Physiol. Plant. 18: 100 – 127.
Alves R.R.L, Rosa M.L.I. 2007. Biodiversity, traditional medicine and public Liu YG, Liu LX, Wang L, Gao A.Y. 2008. Determination of genetic stability
health: where do they meet? Journal of Ethnobiology in surviving apple shoots following cryopreservation by
Ethnomedicine3: 1-9. vitrification. CryoLetters29
Ashmore S.E. 1997. Status report on the development and application of Monnier, M. 1978. Culture of zygotic embryor. In: Thorpe (eds.):
in vitro techniques forthe conservation and use of plant genetic Frontiers of plant tissue 1978. University of Calgary Press. Canada.
resources. IPGRI, Rome, Italy, pp.67-68. Morel, G. 1960. Producing virus free cymbidium. Am. Orch. Soc. Bull. 29:
Bajaj Y.P.S. 1977. In vitro Induction of haploid in wheat (Triticum 495 – 497.
aestivum L). Crop. Improv. 4: 54 – 64. Pathak, M.S and Abido, M.S. 2014. The Role of Biotechnology in the
Bajaj Y.P.S. 1983. In vitro Production of haploids. In : Evans ; Sharp, Conservation of Biodiversity. Journal of Experimental Biology and
Ammirato, & Yamada (eds) : Handbook of plant cell culture. Vol. I. Agricultural Sciences. Vol. 2(4).
Techniques for propagation and breeding. MacMillan publishing Raven P. H. 1992. Botanical Garden, Missouri, Biotechnology and Genetic
Co. New York. Resources, US-EC Task Force on Biotechnology Research [A broad
Bajaj Y.P.S. 1983. In vitro Production of haploids. In : Evans ; Sharp, overview of existing biodiversity].
Ammirato, & Yamada (eds) : Handbook of plant cell culture. Vol. I. Reed B.M, Chang Y. 1997. Medium and long term storage of in vitro
Techniques for propagation and breeding. MacMillan publishing cultures of temperate and fruit crops. In: Rajdan MK, Coccking EC
Co. New York. (Eds.), Conservation of plant genetic resources in vitro. Vol.1:
Bhojwani, S.S., an M.K. Razdan. 1983. Plant tissue culture: Theory and General Aspects, Science Publishers Inc. Enfield, USA, pp.67-105.
practice. Elsevier, Amsterdam. Reed B.M, Engelmann F, Dulloo M.E, Engels J.M.M. 2004. Technical
Braun R. and Ammann K. 2002. Biodiversity, the Impact of Biotechnology. guidelines for the management of field and in vitro germplasm
Encyclopedia of Life Support System. EOLLS Publisher. Oxford. collection. Handbook for Genebanks No.7, IPGRI/SGRP, Rome.
2002. Sharma D.K, Sharma T. 2013. Biotechnological approaches for
Bunn E, Turner SR, Panaia M, Dixon KW (2007) The contribution of in biodiversity conservation. Indian Journal of Scientific Research 4:
vitro technology and cryogenic storage to conservation of 183-186.
indigenous plants. Autralian Journal of Botany 55: 443-450. Shabde-Moses, M., and T. Murashige. 1979. Organ culture. In: Durbin
Cadotte MW, Cardinale BJ, Oakley TH. 2008. Evolutionary history and the (ed.): Nicotiana: procedure for experimental use. U.S.D.A.
effect of biodiversity on plant productivity. Proceedings of the Technicval bulletin 1586.
National Academy of Sciences, USA 105: 17012-17017. Shalla, T.A. 1979. Protoplast isolation and culture. In: Durbin (ed.):
Campbell K, Mooney KN, Mulongoy KJ. 2010. Biodiversity, nutrition and Nicotiana: procedure for experimental use. U.S.D.A. Technicval
human well-being in the context of the Convention on Biological bulletin 1586.
Diversity. In: Burlingame B, Dernini S (Eds.) Sustainable Diet and Stacey N.G, Day G.J. 2007. Long term ex situ conservation of biological
Biodiversity Directs and Solutions for Policy, Research and resources and the role of biological resource centers. Methods in
Action.FAO Headquarters, Rome pp. 36-43. Molecular Biology 368: 1-14.
Dodds, J.H. and L.W.Robert. 1982. Experiment in Plant Tissue Culture. Tscharntke T, Batáry P, Clough Y, Kleijn D, Scherber C, Thies C, Wanger
Cambridge University Press. London. New York. T.C, Westphal C. 2012. Combining biodiversity conservation with
FAO. 2014. TheInternational Treaty on Plant Genetic Resources for Food agricultural intensification. In: Lindenmayer D Cunningham S,
and Agriculture. Available on Young. A (Eds.) Land use intensification - Effects on agriculture,
http://www.planttreaty.org/content/texts-treaty-official-versions biodiversity and ecological processes. CSIRO Publishing,
access on March 25, 2014. Collingwood, Australia, pp. 7-15.
Feng C, Yin Z, Ma Y, Zhang Z, Chen L, Wang B, Li B, Huang Y, Wang Q. UNEP-WCMC. 2008. State of the world’s protected areas: an annual
2011. Cryopreservation of sweet potato (Ipomoea batatas) and its review of global conservation progress. Available on
pathogen eradication by cryotherapy. Biotechnology Advance 29: http://www.unep-wcmc.org/protected_areas/pubs.htm access on
84-93. May 05, 2014.
Glaszmann J.C. 1987. Isozymes and classification of Asian rice Vasil, V. and I.K. Vasil. 1980. Isolation and culture of cereal protoplast II.
varieties.Theoretical and Applied Genetics74: 21–30. Embryogenesis and plantlet formation from protoplast of
Hector A. dkk. 1999. Plant biodiversity and productivity experiments in Pennisetum Americanum. Theor. Appl. Genet. 56; 97 – 99.
European grasslands. Claims a positive correlation between Walkey, D. G. A. 1978. In vitro methods for virus elimination. In: Thorpe
biodiversity and productivity. Science 286, 1123 – 1127. (ed.) Frontiers of plant tissue culture 1978. Unv. Of Calgary Press.
ICARDA (2014) Genebank.International Center for Agricultural Research Clagary, Canada.
in the Dry Areas. Available on WHO World Health Organization (2005).Traditional medicine strategy
http://www.icarda.cgiar.org/research-sub/biodiversity-and-its- 2002–2005. Available on
utilization access on May 25, 2014. http://whqlibdoc.who.int/hq/2002/WHO_EDM_TRM_2002.1.pdf
Kaiser J. 2000. Rift over biodiversity divides ecologists. Science 289, 1282 access on May 10, 2014.
- 1283 (This brief article reviews the controversy amongst William, E., and G. De Lautour. 1980. The use of embryo culture with
ecologists concerning). transplanted nurse endosperm for the production of interspecific
Khan S, Al-Qurainy F, Mohammad N. 2012. Biotechnological approaches hybrids in pasture legumes. Bot. Gaz. (Chicago) 141: 252 – 257.
for conservation and improvement of rare and endangered plants Zhao Y, Wu Y, Chang Y, Reed BM. 2008. Cryopreservation of fruit and
of Saudi Arabia. Saudi Journal of Biological Sciences 19: 1-11. ornamental trees. Plant conservation: a practical guide pp 387-
420.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 12-13

DARI HULU KE HILIR, DARI RISET KE INDUSTRI, DARI SIDAT


KE UNAGI
Agung Budiharjo
Staff Pengajar Program Studi Biologi
FMIPA Universitas Sebelas Maret
Email : [email protected]

Abstrak - Keanekeragaman hewan di Indonesia relatif tinggi apabila dibandingkan dengan kawasan lain di dunia. Salah satu di
antaranya adalah keanekaragaman ikan. Dari lebih kurang 20.000an jenis ikan di dunia, sekitar 8.500an jenis hidup di kawasan
Indonesia. Dari sekian banyak jenis ikan di Indonesia, lebih dari 50% dapat dikonsumsi. Namun demikian, hanya sedikit yang memiliki
nilai ekonomi yang tinggi. Padahal sebenarnya potensi keanekaragaman ikan yang sedemikian tinggi, apabila dilakukan pengelolaan
yang baik dan benar akan dapat di-industrialisasikan dan memberi nilai tambah yang signifikan. Perguruan tinggi sebagai salah satu
pusat riset dan pengembangan ilmu pengetahuan berkewajiban untuk menyebarluaskan hasil kajian ilniahnya untuk kesejahteraan
masyarakat. Walaupun demikian, fakta di lapangan tidak banyak kajian kajian ilmiah yang sebenarnya layak untuk disebarluaskan
supaya bermanfaat terhadap mesyarakat, hanya berhenti di perpustakaan atau jurnal ilmiah saja. Di sisi yang lain, masyarakat secara
umum, ataupun para pelaku industri di Indonesia sebenarnya membutuhkan informasi hasil kajian ilmiah, salah satunya dari
perguruan tinggi. Di beberapa negara maju, industri dapat berkembang dengan arah yang lebih baik karena ditopang oleh hasil hasil
riset perguruan tinggi. Sinergi yang baik, tentulah menjadi harapan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia. Pada saat ini, dunia
perguruan tinggi di Indonesia dengan dunia industri dianggap sebagai sesuatu yang berjauhan. Di satu sisi perguruan tinggi hanya
bicara tentang kajian ilmiah tanpa mempertimbangkan sisi bisnis, sementara di sisi lain dunia industri tampaknya juga enggan melirik
dunia perguruan tinggi dalam pusaran bisnis mereka karena beranggapan bahwa link and match antara keduanya tidak sambung.
Berdasarkan hal tersebut, Universitas Sebelas Maret berkeinginan mentautkan keduanya supaya ada sinergi sekaligus kerjasama yang
baik untuk memunculkan hal hal yang bermanfaat bagi semuanya. Dari potensi yang ada, bisnis ikan sidat atau produk olahannya yang
dikenal dengan unagi, dikembangkan di UNS melalui ujung tombaknya “UNAGI UNS” sebagai salah satu unggulan produk bisnisnya,
yang dalam pengembangannya berdasarkan pada kajian kajian ilmiah yang telah dilakukan.

PEMBAHASAN dipijahkan secara artifisial sehingga benih ikan sidat harus


ditangkap dari alam. Dan benih ini sampai sekarang sangat
Sebuah pertanyaan menarik mengapa akhirnya melimpah di Indonesia, yang belum semuanya
sidat (Anguilla bicolor bicolor) yang dipilih. Produk olahan termanfaatkan dengan baik.
sidat pasarnya masih sangat terbuka. Dari kebutuhan Industri sidat bukannya tanpa kendala. Salah satu
dunia per tahun lebih kurang 600.000 ton, sepertiganya kendala terbesar dalam budidaya sidat di Indonesia adalah
didominasi pasar Jepang. Sementara itu, kebutuhan sidat teknologi budidayanya yang belum mapan. Budaya
dalam negeri Jepang hanya disupport oleh produk dalam masyarakat Indonesia yang belum terbiasa makan sidat
negerinya sekitar 20% saja. Sisanya harus ekspor dari merupakan kendala dalam kaitannya dengan terbukanya
negara lain. Produk sidat dari Indonesia saat ini sangat pasar dalam negeri. Karena pasar yang ada adalah ekspor,
diminati oleh pasar di Jepang. Peluang pasar inilah yang tentunya hal ini menyulitkan masyarakat kecil yang akan
harus dimanfaatkan. Nilai ekonomi yang tinggi membuat menjual produknya. Beberapa kendala lain industri sidat di
komoditas ini sangat menarik. Dengan harga ekspor Indonesia adalah peran stake holder dan pemerintah yang
olahan sidat sekitar 35 - 50 US dollar per kilogram masih sangat minim, kemampuan pembudidaya yang
tentunya merupakan merupakan peluang bisnis yang masih rendah, hasil riset dari lembaga riset dan perguruan
sangat menjanjikan. Sementara itu, ada dua hal kelebihan tinggi yang tidak sampai ke masyarakat, masa budidaya
yang dimiliki oleh Indonesia, yaitu melimpahnya benih pembesaran sidat yang panjang, ketersediaan dan kualitas
untuk budidaya sidat serta sumberdaya pendukung pakan yang belum memadai, belum adanya standar dan
budidaya. Kedua hal tersebut, dapat menunjang Indonesia tatakelola yang jelas mengenai pakan-benih-produk-harga,
sebagai pemain penting dalam dunia bisnis sidat serta adanya ancaman illegal trading benih sidat ke luar
internasional. negeri.
Keanekaragaman sidat di Indonesia sangat tinggi. Saat ini pembudidaya sidat di Indonesia semakin
Dari 19 jenis sidat di dunia, 9 jenis diantaranya hidup di banyak. Sudah selayaknya masuk ke dalam fase
perairan Indonesia. Dari 9 jenis tersebut, jenis Anguilla industrialisasi sidat. Pada dasarnya dengan kondisi yang
bicolor bicolor sangat melimpah, dan jenis inilah yang sekarang ada, komoditas sidat sudah siap
sangat diminati oleh pasar Jepang. Hal tersebut sangat diindustrialisasikan. Hal tersebut terkait dengan peluang
penting maknanya, karena sampai saat ini sidat belum bisa bisnis yang menjanjikan. Bahkan dalam beberapa
Budiharjo | 13

kesempatan Kemenristek dikti selalu melemparkan terhadap pertumbuhan, uji teknologi filter, dan
wacana hilirisasi penelitian perguruan tinggi. Industri sidat peningkatan kelulushidupan benih. Dalam perjalanannya,
di UNS inilah merupakan suatu jawaban dari wacana untuk mengembangkan teknologi yang lebih baik masih
tersebut terkait dengan hilirisasi komersial produk ilmiah diperlukan riset riset yang berbasis pada kebutuhan
kampus. Di Jurusan Biologi FMIPA UNS sendiri, dalam teknologi di lapangan. Contohnya sebagai berikut: ukuran
kurikulumnya, salah satu out produknya adalah bioproduk. ideal kolam, warna cat kolam, lokasi kolam, tingginya
Sidat merupakan output bioproduk yang dapat kematian glass eel, perbaikan kualitas air yang buruk,
menjangkau pasar internsional. belum optimumnya kualitas pakan, belum maksimalnya
Secara umum, ada 3 hal yang perlu diperhatikan penangan penyakit, identifikasi benih yang cepat,
dalam perkembangan bisnis sidat di Indonesia. Kendala kepadatan tebar yang ideal, dan ketersediaan benih yang
utama budidaya sidat adalah belum adanya teknologi yang tidak stabil.
mapan dan standar, serta kesulitan dalam pemasaran Untuk dapat menghilirkan penelitian sidat hingga
produknya. Untuk kendala teknologi saat ini secara ke industri ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan.
bertahap mulai di atasi. Di UNS telah dilakukan berbagai Berbagai kendala yang ada cukup kompleks. Beberapa
riset tentang budidaya sidat. Hasil dari riset tersebut dapat kendala tersebut antara lain : arah riset tidak fokus, riset
menunjang pengembangan teknologi budidaya. Untuk yang tidak berbasis problem, riset yang individual dan
mengatasi kendala kedua, yaitu masalah marketing atau tidak komprehensif, pengalaman tentang lapangan dan
pemasaran, UNS telah membangun suatu jaringan pasar minim, tidak percaya diri dan tidak berani “jualan”,
marketing yang dilakuan dengan memanfaatkan teknologi dan perbedaan kondisi antara riset skala labortorium
dan jaringan, istilahnya adalah menggunakan “smart dengan budidaya skala industri. Walaupun sulit, namun
marketing”. Dari kedua hal tersebut, keuntungan yang berbagai kendala tersebut harus tetap diatasi. Beberapa
diperoleh adalah sebagai berikut. Pertama, UNS dapat upaya mengatasi kendala tersebut antara lain sebagai
mencuri start dalam hal pengembangan teknologi berikut: roadmap riset yang fokusnya harus jelas,
budidaya sidat di Indonesia. Kedua, adalah penguasaan dibentuknya group riset supaya penelitian komprehensif,
pasar. Artinya kendala pasar sudah dapat diatasi. membuka jaringan marketing, strategi marketing yang
Capaian industri sidat di UNS saat ini bukanlah tepat, kerjasama dengan berbagai pihak, dan melakukan
dicapai dalam kurun waktu yang singkat. Proses ini telah uji lapang yang cukup.
berjalan lebih dari 5 tahun. Untuk mencapai kondisi sat ini, Dengan berbagai proses yang ditempuh tersebut,
ada 3 tahapan penting yang telah dilalai dan terus berjalan UNS melalui unagi uns telah menghasilkan beberapa
sampai saat ini. Tahapan pertama adalah riset pasar. Pasar produk terkait industrialisasi riset untuk sidat. Beberapa
merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah proses produk tersebut adalah : publikasi ilmiah tentang sidat,
budidaya. Tanpa adanya pasar yang mapan, produk teknologi budidaya sidat, produk budidaya dan olahannya
budidaya termasuk produk sidat akan sia sia. Dalam riset berupa unagi, dan pakan sidat. Selain itu, unagi uns
pasar ini yang dilakukan adalah merekayasa pasar untuk bekerjasama dengan berbagi pihak secara rutin telah
membuka pasar seluas luasnya. Tahapan kedua adalah melakukan pelatihan budidaya sidat.
riset teknologi. Hal tersebut sangat penting mengingat Untuk selalu memastikan pasar sidat selalu ada,
teknologi budidaya sidat di Indonesia belum standar dan ada beberapa inovasi yang diakukan oleh unagi uns, yaitu
masih dalam proses mencari bentuk. Dalam tahap ini, yang sebagai berikut. Penguatan branding “unagi uns”.
menjadi tujuannya adalah melakukan perbaikan dan Branding ini sangat penting karena dengan branding yang
efisiensi teknologi budidaya untuk meningkatkan kualitas kuat akan mempengaruhi persepsi masyarakat tentang
dan kuantitas produk. Tahapan ketiga adalah tercapai produk produk sidat yang dihasilkan. Pemanfaatan ICT
sebuah mata rantai industri unagi dari hulu sampai hilir merupakan hal yang tidak bisa dielakkan lagi. Dengan
yang diawali dari riset sampai ke industri, dan dari sidat smart marketing berbasis ICT, antara produsen dan
dapat dihasilkan produk unagi yang berkualitas dan dapat pembeli dapat dipertemukan dengan cara yang yang lebih
diterima pasar. efisien. Kualiats dan kuantitas produksi sidat harus terus
Riset riset pendukung peningkatan teknologi ditingkatkan. Terakhir adalah menjaga kepercayaan dari
budidaya sangat banyak. Pada dasarnya riset tersebut semua pihak yang terkait.
tidak selalu riset riset yang aplikatif. Namun banyak sekali Sebagai penutup, ada frase menarik, yaitu “kita
riset dasar yang menjadi pedoman penting untuk tidak boleh berhenti untuk yakin bisa”. Dunia industri sidat
perbaikan teknologi budidaya sidat. Contohnya sebagai di Indonesia akan lebih berkembang dan mampu berperan
berikut: identifikasi glass eel, pola migrasi glass eel, penting dalam pasar sidat dunia. Setiap riset pada
pemetaan distribusi benih, identifikasi penyakit, akhirnya harus diindustrikan, karena setiap yang ada di
pengendalian penyakit, identifikasi media kolam budidaya, hulu harus sampai hilir.
peningkatan kualitas pakan, pengaruh lingkungan
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 14-18

BIODIVERSITAS TANAMAN PENGHASIL BAHAN BAKAR


NABATI MENDUKUNG KEBIJAKAN BIOENERGI DI SEKTOR
PERTANIAN
Endro Gunawan
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jl. A. Yani 70 Bogor, Telp : 0251-8333964, Fax : 0251-8314496
Email : [email protected]

Abstrak - Indonesia kaya akan berbagai tanaman penghasil Bahan Bakar Nabati (BBN). Keanekaragaman hayati tanaman penghasil
BBN belum dimanfaatkan secara optimal untuk menggantikan bahan bakar fosil. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa tanaman
seperti kelapa sawit, jagung, ubi kayu, tebu, jarak pagar dan kemiri sunan dapat diolah menjadi sumber energi. Kendala
pengembangan BBN adalah biaya produksi pengolahan BBN yang masih lebih mahal dibandingkan dengan energi fosil. Pengembangan
bioenergi di Indonesia masih terbatas, sehingga perlu diidentifikasi potensi ekonomi dan keanekaragaman beberapa tanaman
penghasil BBN. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi ekonomi dan peluang pengembangan tanaman penghasil BBN.
Penelitian dilakukan di Jawa Barat (kemiri Sunan) dan Riau (Kelapa Sawit) pada periode 2014-2015. Jenis data yang dikumpulkan terdiri
dari data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan survei menggunakan kuisioner. Analisis data
dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif.Dari hasil kajian didapat bahwa kemiri sunan selain berfungsi sebagai tanaman
konservasi, bijinya juga mampu menghasilkan minyak untuk bahan baku biodiesel. Produktivitas biji berkisar 50 – 300 kg/pohon/tahun
dengan rendeman minyak kasar sekitar 52 % dari kernel dan rendemen biodiesel mencapai 88 % dari minyak kasar. Tanaman kelapa
sawit selain menghasilkan minyak sawit (CPO) juga dapat menghasilkan limbah cair dalam bentuk POME (Palm Oil Mill Effluent).
Minyak sawit dan limbah cair tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati dalam bentuk biodiesel. Keanekaragaman
tanaman penghasil BBN perlu dilestarikan dan dikaji lebih lanjut untuk mengetahui potensi untuk kemudian dikembangkan sebagai
pengganti bahan bakar fosil.

Kata kunci : bahan bakar nabati, bioenergi, kelapa sawit, kemiri sunan

PENDAHULUAN Kebijakan Energi Nasional di Indonesia ditetapkan


melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya
Biofuel atau bahan bakar nabati (BBN) adalah Mineral No. 0983 K/16/MEM/2004 tentang Blueprint
bahan bakar yang dapat diperbaharui (renewable) yang Pengelolaan Energi Nasional (BP-PEN) 2005 - 2025.
dapat diproduksi dari berbagai jenis tumbuhan seperti Selanjutnya pada tahun 2006 ditetapkan Perpres No. 5
singkong, tebu, minyak sawit, jarak pagar, dan lain-lain. Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Sesuai
BBN dapat juga diproduksi dari produk samping dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang
agroindustri atau produk hasil proses ulang dari berbagai Energi dan sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 5
limbah seperti minyak goreng bekas, sampah kayu, limbah Tahun 2006 yang mengamanatkan Menteri Energi dan
pertanian dan lain-lain. BBN merupakan produk bioenergi Sumber Daya Mineral menetapkan Blueprint Pengelolaan
yang memiliki potensi pengembangan yang tinggi karena Energi Nasional, maka blueprint ini akan menjadi salah
berbentuk cair sehingga memudahkan dalam penanganan satu acuan pengembangan energi nasional.
dan pemanfaatannya. BBN tidak mengandung minyak Kebijakan utama blue print terdiri dari sisi
bumi, tetapi dapat dicampur dengan berbagai jenis produk penyediaan, sisi pemanfaatan, mendorong harga energi ke
minyak bumi untuk menghasilkan campuran bahan bakar. arah harga keekonomian untuk pengembangan energi
Kelebihan BBN selain dapat diperbaharui juga bersifat dengan tetap memberikan subsidi bagi masyarakat, dan
ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi pelestarian lingkungan. Pemerintah juga membuat
efek rumah kaca, dan kontinuitas bahan bakunya terjamin. program pengembangan energi mix nasional. Program
Bioenergi dapat diperoleh dengan cara yang cukup pengembangan energi mix nasional berisi target komposisi
sederhana yaitu melalui budidaya tanaman penghasil energi mix pada tahun 2025. Pada tahun 2025 target
biofuel dan memelihara ternak. pemakaian BBM kurang dari 20%, pemakaian gas bumi
Di Indonesia terdapat lebih dari 50 jenis tanaman 30%, batubara 33%, batubara dicairkan 2%, bahan bakar
yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku BBN. Dari nabati 5%, panas bumi 5%, dan energi terbarukan lainnya
beberapa tanaman penghasil BBN tersebut, kelapa sawit 5% (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2006).
memiliki potensi paling besar untuk dapat dikembangkan Beberapa peraturan terkait kebijakan bioenergi
karena selain jumlahnya yang melimpah, teknologi diantaranya adalah Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun
pengolahannya juga sudah mapan. Industri kelapa sawit 2006 tentang kebijakan Energi Nasional, selanjutnya
Indonesia telah tumbuh secara signifikan dalam empat ditindaklanjuti dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun
puluh tahun terakhir. 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar
Gunawan | 15

Nabati (Biofuel). Adapun kebijakan lainnya untuk terbatasnya cadangan BBM nasional dan semakin
mendukung pengembangan Bioenergi antara lain: (a) meningkatnya konsumsi BBM oleh masyarakat dan
Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Tim industri akan membahayakan ketahanan energi di
Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Indonesia.
Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran; Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi
(b) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tanaman penghasil Bahan Bakar Nabati (BBN) dan potensi
Nomor 051 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Pedoman ekonominya untuk dapat dikembangkan sebagai sumber
Ijin Usaha Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar pengganti fosil. Penelitian dilakukan di Jawa
Bahan Bakar Lain; (c) Keputusan Direktur Jenderal Minyak Barat (Kemiri Sunan) dan Riau (Kelapa Sawit) pada periode
dan Gas Bumi Nomor 3674K/24/DJM/2006 tentang 2014-2015. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data
Standar dan Mutu (spesisifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data
Bensin yang dipasarkan Dalam Negeri; (d) Keputusan dilakukan dengan survei menggunakan kuisioner. Analisis
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif.
3674K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu
(spesisifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Solar yang HASIL DAN PEMBAHASAN
dipasarkan Dalam Negeri; dan (e) Keputusan Direktur
Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor Salah satu tanaman penghasil BBN yang potensial
13483K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu adalah kemiri sunan dan kelapa sawit. Kemiri sunan
(spesisifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) jenis Biodiesel diduga berasal dari Phipilina dan populasi terbanyak di
sebagai Bahan Bakar Lain yang dipasarkan dalam negeri. Indonesia ditemukan di Jawa Barat, yaitu dikabupaten
Implementasi dari kebijakan yang telah ditetapkan Garut dan Majalengka. Tanaman kemiri sunan pada
dalam rangka pengembangan bioenergi diantarannya : (a) umumnya hanya digunakan sebagai tanaman konservasi di
Pengembangan komoditas yang sudah ditanam secara luas pekarangan dan kebun dan dibiarkan tumbuh secara liar.
(kelapa sawit, tebu, ubi kayu, sagu, dan kelapa) (b) Saat ini pengembangan kemiri sunan sebagai salah satu
Pengkajian dan pengembangan komoditas potensial komoditi penghasil BBN belum dimasifkan dalam segala
penghasil bioenergi (jarak pagar, kemiri sunan, industri dan masih dalam skala percobaan.
nyamplung, aren), (c) Pemanfaatan biomassa limbah Untuk mendukung Program BBN, Badan Litbang
pertanian, dan (d) Pemanfaatan kotoran ternak sebagai Pertanian Kementerian Pertanian juga mengembangkan
biogas (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kemiri Sunan sebagai salah satu alternatif bahan bakar
2013). nabati. Kemiri sunan dapat menghasilkan 18 ton per
Secara umum implementasi pengembangan hektar pada umur delapan tahun ke atas yang ekuivalen
bioenergi di Indonesia masih terbatas, dan bersifat parsial dengan 6-8 ton minyak per tahun dengan rendemen
pada lembaga tertentu yang memang memiliki perhatian antara 53-54 persen. Selain itu, kemiri sunan dapat
khusus dalam pengembangan bioenergi. Menurut hasil dibudidayakan pada lahan marjinal sebagai tanaman
kajian Prastowo (2007) bahwa pemanfaatan bioenergi di konservasi. Kemiri sunan bisa tumbuh dengan baik di
lapangan saat ini antara lain di PTPN XII Jawa Timur, yang lahan-lahan yang tidak subur seperti di lahan bekas
menggunakan biodiesel dari jarak pagar untuk tambang timah.
pengoperasian peralatan (mesin-mesin) pertanian maupun Kemiri sunan yang dalam bahasa Latin awalnya
genset listrik. Hampir semua kendaraan yang berbahan disebut Aleurites trisperma Blanco. Hasil penelusuran tata
bakar solar sudah menggunakan biodiesel setelah nama menurut Wiriadinata (2009), kembali ke Reutealis
mesinnya dilengkapi dengan preheater. Hasil penelitian trisperma (Blanco) Airy Shaw yang termasuk ke dalam
Komarudin (2011) menyebutkan kendala pengembangan divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo
bioenergi di lapangan yaitu akibat lemahnya kebijakan Malpighiales, family Euphorbiaceae, dan genus Reutealis.
pemerintah dan kurangnya koordinasi antar institusi dan Genus ini hanya memiliki satu spesies yakni R.trisperma
aktor terkait. (Blanco) Airy Shaw. Menurut Burkill (1935); Purseglove
Menurut WWF (2012) penyebab utama hilangnya (1981), tanaman kemiri sunan berasal dari nusantara.
biodiversitas tumbuhan adalah karena faktor kerusakan Sedangkan Heyne (1987), menyatakan bahwa kemiri
habitat, perubahan iklim (pemanasan global), eksploitasi sunan berasal dari daerah tropis (Filipina). Beberapa
yang berlebihan, pencemaran lingkungan, penelitian menyebutkan bahwa kemiri sunan ditanam
ketidaksengajaan / kecelakaan dan datangnya spesies secara besar besaran dalam area perkebunan di daerah
asing. Faktor-faktor penyebab tersebut akan berkontribusi Karawaci (Tangerang) dan Cilongok (Banyumas) sebagai
langsung terhadap degradasi keanekaragaman hayati tanaman penghasil minyak (Heyne, 1987).
global dan jasa ekosistem. Selain itu, dengan semakin Bagian tanaman kemiri sunan yang mengandung
menipisnya ketersediaan energi fosil dan jumlah minyak adalah bijinya. Kernel kemiri sunan mempunyai
penduduk yang makin berkembang sehingga konsumsi kandungan minyak 51,76% dengan potensi biodesel
BBM juga semakin besar, maka perlu dicari sumber- mencapai 37,54 kg/pohon/tahun. Berdasarkan analisis
sumber energi lain yang dapat diperbaharui untuk dapat DNA yang telah dilakukan, setidaknya terdapat dua
mensubstitusi penggunaan energi fosil. Semakin varietas yang memiliki sifat genetic yang berbeda yaitu
16 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 14-18

aksesi yang berasal dari populasi Banyuresmi di Kabupaten dijadikan sebagai penanda ragam genetik antar
Garut dan populasi Jum’at dari Kabupaten Majalengka. varietas/populasi. Karakter vegetatif kemiri sunan 1 dan
Keduanya telah dilepas sebagai varietas unggul yang diberi kemiri sunan 2 dapat dilihat pada Tabel 1.
nama Kemiri Sunan-1 dan Kemiri Sunan-2 sesuai dengan Secara kuantitatif kedua varietas menunjukkan
Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor perbedaan dalam hal tinggi pohon, lingkar batang, lebar
4000/Kpts/SR.120/9/2011 dan Nomor daun, periode berbunga. Perbedaan dua karakter pertama
4044/Kpts/SR.120/9/2011. Kedua varietas tersebut diduga ada kaitannya dengan umur tanaman. Di sisi lain,
memiliki keunggulan dalam hal rendemen minyak, varietas Kemiri Sunan 2 memiliki ukuran daun lebih lebar
produksi biji/ph/th. dibanding Kemiri Sunan 1. Meskipun demikian, karakter
Karakteristik morfologi kedua varietas unggul tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi tanaman.
kemiri sunan memiliki kemiripan yang tinggi secara Perbedaan karakter, periode berbunga menunjukkan
kualitatif. Perbedaan karakter hanya ditunjukkan dalam bahwa varietas Kemiri Sunan 2 berbunga lebih awal
hal bentuk biji. Varietas Kemiri Sunan 1 memiliki biji yang daripada Kemiri Sunan 1. Jumlah lokus buah umumnya
cenderung lebih lonjong dibandingkan varietas Kemiri tiga, tetapi ada beberapa buah yang menunjukkan dua
Sunan 2. Perbedaan bentuk biji ini diduga ada kaitannya dan empat lokus. Hal ini terdapat pada kedua varietas.
dengan perbedaan konstitusi genetik. Pada beberapa
jenis tanaman yang lain, karakter bentuk biji seringkali

Tabel 1. Karakter Vegetatif Varietas Kemiri Sunan-1 dan Kemiri Sunan-2


Karakter Morfologi Kemiri Sunan-1 Kemiri Sunan-2
Batang
 Bentuk Batang Silindris Berlekuk Silindris Berlekuk
 Permukaan Kulit Batang Kasar Kasar
 Warna Kulit Batang Abu-abu kehitaman Abu-abu kehitaman
Tajuk
 Bentuk Tajuk Oblate (menyerupai payung) Oblate (menyerupai payung)
Cabang
 Bentuk Percabangan Agak tegak-horizontal Agak tegak-horizontal
Daun
 Bentuk Daun Cordata Cordata
 Warna Daun Hijau Hijau
 Warna Pucuk Daun Merah Kecoklatan Merah Kecoklatan
 Tekstur Daun Halus (glaber) Halus (glaber)
 Pertulangan Daun Menyirip Menyirip
 Panjang Daun (cm) 14,30 ± 1,80 17,8 ± 2,30
 Lebar Daun (cm) 14,30 ± 1,80 18,30 ± 2,30
 Panjang Tangkai Daun (cm) 16,50 ± 3,20 16,9 ± 3,00
 Ujung Daun Meruncing Meruncing
 Daging Daun Seperti kertas Seperti kertas
Sumber : Herman (2013)

Tabel 2. Karakteristik Kelapa Sawit Varietas Dura, Tenera dan Pisifera


Kriteria Dura Tenera Pisifera

Ketebalan cangkang (mm) 2-5 mm Tidak ada 1-2,5 mm


Persentase cangkang (buah) 20-50% N.A 3-20 %
Persentase mesokarp (daging buah) 20-65% 90-92 % 60-90%
Persentase inti buah 4-20% 3-8% 3-15%
Kadar minyak rendah tinggi sedang

Sumber : Info Sawit (2015)

Hasil minyak kemiri sunan yang sudah kg/pohon/tahun dengan rendeman minyak kasar sekitar
dimanfaatkan adalah dalam bentuk biodiesel. Kemiri 52 % dari kernel dan rendemen biodiesel mencapai 88 %
sunan sudah mulai berbuah sejak umur 4 tahun dan mulai dari minyak kasar. Penelitian Agustian (2014),
mencapai puncak berbuah pada umur 8 tahun. diperkirakan dari hasil satu liter solar dibutuhkan sekitar 3
Produktivitas biji kemiri sunan berkisar 50 – 300 kg kemiri sunan kering. Sehingga dalam satu hektar kebun
Gunawan | 17

kemiri sunan dapat menghasilkan biodiesel sebanyak hijau tua dan segar. Tanaman kelapa sawit tua
17.800 liter. membentuk 2-3 pelepah daun setiap bulannya, sedangkan
Biodiesel dari kemiri sunan memiliki keunggulan tanaman muda menghasilkan 4-5 daun setiap bulannya.
dari sumber nabati lainnya, yaitu: memiliki kandungan Produksi daun per-bulan dipengaruhi oleh faktor umur,
minyak dengan rendemen kurang lebih 50% (Vossen & lingkungan genetik, dan iklim.
Umali, 2002); biodiesel yang dihasilkan cukup tinggi Luas permukaan daun sangat berpengaruh
dengan rendemen dari minyak kasar sebesar 8892%; terhadap produktivitas hasil tanaman. Semakin luas
dapat mencegah erosi dan kerusakan tanah; memiliki permukaan daun maka produktivitas hasil tanaman akan
umur produksi yang panjang dan dapat menjerap karbon semakin tinggi. Hal ini terjadi karena proses fotosintesis
dengan baik. Menurut Herman & Pranowo (2011), akan berjalan dengan baik pada jumlah daun yang banyak,
biomassa tajuk kemiri sunan adalah 1,5-2,5 ton per pohon, namun luas permukaan daun yang melebihi titik optimal
setara dengan stok karbon yang terakumulasi dalam justru dapat menyebabkan laju transpirasi tanaman tinggi,
biomassa 0,5-1,0 ton per pohon. Keunggulan tersebut pemborosan fotosintat untuk pertumbuhan vegetatif
menjadi salah satu faktor kunci dalam upaya daun, dan penurunan produktivitas hasil tanaman. Proses
pengembangan biodiesel kemiri sunan selain kriteria fotosintesis akan optimal jika luas permukaan daun
2
finansial. Hasil penelitian Syafaruddin dan A. Wahyudi mencapai 11 m .
(2012) menyatakan bahwa dilihat dari sisi kelayakan Kelapa sawit tergolong tanaman yang memiliki biji
financial, model pembangunan kebun kemiri sunan yang keping satu (monokotil) oleh karenanya batang kelapa
paling layak dan menguntungkan adalah mempunyai sawit tidak berkambium dan pada umumnya tidak tumbuh
luasan minimal 10.000 ha dengan disertai pabrik bercabang, kecuali pada tanaman yang tumbuh abnormal.
pengolahan biodiesel. Dengan skenario ini dihasilkan NPV Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dan
sebesar Rp. 1.128.747.216,00, IRR sebesar 27,92%, dan dibungkus oleh pelepah daun. Bagian bawah batang
payback period selama 7 tahun 1 bulan. umumnya lebih besar dibanding bagian atasnya. Hingga
Tumbuhan penghasil BBN yang paling popular dan umur tanaman tiga tahun, batang kelapa sawit masih
sudah banyak diusahakan di Indonesia adalah kelapa belum dapat terlihat karena masih terbungkus oleh
sawit. Tanaman Kelapa sawit berasal dari Afrika Barat. pelepah daun. Setiap tahun, tinggi batang kelapa sawit
Pada tahun 1900-an Belanda mendatangkan 4 bibit sawit bertambah pada kisaran 45 cm tergantung umur tanaman,
ke Indonesia. 2 dari Mauritius dan 2 dari Amsterdam ketersediaan hara, keadaan tanah, iklim, dan genetik
ditanam di Kebun Raya Bogor. tanaman. Tinggi tanaman kelapa sawit yang
Kelapa sawit termasuk dalam kingdom Plantae dibudidayakan maksimum mencapai 15-18 m, sedangkan
(tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta (tumbuhan kelapa sawit liar tingginya dapat mencapai 30 m.
berpembuluh), Super Divisi: Spermatophyta Kecambah kelapa sawit yang baru tumbuh memiliki
(Menghasilkan biji), Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan akar tunggang, tetapi akar ini akan mati pada umur 2
berbunga), Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil), minggu setelah penanaman di pre-nursery dan akan
Sub Kelas: Arecidae, Ordo: Arecales, Famili: Arecaceae segera digantikan oleh akar serabut. Akar serabut memiliki
(suku pinang-pinangan), Genus: Elaeis, Spesies: Elaeis sedikit percabangan, membentuk anyaman rapat dan
guineensis Jacq. Berdasarkan tebal tipisnya cangkang, tebal. Sebagian akar serabut tumbuh urus ke bawah dan
kelapa sawit dikenal 3 varietas : Dura, Pisifera dan Tenera. sebagian tumbuh mendatar ke arah samping. Jika aerasi
Sedangkan berdasarkan warna buahnya, kelapa sawit di dan drainase cukup baik akar tanaman kelapa sawit dapat
kenal: Nigrescens, Virescens dan Albescens (Tabel 2). menembus hingga kedalaman 8 meter didalam tanah,
Klasifikasi dan morfologi tanaman kelapa sawit sedangkan yang tumbuh ke samping biasanya mencapai
perlu diketahui agar kita dapat menentukan perlakuan- radius 16 m. Kedalaman ini tergantung umur tanaman,
perlakuan yang tepat untuk pemeliharaan kelapa sawit genetik, sistem pemeliharaan, dan aerasi tanah.
baik di TBM maupun di TM. Seperti jenis palma yang lain Beberapa varietas unggul kelapa sawit yang
kelapa sawit memiliki bagian vegetatif dan bagian dihasilkan PPKS Medan diantaranya adalah PPKS 540, PPKS
generative yang khas. Bagian vegetatif meliputi akar, 718, Simalungun, Langkat, Sungai Pancur, LaMe, dan
batang dan daun. Kelapa sawit tidak memiliki akar Avros. Rata-rata produksi kelapa sawit tersebut bervariasi
tunggang dan akar cabang. Akar yang keluar dari pangkal 25-28 ton TBS/ha/tahun dengan rendemen minyak
batang sangat besar jumlahnya sejalan dengan usia mencapai 25-27,4%, produksi CPO 7-8,1 ton/ha/tahun,
tanaman. rasio inti/buah : 5,3% dan pertumbuhan meninggi 72
Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip cm/tahun (IOPRI, 2015).
membentuk satu pelepah yang panjangnya antara 7,0-9,0 Berdasarkan hasil kajian, CPO dari kelapa sawit
m, dimana jumlah anak daun setiap pelepah berkisar merupakan sumber bahan baku biodiesel yang paling siap
antara 250-400 helai. Pada pohon kelapa sawit yang dan potensial. Hal ini sejalan dengan pendapat Haryono
dipelihara, dalam satu batangnya terdapat 40-50 pelepah (2013) yang mengungkapkan bahwa bahwa biomasa cair
daun, sedangkan untuk kelapa sawit liar jumlahnya bisa paling siap untuk pengembangan biodiesel adalah CPO.
mencapai 60 pelepah. Daun muda yang masih kuncup Program mandatori B10 sudah berjalan sejak akhir 2013,
berwarna kuning pucat, sedangkan daun tua berwarna dan penggunaan biodiesel di pasar domestik sudah
18 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 14-18

mencapai 3 juta ton. Adapun tantangan pengembangan Herman M, & Pranowo D. (2011). Kemiri Minyak Sebagai Tanaman
Konservasi dan Sumber Energi Terbarukan. Bogor: Balai Penelitian
biodisel dengan bahan baku CPO adalah: (a) harga CPO
Tanaman Rempah dan anekaTanaman Industri.
yang cukup tinggi (untuk ekspor) sekitar Rp 8000/kg dan Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Badan Litbang
diprediksi akan meningkat hingga 11.000/kg; dan (b) Biaya Kehutanan. Jakarta.
produksi biodiesel jauh lebih mahal dibandingkan dengan Herman M, M Syakir, D Pranowo, Saefudin, dan Sumanto. 2013. Kemiri
Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Tanaman
harga solar (Gatra News, 2014). Sementara harga jual
Penghasil Minyak Nabati Dan Konservasi Lahan. Iaard Press 2013.
biodiesel di dalam negeri hanya sekitar USD 721/ton, dan Bogor
harga jual ke luar negeri yang menggunakan Harga IOPRI. 2015. Bahan Tanaman PPKS. Diunduh 25 Oktober 2015.
Patokan Ekspor (HPE) mencapai USD 798 per ton. http://www.iopri.org/varietas.html
Info Sawit. 2015. Informasi Seputar Tanaman Kelapa Sawit. Diunduh 29
Tanaman kelapa sawit selain menghasilkan minyak
Oktober 2015. https://infosawit.wordpress.com/2008/07-
sawit (CPO) juga dapat menghasilkan limbah cair dalam /30/cerita-singkat-asal-sawit/
bentuk POME (Palm Oil Mill Effluent). POME ini biasanya Kementerian Pertanian. 2013. Konsep Strategi Induk Pembangunan
dibuang begitu saja sehingga dapat mencemari lingkungan Pertanian, 2013-2045. Jakarta.
Komarudin H, Andriani R, Obidzinski K, Andrianto A, dan Dermawan A.
sekitar pabrik. Hasil kajian di Kabupaten Rokan Hulu,
2011. Kebijakan Pengembangan Bioenergi Berbasis Minyak Sawit:
dibutuhkan sekitar 400m3 POME per hari untuk dapat Sasaran, Dampak dan Implikasinya pada Sumberdaya Hutan dan
membangkitkan listrik sebesar 1 MW. Kondisi ini akan Masyarakat Setempat. Forest and Governance Programme Center
menguntungkan pihak pabrik, karena tidak memerlukan for International Forestry Research (CIFOR). Bogor.
Kemeneg LH. 2006. Prosiding Dialog Kebijakan Biodiesel, Peluang dan
biaya pengolahan limbah. Hasil pengolahan limbah POME
Tantangan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
dapat digunakan untuk menjalankan generator listrik Lubad AM dan Widiastuti P. 2010. Program Nasional Biofuel dan
tenaga biogas. Realitasnya di Indonesia. Lembar Publikasi Lemigas Vol. 44. No.3.
Desember 2010.
Prastowo B. 2007b. Potensi Sektor Pertanian Sebagai Penghasil dan
DAFTAR PUSTAKA
Pengguna Energi Terbarukan. Perspektif Vol. 6 No. 2, Desember
2007: 84-92.
Agustian A, Friyatno S, Rivai RS, Lokkolo EM, Hidayat D dan Askin A. 2014. Syafaruddin dan Wahyudi A. 2012. Potensi Varietas Unggul Kemiri Sunan
Evaluasi Kebijakan Pengembangan Bioenergi di Sektor Pertanian. Sebagai Sumber Energi Bahan Bakar Nabati. Perspektif Vol. 11 No.
Laporan Akhir Penelitian. PSEKP. Bogor. 1 /Juni 2012. Hlm 59 – 67.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2013. Kebijakan Sutarno dan Setyawan AD. 2015. Biodiversitas Indonesia : Penurunan
Penyediaan Bahan Baku Bioenergi Mendukung Ketahanan Energi Dan Upaya Pengelolaan Untuk Menjamin Kemandirian Bangsa.
Nasional. Jakarta. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversity Vol 1, Nomor
Burkill IH. 1966. A Dictionary of The Economic Product of The Malay 1, Maret 2015, hal : 1-13.
Peninsula Vol I (A-H). University Press Oxford. London. Castellanos, Vossen HAM & Umali BE. (2002). Plant Resources of South-East Asia (14).
M.C., M. Medrano and C.M. Herrera. Bogor (ID): Prosea Foundation.
Ditjen Energi Baru Terbarukan, Kementerian ESDM. 2011. Pengembangan WWF. 2012. Living Planet Report 2012. WWF, The Netherlands.
Bioenergi Terkendala Tingginya Investas. Internet. 11 Maret 2013 Wulandari WS, Darusman D, Kusmana C, dan Widiatmaka. 2015. Kajian
Ditjenbun. 2012. Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Kemiri Finansial Pengembangan Biodiesel Kemiri Sunan ( (Blanco) Airy
Sunan. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta Shaw) Pada Lahan Tersedia Di Jawa Barat. Jurnal Penelitian Sosial
Ditjen Perkebunan. 2012. Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman dan Ekonomi Kehutanan Vol. 12 No. 1 Maret 2015, Hal. 31-42.
Kemiri Sunan Tahun 2013. Direktorat Jenderal Perkebunan, Wiriadinata H. 2007. Budidaya Kemiri Sunan (Aleurites trisperma Blanco)
Kementerian Pertanian. Jakarta. Sumber Biodiesel. LIPI Press. Jakarta.
Gatra News. 2014. Produsen Biodiesel Siap Dukung Program Mandatori
B20. Jakarta, 8 November 2014. Di Unduh, 1 Desember 2014.
Haryono. 2013. Tayangan bahan Rapat Bioenergi di Kementerian
Pertanian: Kebijakan Penyediaan Bahan Baku Bioenergi
Mendukung Ketahanan Energi Nasional. Jakarta.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 19-23

KALIWU, MODEL INISIATIF LOKAL DALAM KONSERVASI


DAERAH PERBUKITAN DI PULAU SUMBA
Gerson N. Njurumana
Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Kupang
Jl. Alfons Nisnoni (Untung Surapati) No. 7 Airnona, Kupang 85115, Nusa Tenggara Timur
Tel. +62-380-823357, Fax. +62-380-831068,
Email: [email protected]

Abstrak - Pulau Sumba dicirikan dominannya topografi perbukitan yang berkelerengan agak curam dan tutupan lahan semak belukar
serta savana. Hal ini meningkatkan resiko kerusakan lahan, diindikasikan akumulasi kondisi biofisik dan faktor sosial yang berimplikasi
terhadap peningkatan lahan kritis. Lahan tidak kritis diluar kawasan hutan 1,84%, sedangkan didalam kawasan hutan 5,40%, dan
mengindikasikan tantangan pengelolaan yang cukup serius. Penelitian bertujuan mengkaji inisiatif lokal berbasis masyarakat yang
mendukung konservasi lahan perbukitan. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sumba Tengah. Metode observasi dan wawancara
digunakan terhadap 70 unit rumah tangga, analisis data secara deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian menunjukan terdapat inisiatif
masyarakat lokal yang mendukung konservasi lahan terutama daerah perbukitan, diindikasikan oleh terintegrasinya pengembangan
unit-unit pemukiman tradisional pada wilayah perbukitan dengan pengembangan Kaliwu yang terdiri dari aneka spesies tanaman yang
2
meningkatkan tutupan lahan. Perbandingan luas pemukiman dan unit-unit pekarangan rata-rata 1:7 m , sedangkan perbandingan
2
pemukiman dengan unit-unit Kaliwu rata-rata 1:193 m , serta penerapan metode konservasi tanah dan air. Disimpulkan inisiatif lokal
berbasis Kaliwu berkontribusi terhadap peningkatan tutupan lahan dan konservasi daerah perbukitan.

Kata kunci : inisiatif lokal, konservasi perbukitan

PENDAHULUAN tersebut berformula dalam sebuah bentuk kearifan lokal,


salah satunya sistem Kaliwu yang merupakan salah satu
Pulau Sumba merupakan salah satu wilayah dengan model konservasi dan rehabilitasi daerah perbukitan yang
kondisi sosial-ekonomi dan ekologi yang spesifik di wilayah dikembangkan oleh masyarakat Sumba Tengah di sekitar
Nusa Tenggara Timur. Kondisi spesifik dicirikan oleh unit-unit pemukiman. Oleh karena itu, penelitian ini
dominannya topografi perbukitan, dan sebagian besarnya bertujuan mengetahui karakteristik ekosistem pemukiman
berkelerengan agak curam. Pulau Sumba juga dicirikan dan implikasinya terhadap konservasi lahan perbukitan
juga dominannya tutupan lahan semak belukar dan savana pulau Sumba.
yang meliputi 100% pada kawasan lindung, 32,64% pada
kawasan hutan konservasi, 51,37% pada hutan lindung, METODE PENELITIAN
dan 77,20% berada diluar kawasan hutan, lebih tinggi
dibandingkan rata-rata luas semak-belukar di NTT Area Kajian
sebanyak 42,06% (BPDAS Benain Noelmina, 2012). Penelitian dilaksanakan pada 7 desa yang tersebar
Sebaran semak belukar dan savana yang tinggi beresiko di Kecamatan Katikutana dan Kecamatan Umbu Ratunggay
terhadap potensi kebakaran lahan oleh karena faktor alam Barat, Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur.
maupun faktor sosial-budaya melalui tradisi bertani tebas Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit-
bakar dan memelihara ternak secara liar. Kebakaran lahan unit komunitas Kaliwu yang dikembangkan masyarakat.
yang terjadi secara berulang-ulang berimplikasi terhadap Peralatan yang digunakan adalah GPS, kamera, buku
meningkatnya pembukaan tutupan lahan. Kondisi tersebut lapangan, kuisioner, alat perekam dan alat tulis menulis.
diindikasikan oleh lahan kategori tidak kritis diluar Metode yang digunakan adalah menggabungkan
kawasan hutan hanya mencapai 1,84%, sedangkan pendekatan deskriptif-kualitatif dan deskriptif-kuantitatif.
kategori lahan tidak kritis di dalam kawasan hutan hanya
Cara Kerja
mencapai 5,40% (BPDAS Benain Noelmina, 2012). Hal ini
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
akan mendorong terjadinya peningkatan lahan kritis dan
observasional deskriptif dan studi pustaka. Tata kerja
terdegradasi yang berimplikasi pada penurunan
penelitian meliputi beberapa tahapan yaitu : (1)
produktivitasnya. Olen karena itu tidak mengherankan
menentukan sampel wilayah penelitian secara acak
apabila sebagian besar kondisi lahan pulau Sumba saat ini
sebanyak 10% dari 65 desa di Sumba Tengah, sehingga
berada dalam keadaan kritis. Untuk mengurangi dampak
diperoleh 7 unit desa sampel, (2) menentuan unit-unit
laju lahan kritis terhadap kerusakan lingkungan,
kepala keluarga (KK) sebagai responden dengan cara : (a)
diperlukan terobosan dengan melibatkan partisipasi
proporsional random sampling pada setiap desa, (b)
semua pihak, salah satunya masyarakat lokal. Masyarakat
inventarisasi responden potensial, (c) penentuan secara
memiliki strategi adaptasi yang khas untuk setiap kondisi
acak 10 unit KK/desa sebagai unit sampel responden untuk
lingkungan sekitarnya, dan aneka strategi adaptasi
20 | Pros Sem Nas Biodiv Hal : 19-23

pengumpulan data lapangan, wawancara terstruktur dan Pemukiman (Paraingu) Orang Sumba
semi terstruktur mengenai pengembangan Kaliwu untuk Konservasi perbukitan yang diterapkan masyarakat
konservasi daerah perbukitan. Sumba Tengah melalui pengembangan Kaliwu tidak dapat
dipisahkan dari keberadaan ekosistem pemukiman
Analisis Data
tradisional atau yang disebut dengan kampung. Dalam
Analisis data dilakukan secara deskriptif-kualitatif
terminologi lokal, istilah kampung dikenal dengan nama
untuk menggambarkan inisiatiatif dan partisipasi
paraingu (sub-etnis Anakalang), parengu (sub-etnis
masyarakat dalam pengembangan Kaliwu untuk
Manggena) dan manua (sub etnis Mamboro). Ekosistem
konservasi perbukitan.
paraingu merupakan salah satu sumberdaya alam dan aset
strategis, baik dalam persfektif sosial-budaya-religius,
HASIL DAN PEMBAHASAN
ekologi dan ekonomi. Persfektif sosial-budaya-religius
diindikasikan oleh tradisi kehidupan orang Sumba yang
Konservasi Perbukitan oleh Masyarakat
membangun unit-unit pemukiman tradisional berbasis
Berdasarkan hasil observasi lapangan, diperoleh
paraingu pada wilayah perbukitan. Masyarakat yang
preferensi pengembangan unit-unit pemukiman tradisonal
(kampung) di masyarakat Sumba Tengah seperti tertera
pada Tabel 1.

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur

Tabel 1. Preferensi penggunaan lahan untuk pemukiman tradisional (kampung) di Sumba Tengah. (n = 70 KK)
No. Kriteria Jumlah KK Persentase (%)
A. Pemukiman Orang Sumba
Pemukiman daerah perbukitan 61 87
Pemukiman daerah landai/kaki bukit 9 13
Motivasi pemukiman daerah perbukitan
a. Faktor Budaya 55 87
b. Keamanan 7 33
Motivasi pemukiman daerah landai 5 24
a. Aksesibilitas 70 100
b. Keterbatasan lahan 70 100
B. Konservasi Perbukitan berbasis Kaliwu
a. Rerata luas unit Kaliwu 1-2 ha 45 64
b. Rerata luas unit Kaliwu 2-4 ha 15 21
c. Rerata luas unit Kaliwu > 4 ha 10 14
Njurumana | 21

terikat dalam unit-unit paraingu merupakan produk karena alasan keamanan. Sejarah perjalanan hidup orang
sejarah dalam membentuk koloni, sehingga terbentuk Sumba di masa lalu diwarnai dinamika konflik internal
unit-unit sub-sistem sosial yang disebut paraingu. Unit- diantara sesama komunitasnya. Kebutuhan terhadap rasa
unit sub sistem sosial tersebut melembagakan diri sebagai aman mendorong aksi kolektif untuk membentuk unit-unit
masyarakat adat atau lembaga adat, diindikasikan pemukiman berbasis paraingu dalam sebuah ikatan
sejumlah kabisu sebagai unit-unit organisasi sosial kekerabatan sosial yang kuat. Oleh karena itu, tidak
berbasis klan. Organisasi sosial dicirikan oleh regulasi adat mengherankan jika kehidupan masa lalu masih dominan
yang menata dan mengorganisir anggotanya untuk mempengruhi kehidupan di masa kini, dan kemungkinan
terciptanya ketertiban dan kekerabatan sosial. untuk masa depan. Hal ini diindikasikan masih
Kekerabatan sosial yang kuat merupakan pendorong dominannya masyarakat pedesaan yang bermukim pada
masih bertahannya lembaga kabisu, diindikasikan oleh unit-unit paraingu hingga saat ini. Berdasarkan hasil
simbol-simbol teritorial berupa unit-unit paraingu yang wawancara dengan masyarakat dapat disarikan manfaat
masih bertahan hingga saat ini. Hasil observasi lapangan membangun pemukiman di wilayah perbukitan sebagai
menunjukan bahwa 87% responden masih bermukim pada berikut : (1) merupakan strategi pertahanan memantau
ekosistem paraingu di wilayah perbukitan, hanya sebagian dan membatasi pergerakan pihak lain yang berniat buruk
kecil yaitu 13% bermukim pada daerah datar di kaki terhadap suatu komunitas paraingu, dan (b) memudahkan
perbukitan atau dalam terminologi lokal disebut marada, dalam pengawasan ternak di padang. Seiring kemajuan
dan masih merupakan satu kesatuan penting dari zaman dan aksesibilitas yang semakin membaik,
ekosistem paraingu. pertimbangan keamanan sudah mengalami penurunan,
Perspektif ekologi diindikasikan inisiatif masyarakat karena kejadian konflik internal diantara sesama
melakukan konservasi daerah perbukitan di sekitar komunitas sudah berkurang, termasuk manajemen
ekosistem paraingu. Inisiatif tersebut mengindikasikan budidaya ternak sudah mulai mengalami perbaikan ke
adanya benang merah pengelolaan ekosistem paraingu arah penggembalaan terkontrol.
sebagai unit-unit ekologi yang berperan menyangga Dinamika internal dalam komunitas masyarakat
keberadaan ekosistem hutan di sekitarnya, termasuk Sumba Tengah memungkinkan terjadinya variasi pilihan
pengelolaan keanekaragaman hayati tumbuhan yang dalam membentuk unit-unit pemukiman. Sebanyak 24%
sudah terdomestikasi maupun yang berkembang alamiah. responden lebih memilih untuk membangun pemukiman
Kehidupan sub-sisten yang dicirikan ketergantungan diluar ekosistem paraingu. Hal ini disebabkan aksesibilitas
terhadap sumberdaya alam menjadi faktor pendorong terhadap sarana dan prasarana air bersih, jalan umum,
masyarakat meningkatkan jasa lingkungan dari ekosistem kesehatan, rumah ibadah dan listrik masih relatif rendah.
paraingu. Beberapa jasa lingkungan yang dihasilkan dari Salah satu hal menarik adalah semua responden
ekosistem paraingu diantaranya bahan bangunan, tali- menyadari bahwa proses migrasi yang terjadi disebabkan
temali, obat tradisional, kayu bakar, pangan dan pakan oleh faktor aksesibilitas dan keterbatasan lahan, namun
ternak (Njurumana dkk., 2014). Layanan jasa lingkungan kesadaran tersebut hanya diwujudkan oleh sebagian kecil
dari unit-unit ekologis keanekaragaman hayati masyarakat. Khususnya di wilayah utara, aksesibilitas
berimplikasi terhadap proses membangun kemandirian umumnya lebih rendah dibandingkan di wilayah selatan,
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sumberdaya terutama akses terhadap air bersih membutuhkan
secara swadaya (Njurumana, 2015), dan bahkan perjuangan cukup berat dengan jarak yang cukup jauh,
mengolahnya menjadi komoditi yang bernilai ekonomi, dan umumnya masih menggunakan tenaga manusia.
sehingga berimplikasi positif terhadap pendapatan. Kondisi ini menjadi tidak efektif dari manajemen waktu
Motivasi pemukiman pada daerah perbukitan oleh dan produktivitas manusianya. Demikian halnya dengan
mayoritas masyarakat Sumba Tengah terdorong karena keterbatasan lahan, sekalipun terdapat kesadaran
faktor budaya, terutama tata ruang penggunaan lahan terhadap keterbatasan lahan di unit-unit paraingu, hal itu
secara tradisional. Orang Sumba berkeyakinan bahwa kurang mendorong masyarakat melakukan fragmentasi
daerah perbukitan memiliki kesuburan lahan yang rendah atau membentuk unit-unit pemukiman baru. Faktor
dibandingkan tanah datar, sehingga lebih ekonomis kekerabatan sosial yang kuat merupakan salah satu
digunakan untuk pemukiman dan pengembangan aneka kendala terjadinya fragmentasi pemukiman, sehingga
spesies tanaman keras penghasil kayu pertukangan dan masyarakat akan memaksimalkan penggunaan lahan yang
buah-buahan. Tata ruang tradisional tersebut tersedia, sekalipun unit-unit rumah tinggal dibuat dengan
mengindikasikan adanya optimasi pemanfaatan lahan, jarak yang sangat rapat, bahkan berdekatan dengan
terutama oleh sebagian besar masyarakat yang berprofesi kandang ternak (kerbau, sapi, kuda, kambing dan babi).
sebagai petani. Alokasi pemukiman pada daerah Hal ini menyebabkan ketersediaan ruang terbuka (talora
perbukitan memungkinkan masyarakat mengoptimalkan atau nattar) untuk berbagai penggunaan sebagai arena
pemanfaaatn lahan-lahan pada daerah datar untuk diolah bermain anak-anak, arena penggembalaan ternak
sebagai kebun, sawah tadah hujan dan sawah irigasi. peliharaan seperti ayam, babi, anjing dan kambing,
Salah satu pertimbangan masyarakat termasuk membangun unit-unit kuburan (rati) sangat
mengembangkan pemukiman di atas perbukitan adalah sempit. Kondisi tersebut berpotensi mengurangi nilai
22 | Pros Sem Nas Biodiv Hal : 19-23

estetika dan higienis sebagai sebuah unit pemukiman yang berimplikasi terhadap semakin kecilnya lahan-lahan garap
menggairahkan di masa depan. terutama yang berkaitan dengan pengembangan Kaliwu.
Salah satu hal menarik yang ditemukan dalam Khusus untuk kelompok kedua dan kelompok
penelitian ini adalah perbandingan luas pemukiman dan ketiga, tidak terlalu memiliki perbedaan yang signifikan
unit-unit pekarangan serta Kaliwu yang dikelola dengan responden pada kelompok pertama, tetapi
masyarakat. Sebanyak 74,91 % unit rumah tangga di mereka memiliki akses terhadap sumberdaya lahan yang
Sumba Tengah memiliki luas rumah tinggal berkisar antara lebih baik dibandingkan pada kelompok pertama. Olehnya,
2
20-49 m (BPS, 2013), sehingga jika dibandingkan dengan kedua kelompok tersebut memiliki rata-rata luas Kaliwu
2
rata-rata luas pekarangan diperoleh perbandingan 1:7 m . lebih tinggi dibandingkan kelompok pertama, dan
Hal ini berarti bahwa setiap unit rumah tangga di Sumba bermanfaat secara sosial-budaya-ekonomi terhadap
Tengah mengelola lahan pekarangan dengan rata-rata luas masyarakat dan jasa lingkungan. Relevan dengan
2
berkisar antara 140 - 343 m . Selanjutnya, perbandingan konservasi perbukitan, terdapat beberapa metode
antara rata-rata luas unit-unit rumah tinggal dengan luas konservasi yang diterapkan oleh masyarakat sebagai
2
Kaliwu yang dikelola masyarakat adalah 1:193 m , artinya berikut :
bahwa sebagian besar masyarakat Sumba Tengah
Konservasi secara Vegetatif
mengembangkan Kaliwu untuk konservasi perbukitan
2 Konservasi secara vegetatif merupakan upaya
berkisar antara 3.860 - 9.457 m . Hal ini mencirikan
konservasi sumberdaya lahan di sekitar ekosistem
bahwa sekalipun luas unit-unit Kaliwu bervariasi, tetapi
paraingu melalui pengembangan spesies-spesies tanaman
rerata kepemilikan individu (rumah tangga) umumnya
yang berfungsi untuk meningkatkan tutupan lahan
sebagaimana tersebut diatas. Kondisi ini menggambarkan
perbukitan. Masyarakat mengembangkan konservasi lahan
tiga hal penting yaitu : (a) rata-rata kemampuan
secara vegetatif dengan luasan yang bervariasi, berkisar
masyarakat melakukan penghijauan dan konservasi lahan
antara 1-10 ha. Variasi luas Kaliwu dipengaruhi oleh faktor
perbukitan di sekitarnya, (b) rata-rata penguasaan lahan
ketersediaan dan kepemilikan lahan, terutama pada
kering yang dapat dikelola untuk pengembangan Kaliwu,
daerah berlereng disekitar unit-unit pemukiman. Makin
dan (c) tingkat kepadatan populasi penduduk dalam suatu
berkembang populasi penduduk berimplikasi pada
unit pemukiman/kampung.
bertambahnya unit-unit rumah tangga dalam sebuah
Konservasi Perbukitan Berbasis Kaliwu ekosistem paraingu. Dinamika tersebut tidak selalu diikuti
Unit-unit ekosistem paraingu pada wilayah oleh pengembangan unit-unit Kaliwu yang baru, bahkan
perbukitan berimplikasi positif terhadap strategi sebaliknya berimplikasi terhadap terjadinya fragmentasi
konservasi daerah perbukitan. Kearifan masyarakat untuk kepemilikan unit-unit Kaliwu untuk diwariskan kepada
mendekatkan sumberdaya alam di sekitar pemukiman generasi berikutnya. Kondisi ini mendorong semakin
mendorong dilaksanakannya penerapan model-model kecilnya luas kepemilikan Kaliwu dalam suatu unit
konservasi sumberdaya lahan, dan berimplikasi terhadap pemukiman, dan berimplikasi terhadap penurunan daya
konservasi spesies, komunitas dan ekosistem secara dukungnya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
vegetatif dan sivil teknis. Berdasarkan hasil wawancara pemiliknya. Menurut responden, terdapat kecenderungan
dan observasi lapangan, kemampuan masyarakat membangun unit-unit pemukiman baru akibat kepadatan
mengembangkan unit-unit konservasi perbukitan sangat populasi dalam sebuah unit pemukiman yang lama.
bervariasi, sehingga diklasifikasi menjadi tiga kelompok Kecenderungan tersebut berdampak positif terhadap
yaitu kelompok pertama luas rata-rata 1-2 ha, kelompok peluang pengembangan unit-unit Kaliwu yang baru,
kedua rata-rata 2-4 ha dan kelompok ketiga rata-rata luas namun menjadi tidak berpengaruh manakala anggota
> 4 ha. Kelompok pertama merupakan gambaran sejumlah komunitas melakukan migrasi di wilayah perkotaan
responden yang melakukan konservasi perbukitan dalam dengan kondisi lahan yang sangat terbatas.
skala minimalis, namun secara kuantitatif mereka adalah Relevan dengan konservasi perbukitan, masyarakat
kelompok mayoritas yang terdiri dari 45 KK atau 64%. Hal mengembangkan aneka spesies tanaman yang bermanfaat
ini merupakan gambaran kondisi umum kemampuan untuk peningkatan tutupan lahan, sekaligus berdampak
masyarakat mengembangkan upaya konservasi lahan di terhadap aspek sosial-ekonomi dan budaya. Njurumana
sekitarnya. Selain itu, faktor sosial-ekonomi merupakan dkk. (2014) melaporkan bahwa terdapat 145 spesies
salah satu pembatas dibandingkan kedua kelompok tanaman yang dikembangkan oleh masyarakat pada
masyarakat lainnya. Pengaruh sosial, kepemilikan sistem Kaliwu. Sejumlah spesies tanaman tersebut
terhadap lahan, kepadatan penduduk dalam unit memiliki potensi penggunaan sebagai tanaman pangan,
pemukiman serta jaringan kekeluargaan yang besar dalam tanaman obat-obatan, kayu bakar, kayu pertukangan,
suatu unit pemukiman merupakan salah satu faktor pakan ternak dan penggunaan lain untuk resin, buah-
pembatas terhadap luasnya daerah konservasi perbukitan. buahan, serat, tali-temali, kayu pagar, penyedap, pewarna,
Menguatnya kekerabatan sosial menyebabkan terjadinya atribut budaya, pohon pakan dan daya dukungnya sebagai
keengganan masyarakat untuk memisahkan diri dari habitat hidupan liar dan konservasi lingkungan. Khususnya
komunitas pemukiman, sehingga merupakan salah satu untuk kayu pertukangan, Njurumana (2015) melaporkan
sebab meningkatnya kepadatan penduduk, dan bahwa kegiatan konservasi secara vegetatif berbasis
sistem Kaliwu berkontribusi terhadap pemenuhan
Njurumana | 23

kebutuhan kayu pertukangan sebesar 82,86% terhadap sesuai dengan kondisi kelerengan. Makin tinggi kelerengan
total kebutuhan perkapita masyarakat pada Tahun 2012- makin rapat jarak antara guludan, namun secara umum
2013. Selain itu, konservasi secara vegetatif berimplikasi rata-rata berjarak 3 meter. Komponen penyusun guludan
terhadap konservasi spesies. Salah satu spesies yang didominasi batu-batuan, termasuk juga penggunaan sisa-
mengalami degradasi adalah cendana, dan konservasi sisa batang kayu yang berukuran diameter 15-30 cm yang
berbasis vegetatif pada sistem Kaliwu dapat menjadi dikombinasikan dengan bebatuan. Penggunaan guludan
alternatif untuk konservasi cendana (Njurumana dkk., oleh masyarakat selain untuk menghindari erosi,
2013), termasuk spesies-spesies lokal yang merupakan bermanfaat juga untuk meningkatkan peresapan air dalam
spesies kunci budaya (Njurumana dkk., 2014). Unit-unit tanah. Dengan meningkatnya tutupan lahan permukaan,
konservasi lahan secara vegetatif bervariasi dalam hal terutama oleh serasah dedaunan yang kering akan
ukuran luas. Semakin kecil ukuran kepemilikan meningkatkan manfaat konservasi lahan permukaan, serta
mengindikasikan makin tingginya kepadatan populasi mendukung ketersediaan bahan organik dan hara.
dalam unit perkampungan masyarakat. Selain itu, faktor Masyarakat mengakui bahwa guludan membantu
penguasaan lahan menjadi pembatas terhadap luas terjaganya sebaran limbah serasah dedaunan di
kepemilikan sistem Kaliwu. permukaan tanah, bermanfaat mengendalikan laju
limpasan permukaan dan erosi, sekaligus merupakan
Konservasi secara Sivil-Teknis
sumber bahan organik dan hara untuk tanaman lorong.
Konservasi lahan perbukitan secara sivil teknis
Selain itu, guludan bermanfaat menahan laju limpasan air
dilakukan oleh masyarakat lokal untuk memaduserasikan
pada saluran peresapan, termasuk perannya menahan
dengan pendekatan vegetatif. Masyarakat menyadari
tanah yang sudah tererosi dapat tertahan oleh guludan,
bahwa pendekatan vegetatif memerlukan waktu relatif
sehingga memperkaya bidang olah. Penggunaan rorak
lebih lama dalam meningkatkan fungsi konservasinya,
masih sangat terbatas, umumnya memanfaatkan bidang-
terutama dalam meningkatkan perlindungan terhadap
bidang lahan yang terbentuk secara alami sebagai resapan
tanah permukaan dari erosi akibat energi kinetik hujan.
air, terutama pada cekungan dan lipatan perbukitan.
Olehnya, pada tahap awal dibangunnya sebuah ekosistem
Disimpulkan bahwa inisiatif lokal berbasis Kaliwu yang
paraingu, masyarakat akan memanfaatkan daerah
dikembangkan oleh masyarakat berkontribusi terhadap
sekitarnya yang didominasi semak belukar dan savana
peningkatan tutupan lahan dan konservasi daerah
untuk diolah sebagai kebun. Oleh karena kondisi
perbukitan melalui pendekatan vegetatif dan sivil teknis.
penutupan lahan masih terbuka, salah satu strategi awal
menghindari erosi dengan membuat terasering dan
UCAPAN TERIMA KASIH
guludan. Terasering yang digunakan umumnya terbangun
dari batu-batuan dengan ukuran tinggi yang bervariasi
Ucapan terimakasih kepada masyarakat dan semua
sesuai dengan kemiringan lahan. Selain itu aneka jenis
pihak di Kabupaten Sumba Tengah yang membantu dalam
tanaman dikembangkan di bagian permukaan terasering,
pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengumpulan data
dan dalam kurun waktu tertentu berproses menjadi
lapangan, serta kepada anonim reviewer yang menyunting
sebuah komunitas tumbuh-tumbuhan. Oleh beberapa
naskah ini.
cendekiawan menyebut komunitas tumbuh-tumbuhan
tersebut sebagai sebuah bentuk agrorestri, hutan rakyat
DAFTAR PUSTAKA
atau kehutanan masyarakat. Oleh karena tujuan
pengelolaan oleh masyarakat bersifat jangka panjang, BPDAS Benain Noelmina, 2012. Laporan Penyusunan Data Base dan
terutama untuk meningkatkan penutupan lahan, maka Informasi DAS di DAS Benain Noelmina Wilayah Provinsi Nusa
unit-unit Kaliwu tersebut mengalami dinamika menjadi Tenggara Timur. Kupang
unit-unit konservasi sumberdaya lahan berbasis BPS. 2013. Sumba Tengah dalam angka. Kerjasama BPS Kabupaten
Sumba Barat dan BAPPEDA Kabupaten Sumba Tengah.
masyarakat. Waikabubak.
Selain terasering, masyarakat juga Njurumana GN, Marsono DI, Sadono R. 2013. Konservasi cendana
mengembangkan model guludan yaitu suatu model (Santalum album Linn) berbasis masyarakat pada sistem Kaliwu di
konservasi lahan melalui penggunaan material tertentu Pulau Sumba. Ilmu Lingkungan Volume 11 (2) : 51-61.
Njurumana GN, Marsono DI, Sadono R. 2014. Konservasi
untuk mengendalikan aliran permukaan agar tidak keanekaragaman Hayati Tanaman Pada Sistem Kaliwu di Pulau
menimbulkan erosi. Secara umum, model guludan yang Sumba. Manusia dan Lingkungan Volume 21 (1) : 75-82.
dikembangkan cukup bervariasi, baik dalam ukuran lebar, Njurumana GN. 2015. Manajemen sumberdaya kayu pertukangan pada
tinggi dan komponen penyusunnya. Umumnya masyarakat sistem agroforest Kaliwu di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur.
Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia
membuat guludan dari batu-batuan yang berada di Volume 1 (3) : 629-634.
sekitarnya dengan lebar berkisar antara 20-30 cm, tinggi
antara 15-25 cm dengan jarak antara guludan bervariasi
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 24-31

ECO-INNOVATION UNTUK PENGUATAN DAYA SAING


GLOBAL DAN PENINGKATAN KAPASITAS INDUSTRI
PERKAPALAN JAWA TIMUR GUNA MENDUKUNG
PROGRAM MP5EI KORIDOR EKONOMI JAWA
Rahaju Saraswati*, Nyoman Puspa Asri, Rini Oktavera, Endang Prihatiningsih
Universitas WR Supratman Surabaya
*Email : [email protected]

Abstrak - Dalam pemetaan Kementerian Perindustrian, industri perkapalan telah ditetapkan sebagai kompetensi inti (core
competence) dunia industri Jatim. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, terdapat sedikitnya 27 perusahaan perkapalan di
Jatim atau 10,5 persen dari total perusahaan perkapalan nasional. Di Jatim terdapat sedikitnya 21 perusahaan besar yang
menggunakan kapal dalam aktivitas utama usahanya. Selain itu, masih ada 39 unit usaha perkapalan rakyat. Perusahaan perkapalan
besar, kecil dan menengah (UKM) adalah inti dari ekonomi Jawa Timur. Perusahaan-peusahaan tersebut menyerap sebagian besar
tenaga kerja dan berada di pusat pengembangan. Perkapalan juga merupakan kegiatan ekonomi utama pada Koridor Ekonomi Jawa
untuk program MP3EI. Dengan tujuan mendukung program MP3EI koridor ekonomi Jawa dan sesuai dengan paradigma baru untuk
daya saing internasional, penelitian ini bertujuan melakukan Eco-Innovation pada industri perkapalan di Jawa Timur untuk
mengurangi inefisiensi sumber daya dan peningkatan kapasitas galangan kapal, melalui platform hijau. Pada penelitian ini juga
dilakukan pengembangan paket alat khusus untuk memungkinkan keterlibatan UKM dalam eco – inovasi di industri galangan kapal
Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan metode yang sistematis, terintegrasi, dan melibatkan banyak tool sesuai dengan metode
yang dikenalkan oleh (OECD, 2010). Metode-metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Integration Definition Fuction
Modelling (IDEF0) yang digunakan untuk melakukan pemodelan sistem pada proses produksi kapal, Life Cycle Analysis (LCA)
digunakan untuk mengkompilasi dan menganalisis input-output, serta dampak lingkungan selama siklus hidup kapal, dan Metode TRIZ
yang digunakan untuk menghasilkan konsep eco-ship pada industri perkapalan Jawa Timur. Dengan mengacuh pada metode eco-
innovation dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) penelitian ini diharapkan menghasilkan keluaran
sebagai beikut: (1) End-of-pipe solutions untuk industri perkapalan di Jawa Timur, (2) Pengembangan toolbox untuk eco-innovation
yang memungkinkan keterlibatan UKM di Industri Perkapalan Jawa Timur karena tool yang ada saat ini relatif sedikit yang secara
eksplisit mendukung kegiatan eco-inovasi di industri perkapalan, (3) Green Shipbuilding Design yang memungkinkan pencapaian eco-
efficiency dan cleaner production di Industri Perkapalan Jawa Timur.

Kata kunci : Eco-innovation, Integration Definition Fuction Modelling (IDEF0), Life Cycle Analysis (LCA), TRIZ

PENDAHULUAN daya saing internasional adalah sesuatu yang dinamis,


yang didasarkan pada inovasi". Dengan semakin besarnya
Dalam pemetaan Kementerian Perindustrian, industri perkapalan di Jawa timur, dampak lingkungan
industri perkapalan telah ditetapkan sebagai kompetensi dari industri perkapalan menjadi lebih terlihat. Dalam
inti (core competence) dunia industri Jatim. Data konteks ini, industri perkapalan mempunyai peran utama
Kementerian Perindustrian menunjukkan, terdapat dalam mendukung pergeseran ke arah ekonomi hijau di
sedikitnya 27 perusahaan perkapalan di Jatim atau 10,5 masa depan. Eco-Inovasi merupakan isu utama dalam
persen dari total perusahaan perkapalan nasional. Di Jatim agenda kebijakan ekonomi dan lingkungan dunia. Strategi
terdapat sedikitnya 21 perusahaan besar yang ekonomi dunia 2020 mengedepankan tiga prioritas yang
menggunakan kapal dalam aktivitas utama usahanya. saling memperkuat yaitu Smart growth yang
Selain itu, masih ada 39 unit usaha perkapalan rakyat. mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan dan
Perusahaan perkapalan besar, kecil dan menengah (UKM) inovasi, Pertumbuhan yang berkelanjutan yang
adalah inti dari ekonomi Jawa Timur. Perusahaan- mempromosikan penggunaan sumber daya yang lebih
peusahaan tersebut menyerap sebagian besar tenaga efisien, ramah lingkungan dan perekonomian yang lebih
kerja dan berada di pusat pengembangan. Dengan inisiatif kompetitif., Pertumbuhan inklusif yang mendorong
strategis seperti eco-innovation dan green business model, ekonomi yang menyerap tenaga kerja tinggi memberikan
industri perkapalan Jawa Timur, yang merupakan kegiatan kohesi sosial dan teritorial.
ekonomi utama di Koridor Ekonomi Jawa dalam program Perspektif NIS terkait erat dengan konsep ekonomi
MP3EI diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi pengetahuan, menekankan peran sentral kompetisi
dan daya saingnya. berbasis pengetahuan (Freeman, 1995; Lundvall, 1992;
Eco-inovasi adalah alat yang potensial untuk secara Metcalf, 1995; Nelson, 1993; OECD, 2000). Pergerakan
bersamaan menangani masalah masalah daya saing, modal dan revolusi komunikasi yang disebabkan oleh
lingkungan dan energi di tingkat Internasional . Menurut teknologi informasi merupakan bentuk perubahan kondisi
Porter dan van der Linde (1995, hal.97), "Paradigma baru kompetitif. Strategi biaya murni tidak lagi mencukupi
Saraswati dkk. | 25

dalam persaingan global yang kuat. Sebaliknya memulihkan zat berharga dari air limbah, kemasan
kemampuan inovatif dan merebut peluang pasar baru makanan lebih efisien, produksi bahan bangunan dari daur
mendahului orang lain merupakan hal yang utama. ulang limbah, eco-produk dan metode manajemen baru.
Kapasitas untuk belajar, yaitu untuk mengembangkan, Menurut definisi OECD eco-inovasi adalah implementasi
menyerap dan menerapkan pengetahuan baru adalah dari pengembangan produk atau jasa baru yang signifikan,
kunci daya saing. Ini berlaku terutama untuk negara proses baru, metode pemasaran baru, metode
dengan ekonomi biaya tinggi, yang perlu mencari berorganisasi baru di organisasi tempat kerja atau
parameter baru untuk bersaing di era globalisasi (OECD, hubungan eksternal (OECD,2005). Tiga prioritas tematik
2000). pada proses inovasi adalah: (1) Smart growth:
Eco-inovasi mengacu pada semua bentuk inovasi mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan dan
(teknologi dan non-teknologi), produk dan jasa baru dan inovasi, (2) Sustainable growth: mempromosikan
praktek bisnis baru, yang menciptakan peluang bisnis dan perekonomian yang lebih efisien, lebih ramah lingkungan
manfaat lingkungan dengan mencegah atau mengurangi dan lebih kompetitif, (3) Inclusive growth: mendorong
dampaknya, atau dengan mengoptimalkan penggunaan ekonomi yang banyak menyeap tenaga kerja,
sumber daya alam (termasuk penggunaan energi). memberikan kohesi sosial dan territorial.
Contoh praktis eko-inovasi meliputi proses untuk

Gambar 1. A generic national innovation system (Arnold dan Kuhlman, 2001)

Gambar 2. Inremental Innovation dan Systemic Innovation (OECD, 2010)


.
26 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 24-31

Eco-inovasi melibatkan pendekatan-pendekatan Sekenario (Scenario Analysis) dan Focus Analysis


yang berbeda untuk membantu mengidentifikasi sumber Sedangkan tool yang digunakan adalah IDEFO System
inefisiensi dan pertumbuhan hijau melalui inovasi, yang Analysis dan Function Atributte. Integration Definition
meliputi perubahan teknologi dan non teknologi, Function Modeling (IDEF0) adalah model pengambilan
pendekatan-pendekatan tersebut dikategorikan menjadi keputusan, tindakan, dan kegiatan suatu organisasi atau
inovasi inkremental dan inovasi radikal. Inovasi sistem, untuk tujuan berkomunikasi terhadap perspektif
inkremental terutama memberikan kontribusi untuk fungsional sistem.
relatif decoupling dari sumber daya dan emisi gas rumah
Modifikasi Produk dan Proses
kaca, sementara itu radikal-inovasi cenderung untuk
Modifikasi produk dan proses pada tahap ini
memiliki potensi lebih besar untuk pembentukan absolut
dilakukan dengan analisis kontradiksi. Tujuan analisis
decoupling yang mungkin.
kontradiksi adalah untuk mengidentifikasi dua komponen
Tujuan dari penelitian ini adalah Pengembangan
yang bertentangan pada sistem, atau dua persyaratan
Green Business Model Innovation pada industri
yang berlawanan pada elemen atau kondisi yang sama .
perkapalan di Jawa Timur untuk mengurangi inefisiensi
Kemudian untuk melakukan perbaikan dari permasalahan
sumber daya dan peningkatan kapasitas galangan kapal,
yang ada dilakukan eliminasi kontradiksi berdasarkan
melalui platform hijau, guna mendukung program MP3EI
dengan TRIZ Inventive principle. Pada tahap ini tool yang
KE Jawa. Meningkatkan posisi kompetitif industri galangan
akan digunakan adalah Eco-TRIZ Matrix dan 40 Inventive
kapal di Jawa Timur melalui proses eco-innovative
Principles.
material, produk, proses, organisasi, dan institusi.
Pengembangan paket alat khusus untuk memungkinkan Evaluasi Design
keterlibatan UKM dalam eco – inovasi di Industri Untuk mengevaluasi rancangan produk dan proses
Perkapalan Jawa Timur. yang terbaik, pada tahap ini dilakukan analisis
Pengenalan pendekatan eco - inovasi dapat pengambilan keputusan multi criteria (Multi Criteria
memberikan beberapa manfaat bagpeningkatan kapasitas Decision Making) dan juga dilakukan Design Assesment
dan competitiveness industri galangan kapal di Jawa timur. Criteria.Tool yang digunakan pada tahap ini adalah
Peningkatan kapisitas dan daya saing industri perkapalan Analytical Hirarcy Process dan Eco-Compass Diagram.
ini, akan mempercepat pembangunan ekonomi di wilayah
Merancang Green Bussiness Model di Industri
Jawa timur. Manfaat ini dapat didefinisikan dari segi tiga
Perkapalan Jawa Timur
pilar pembangunan berkelanjutan yaitu manfaat sosial ,
Pada tahap ini akan dilakukan perancangan Green
manfaat ekonomi dan manfaat lingkungan. Manfaat
Busineness model innovation untuk Industri Perkapalan
ekonomi yaitu optimalisasi biaya produksi melalui
Jawa Timur, yang mempunyai manfaat secara ekonomi,
penggunaan yang lebih efisien dari sumber daya dan
lingkungan, dan sosial.
masukan, pengurangan dalam biaya pengelolaan limbah,
meminimalkan biaya proses produksi dan organisasi,
HASIL DAN PEMBAHASAN
pengembangan citra hijau, produk baru, dan manfaat daya
saing. Manfaat lingkungan yaitu penggunaan sumber daya
Pemodelan IDEF0 (Integration Definition Function
yang lebih efisien, meminimalkan penggunaan sumber
Modelling)
daya yang tidak terbarukan, pengurangan emisi polutan,
Analisis sistem produksi kapal membutuhkan
pengurangan produksi limbah, berkontribusi terhadap
pendekatan sistem yang bisa menangkap logika kompleks
pembangunan yang berkelanjutan di daerah Jawa timur.
dan hubungan antara berbagai kegiatan proses, dan juga
Manfaat sosial yaitu mendukung pengembangan sosial
mengidentifikasi pengaruh kendala yang berada di luar
yang berkelanjutan. Mendukung program Master Plan
aliran proses. Metode yang dipilih untuk menyelesaikan
Percepatan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) KE Jawa.
tugas ini adalah bahasa ICAM , atau IDEF. Asal usul
Manfaat politik yaitu untuk keadilan sumber daya dan
metodologi ini dapat ditelusuri dengan didukung Analisis
keamanan material.
Terstruktur dan Desain Teknik (SADT) yang dikembangkan
selama tahun 1960. Sebab awal berevolusi menjadi IDEF
METODE PENELITIAN
selama tahun 1970 sebagai akibat dari Computer Aided
Terintegrasi,Program yang disponsori oleh manufaktur
Penelitian ini menerapkan metode yang lebih
(ICAM) Angkatan Udara Amerika Serikat. Tujuan dari
terpadu dan sistematis untuk kinerja eco-innovation yang
Pendekatan baru a ini dalah untuk menciptakan
bisa memberikan landasan baru bagi model bisnis di
serangkaian model proses yang akan menentukan di mana
industri perkapalan Jawa Timur (Gambar 3).
perubahan atau inovasi akan dilakukan, dalam proses
Pemodelan dan Formulasi Masalah manufaktur tertentu, dan yang akan menghasilkan
Pada tahap ini dilakukan pemodelan dan formulasi peningkatan produktivitas.
masalah. . Yang dilakukan pada tahap ini adalah Analisis
Saraswati dkk. | 27

Gambar 3. Flow Chart metode penelitian

Gambar 4. Eco-Compass
28 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 24-31

Gambar 5. Pemodelan IDEF0 level 0

Gambar 6. Pemodelan IDEF0 level 2


Saraswati dkk. | 29

Gambar 7. Siklus Hidup Kapal

Gambar 8. Kontradiksi Matrik dan Prinsip-Prinsip Penemuan


30 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 24-31

Gambar 9. Konsep UNIPRA’S ECO-SHIP

Metodologi IDEF digunakan untuk memperoleh LCA Analysis


pemahaman tentang kondisi sekarang dari system yang Pertumbuhan perhatian yang diberikan terhadap
diteliti ("As-Is"). Pemahaman ini dicapai melalui dampak lingkungan dari kegiatan industri telah menjadi
penciptaan fungsional terstruktur. Model yang tren yang sedang berlangsung untuk beberapa dekade,
mengidentifikasi kegiatan dan bagaimana mereka terutama sejak awal 1980-an ketika gagasan
berhubungan dengan satu sama lain. IDEF terdiri dari tiga pembangunan berkelanjutan menguat (IUCN, 1980).
model metodologi yang mencirikan proses manufaktur: Selama bertahun-tahun, pengembangan strategi untuk
(1) IDEF0 digunakan untuk menghasilkan model fungsional memastikan kinerja lingkungan yang lebih baik telah
yang merupakan representasi terstruktur dari fungsi berkembang, pertama sebagai hanya yang berkaitan
sistem dan informasi dan Hal-hal yang saling dengan mengurangi polusi, kemudian dengan fokus kuat
berhubungan dengan fungsi-fungsi. (2) IDEF1 digunakan pada pengendalian pencemaran dan langkah-langkah
untuk menghasilkan "model informasi" yang mewakili pencegahannya.
struktur dan semantic informasi dalam sistem. (3) IDEF2 Baru-baru ini perhatian yang lebih besar ditujukan
digunakan untuk menghasilkan model dinamis yang kepada bagaimana meminimalkan sumber polusi, dan
merupakan perilaku proses yang dianalisis pada waktu bagaiman mengintegrasikan pemikiran lingkungan secara
yang bervariasi. lebih saksama ke dalam struktur produksi industri (OECD,
Model IDEFØ digambarkan sebagai blok bangunan 2009). Antara lain, perkembangan ini telah menyebabkan
fungsi individu, adalah suatu fungsi atau aktiitas yang cara-cara baru dan inovatif untuk menganalisa dan
memiliki minimal satu input dan satu output. Fungsi mengatur proses produksi untuk mengurangi atau
mengubah input mereka menjadi output dengan menghilangkan pencemaran lingkungan, beberapa di
menggunakan mekanisme (sumberdaya), yang tunduk antaranya juga bisa memainkan peran penting dalam
pada batasan tertentu (aturan, hukum dan praktek bisnis meningkatkan kinerja lingkungan dari industri perkapalan.
dasar) dikenal sebagai control. Model IDEF0 untuk proses Salah satu alat yang paling banyak digunakan
produkasi kapal seperti terlihat pada gambar 5 dan 6. untuk menerapkan pendekatan lingkungan yang lebih
Berdasarkan hasil pengamatan dan pemodelan terpadu berkaitan dengan kegiatan industri, adalah
sistem dengan menggunakan IDEF0 pada proses pendekatan siklus hidup produk (OECD, 2009).
pembuatan kapal di PT. DOK dan Perkapalan Surabaya, Pendekatan untuk produksi industri ini, telah
dapat diidentifikasi bahwa permasalahan utama yang menyebabkan perkembangan analisis penilaian siklus
dihadapi oleh industri perkapalan saat ini adalah hidup atau metode yang disebut Life Cycle Analysis (LCA)
bagaimana menciptakan sustainable manufacturing, yang cukup penting untuk mengurangi jejak lingkungan
penggunaan sumber daya yang lebih efisien, dan dampak dari produk, perusahaan dan industri.Tujuan LCA adalah
lingkungan dari kegiatan industrinya minimal. untuk mengevaluasi dampak lingkungan dari suatu produk
atau proses sepanjang seluruh siklus hidup. LCA
Saraswati dkk. | 31

merupakan metode yang signifikans untuk menilai lambung-kemudi ditambah perubahan yang relevan, (9)
kerusakan lingkungan mulai dari bahan yang digunakan Pada tubuh memanjang kapal, (10) sistem pelumasan
untuk menghasilkan produk, proses konstruksi, udara lambung. Eco-Innovation untuk system produksi
penggunaan produk, serta masa pensiun produk. kapal meruapakan solusi untuk peningkatan kapasitas
Pada industri perkapalan ada empat tahap siklus dan daya saing industry perkapalan di JawaTimur.
hidup kapal yang utama yaitu pembangunan kapal
tersebut, tahap operasi, fase pemeliharaan dan tahap daur DAFTAR PUSTAKA
ulang. Rentang hidup yang biasa dari kapal tanker adalah
50 tahun atau lebih, dari “buaian sampai liang kubur”. Alter K. 2013. Social Enterprise Typology | The Four Lenses Strategic
Framework. http://www.4lenses.org/setypology [Accessed April 3,
Selama periode ini teknologi, solusi kebijakan atau alasan
2013].
lain yang muncul mungkin secara drastis memodifikasi Beltramello A, Haie-Fayle L, and Pilat D. 2013. Why New Business Models
jejak lingkungan dari kapal. Beberapa antisipasi untuk Matter for Green Growth. In OECD Green Growth Papers. Paris:
perkembangan masa depan yang diketahui (misalnya OECD Publishing.
Boons F, and Lüdeke-Freund F. 2012. Business models for sustainable
perubahan dari batas sulfur dalam bahan bakar laut),
innovation: State-of-the-art and steps towards a research agenda.
maka dapat diintegrasikan dalam analisis. Journal of Cleaner Production, pp.1–11.
CBI. 2011. A New Approach to Growth: A vision for rebalancing the
Modifikasi Produk dan Proses dengan Metode TRIZ economy. http://www.cbi.org.uk/media/1231301/cbi_re-
TRIZ adalah metode yang canggih untuk balancing_the_economy_report_301211.pdf.
menghasilkan ide-ide konseptual untuk pemecahan Chesbrough H. 2007. Business model innovation: it’s not just about
masalah, memperbaiki dan meningkatkan desain produk, technology anymore. Strategy &Leadership, 35(6), pp.12–17.
Ehrenfeld J. 2008. Sustainability by design : a subversive strategy for
atau memperkenalkan produk baru. Dalam kebanyakan transforming our consumer culture / John R. Ehrenfeld., New
desain apapun ada kontradiksi teknis dan prinsip-prinsip Haven, Conn: Yale University Press.
penemuan yang cukup untuk menghasilkan ribuan ide-ide. Elkington J. 1999. Cannibals with Forks: Triple Bottom Line of 21st
Kontradiksi teknis untuk masalah eco-innovative pada Century Business New Ed.,Capstone. Evans, S. et al. (2009),
Towards a Sustainable Industrial System.
industri perkapalan seperti tampak pada gambar 8 http://www.ifm.eng.cam.ac.uk/sis/.
sehingga menghasilkan ide konseptual untuk eco-ship Fairtrade. 2011. The Fairtrade Foundation. http://www.fairtrade.org.uk/
seperti pada gambar 9. [Accessed January 2, 2011].
FSC. 2012. Forest Stewardship Council. http://www.fsc.org/ [Accessed
March 30, 2012].
KESIMPULAN Grassl W. 2012. Business Models of Social Enterprise : A Design
Approach. ACRN Journal of Entrepreneurship Perspectives, 1(1),
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah pp.37–60.
beberapa permasalahan terkait eco-innovation untuk Gupta NJ and Benson CC. 2011. Sustainability and Competitive
Advantage: An Empirical Study of Value Creation. , 9(1), pp.121–
industri perkapalan sebagai berikut: (1) Pengurangan 137.
penggunaan material, (2) Pengurangan penggunaan Lüdeke-Freund F. 2010. Towards a Conceptual Framework of Business
energi, (3) Pengurangan penyebaran material berbahaya, Models for Sustainability. In ERSCP-EMU Conference, Delft, The
(4) Peningkatan kemampuan untuk recycle (recycleability), Netherlands. pp. 1–28.
Magretta J. 2002. Why Business Models Matter. Harvard Business
(5) Memaksimalkan keberlanjutan Penggunaan Review, (May), pp.1–8.
sumberdaya yang dapat diperbarui. Dengan integrasi R0205F.MSC. 2012. Marine Stewardship Council. Available at:
metode Integration Definition Function Modelling http://www.msc.org/ [Accessed March 30, 2012].
(IDEF0), Life Cycle Analysis, Metode for Inventive Problem Osterwalder A, and Pigneur Y. 2005. Clarifying Business Models: Origins,
Present, and Future of the Concept. Communications of AIS.
Solving (TRIZ,) dan Eco-Compass diagram didapat solusi OECD. 2007. Science, Technology and Industry Scoreboard 2007:
untuk eco-innovation di industri perkapalan sebagai Innovation, and Performance in the Global Economy, OECD, Paris.
berikut: (1) Penigkatan kapasitas kapal, (2) Optimasi OECD. 2008. Environmental Innovation and Global Markets, report for
bentuk lambung, (3) Penggunaan energi alternatif (LNG), the Working Party on Global and Structural Policies,
ENV/EPOC/GSP(2007)2/FINAL, OECD, Paris.
(4) Sumber Energi Alternatif (Solar cell), (5) Penggunaan OECD. 2008. The Economics of Climate Change, report written for the
material kontruksi ringan, (6) Optimasi desain baling- preparation of the Meeting of the Council at Ministerial Level, 4-5
lambung-kemudi ditambah perubahan yang relevan, (7) June, C/MIN(2008)3, OECD, Paris.
Pada tubuh memanjang kapal, (8) Optimasi desain baling-
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 32-35

EVALUASI PERTUMBUHAN SEMAI AMPUPU UMUR 4


BULAN DARI BEBERAPA FAMILI DAN PROVENAN
Sumardi
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jl. Palagan Tentara Pelajar Km.15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, Indonesia
Email : [email protected]

Abstrak - Ampupu (Eucalyptus urophylla S.T. Blake) merupakan salah satu jenis tanaman endemik Nusa Tenggara Timur. Sebaran
alami ampupu terlihat dari Pulau Timor sampai Wetar dengan sebaran sampai di wilayah Adonara, Alor, Flores, Lomben dan Pantar.
Ampupu merupakan tanaman yang banyak digunakan sebagai tanaman industri maupun rehabilitasi. Jenis ini umumnya digunakan
sebagai bahan baku pada industri pulp. Untuk mendapatkan produktivitas tegakan yang lebih baik maka perlu didukung dengan
penyediaan benih berkualitas. Benih berkualitas dihasilkan dari serangkaian kegiatan pemuliaan diantaranya dengan melakukan uji
keturunan. Balai Penelitian Kehutanan Kupang telah melakukan penyiapan bibit untuk uji keturunan ampupu generasi pertama di
Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk mengetahui karakteristik pertumbuhan masing-masing famili
dan provenan asal sumber materi genetik, maka perlu dilakukan evaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi
parameter genetik pertumbuhan ampupu di persemaian sebelum dilakukan penanaman di lapangan. Evaluasi parameter genetik
pertumbuhan ampupu di persemaian menggunakan rancangan Randomized Complete Block Design (RCBD) terdiri dari 45 famili, 3
sampel dan 5 blok. Evaluasi pertumbuhan dilakukan terhadap parameter tinggi dan diameter semai ampupu berumur 4 bulan. Rerata
pertumbuhan tinggi dan diameter untuk semua pertanaman yang diuji masing-masing sebesar 40,04 cm dan 2,48 mm. Analisis varian
terhadap sifat pertumbuhan untuk variabel tinggi dan diameter menunjukkan adanya perbedaan nyata antar provenan dan antar
famili pada tingkat signifikansi 1%. Sumber varian berasal dari provenan dan famili-famili ampupu itu sendiri. Rerata tinggi dan
diameter terbesar terdapat pada famili nomor 23 asal provenan Bu’at yaitu sebesar 73,71 cm dan 3,90 mm.

Kata kunci : famili, parameter genetik, pertumbuhan, provenan, urophylla

PENDAHULUAN masih sangat terbatas. Tingkatan sumber benih tertinggi


menurut kriteria Badan Penelitian dan Pengembangan
Ampupu (Eucalyptus urophylla S.T. Blake) Kehutanan untuk jenis ampupu baru pada tingkatan areal
merupakan salah satu jenis tanaman yang tumbuh secara produksi benih. Areal produksi benih ampupu saat ini
alami di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jenis ini terletak di Bu’at Kecamatan Mollo Selatan Kabupaten
termasuk dalam genus Eucalyptus dan banyak digunakan Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
di sektor industri sebagai bahan baku pulp. Di wilayah Untuk melakukan perbaikan genetik ampupu sebenarnya
Nusa Tenggara Timur, ampupu terlihat dari Pulau Timor telah dilakukan upaya pembangunan sumber benih seperti
sampai Wetar dengan sebaran sampai di wilayah Adonara, pembangunan uji keturunan pada tahun 1983 di Nusa
Alor, Flores, Lomben dan Pantar (Eldridge dkk., 1993; Tenggara Timur. Namun demikian evaluasi dan
Faridah and Maesen, 1997). Masih menurut Eldridge dkk., pemeliharan kebun benih tersebut ampupu yang dibangun
1993;. Faridah dan Maesen, 1997 menyebutkan bahwa pada tahun 1983 tersebut tidak bisa dilanjutkan karena
jenis ini di wilayah Nusa Tenggara Timur tersebar pada adanya gangguan ternak sehingga banyak tanaman uji
ketinggian berkisar antara 70 m sampai 2.960 m di atas yang mengalami kematian. Kegagalan melakukan uji
permukaan laut dan tersebar di 500 km antara bujur 127 ° keturunan ampupu tresebut dapat terjadi karena adanya
E dan 122 ° E dan antara garis lintang 7 ° 30'S dan 10 ° S. serangan penyakit tanaman dan gangguan ternak (Rahayu,
Ampupu mampu beradaptasi pada daerah kering, tidak 2011).
subur dan pada daerah yang sudah tidak produktif lagi Dalam rangka mendukung penyediaan sumber
untuk tanaman pertanian (Quang, 2010). Selain di Brazil, benih berkualitas untuk jenis ampupu Badan Litbang
ampupu juga telah di perkenalkan di berbagai negara Kehutanan melalui Balai Penelitian Kehutanan Kupang
seperti di Australia, Papua Nugini, China, Malaysia, telah menyiapkan materi genetik berupa bibit tanaman
Thailand, Vietnam, Argentina dan beberapa negara Afrika ampupu yang berasal dari 45 famili untuk membangun
(Eldridge dkk., 1993; FAO, 1979 ; Hillis & Brown, 1984; plot uji keturunan generasi pertama untuk jenis ampupu.
Kien dkk., 2009; Maid & Bhumibhamon, 2009). Plot uji keturunan tersebut diharapkan akan dapat
Meskipun potensi jenis ini sebagai bahan baku pada dikonversi menjadi kebun benih semai untuk
industri pulp dan kertas telah dikenal oleh banyak pihak menghasilkan benih ampupu yang memiliki kualitas yang
dan penelitian telah dilakukan di beberapa negara namun lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan
ironisnya kebun benih berkualitas di Indonesia khususnya evaluasi parameter pertumbuhan bibit ampupu sampai
di Nusa Tenggara Timur sebagai wilayah sebaran alaminya dengan umur 4 bulan.
Sumardi | 33

Yijk : pengamatan pada sampel ke-k dari famili


METODE PENELITIAN ke-j dan dalam blok ke-i;
μ : rerata umum hasil pengukuran;
Tempat dan Waktu Bi : pengaruh blok ke-i;
Penelitian dilakukan di Stasiun Penelitian Balai Fj : pengaruh famili ke-j;
Penelitian Kehutanan Kupang di Bu’at, Kecamatan Mollo Eijk : galat
Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Analisa data untuk sifat pertumbuhan tanaman
Tenggara Timur. Waktu penelitian di lakukan pada Bulan (tinggi dan diameter) dilakukan dengan menggunakan
November 2013. data individual tanaman dan dihitung menggunakan
model rancangan Randomized Complete Block Design.
Bahan dan Alat
Pemilihan model linier tersebut berdasarkan
Bahan penelitian yang digunakan adalah semai
pertimbangan kondisi persemaian sebagai lokasi
ampupu umur 8 bulan setelah sapih di persemaian.
penelitian relatif seragam, sehingga homogenitas tapak di
Sementara peralatan yang digunakan adalah kaliper
dalam masing-masing blok relatif tinggi, secara simbolis
digital, mistar 100 cm, tally sheet, alat tulis dan komputer.
analisa data disajikan dengan model linier sebagai berikut :
Metode Yijk = μ + Bi + Fj + B*Fij + Eijk ...........................2
Tanaman uji di persemaian di susun menggunakan dimana:
rancangan Randomized Complete Block Design (RCBD) Yijk : pengamatan pada sampel ke-k dari famili
terdiri dari 45 famili, 3 sampel dan 5 blok. Istilah famili ke-j dan dalam blok ke-i;
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pohon induk μ : rerata umum hasil pengukuran;
yang digunakan sebagai sumber materi genetik. Famili Bi : pengaruh blok ke-i;
yang diuji berasal dari provenan Bu’at dan Gunung Mutis. Fj : pengaruh famili ke-j;
Informasi dari setiap provenan yang digunakan dalam B*Fij : pengaruh interaksi blok ke-i dan famili
penelitian disajikan pada Tabel 1. ke-j ;
Variabel yang diukur pada penelitian ini meliputi Eijk : galat
adaptasi tanaman di persemaian dan keragaman sifat Apabila terdapat variasi antar famili yang diuji,
pertumbuhan. Adaptasi diukur melalui persen hidup maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan
tanaman yang dihitung berdasarkan data jumlah tanaman (Duncan’s Multiple Range Test-DMRT) untuk melihat
yang hidup pada setiap sampel. Sifat pertumbuhan perbedaan antar famili yang diuji.
tanaman meliputi sifat tinggi dan diameter tanaman.
Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan media hingga HASIL DAN PEMBAHASAN
ujung tanaman, sedangkan diameter diukur pada pangkal
batang. Pengukuran diameter pada pangkal batang Daya Adaptasi Tanaman
dilakukan untuk menjaga konsistensi letak pengukuran Daya adaptasi tanaman di persemaian di gunakan
diameter maka dipilih letak tertentu dari diameter batang. sebagai parameter untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan suatu tanaman di persemaian untuk bertahan
Analisis Data
hidup pada kondisi lingkungan tertentu dari suatu
Analisa data untuk adaptasi tanaman diukur
persemaian. Adaptasi tanaman di persemaian tersebut
berdasarkan data persen hidup tanaman di lapangan
ditunjukkan oleh besarnya persen hidup tanaman di
dalam masing-masing plot dengan menggunakan model
persemaian.
linier sebagai berikut :
Yijk = μ + Bi + Fj + Eijk ........................................1
dimana:

Tabel 1. Informasi sumber provenansi dan jumlah famili cendana yang digunakan pada plot uji keturunan
No Provenan Letak Administratif Letak geografis Ketinggian Jumlah
tempat famili
(m dpl)
0 0
1 Bu’at Kecamatan Mollo Selatan, 124 07’ BT – 124 19’ BT 870-895 25
0
Kabupaten Timor Tengah 9 47’ LS –
0
Selatan 9 56’ LS
0 0
2 Gunung Mutis Kecamatan Mollo Utara, 123 42’ BT – 124 26’ BT 1.200-2.427 19
0
Kabupaten Timor Tengah Utara 9 22’ LS –
0
10 02’ LS
34 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 32-35

Tabel 2. Analisis varian sifat pertumbuhan tinggi dan diameter semai Ampupu umur 4 bulan di persemaian
Sumber variasi Derajat bebas Kuadrat tengah tinggi Kuadrat tengah diameter
ns ns
Blok 4 933,316 3,205
** **
Provenan 1 13969 33,691
** **
Famili(provenan) 43 218,839 4,439
** **
Blok*famili(provenan) 171 189,667 0,575
Galat 438 139,224 0,478
Keterangan :
d.b : derajat bebas, k.t : kuadrat tengah
**
: berbeda nyata pada taraf uji p<0.01,
ns : tidak berbeda nyata pada taraf uji p<0.05

Tabel 3. Lima rangking terbaik pertumbuhan tinggi semai Tabel 4. Lima rangking terbaik pertumbuhan diameter
ampupu sampai umur 4 bulan di persemaian semai ampupu sampai umur 4 bulan di persemaian
Rangking Famili Rerata Tinggi Rangking Famili Rerata Diameter
(cm) (mm)
1 B22 73,71 1 B22 3,90
2 M7 59,10 2 M1 3,62
3 M84 58,73 3 M84 3,43
4 M1 55,92 4 M10 3,32
5 M4 55,57 5 M4 3,25
Keterangan : Keterangan :
B22 : provenan Buat famili No. 22 B22 : provenan Buat famili No. 22
M7 : provenan Gunung Mutis famili No. 7 M1 : provenan Gunung Mutis famili No. 1
M84 : provenan Gunung Mutis famili No. 84 M84 : provenan Gunung Mutis famili No. 84
M1 : provenan Gunung Mutis famili No. 1 M10 : provenan Gunung Mutis famili No. 10
M4 : provenan Gunung Mutis famili No. 4 M4 : provenan Gunung Mutis famili No. 4

Persen hidup Ampupu (Eucalyptus urophylla S.T. famili berkisar antara 19,50 cm sampai dengan 90,00 cm.
Blake) di persemaian adalah sebesar 100%, merupakan Sedangkan rerata pertumbuhan diameternya berkisar
angka sempurna untuk persen hidup tanaman di antara 0,78 mm sampai dengan 5,45 mm. Dengan nilai
persemaian, hal ini menunjukkan bahwa tanaman jenis rerata total sebesar 40,04 cm dan 2,48 mm untuk tinggi
Ampupu tidak memiliki kendala dalam pembibitan di dan diameter tanaman.
persemaian. Hal ini ditunjukkan dengan nilai persen hidup Rerata pertumbuhan tinggi jika di dasarkan pada
tanaman Ampupu di persemaian sebesar 100%. Dengan provenan masing-masing adalah sebesar 35,22 cm untuk
tidak adanya variasi daya adaptasi tanaman menunjukkan provenan Bu’at dan 45,22 cm untuk provenan Gunung
tidak adanya pengaruh famili dan provenan terhadap daya Mutis. Sedangkan untuk diameter sebesar 2,24 mm untuk
adaptasi tanaman di persemaian untuk jenis tanaman provenan Bu’at dan 2,73 mm untuk provenan Gunung
Ampupu sampai dengan umur 4 bulan di persemaian. Mutis. Analisis varians terhadap sifat pertumbuhan tinggi
Besarnya daya adaptasi tanaman dari kedua dan diameter semai Ampupu yang diuji disajikan pada
provenan yaitu provenan Bu’at dan Gunung Mutis di Tabel 1.
persemaian kemungkinan disebabkan oleh kondisi Sifat pertumbuhan tanaman memperlihatkan
klimatologis dan geografis kedua provenan yang hampir adanya perbedaan secara signifikan baik antar provenan
sama dengan lokasi persemaian. Lokasi persemaian di maupun antar famili yang diuji. Dimana provenan Gunung
Stasiun Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Kupang di mutis menunjukan pertumbuhan tinggi dan diameter lebih
Buat Kecamatan Mollo Selatan Kabupaten Timor Tengah baik. Provenan Gunung Mutis menunjukkan pertumbuhan
Selatan masih berada dalam kisaran persyaratan tempat yang lebih baik dibandingkan dengan provenan Bu’at. Hal
tumbuh jenis Ampupu. Jenis ini di wilayah Nusa Tenggara ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi pohon induk
Timur tersebar pada ketinggian berkisar antara 70 m tanaman yang digunakan sebagai sumber materi genetik
sampai 2.960 m di atas permukaan laut dan tersebar di asal Gunung Mutis memiliki kondisi tegakan yang memiliki
500 km antara bujur 127 ° E dan 122 ° E dan antara garis tinggi dan diameter tanaman yang lebih besar di banding
lintang 7 ° 30'S dan 10 ° S (Eldridge dkk., 1993;. Faridah kondisi tegakan pada provenan Bu’at. Selain itu provenan
dan Maesen, 1997). Gunung Mutis memiliki umur yang lebih tua serta
merupakan vegetasi alami dari jenis Ampupu. Namun
Keragaman Sifat Pertumbuhan
demikian perlu diingat bahwa perbedaan secara signifikan
Sifat pertumbuhan yang diukur pada penelitian ini
pada pertumbuhan tinggi dan diameter ini didasarkan
adalah sifat tinggi dan diameter tanaman. Rerata
pada data pengukuran tanaman yang masih relatif muda
pertumbuhan tinggi tanaman uji pada masing-masing
Sumardi | 35

yakni pada umur 4 bulan di persemaian, sehingga sangat mm di banding dengan famili-famili asal provenan Bu’at
berpotensi untuk berubah pada umur yang lebih tua. yaitu sebesar 35,22 cm dan 2,24 mm, namun secara
Perbedaan secara signifikan tidak hanya terlihat individu famili nomor 22 asal provenan Buat memiliki
antar provenan namun juga terlihat diantara famili yang pertumbuhan tinggi dan diameter terbaik yaitu 73,71 cm
diuji. Perbedaan secara signifikan di antara famili dan 3,90 mm.
memberikan indikasi bahwa secara umum famili yang diuji
memiliki keragaman genetik yang tinggi untuk sifat tinggi UCAPAN TERIMA KASIH
dan diameter tanaman. Lima rangking terbaik untuk tinggi
semai dari 44 famili yang di uji berdasarkan dengan uji Kami menyampaikan terima kasih kepada rekan-
jarak berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test- rekan dari Balai Penelitian Kehutanan Kupang : Heri
DMRT) di sajikan pada Tabel 2. Kurniawan, Johanis Naklui, Oktofianus Tanopo, Yunus
Sementara untuk lima rangking terbaik diameter Betty dan semua pihak yang tidak mungkin kami sebutkan
semai dari 44 famili yang di uji berdasarkan dengan uji satu persatu yang telah membantu penelitian ini.
jarak berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test-
DMRT) di sajikan pada Tabel 3. DAFTAR PUSTAKA
Dari Tabel 2 dan 3, terlihat secara konsisten famili
nomor 22 asal provenan Buat memiliki pertumbuhan Eldridge K, Davidson J, Harwood C. & Van Wyk G. 1993. Eucalypt
Domestication and Breeding: Oxford University Press, Oxford,
tinggi dan diameter yang paling baik dibanding dengan 43
England.ISBN 0-19-854866-4. 312 pp.
famili lain yang di uji yaitu sebesar 73,71 cm dan 3,90 mm, FAO. 1979. Eucalypts for planting: FAO Forest l Y Series No.II. Rome: Food
meskipun jika dilihat berdasarkan provenan secara and Agriculture 114 Organization of the United Nations.
keseluruhan menunjukkan bahwa provenan Buat tidak Faridah HI & Maesen LJGVD. 1997. Plant Resources of South-East Asia
No. 11: Auxiliary Plants. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia.
lebih baik dari provenan Gunung Mutis. Selain itu famili
pp140-144.
nomor 1, 4 dan 84 asal provenan Gunung mutis juga Hillis WE, & Brown AG. 1984. Eucalypts for wood production: CSIRO
secara konsisten menempati lima rangking terbaik untuk Australia and Academic Press.
pertumbuhan tinggi dan diameter semai sampai dengan Kien ND, Jansson G, Harwood C, & Thinh HH. 2009. Genetic control
ofgrowth and form in Eucalyptlls urophylla in Northern Vietnam.
umur 4 bulan di persemaian.
Journal of Tropical Forest Science, 21(1): 50-65.
Maid M, & Bhumibhamon S. 2009. Timor mountain gum improvement
KESIMPULAN program in eastern Thailand. Journal of Sustainable Development,
2(I): 176-181.
Quang TH. 2010. Applications of Molecular Characters to Breeding of
Evaluasi pertumbuhan tanaman ampupu di
Eucalyptus urophylla Vietnam (p.58). Swedish University of
persemaian sampai dengan umur 4 bulan menunjukkan Agricultural Sciences. Doctoral Thesis.
adanya pengaruh secara signifikan pada provenan dan Rahayu S. 2011. Evaluation of a Progeny Test of Eucalyptus urophylla S.T.
famili yang diuji untuk fifat tinggi dan diameter tanaman, Blake Against the Leaf Blight Disease. In Thielges, B. S. Sastrapradja
and A. Rimbawanto (Eds). Proceedings of the International
namun tidak menunjukkan perbedaan secara signifikan
Conference on ex situ and in situ Conservation of Commercial
pada daya adaptasi tanaman. Famili-famili dari provenan Tropical Trees, held on 11-13 June 2001, Yogyakarta, Indonesia.
Gunung Mutis menunjukkan pertumbuhan rerata tinggi
dan diameter lebih baik yaitu sebesar 45,22 cm dan 2,73
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 36-44

POTENSI SERAPAN KARBON TAMAN MENTENG,


SUROPATI, DAN SITULEMBANG DAN SPESIES DOMINAN
PENYERAP KARBON
1* 1 2
Vivi Khafilatul Jannah , Dimas Haryo Pradana , I Wayan Susi Dharmawan
1
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Kampus
UI Depok, Jawa Barat, Indonesia
2
Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
*Email : [email protected]

Abstrak - Taman Menteng, Taman Suropati, dan Taman Situlembang merupakan tiga taman yang berada di wilayah Jakarta Pusat.
Ketiga taman tersebut dikelola secara terintegrasi oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Pusat. Taman-taman tersebut
berada di sentral Jakarta di mana dilewati oleh jalan-jalan utama yang menuju pusat perkantoran dan perbelanjaan dan dikelilingi oleh
kantor-kantor serta pertokoan. Letaknya yang strategis memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui salah satu manfaat dari adanya taman-taman tersebut, yaitu mengetahui potensi serapan karbon dari tegakan yang
berada di setiap taman dan spesies dominan penyerap karbon. Penghitungan potensi serapan karbon pada tegakan taman dihitung
2,2234
menggunakan metode non-destruktif, memakai persamaan alometrik 0,1728 (dbh) (Dharmawan & Siregar, 2009). Potensi
serapan karbon ketiga taman tersebut secara berurutan 39,42 ton; 109,16 ton; dan 31,46 ton. Speies dominan penyerap karbon pada
setiap taman secara berurutan yaitu Maniltoa grandilora, Swettiana mahagoni, dan Tabebuia chrysotricha.

Kata kunci : karbon, serapan karbon, spesies, tegakan

PENDAHULUAN sebagai pelestarian lingkungan menjadi sangat penting


dalam kondisi kota yang seperti itu. Salah satu kota di
Taman kota merupakan ruang terbuka di suatu Indonesia yang dinamis dan tidak pernah berhenti dari
wilayah kota yang secara optimal digunakan sebagai areal aktivitas warganya yaitu kota Jakarta. Belum ada studi
penghijauan dan berfungsi baik secara langsung maupun mengenai fungsi taman-taman tersebut sebagai pelestari
tidak langsung, untuk kehidupan dan kesejahteraan warga lingkungan terutama sebagai pereduksi polusi.
kotanya (Sukawi, 2008). Secara garis besar fungsi taman Polusi kota Jakarta yang dapat direduksi oleh
kota dapat dikelompokkan dalam tiga fungsi yaitu, fungsi vegetasi pada taman salah satunya yaitu polusi sisa
lanskap, fungsi pelestarian lingkungan, dan fungsi estetika. pembakaran pada mesin kendaraan bermotor. Sisa
Fungsi lanskap meliputi peran taman kota dalam pembakaran mesin kendaraan bermotor mengandung
memberikan ruang bagi interaksi sosial masyarakat, karbon dalam bentuk CO2 yang akan menimbulkan
sarana pendidikan, dan penelitian. Fungsi pelestarian peningkatan suhu lingkungan jika banyak terakumulasi di
lingkungan berkaitan dengan pengendalian kualitas udara dan atmosfer. Peningkatan suhu terjadi karena CO 2
lingkungan. Peran pengendalian kualitas lingkungan di merupakan bagian gas rumah kaca yang berfungsi
antaranya adalah sebagai paru-paru kota, penurun suhu memerangkap panas (Kim, dkk. 2010: 1). Vegetasi dapat
kota, ruang hidup satwa, perlindungan erosi permukaan mereduksi polusi karena vegetasi mempunyai kemampuan
tanah, peredam kebisingan, dan pereduksi polusi. Fungsi menyerap CO2 yang akan digunakan untuk proses
estetika didapat dari keragaman dari ukuran, warna, fotosintesis (Wardani 2014: 5). Kemampuan vegetasi pada
bentuk, dan tekstur dari vegetasi yang ada di suatu taman taman kota dalam menyerap CO2 secara tidak langsung
(Sukawi, 2008). telah menunjukkan peran taman kota sebagai pelestari
Fungsi lanskap dan fungsi estetika dapat dilihat dan lingkungan.
dirasakan secara langsung, namun tidak dengan fungsi Belum pernah ada penelitian mengenai potensi
pelestarian lingkungan. Perlu dilakukan penelitian sejauh vegetasi taman kota sebagai pereduksi polutan berupa
apa suatu taman kota sudah berfungsi sebagai tempat CO2, sehingga potensi tersebut belum termaksimalkan,
pelestarian lingkungan. Kota yang dinamis, selalu ramai padahal terdapat beberapa manfaat ketika potensi
dengan aktivitas warga, banyak terdapat gedung tersebut diketahui. Manfaat tersebut yaitu terdapatnya
perkantoran, aktivitas industri, dan sebagainya, informasi seberapa efektif vegetasi di taman kota dalam
memerlukan taman atau ruang terbuka hijau yang dapat mereduksi CO2, informasi jenis vegetasi yang memiliki
menjaga kelestarian lingkungan kota. Fungsi taman kota kemampuan menyerap CO2 besar, dan lain sebagainya.
Jannah dkk. | 37

Gambar 1. Penyerapan Karbon (Sumber: Sundquist dkk., 2008)

Melihat manfaat yang penting terebut, maka penelitian ini dan geologi yang terjadi. Penyerapan karbon melalui
bertujuan untuk mengetahui potensi tegakan di tiga daratan (biologycal sequestration) adalah penyerapan
taman kota Jakarta Pusat dalam menyerap CO2 dan karbon melalui hutan dengan menambah ruang
mengetahui vegetasi yang berpotensi besar dalam penyimpanan karbon (mengembalikan dan membangun
menyerap CO2 di setiap taman. kembali hutan, lahan basah, dan padang rumput) atau
Karbondioksida adalah salah satu gas di atmosfer mengurangi emisi CO2 (mengurangi lahan untuk pertanian
yang terdistribusi secara merata di permukaan bumi dan menekan kebakaran hutan) (Sundquist, dkk. 2008: 2).
dengan konsentrasi sekitar 0,033% atau 330 part per Biomassa adalah total berat kering tanur vegetasi
million (ppm). Secara komersil, CO2 digunakan sebagai (SNI 7724, 2011). Menurut Global Terrestrial Oberving
pendingin pada lemari es (dry ice), minuman berkarbonasi, System (GTOS, 2009), biomassa adalah massa hidup atau
dan alat pemadam kebakaran. Karbondioksida akan bahan organik mati. Perubahan biomassa vegetasi per
terlepas ke udara ketika karbon yang mengandung bahan satuan luas dalam satu waktu, dapat digunakan sebagai
bakar fosil (minyak, gas alam, dan batu bara) terbakar di variabel penting dalam perubahan iklim, karena biomassa
udara. Sebagai hasil dari konsumsi bahan bakar fosil yang merupakan alat ukur langsung dalam penyerapan dan
luar biasa di seluruh dunia, jumlah CO2 di atmosfer pelepasan karbon antara ekosistem daratan dengan
bertambah dalam beberapa abad terakhir. Rata-rata atmosfer. Simpelnya, biomassa adalah energi yang
penambahan CO2 di atmosfer setiap tahunnya sebesar 1 tersimpan atau bahan organik yang selalu terbaharui
ppm. Penambahan CO2 di atmosfer yang kontinyu dapat sepanjang waktu (National Association of Conservation
menyebabkan perubahan besar pada iklim global District, 2008). Biomassa pada vegetasi menyerap karbon
(Shakhashiri, 2008). dari atmosfer dan mengembalikannya ke atmosfer ketika
Istilah serapan karbon digunakan untuk vegetasi dikonsumsi (ditebang, dibakar, dan sebagainya)
menggambarkan proses baik alami ataupun buatan dalam (National Association of Conservation District. 2008: 9).
menghilangkan CO2 dari udara atau mengalihkan sumber Oleh karena itu, prinsip dari pengukuran serapan karbon
emisi CO2 dan menyimpannya di laut, daratan (tanah, adalah penghitungan biomassa (SNI 7724, 2011).
sedimen, vegetasi), dan bentukan geologi lainnya Penghitungan biomassa dapat dilakukan dengan
(Sundquist dkk., 2008). dua cara yaitu metode destructive sampling dan non
Mengontrol CO2 di atmosfer membutuhkan upaya destructive sampling. Metode destructive sampling
mitigasi yang mengombinasikan antara mengurangi emisi dilakukan dengan menebang tegakan, membagi bagian-
dan memperbanyak tempat penyimpanan. Saintis di dunia bagian tegakan, mengukur dan menimbang bagian-bagian
sedang mempelajari kapasitas dan batas dari setiap ruang tersebut. Metode non destructive sampling dilakukan
penyimpanan karbon dan konsekuensi ekologi, hidrologi, dengan tidak menebang tegakan tetapi menggunakan
38 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 36-44

pendekatan yang dapat dijadikan acuan. Pendekatan (Februari – Maret 2015). Jenis penelitian yang dilakukan
tersebut yaitu persamaan alometrik dan rumus geometrik. adalah penelitian non eksperimental.
Persamaan alometrik merupakan model biomassa yang Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu
telah dikembangkan untuk suatu jenis tanaman tertentu, penentu posisi koordinat (GPS), peta kerja, tali untuk
sehingga hanya membutuhkan data diameter setinggi membentuk plot, dan pita ukur. Bahan yang digunakan
dada (dbh) untuk menghitung biomassa. Penghitungan adalah plastik ziplock. Penelitian yang dilakukan terdiri
biomassa menggunakan rumus geometrik memerlukan atas beberapa tahapan kerja, yaitu penentuan luas area
data diameter setinggi dada (dbh), tinggi total dan faktor vegetasi, pembuatan grid pada peta areal taman,
ekspansi biomassa (BEF) (Hardjana, 2014). penentuan banyak plot yang dibutuhkan, penentuan
Pada ekosistem daratan, karbon tersimpan dalam peletakan plot, pengambilan data, pengolahan, dan
tiga komponen pokok yang merupakan parameter yang analisis data.
diukur di tingkat plot. Komponen-komponen tersebut Luas area vegetasi pada setiap taman dihitung
yaitu biomassa dari vegetasi yang masih hidup, dengan cara mengurangi luas taman dengan luas
nekromassa, dan bahan organik tanah (IPCC, 2006). bangunan yang tidak ditanami vegetasi. Penghitungan luas
Menghitung cadangan karbon pada prinsipnya area vegetasi pada penelitian ini menggunakan software
berdasarkan kandungan biomassa dan bahan organik pada ArcGIS versi 10.2. File peta yang akan dihitung luasnya
sumber karbon (Lugina, dkk.. 2011: 5). Jumlah cadangan (bentuk shapefile) dibuka dalam software ArcGis. Langkah
karbon tersimpan perlu diukur sebagai upaya untuk pertama dengan membuat kolom baru ditambahkan
mengetahui besarnya cadangan karbon pada saat tertentu dengan nama “luas” dan tipe “double”. Langkah kedua
dan perubahannya apabila terjadi kegiatan yang yaitu mengubah file berbentuk shapefile menjadi sistem
menambah atau mengurangi besar cadangan (Lugina dkk., koordinat UTM, lalu kembali ke tabel. Langkah ketiga,
2011). kolom luas yang telah terbentuk diklik kanan pada judul
Proses penimbunan CO2 dalam tubuh tanaman kolom kemudian dipilih menu “calculate geometry” –
hidup dinamakan proses sekuestrasi (C sequestration). “pilih satuan” – “OK”, maka muncul angka luasan.
Melalui proses tersebut, maka mengukur jumlah C yang Guna grid yaitu untuk memudahkan penempatan
disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada plot yang akan disampling setelah diketahui luas area
suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di vegetasi. Skala yang digunakan disesuaikan dengan
atmosfer yang diserap oleh tanaman (Hairiah & Rahayu, masing-masing skala pada peta kerja yang berada di
2007). Pemilihan tempat simpanan karbon pada penelitian sebelah kanan atas dari peta kerja. Penentuan plot yang
ini yaitu tegakan di taman kota. Tegakan adalah komunitas dibutuhkan didapat dari penghitungan intensitas sampling.
dari suatu tumbuhan (Hardjana. 2014). Richard (1964) Intensitas sampling adalah besarnya unit contoh sampel
mendefinisikan tegakan berupa struktur dalam suatu yang diambil di dalam populasi tertentu dan dinyatakan
hutan sebagai sebaran individu tumbuhan dalam lapisan dengan persentase (Kementrian Kehutanan, 2010: 5).
tajuk hutan. Meyer (1961) menggunakan istilah tersebut Mula-mula dihitung banyaknya plot yang dapat dibuat dari
sebagai sebaran jumlah pohon per satuan luas (hektar) luasan vegetasi yang ada. Banyaknya plot yang dapat
dalam berbagai lapisan kelas diameternya. Menurut dibuat, didapat dengan menggunakan persamaan berikut
Suhendang (1985) struktur tegakan adalah sebaran luas
bidang dasar pada berbagai kelas diameter.
Tumbuhan hijau menyesuaikan pertumbuhannya
dengan ketersediaan karbondioksida di atmosfer. Oleh
karena itu, penambahan emisi karbondioksida oleh Setelah banyaknya plot yang dapat dibuat
kegiatan manusia maupun fenomena alam dapat dengan didapatkan, langkah selanjutnya yaitu menentukan plot
mudah diseimbangkan oleh mekanisme penarikan karbon berdasarkan intensitas sampling. Intensitas sampling yang
alami. Hal tersebut mengindikasikan bahwa yang menjadi digunakan yaitu 50% sehingga persamaannya menjadi
masalah bukanlah seberapa besar karbondioksida yang persamaan berikut:
kita lepas, melainkan seberapa cepat kita meniadakan
komponen-komponen penarik karbondioksida, dalam hal
ini tumbuhan hijau. (Tasirin dkk., 2013). Karbon juga masih Banyak plot berdasarkan intensitas sampling 50% (c) = banyak
tersimpan pada bahan organik mati dan produk-produk plot yang dapat dibuat x 50%
kayu baik ketika masih digunakan maupun sudah berada di
tempat penimbunan, namun kemampuan serapannya Intensitas sampling 50% diambil berdasarkan
sudah tidak ada (Wahyunto,dkk.. 2004). pertimbangan luas daerah penelitian yang kecil, sehingga
harus didapatkan sampel yang representatif dan valid.
METODE PENELITIAN Semakin besar nilai intensitas sampling, maka semakin
valid data yang didapat. Langkah terakhir yaitu
Penelitian dilakukan di tiga taman kota Jakarta menentukan distribusi plot pada kelompok tegakan (blok)
Pusat, yaitu Taman Menteng, Taman Suropati, dan Taman di setiap taman. Plot yang digunakan dalam penelitian
2 2
Situlembang. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan berukuran 2 x 2 m sampai 20 x 20 m , ukuran dalam
Jannah dkk. | 39

pedoman standar nasional Indonesia (SNI 7724, 2011) memerhatikan kisaran diameter tegakan, jumlah, dan
untuk sampling vegetasi tegakan dengan diameter ≥ 20 kerapatan kayu (data sekunder). Analaisis serapan karbon
cm. Berdasarkan survei pendahuluan, besar diameter dikaitkan dengan penggunaan lahan dan besar emisi CO 2
tegakan di kelima taman tersebut rata-rata mencapai ≥ 20 dari kendaraan bermotor di wilayah Jakarta Pusat.
cm. Penggunaan lahan bersinggungan langsung dengan
keberadaan taman kota dan kemampuan serapan karbon
Banyak plot pada setiap blok = A/B x c begitu juga dengan emisi yang dihasilkan oleh kendaraan.
Data biomassa tegakan taman di Jakarta Pusat juga
Keterangan:
dapat dimanfaatkan sebagai informai jenis tegakan apa
A : luas vegetasi pada setiap blok di taman
saja yang berpotensi besar dalam menyerap karbon
B : luas seluruh vegetasi pada taman
sehingga dapat menjadi informasi penting dalam
c : banyak plot berdasarkan intensitas
mengelola taman ke depannya, meskipun kemungkinan
sampling
besar tidak semua jenis tegakan masuk dalam sampling.
Plot pada setiap kelompok tegakan di taman
ditempatkan secara stratified sampling with random start. Kandungan dan Kemampuan Serapan Karbon Taman
Stratified karena dalam suatu taman dibagi menjadi Menteng
beberapa kelompok blok tegakan berdasarkan letak Tabel 2 menunjukkan bahwa Taman Menteng
penanaman (stratifikasi). Random start karena awalan plot memiliki tegakan lengkap dari pohon hingga semai.
di setiap kelompok tegakan diletakkan secara acak. Plot Perbandingan dominasi antar tegakan tidak terlalu besar.
diletakkan dari utara ke selatan mengikuti peletakan plot Tegakan yang paling banyak terdapat pada Taman
pada hutan agar tidak memotong garis kontur. Jika Menteng yaitu tegakan pohon dengan perkiraan rata-rata
memungkinkan, plot pertama berjarak 20 m dari batas kandungan karbon sebesar 5,82 ton/ha dan memiliki
taman dan jarak antar plot 5 m. Bentuk dan ukuran plot kemampuan menyerap karbon sebesar 20,61 ton atau
seperti pada gambar 2. 54,1% kemampuan menyerap karbon di Taman Menteng
Pengambilan data di lapangan berupa diameter berasal dari tegakan pohon. Urutan kedua yaitu tegakan
setinggi dada (dbh), nama spesies, dan jumlah spesies tiang dengan diameter 10-20 cm dan memiliki rata-rata
yang berada dalam plot. Data dbh akan dihitung menjadi kandungan karbon 1,8 ton/ha. Serapan karbon dari
biomassa menggunakan persamaan alometrik. Khusus tegakan tiang sebesar 6,38 ton yang berarti 28,9%
untuk tegakan kelapa dan palem tidak diikutsertakan kemampuan menyerap karbon di Taman Menteng berasal
karena belum ada persamaan alometrik untuk menghitung dari tegakan tiang. Urutan ketiga yaitu tegakan pancang
biomassa jenis tersebut. Pengolahan data dimulai dengan yang memiliki diamter 2-10 cm. Urutan terakhir yaitu
menghitung biomassa dari setiap tegakan. Biomassa dari semai. Saat pengambilan data di Taman Menteng, semai
setiap tegakan dalam taman dihitung rata-ratanya memang sangat jarang ditemukan.
sehingga menjadi perwakilan biomassa individu taman.
Kandungan dan Kemampuan Serapan Karbon Taman
Biomassa tegakan dihitung menggunakan persamaan
Suropati
alometrik berikut:
Tabel 3 menunjukkan bahwa tegakan di Taman
2,2234
Biomassa tegakan = 0,1728 (dbh) Suropati sangat didominasi oleh tegakan dengan ukuran
(Dharmawan dan Siregar, 2009) diameter ≥ 20 cm (pohon). Tegakan pohon diperkirakan
memiliki rata-rata kandungan karbon 26,71 ton/ha dan
Data biomassa tersebut kemudian digunakan untuk memiliki kemampuan menyerap karbon sebesar 102,99
mengetahui cadangan karbon pada setiap taman dengan ton atau 94,35% kemampuan menyerap karbon di Taman
cara mengalikan biomassa dengan koefisien 0,5 sesuai Suropati berasal dari tegakan pohon. Urutan kedua yaitu
dengan persamaan berikut: tegakan tiang dengan diameter 10-20 cm dan memiliki
Kandungan karbon = Biomassa(kg) x 0,5 rata-rata kandungan karbon 0,74 ton/ha. Serapan karbon
(Brown, 1997) dari tegakan tiang sebesar 2,84 ton atau 2,6% kemampuan
menyerap karbon di Taman Suropati berasal dari tegakan
Cadangan karbon tersebut kemudian dikonversi ke tiang. Urutan ketiga dan terakhir yaitu tegakan pancang
banyaknya karbon yang dapat diserap dengan persamaan yang memiliki diamter 2-10 cm. Rata-rata kandungan
berikut. Angka 44/12 merupakan bentuk konversi dari karbon dari tegakan pancang yaitu 0,86 ton/ha dan
berat C ke CO2 yang didapat dari berat molekul CO2 memiliki kemampuan serapan karbon 3,32 ton. Sebesar
sebesar 44 g (Agus, dkk.. 2011: xi). Pengolahan data 3,05% kemampuan menyerap karbon pada Taman
menggunakan program microsoft excel dengan Suropati berasal dari tegakan pancang. Tidak terdapat
memasukkan data dan rumus. semai di Taman Suropati, sehingga tidak masuk dalam
sampel. Tegakan yang berada di Taman Suropati sebagian
Potensi serapan karbon = (44/12) x kandungan karbon besar masuk dalam fase dewasa.
(Brown, 1997)
Kandungan dan Kemampuan Serapan Karbon Taman
Data biomassa, cadangan karbon, dan potensi Situlembang
serapan karbon setiap taman dianalisis dengan
40 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 36-44

Tabel 4 menunjukkan bahwa Taman Situlembang menyerap karbon berasal dari tegakan pohon. Urutan
memiliki tegakan lengkap dari pohon hingga semai. kedua yaitu tegakan tiang dengan diameter 10-20 cm dan
Perbandingan dominasi antar tegakan cukup besar memiliki rata-rata kandungan karbon 3,22 ton/ha. Serapan
terutama tegakan pohon. Tegakan dewasa cukup banyak karbon dari tiang sebesar 4,66 ton yang berarti 14,83%
terdapat di taman tersebut. Tegakan pohon memiliki rata- kemampuan menyerap karbon vegetasi Taman
rata kandungan karbon paling besar yaitu 14,69 ton/ha. Situlembang berasal dari tegakan tiang. Urutan ketiga
Estimasi serapan karbon dari tegakan pohon yaitu 21,3 ton yaitu tegakan pancang yang memiliki diamter 2-10 cm.
atau 67,72% kemampuan Taman Situlembang dalam Urutan keempat dan terakhir yaitu semai.

Tabel 1. Luas Taman (ha) dan Lokasi


No. Taman Luas (ha) Lokasi
1. Taman Menteng 2,4546 Menteng
2. Taman Suropati 1,6328 Menteng
3. Taman Situ Lembang 1,47 Menteng
Sumber: Data Dinas Pertamanan dan Pemakaman 2014

Gambar 2. Bentuk dan ukuran plot

a.
Jannah dkk. | 41

b.

c.

Gambar 3. Peta Kerja: a. Taman Menteng; b.Taman Suropati; c. Taman Situlembang


42 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 36-44

Tabel 2. Kandungan Karbon dan Estimasi Serapan Karbon Tabel 5. Perbandingan Kandungan Karbon dan Estimasi
Taman Menteng Serapan Karbon Setiap Taman
Estimasi Total Estimasi Total
Kandungan Serapan Rata-rata
Serapan Persen- Kemampuan Luas
Jenis Karbon karbon Taman Kandungan
Karbon* tase (%) Serapan Karbon vegetasi
(ton/ha) (ton/ha) Karbon (ton/ha)
(ton) (ton) (ha)
Pohon 5,82 21,33 20,61 54,1087 Taman
28,31 109,16 1,0516
Tiang 3,10 11,38 11,00 28,879 Suropati
Pan- Taman
1,80 6,60 6,38 16,7498 39,42
cang Menteng 11,12 0,9665
Semai 0,03 0,10 0,10 0,26254 Taman Situ
21,69 31,46 0,3955
Total 10,75 39,41 38,09 100 Lembang
Keterangan: (*) Estimasi dihitung berdasarkan luasan
vegetasi taman (0,9665 ha) HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3. Kandungan Karbon dan Estimasi Serapan Karbon Perbandingan Kandungan Karbon dan Estimasi Serapan
Taman Suropati Karbon Setiap Taman
Estimasi Taman yang memiliki estimasi kemampuan serapan
Kandungan Serapan
Serapan Persen-
Jenis Karbon karbon karbon paling tinggi secara berurutan yaitu Taman
Karbon* tase (%)
(ton/ha) (ton/ha)
(ton)
Suropati, Taman Menteng, dan terakhir Taman
Situlembang. Hal tersebut dapat terjadi karena lingkup
Pohon 26,71 97,94 102,99 94,35
pengukuran kemampuan serapan karbon pada penelitian
Tiang 0,74 2,70 2,84 2,60 ini berdasarkan luas vegetasi di setiap taman. Taman yang
Pan- memiliki luas vegetasi besar lebih berpotensi dalam
0,86 3,16 3,32 3,05
cang menyerap karbon lebih besar karena jumlah vegetasi yang
Semai T.A T.A T.A T.A lebih banyak.
Menurut Hendrawan (2014) kandungan karbon
Total 28,31 103,81 109,16 100 pada setiap tegakan sangat dipengaruhi oleh besarnya
Keterangan: biomassa tegakan. Semakin besar biomassa, maka
(*) = Estimasi dihitung berdasarkan luasan vegetasi kandungan karbon akan semakin besar sehingga
taman (1,0516 ha) hubungan antara besarnya karbon dengan biomassa
T.A = Tidak terdapat dalam sampel berbanding positif. Menurut Whitten dkk. (2010),
biomassa berhubungan dengan faktor-faktor fotosintesis
Tabel 4. Kandungan Karbon dan Estimasi Serapan Karbon dan faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut yaitu CO2,
Taman Situlembang suhu, curah hujan, umur tanaman, kerapatan tegakan,
Serapa komposisi dan struktur tegakan, dan kualitas tempat
Estimasi
Kandungan n tumbuh.
Serapan persenta
Jenis Karbon karbon Pembagian proporsi penyerapan karbon pada
Karbon* se (%)
(ton/ha) (ton/ha setiap taman menunjukkan bahwa tingkat penyerapan
(ton)
) karbon yang mendominasi adalah tegakan pohon. Hal
Poho tersebut berhubungan dengan diameter dari masing-
14,69 53,87 21,30 70,3202
n masing tegakan dan tingkat kerapatan vegetasi dari setiap
Tiang 3,22 11,79 4,66 15,3846 taman. Namun yang lebih relevan terhadap tingkat
Panca penyerapan karbon pada kondisi ini adalah diameter
2,10 7,71 3,05 10,0693
ng vegetasi, karena dengan tingkat kerapatan vegetasi yang
Semai 0,88 3,23 1,28 4,22582 cukup rendah dibandingkan pancang, pohon lebih
Total 20,89 76,6 30,29 100 mendominasi (Hendrawan, 2014).
Keterangan: (*) Estimasi dihitung berdasarkan luasan Jenis tegakan pohon, tiang, dan pancang, termasuk
vegetasi taman (0,3955 ha) ke dalam jenis dominan sebagai penyerap karbon, karena
pada masing-masing jenis tersebut memiliki jumlah
serapan karbon yang relatif tinggi bila ditinjau dari
kelompok vegetasinya. Tegakan yang termasuk ke dalam
jenis tiang dan pancang merupakan kelompok tegakan
yang berpotensi besar dalam menyerap karbon di masa
yang akan datang. Pemeliharaan pada setiap jenis tegakan
merupakan langkah awal mengurangi dampak mitigasi
Jannah dkk. | 43

perubahan iklim, karena pada setiap jenis tegakan akan tempat tropis dan dapat mencapai tinggi 15 m. Biasanya
mengalami peningkatan dan penurunan secara berkala. digunakan sebagai tanaman ornamental atau tanaman
hias (Rahman dkk., 2011). Tanaman tersebut hijau
Kontribusi Serapan Karbon Taman Menteng , Suropati,
sepanjang tahun sehingga cocok ditanam di taman
dan Situlembang Terhadap Kadar CO2 di Menteng,
ataupun di jalan sebagai peneduh. Bentuk mahkotanya
Jakarta Pusat
seperti bentuk payung.
Ketentuan RTH di tingkat kota/kabupaten sesuai
Vegetasi dominan pada Taman Situlembang yaitu
dengan UU No.26 tahun 2007 yaitu minimal sebesar 30%
Kayumanis (Cinnamomum spp.). Tanaman kayumanis
dengan ketentuan 20% RTH publik dan 10% RTH privat.
dapat tumbuh di dataran rendah, sedang, sampai dataran
Luas kota Jakarta sebesar 64.961 ha (Perda No.1 tahun
tinggi. Bagian ranting dan daun dapat diproses menjadi
2009) berarti disyaratkan minimal memiliki RTH publik
minyak (cinamon oil). Di dunia tercatat terdapat 54 jenis
seluas 12.992 ha yang tersebar di enam wilayah
tanaman kayumanis, 12 di antaranya terdapat di
kotamadya Jakarta. Tahun 2012 sampai 2013 menurut
Indonesia.
data resmi Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD)
terdapat pembebasan lahan di Jakarta Pusat seluas 2,48
KESIMPULAN
ha untuk taman kota dan RTH lainnya, sementara
pembangunan RTH selama 2012-2013 di Jakarta Pusat
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka
sebesar 0,24 ha. Jika pembebasan lahan tersebut
dapat disimpulkan potensi serapan karbon pada tegakan
diasumsikan untuk pembuatan taman kota seluruhnya,
di Taman Menteng yaitu 38,09 ton dengan tegakan yang
dengan mengacu pada hasil penelitian, yaitu 2,41 ha luas
berpotensi Maniltoa grandiflora. Potensi serapan karbon
vegetasi di tiga taman mampu menyerap karbon 180,04
pada tegakan di Taman Suropati yaitu 109,16 ton dengan
ton, maka 2,72 ha luas lahan yang dibebaskan dan
tegakan yang berpotensi Delonix regia. Potensi serapan
terbangun akan menambah ruang penyimpanan karbon
karbon pada tegakan di Taman Situlembang yaitu 30,29
sebesar 203,2 ton CO2. Total luasan taman kota di Jakarta
ton dengan tegakan yang berpotensi Cinnamomum spp.
Pusat sampai 2015 (jika ditambahkan dengan pembebasan
Kontribusi tegakan di tiga taman tersebut sampai Maret
lahan dan pembangunan RTH dengan asumsi dibangun
tahun 2015 dalam menyerap karbon sebesar 180,04 ton.
taman kota) yaitu 36,79 ha dengan total serapan karbon
Kadar emisi CO2 di Jakarta Pusat dari sektor kendaraan
1.757,9 ton CO2. Total tersebut memiliki porsi 0,28% dari
bermotor pada tahun 2008 sebesar 8.695.283,37
RTH publik yang diharuskan di kota Jakarta (12.992,2 ha).
ton/tahun. Jika emisi tidak bertambah dari tahun 2008
Besar RTH publik yang diharuskan pada setiap wilayah
sampai dengan tahun 2015, maka tegakan di tiga taman
kotamadya Jakarta tidak dapat disamaratakan karena tiap
kota tersebut berperan dalam menyerap 0,0000115% dari
wilayah memiliki rencana pembangunan dan
total emisi.
pengembangan masing-masing.
Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil
Kadar emisi CO2 di Jakarta dari emisi kendaraan
penelitian yaitu, pengelolaan taman dengan menambah,
bermotor berdasarkan hasil penelitan Nur dkk. (2008:
mengurangi, atau mengganti vegetasi sebaiknya
AP2-7) sebesar 8.695.283,37 ton/tahun. Jika emisi tidak
memerhatikan kerapatan kayu untuk memaksimalkan
bertambah sampai tahun 2015, maka tegakan di tiga
peran serapan karbon. Kedua, perlu adanya pendataan
taman kota Jakarta Pusat dalam penelitian berperan
secara berkala potensi serapan karbon dari ruang terbuka
dalam menyerap 0,0000115% dari emisi CO2 tersebut.
hijau di wilayah DKI Jakarta. Ketiga, perlu dilakukan
Emisi CO2 di Jakarta Pusat dimungkinkan lebih kecil dari
pendataan kadar emisi CO2 dari berbagai sektor di setiap
angka emisi CO2 di Jakarta, namun belum dapat dipastikan
wilayah kota Jakarta.
apakah kemampuan serapan tegakan di taman kota
Jakarta Pusat sudah dapat menyeimbangkan emisi CO 2 di
DAFTAR PUSTAKA
wilayah Jakarta Pusat karena ketidakadaan sumber yang
spesifik mengenai emisi CO2 di Jakarta Pusat. Agus F, Hairiah K, dan Mulyani A. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon
Tanah Gambut. World Agroforestry Centre, Balai Besar Penelitian
Spesies Dominan Penyerap Karbon
dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, dan Universitas
Vegetasi dominan pada Taman Menteng yaitu Brawijaya, Bogor: xiii + 58 hlm.
Maniltoa grandiflora atau lebih dikenal dengan Sapu Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta. 2012.
Tangan Hijau dengan jumlah 39 tegakan. Tanaman terebut Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah: Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 2012. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus
merupakan tanaman yang hijau sepanjang tahun dan
Ibukota Jakarta, Jakarta: 471 hlm.
dapat tumbuh hingga 25 m. Ditanam di tempat-tempat Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi. 2013. Buku Data
publik seperti taman kota, lapangan golf, tempat parkir, Status Lingkungan Hidup Daerah: Provinsi Daerah Khusus Ibukota
dan di tempat rekreasi. Mempunyai daun yang Jakarta 2013. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Jakarta: 471 hlm.
memanjang ke bawah (seperti sapu tangan) dan berwarna
Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest.
hijau muda. FAO Forestry Paper: 134.
Vegetasi dominan pada Taman Suropati yaitu Darwis. Profil Tanaman Kayumanis di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman
Flamboyan (Delonix regia) dengan jumlah tegakan 36 Obat dan Aromatik: 46-54.
Dharmawan IWS dan Siregar CA. 2009. Sintesa UKP Teknologi dan
batang. Flamboyan merupakan tanaman yang tumbuh di
Kelembagaan Pemanfaatan Jasa Hutan Sebagai Penyerap Karbon.
44 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 36-44

Laporan Hasil Penelitian. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 131
Bogor. tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas
Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta. 2014. Data Taman di Rumah Kaca: xv + 138 hlm.
Jakarta. Jakarta: 3 hlm. Richards PW. 1964. the Tropical Rain Forest an Ecology Study.
Hairiah K dan Rahayu S. 2007. Petunjuk Praktis Pengukuran Karbon Cambridge at The University Press. Cambridge.
Tersimpan. Di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Shakhashiri. 2008. Carbon Dioxide CO2. Artikel. www.scifun.org.
Agroforestry Centre, Bogor: vi + 73 hlm. Standar Nasional Indonesia. 2011. Pengukuran dan Penghitungan
Hardjana AK. 2014. Panduan Pengukuran Karbon Tegakan Tanaman Cadangan Karbon-Pengukuran Lapangan untuk Penaksiran
Meranti. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Samarinda: v + 32 Cadangan Karbon Hutan (Ground Based Forest Carbon
hlm. Accounting). Badan Standardisasi Nasional, Jakarta: ii + 16 hlm.
Hendrawan F. 2014. Potensi biomassa karbon tegakan, nekromas Suhendang E. 1985. Studi Model Struktur Tegakan Hutan Hujan Alam
(necromass) dan serasah (litter) pada Hutan Penelitian Dramaga. Dataran Rendah di Bengkunat, Propinsi DT I Lampung. [Thesis]
[Skripsi] Fakultas Kehutanan, Universitas Nusa Bangsa: vi + 48 hlm. Fakultas Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan.
IPCC. 2006. IPCC Guidlines for National Greenhouse Gas Inventories. IPCC Sukawi. 2008. Taman Kota dan Upaya Pengurangan Suhu Lingkungan
National Greenhouse Gas Inventories Programme. IGES, Japan. Perkotaan (Studi Kasus Kota Semarang). Jurnal Seminar Nasional:
Kementrian Kehutanan. 2010. Petunjuk Teknis Inventarisasi Hutan pada 266—271.
Wilayah KPHL, KPHP. Direktorat Jendral Planologi Kehutanan, Sundquist E, Burruss R, Faulkner S, Gleason R, Harden J, Kharka Y,
Jakarta: ii + 26 hlm. Tieszen L, dan Waldrop M. 2008. Carbon Sequestration to Mitigate
Kim Y, E Granger, K Puckett, C Hasar, dan L Francel. 2010. Global Climate Change. Report. United States Geologycal Survey: 4 hlm.
Warming Definition: 1 hlm. http://web.mit.edu/12.000/www/- [email protected].
m2010/finalwebsite/background/globalwarming/definition.htmldi Tasirin, Caroline MA, Langi, Walangitan HD, dan Kalangi JI. 2013. Analisis
akses 28 Desember 2014, pk. 14.00 WIB. Potensi Penyerapan Karbon Atmosferik di Stasiun Penelitian Hutan
Lugina M, KL Ginoga, A Wibowo, A Bainnaura, dan T Partiani. 2011. Bron, Desa Warembungan, Kabupaten Minahasa. E-Journal
Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk Pengukuran Stok Karbon di Universitas Sam Ratulangi 3(6): 1—8.
Kawasan Konservasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Wahyunto S, Ritung, dan Subagjo H. 2004. Peta Sebaran Lahan Gambut,
Perubahan Iklim dan Kebijakan, Bogor: v +21 hlm. Luas, dan Kandungan Karbon di Kalimantan. Wetlands
Meyer HA, AB Recknagel, DD Stevensen and RA Bartoo. 1961. Forest International – Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada
Manajement. The Ronald Press Company. New York. (WHC), Bogor: v + 52 hlm.
National Association of Conservation Districts. 2008. Woody Biomass: Wardani I. 2014. Keanekaragaman Jenis Ophiuroidea di Zona Intertidial
Desk Guide and Toolkit. United States: xi + 187 hlm. Pantai Bama Taman Nasional Baluran. Skripsi. Universitas Jember,
Nur Y, P Lestari, dan I Utari. 2008. Inventori emisi gas rumah kaca (CO2 Jember: xvii + 40 hlm.
dan CH4) dari sektor transportasi di DKI Jakarta berdasarkan Whitten T, RE Soeriatmadja, dan S Afif. 2000. Ecology of Java and Bali.
konsumsi bahan bakar. Jurnal Institut Teknologi Bandung Singapur, Periplus
Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 1 Tahun 2009 tentang Zoer’aini D. 1997. Tatanan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. CIDES,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007- Jakarta.
2012.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.4 No.1 Hal : 45-50

SEBARAN TANAMAN BUAH DI PROVINSI BENGKULU


Afrizon*, Siti Rosmanah
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu
Jl. Irian Km 6,5 Bengkulu 38119Telp. (0736) 23030, Fax. (0736) 345568
*Email : [email protected]

Abstrak - Tanaman buah banyak tersebar di wilayah Provinsi Bengkulu, akan tetapi sebarannya belum diketahui pada masing-masing
kabupaten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran jenis dan keanekaragaman tanaman buah pada masing-masing
kabupaten. Kegiatan ini dilakukan pada 6 Kabupaten Kota di Provinsi Bengkulu yaitu Bengkulu Tengah, Kaur, Bengkulu Selatan, Kota
Bengkulu, Mukomuko, dan Lebong. Penelitian dilaksanakan pada Februari-September tahun 2014. Pengambilan data dilakukan pada
lahan pekarangan masyarakat yang diambil secara sengaja (purposive) berdasarkan tingkat populasi dan keanekaragaman tanaman
buah. Jumlah data yang diambil sebanyak 30 pada masing-masing lokasi. Data yang diambil meliputi nama jenis tanaman buah, jumlah
jenis dan jumlah individu. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui persentase sebaran masing-masing jenis
tanaman buah, sedangkan untuk mengetahui keanekaragaman tanaman dianalisis dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener.
Berdasarkan hasil, diperoleh sebanyak 49 jenis tanaman buah yang tersebar pada 24 famili. Terdapat 5 jenis tanaman buah yang
banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Provinsi Bengkulu yaitu pisang (72,84%), mangga (48,52%), rambutan (35,49%), durian
(29,35%) dan jambu biji (27,90%). Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman, berkisar antara 0,85 – 2,72, ini menunjukkan bahwa
keanekaragaman tanaman buah di Provinsi Bengkulu berada pada tingkat rendah sampai sedang. Kondisi ini memungkinkan peluang
untuk pengembangan tanaman buah dengan introduksi inovasi teknologi yang sesuai dengan agroklimat setempat

Kata kunci : keanekaragaman, lahan pekarangan, sebaran, tanaman buah

PENDAHULUAN Tanaman buah merupakan salah satu komoditas


yang berpotensi untuk dikembangkan di Provinsi
Lahan pekarangan merupakan lahan yang berada di Bengkulu. Berdasarkan data BPS Provinsi Bengkulu (2013),
sekitar rumah dengan batas dan pemilikan yang jelas dan terdapat beberapa buah yang mempunyai produksi lebih
merupakan lahan yang potensial untuk produksi tinggi dibandingkan dengan jenis buah lain yaitu pisang
pertanian, sumber plasma nutfah dan sebagai ruang (335.399 kuintal), durian (174.882 kuintal), rambutan
terbuka hijau yang dapat menyerap karbon secara efektif (96.092 kuintal), pepaya (92.899 kuintal) dan nangka
(Arifin dkk., 2008). Berdasarkan fungsinya, lahan (74.604 kuintal). Secara umum, pengembangan tanaman
pekarangan mempunyai peranan yang berbeda buah tersebut masih dilakukan pada lahan pekarangan.
tergantung pada tingkat kebutuhan, sosial, budaya, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran jenis
pendidikan masyarakat maupun faktor fisik dan ekologi dan keanekaragaman tanaman buah pada masing-masing
suatu tempat (Rahayu dan Prawiroatmodjo, 2005). kabupaten.
Menurut Karyono (2000), jenis tanaman yang
dibudidayakan berbeda-beda antara satu lokasi dengan METODE PENELITIAN
lokasi lain. Faktor yang mempengaruhi perbedaan struktur
jenis adalah faktor iklim, edafik dan sosial budaya Kajian dilaksanakan pada 6 Kabupaten/Kota di
setempat. Umumnya pekarangan yang baik akan terdapat Provinsi Bengkulu yaitu Mukomuko, Bengkulu Tengah,
di daerah yang mempunyai iklim basah (curah hujan Kota Bengkulu, Bengkulu Selatan, Kaur, dan Lebong pada
merata sepanjang tahun) atau mempunyai pengairan yang Februari-September 2015 (peta terlampir). Pengambilan
teratur. data dilakukan pada lahan pekarangan yang dipilih secara
Berdasarkan hasil penelitian Arifin dkk. (2008) pada sengaja (purposive) berdasarkan tingkat keragaman dan
lahan pekarangan unit-unit Daerah Aliran Sungai (DAS) di populasi tanaman buah. Jumlah sampling yang diambil
Pulau Jawa sebanyak 14,8% merupakan tanaman buah. sebanyak 30 titik pada masing-masing lokasi.
Beberapa jenis tanaman buah yang ditanam di seluruh Data yang diambil meliputi nama jenis tanaman,
Provinsi di Pulau Jawa adalah jambu, mangga, pepaya, jumlah jenis dan jumlah individu masing-masing tanaman.
pisang, rambutan dan durian. Menurut Rina dkk. (2012), Pengambilan data dilakukan melalui pencatatan jenis
penanaman tanaman buah pada lahan pekarangan selain tanaman buah yang berada pada lokasi sampling.
bertujuan untuk menambah penghasilan keluarga juga Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara
sebagai pelindung rumah dari cahaya matahari sehingga deskriptif untuk mengetahui persentase sebaran masing-
penanamannya banyak dilakukan pada bagian samping masing jenis tanaman buah, sedangkan untuk mengetahui
rumah. indeks keanekaragaman tanaman dilakukan analisis
46 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 45-50

1
Shannon-Wienner (Barbour dkk., 1987 dalam Prasetyo, Dimana H merupakan indeks keanekaragaman, ni
1
2007). Penghitungan nilai indeks keanekaragaman (H ) adalah jumlah individu tiap spesies dan N merupakan
menggunakan persamaan sebagai berikut : jumlah total indovidu dalam sampel. Nilai tolak ukur
indeks keanekaragaman Shannon-Wienner disajikan pada
Tabel 1.

Tabel 1. Nilai tolak ukur indeks keanekaragaman tanaman


Nilai tolak ukur Keterangan
H’<1,0 Keanekaragaman rendah, miskin, produktivitas sangat rendah sebagai indikasi adanya
tekanan yang berat dan ekosistem tidak stabil.
1,0 < H’ < 3,322 Keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan
ekologis sedang.
H’ > 3,322 Keanekaragaman tinggi, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi, tahan terhadap
tekanan ekologis.
Sumber : Restu (2002) dalam Fitriana (2006)

HASIL DAN PEMBAHASAN Bengkulu. Famili lain yang terdapat di dua lokasi yaitu
Euphorbiaceae di Bengkulu Tengah dan Punicaceae di
Tabel 2. Jumlah jenis tanaman buah pada masing-masing Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu
lokasi di Provinsi Bengkulu Berdasarkan perhitungan, nilai indeks
keanekaragaman tanaman buah berada pada nilai antara
No. Kabupaten/Kota Jumlah Jenis Jumlah
0,85 – 2,72 atau berada pada tingkat rendah sampai
Famili
sedang (Tabel 3). Nilai indeks keanekaragaman tanaman
1. Bengkulu 37 21 1
buah terendah di Kabupaten Bengkulu Selatan (H 0,85)
Tengah 1
dan tertinggi di Kota Bengkulu (H 2,72). Nilai indeks
2. Kaur 29 18
keanekaragaman tanaman buah pada 6 Kabupaten/Kota di
3. Bengkulu 30 19
Provinsi Bengkulu lebih rendah jika dibandingkan dengan
Selatan
nilai indeks keanekaragaman tanaman buah di Desa Jabon
4. Kota Bengkulu 36 21
Mekar Kecamatan Parung Bogor, dimana berdasarkan
5. Mukomuko 27 16
hasil penelitian Prasetyo (2007) indeks keanekaragaman
6. Lebong 25 18
berkisar antara 2,85 sampai 3,17.
Rendahnya nilai indeks keanekaragaman tanaman
Tabel 3. Indeks keanekaragaman tanaman buah di Provinsi buah di Provinsi Bengkulu dipengaruhi berbagai hal.
Bengkulu Menurut Mualiawati dkk. (2012), keragaan pekarangan
1
No. Kabupaten/Kota Nilai H Keterangan pada tiap-tiap wilayah bervariasi dan pengaruhi oleh
1. Bengkulu Tengah 1,96 Sedang faktor edafik dan agroklimat. Faktor edafik salah satunya
2. Kaur 1,99 Sedang menentukan tingkat kesuburan dan ketersediaan hara,
3. Bengkulu Selatan 0,85 Rendah sedangka faktor agroklimat akan berpengaruh terhadap
4. Kota Bengkulu 2,72 Sedang keragaman spesies tanaman yang dapat beradaptasi
5. Mukomuko 2,67 Sedang sehingga mampu menghasilkan sesuai potensinya.
6. Lebong 2,32 Sedang Menurut Prasetyo (2007) selain dipengaruhi karena faktor
manusia sebagai pemilik pekarangan, keanekaragaman
Berdasarkan hasil, diperoleh perbedaan tanaman pada lahan pekarangan juga dipengaruhi oleh
jumlah jenis dan jumlah famili pada masing-masing lokasi tingginya tingkat adaptasi jenis-jenis tanaman yang
survei (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dibudidayakan. Keanekaragaman tanaman yang tinggi
perbedaan jenis tanaman buah antar lokasi. Jumlah jenis pada daerah tropika dipengaruhi oleh 3 faktor : (1) lebih
terbanyak diperoleh di Kabupaten Bengkulu Tengah banyak jenis yang terdapat pada masing-masing habitat,
sebanyak 37 jenis dengan 21 famili dan Kota Bengkulu (2) lebih banyaknya habitat yang masing-masing berisi
sebanyak 36 jenis dengan 21 famili. Jumlah jenis dan famili jenis dengan jumlah yang sama serta (3) kombinasi
tanaman buah di Provinsi Bengkulu lebih sedikit keduanya (Deshmukh, 1992). Soegianto (1994)
dibandingkan dengan jumlah jenis tanaman buah di Desa menegaskan bahwa keanekaragaman yang tinggi pada
Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Bogor, dimana suatu komunitas jika kumonitas tersebut disusun oleh
berdasarkan hasil penelitian Prasetyo (2007) diperoleh banyak spesies dengan kelimpahan jenis yang sama atau
sebanyak 57 jenis dari 41 marga dan 23 suku. Terdapat hampir sama.
tiga famili tanaman buah yang hanya terdapat di satu Berdasarkan hasil perhitungan persentase masing-
lokasi yaitu famili Fabaceae dan Passifloraceae di masing jenis tanaman buah, terdapat beberapa jenis
Kabupaten Bengkulu Tengah serta famili Salicaceae di Kota tanaman buah yang banyak dibudidayakan pada lahan
Afrizon dan Rosmanah | 47

pekarangan di Provinsi Bengkulu (Lampiran 1). Jenis disebabkan karena faktor daya adaptasi pisang yang cukup
tanaman buah yang banyak dibudidayakan adalah pisang tinggi pada berbagai lingkungan hidup. Menurut Mulyanti
(72,84%), mangga (48,52%), rambutan (35,49%), durian (2008), pisang dapat tumbuh di daerah tropis baik di
(29,35%) dan jambu biji (27,90%). Jenis-jenis tanaman dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian
buah yang dominan dibudidayakan pada lahan pekarangan tidak lebih dari 1.600 m di atas permukaan laut (dpl). Suhu
0
di Provinsi Bengkulu mempunyai kesamaan dengan jenis optimum untuk pertumbuhan adalah 27 C, dan suhu
0
tanaman buah yang banyak dibudidayakan pada lahan maksimumnya 38 C, dengan keasaman tanah (pH) 4,5-7,5.
pekarangan unit-unit Daerah Aliran Sungai (DAS) di Pulau Curah hujan 2000-2500 mm/tahun atau paling tidak 100
Jawa. Beberapa jenis tanaman buah yang ditanam di mm/bulan.
seluruh Provinsi di pulau Jawa adalah jambu, mangga, Komposisi tanaman buah pada lahan pekarangan di
pepaya, pisang, rambutan dan durian. Jenis tanaman buah Provinsi Bengkulu cenderung stabil, hal ini disebabkan
yang paling banyak dibudidayakan adalah pisang 47%, jenis tanaman buah yang ditemukan merupakan tanaman
pepaya 24%, jambu 29% dan mangga 34%. Pisang tahunan. Menurut Muliawati dkk. (2012), bahwa tanaman
merupakan jenis tanaman buah yang paling banyak buah pada lahan pekarangan yang merupakan tanaman
ditanam di lahan pekarangan, sedangkan jambu dan tahunan akan menyebabkan komposisi jenis tanaman
mangga sedikitnya ditanam oleh 25% keluarga (Arifin dkk., buah hampir stabil dalam kurun waktu yang cukup lama.
2008). Selain itu, biodiversitas yang tinggi di lahan pekarangan
Tanaman pisang merupakan jenis tanaman yang memungkinkan untuk terbentuknya struktur lapisan tajuk
ditemukan hampir pada seluruh lokasi survei. Hal ini yang dapat meningkatkan efisiensi pemanenan energi
diduga selain karena buah pisang merupakan salah satu matahari.
jenis buah yang banyak digemari oleh masyarakat juga

Tabel 4. Persentase masing-masing jenis tanaman buah pada lahan pekarangan berdasarkan hasil survei di Provinsi
Bengkulu pada tahun 2014
Persentase Jenis pada Masing-Masing Kabupaten/Kota
No Nama Jenis Tanaman Buah Famili Bengkulu Bengkulu Kota Muko- Rata-
Kaur Lebong
Tengah Selatan Bengkulu muko rata
1 Jambu Monyet (Anacardium Anacardiaceae - - - 10,00 - - 1,67
occidentale L.)
2 Kemang (Mangifera Anacardiaceae 3,33 - - 5,00 - - 1,39
kemanga Blume)
3 Bembam (Mangifera odorata Anacardiaceae 10,00 20,00 7,41 10,00 20,00 - 11,23
Griffith)
4 Kedongdong (Spondias dulcis Anacardiaceae 6,67 20,00 11,11 20,00 15,00 - 12,13
L.)
5 Mangga (Mangifera indica L.) Anacardiaceae 43,33 66,67 44,44 50,00 45,00 41,67 48,52
6 Macang (Mangifera foetida Anacardiaceae 3,33 6,67 3,70 - - 16,67 5,06
Lour)
7 Buah Nona (Anona reciculata Annonaceae 3,33 13,33 14,81 - - 0,00 5,25
L.)
8 Sirsak (Annona mucurata L.) Annonaceae 16,67 40,00 33,33 25,00 25,00 41,67 30,28
9 Srikaya (Annona squamosa Annonaceae 6,67 6,67 3,70 10,00 - - 4,51
L.)
10 Durian (Durio zibethinus Bombacaceae 36,67 20,00 11,11 20,00 55,00 33,33 29,35
Murray)
11 Nanas (Ananas comosus (L.) Bromeliaceae 23,33 6,67 22,22 10,00 15,00 41,67 19,81
Merr)
12 Buah Naga (Hylecereus Cactaceae 6,67 6,67 7,41 5,00 - 4,29
undatus)
13 Pepaya (Carica papaya L.) Caricaceae 30,00 13,33 18,52 35,00 35,00 16,67 25,75
14 Ceremai Belanda Euphorbiaceae 3,33 - - - - 8,33 1,94
(Phyllanthus acidus (L.)
Skeels)
15 Bengkuang (Pachyrhizus Fabaceae 6,67 - - - - - 1,11
erosus)
16 Manggis (Garcinia Guttiferae 30,00 13,33 14,81 20,00 35,00 8,33 20,25
manggostana L.)
48 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 45-50

Tabel 4. Persentase masing-masing jenis tanaman buah pada lahan pekarangan berdasarkan hasil survei di Provinsi
Bengkulu pada tahun 2014 (lanjutan)
Persentase Jenis pada Masing-Masing Kabupaten/Kota
Nama Jenis Tanaman
No Famili Bengkulu Bengkulu Kota Muko- Rata-
Buah Kaur Lebong
Tengah Selatan Bengkulu muko rata
17 Alpukat (Persea Lauraceae 16,67 13,33 18,52 30,00 20,00 16,67 19,20
americana Miller)
18 Dukuh (Lansium Meliaceae - 93,33 22,22 - 10,00 8,33 22,31
domesticum Correa)
19 Langsat (Lansium Meliaceae 36,67 13,33 11,11 20,00 5,00 - 14,35
domesticum
var.domesticum)
20 Pisang (Musa sp) Musaceae 80,00 80,00 70,37 65,00 75,00 66,67 72,84
21 Murbei (Morus alba L.) Moraceae - 13,33 - - 5,00 - 3,06
22 Nangka (Artocarpus Moraceae 20,00 33,33 7,41 - 25,00 25,00 18,46
heterophyllus Lam.)
23 Kersen (Muntingia Muntingiaceae - - - 5,00 5,00 8,33 3,06
calabura L.)
24 Ceremai (Eugenia uniflora Myrtaceae - - - 10,00 - - 1,67
L.)
25 Jambu Air (Syzygium Myrtaceae 26,67 26,67 18,52 30,00 25,00 8,33 22,53
aquaeum (Burm.f.)
Alston)
26 Jambu Bol (Syzygium Myrtaceae 10,00 6,67 7,41 35,00 20,00 16,67 15,96
malaccense (L.) Merr &
Perry)
27 Jambu Biji (Psidium Myrtaceae 23,33 40,00 7,41 25,00 30,00 41,67 27,90
guajava L.)
28 Karimunting Mrytaceae - - - 10,00 - - 1,67
(Rhodomyrtus
tomentosa)
29 Jamblang (Syygium Myrtaceae - 6,67 - - - - 1,11
cumini (L.) Skells.)
30 Belimbing Manis Oxalidaceae 13,33 6,67 11,11 20,00 5,00 33,33 7,41
(Averhoa carambola L.)
31 Salak (Salacca zalacca Palmae 20,00 13,33 7,41 - - - 4,23
(Gaertner) Voss)
32 Markisa (Passiflora edulis Passifloraceae 6,67 - - - - - 1,39
Sims.)
33 Air-air (Baccaerea Phyllanthaceae 20,00 - 11,11 5,00 - 8,33 7,42
metleyana Muell.Arg.)
34 Ketupak (Baccaurea Phyllanthaceae 13,33 - 3,70 - 8,33 4,23
racemosa (Reinw.)
Muell.Arg.)
35 Delima (Punica gratum L.) Punicaceae 3,33 - - 5,00 - - 1,39
36 Jeruk Lemon (Citrus limon Rutaceae - - - 10,00 - - 1,67
(L.) Burm.f.)
37 Jeruk Kalamansi (Citrus Rutaceae 6,67 - - 5,00 5,00 - 2,78
microcarpa (Bunge)
Wijnands)
38 Jeruk Nipis (Citrus Rutaceae 20,00 6,67 14,81 10,00 10,00 16,67 13,02
aurantifolia
(Christm.&Panzer)
Swingle
39 Jeruk Bali (Citrus maxima Rutaceae 6,67 20,00 - - 10,00 8,33 7,50
(L.) Burm f.)
40 Jeruk (Citrus sp.) Rutaceae - - - 30,00 20,00 58,33 18,06
41 Jeruk Purut (Citrus hystrix Rutaceae 10,00 - - 35,00 10,00 - 9,17
DC.)
42 Lobi-lobi (Flacourtia Salicaceae - - - 5,00 - - 0,83
inermis Roxb.)
Afrizon dan Rosmanah | 49

Tabel 4. Persentase masing-masing jenis tanaman buah pada lahan pekarangan berdasarkan hasil survei di Provinsi
Bengkulu pada tahun 2014 (lanjutan)
Persentase Jenis pada Masing-Masing Kabupaten/Kota
Nama Jenis Tanaman
No Famili Bengkulu Bengkulu Kota Muko- Rata-
Buah Kaur Lebong
Tengah Selatan Bengkulu muko rata
43 Matoa (Pometia pinnata) Sapindaceae - - 3,70 5,00 - - 1,45
44 Rambutan (Nephelium Sapindaceae 43,33 13,33 29,63 35,00 50,00 41,67 35,49
lappaceum L.)
45 Rambutan Sugi Sapindaceae 6,67 - - - - - 1,11
(Nephelium
juglandifolium)
46 Kelengkeng (Litchi Sapindaceae 10,00 6,67 14,81 10,00 15,00 - 9,41
chinensis Sonn.)
47 Sawo (Manilkara kauki Sapotaceae 16,67 13,33 22,22 30,00 40,00 8,33 21,76
(L.) Dubard)
48 Sawo Mentega (Pouteria Sapotaceae - 6,67 - - - - 1,11
campechiana)
49 Sawo Hijau Sapotaceae - - 3,70 5,00 - - 1,45
(Chrysophyllum cainito L.)
Keterangan : (-) berdasarkan hasil survei jenis tersebut tidak ditemukan pada lokasi

Gambar 1. Peta sebaran lokasi Penelitian di Provinsi Bengkulu :


1. Kabupaten Muko Muko
2. Kabupaten Bengkulu Tengah
3. Kota Bengkulu
4. Kabupaten Bengkulu Selatan
5. Kabupaten Kaur
6. Kabupaten Lebong
50 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 45-50

KESIMPULAN Pedesaan. Prosiding Semiloka Nasional. Institut Pertanian Bogor


22-23 Desember. Bogor.
BPS Provinsi Bengkulu. 2013. Provinsi Bengkulu dalam Angka. Badan
Dari penelitian ini diperoleh sebanyak 49 jenis Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.
tanaman buah dengan 24 famili. Terdapat 5 jenis tanaman Deshmukh, I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Penerjemah Kartawinata,
buah yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di K. dan Danimiharja S. Penerbit Yayasan Obor Indonesia.
Terjemahan dari Ecology and Tropical Biology.
Provinsi Bengkulu yaitu pisang (72,84%), mangga (48,52%),
Fitriana, Y.R. 2006. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di
rambutan (35,49%), durian (29,35%) dan jambu biji Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai
(27,90%). Indek keanekaragaman berada pada tingkat Bali. Jurnal Biodiversitas 7 (1) : 67-72.
1 1 Karyono. 2000. Traditional Homegarden and Its Transforming Trend.
rendah (Nilai H = 0,85) sampai sedang (nilai H = 2,72).
Jurnal Bionatura 2 (3) : 117-124.
Kondisi ini memungkinkan untuk pengembangan
Muliawati, E.S., Mth. S. Budiastuti dan J. Suyana. 2012. Biodiversitas
beberapa tanaman buah dengan introduksi inovasi Tanaman Buah di Pekarangan Sebagai Pendukung Pengembangan
teknologi yang sesuai dengan agroklimat setempat. Komoditas Buah Lokal (Studi Kasus : di Kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional PERIPI 2012. Prosiding
Seminar Nasional Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI)
UCAPAN TERIMA KASIH
“Peran Sumberdaya Genetik dan Pemuliaan dalam Mewujudkan
Kemandirian Industri Perbenihan Nasional”. Bogor, 6-7 November
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan 2012. Hal : 1-10.
Litbang Pertanian yang telah mendanai penelitian ini Mulyanti, N., Suprapto, dan J. Hendra. 2008. Teknologi Budidaya Pisang.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung. Balai Besar
melaui anggaran Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan
(BPTP) Bengkulu Tahun Anggaran 2014. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.
Prasetyo, B. 2007. Keanekaragaman Tanaman Buah di Pekarngan Desa
Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Bogor. Jurnal Biodiversitas 8 (1) :
DAFTAR PUSTAKA 43-47.
Rahayu, M dan S. Prawiroatmodjo. 2005. Keanekaragaman Tanaman
Pekarangan dan Pemanfaatanya di Desa Lampeapi, Pulau Wawoni
Arifin, H.S., A. Munandar, W.Q. Mugnisyah, N.H.S. Arifin, T. Budiarti dan
Sulawesi Tenggara. Jurnal Teknik Lingkungan P3TL-BPPT, 6 (2) :
Q. Pramukanto. 2008. Revitalisasi Pekarangan Sebagai
360-364.
Agroekosistem dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Wilayah
Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif : Metode Analisis Populasi dan
Komunitas. Usaha Nasional. Surabaya.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 51-54

POTENSI GENOTIF PADI-PADI LOKAL BANTEN SEBAGAI


SUMBER GEN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT BLAS
D. Hastuti*, A. Syaelendra, MA. Syabana, RF. Yenny
Jurusan Agroekoteknologi Faperta Untirta
Jl. Raya Jakarta Km 4 Pakupatan Serang Banten
*Email : [email protected]

Abstrak - Petani di Provinsi Banten sampai saat ini masih banyak yang membudidayakan padi lokal. Padi-padi lokal merupakan
plasma nutfah yang bernilai tinggi, salah satunya sebagai sumber gen ketahanan terhadap perakitan varietas unggul tahan penyakit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ketahanan padi-padi genotipe lokal Banten terhadap penyakit blas daun (Pyricularia
oryzae) pada berbagai ras. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2014 di Rumah Kaca Kebun Percobaan Muara Bogor,
Balitpa dan di Laboratorium Bioteknologi Faperta Untirta. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial.
Genotipe padi lokal Banten sebagai faktor pertama terdiri dari 10 taraf dan ras sebagai faktor kedua terdiri 4 taraf. Faktor ke-1 adalah
G1 ( Caok) ,G2 ( Badigal), G3 (Kewal Bulu Hideung), G4 ( Bubay), G5 ( Kewal Gudril), G6 (G Jalawara Hawara), G7 (Tambleg), G8
(Sereh), G9 (Bongkok), G10 ( Ketan Putri). Faktor ke-2 adalah perlakuan ras yaitu R1 (Ras 033) , R2 (Ras 073), R3 (Ras 133) dan R4 (Ras
173), sehingga terdapat 40 kombinasi perlakuan. Dari hasil dan pembahasan terdapat perbedaan ketahanan diantara ras dan
genotipe. Terdapat interaksi antara genotif padi lokal Banten dengan ras penyakit blas pada 3 dan 6 HSI tetapi tidak terdapat interaksi
pada 9HSI. Pada pengamatan intensitas serangan 9 HSI, Padi Genotif Caok, Badigal, Kewal Bulu Hideung, Kewal Gudril dan Jalawara
Hawara mempunyai tingkat intensitas serangan penyakit blas yang paling tinggi, diiukuti Ketan Putri, Bubay dan Bongkok, sedangkan
genotif Tambleg dalam penelitian ini merupakan genotif padi yang paling tahan karena intensitas serangannya terendah.

Kata kunci : genotif, ketahanan tanaman, padi lokal, penyakit blast daun, ras

PENDAHULUAN blas baik pada fase vegetatif maupun generatif, sedangkan


kultivar Loiyo adalah kultivar yang paling rentan terhadap
Petani di Provinsi Banten sampai saat ini masih penyakit blas.
banyak yang membudidayakan padi lokal. Varietas lokal Salah satu kendala produksi padi adalah cekaman
adalah tanaman-tanaman yang telah dibudidayakan biotik seperti gangguan hama dan penyakit. Penyakit yang
selama bertahun-tahun di suatu tempat oleh para petani menurunkan produksi yaitu penyakit blas yang disebabkan
sehingga lebih adaptif terhadap seleksi alam seperti iklim oleh cendawan Pyricularia grisea Sacc sinonim dengan
setempat, keadaan tanah dan air serta berbagai serangan Pyricularia oryzae (Rossman dkk., 1990). Penyakit blas
organisme pengganggu tanaman. Varietas padi lokal merupakan penyakit utama pada tanaman padi dan
Provinsi Banten merupakan sumber plasma nutfah yang penyakit padi tertua yang penyebarannya meliputi semua
perlu di lestarikan sekaligus digali potensinya. Varietas negara penanam padi (Valent, 2004), antara lain Asia,
lokal sangat bernilai dalam menyumbangkan gen-gen pada Amerika Latin, dan Afrika. Di Indonesia penyakit blas
perakitan varietas unggul. Petani yang tersebar di pelosok umumnya merupakan masalah utama yang terdapat pada
Banten telah ikut melestarikannya dengan menanam lahan kering dan lahan sawah.
varietas lokal dari tahun ke tahun. Penyakit ini telah menurunkan hasil panen padi di
Padi-padi lokal merupakan plasma nutfah yang Asia Tenggara dan Amerika Selatan sekitar 30-50% (Baker
bernilai tinggi, salah satunya sebagai sumber gen dkk., 1997; Scardaci dkk., 1997) dan mengakibatkan
ketahanan terhadap perakitan varietas unggul tahan kerugian jutaan dolar Amerika (Shimamoto dkk., 2001). Di
penyakit. Penanaman varietas-varietas atau genotif lokal Indonesia serangan penyakit blas dapat mencapai luas
juga amat penting dilakukan karena dapat membentuk 1.285 juta ha atau sekitar 12% dari total luas areal
varietas yang tahan cekaman spesifik lokasi. Dengan pertanaman padi di Indonesia. Serangan yang tinggi di
memanfaatkan biodiversitas plasma nutfah diperoleh daerah sentra produksi padi yaitu, Jawa Barat (terserang
beragam populasi baru hasil persilangan untuk perbaikan 6880 ha), Lampung (5570 ha), Sumatera Selatan (3997 ha),
sifat padi gogo. Populasi tersebut menjadi materi genetik Jawa Tengah (2329 ha), Nusa Tenggara Barat (3471 ha).
yang sangat berharga untuk dilanjutkan dalam program Sedangkan di provinsi Banten tahun 2009, 2010, 2011
seleksi untuk mendapatkan varietas unggul baru padi gogo terjadinya serangan 7.290 ha, 9.423 ha, dan 9,773 ha
(Hairmansis dkk., 2015). Taufik (2011) melaporkan respon (BBPOPT, 2011).
ketahanan padi gogo lokal asal Sulawesi Tenggara dapat Penyakit padi ini relatif sulit dikendalikan, karena
dikelompokkan sebagai berikut kultivar Bakala dan adanya kultivar yang peka terhadap patogen, dan peka
Enggalaru adalah kultivar yang tahan terhadap penyakit terhadap lingkungan. Cendawan blas sangat cepat
52 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 51-54

perkembangannya. Ras-ras baru akan segera terbentuk Kelompok (RAK) dengan dua faktorial yaitu genotipe padi
jika tanaman berubah sifat ketahanannya. Corre-Victoria lokal banten sebagai faktor pertama terdiri dari 10 taraf
dan Zeigler (1993) melaporkan populasi patogen dapat dengan 1 varietas pembanding rentan Kencana Bali dan
berubah karena terjadinya banyak faktor seperti, mutasi, ras sebagai faktor kedua terdiri 4 taraf. Faktor ke-1 adalah
migrasi dan rekombinasi. Perkembangan ras cendawan perlakuan galur padi lokal 10 taraf yaitu :
yang sangat cepat dan berubah populasinya. Hal ini G1 : Genotipe Padi Caok
menyebabkan penyakit sulit dikendalikan. Pengendalian G2 : Genotipe Padi Badigal
utama penyakit padi yang disebabkan cendawan adalah G3 : Genotipe Padi Kewal Bulu Hideung
dengan menggunakan varietas tahan. G4 : Genotipe Padi Bubay
Penggunaan varietas tahan merupakan alternatif G5 : Genotipe Padi Kewal Gudril
pengendalian yang sesuai dengan prinsip pertanian G6 : Genotipe Padi Jalawara Hawara
berkelanjutan. Hal ini berarti petani turut serta menjaga G7 : Genotipe Padi Tambleg
keanekaragaman jenis padi. Cara atau teknik pengendalian G8 : Genotipe Padi Sereh
tersebut mempunyai beberapa kelebihan antara lain G9 : Genotipe Padi Bongkok
murah, mudah dan aman (Sinaga, 2002) Budidaya varietas G10 : Genotipe Padi Ketan Putri
padi lokal juga mendukung pengendalian penyakit blas. Faktor ke-2
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian Perlakuan ras ada empat taraf yaitu :
tentang skrining ketahanan genotif padi lokal Banten R1 : Ras 033
terhadap penyakit blas untuk mendapatkan genotif padi R2 : Ras 073
yang paling tahan. R3 : Ras 133
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi R4 : Ras 173
ketahanan tanaman-tanaman padi genotif lokal Banten Data diolah dengan analisis sidik ragam, jika
terhadap penyakit blas daun (Pyricularia oryzae) pada perlakuan menunjukkan perbedaaan nyata dilakukan uji
berbagai ras. lanjut Duncan pada taraf 5%.

METODE PENELITIAN Pelaksanaan Penelitian


Inokulasi
Waktu dan Tempat Inokulasi dilakukan terhadap tanaman padi yang
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - berumur 18 - 21 hari yang telah mempunyai 4 sampai 5
Juli 2014 di Rumah Kaca, di Laboratorium Kebun daun. Inokulum disemprotkan ke tanaman dengan
Percobaan Muara Bogor, Balai Besar Penelitian Tanaman menggunakan “glass automezer” yang disambungkan
Padi dan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian dengan selang ke kompresor. Tanaman yang sudah di
Untirta. inokulasi disimpan dalam kamar lembab (RH 90%) selama
2 x 24 jam, selanjutnya dipindahkan ke rumah kaca.
Bahan dan Alat Sebelumnya, cendawan blas diperbanyak terlebih dahulu
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada media PDA . Pada media PDA (Potato Dextrose Agar)
10 galur uji (Galur/genotif Lokal Banten) yaitu Tambleg, untuk perbanyakan miselia selama 7 hari. Biakan murni
Jalawara hawara, Bongkok, Badigal, Ketan putri termasuk selanjutnya dipindahkan ke media OMA (Oat Meal Agar)
jenis padi gogo. Kewal Bulu Hideung, Kewal Gudril, selama 12 hari.
termasuk jenis padi sawah. Sedangkan varietas Bubay,
Sereh, dan Caok, termasuk jenis padi gogo, serta varietas Rancangan Respon
pembanding Kencana Bali. Ras cendawan Pyricularia Peubah yang diamati adalah intensitas serangan
oryzae yang digunakan adalah ras 033 skala wilayah penyakit blas. Intensitas penyakit diamati dari munculnya
serangan yang luas tapi tidak begitu virulen, ras 173 skala gejala sampai varietas pembanding yang rentan (Varietas
serangan wilayah sangat sempit tapi sangat virulen, ras Kencana Bali) mencapai keparahan maksimum . IS dapat
073 dan 133 skala wilayah serangan luas tapi medium. dihitung berdasarkan rumus dari IRRI (1996).
Media tanam menggunakan tanah dan pupuk N, P, dan K
dengan dosis 5 gram Urea, 1.5 gram TSP, dan 1.2 gram KCl IS = S nxv X 100%
per 10 kg tanah kering. Peralatan yang digunakan untuk NxV
persiapan isolasi diantaranya adalah mikroskop, cawan
petri, pinset, jarum ose. Untuk perbanyakan spora Keterangan :
diantaranya adalah autoclave, cawan petri, timbangan, IS = intensitas serangan, n = jumlah rumpun yang
alumunium foil, gelas ukur, lampu bunsen, laminar air terserang, v = nilai skor serangan tiap rumpun , N =
flow, inkubator. jumlah rumpun yang diamati, V = skor serangan yang
tertinggi
Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah menggunakan Rancangan Acak
Hastuti dkk. | 53

HASIL DAN PEMBAHASAN intensitas serangan penyakit blas yang paling tinggi.
Artinya, kelima genotif tersebut paling rentan jika
Respon Genotif Padi Terhadap Penyakit Blas dibandingkan genotif lain. G10 (Padi Ketan Putri) memiliki
Hasil rekapitulasi sidik ragam pada tabel 1. intensitas serangan sedikit lebih rendah yaitu 25%, diikuti
menunjukkan intensitas serangan ke 3 dan ke 6 HSI oleh G4 (Padi Bubay) dan G9 (Padi Bongkok). Sedangkan
terdapat interaksi yang berbeda nyata antara ras yang G7 (Padi Tambleg) dalam penelitian ini merupakan genotif
digunakan dan genotif-genotif yang di uji. Artinya, yang padi yang paling tahan diantara jenis genotif lain
terdapat perbedaan tingkat virulensi blas yang digunakan dengan intensitas serangan blas hanya 9,44% saja. Dari
dan terdapat respon perbedaan diantara genotif-genotif tabel 3. Juga dapat diketahui bahwa diantara keempas ras
yang diuji. Setiap ras memberikan pengaruh yang penyakit blas daun padi, ras 4 (ras 173) paling virulen
berbeda terhadap genotif yang diuji. Ini menunjukkan dengan rerata intensitas serangan sebesar 30,40%, diikuti
adanya laju pertumbuhan penyakit blas yang begitu cepat. ras1 (ras 033) sebesar 29,84%., ras 2 (ras 073). Sementara
Sedangkan intensitas serangan ke 9 HSI menunjukan tidak itu ras 3 (ras133) memiliki daya virulensi terendah.
berbeda nyata untuk interaksi antara ras dan genotif-
genotif. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat Tabel 2. Intensitas serangan penyakit blas daun pada 10
perbedaan respon dari genotif-genotif yang di uji, tidak genotif padi lokal Banten pada 9HSI (%)
terdapat perbedaan virulensi dari ras yang digunakan dan Perlakuan R1 R2 R3 R4 Rerata
tidak ada perbedaan pengaruh dari ras yang digunakan G1 35,55 24,07 24,44 34,81 29,72a
terhadapnya. G2 37,03 17,77 22,96 36,66 28,61a
G3 30,74 21,48 24,81 37,40 28,61a
Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam pada 10 genotif tanaman G4 28,51 19,99 21,48 26,66 24,16c
padi lokal Banten terhadap serangan Pyricularia oryzae G5 31,85 19,25 21,48 35,92 27,13ab
Parameter Umur Perlakuan G6 32,96 21,11 21,48 32,59 27,04ab
(HSI) Genotipe Ras Interaksi G7 10,74 08,51 08,88 09,62 09,44d
Intensitas 3 * * * G8 33,70 24,81 22,59 33,33 28,61a
serangan 6 * * * G9 28,88 20,37 19,99 27,77 24,25c
9 * * tn G10 28,51 21,11 21,11 29,25 25,00b
Keterangan : * : Berbeda nyata pada taraf 5% Rerata 29,84b 19,84d 20,92c 30,40a
tn : Tidak berbeda nyata

Intensitas Serangan Genotif padi lokal Banten memiliki variasi tingkat


Hasil pengamatan pada intensitas serangan intensitas serangan terhadap penyakit blas daun.
penyakit menunjukkan pada hari ke 3 dan ke 6 HSI Perbedaan respon intensitas serangan menunjukkan
pengaruh berbeda nyata diantara ras dan genotif-genotif adanya perbedaan tingkat ketahanan tanaman terhadap
yang di uji dan terdapat interaksi yang nyata antara ras ras suatu penyakit. Tingkat ketahanan tanaman diatur oleh
dan genotipe yang di uji untuk peubah intensitas gen ketahanan. Ketahanan terhadap penyakit blast antara
serangan. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan lain dipengarungi oleh faktor biokimiawi tanaman seperti
virulensi dari ras yang digunakan, terdapat perbedaan kadar silika (Ashtiani dkk., 2012). Selain itu, faktor
respon dari genotif-genotif dan terdapat perbedaan morfologi tanaman semisal ketebalan sel-sel epidermis
pengaruh dari ras yang digunakan terhadap berbagai daun juga dapat berperan. Penelitian Dewi dkk. (2013)
genotif yang diuji untuk peubah intensitas serangan. menunjukkan beberapa genotif padi memiliki korelasi
Namun pada hari ke 9 HSI menunjukkan tidak berbeda positif antara ketebalan epidermis daun dengan
nyata antara ras dan genotipe-genotipe. ketahanan terhadap penyakit blas. Genotif padi moderat
Pada pengamatan 3 HSI dan 6HSI belum bisa memiliki epidermis lebih tebal dibandingkan genotif
dijadikan standar penentuan ketahanan karena penetrasi rentan.
patogen belum menyeluruh ke jaringan tanaman. Singh & Faktor genetik yang mengatur mekanisme
Dube (1978) menyebutkan, bahwa spora dari bercak akan ketahanan tanaman padi terhadap P. Oryzae antara lain
berkembang hingga sekitar 6 HSI. Berdasarkan hal adalag gen Pi-ta (Jia dkk., 2003). Ou (1985), menyatakan
tersebut maka 9 HSI dijadikan waktu yang tepat untuk bahwa perbedaan ketahanan varietas padi terhadap
penentuan tingkat ketahanan dimana penetrasi patogen serangan P.oryzae disebabkan adanya perbedaan gen yang
sudah dianggap sempurna dan tanaman sudah cukup kuat mengendalikan ketahanan, tingkat patogenisitas ras
untuk menangkal serangan patogen. P.oryzae, dan faktor luar atau lingkungan. Berdasarkan hal
Tabel 2. memperlihatkan bahwa G1 (Padi Caok), G2 tersebut, maka genotipe-genotipe yang tahan terhadap
(Padi Badigal), G3 (Padi Kewal Bulu Hideung), G5 (Kewal satu ras blas belum tentu tahan terhadap ras blas yang
Gudril) dan G6 (Padi Jalawara Hawara) mempunyai tingkat lainnya.
54 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 51-54

KESIMPULAN BBPOPT. 2011. Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu


Tumbuhan. Data Serangan Penyakit Blas di Provinsi Banten.
http://bbpopt.info/berita/116-waspdopt2011. diakses tanggal
Terdapat interaksi antara genotif padi lokal Banten 10 Januari 2014 15.00.
dengan ras penyakit blas pada 3 dan 6 HSI tetapi tidak Correa-Victoria, F.J. and R. S. Zeigler. 1993. Pathogenic Variability in
terdapat interaksi pada 9HSI. Terdapat perbedaan Pyricularia Grisea at Rice Blast “Hot Spot” Breeding Site in
Eastern Colombia. Plant Dis. 77:1029-1035.
ketahanan diantara ras dan genotipe. Pada pengamatan
Dewi IN, A. Colil & A. Muhibuddin. 2013. Hubungan Karakteristik Jaringan
intensitas serangan 9 HSI ras Padi Caok, Padi Badigal, Padi Daun dengan Tingkat Serangan Penyakit Blast Daun (Pyricularia
Kewal Bulu Hideung, Kewal Gudril dan Padi Jalawara oryzae) pada Beberapa Genotipe Padi.Jurnal HPT. 1:2-Juni:10-18.
Hawara mempunyai tingkat intensitas serangan penyakit Hairmansis A, Supartopo, Yullianida, Sunaryo, Warsono, Sukirman dan
Suwarno. 2015 Pemanfaatan Plasma Nutfah Padi (Oryza sativa)
blas yang paling tinggi, diiukuti Padi Ketan Putri, Padi
untuk Perbaikan Sifat Padi Gogo. Prosiding Seminar Nasional
Bubay dan Padi Bongkok, sedangkan Padi Tambleg dalam Masyarakat Biodiversitas Indonesia 16 1 (1): 14-18, Maret.
penelitian ini merupakan genotif yang padi yang paling IRRI. 2002. Standar Evaluation System For Rice. Inger Genetics Resourse.
tahan diantara jenis genotif lain dengan intensitas Int. Rice. Res.Inst. Manila. Phillippines.
Jia Y, Bryan GT, Farrall L, Valent B (2003) Natural Variation at the Pi-ta
serangan blas hanya 9,44% saja.
Rice Blast Resistance Locus. Phytopathology 93: 1452–1459
Ou, S. H. 1975. A Hand Book of Rice Disease in the Tropics. IRRI. 58 p.
UCAPAN TERIMAKASIH Rossman A.Y., R.J. Howard and B. Valent. 1990. Pyricularia grisea, The
Correct Name for The Blast Disease Fungus. J. Mycologia. 82:
508-512.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
Scardaci, S.C., R.K. Webster, C.A. Greer, J.E. Hill, J.F.William, R.G. Mutters,
Kemenristek-dikti yang telah mendanai penelitin dalam D.M. Brandon, K.S. McKenzie,and J.J. Oster. 1997. Rice blast: A
skema Hibah Bersaing tahun 2015 ini serta Siti new disease inCalifornia. Agronomy Fact Sheet Series.1997-
Humaeroh, SP dari Faperta Untirta dan Dra. Anggiani 2.Departement of Agronomy and Range Science,University of
California, Davis.
Nasution dari Balai Besar Tanaman Padi yang telah
Sinaga, S.M. 2002. Dasar-Dasar Penyakit Ilmu Tumbuhan. Jakarta :
membantu pelaksanaan penelitian. Penebar Swadaya.
Singh RA & KS Dube. 1978. Assessmentof Lossesin Seven Rice Cultivar
due to False Smut . Indian Phytopathology. 31: 186-188.
Shimamoto, K., A. Takahashi, and T. Kawasaki. 2001. Molecular Signaling
DAFTAR PUSTAKA
in Disease Resistance of Rice. Rice Genetics IV : 323-333.
Taufik, M. 2011. Evaluasi Ketahanan Padi Gogo Lokal terhadap Penyakit
Ashtiani FA, J. Kadir, A. Nasehi, S.R.H Rahaghi dan H. Sajili 2012. Effect of Blas (Pyricularia oryzae) di Lapang. Agriplus : 21: 01 Januari : 68-
Silicon on Rice Blast Disease. Pertanika J. Trop. Agric. Sci. 35 (S): 72
1 - 12 (2012) Valent, B. 1990. APS Plenary Session Lecture (1989) : Rice Blast as a
Baker, B., P. Zambryski B. Staska Wicz, and S.P. Dinesh-Kumar. 1997. Model System for Plant Pathology. Phytopathology 80 : 33-36.
Signaling in plant-microbe interactions. Science 276:726-733.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 55-62

KEANEKARAGAMAN MAKROFUNGI SEBAGAI JAMUR


PANGAN DAN PERBEDAAN KARAKTERISTIK HABITAT
MEDIA ALAMI
1* 1 2
Djumhawan Ratman Permana , Nurhamidar Rahman , Muhamad Kurniadi
1
Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI Cibinong Bogor 16911
2
UPT-BPPTK-LIPI Gunungkidul, Yogyakarta
*Email : [email protected]

Abstrak - Keanekaragaman makrofungi sebagai jamur pangan di kawasan Cibinong Science Center (CSC) – LIPI terdiri dari 4 spesies
yang termasuk keluarga Pleurotaceae, Auriculariaceae, Volvariaceae dan Tremellaceae. Perbedaan habitat pertumbuhan menunjukkan
masing-masing sebagai berikut; jamur tiram (Pleurotus ostreatus) pada cabang pohon mangga (Manifera indica, L.), jamur kuping
merah (Auricularia auricula judae) pada cabang pohon kelapa dan batang pohon Chery (Muntingia calabura, L.), jamur merang
(Volvariela volvaceae) pada limbah serbuk gergaji, batang pohon pisang, bahan limbah kain dan jamur jelly (Tremella fuciformis) pada
penampang kayu trembesi (Samanea saman). Wilayah Bogor di Indonesia merupakan kategori tingkat curah hujan yang tinggi,
sehingga menjadikan kelembaban kondisi udaranya ideal bagi pertumbuhan makrofungi. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui keragaman makrofungi di daerah setempat dan pemanfaatan jamur liar penting yang dapat dimakan sebagai jamur
pangan (edible mushroom) bagi lingkungan masyarakat sekitarnya.

Kata kunci : jamur pangan, karakteristik habitat, keanekaragaman makrofungi, media alami

PENDAHULUAN Jepang mempercayai jamur sebagai bahan pangan


menyehatkan dengan nilai gizi tinggi serta properti
Keanekaragaman makrofungi merupakan medisinal (Rukmi & Sulchan, 1999). Dikemukakan
komponen yang penting dalam keanekaragaman jamur karakteristik jenis jamur liar mengandung protein lebih
yang saat ini yang diperkirakan 150 juta (4,6%) atau 7 juta tinggi atau lebih rendah karbohidrat, dibandingkan dengan
jenis didalamnya termasuk 1 juta jenis makrofungi telah jamur komersial, seperti pada jamur merang (V.
teridentifikasi (Li dkk, 2012 dalam : Witantri dkk., 2015). volvaceae) terdapat sejumlah asamamino nonesensial :
Makrofungi merupakan bagian dari kelompok fungi atau arginin, asam glutamat, asam aspartat, prolin dan serin
jamur yang memiliki tubuh buah dan dapat diamati (Baros dkk, 2008). Dalam mengembangkan
dengan mata langsung (Anonymous, 2004; Zadrazil, 1974). keanekaragaman makrofungi menjadi jamur pangan yang
Indonesia merupakan Negara yang dilalui berguna bagi kesehatan karena nilai gizinya yang tinggi
khatulistiwa dimana bagi habitat berbagai jenis fungi atau peranannya menjadi medisinal dan antiaging, dapat
sesuai dengan iklim tropis basah yang menyediakan jamur dilakukan konservasi strain unggul. Diantaranya salah satu
mudah tumbuh di banyak tempat (Jusana, 2013 dalam: cara untuk mengetahui tingkat kemurnian strain yaitu
Witantri dkk., 2015. Dijelaskan keanekaragaman dengan isolasi kultur jaringan tubuh buah jamur pada
makrofungi di alam sebagai jamur pangan dikonsumsi media potato dextrose agar (PDA). Namun demikian,
manusia sejak beratus-ratus tahun yang lalu sebagai setiap makrofungi memiliki karakteristik yang berbeda
pangan spesial yang memberikan kenikmatan citarasa misalnya jamur P. ostreatus dan T. fuciformis dikulturkan
karena nilai gizinya tinggi (Anonymous, 2015a). pada media cair/kultur terendam (submerged culture)
Menurut, sejarah Romawi atau Raja Pharoahs masa (Cho dkk, 2006 ; Permana, 2012).
kerajaan Mesir jamur menjadi makanan raja, para Menurut data, kawasan Cibinong Science Center
bangsawan dan pasukan kerajaan yang dipercayai (CSC)-LIPI memiliki luas area 189 Ha berada dalam
memperpanjang umur, meningkatkan imunitas (Jahan, wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 3 Km dari kantor
dkk, 2010). pemerintah daerah Kabupaten Bogor yang berlokasi di
Menjelaskan, terjadinya efek halusinogen jenis Cibinong. Letak geografis Kabupaten Bogor pada koordinat
o o o o
jamur tertentu telah dilarang ketika tentara Julius Caesar 6 18’ 6 47’ 10 LS dan 106 23’45’-107 13’ 30 BT dengan
mengkonsumsi jamur tersebut, sedangkan bangsa Yunani luas wilayah 298.838.304 Ha, secara administrasi
kuno mempercayai jenis jamur tertentu memberikan berbatasan sebelah Utara Kabupaten Tangerang,
kekuatan dan keberanian dalam peperangan (Anonymous, Kabupaten atau Kota Bekasi dan Kota Depok; Timur
2012a). Kebiasaan bangsa Viking sering menkonsumsi Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang; Selatan
jamur Amanita muscaria sebelum melakukan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur; Barat
penyerangan, karena diyakininya memberikan rasa Kabupaten Lebak (Provinsi Banten dan di Tengah Kota
percaya diri dan keberanian (Anonymous, 2012a). Bogor (Anonymous. 2015b).
Berabad-abad bangsa China dan dimasa kedinastian
56 | Pros Sem Nas Biodiv hal: 55-62

Gambar 1. Lokasi Kawasan Cibinong Science Center (CSC) dalam peta Kab. Bogor, Jawa Barat

Pengamatan terhadap makrofungi dalam kawasan pada ketinggian diatas 200m dpl, selanjutnya dibawa
Cibinong Science Center (CSC) - LIPI sebagai lingkungan ketempat penelitian di CSC Cibinong Bogor dengan
lembaga riset ditujukan untuk mengetahui kondisi ketinggian daerah pada 125 – 155m dpl. Penelitian
optimum habitat serta peranannya dalam suatu ekositem dilakukan dari bulan Maret-Agustus 2015.
tertentu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui HASIL DAN PEMBAHASAN
keragaman habitat makrofungi pada lokasi setempat,
pemanfaatan jamur alam terhadap pemahaman sebagai Jamur Tiram (P. ostreatus)
jamur pangan bagi kesehatan tubuh oleh masyarakat Habitat di alam dijumpai hampir sepanjang tahun
sekitar dan menjaga lingkungan. dalam hutan dipegunungan daerah yang sejuk
(Anonymous, 2013). Dalam kondisi antara pertengahan
METODE PENELITIAN musim hujan – kemarau ditemukan pertumbuhan tubuh
buah jamur tiram (Pleurotus ostreatus) pada cabang
Penelitian lapang dilakukan di dalam kawasan pohon mangga (Manifera indica, L.) dengan
kompleks perumahan Cibinong Science Center (CSC)-LIPI, perkembangan pertumbuhan menunjukkan performa
Cibinong, Bogor meliputi kegiatan survai lapang dan yang sama satu dengan lainnya yaitu dalam sebaran
preparasi media alam (batang pohon kelapa berukuran berbagai sudut cabang pohon tersebut, salah satu bagian
rata-rata diameter 26 cm dan batang pohon sisinya menunjukkan saling bertumpuk (Gambar 2).
Chery/kersen/talok (Muntingia calabura, L.) rata-rata Siklus reproduksi di alam terjadi secara aseksual
berukuran diameter 12 cm). Selanjutnya pengamatan dengan basidiomikota melalui jalur spora yang terbentuk
perkembangan pertumbuhan makrofungi dilakukan. secara endogen pada kantung spora (sporangium), dimana
Terdapat empat jenis makrofungi yang spora aseksualnya disebut konidispora (Anonymous,
diamati/diobservasi dalam waktu tidak bersamaan, 2012b). Basidiospora bergerminasi membentuk suatu
seperti jamur kuping merah (Auricularia auricula judae) masa miselium monokariotik miselium dengan inti
mulai preparasi batang pohon kelapa dan batang pohon haploid. Sedangkan perkembangan miselium menjadi hifa
Chery yang diperlakukan dengan pencucian dan lainnya secara kompatibel menjadi plasmogami
pengeringan pada awal Agustus 2004. Pengamatan membentuk hifadikariotik. Lingkungan alam dapat
o
pertumbuhan tubuh buah jamur dilakukan mulai musim mengkondisikannya pada suhu 10-20 C, kelembaban 85-
penghujan Oktober 2004 – Maret 2005. Pengamatan 95%, faktor cahaya relatif cukup dan CO2 1000 ppm
pertumbuhan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) pada membentuk tubuh buah. Pada kondisi tertentu jamur
batang pohon (dilakukan pada bulan November – tiram tidak memerlukan cahaya matahari berlebih,
Desember 2010. Untuk jamur merang (Volvariella ditempat yang terlindungi miseliumnya akan tumbuh lebih
volvacea) ditemukan tumbuh pada habitat limbah serbuk cepat dibandingkan ditempat terang dengan kecukupan
gergaji pasca penanaman jamur tiram, pengamatan cahaya. Sebaliknya dalam kondisi gelap miselium akan
dilakukan Maret 2013 (menjelang musim kemarau sampai tumbuh secara cepat, selanjutnya pada pertumbuhan
dengan Agustus 2013). Pengamatan jamur merang tubuh buah diperlukan intensitas cahaya sebesar 60-70%.
dilakukan juga pada potongan batang pisang ditempat Untuk kondisi diatas lebih mudah tercapai pada daerah
pembakaran sampah dan pada limbah sampah (TPA) dataran tinggi (700-800 mdpl).
dengan media alam pertumbuhan limbah potongan kain. Klasifikasi jamur tiram adalah sebagai berikut:
Jenis jamur jelly ditemukan pada penampang kayu Super Kingdom : Eukaryota
trembesi (Samanea saman) di daerah Tajur, Bogor Timur Kingdom : Myceteae
Permana dkk. | 57

Divisi : Amastigomycota mineral (K, P, Mg, Ca, Na, Fe, Se, Zn, Cu, Mn). Kandungan
Sub divisi : Basidiomycotae senyawa aktif polisakarida berkhasiat sebagai antitumor,
Kelas : Basidiomycetes imunomodulasi, antiviral, antibakteri dan aktifitas
Ordo : Agaricales hipokolesterolemik sebagai lopastatin yang berperan
Famili : Agaricaeae menghambat enzim tertentu dan metabolisme kolesterol.
Genus : Pleurotus
Spesies : Pleurotus ostreatus (Jacq. Fr.)

Morfologi tubuh buah jamur tiram menunjukkan


bentuk tudung seperti tiram berukuran mencapai lebar 25
cm dan tebalnya 0,5-2,0 cm dengan karakteristik lebih
tebal yang tumbuh di derah dingin di bandingkan di
daerah yang bersuhu lebih panas (Anonymous, 2015e).
spora jamur tiram menggambarkan bentuk elip berukuran
9x4,5 µm (µm = 0,001 mm) berwarna putih dengan
pertumbuhan yang relatif cepat.

Karakteristik Enzimatik
Kemampuan perombakan jamur dan komponen Gambar 2. Pertumbuhan jamur tiram (P. ostreatus) pada
habitat alami
kimia yang dominan didegradasi setiap makrofungi
tergantung pada jenis jamur dan jenis enzim yang
Jamur Kuping Merah (A. Auricula judae)
diproduksinya (Permana & Prasetya 2013). Jamur tiram ini
Jamur kuping merupakan salah satu kelompok “jelly
termasuk jamur pelapuk putih yang umumnya
fungi” masuk kedalam kelas basidiomikota dan
mengeluarkan enzim pendegradasi seperti laccase,
mempunyai tekstur jelly yang umumnya makroskopik
peroxidase, tironase dan ligninolitik (Watanabe dkk., 2000
miseliumnya bersekat dan dapat dibedakan menjadi dua
dalam : Permana & Prasetya, 2015). Menurut, Hattaka dkk
macam : miselium primer (sel-selnya berinti satu) dan
(1992 dalam: Permana & Prasetya, 2015) dalam proses
miselium sekunder (sel penyusun) berinti dua hasil
degradasi terjadi suatu reaksi biotransformasi yang
konjugasi dua miselium primer atau persatuan
memodifikasi komponen kompleks lignin oleh jamur
basidiospora. Apabila dilihat pertumbuhan jamur pada
pelapuk putih (white rot fungi) memproduksi enzim
batang pohon kelapa dan batang pohon chery
ekstraseluler ligninolitik seperti : Lignin peroxidase (LiP),
menunjukkan perkembangan fase-fase primodia hingga
Manganase peroxidase (MnP) dan Laccase (Lacc).
tubuh buah dewasa (Gambar 3.)
Dijelaskan secara rinci kondisi pertumbuhan jamur tiram
akan bersamaan dengan terjadinya penguraian suatu
komponen kimia biomasa oleh enzim-enzim yang
dipandang suatu proses defraksinasi kimia yaitu adanya
pemisahan hemiselulose, gula dan selulosa rantai pendek
dan lignin yang dikonversi menjadi bahan lain (Hatakka
dkk, 1992 dalam : Permana & Prasetya, 2015). Menurut,
Ingold (1961 dalam : Permana, 2013) pada habitat jamur
terjadi pelepasan atau reduksi bahan kimia yang
merangsang pertumbuhan tubuh buah.

Pangan dan Medisinal


Hasil analisis kimia kandungan gizi jamur tiram
terdiri dari kabohidrat, protein, kalsium, vitamin B, B2 dan
Vitamin C. Dalam setiap 100 gram jamur tiram terdapat
367 kalori, 10-30% protein, 56% karbohidrat dan 17%
lemak (Anonymous, 2015a). Kandungan protein rata-rata
3,5-4% dalam berat basah, lebih tinggi dibandingkan
asparagus atau kubis. Sementara bila dihitung dalam berat
kering mengandung protein sebanyak 19-35%, dimana
protein beras 7,3%, gandum 13,2%, kedelai 39,1% dan
susu sapi 25,2%. (Anonymous, 2015e). Menurut Yildiz dkk.
(2002 dalam : Permana, 2013) pada tubuh buah jamur
kaya akan kandungan unsur-unsur karbohidrat, serat Gambar 3. Pertumbuhan jamur kuping (A. auricula
terlarut, protein, asam amino esensial, vitamin C, karoten, judae) pada habitat alam : batang pohon kelapa dan
vitamin A, vitamin B1 dan B2, niasin, asam askorbat dan batang pohon Chery/talok (Permana, 2005)
58 | Pros Sem Nas Biodiv hal: 55-62

Jamur kuping merupakan jenis jamur kayu yang dengan sirkulasi udara segar mempengaruhi pembentukan
tumbuh menempel pada kayu yang telah lapuk primordia jamur dan pembentukan tubuh buah (Prahastuti
(Anonymous, 1997 dalam : Permana 2005). Keragaman dkk., 2001 dalam : Permana 2005). Menurut, Chang, 1998 ;
jenis A polytricha banyak dijumpai di Thailand dan Mulyani dkk., 1996 dalam : Permana 2005) pertumbuhan
beberapa Negara Indocina, sedangkan A. auricula judae optimum terjadi pada kelembaban 80-85% pada suhu
o
banyak dikenal di Asia Tenggara seperti Indonesia, dibawah 28 C.
Malaysia dan Filipina (Parahastuti dkk., 2001 dalam : Klasifikasi jamur kuping sebagai berikut :
Permana, 2005). Pada habitatnya jamur ini bisa dijumpai Super Kingdom : Eukaryota
sepanjang tahun di daerah beriklim dingin sampai panas Kingdom : Myceteae (Fungi)
o
12-36 C (Anonymous, 1997 dalam : Permana, 2005). Divisi : Amastigomycota
Tubuh buah basidiocarp mirip dengan daun telinga atau Sub divisi : Basidiomycoteae
kuping manusia untuk memudahkan pemahaman Kelas : Basidiomycetes
masyarakat menyebut namanya sebagai jamur kuping. Di Ordo : Auriculariales
Indonesia kurang lebih terdapat 65 spesies jamur kuping. Famili : Auriculariae
Dari sekian spesies diantaranya 3 jenis kuping yang bisa Genus : Auriculria
dikonsumsi menjadi bahan pangan favorit dengan ciratasa Spesies : Auricularia auricular judae
cukup lezat diantanya ; jamur kuping putih (T. fuciformis)
berukuran kecil dan berwarna putih, jamur kuping hitam Sumber Pangan dan Medisinal
(A. polytricha) dengan ukuran diameter 6-10 cm berwarna Karakteristik morfologi tubuh buah memiliki
keungu-unguan atau kehitam-hitaman dan jamur kuping fleksibilitas dibandingkan jamur lainnya (jamur tiram,
merah (A. auricula judae) jenis jamur kuping dengan jamur merang dan jamur jelly), sehingga dalam kondisi
o
ukuran besar atau lebar dengan warna kemerah-merahan. basah (suhu 15 C) atau kadar air kering ± 5%
Karakteristik miseliumnya berkembang tumbuh menunjukkan sifat daya simpan lama. Sebagai bahan
bercabang-cabang satu sama lain membentuk titik pangan pencampur untuk berbagai sajian masakan sup,
pertemuan menjadi bintik-bintik kecil yang disebut capcay, kimlo dan lainnya memberikan citarasa secara
sporangium atau pinhead. Sporangium akan tumbuh optimum. Manfaat bagi kesehatan dikarenakan banyak
menjadi tunas dan berkembang menjadi tubuh buah mengandung protein, lemak, karbohidrat, serat, abu dan
secara utuh pada (Gambar 3.) Terlihat jelas jamur kuping energi. Diketahui, bahwa 72% kandungan lemaknya
tumbuh optimum pada batang kelapa dan batang pohon memberikan keamanan dikonsumsi. Kandungan gizi per
chery secara alami tanpa diberikan bibit jamur. Tubuh 100 gram terdiri dari 14,8 gram air, 284 kkal energi, 73
buah memiliki tungkai pendek dan tumbuh pada gram karbohidrat, 9,25 gram protein, 0,73 gram lemak,
substratnya dengan membuat lubang pada 70,1 gram serat dan 2,21 gram ampas (Anonymous, 2013).
permukaannya. Dalam, Anonymous (2013) dijelaskan manfaat bagi
Dalam kondisi musim hujan menyebabkan kulit kesehatan mengurangi penyakit panas dan rasa sakit pada
tubuh buah menjadi berlendir, sebaliknya kulit tersebut kulit diakibatkan luka bakar, sedangkan karakteristik
akan mengkerut pada musim kemarau. Bagian bawah lendirnya menonaktifkan toksin yang terbawa masuk
tubuh buah tampak licin serta mengkilap, sedangkan kedalam tubuh, mencegah kanker dan penggumpalan
dipermukaan atasnya seperti beludru. Tubuh buah jamur darah. Selain itu bisa mengobati darah tinggi, kekurangan
kuping terbentuk dengan struktur agak rumit karena darah dan mengobati wasir atau memperlancar
berupa lembaran bergelombang tidak beraturan. Kondisi pencernaan.
basah tubuh buah menjadi licin, lentur dan kenyal
(gelatinous), berubah menjadi kaku serta melengkung Jamur Merang (V. volvaceae)
apabila tubuh buah bersifat kering.
Ukuran basidiocarp yang dewasa mencapai 10 cm
dengan rata-rata berkisar antara 3-8 cm dan ketebalannya
0,1-0,2 cm. Pertumbuhan dan perkembangan tubuh buah
o
pada kondisi optimum suhu 26-28 C, kelembaban 60-75%.
Pada kelembaban udara lebih tinggi dari 80-90%
merangsang pertumbuhan dan pembentukan tubuh buah.
Miselium akan tumbuh optimum pada kondisi gelap dalam
media pH 3-7 dengan intensitas cahaya bagi pembentukan (a) (b) (c)
tubuh buah normal dibawah 50 lux dengan penyinaran
secara menyebar. Efek penyinaran matahari secara Gambar 3. Perbedaan pertumbuhan jamur merang (V.
volvaceae) pada berbagai media secara alami ; (a) pada limbah
langsung mengakibatkan kerusakan tubuh buah dan
media jamur tiram, (b) pada batang pohon pisang dan (c) pada
kelayuan. Pada lingkungan tempat yang teduh atau tidak
limbah kain
terkena sinar matahari secara langsung disertai sirkulasi
udara lancar merupakan indikator kondisi secara
optimum. Intensitas cahaya yang tidak terlalu tinggi
Permana dkk. | 59

Disebut “Chinese mushroom” dipercayai berasal glikogen, kitin dan selulosa yang didalam sel jamur merang
dari Cina dan menurut sejarah Cina sudah dikonsumsi sendiri terdiri dari kitin dan β-glukan.
sejak tahun 28 SM, namun bukti lain bangsa Cina telah
memanfaatkannya sejak 6000 tahun yang lalu (Basuki, Fisiologi Enzimatis
1992). Di Indonesia jamur merang telah lama dikenal dari Proses penguraian oleh jamur merang di alam
pemanfaatan tumpukan jerami di lahan persawahan memanfaatkan molekul-molekul organik dari sisa
menyebabkan spora mudah terikat pada media alam kehidupan sehingga diperlukan pemecahan makromolekul
sehingga miselium muncul ke atas permukaan membentuk menjadi bentuk monomer sederhana yang mudah diserap
pinhead (Sinaga, 1999). (Patmasari, 2001). Menurut, Kaul (1997 dalam :
Jamur merang (V. volvaceae, sinonim Agaricus Patmasari, 2001) perombakan makromolekul menjadi
volvaceus, Amanita virgata atau Vagina virgata), dalam monomernya jamur mensekresikan enzim ekstraseluler
bahasa Aceh Kulat Jumpung, sebutan jamur merang kedalam lingkungan untuk merombak sisa-sisa bahan
berasal dari bahasa Tionghoa caugu atau Hanzi organik yang akan diserap oleh dinding sel
(Anonymous, 2001). Klasifikasi jamur merang adalah (plasmalemma). Sedangkan terjadinya proses respirasi
sebagai berikut : berlangsung untuk memperoleh energi sehingga
Kerajaan : Fungi menghasilkan energi panas dan karbondioksida, dimana
Divisi : Basidiomycota karbohidrat, protein dan lemak terurai menjadi komponen
Kelas : Homobasidiomycetes sederhana (Oei, 1996 dalam : Patmasari dkk., 2001). Jamur
Ordo : Agaricales merang juga membutuhkan mikrogen yang bersifat
Famili : Pluteaceae organik berasal dari protein, peptida, asam amino serta
Genus : Volvariella yang berupa garam-garam nitrat, ammonium dan
Spesies : V. volvacea beberapa unsur fosfor, potasium, sulfur, besi, magnesium,
Nama binomial : Volvariella volvacea (Bulliard ex mangan dan boron (Kaul, 1997). Sedangkan nutrisi
Fries) Singer ensensial yang dibutuhkan bagi jamur diperoleh dalam
Menurut, Sinaga (1999 dalam : Patmasari dkk., bentuk garam-garam terlarut mudah dimetabolisme
2001) jamur merang mengabsorpsi karbohidrat dan (Kaul, 1997 dalam : Patmasari, 2001).
mineral-mineral pada rumput-rumput yang mengandung
gula atau garam mineral N, P dan K, dimana pertumbuhan Dominan Zat Gizi dan Medisinal
jamur merang tersebut sebagai peningkatan ukuran dan Sejumlah banyak asam amino leusin, terosin, lisin
biomasa melalui proses yang kompleks di alam. Hasil dan valin paling dominan terdapat dalam jamur merang
pengamatan, diperoleh pertumbuhan jamur merang (Anonymous, 1999 dalam : Patmasari, 2001). Selain itu
dalam tiga media alam serta lokasi yang berbeda, yaitu hanya metionin dan isoleusin termasuk asam amino yang
pada limbah batang pohon pisang dan di tempat kandungannya relatif sedikit. Jamur merang
pembuangan sampah (TPA) pada limbah kain dan plastik mengandung sebanyak 72% lemak masuk kedalam lemak
di belakang rumah dinas kompleks-LIPI, sedangkan tak jenuh, serta mengandung Vit B, niasin dan biotin.
pertumbuhan jamur merang pada limbah serbuk gergaji Kandungan mineral terdiri dari K, P, Ca, Na, Mg dan Cn (
pasca penanaman jamur tiram berada dilokasi kebun Patmasari, 2001).
percobaan Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Berdasarkan data
analisis, fakta diatas membuktian kondisi alam yang Tabel 1. Komposisi gizi jamur merang
kompleks tadi terkondisikan secara optimum (Gambar 4.).
Nutrisi per 100 gram Jamur Jamur
Pada bagian (b) dan (c) terdapat kesamaan laju
segar kering
pertumbuhan tubuh buah yang lebih cepat dibandingkan Protein (gr) 3,8 16,9
perkembangan pertumbuhan tubuh buah jamur dewasa Lemak (gr) 0,6 0,9
bagian (a) menggambarkan fase telur pada media limbah Karbohidrat (gr) 6,9 64,6
serbuk gergaji pasca penanaman jamur tiram dengan Serat (gr) 1,2 4,0
kondisi pertumbuhan tubuh buah jamur dewasa yang Abu (gr) 1,0 3,6
relatif lebih lama 12-14 jam. Dengan asumsi pada Kalsium (gr) 3,0 51,0
pemanenan hari ketiga tidak ditemukan tubuh buah yang Fosfor (mgr) 94,7 223,0
mengalami fase pertumbuhan payung yang secara Besi (mgr) 1,7 6,7
Thiamin (mgr) 0,11 0,09
morfologi menghasilkan pillus, lamella, stipe dan volva
Riboflavin (mgr) 0,17 1,09
(Sinaga, 1999 dalam : Patmasari, 2001). Niasin (mgr) 8,3 19,7
Perkembangbiakan spora jamur merang yang jatuh Asam askorbat (mgr) 5,0 274,0
dari udara ke tempat media alam yang lembab Kalori (kal) 39,0 14,9
membentuk benang-benang hifa menjadi jaring-jaring Kadar air (%) 87,7 -
seperti kapas yang disebut miselium (Kaul, 1997 dalam: Sumber : Food consumtion tabel recommended for use in
Patmasari, 2001). Menurut, Kaul, 1997 dalam : Patmasari, the Philippine dalam : Patmasari, (2001)
2001) secara mikrosel jamur merang terdiri atas tepung,
60 | Pros Sem Nas Biodiv hal: 55-62

Dari 2 contoh jamur merang (V. volvaceae) terlihat morfologi mempertelakan bahwa jamur jelly memiliki
unsur dominan zat gizi unsur protein yang penting bagi karakteristik sebagai “dimorphic fungi” yaitu pada saat
kebutuhan tubuh (Tabel 1). perkembangbiakan miselium bentuknya berpasangan
Kandungan rata-rata spesies jamur menggunakan menyerupai khamir lonjong/oval (Cho dkk., 2006).
perhitungan berat kering seperti jamur yang mengandung Pertumbuhan di alam sangat berhubungan dengan faktor-
19-35% protein secara nyata protein jamur mengandung faktor fisik seperti suhu maupun kelembaban udara dan
semuanya asam amino utama, terutama kaya akan lisin pH yang mengkondisikannya secara optimum.
dan leusin yang tidak ditemukan pada sebagian besar Pertumbuhan primordia tubuh buah berasal dari benang-
bahan pangan serelia (Cho dkk., 2006). benang miselium. Selanjutnya menjadi fase tubuh buah
Kandungan lemak total yang rendah serta tingginya (fruit body) dan membentuk jamur jelly sempurna berupa
asam lemak tidak jenuh (72-85%) memberikan arti bola dengan rumbaian tidak beraturan (Gambar 5). Mulai
signifikan jamur merupakan pangan yang sehat. Pada dari waktu panenan pertama (tubuh buah) secara
jamur segar karbohidrat dan serat dalam kisaran 57-88% berulangkali pemunculan primordia hingga perkembangan
atau 4-20% (berat kering). Jamur basidiomisetes tubuh buah lagi secara berkesinambungan selama 3 bulan.
mempunyai kandungan senyawa aktif anti tumor dan Setelah periode pemanenan pertama atau kedua
polisakarida imunostimulan yang secara farmakologi dan seterusnya fase primordia maupun tubuh buah
diperoleh dari tubuh buah, biakan miselium dan media pertumbuhan primordia maupun tubuh buah hasilnya
kultur (Resetnikop dkk., 2001). Menurut, Yao dkk. (1998) semakin menurun, bahkan tingkat pelapukannya
senyawa volvarin yang diisolasi dari tubuh buah jamur bertambah, diikuti dengan kehadiran rayap serta kutu-
merang bertindak menginaktifkan protein (Type 1 kutu kecil.
Ribosome-Inactivating protein).
Karakteristik Gel
Jamur Jelly (T. fuciformis) Jamur jelly memiliki sifat lebih kenyal/fleksibel
Menurut, Cheung (1996 ; Gao dkk., 1996b) jamur dibandingkan jamur kuping merah (A. auricula judae) dan
jelly termasuk kelas tremellales dan keluarga tremellaceae, jamur kuping hitam (A. polytricha). Selain bersifat gel juga
merupakan jamur pangan yang digunakan untuk teksturnya lebih lunak menyerupai agar dengan atau
mengobati fisik agar mampu meningkatkan ketahanan permukaan tipis/bening berwarna putih dan tidak memiliki
tubuh serta mencegah proses penuaan (antiaging). rasa.
Habitat di alam biasanya tumbuh pada berbagai Klasifikasi jamur jelly adalah sebagai berikut :
jenis kayu yang lapuk di daerah ketinggian 600-800 mpdl Super kingdom : Eukaryota
o
dengan kondisi suhu 20-30 C dan kelembaban 60% Kigdom : Myceleae
(Anonymous, 2013). Dikenal sebagai jamur jelly, jamur Divisi : Basidiomycota
salju putih atau kuping putih/jamur gajih (T. fuciformis) Sub Divisi : Hymenomycolina
yang termasuk jamur pangan, medisinal dan pengobatan Kelas : Heterobasidiomycetes
fisik (pelembab kulit/ antiradiasi) (Cheung, 1996 ; Gao Ordo : tremellales
dkk., 1996b ; Anonymous, 2015c). Famili : tremellaceaceae
Pada Gambar 5. menunjukkan kondisi jamur pada Genus : tremella
fase pertumbuhan primodia, fase pertumbuhan tubuh Spesies : T.fuciformis
buah yang diikuti fase penuaan spora pada penampang
kayu trembesi (Samanea saman) dalam ukuran diameter Aneka Pangan dan Medisinal
rata-rata 30-40 cm dan ketebalan 15-25 cm (Gambar 5.). Sejak dinasti Ming di Cina tahun 1894 jamur jelly
telah popular sebagai jamur pangan (edible mushroom)
yang berkhasiat untuk suplemen, antiinfeksi, anti tumor,
menurunkan kolesterol darah, meningkatkan kadar
superoksida dismutase/ antioksidan pada otak, hati dan
meningkatkan cairan tubuh (Chen, 1998a ; Anonymous,
2013). Kandungan polisakarida dalam tubuh jamur T.
fuciformis hasil uji fraksi terdapat inter-leukine ( IL – 1 dan
Gambar 5. Pertumbuhan jamur jelly (T. fuciformis) secara IL -6) berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh dan
alami pada penampang kayu trembesi (Samanea saman) mencegah tumor necrosis (Gao dkk., 1997 dalam : Chen,
2010).
Diketahui spesies Tremella sebagai mikoparasit Kandungan nutrisi per 100 gram jamur jelly terdiri
tidak mendegradasi secara langsung kayu, tetapi dari 162 kalori, protein 19,6 kalori, lemak 6,3 kalori,
memakan jamur Hypoxylon archeri yang lebih dahulu karbohidrat 298 kalori, kalsium 0,24 gram Fosfor 0,26
merombak media (Thomas, 2006). Dijelaskan T. fuciformis gram dan Niacin 2,2 mg (Anonymous, 2015c).
tidak mendegradasi selulosa maupun lignin dalam kondisi Dalam masakan Cina secara umum banyak
kultur campuran, namun untuk memenuhi kebutuhan digunakan untuk membuat sup, hidangan penutup yang
nutrisinya mampu bersinergi (Chen, 1998a). Secara dicampur dengan juice es atau menjadi minuman dengan
Permana dkk. | 61

lengkeng kering dan es cream. Selain itu cocok digunakan Anonymous. 2004. Mushroom Grower Handbook. Mushroomword, Soul
Korea.
untuk beberapa selera manis, sop jamur jelly manis atau
Anonymous. 2012a. (http :// share-all-
dicampur daging ayam dengan vegetarian khusus. Dalam time.blogspot.coid/2014/12/sejarah-2012)bangsa –Viking-
bentuk segar (tekstur agar-agar) bermanfaat sebagai obat penjajahan-dan html).
dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Anonymous.2012b.(http://www.mushroomexpert.com/
pleurotusostreatus. 15 Juni 2012 (upload : 22 September 2015).
Sebagai produk kecantikan di Cina dan Jepang
Anonymous. 2013. (http://www.fao.org/ess/top/ community.html).
berperan meningkatkan retensi kelembaban kulit agar Anonymous. 2015a. (http : www. Pikiran –
terhindar dari radiasi ultraviolet berlebih. Kandungan rakyat.com/horizon/2015/11/30/311842/jamur rahasia-obat-kuat-
antioksidan dalam jamur jelly mencegah degradasi pikun, pasukan-romawi)
Anonymous.2015b.(http://blogspot.com/health/wellness/2015-
penyempitan pembuluh darah, mengurangi pengerutan
092631.html health-benefit-of mushroom).
kulit dan menghaluskan permukaan kulit yang mempunyai Anonymous. 2015c. (http://id.aliexpress.com/store/ product/
efek terhadap peningkatan antioksidan pada tubuh 2009_Tremella-fuciformis-white-snow-fungus-mushroom-
disebabkan enzim reaktif. freehipping/822008_32241078238.html)
Anonymous.2015d.(http://bogorkab.go.id/index.php/page/detail/5/letak
-geografis)
KESIMPULAN Anonymous.2015e(cr:http://deperta.jabarprov.go.id.index.php/submenu
/1087)
Keanekaragaman makrofungi yang termasuk jamur Baros L, Bruna AV, Paula B, Leticia ME and Isabel CFRR. 2008. Chemical
Composition and Biologycal Properties of Portuguese Wild
pangan di kawasan Cibinong Science Center (CSC)-LIPI,
Mushroom : A Comprehensive Study. J. Agric Food Chem, 56(10),
terdiri dari 4 spesies dalam keluarga Pleurotaceae, 3856-3862.
Auriculariaceae, Volvariellaceae dan Tremellaceae. Habitat Basuki T. 1992. Makalah Lokakarya Peningkatan Kemampuan Dosen
makrofungi yang ditemukan P. ostreatus (jamur tiram) Muda dalam Teknik-Tenik Dasar Bidang Mikrobiologi, Jurusan
FMIPA-UI bekerjasama dengan UNESCO Indonesia dan
pada cabang pohon mangga, A. auricularia judae (jamur
Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia Jakarta, 7-17 Desember
kuping merah) pada batang pohon kelapa dan batang 1992.
pohon chery , V. volvacea (jamur merang) pada limbah Chang 1998 ; Mulyani dkk., 1986 dalam : Permana D. 2005. Pemanfaatan
serbuk gergaji pasca penanaman jamur tiram, pada batang Batang Pohon Kelapa sebagai Media Pertumbuhan Jamur Kuping
(Auricularia sp.) Tanpa Menggunakan Bibit, Prosiding Seminar
pohon pisang, sampah limbah kain dan T. fuciformis
Nasional Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, ISBN :
(jamur jelly) pada penampang kayu trembesi (Samanea 979-3506-32-6, hal. 168 – 171.
saman). Jenis makrofungi P. ostreatus, A. auricula judae, Chen. 1998a. Morphologycal and Molecular Studies in the Genus
V. volvaceae dan T. fuciformis merupakan jamur pangan Tremella, Berlin : J. Cramer, p. 225 : ISSN – 4433-5976-4.
Cheng, PCK. 1996. The Hypercholesterolemic Effect of Two Edible
yang mengandung nilai gizi tinggi sangat baik untuk
Mushrooms : Auricullaria auricula judae (free car) and Tremella
kesehatan tubuh, pengobatan (medicinal property) dan fuciformis (white jelly-leaf) in hypercholesterolemic rats. Nutr. Res.
untuk perawatan kecantikan. Peranan makrofungi dalam 16, 1721-1725.
kelestarian lingkungan sangat penting untuk menjaga Cho EJ, JH Oh, HY Chang and JW Yun. 2006. Production of
Exopolysaccharides by submerged mycelial culture of mushroom
ekosistem kawasan, selain memiliki nilai tambah sebagai
Tremella fuciformis, Journal of Biotechnology 127. 120-140.
pangan dan medisinal juga menjadi penting bagi Flegg PB, DM Spencer and DA Wood. 1985. The Biologi and Technology of
kebutuhan eksplorasi, dokumentasi sekaligus the Cultivated Mushroom. John Willy & Sons, Dorchester, Great
mempertahankan kearifan lokal. Britain.
Gao Q, Seljid R, Chen H, Jiang R.1996b. Characterisation of acidic
heteroglycans from Tremella fuciformis, Berk. With cytoken
UCAPAN TERIMAKASIH stimulatoring activity, Carbohydr. Res. 288, 135-142. dalam : Chen
B. 2010. Optimization of extraction of Tremella fuciformis
Disampaikan terimakasih kepada Prof Dr. Bambang Polysaccharides Antioxidant and Antitumor Activites-Invitro,
Carbohydrates Polymesr 8, 1 (2010), 420-424, Journal Homepage :
Prasetya, MSc Profesor Riset di Pusat Penelitian
www. Elsivier/com.locate/ carbpol.
Bioteknologi, LIPI-Bogor dan Prof. Dr. Ign. Suharto Guru Hattaka A, Valo M dan P Lankinen. 1992. Dalam : Permana D & B
Besar Fakultas Teknologi Industri Universitas Parahyangan- Prasetya. 2015. Bioetanol dari Limbah Jamur Tiram (Plerotus
Bandung, selaku reviewer atas saran, masukan serta ostreatus, Jacq. Fr.) Sebagai Energi Alternatif Terbarukan, Prosiding
Seminar Nasional Sprint 2014, Sinergi Pangan, Pakan dan Energi
koreksinya.
Terbarukan, UPT BPPTK –LIPI Fakultas Peternakan UGM, PATPI
Cab. Yogyakarta 21-23 Oktober 2014, diterbitkan Januari 2015,
DAFTAR PUSTAKA ISBN : 987-602-70784-49-5, hal. 367-373.
Ingold. 1961 dalam : Permana. 2013. Pengaruh Faktor Lingkungan
Anonymous. 1997. Trubus 327, th XXVII, Februari; Bonus dalam : terhadap Pembentukan Tubuh Buah Jamur - Review. Prosiding
Permana D. 2005. Pemanfaatan Batang Pohon Kelapa Sebagai Seminar Nasional XXI Kimia dalam Industri, Jaringan Kerjasama
Media Pertumbuhan Jamur Kuping (Auricularia sp.) Tanpa Kimia Indonesia, Yogyakarta, ISSN : 0854-4778, hal. 437-441.
Menggunakan Bibit, Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Ingold. 1961. Dalam : Permana D & B Prasetya. 2013. Pemanfaatan
Bioteknologi Pertanian Indonesia, ISBN : 979-3506-32-6, hal 168- Limbah Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus, Jacq. Fr.) untuk Produksi
171. Bahan Perekat Kayu Laminasi dan Bioetanol – Review. Prosiding
Anonymous. 1999. dalam : Patmasari U. 2001. Daya Viabilitas Bibit Jamur Seminar Nasional PATPI - Jember, Bidang Rekayasa Bioteknologi
Merang (Volvariella volvaceae, (Bull. Fr) Sing) dalam Media Kapas Pangan (Bagian 2), ISBN : 987-60249-5, hal 308-320.
dengan Campuran Batuan Zeolit, (Skripsi) Sarjana Strata Satu Jahan N, M Moonmoon and MMI Shah. 2010, Grower’s respons to
Fakultas Biologi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Mushroom Cultivation Technologies Disseminated by Mushroom
Anonymous.2001.(https://id.wikipedia.org/wiki/jamur_merang). Development Project, J. Agric. Soc. Sci., 6: 96-100.
62 | Pros Sem Nas Biodiv hal: 55-62

Jusana Suci Pebra, Made Fifendi, Peridnadi. 2013. Inventarisasi Jamur Permana D. 2005, Pemanfaatan Batang Pohon Kelapa sebagai Media
Tingkat Tinggi Di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai Kab. Tanah Pertumbuhan Jamur Kuping (Auricularia sp.) tanpa menggunakan
Datar Sumatera Barat, Mahasaiswa Pendidikan Biologi Genap bibit, Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Bioteknologi
2013-2014, 2(2) : 1-5 dalam : Witantri RG, RD Putri, Kharismamurti, Pertanian Indonesia, ISBN : 979-3506-32-6, hal. 168-171.
Y Noviana. 2015. Keanekaragaman Makrofungi Epipit Di Kawsan Permana, D. 2012. Optimasi Kultur Cair dalam Penyediaan Media
Hutan BKPH Lawu Selatan, Prosiding Seminar Nasional Tumbuh Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus, Jacq. Fr), Prosiding
Biodiversitas, vol. 4, No. 2, hal. 198-201. Sem. Nas. XXI Kimia dalam Industri dan Lingkungan , ISSN : 0854-
Kaul TN. 1997. Introduction to Mushroom Science (Sistematics), Science 4778, Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia, hal. 395-400.
Publisher, Inc. United States of America dalam : Patmasari U. 2001. Permana D. 2013. Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Pembentukan
Daya Viabilitas Bibit Jamur Merang (Volvariella volvaceae (Bull. : Tubuh Buah Jamur-Review. Prosiding Seminar Nasional XXI Kimia
Fr. Sing.) Dalam Media Kapas dengan Campuran Batuan Zeolit Dalam Industri dan Lingkungan, Jaringan Kimia Indonesia,
(Skripsi) Sarjana Strata Satu, Fakultas Biologi Universitas Gajah Yogyakarta ISSN : 0854-4778, hal. 437-441.
Mada Yogyakarta. Permana D. & B. Prasetya. 2013. Pemanfaatan Limbah Jamur Tiram
Li S, T Zhu, G Liu & H Zhu. 2012. Diversity of Macro-Fungal Community in (Pleurotus ostreatus, Jacq. Fr.) untuk Produksi Bahan Perekat Kayu
Bfeng Gorge Core Giant Panda Habitat In Cina. African J. Laminasi dan Bioetanol-Review. Prosiding Seminar Nasional PATPI
Biotechnology, 11 (8) ; 1970-1976 dalam : Witantri RG, RD Putri, Jember, Bidang Rekayasa Bioteknologi Pangan (Bagian 2), ISBN :
Kharismamurti, Y Noviana. 2015. Keanekaragaman Makrofungi 987-602-9030-49-5, hal. 308-320.
Epipit Di Kawsan Hutan BKPH Lawu Selatan, Prosiding Seminar Sinaga M. 1999. Jamur Merang dan Budidayanya, PT Penerbar Swadaya,
Nasional Biodiversitas, vol. 4, No. 2, hal. 198-201. Anggota Ikapi, Cetakan 16 Bogor.
Oei P. 1996. Mushroom Cultivation with Special Emphasis on Sinaga M. 1999. Dalam : Patmasari U. 2001. Daya Viabilitas Bibit Jamur
Appropriate Techniques for the Developing Countries Tool Merang (Volvariela volvaceae, (Bull. Fr.) Sing) dalam Media Kapas
Publication, Leiden, Netherlands dalam : Patmasari U, T Suharni dengan Campuran Batuan Zeolit, Skripsi Sarjana Strata Satu
dan Permana D. 2007 Pengaruh Penambahan Zeolit terhadap Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Viabilitas Bibit Jamur Merang Jurnal Biodiversitas, ISSN : 1412- Watanabe T, Enoki M, Katayama S and Kuwahara. 2000. Peroxidation of
033X, Januari 2007 terakreditasi DIKTI No : 55/DIKTI/Kep/2005. Extracellular Lipid Produsced by Selective White Fungi, Euro J.
Vol. 8 No. 1, hal. 27-33 Biochem. 267 : 4222-4231, dalam : Permana D & B Prasetya. 2015.
Patmasari U. 2001. Daya Viabilitas Bibit Jamur Merang (Volvariela Bioetanol dari Limbah Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus, Jacq. Fr)
volvaceae, (Bull. Fr.) Sing) dalam Media Kapas dengan Campuran Sebagai Energi Alternatif Terbarukan, Prosiding Seminar Nasional
Batuan Zeolit, Skripsi Sarjana Strata Satu Fakultas Biologi Sprint 2014, Sinergi Pangan Pakan dan Energi Terbarukan, UPT
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. BPPTK-LIPI, Fakultas Peternakan UGM, PATPI Cab. Yogyakarta, 21-
Patmasari U, T Suharni dan Permana D. 2007. Pengaruh Penambahan 23 OKTOBER 2014, diterbitkan Januari 2015,ISBN : 978-602-70784-
Zeolit terhadap Viabilitas Bibit Jamur Merang Jurnal Biodiversitas, 1-3, hal. 367-373.
ISSN : 1412-033X, Januari 2007 terakreditasi DIKTI No : Witantri RG, RD Putri, Kharismamurti, Y Noviana. 2015. Keanekaragaman
55/DIKTI/Kep/2005. Vol. 8 No. 1, hal. 27-33. Makrofungi Epipit Di Kawsan Hutan BKPH Lawu Selatan, Prosiding
Parahastuti dkk., 2001 dalam : Permana D. 2005, Pemanfaatan Batang Seminar Nasional Biodiversitas, vol. 4, No. 2, hal. 198-201.
Pohon Kelapa sebagai Media Pertumbuhan Jamur Kuping Zadrazil F. 1974. The Ecology and Industrial Production of Pleurotus
(Auricularia sp.) tanpa menggunakan bibit, Prosiding Seminar ostreatus, Pleurotus florida, Pleurotus cornucopiae and Pleurotus
Nasional Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, ISBN : eryngii Mushroom Sci., 9 : 621-625.
979-3506-32-6, hal. 168-171.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 63-66

KARAKTERISASI MORFOLOGIS PADI BERAS HITAM PADA


AGROEKOSISTEM SAWAH DI BANTUL
Edi Purwanto*, Lesty Ayu Bidhari, Endang Yuniastuti
Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
*Email : [email protected]

Abstrak - Padi hitam merupakan salah satu jenis padi yang selain kaya akan kandungan gizi juga memiliki fungsi kesehatan. Terdapat
banyak varietas lokal padi beras hitam di Indonesia namun belum teridentifikasi dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mempelajari karakterisasi tanaman padi hitam pada agroekosistem sawah berdasar sifat-sifat morfologi. Penelitian ini dilaksanakan di
Dusun Gunungan, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, Yogyakarta pada bulan April-Agustus 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian survei di areal penanaman padi hitam, kemudian dilakukan pengamatan morfologi tanaman.
Analisis menggunakan program NTSYS dengan metode UPGMA. Keragaman karakter morfologi padi hitam pada sifat-sifat kuantitatif
baik dari fase vegetatif maupun fase generatif. Analisis dendogram berdasarkan fase vegetatif memiliki koefisien kemiripan sebesar
60% dan fase generatif memiliki koefisien kemiripan sebesar 62%.

Kata kunci : agroekosistem, karakterisasi, morfologi, padi hitam

PENDAHULUAN Fakultas Pertanian UNS. Penelitian ini dilaksanakan pada


bulan April 2014 hingga Agustus 2014.
Padi hitam merupakan salah satu jenis padi yang Penelitian ini merupakan penelitian survei di areal
selain kaya akan kandungan gizi juga memiliki fungsi penanaman padi hitam di Kabupaten Bantul. Padi Hitam
kesehatan. Terdapat banyak varietas lokal padi beras dengan pengamatan morfologi tanaman (daun, batang,
hitam di Indonesia namun belum teridentifikasi dengan malai, gabah). Sampel diambil dari beberapa areal
baik. Banyaknya varietas ataupun kultivar padi agroekosistem sawah. Analisis menggunakan program
menyebabkan kesulitan untuk membedakannya, maka NTSYS (Numerical Taxonomy and Multivariate System)
dari itu diperlukan suatu pengelompokan varietas atau dengan metode UPGMA (Unweighted Pair Group Method
kultivar tersebut dengan menggunakan taksonomi Arithmetic Average) (Rohlf 1998). Hasil analisis cluster ini
numerik. Dalam taksonomi numerik biasanya dilakukan disajikan dalam dendogram sehingga diketahui kemiripan
dengan pendekatan filogenetik (Tjitrosoepomo, 1998). morfologi tanaman padi hitam.
Identifikasi morfologi padi hitam akan memberikan data
dan informasi mengenai karakterisasi dari keberagaman HASIL DAN PEMBAHASAN
tanaman yang ada. Selanjutnya penelitian ini merupakan
penelitian untuk mengetahui kekayaan plasma nutfah, Kondisi Umum Lokasi Penelitian
khususnya tanaman pangan di berbagai daerah di Penelitian dilakukan di Dusun Gunungan, Desa
Indonesia. Sumbermulyo Kecamatan Bambanglipuro Kabupaten
Oleh karena itu adanya karakterisasi padi hitam Bantul, Yogyakarta. Secara geografis, Kabupaten Bantul
varietas lokal Bantul bertujuan untuk mempelajari terletak antara 07º44'04" - 08º00'27" Lintang Selatan dan
karakterisasi morfologi padi hitam di Kabupaten Bantul,, 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Kecamatan
Yogayakarta dan mempelajari keragaman tanaman padi Bambanglipuro khususnya desa Sumbermulyo berada di
hitam pada agroekosistem sawah di Kabupaten Bantul, dataran rendah, berada pada ketinggian ± 25 mdpl. Suhu
Yogayakarta berdasar sifat-sifat morfologi. tertinggi yang tercatat di Kecamatan Bambanglipuro
adalah 32ºC dan suhu terendah 23ºC, serta rata-rata curah
METODE PENELITIAN hujan yaitu sekitar 1500-2500 mm/tahun, kemiringan
lahan antara 0-20 %, kedalaman lapisan atas tanah 15-20
Penelitian ini dilaksanakan di beberapa cm, pH 6-7, dengan drainase sedang dan kesuburan tanah
agroekosistem sawah yang berada di Dusun Gunungan, sedang.
Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro,
Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Lokasi penelitian Morfologi Fase Vegetatif Tanaman Padi Hitam
merupakan salah satu sentra penanaman padi hitam di Identifikasi fase vegetatif tanaman padi hitam
Yogyakarta serta Laboratorium Pemuliaan Tanaman meliputi morfologi daun, morfologi batang, serta
morfologi akar. Fase vegetatif merupakan fase
64 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 63-66

pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan berdasarkan analysis cluster sehingga didapat
jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah, bobot, dan luas pengelompokkan sebagaimana disajikan pada gambar
daun. Lama fase ini beragam, yang menyebabkan adanya dendogram.
perbedaan umur tanaman (De Datta 1981, Yoshida 1981). Pada koefisien kemiripan sekitar 0,60 atau 60%
terbagi menjadi 7 kelompok. Hasil analisis kemiripan
Morfologi Daun keseluruhan sampel memiliki kemiripan yang dekat karena
Morfologi daun yang diamati antara lain panjang koefisiennya kemiripan diatas 60%. Kelompok pertama
daun, lebar daun, warna helaian daun, warna pelepah terdiri dari 2 sampel tanaman yaitu Bt1 dan Bt2. Kelompok
daun, bentuk lidah daun, sudut daun bendera dan kedua yaitu sampel Bt6, kelompok ketiga sampel Bt8,
permukaan daun. Hasil pengamatan dan identifikasi sifat- kelompok keempat sampel Bt9. Kelompok kelima terdiri
sifat morfologi 10 sampel tanaman padi hitam yang dari 3 sampel yaitu Bt3, Bt10,dan Bt5. Kelompok keenam
dianalisis berdasarkan analisis cluster sehingga didapat yaitu sampel Bt4, dan kelompok ketujuh yaitu sampel Bt7.
pengelompokkan sebagaimana disajikan pada gambar1 Sampel Bt3 dan Bt10 memiliki tingkat kesamaan
dendogram yang paling tinggi yaitu pada tingkat kemiripan 81% yang
Pada gambar dendogram diatas terdapat kode Bt1, hampir semua karakter vegetative kedua sampel tanaman
Bt2, Bt3, Bt4, Bt5, Bt6, Bt7, Bt8, Bt9, dan Bt10 yang padi hitam sama. Persamaan sampel Bt3 dan Bt10 yaitu
memiliki arti sampel pertanaman padi hitam. Pada memiliki panjang daun yang paling panjang diantara
koefisien kemiripan 0,60 (ketidakmiripan 0,4) atau 60% semua sampel yaitu antara 55-60 cm, memiliki lebar daun
kemiripan terbagi menjadi 5 kelompok. Kelompok pertama yang sempit, warna helaian daun hijau tua, warna pelepah
terdiri dari 5 sampel yaitu Bt1, Bt5,dan Bt6. Kelompok daun hijau muda, memiliki lidah daun dengan bentuk
kedua terdiri dari Bt3, dan Bt10 dimana memiliki jarak segitiga terbelah, sudut daun bendera terkulai, permukaan
kemiripan 1 atau 100%. Kelompok ketiga terdiri dari Bt2, daun berambut sedang, sudut batang terserak, tebal nodia
Bt4,dan Bt8. Kelompok keempat hanya terdapat 1 sampel sedang yaitu 0,4 cm, kekuatan batangnya sangat lemah,
yaitu Bt9. Kelompok kelima adalah sampel Bt7. Sampel warna ruas batang hijau muda, dan memiliki akar yang
Bt3 dan Bt10 memiliki tingkat kesamaan yang paling tinggi pendek yaitu 12 cm. Hubungan kekerabatan dipengaruhi
yaitu pada tingkat kemiripan 100% yang semua karakter lingkungan dan idealnya semakin banyak sifat yang
daun kedua sampel tanaman padi hitam yaitu panjang diamati akan semakin mewakili sifat tanaman secara
daun, lebar daun, warna helaian daun, warna pelepah keseluruhan. Suranto (2001) menjelaskan tanaman sejenis
daun, bentuk lidah daun, sudut daun bendera, dan akan bervariasi morfologinya apabila faktor lingkungan
permukaan daun sama. lebih dominan mempengaruhi daripada faktor genetik.
Tanaman tidak akan menunjukan variasi genetik yang
Analisis Dendogram Fase Vegetatif Padi Hitam signifikan apabila faktor genetik lebih dominan
Hasil pengamatan dan identifikasi sifat-sifat mempengaruhi tanaman tersebut.
morfologi 10 sampel tanaman padi hitam yang dianalisis

Dendogram Daun
Bt1

Bt5

Bt6

Bt3

Bt10

Bt2

Bt4

Bt8

Bt9

Bt7

0.46 0.60 0.73 0.87 1.00


Koefisien Kemiripan
Gambar 1. Dendogram berdasarkan morfologi daun tanaman padi hitam
Purwanto dkk. | 65

Dendogram Fase Vegetatif


Bt1

Bt2

Bt6

Bt8

Bt9

Bt3

Bt10

Bt5

Bt4

Bt7

0.43 0.53 0.62 0.72 0.81


Koefisien Kemiripan

Gambar 2. Dendogram berdasarkan fase vegetatif tanaman padi hitam

Morfologi Fase Generatif Tanaman Padi Hitam Pada koefisien kemiripan 0,62 atau 62% terbagi
menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 8
Morfologi Gabah sampel tanaman yaitu Bt1, Bt2, Bt5, Bt6, Bt4, Bt10, Bt8,
Morfologi gabah yang diamati antara lain warna dan Bt9. Sampel Bt1 dan Bt2 memiliki kemiripan yang
lemma dan palea, keberadaan lemma dan palea, bulu tinggi dengan tingkat kesamaan 88% yang hampir semua
ujung gabah, bentuk gabah, jumlah, dan gabah per malai. karakter generatif kedua sampel tersebut sama.
Hasil pengamatan dan identifikasi sifat-sifat morfologi 10 Persamaan sampel Bt1 dan Bt2 yaitu memiliki tipe malai
sampel tanaman padi hitam yang dianalisis berdasarkan tersebar, memiliki panjang malai sedang yaitu 26,3- 26,5
analysis cluster sehingga didapat pengelompokkan cm, cabang malai sekunder padat, tipe keluarnya malai
sebagaimana disajikan pada gambar dendogram. malai muncul sebatas leher, kerontokan gabah agak
Pada koefisien kemiripan 0,65 atau 65% terbagi mudah, memiliki warna lemma dan palea coklat, terdapat
menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 7 rambut pendek pada lemma dan palea, bulu ujung gabah
sampel tanaman yaitu Bt1, Bt2, Bt9, Bt5, Bt6, Bt4, dan pendek, bentuk gabah ramping pendek, jumlah gabah
Bt10. Kelompok kedua terdiri dari 2 sampel yaitu Bt3 dan sedang yaitu antara 168-173, panjang biji yaitu antara
Bt8. Kelompok ketiga hanya terdapat 1 sampel tanaman 0,87-0,9 cm, kebeningan beras adalah bening, warna
padi hitam yaitu Bt7. pericarp ungu, serta biji berbentuk lonjong. Kelompok
Kelompok sampel Bt1, Bt2, dan Bt9 serta kelompok kedua terdiri dari 2 sampel tanaman yaitu Bt3 dan Bt7.
Bt4 dan Bt10 memiliki kesamaan paling yang tinggi yaitu Kemiripan sampel Bt3 dan Bt7 terdapat pada tingkat
pada tingkat kemiripan 100%, karakter yang sama yaitu kemiripan 68%. Tidak ada ketentuan tertentu dalam
warna lemma dan palea, panjang bulu, bulu ujung gabah, pemotongan dendogram, hal ini dilakukan untuk
bentuk gabah, yang berbeda dari kedua kelompok ini ada memudahkan dalam pembacaan dendogram.
jumlah gabah. Pada kelompok sampel Bt1, Bt2, dan Bt9 Adanya pengaruh faktor lingkungan menyebabkan
memiliki jumlah gabah sedang dan pada kelompok sampel terbentuknya keragaman karakter morfologi. Karakter
Bt4 dan Bt10 memiliki jumlah gabah sedikit. morfologi hanya muncul pada sifat-sifat kuantitatif
sedangkan sifat-sifat kualitatif cenderung sama. Menurut
Analisis Dendogram Fase Generatif Padi Hitam Hartl dan Clark (1989) tingkat keragaman genetik
Hasil pengamatan dan identifikasi sifat-sifat merupakan suatu indikasi atas kemampuan beradaptasi
morfologi 10 sampel tanaman padi hitam yang dianalisis tanaman terhadap lingkungan tumbuhnya. Jenis tanaman
berdasarkan analysis cluster sehingga didapat yang mempunyai sebaran alam yang luas akan mempunyai
pengelompokkan sebagaimana disajikan pada gambar keragaman genetik yang tinggi.
dendogram.
66 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 63-66

Dendogram Gabah
Bt1

Bt2

Bt9

Bt5

Bt6

Bt4

Bt10

Bt3

Bt8

Bt7

0.60 0.70 0.80 0.90 1.00


Koefisien Kemiripan

Gambar 3. Dendogram berdasarkan morfologi gabah tanaman padi hitam

Dendogram Fase Generatif


Bt1

Bt2

Bt5

Bt6

Bt4

Bt10

Bt8

Bt9

Bt3

Bt7

0.61 0.67 0.74 0.81 0.88


Koefisien Kemiripan

Gambar 4. Dendogram berdasarkan fase generatif tanaman padi hitam

KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Berdasarkan penelitian yang telah ditarik A Karim Makarim dan E Suhartatik 2009. Morfologi dan Fisiologi
Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi.
kesimpulan yaitu tanaman padi hitam di Kabupaten
Subang.
Bantul, Yogyakarta memiliki tinggi tanaman antara 119- De Datta SK 1981. Principles and Practices of Rice Production. A Wiley-
155 cm, panjang daun antara 48-60 cm, lebar daun 1,3-2,2 Interscience Publication. New York : John Wiley & Sons 618p.
cm, daun berwarna hijau tua sampai hijau kekuningan, Gomez KA dan AA Gomez 1884. Statistical Procedures for Agricultural
Research. 2nd ed. John Wiley and Sons, Inc. 680 p.
panjang batang antara 81-129,25 cm, mempunyai jumlah
Hartl DL, Clark AG 1989. Principles of Population Genetics. Sinauer Inc.
anakan sebanyak 17-29, tipe malai tersebar, panjang malai Sunderland USA.
antara 21,5-29,67 cm, jumlah anakan sebanyak 15-29, IBPGR-IRRI Rice Advisory Committee 1980. Descriptors for rice Oryza
kerontokan gabah agak mudah, warna palea berwarna sativa L. IRRI. Los Banos, Philippines.
Rohlf FJ 1998. NTSYSpc Version 2.20i. Exeter Software. Setauket, New
coklat tua sampai coklat kehijauan, bentuk gabah ramping
York.
pendek, jumlah gabah permalai 118-251. Keragaman Suranto 2001. Pengaruh lingkungan terhadap bentuk morfologi
karakter morfologi padi hitam di Kabupaten Bantul, tumbuhan. Enviro 1(2) : 37-40.
Yogyakarta terdapat pada sifat-sifat kuantitatif baik dari Tjitrosoepomo G 1998. Taksonomi Umum: Dasar-dasar Taksonomi
Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
fase vegetatif maupun fase generatif. Analisis dendogram
berdasarkan fase vegetatif memiliki koefisien kemiripan
sebesar 60% dan fase generatif memiliki koefisien
kemiripan sebesar 62%.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 67-70

EVALUASI DAN SELEKSI GALUR MUTAN KEDELAI M3


UNTUK PRODUKSI TINGGI
Endang Gati Lestari*, Asadi, Sri Hutami, Ragapadmi P., S. Rahayu
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
BB-BIOGEN
Jln Tentara Pelajar No 3 Bogor 16111
*Email : [email protected]

Abstrak - Kebutuhan komoditi kedelai semakin meningkat, seiring meningkatnya jumlah penduduk untuk itu perlu dikembangkan
varietas unggul baru untuk dikembangkan oleh petani. Teknik mutasi iradiasi telah lama dikembangkan untuk perakitan varietas
unggul, seperti menjadi genjah dan produksi tinggi. Penelitian dilaksanakan di STPT Cibalagung Bogor bulan Maret s/d Juni 2015,
tujuannya untuk melakukan evaluasi dan seleksi galur mutan kedelai generasi ke-3 (M3) varietas Baluran dan C11 (persilangan
kedelai asal China dan asal Jepang) untuk mendapatkan galur unggul produksi tinggi. Sebanyak 212 galur mutan M3 yaitu Bal 430,
Bal 431, Bal 470 dan C-11, di tanam menggunakan Rancangan percobaan a augmented masing-masing galur mutan ditanam dua
baris terdiri 20 tanaman dan setiap 25 galur mutan ditanam cek dan varietas unggul nasional Grobogan. Peubah yang diamati ialah
tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong isi dan bobot biji per tanaman. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan
hasil polong isi dan bobot biji/tanaman. Pada galur mutan Bal 430, Bal 431 dan Bal 470 menghasilkan biji/tanaman tertinggi yaitu 26
g; 33,3 g dan 30,7 g, sedangkan tetuanya 15 gr/tanaman. Galur mutan C11 juga menghasilkan mutan produksi polong dan bijinya
lebih tinggi yaitu 35 g dibanding tetuanya 24 g. Galur-galur mutan dengan karakter agronomi unggul tersebut akan diseleksi lebih
lanjut untuk uji daya hasil.

Kata kunci : galur mutan, kedelai, mutasi, produksi tinggi,

PENDAHULUAN karakter unggul yang diinginkan tidak dijumpai di dalam


plasma nutfah yang ada, selain itu mutasi berperan untuk
Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu meningkatkan keragaman genetik di alam (Khan dan Goyal
komoditi pangan utama setelah padi dan jagung. 2009, Yacoob dan Rashid 2001). Mutasi untuk pemuliaan
Kebutuhan kedelai untuk pangan terus meningkat seiring tanaman kedelai telah dilakukan di PAIR BATAN
bertambahnya jumlah penduduk, karena merupakan menghasilkan mutan berumur super genjah yaitu 66-68
bahan pangan sumber protein nabati. Pengembangan hari, dan produksi tinggi yaitu 2,4-2,6 t/ha diberi nama
tanaman kedelai mengalami kendala antara lain Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 (Arwin dkk., 2012).
terbatasnya lahan yang cocok, masih terbatasnya varietas Perbaikan genetik melalui keragaman somaklonal
unggul berdaya hasil tinggi yang digunakan oleh petani pada tanaman kedelai di BB Biogen telah dimulai tahun
dan gangguan hama serta patogen sangat menurunkan 2009-2015 melalui mutasi dan kultur in vitro,
produksi. Pembentukan galur unggul kedelai yang daya menghasilkan mutan asal embriosomatik M7 Baluran dan
hasilnya tinggi merupakan program pemerintah untuk asal F8 persilangan kedelai Cina/Jepang yang
meningkatkan produksi. mempunyai potensi untuk dikembangkan dengan sifat
Dalam kegiatan perakitan varietas unggul, baik (Asadi 2014).
diperlukan populasi dengan keragaman yang tinggi sebagai Pembentukan varietas baru melalui mutasi dan
bahan untuk seleksi. Keragaman genetik dapat kultur in vitro pada tanaman pisang dan tebu telah
ditingkatkan melalui introduksi, persilangan, mutasi dan menghasilkan pisang tahan fusarium, tebu kandungan
transformasi (Hanafiah dkk., 2010). Tanaman kedelai rendemen gula tinggi, serta tanaman hias dan buah
menyerbuk sendiri sehingga secara alamiah keragaman dengan warna dan ukuran lebih menarik, serta rasa
genetiknya rendah. Persilangan secara konvensional lebih enak (Jain 2010).
mengalami kesulitan karena ukuran bunganya sangat kecil, Evaluasi mutan kedelai (M2) Bal 430, 431,470 dan
untuk itu perlu teknik yang efektif untuk meningkatkan C11 yang dilakukan tahun 2014 di BB Biogen,
keragaman genetik tanaman, mutasi merupakan teknologi menghasilkan benih M3 dan data karakter agronomi yang
alternatif untuk meningkatkan variasi genetik (Gopinath menunjukkan adanya variasi genetik (Lestari dkk., 2015).
dan Pavadai 2015). Dalam pemuliaan melalui mutasi selain pembentukan
Teknik mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma mutan, kegiatan seleksi terhadap populasi galur mutan
telah lama dikembangkan oleh pemulia untuk perakitan yang diperoleh merupakan kegiatan penting dan
varietas unggul. Pemuliaan melalui mutasi dapat mengikuti kaidah pemuliaan (Makmur 1992).
diaplikasikan untuk memperbaiki sifat tertentu apabila
68 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 67-70

Prosedur yang tepat dalam perlakuan mutagen, unsur kunci untuk pembentukan galur (Ukai dan
pengelolaan populasi mutan serta seleksi merupakan
Nakagawa 2012). Untuk mendapatkan tanaman HASIL DAN PEMBAHASAN
mutan yang stabil secata genetik, seleksi dilakukan
minimal sampai generasi ke-4 atau ke-5 (tanaman M4 Sebanyak 212 galur mutan M3 yang ditanam di
untuk tanaman yang diperbanyak secara generatif atau STTP Cibalagung menunjukkan pertumbuhan yang baik,
mV5 untuk tanaman yang diperbanyak secara vegetatif) saat percobaan berlangsung tidak ada gangguan hama
yang didasarkan pada penampilan fenotipik (Handayati maupun patogen yang mengganggu pertumbuhan
dkk ., 2007). tanaman.
Tujuan penelitian ialah melakukan evaluasi dan Pengamatan yang dilakukan pada karakter
seleksi Mutan generasi M3 Bal 430, 431,470 dan C11 agronomi tinggi tanaman, jumlah cabang, bobot biji 100
untuk mendapatkan galur M4 yang hasil nya tinggi. butir, jumlah polong isi dan bobot biji/tanaman
menunjukkan adanya variasi hasil yang cukup tinggi.
METODE PENELITIAN Kisaran yang dihasilkan pada peubah polong isi mutan Bal
430, 431 dan 470 cukup lebar yaitu antara 30-114
Percobaan dilaksanakan di STTP Cibalagung Bogor. butir/tanaman. Selain menunjukkan variasi pada jumlah
Pada bulan Maret s/d Juni 2015. Materi genetik yang polong isi, iradiasi juga meningkatkan bobot biji/tanaman.
digunakan ialah 212 galur mutan generasi ke-3 (M3) Bal Bobot biji/tanaman pada tetua sebesar 15 gr/tanaman,
430, 431,470 dan C11 terpilih hasil seleksi berdasar bobot pada mutan Bal 430, 431,470 menghasilkan 129 nomor
biji per tanaman dan jumlah polong. Galur mutan ditanan yang hasilnya diatas 17 gr/tanaman. Bobot biji/tanaman
dalam dua baris, masing-masing terdiri 20 tanaman mutan C11 juga menunjukkan peningkatan, sebanyak 22
dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm, satu lubang ditanam mutan memberikan hasil lebih tinggi dibanding tetuanya
satu butir. Rancangan percobaan adalah augmented. (Tabel 1). Banyaknya mutan yang menghasilkan
Setiap 25 galur ditanam cek varietas Grobogan, Baluran, bobot/tanaman dan jumlah polong isi lebih tinggi dapat
dan cek mutan C-11, Bal 430, Bal 431 dan Bal 470. dilihat pada histogram dibawah (Gambar 1). Pada mutan
Tanaman dipupuk NPK Ponska (mengandung 15 % N, Bal 430 sebanyak 55 nomor menghasilkan biji/tanaman
16%P2O5 dan 15% K2O) dengan takaran setara dengan lebih tinggi dibanding tetua, pada Bal 341 sebanyak 42
300 kg/ha. Pemeliharaan seperti penyiraman, penyiangan, nomor dan pada Bal 470 sebanyak 38 nomor.
pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai Mutan C11, merupakan kedelai biji besar berasal
keperluan. Peubah yang diamati: umur berbunga, umur dari persilangan kedelai asal cina dan Jepang, bobot 100
masak, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong isi, biji galur mutan cukup tinggi yaitu 10-26 g. Seleksi
polong hampa, bobot tanaman /rumpun, bobot 100 biji, berdasar jumlah polong isi/tanaman menghasilkan 56
dan hasil/tanaman. Galur mutan diseleksi secara pedigree mutan yang hasilnya lebih tinggi dari tetuanya yaitu 34 g,
dengan memperhatikan karakter penentu produktivitas peningkatan hasil juga diperoleh pada bobot biji/tanaman,
yaitu jumlah polong, jumlah polong isi dan bobot sebanyak 22 nomor menghasilkan bobot biji/tanaman
biji/tanaman. antara 24-35 g lebih tinggi dibanding tetuanya yaitu 24 g
(Tabel 1). Hasil penggaluran dan seleksi galur mutan M3
telah diperoleh sebanyak 1000 galur M4 yang memiliki
karakter penampilan agronomis baik dengan hasil
biji/tanaman ≥ 9 g/tanaman. Galur terpilih ditanam
kembali untuk seleksi lebih lanjut.

Tabel 1. Komponen hasil dan hasil galur mutan M3, tanam di Cibalagung Bogor

Galur Kisaran Kisaran Kisaran jumlah Kisaran Kisaran bobot


mutan tinggi jumlah polong bobot 100 biji/tanaman (gr)
/var cek tanaman cabang isi/tanaman biji (gr)
(cm)
Mutan Bal 430 41-60 2-7 70-102 (24) 8,8-12,6 15-26 (55)
Bal 431 42-73 2-7 70-100 (18) 7.8-12,8 15-33,2 (42)

Bal 470 42-73 2-7 70-115 (73) 7.8-12,8 15-30,7 (38)


C11 30-45 2-5 34-82 (56) 10-26.4 24-35 (22)
Cek C11 42 3 34 19 24
Grobogan 39 2 27 15 18
Baluran 58 3 81 12 15
Lestari dkk. | 69

Keterangan: bobot biji/tanaman pada tetua Baluran 15 g/tanaman, pada C11 sebanyak 24 g/tanaman
Gambar 1. Histogram hasil bobot biji/tanaman

Keragaman hasil pada tinggi tanaman, jumlah dengan keragaman yang tinggi sehingga menghasilkan
cabang, jumlah polong isi dan bobot biji/tanaman mutan yang beradaptasi di dataran rendah.
menunjukkan bahwa iradiasisinar gamma yang diberikan Pada penelitian ini evaluasi dan seleksi pada galur
dapat meningkatkan keragaman dan menghasilkan galur- mutan M2 Bal 430, 431,470 dan C11 yang dilakukan
galur yang hasilnya lebih tinggi dibanding tetuanya, tahun 2014 menghasilkan variasi cukup tinggi pada
diharapkan galur-galur mutan yang produksinya tinggi peubah yang diamati dan menunjukkan peningkatan hasil
tersebut tetap stabil pada uji daya hasil pendahuluan dan pada tinggi tanaman, jumlah polong isi, jumlah biji bernas
uji daya hasil lanjut. dan bobot biji/tanaman (Lestari dkk., 2014), adanya
Surya dan Hoeman (2009) menyatakan bahwa segregasi pada generasi M2 memungkinkan pemulia untuk
keberhasilan program pemuliaan sangat tergantung pada melakukan seleksi lebih lanjut. Induksi mutasi
keragaman genetik dari karakter yang diwariskan dan menggunakan sinar gamma pada tanaman artemisia
kemampuan memilah genotipe unggul dalam proses (Artemisia annua L.) yang dilakukan oleh Purnamaningsih
seleksi. Dalam setiap program pemuliaan tanaman, dkk tahun 2010 menghasilkan perubahan morfologi
evaluasi dan seleksi merupakan kegiatan utama setelah tanaman antara lain bentuk daun dan tinggi tanaman
diperoleh keragaman genetik yang tinggi. Seleksi selain morfologi tanaman, perlakuan mutasi yang
merupakan proses memisahkan individu tanaman yang diberikan juga meningkatkan kandungan artemisinin,
memiliki karakter-karakter tertentu. Efektif dan tidaknya kandungan artemisinin pada tetua sebesar 0,5 %
seleksi tanaman yang berdaya hasil tinggi dari sekelompok meningkat menjadi 1,41% pada mutan yang dihasilkan.
populasi tergantung dari (1) seberapa jauh keragaman Perubahan morfologi dan peningkatan ragam fenotipe
hasil yang disebabkan faktor genetik yang nantinya juga dihasilkan pada tanaman sorgum hasil mutasi
diwariskan kepada keturunannya dan (2) seberapa jauh menggunakan radiasi sinar gamma (Surya dan Human
pula keragaman yang disebabkan oleh lingkungan tumbuh 2009).
tanaman (Makmur 1992).
Penelitian Surya dan Hoeman (2009), iradiasi KESIMPULAN
mengunakan sinar gamma pada biji sorgum dengan dosis
10-100 Gy menghasilkan mutan M2 yang meningkat Evaluasi dan seleksi galur mutan sorgum generasi
keragamannya, munculnya segregasi pada galur mutan M2 ke-3 (M3) diperoleh keragaman pada peubah tinggi
ditandai oleh peningkatan keragaman dibanding tetuanya tanaman, jumlah cabang, jumlah polong isi dan bobot
(kontrolnya), segregasi pada populasi M2 disebabkan oleh biji/tanaman. Seleksi berdasar penampilan agronomi dan
faktor genetik atau non genetik. bobot biji pertanaman menghasilkan 1000 galur M4.
Penelitian Nur dkk. (2014) iradiasi sinar gamma
pada tanaman gandum menghasilkan galur mutan (M3)
70 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 67-70

UCAPAN TERIMA KASIH Jain SM.2010. Mutagenesis in Crop Improvement Under The Climate
Change. Romanian Biotechnological Letters. 15(2): 88-106.
Khan S, Goyal S.2009. Mutation Genetic Studies in Mungbean IV.
Ucapan Terima Kasih kepada BB biogen melalui Selection of Early Maturing Mutans.Thai Journal of Agricultural
DIPA APBN tahun 2015 yang telah membiayai penelitian Science, 42(2):109-113.
ini sampai selesai. Lestari EG, Purnamaningsih R, Asadi, Hutami S dan Rahayu S. 2014.
Mutasi dan Kultur In Vitro untuk Meningkatkan Keragaman
Genetik pada Tanaman Kedelai. Makalah disampaikan dalam
DAFTAR PUSTAKA Seminar Nasional. Balitkabi Malang 6 Agustus 2015.
Lestari EG, Purnamaningsih R, Asadi, Hutami S dan Rahayu S. 2015.
Arwin H, Mulyana I, Tarmizi, Masrizal K, Faozi dan Adie M. 2012. Galur Mutasi dan Kultur In Vitro untuk Meningkatkan Keragaman
Mutan Harapan Kedelai Super Genjah Q-298 Dan 4-Psj. Jurnal Genetik pada Tanaman Kedelai. Makalah pada Seminar Nasional.
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 8 (2):107-116. 19 Mei 2015.
Asadi, Lestari EG, Mariska I, Hutami SPurnamaningsih , R., Manzila I. Makmur A. 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta.
Sukmadjaya D. 2014. Pembentukan Galur Mutan Melalui Mutasi pp 79.
In Vitro : Kedelai, Pisang, Cabai, Gandum Dan Nilam. Laporan Hasil Nur A, Human S, Trikosoemaningtyas. 2014. Keragaman Genetik
Penelitian BB Biogen tahun 2014. Gandum Populasi Mutan M3 di Agroekosistem Tropis. Jurnal
Gopinath P, Pavadai P. 2005. Morpholoy and Yield Parameters and Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi A Scientific Journal for The
Biochemical Analysis of Soybean (Glycine max (L.) Merr.). Using Applications of Isotopes and Radiation 10 (1): 35 – 44.
Gamma Rays, EMS and DES Treatment.Inst Letters natural Science Surya MI dan Hoeman S. 2009. Evaluasi Keragaman Genetik Sorgum
35:50-58. Manis pada Mutan Generasi Ke-2 Hasil Iradiasi Sinar Gamma.
Hanafiah DS, Trikoesoemaningtyas, Yahya S dan Wirnas D.2010. Induced Agrivita 31(2):142-148.
Mutations by Gamma Ray Irradiation to Argomulyo Soybean Ukai Y, Nakagawa H 2012. Strategies and Aproachhes in Mutant
(Glycine Max ) Variety. BIOSIENCE 2(3)121-125. population Development for Mutan Selection in Seed Propagated
Handayati W, Mariska I, Purnamaningsih R dan Darliah. 2007. Crops. In Plant Mutation Breeding and Biotechnology. Shu and
“Peningkatan Keragaman Genetik Mawar Mini Melalui Kultur In Forster (eds.) Joint FAO/IAEA Programe. Vienna, Austria.
Vitro dan Iradiasi Sinar Gamma”. Berita Biologi, 5(4):365-371. Yacoob M, Rashid A. 2001. Induced Mutation Studies in Some
Mungbean (Vigna radiata L.) Wilczek Cultivars. J.Biol.Sci., 1:805-808.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 71-81

PERAN TAMAN NASIONAL SEBAGAI BASIS


PEMBANGUNAN EKONOMI HIJAU MELALUI
PENGEMBANGAN EKOWISATA
1 2
Hendra Gunawan *, Sugiarti
1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Badan Litbang Kehutanan, danInovasi, Kementerian
LingkunganHidupdanKehutanan. Jl. Gunung Batu No. 5. PO Box 165, Bogor 16001, Jawa Barat. Tel. +62-
251-8633234; 7520067. Fax. +62-251 8638111Jln Tentara Pelajar No 3 Bogor 16111
2
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya LIPI, Jl. Ir. H. Juanda 13 Bogor, Jawa Barat
*Email : [email protected]

Abstrak - Pemerintah berkomitmen akan menerapkan prinsip ekonomi hijau pada proses penetapan kebijakan, perencanaan dan
program, di berbagai sektor pembangunan ekonomi. Ekowisata merupakan industri wisata yang memiliki prospek baik di masa
mendatang dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau. Taman nasional yang luasnya mencapai ±16,38 juta
hektar memiliki potensi penting sebagai basis pengembangan ekowisata di masa mendatang. Penelitian ini bertujuan mengkaji
potensi taman nasional sebagai basis pengembangan ekowisata, prospek ke depannya, tantangan dan strategi pengembangannya.
Studi dokumentasi dilakukan untuk pengumpulan data. Data kuantitatif dianalisis secara statistik deskriptif. Hasil kajian menemukan
bahwa 51 unit taman nasional yang tersebar di 28 provinsi di Indonesia, 100 % memiliki panorama indah atau khas; 82% menawarkan
petualangan; 76% kekayaan budaya dan sejarah; 74% memiliki satwa unik; 30% memiliki potensi wisata bahari; 24% memiliki kekhasan
geologis; 18% memiliki sumber air panas, dan 18% memiliki flora unik. Jumlah kunjungan wisatawan ke taman nasional relatif masih
rendah. Beberapa taman nasional sudah sangat populer dan banyak dikunjungi. Ada perbedaan preferensi antara wisatawan
nusantara dan mancanegara terhadap daya tarik wisata. Untuk meningkatkan kunjungan wisata ke taman nasional, perlu stratagi
promosi dan pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana pendukung dan pelibatan sektor lain serta masyarakat setempat.

Kata kunci : ekonomi hijau, ekowisata, keanekaragaman hayati, taman nasional

PENDAHULUAN Manalel, 2011; Wood, 2002). Oleh karena itu ekowisata


diterima sebagai kebijakan pariwisata di banyak negara,
Presiden Indonesia mencanangkan konsep ekonomi karena memberikan menfaat bagi lingkungan, sosial
hijau pada peringatan hari lingkungan hidup tahun 2012 ekonomi dan budaya, baik di tingkat lokal maupun
yang lalu. Pada peringatan tersebut Pemerintah Indonesia nasional (Ekayani & Nuva, 2013).
mengangkat tema “Ekonomi Hijau; Ubah Perilaku, Sektor wisata menjadi pilar ekonomi yang penting
Tingkatkan Kualitas Lingkungan”. Menurut presiden, dalam pembangunan. Menurut United Nations World
tema ini memiliki nilai penting dan berorientasi masa Tourism Organisation (2012) sektor wisata menyumbang
depan. Ekonomi hijau yang dimaksud adalah 5% pendapatan domestik bruto dan menyediakan 6-7%
pembangunan untuk mencapai tiga sasaran besar, yaitu lapangan kerja di seluruh dunia (Sukmajaya, 2013). Di
ekonomi terus tumbuh dan memberikan lapangan kerja negara-negara ASEAN sektor wisata telah menjadi
serta mengurangi kemiskinan, tanpa mengabaikan penyumbang pertumbuhan dan kemakmkuran yang
perlindungan lingkungan, khususnya fungsi ekosistem dan penting (Khalifah & Yaik, 2013). Hal ini didukung oleh
keanekaragaman hayati, serta mengutamakan keadilan kondisi negara-negara ASEAN yang memiliki keunikan
sosial. Pemerintah berkomitmen akan menerapkan lanskap kelas dunia, kaya akan beragam ekosistem,
prinsip ekonomi hijau pada proses penetapan kebijakan, spesies flora dan fauna serta warisan budaya (Khalifah &
perencanaan dan program, di berbagai sektor Yaik, 2013).
pembangunan ekonomi (www.kemendagri.go.id). Indonesia dengan kekayaan hutan tropisnya yang
Salah satu prinsip ekonomi hijau adalah menjaga tersebar dan terjaga di kawasan konservasi memiliki
keanekaragaman hayati dan mencegah polusi serta peluang besar untuk mengembangkan ekowisata sebagai
pengentasan kemiskinan (Stoddart, 2012). Ekowisata basis perolehan pendapatan negara. Hal ini karena
dapat menjadi basis utama pembangunan ekonomi hijau berdasarkan hasil penelitian, 45% responden wisatawan
dan sesuai dengan prinsip tersebut karena ekowisata memiliki motivasi menikmati hutan tropis, menikmati
didefinisikan sebagai perjalanan yang bertanggungjawab pemandangan 8%, melihat hidupan liar, rekreasi dan
ke wilayah-wilayah alami yang melindungi lingkungan dan petualangan 6%, mencari pengalaman baru 10%, dan
meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat camping 3% serta liburan 16%, (Lindberg dkk., 1997).
(Western, 1993). Ekowisata dapat mendorong Meskipun kaya potensi ekowisata, Indonesia masih berada
perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan sekaligus di urutan keempat sebagai tujuan wisata di ASEAN,
juga memberikan manfaat sosial ekonomi kepada dibawah Malaysia, Thailand dan Singapura (Khalifah &
masyarakat setempat (Asadi & Kohan, 2011; Vinodan & Yaik, 2013). Meskipun demikian, ada kecenderungn
72 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 71-81

peningkatan jumlah wisatawan yang signifikan dari tahun HASIL DAN PEMBAHASAN
2009 hingga 2011 mencapai 17% (Khalifah & Yaik, 2013). Potensi Pengembangan Ekowisata di Taman Nasional
Indonesia memiliki 551 unit kawasan konservasi Potensi Alam
seluas 27,2 juta hektar dengan berbagai keunikan yang Indonesia memiliki banyak lokasi tujuan ekowisata
potensial sebagai daerah tujuan wisata. Dalam Rencana karena hingga tahun 2015 Indonesia memiliki 51 taman
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2014-2019, nasional. Kelima puluh satu taman nasional tersebut
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan tersebar di 28 wilayah provinsi. Hal ini berarti hampir
Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan semua provinsi di Indonesia memiliki taman nasional yang
Kehutanan (KLHK) memiliki kebijakan proritas bisa menjadi basis pengembangan ekowisata. Bahkan
meningkatkan pemanfaatan jasa lingkungan yang mudah beberapa provinsi memiliki lebih dari satu taman nasional
dan cepat dan memperkuat kemitraan dalam seperti : Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Nusa
pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan. Salah satu Tenggara Timur (4 taman nasional); Jawa Barat, Jawa
sasaran programnya adalah peningkatan penerimaan Tengah, Kalimantan Tengah, dan Papua (3 taman
devisa dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari nasional); Banten, Bengkulu, Kalimantan Timur, Lampung,
pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi dan Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi
keanekaragaman hayati. Sebagai salah satu indikator Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Sumatera
kinerja programnya adalah meningkatnya jumlah Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat (2 taman
kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal 1,5 juta nasional). Semantara provinsi Bali, DKI Jakarta, D.I.
wisatawan mancanegara dan 20 juta wisatawan nusantara Yogyakarta, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan
(Fathoni, 2015). Nangroe Aceh Darussalam masing-maisng memiliki satu
Untuk mengetahui seberapa jauh kesiapan kawasan taman nasional. Hanya lima provinsi yang di wilayahnya
konservasi, khususnya taman nasional sebagai basis tidak terdapat taman nasional yaitu : Bangka Belitung,
perolehan PNBP dari sektor jasa lingkungan, maka perlu Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, dan
digali potensi dan kemungkinan prospek Papua Barat. Meskipun demikian provinsi-provinsi
pengembangannya ke depan. Paper ini bertujuan mengkaji tersebut memiliki obyek ekowisata di luar taman nasional
potensi dan prospek pemanfaatan taman nasional sebagai yang tidak kalah menariknya. Pada Tabel 1 disajikan 51
basis pembangunan ekonomi hijau melalui pengembangan taman nasional, sebarannya dan potensi daya tarik wisata
ekowisata. utamanya.
Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa ke limapuluh
METODE PENELITIAN satu taman nasional seluruhnya memiliki keindahan dan
keunikan panorama alam, 80% menawarkan petualangan
Metode penelitian dilakukan secara deskriptif (seperti arung jeram, tracking, hiking, dan lain-lain), 75%
(Nazir, 1988), pengumpulan data dilakukan dengan studi memiliki keunikan etnik budaya lokal (seperti situs
dokumentasi (Satori & Komariah, 2009). Dokumen- peninggalan sejarah, situs keramat dan kebudayaan
dokumen yang menjadi bahan kajian adalah dokumen masyarakat asli yang unik), 75% menawarkan atraksi
resmi yang dikeluarkan oleh lembaga yang terkait, data satwa khas (seperti burung maleo, orangutan, owa, gajah,
statistik dan berbagai data kuantitaif lain (Satori & badak, tapir, komodo, tarsius, babirusa dan lain-lain), 29%
Komariah, 2009). Dokumen yang relevan dianalisis untuk memiliki wisata bahari, bahkan beberapa taman nasional
mendeskripsikan secara obyektif, sistematik dan darat juga memiliki potensi wisata bahari (seperti Ujung
kuantitatif permasalahan yang sedang diteliti guna Kulon, Alas Purwo dan Bali Barat), 25% memiliki sejarah
menarik kesimpulan yang sahih (Lincoln & Guba, 1985). geologi atau vulkanologi dan fenomena karst yang
Data kuantitatif dianalisis secara statistik deskriptif, menarik, 18% memiliki sumber air panas atau potensi
diantaranya distribusi frekuensi, persen , rata-rata dan geothermal dan 18% menawarkan keindahan dan
tendensi (Sarwono, 2006). keunikan flora langka (seperti bunga Raflesia, bunga
Edelweis dan anggrek hutan).

Tabel 1. Taman Nasional, sebaran lokasi dan daya tarik wisatanya


No. Taman Nasional Lokasi Wilayah Provinsi Daya Tarik Wisata
I. Bioregion Bali dan Nusa
Tenggara
1. Taman Nasional Bali Barat Bali Panorama alam darat dan terumbu karang untuk
snorkeling dan diving, situs budaya (pura), sumber air
panas, makam keramat Jayaprana

2. Taman Nasional Gunung Nusa Tenggara Barat Panorama alam puncak Rinjani, Pulau Lombok,
Rinjani Gunung Baru dan Danau Segara Anak, air terjun jeruk
manis, sumber air panas, rusa, monyet, lutung.
Gunawan dan Sugiarti | 73

Tabel 1. Taman Nasional, sebaran lokasi dan daya tarik wisatanya (lanjutan)
No. Taman Nasional Lokasi Wilayah Provinsi Daya Tarik Wisata
3. Taman Nasional Laiwangi Nusa Tenggara Timur Panorama alam pegunungan Wanggameti, air terjun
Wanggameti Laputih, masyarakat tradisional dengan kepercayaan
Merapu, rumah adat yang unik.

4. Taman Nasional Komodo Nusa Tenggara Timur Panorama bahari untuk snorkeling dan diving, pantai
pasir putih, komodo. Kuda liar, kerbau liar, rusa dan
babi hutan.

5. Taman Nasional Manupeu Nusa Tenggara Timur Panorama alam seperti air terjun Matayangu dan
Tanah Daru Lapopu, etnik budaya lokal, situs sejarah dan budaya
masyarakat Waikabubak, atraksi budaya ritual Pasola.

6. Taman Nasional Kelimutu Nusa Tenggara Timur Panorama unik tiga danau dengan warna berbeda,
rumah adat, upacara adat dan tenun ikat.

7. Taman Nasional Gunung Nusa Tenggara Barat Panoama hutan dataran rendah dan pegunngan,
Tambora sejarah geologi dan vulkanologi, burung paruh
bengkok endemik.

II. Bioregion Jawa

8. Taman Nasional Alas Jawa Timur Panorama alam padang perumputan Sadengan
Purwo dengan satwa Banteng, kijang, rusa, babi hutan,
merak dan lain-lain, sendang yang dikeramatkan,
wahana selancar di Plengkung Teluk Grajagan (G-
land), Segoro Anak, Batu Lawang, Pantai Ngagelan, 40
Goa dan Pura Luhur Giri Salaka.

9. Taman Nasional Baluran Jawa Timur Panorama unik savana Bekol (little Africa), pantai
pasir putih, mangrove, goa jepang, pengamatan
satwa banteng, merak, kerbau liar, kijang, rusa, dan
lain-lain, situ sejarah dan situs budaya

10. Taman Nasional Gunung Jawa Barat Panorama alam seperti air terjun, Telaga Remis,
Ciremai Telaga Sangiang, Linggarjati, dan situs
budaya/keramat.

11. Taman Nasional Gunung Jawa Barat Panorama alam seperti telaga biru, air terjun
Gede Pangrango Cibeureum, air panas, kawah Gunung Gede,
hamparan Edelweis.

12. Taman Nasional Gunung Jawa Barat dan Banten Panorama alam seperti air terjun, arung jeram Sungai
Halimun-Salak Citarik, perkebunan teh, candi tua jaman megalitik,
etnik budaya seperti seren taun dan debus.

13. Taman Nasional Gunung Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta Panorama alam dan gejala alam gunung aktif, kawah,
Merapi air terjun, hutan pegunungan bukit Plawangan dan
Turgo, goa jepang, lembah Sungai Boyong, panorama
pasca erupsi, makam keramat, rutual tradisional,
lutung, monyet, dan elang.

14. Taman Nasional Gunung Jawa Tengah Panorama alam seperti Tuk Songo, air panas, Ketep
Merbabu Pass, dan etnik budaya setempat

15. Taman Nasional Jawa Tengah Panorama alam seperti Pulau Menjangan besar dan
Karimunjawa kecil, goa, mangrove, dan penyu.

16. Taman Nasional DKI Jakarta Terumbu karang, padang lamun, mangrove, budidaya
Kepulauan Seribu karang hias, penyu, munjak, elang, dan budidaya
biota laut.
74 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 71-81

Tabel 1. Taman Nasional, sebaran lokasi dan daya tarik wisatanya (lanjutan)
No. Taman Nasional Lokasi Wilayah Provinsi Daya Tarik Wisata
17. Taman Nasional Meru Jawa Timur Panorama alam seperti agrowisata perkebunan PT.
Betiri Bandealit, goa Jepang, pantai pasir putih Bandealit,
panjat tebing Gunung Sodung, Sunset dan surfing di
Teluk Meru, penetasan penyu Sukamade dan raflesia.

18. Taman Nasional Ujung Banten Panorama alam seperti pantai pasir putih, air terjun,
Kulon taman laut, etnik budaya/sejarah, air panas, badak
jawa dan banteng.

19. Taman Nasional Bromo Jawa Timur Panorama unik seperti Kaldera Tengger, Gunung
Tengger Semeru Bromo, Gunung Widodaren, Matahari terbit
(Pananjakan), Ranu Pane, Ranu Regulo, Ranu
Kumbolo, Goa Lava, Cemoro Kandang, Puncak
Mahameru, dan Jonggring Saloko

III. Bioregion Kalimantan

20. Taman Nasional Betung Kalimantan Barat Panorama alam Gunung Betung dan Gunung Kerihun,
Kerihun arung jeram Sungai Kapuas, Mata air mengandung
garam (sepan), budaya dan kehidupan orang Dayak,
tarian dayak.

21. Taman Nasional Bukit Kalimantan Barat dan Kalimantan Panorama Bukit Baka dan bukit Raya, arung jeram
Baka Bukit Raya Tengah Sungai Ella, S. Apui, S. Senamang, air terjun, sumber
air panas, budaya dayak (rumah, patung lelurhur,
kerajinan tangan), orangutan, kelimpau, rusa,
enggang.

22. Taman Nasional Danau Kalimantan Barat Panorama unik danau, burung air, budaya dayak,
Sentarum rumah panjang, tarian Dayak.

23. Taman Nasional Gunung Kalimantan Barat Panorama alam, gejala alam, makam kerajaan,
Palung panorama bahari, air terjun, bekantan, situs
purbakala, jelajah sungai,

24. Taman Nasional Kayan Kalimantan Timur Panorama Sungai Bahau, Sungai Kayan dan Sungai
Mentarang Mentarang, kehidupan suku Dayak dan kearifan
tradisionalnya.

25. Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur Panorama alam pantai pasir putih dan mangrove,
hutan perawan, goa lobang angin, Sungai Sangata,
orangutan, banteng, rusa sambar, kijang, kancil,
bekantan.

26. Taman Nasional Kalimantan Tengah Panorama unik rawa gambut, budaya dan tradisi
Sebangau Dayak, tarian dayak, Festival Isen Mulang dengan
perlombaan sumpit, perahu naga, perahu hantu dan
sepak bola api.

27. Taman Nasional Tanjung Kalimantan Tengah Orangutan, burung migran, bekantan, panorama
Puting alam hutan, sungai Sekonyer dan atraksi budaya
tradisional Rowing.

IV. Bioregion Maluku dan


Irian Jaya
28. Taman Nasional Maluku Utara Panorama alam hutan, air terjun, suku Tugutil,
Aketajawe-Lolobata burung emdemik seperti burung bidadari halmahera
dan kakatua putih

29. Taman Nasional Lorentz Papua Panorama alam unik puncak salju abadi, etnik suku
Nduga, dani Barat, Amungme, Sempan dan Asmat,
dan atraksi budaya
Gunawan dan Sugiarti | 75

Tabel 1. Taman Nasional, sebaran lokasi dan daya tarik wisatanya (lanjutan)
No. Taman Nasional Lokasi Wilayah Provinsi Daya Tarik Wisata
30. Taman Nasional Maluku Panorama alam hutan, Gunung Binaya, air terjun,
Manusela rusa, burung, kupu-kupu, festival Masohi dan
perlombaan kora-kora.

31. Taman Nasional Teluk Papua Panorama bawah laut, air terjun, sumber air panas,
Cenderawasih goa purba, wisata budaya dan penangkaran rusa.

32. Taman Nasional Wasur Papua Panorama alam khas hutan, rawa, sarang rayap,
kanguru, rusa, burung migran, budaya dan kehidupan
suku Marin, suku Kanum dan suku Marori-Men Gey.

V. Bioregion Sulawesi

33. Taman Nasional Sulawesi Selatan Panorama goa, antara lain goa Pattunuang, cagar
Bantimurung - budaya goa Leang-leang, air terjun, mata air panas,
Bulusaraung bukit kars, aneka jenis kupu-kupu

34. Taman Nasional Bogani Sulawesi Utara dan Gorontalo Panorama alam hutan primer, habitat maleo, air
Nani Wartabone terjun, dan sumber air panas

35. Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara Panorama bawah laut, pantai pasir putih, Gunung
Manado Tua.

36. Taman Nasional Lore Sulawesi Tengah Panorama alam khas situs megalitik, habitat maleo,
Lindu Danau Lindu, Dano Lewuto, lembah Saluki, lembah
Bada, lembah Napu, lembah Besoa, air panas, dan
arung jeram Sungai Lariang.

37. Taman Nasional Rawa Sulawesi Tenggara Panorama alam unik savana, rawa, mangrove,
Aopa Watumohai Gunung Watumohai, burung air, rusa dan budaya
Tolaki

38. Taman Nasional Taka Sulawesi Selatan Panorama bawah laut, laut lepas dan pulau-pulau
Bone Rate pasir putih.

39. Taman Nasional Sulawesi Tengah Panorama bawah laut dan budidaya kerang mutiara.
Kepulauan Togean

40. Taman Nasional Sulawesi Tenggara Panorama bawah laut, pantai pasir putih, karang atol,
Kepulauan Wakatobi kehidupan Suku Bajau.

VI. Bioregion Sumatera

41. Taman Nasional Batang Sumatera Utara Panorama, kaldera gunung berapi, goa alam, goa
Gadis jepang, air panas

42. Taman Nasional Berbak Jambi Panorama Sungai Air Hitam Dalam dan Sungai Air
Hitam Laut, burung-burung air di Sei Cemara

43. Taman Nasional Bukit Lampung dan Bengkulu Panorama Teluk Semangka, Raflesia, bunga bangkai,
Barisan Selatan danau, air panas, surfing, snorkeling, habitat penyu.

44. Taman Nasional Bukit Jambi Panorama alam, air terjun, batu-batu bersejarah,
Duabelas Etnik orang Rimba

45. Taman Nasional Bukit Riau dan Jambi Panorama, air terjun, goa, etnik budaya suku Talang
Tiga Puluh Mamak dan suku Anak Dalam

46. Taman Nasional Kerinci Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu dan Panorama Gunung Kerinci, Danau vulkanik tertinggi di
Seblat Sumatera Selatan Sumatera, rawa, goa, semburan air panas, raflesia,
bunga bangkai.
76 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 71-81

Tabel 1. Taman Nasional, sebaran lokasi dan daya tarik wisatanya (lanjutan)
No. Taman Nasional Lokasi Wilayah Provinsi Daya Tarik Wisata
47. Taman Nasional Gunung Nangroe Aceh Darussalam dan Panorama, raflesia, orangutan, arungjeram Sungai
Leuser Sumatera Utara Alas

48. Taman Nasional Sumatera Selatan Panorama semenanjung Banyuasin, Sembilang, Teluk
Sembilang Benawan, Teluk Sekanak, Pulau Betet, mangrove,
burung migran Siberia, dan lumba-lumba air tawar

49. Taman Nasional Siberut Sumatera Barat Primata endemik, surfing, snorkeling, panorama
pantai, mangrove, hutan dipterocarpa, etnik budaya
suku Mentawai

50. Taman Nasional Tesso Riau Panorama alam, Gajah Sumatera


Nilo

51. Taman Nasional Way Lampung Pusat latihan gajah, pusat penangkaran badak
Kambas Sumatera, panorama hutan, Sungai Way Kanan, Rawa
Kali Biru, Rawa gajah, dan Kuala kambas.

Potensi Kelembagaan dan Dukungan Kebijakan (4) penguatan jejaring kerja dan kemitraan; dan (5)
Pemerintah mendorong investasi bidang wisata alam dan jasa
Menyadari potensi pariwisata yang melimpah, lingkungan lainnya (Fathoni, 2015).
khususnya ekowisata, pemerintah telah menyiapkan Dari segi kelembagaan, lima puluh taman nasional
perangkat kebijakan untuk pengembangannya antara lain telah dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah
dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun Direktorat Jenderal KSDAE. Taman nasional dikelola oleh
2009 tentang Kepariwisataan; Peraturan Pemerintah Balai Taman Nasional dengan tingkat eselon III dan eselon
Nomor 18 tahun 1994 yang kemudian diperbaharui II. Pada RPJMN 2015-2019, pengelolaan kawasan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 konservasi juga dilakukan oleh Kesatuan Pengelolaan
Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Hutan Konservasi (KPHK). Saat ini telah ada 38 taman
Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan nasional yang dikelola dengan sistem KPHK. Sementara
Taman Wisata Alam; Peraturan Pemerintah Nomor 28 dalam periode 2015-2019 ditargetkan terbentuk 100 unit
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan KPHK dan 100 unit kemitraan pengelolaan wisata (Fathoni,
Kawasan Pelestarian Alam; Peraturan Menteri Kehutanan 2015).
Nomor P.48/Menhut-II/2010 Tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Potensi Pengunjung
Taman Hutan Raya Dan Taman Wisata Alam; dan Gaya hidup back to nature yang telah merasuk ke
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.4/Menhut- berbagai lapisan masyarakat di seluruh dunia, telah
II/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri mengubah cara pandang masyarakat dalam memilih
Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2010. Regulasi terbaru daerah tujuan wisata. Obyek wisata alam semakin banyak
berkaitan dengan ekowisata di taman nasional adalah diminati, dan jumlah pengunjung ke kawasan-konservasi,
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang seperti taman nasional terus meningkat (Gunawan dan
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Sibagariang, 2007). Sebagai gambaran, pada Tabel 2
yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan. Dalam disajikan perkembangan jumlah wisatawan mancanegara
peraturan ini antara lain mengatur tarif penerimaan yang datang ke Indonesia ke Indonesia dan mengunjunggi
negara dari kegiatan ekowisata di dalam taman nasional taman nasional. Tampak bahwa terjadi peningkatan
dan taman wisata. jumlah wisatawan asing ke taman nasional walaupun
Direktorat Jenderal KSDAE menetapkan sasaran proporsinya masih sekitar 2,67% pada tahun 2014, namun
program 2015-2019 untuk peningkatan Penerimaan dibandingkan 10 tahun lalu (2005) terjadi peningkatan
Devisa dan PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan sekitar 71% pada tahun 2014.
kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati, dengan Jumlah wisatawan yang bekunjung ke taman
target indikator kinerja program berupa jumlah kunjungan nasional dalam 10 tahun terakhir menunjukkan
wisata ke kawasan konservasi sebanyak 1,5 juta peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2014 ada
wisatawan mancanegara dan 20 juta wisatawan nusantara 2.440.071 pengunjung taman nasional yang terdiri atas
hingga tahun 2019. Oleh karena itu ditetapkan kebijakan wisatawan nusantara 2.188.242 orang dan wisatawan
prioritas antara lain : (1) peningkatan sarana dan mancanegara 251.829 orang. Hal ini berarti ada
prasarana wisata alam; (2) peningkatan aksesibilitas ke peningkatan dibandingkan tahun 2013, yaitu sekitar 20%
Obyek Daerah Tujuan Wisata Alam (ODTWA); (3) menata untuk wisatawan nusantara dan 14% untuk wisatawan
dan mengintensifkan promosi dan pemasaran investasi; mancanegara. Bahkan jika dibandingkan dengan 10 tahun
Gunawan dan Sugiarti | 77

sebelumnya (2005) jumlah wisatawan nusantara yang mendatang. Apalagi didukung oleh komitmen pemerintah
berkunjung ke taman nasional meningkat 89% dan yang mentargetkan pemasaran pariwisata nasional untuk
wisatawan mancanaegara meningkat 99%. Dengan mendatangkan 20 juta wisatawan mancanegara pada
kecenderungan yang demikian, diprediksi ekowisata di 2019. Dari jumlah tersebut ditargetkan sebanyak 1,5 juta
taman nasional akan terus berkembang di masa berkunjung ke kawasan konservasi.

Tabel 2. Kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia dan ke Taman Nasional


Jumlah Wisatawan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Total Kunjungan* 5002101 4871351 5505759 6234497 6323730 7002944 7649731 8044462 8802129 9435411

Kunjungan ke TN** 38694 31288 38249 67450 79283 142750 119868 142031 216846 251829

Persentase ke TN 0.77 0.64 0.69 1.08 1.25 2.04 1.57 1.77 2.46 2.67

Sumber: *BPS: Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia 2003-2014 (http://www.bps.go.id/)


**Statistik Kehutanan 2005 s/d 201

atau meningkat 1,21% dari tahun sebelumnya sebanyak


245 juta dengan rata-rata pengeluaran per perjalanan
diperkirakan Rp711.000 (http://industri.bisnis.com/).

Ekowisata Sebagai Basis Pengentasan Kemiskinan


Pada bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin
di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22%),
bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan
kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang
(10,96%). Sebagian besar (62,75%) penduduk miskin
Sumber: Diolah dari berbagai sumber data tersebar di daerah perdesaan yaitu 17,94 juta orang
*Belum termasuk TN. Gunung Tambora (Maret 2015), atau naik dari 17,37 juta orang pada
September 2014 (Badan Pusat Statistik. 2015). Ekowisata
Gambar 1. Perkembangan jumlah kunjungan wisatawan umumnya berkembang di daerah-daerah pedalaman yang
(nusantara dan mancanegara) ke 50 taman nasional yang masih alami, yaitu di kawasan-kawasan hutan konservasi
ada di Indonesia* yang kebanyakan dikelilingi oleh desa-desa dengan tingkat
kesejahteraan yang rendah dan rawan konflik dengan
Prospek Pengembangan Ekowisata Di Taman Nasional
pengelola kawasan hutan. Oleh karena itu, salah satu issue
Ekowisata Sebagai Sumber Devisa
strategis yang ingin diselesekaikan oleh Kementerian
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah penyelesaian
2013, sektor pariwisata menempati urutan ke empat
konflik kawasan konservasi melalui peningkatan peran
terbesar dalam menyumbang devisa (USD10.054 miliar),
serta dan pemberdayaan masyarakat di 3.818 Desa di
setelah minyak bumi dan gas (USD 32,633 miliar),
dalam dan sekitar kawasan konservasi (Fathoni, 2015).
batubara (USD 24,501 miliar), dan crude palm oil (USD
Ekowisata bisa menjadi andalan bagi pengentasan
15,839 miliar). Sumbangan devisa dari sektor pariwisata
kemiskinan masyarakat di sekitar hutan. Hal ini mengingat
terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah
potensi wisata yang besar dan tersebar di 51 taman
wisatawan mancanegara. Pada tahun 2012 tercatat devisa
nasional di 28 provinsi di seluruh Indonesia. Disamping itu,
sektor wisata sebesar USD 9,1 miliar, naik USD 500 juta
kecenderungan jumlah pengunjung yang terus meningkat
dibanding periode 2011 yaitu USD 8,6 miliar. Pada tahun
dari tahun ke tahun menunjukkan prospek pengembangan
2013 nilai devisa pariwisata mencapai US$10,1 miliar,
yang positif. Apalagi, hal ini juga didukung oleh kebijakan
meningkat 10,99% dibandingkan 2012. Pemerintah
pemerintah yang menjadikan ekowisata sebagai salah satu
mentargetkan perolehan devisa dari sektor pariwisata
pilar ekonomi hijau. Partisipasi berbagai pihak dalam
pada tahun 2019 sebanyak Rp.260 triliun
mempromosikan keindahan alam dan mengkampanyekan
(http://www.jpnn.com).
pelestarian alam Indonesia juga menjadi modal
Optimisme peningkatan devisa didasarkan pada
pengembangan ke depan.
pengeluaran rata-rata wisatawan mancanegara per orang
Ekowisata dapat menjadi solusi bagi pengentasan
per kunjungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun
kemisikinan masyarakat sekitar hutan karena memperluas
yaitu USD 129,57 per orang (2009), menjadi USD 135,01
kesempatan berusaha dan menyediakan lapangan kerja
(2010), USD 142,22 (2011), USD 147,22 (2012), USD
(Damanik, 2006). Bahkan menurut Ceballos-Lascurain
149,31 (2013) dan menjadi USD 154,42 pada tahun 2014
(1993) satu dari 15 pekerja di dunia adalah pekerja sektor
(www.bps.go.id). Sementara itu, sebagai gambaran, pada
pariwisata. Lebih jauh, menurut Tjokrowinoto (2005)
2013, perjalanan wisatatwan nusantara mencapai 248 juta
pariwisiata dapat menjadi solusi pengentasan kemiskinan
78 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 71-81

karena konsumennya yang datang sehingga penduduk membutuhkan waktu tempuh lebih lama dan biaya
lokal berkesempatan memasarkan komoditas dan (pengorbanan) lebih besar. Oleh karena itu, wisata ke
pelayanan jasa; membuka peluang diversifikasi ekonomi taman nasional hanya diminati oleh kalangan tertentu,
lokal; membuka peluang usaha ekonomi padat karya skala sehingga sering dikategorikan sebagai wisata minat
kecil dan menengah serta tidak hanya tergantung modal khusus.
uang tetapi juga tergantung pada modal budaya dan alam Hubungan antara jumlah pengunjung dengan
yang kebanyakan dimiliki masyarakat lokal. aksesibilitas ditunjukkan oleh Gambar 2 dan Gambar 3.
Aksesibilitas bagi wisatawan mancanegara yang utama
Ekowisata Sebagai Cara untuk Mendukung Konservasi adalah transportasi udara, karena 73,95% wisatawan
Kawasan mancanegara menggunakan moda transportasi udara
Kebanyakan taman nasional di Indonesia (www.bps.go.id). Dengan waktu tinggal rata-rata 7,66
menghadapi ancaman kerusakan dan konflik kepentingan hari, maka wisatawan mancanegara akan memilih taman-
dengan masyarakat di sekitarnya. Hal ini terutama dipicu taman nasional yang memiliki aksesibilitas tinggi dari
oleh tekanan ekonomi dan kondisi kesejahteraan tempat dimana mereka pertama mendarat (pintu masuk)
masyarakat sekitar yang masih rendah. Di sisi lain, banyak di Indonesia. Bali merupakan tujuan wisata kebanyakan
taman nasional memiliki kendala keterbatasan dana dan wisatawan mancanegara dan menjadi pintu masuk
sumberdaya manusia dalam mengelola kawasannya. wisatawan mancanegara terbanyak. Hal ini ditunjukkan
Ekowisata dapat mempertemukan kepentingan kedua oleh Gambar 3 bahwa wisatawan mancanegara sebagian
belah pihak tersebut, karena ekowisata dapat memberikan besar masuk ke Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai,
manfaat kepada masyarakat sekitar melalui penyediaan Bali (40%). Pada Gambar 2 tampak bahwa taman nasional
lapangan kerja dan kesempatan berusaha alternatif, di sekitar Bali paling banyak dikunjungi wisatawan
sehingga tekanan terhadap kawasan hutan menurun. mancanegara yaitu TN Komodo, TN Bali Barat, TN
Kegiatan ekowisata yang melibatkan masyarakat lokal Kelimutu, TN Gunung Rinjani dan TN Bromo Tengger
dapat mendorong kesadaran mereka untuk berperan aktif Semeru.
menjaga taman nasional tanpa harus digaji. Meskipun Secara umum, 10 taman nasional yang paling
demikian, perlu didukung oleh penyediaan fasilitas banyak dikunjungi umumnya memiliki aksesibilitas yang
(seperti penginapan, akses jalan, sarana transportasi), tinggi dan relatif dekat dari kota-kota besar (Gambar 4).
kelembagaan usaha masyarakat (seperti koperasi Sebagai contoh TN Bromo Tengger Semeru dekat dengan
kerajinan suvenir, rumah makan, pemandu, dan Malang dan Surabaya; TN Bantimurung Bulusaraung dekat
transportasi) serta penetapan sistem biaya masuk dari Makassar; TN Gunung Ciremai dekat dengan Cirebon,
(termasuk bagi hasil dengan masyarakat setempat dan Bandung dan Jakarta; TN Gunung Merapi dekat dengan
pemerintah daerah). Kota Yogyakarta, dan TN Gunung Gede-Pangrango dekat
Ekowisata dapat mempertemukan upaya dengan Jakarta, Bogor dan Bandung.
konservasi dalam pengelolaan kawasan dilindungi dan Ada perbedaan preferensi wisatawan manca
pembangunan berkelanjutan di daerah pegunungan (Boo, negara dan nusantara, yang dapat dilihat dari jumlah
1993). Ketika disadari bahwa wisata masal mengakibatkan pengunjung. Sebagai contoh TN Alas Purwo, TN Baluran,
kerusakan lingkungan, maka wisata yang lebih ramah TN Ciremai, TN Gede Pangrango, TN Merapi termasuk ke
lingkungan diperlukan sebagai penggantinya. Hal ini dalam 10 taman nasional yang paling diminati wisatawan
merupakan motivasi bagi para pengelola kawasan nusantara, namun tidak termasuk dalam 10 taman
dilindungi untuk mengembangkan wisata yang tepat. nasional favorit bagi wisatawan mancanegara. Sebaliknya,
Ekowisata merupakan konsep yang tepat karena wisata ini TN Bali Barat, TN Kelimutu, TN Komodo, TN Leuser, dan TN
melindungi kekayaan alam kawasan yang diliindungi, Tanjung Puting, tidak masuk dalam 10 besar taman
mengundang partisipasi masyarakat lokal, merangsang nasional yang diminati wisatawan nusantara tetapi
pengembangan ekonomi, mengembangkan produk- merupakan tujuan favorit wisatawan mancanegara
produk dengan konten pendidikan yang memberikan (Gambar 2 dan Gambar 5).
apresiasi lebih baik kepada alam dan budaya dari daerah Taman nasional yang diminati wisatawan
tujuan wisata serta mengendalikan dampak negatif dari mancanegara, selain karena aksesibilitas dari Bali yang
pembangunan (Sekartjakrarini, 2013). relatif mudah, juga telah populer di mancanegara karena
keunikannya seperti TN Komodo (komodo dragon), TN
Tantangan dan Kendala ke Depan Kelimutu (Danau Kelimutu), TN Leuser (Hutan tropis
Walaupun kunjungan wisatawan mancanegara ke warisan dunia) dan TN Tanjung Puting (orangutan).
Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, Sementara taman nasional yang banyak dikunjungi
proporsi yang berkunjung ke taman nasional masih sangat wisatawan nusantara, disamping karena mudah diakses
kecil yaitu tidak mencapai 3% dari total wisatawan juga karena beberapa hal spesifik. Sebagai contoh TN Alas
mancanegara (Tabel 2). Hal ini diduga penyebab Purwo banyak dikunjungi untuk alasan spiritual atau religi
utamanya adalah rendanya aksesibilitas ke obyek wisata. (Gunawan dkk., 2007); TN Baluran yang terkenal sebagai
Obyek wisata di taman nasional umumnya terletak di areal “little africa of java” (Harsaputra, 2013); TN Gunung
yang jauh dan memiliki aksesibilitas rendah, sehingga Ciremai selain banyak dikunjungi untuk wisata spiritual,
Gunawan dan Sugiarti | 79

wisata sejarah, juga memiliki tradisi pendakian masal pada (2) Urusan konservasi termasuk urusan pusat, dan
malam peringatan 17 Agustus setiap tahun; TN Gunung semua lembaga pengelolanya adalah UPT pusat.
Merapi menjadi sangat populer pasca erupsi dahsyat pada Dengan demikian terkesan ada barrier akses untuk
Oktober-November 2010 sehingga mengundang banyak pengelolaan dan akses pemanfaatan oleh
wisatawan nusantara yang ingin melihat kedahsayatan pemerintah daerah.
erupsi Merapi; sementara TN Gunung Gede-Pangrango (3) Karena menganggap kawasan konservasi tidak
yang lokasnya relatif dekat dari Jakarta, Bogor dan memberikan manfaat ekonomi langsung kepada
Bandung sangat diuntungkan karena menjadi satu lanskap daerah, maka banyak pemerintah daerah dalam
dengan obyek wisata lainnya seperti Kebun Raya Cibodas, revisi tata ruangnya mengusulkan perubahan fungsi
Taman Safari Indonesia, Danau Lido, kawasan Puncak, dan peruntukan kawasan konservasi untuk
Taman Bunga Cipanas, dan istana Presiden di Cipanas. kepentingan produksi, perkebunan, pertambangan
Kendala pengembangan ekowisata ke depan dan kepentingan budidaya lainnya (Gunawan &
kemungkinan akan muncul akibat kebijakan di tingkat Sugiarti, 2014)
pusat yang seringkali tidak diikuti dengan kebijakan di (4) Prinsip pembangunan berkelanjutan dan ekonomi
daerah, atau adanya konlfik kepentingan berbagai pihak. hijau belum sepenuhnya diinternalisasi dalam setiap
Beberapa hal yang dapat menjadi kendala atau hambatan kebijakan pembangunan di daerah sehingga semakin
dalam pengembangan ekowisata di taman nasional antara memperburuk kondisi keanekaragaman hayati yang
lain adalah : akhirnya berdampak pada ekowisata di daerah
(1) Masih adanya anggapan bahwa kawasan konservasi tersebut.
hanya untuk konservasi flora fauna. Masih ada yang Tidak adanya integrasi dan koordinsai antar sektor
menganggap bahwa konservasi hanya “melarang” dalam pengembangan ekowisata di daerah membuat
dan tidak memanfaatkan. ekowisata tidak berkembang sebagaimana mestinya
karena berkurangnya kepuasan pengunjung.

Diolah dari sumber Statistik Kehutanan (2014) Diolah dari sumber Statistik Kehutanan (2014)

Gambar 2. Sepuluh taman nasional terfavorit bagi Gambar 4. Sepuluh taman nasional dengan jumlah
wisatawan mancanegara tahun 2014 pengunjung terbanyak pada tahun 2014

Diolah dari sumber www.bps.go.id Diolah dari sumber Statistik Kehutanan (2014)

Gambar 3. Persentase jumlah wisatawan mancanegara Gambar 5. Sepuluh taman nasional favorit bagi wisatawan
menurut bandara kedatangannya tahun 2014 nusantara
80 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 71-81

Implikasi Manajemen (2) Mengemas ekowisata taman nasional dalam sistem


Kesenjangan informasi tentang potensi daya tarik paket dengan obyek wisata yang sudah dikenal dan
wisata, aksesibilitas yang belum semuanya baik dan bisa saling melengkapi pengalaman wisata yang
fasilitas sarana dan prasarana pendukung yang belum beragam
tersedia merata di semua taman nasional menyebabkan (3) Taman nasional harus membangun jaringan dengan
jumlah wisatawan yang berkunjung menjadi beragam. operator wisata (travel, hotel) dan pendukungnya
Perbedaan jumlah pengunjung yang tajam antar taman (suvenir, rumah makan).
nasional terutama disebabkan oleh kurangnya promosi, (4) Peran serta berbagai sektor dalam pembangunan
disamping karena aksesibilitasnya yang sulit. Bagi banyak infrastruktur seperti akses jalan, terminal angkutan,
wisatawan, aksesibilitas tidak menjadi kendala justru bandara, pelabuhan, jaringan komunikasi dan
menjadi bagian dari sensasi wisata petualangan. Beberapa jaringan listrik
taman nasional yang lokasinya remote (jauh dan terpencil) (5) Partisipasi para stakeholders wisata dalam
justru banyak dikunjungi wisatawan mancanegara karena pembangunan sarana pendukung seperti penginapan
terpromosikan dengan baik kelebihan daya tarik (hotel, guest house, home stay), tourism information
wisatanya, seperti TN Raja Ampat, TN Gunung Leuser, TN center, rumah makan, fasilitas kesehatan dan
Tanjung Puting dan TN Komodo. Hal ini menunjukkan fasilitas umum (toilet, mushola).
bahwa promosi merupakan bagian penting dari (6) Penyediaan sarana transportasi, misalnya
pengembangan ekowisata di taman nasional. Sebagaai bekerjasama dengan swasta menyediakan moda
gambaran, TN. Komodo pada tahun 2011 bukan transportasi yang nyaman dan aman.
merupakan tujuan favorit wisatawan mancanegara dan (7) Pricing tiket masuk, termasuk asuransi dan retribusi
nusantara, tetapi setelah adanya promosi melalui usulan pengambilan foto dan video komersial perlu
komodo sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia, ditetapkan dengan bijaksana, pro konservasi dan
jumlah pengunjungnya meningkat 600% dari 2.802 orang berkeadilan dalam benefit sharing dengan
(2011) menjadi 16.768 orang (2012) (http://komodo- pemerintah daerah dan masyarakat lokal.
park.com). Demikian juga dengan promosi melalui “Sail Pelibatan masyarakat setempat di semua aspek
Wakatobi”, “Sail Bunaken”, “Sail Raja Ampat”, dan “Sail pengelolaan ekowisata di taman nasional seperti dalam
Komodo” telah mendongkrak jumlah pengunjung ke penyediaan home stay, transportasi, rumah makan, guide,
taman nasional tersebut. petugas keamanan dan kebersihan lokasi wisata, atraksi
Taman nasional yang kebanyakan berada di remote budaya, suvenir, dan penyediaan jasa-jasa lainnya.
area berimplikasi pada kebutuhan prasarana jalan dan
sarana transportasi yang memadai. Lokasi yang relatif KESIMPULAN
jauh dengan cakupan obyek wisata yang luas dan beragam
membutuhkan waktu tinggal wisatawan lebih dari sehari Ekowisata merupakan industri wisata yang memiliki
sehingga berimplikasi pada kebutuhan fasilitas penginapan prospek baik di masa mendatang dalam konteks
dan rumah makan. Obyek wisata alam flora, fauna dan pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau. Taman
fenomena alam yang unik berimplikasi pada kebutuhan nasional yang jumlahnya mencapai 51 unit dan tersebar di
interpreter atau pemandu yang cakap dalam jumlah yang 28 provinsi di seluruh wilayah Indonesia memiliki peranan
memadai. penting sebagai basis pengembangan ekowisata di masa
Permasalahan tarif masuk taman nasional dan tarif kini dan masa mendatang. Perlu peningkatan aksesibilitas,
jasa lingkungan lainnya yang sebelumnya dianggap penyediaan sarana dan fasilitas pendukung,
“kurang menghargai” alam kini telah dikoreksi dengan penyebarluasan promosi, dan dukungan dari pemerintah
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun pusat dan daerah serta partisipasi masyarakat sekitar dan
2014 Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan para pihak guna meningkatkan jumlah kunjungan
Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian wisatawan ke taman nasional.
Kehutanan. Dengan demikian kegiatan ekowisata di
taman nasional dapat dengan secara signifikan DAFTAR PUSTAKA
memberikan pendapatan pada negara. Hal ini perlu
diimbangi dengan berbagai persiapan agar taman nasional Asadi, A. & Kohan, M.F.Z. 2001. The Role of Enterpreneurship on
Ecotourism Development. International Conference on Society
siap menyerap sebanyak-banyaknya pengunjung, baik
and Economics Development. Singapore.
mancanegara maupun nusantara. Untuk itu, berikut ini Ceballos, H – Lascurain. 1993. Ekoturisme Sebagai Suatu Gejala yang
adalah hal-hal yang harus dilakukan oleh pemerintah dan Menyebar ke Seluruh Dunia. In: Lindberg, K dan D.E. Hawkins
pengelola taman nasional : (eds) Ekoturisme : Petunjuk untuk Perencana dan Pengelola. The
Ecotourism Society. North Bennington, Vermont.
(1) Promosi melalui berbagai media (koran, majalah,
Departemen Kehutanan. 2005. Statistik Kehutanan Indonesia 2005.
radio, televisi, internet, dan sarana komunikasi Departemen Kehutanan. Jakarta.
lainnya), dan program tv (seperti jejak petualang, Departemen Kehutanan. 2006. Statistik Kehutanan Indonesia 2006.
jalan-jalan, holiday, ring of fire, discovery channel), Departemen Kehutanan. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2007. Buku Informasi 50 Taman Nasional di
festival, pameran dan lain-lain).
Indonesia. Diterbitkan oleh Ditjen PHKA dengan Lembaga Hutan
Indonesia dan JICA. Jakarta.
Gunawan dan Sugiarti | 81

Departemen Kehutanan. 2007. Statistik Kehutanan Indonesia 2007. development and poverty eradication. Disampaikan pada Earth
Departemen Kehutanan. Jakarta. summit 2012. http://www.stakeholderforum.org.
Departemen Kehutanan. 2008. Statistik Kehutanan Indonesia 2008. http://www.bps.go.id. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Menurut
Departemen Kehutanan. Jakarta. Pintu Masuk, 2010 – 2014.
Departemen Kehutanan. 2009. Statistik Kehutanan Indonesia 2009. http://www.bps.go.id. Rata - Rata Pengeluaran Wisman Per Hari
Departemen Kehutanan. Jakarta. Menurut Negara Tempat Tinggal, 2009 – 2014.
Departemen Kehutanan. 2010. Statistik Kehutanan Indonesia 2010. http://www.bps.go.id. Perkembangan Bulanan Wisatawan Mancanegara,
Departemen Kehutanan. Jakarta. 2010 – 2014.
Departemen Kehutanan. 2011. Statistik Kehutanan Indonesia 2011. http://www.bps.go.id. Perkembangan Jumlah Perjalanan Wisatawan
Departemen Kehutanan. Jakarta. Nusantara, Rata -Rata Perjalanan, Pengeluaran Per Perjalanan
Departemen Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2012. Total Pengeluaran 2009 – 2013.
Departemen Kehutanan. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2015. Persentase Penduduk Miskin Maret 2015
Departemen Kehutanan. 2013. Statistik Kehutanan Indonesia 2013. Mencapai 11,22 Persen. http://www.bps.go.id.
Departemen Kehutanan. Jakarta. Nazir, M. 1988. Meode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Ekayani, M. & Nuva. 2013. Economic of Ecotourism. In: Kim, Seoung-il, Boo, E. 1993. Pelaksanaan Ekoturisme untuk Kawasan-kawasan yang
Kang, M. & Sukmajaya, D. (eds). Opportunities and Challenges of Dilindungi. In: Lindberg, K & Hawkins, D.E. (eds) Ekoturisme :
Ecotourism in ASEAN Countries. Jungmin Publishing Co. Seoul. Petunjuk untuk Perencana dan Pengelola. The Ecotourism Society.
Fathoni, T. 2015. Kebijakan Operasional dan Arahan Pencapaian Sasaran North Bennington, Vermont.
Program KSDAE. Paparan Direktur Jenderal KSDAE pada Rakernas Wood, M.E. 2002. Ecotourism: Principles, Practices and Policies for
RPJMN Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Sutainability. United Nations Environment Programme (UNEP).
4 Juni 2015. USA.
Gunawan, H. dan Sugiarti. 2014. Perlunya Penunjukkan Kawasan Tjokrowinoto, M. 2005. Pengurangan Kemiskinan Melalui : Perspektif
Konservasi Baru Untuk Mengantisipasi Degradasi Keanekaragaman Kebijakan Publik. In: Damanik, J., Kusworo, H.A. & Raharjana, D.T.
Hayati Akibat Perubahan RTRW Di Kawasan Wallacea (Lesson (eds) Penanggulangan Kemisiknan Melalui Pariwisata. Kepel Press.
Learnt Inisasi Pengusulan Taman Nasional Mekongga, Sulawesi Yogyakarta.
Tenggara). Bio Wallacea 1(3): 122-133. Damanik, J. 2006. Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pariwisata: Dari
Gunawan, H. dan Sibagariang, I.L. 2007. Peluang, Tantangan dan Strategi Konsep Menuju Implementasi. In: Damanik, J., Kusworo, H.A. &
Pengembangan Ekowisata Di Taman Nasional Pada Era Otonomi Raharjana, D.T. (eds) Penanggulangan Kemisiknan Melalui
Daerah. In: Rufi’ie , Muttaqin, M.Z., Fatmawati, I.S. & Sari, G.K. Pariwisata. Kepel Press. Yogyakarta.
(eds) Ekowisata Dalam Taman Nasional; Prosiding Seminar Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha
Ekowisata Dalam Taman Nasional. Pusat Litbang Sosek dan Ilmu. Yogyakarta.
Kebijakan Kehutanan. Malang, 7 Desember 2006. Satori, D. & Komariah, A. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit
Gunawan, H., Subarudi, &Suryandari, E.Y.. 2007. Dinamika Pengunjung Alfabeta. Bandung.
Wisata Alam Di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Jurnal Vinodan, A. & Manalel, J.. 2011. Local Economic Benefits of Ecotourism:
Peneltian Sosial dan Ekonomi Kehutanan 4(3): 271-288. A Case Study on Parambikulan Tiger Reserve in Kerala, India.
Harsaputra, I. 2013. Baluran: The Little Africa of Java. South Asian Journal on Tourism and Heritage Vol.4. No. 2.
www.thejakartapost.com. Khalifah, Z. & Yaik, Y.J. 2013. Status of Ecotourism in ASEAN Countries.
http://industri.bisnis.com. Penerimaan Devisa Pariwisata 2013, Tembus In: Kim, Seong-il, Kang, M. & Sukmajaya, D. (eds) Opportunities
US$10 Miliar. and Challenges of Ecotourism in ASEAN Countries. Jungmin
http://www.jpnn.com. Kejar 20 Juta Wisman dan Rp 260 T Devisa. Publishing Co. Seoul.
http://www.kemendagri.go.id. Presiden SBY Canangkan Konsep Ekonomi Sekartjakrarini, S. 2013. Ecotourism as a Conservation Tool. In: Kim,
Hijau. Seong-il, Kang, M. & Sukmajaya, D. (eds) Opportunities and
Kementerian Kehutanan. 2014. Statistik Kehutanan Indonesia 2014. Challenges of Ecotourism in ASEAN Countries. Jungmin Publishing
Kementerian Kehutanan. Jakarta. Co. Seoul.
Lincoln, Y.S. & Guba, E.G. 1985. Naturalistic Inquiry. Sage Publications, Sukmajaya, D. 2013. Ecotourism Dialogue in ASEAN Countries In: Kim,
Inc. Beverly Hills, C.A. Seong-il, Kang, M. & Sukmajaya, D. (eds) Opportunities and
Lindberg, K., Furze, B., Staff, M. & Black, R. 1997. Ecotourism and Other Challenges of Ecotourism in ASEAN Countries. Jungmin Publishing
Services Derived From Forests in The Asia-Pacific Region : Outlook Co. Seoul.
to 2010. Forestry Policy and Planning Division, FAO and Forest Western, D. 1993. Memberi Batasan tentang Ekoturisme. In: Lindberg,
Services USDA. Rome and USA. K. & Hawkins, D.E. (eds). Ekoturisme : Petunjuk untuk Perencana
Stoddart, H. 2012. Principles for the Green Economy : A collection of dan Pengelola. The Ecotourism Society. North Bennington,
principles for the green economy in the context of sustainable Vermont.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 82-85

ANALISIS RENDEMEN DAN SIFAT FISIKO-KIMIA GELATIN


HALAL DARI KULIT KAMBING LOKAL JAWA RANDU
1,2* 1,3 1,4 1,5
Lily Arsanti Lestari , Yuny Erwanto , Abdul Rohman , Yudi Pranoto
1
Grup Riset Halal, Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT), Universitas Gadjah Mada, Jl.
Kaliurang Km 4, Sleman, Yogyakarta 55281
2
Bagian Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Jl. Farmako Sekip Utara,
Sleman, Yogyakarta 55281
3
Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Fauna No. 3, Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta
55281
4
Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Sleman, Yogyakarta 55281
5
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Jl. Flora, Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta
55281
*Email : [email protected] / [email protected]

Abstrak - Penggunaan gelatin untuk produk pangan maupun farmasetik di Indonesia sangat tinggi. Sebagian besar kebutuhan gelatin
diperoleh dari impor sehingga tidak terjamin kehalalannya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat potensi gelatin yang
diekstrak dari kulit kambing lokal. Kambing lokal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kambing Jawa Randu yang merupakan
kambing persilangan antara kambing ras Etawa dengan kambing lokal Jawa. Analisis rendemen dan sifat fisiko-kimia sangat penting
dilakukan untuk melihat gelatin yang dihasilkan dari kulit kambing lebih cocok diaplikasikan pada produk pangan dan farmasetik yang
sesuai. Gelatin diekstrak dari kulit kambing dengan larutan curing basa dengan konsentrasi 0,25M; 0,5M; dan 0,75M; serta larutan
curing basa asam dengan konsentrasi 0,25M; 0,5M; dan 0,75M. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen gelatin yang diperoleh
antara 8,3%-25,9%, kekuatan gel sebesar 2,51 – 245,43 Bloom, viskositas antara 3,67-6,91 mPas; pH antara 3,77 – 9,50; dan kadar air
antara 4,30-8,47%. Sementara itu hasil analisis kekuatan gel dan viskositas pada gelatin sapi komersial memberikan hasil 137,97 Bloom
dan 3,82 mPas. Kondisi proses ekstraksi yang menghasilkan gelatin kulit kambing dengan rendemen tertinggi dan sifat fisiko-kimia
yang baik yaitu dengan larutan curing basa asam 0,75M.

Kata kunci : gelatin halal, kulit kambing, rendemen, sifat fisiko-kimia

PENDAHULUAN pengembangan industri yang mampu menjadi industri


gelatin yang kuat dan mampu menyediakan kebutuhan
Dewasa ini penggunaan gelatin dalam industri gelatin di tanah air. Pada sisi yang lain kebijakan impor
pangan dan obat-obatan di Indonesia sangat luas misalnya akan terus memanjakan konsumen sehingga struktur
pengemulsi, pasta, permen lunak, minuman, jelly, serta industri yang tidak didukung oleh industri lokal akan
kapsul obat. Namun demikian, sampai saat ini belum ada menjadi rapuh dan tidak termanfaatkannya sumber daya
perusahaan yang memproduksi gelatin di Indonesia. lokal yang tersedia di Indonesia.
Sebagian besar gelatin diimpor dari luar negeri sehingga Sifat fungsional gelatin dapat dikelompokkan
tidak terjamin kehalalannya. Berdasarkan data Biro Pusat menjadi 2 yaitu yang terkait dengan sifat-sifat
Statistik, pada tahun 2014 volume impor bubuk gelatin terbentuknya gel seperti kekuatan gel, waktu
mencapai 256 ton dengan nilai impor sebesar US $ terbentuknya gel, suhu setting dan melting gel, dan
2.029.329, nilai ini belum termasuk derivatif atau turunan viskositas. Kelompok kedua terkait dengan sifat tegangan
gelatin misalnya cangkang kapsul gelatin (BPS, 2015). muka gelatin seperti pembentukan dan kestabilan busa
Gelatin ini diimpor dari negara China, Jepang, Jerman, dan emulsi, sifat adesif, dan kelarutannya. Gelatin banyak
Perancis, Australia, India maupun Selandia Baru. Di lain dipergunakan dalam produk pangan antara lain permen
pihak, Indonesia merupakan negara dengan sumber daya lunak, yogurt, sosis, nougat, dll. Konsentrasi gelatin yang
alam yang beragam dan jumlahnya melimpah. Beberapa dipergunakan dalam produk pangan sangat bervariasi
bahan baku lokal yang dapat diekstrak gelatinnya yaitu mulai 0,2 – 10% tergantung pada fungsinya sebagai
tulang dan kulit sapi, kambing, domba, kerbau, unggas, emulsifier, bahan penstabil, pembentuk buih, pembentuk
serta kulit ikan. Gelatin biasanya diperoleh dari hidrolisis gel, dll. Kekuatan gel gelatin untuk produk pangan berkisar
parsial kolagen murni (Schrieber dan Gareis, 2007). antara 140 - 280 Bloom (Schrieber dan Gareis, 2007).
Dewasa ini telah banyak dikembangkan gelatin dari Salah satu bahan lokal yang menjadi kajian Grup
sumber nabati. Riset Halal LPPT UGM yaitu kulit kambing jenis Jawa Randu
Produksi gelatin telah dilakukan di Laboratorium yang merupakan kambing persilangan antara kambing ras
Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM namun Etawa dengan kambing lokal Jawa. Kambing ini memiliki
masih dalam skala laboratorium sehingga masih ciri separuh mirip kambing Etawa dan separuh mirip
membutuhkan strategi dan daya dukung IPTEK untuk kambing Kacang. Kambing Jawa Randu memiliki nama lain
Lestari dkk. | 83

2
Bligon, Gumbolo, Koplo dan Kacukan. Baik kambing jantan Kekuatan gel (gel strength) (dyne/cm ) (KG) Muyonga dkk.
maupun betina merupakan tipe pedaging dan penghasil (2004)
susu. Sebanyak 6,67 gram gelatin dilarutkan dengan air
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dingin (6,67% w/v) dalam wadah gelas ukuran 150 ml.
o
rendemen gelatin dari kulit kambing serta Larutan dipertahankan pada suhu 10 C selama 60 menit
o
mengkarakterisasi sifat fisiko-kimia gelatin yang dihasilkan dan dimasukkan ke dalam water bath suhu 45 C selama 30
menit. Larutan kemudian disimpan pada refrigerator
o
METODE PENELITIAN selama 17 jam pada 10 C. Kekuatan gel dari sampel
kemudian diukur dengan alat Texture Analyser model
Bahan TAXT2 (Stable Microsystem, UK) dengan beban sel 5 kN
dan diameter 1,27 cm. Nilai kekuatan gel adalah kekuatan
Bahan utama penelitian yaitu 10 lembar kulit maksimum (gram) yang diperlukan untuk menekan 44 mm
kambing lokal dari kambing berjenis kelamin jantan gel dengan laju tekanan 0,5 mm/menit. Nilai Kekuatan Gel
masing-masing dengan umur yang sama pada rentang dengan satuan dyne/cm2 dapat dikonversi ke satuan
umur 1,5 – 2 tahun (penentuan umur dilakukan Bloom dengan menggunakan persamaan sbb:
berdasarkan pertumbuhan gigi seri) yang diperoleh dari
RPH di Yogyakarta. Proses curing menggunakan asam dyne F
sitrat dan basa NaOH berbagai konsentrasi. Bahan-bahan Kekuatan gel 2
(D) = x 980
cm G
pendukung yang digunakan antara lain : enzim untuk
-3
proses buang bulu (unhairing), aquades, kapur (CaCO3), Kekuatan gel (Bloom) = 20 + 2.86.10 D
air bersih, kain planel, kertas saring dan indikator PP. Keterangan : F = tinggi grafik sebelum patah
G = konstanta (0,07)
Alat D = kekuatan gel (dyne/cm )
2

Peralatan utama yang digunakan dalam proses


Viskositas (viscosity) (cP) (Vc) (Arnesen dan Gildberg, 2002)
produksi gelatin antara lain : water bath, oven elektrik,
Sebanyak 6,67 gram gelatin kering dilarutkan dalam
timbangan analitik, gelas kimia, corong gelas, gelas ukur,
air (6,67% w/v) dalam beker glass, dipanaskan hingga suhu
termometer, ember dan pisau untuk proses buang bulu. o
60 C. Alat pengukur viskositas menggunakan Viscometer
Peralatan-peralatan pendukung untuk proses analisis
Brookfield RTV dengan spindle No. 1 pada 100 rpm
antara lain : Texture Analyser model TAXT2 (Stable o
disiapkan. Pengukuran dimulai pada saat suhu 60 C telah
Microsystem, UK), Viscometer Brookfield RTV, pH meter 2
tercapai kemudian sedikit demi sedikit suhunya
elektrode (Consort P901, ECC), dan oven (Memmert) o
diturunkan (0,25 C/menit) hingga larutan membentuk gel.
untuk pengujian kadar air.
Hasil pembacaan nilai viskositas selanjutnya akan terbaca
Prosedur Penelitian pada grafik.

Penelitian dilaksanakan secara eksperimental Derajat Keasaman (pH) Rahman dkk. (2008) ; (Burin dan
berdasarkan Rancangan Acak Lengkap dengan ulangan 2 Buera, 2002)
kali ulangan masing-masing untuk setiap proses curing. Sebanyak 0,5 gram gelatin kering dilarutkan ke
Bahan curing yaitu larutan basa NaOH 0,25M; 0,5M; dan dalam 20 ml aquadest. Alat pH meter (Consort P901, ECC)
0,75M dan larutan asam sitrat 0,25M; 0,5M; dan 0,75M. yang dihubungkan dengan 2 jenis elektroda (bundar dan
Proses produksi gelatin dilakukan menurut Ockerman dan datar) (Phoenix, USA) disiapkan. Sebelum dilakukan
Hansen (2000) dengan sedikit modifikasi (Gambar 1). pengukuran, maka pH meter harus terlebih dahulu
Gelatin yang diekstrak dengan berbagai level konsentrasi dikalibrasi pada pH 4,00 dan 7,02. Setelah dikalibrasi
larutan curing kemudian dianalisis rendemennya, selanjutnya elektrode dicelup ke dalam larutan dan
kekuatan gel, viskositas, pH dan kadar air. hasilnya ditentukan.

Prosedur Analisis Kadar Air (%) (KA) (Sudarmadji, 1997)


Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak
Rendemen (yield) (%) (Y) (Giménez dkk. 2005) 1-2 gram dalam botol timbang yang diketahui beratnya.
Bahan baku kulit dalam keadaan bersih ditimbang o
Contoh dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105 C
untuk menentukan berat awal bahan baku. Setelah proses selama 3-5 jam selanjutnya didinginkan dalam desikator
produksi, gelatin yang sudah kering ditimbang untuk dan ditimbang. Sampel kemudian dipanaskan kembali
menentukan berat akhir produk. Rendemen selanjutnya dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator
dihitung dengan persamaan : dan timbang. Perlakuan diulang hingga diperoleh berat
konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari
Berat akhir produk (gr) 0,2 mg). Pengurangan berat merupakan banyaknya air
Rendemen % = x 100%
Berat awal bahan baku (gr) dalam bahan.
84 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 82-85

rendemen yang lebih tinggi. Rendemen tertinggi ada pada


perlakuan larutan basa asam 0,75M yaitu sebesar 22,10%.

Sifat Fisiko-kimia Gelatin dari Kulit Kambing


Sifat fisik gelatin seperti kekuatan gel (gel strength)
dan viskositas perlu untuk dianalisis agar gelatin yang
dihasilkan dapat sesuai dengan sifat produk pangan dan
farmasetik yang akan menggunakan produk gelatin ini.
Pada Tabel 1 dapat dilihat kekuatan gel dan viskositas
gelatin dari kulit kambing dan dibandingkan dengan
gelatin sapi komersial. Jika dibandingkan dengan gelatin
sapi komersial, maka gelatin yang diekstrak dari kulit
kambing lokal dan dengan perlakuan curing basa asam
0,25M mempunyai kekuatan yang hampir sama dengan
gelatin komersial. Sementara itu yang diperlakukan
dengan larutan curing basa saja memiliki kekuatan gel
yang lebih rendah dibanding gelatin sapi komersial.
Sedangkan perlakuan curing basa asam 0,75 M
memberikan hasil gelatin dengan kekuatan gel yang lebih
rendah, sedangkan jika konsentrasi larutan curing basa
asam 0,25 M dan 0,50 M maka gelatin yang dihasilkan
memiliki kekuatan gel yang lebih tinggi. Oleh karena itu,
proses ekstraksi yang menghasilkan gelatin dengan
Gambar 1. Diagram Alir Proses Ekstraksi Gelatin (Ockerman dan kekuatan yang tinggi yaitu pada perlakuan basa asam
Hansen, 2000) 0,50M dengan nilai gel strength sebesar 181,80 Bloom.
Kekuatan gel dari gelatin dapat dikategorikan menjadi 3
HASIL DAN PEMBAHASAN yaitu rendah jika < 120, sedang jika kekuatan gel antara
120-200, dan tinggi jika > 200. Kekuatan gel dari gelatin
Rendemen Gelatin dari Kulit Kambing sangat menentukan aplikasi gelatin pada produk pangan
Analisis rendemen dilakukan untuk mengetahui dan farmasetik. Menurut (Schrieber dan Gareis, 2007),
seberapa banyak gelatin yang diperoleh dan untuk menilai gelatin komersial mempunyai kekuatan gel pada kisaran
sampai sejauh mana efektivitas dan efisiensi metode 50-300 Bloom. Gelatin dengan kekuatan gel yang tinggi
ekstraksi yang digunakan. Semakin tinggi rendemen yang mempunyai titik melting dan gelling yang tinggi serta
dihasilkan, maka gelatin yang dihasilkan akan lebih waktu gelling yang singkat pada produk akhir. Selain itu,
berpotensi untuk diproduksi pada skala komersial. Pada gelatin tersebut juga mempunyai warna yang lebih cerah,
Tabel 1 dapat dilihat bahwa proses curing dengan larutan rasa dan bau yang netral. Kekuatan gel yang semakin kuat
basa saja menghasilkan rendemen antara 13-14% dan juga mengindikasikan semakin sedikit gelatin yang
hasilnya hampir sama antar berbagai konsentrasi larutan digunakan pada produk akhir untuk mencapai kekokohan
curing. Sedangkan jika curing dilakukan dengan larutan gel yang diinginkan.
basa asam dengan berbagai konsentrasi maka semakin
tinggi konsentrasi larutan curing, maka akan menghasilkan

Tabel 1. Hasil Pengujian Rendemen, Kekuatan Gel, dan Viskositas Gelatin Kulit Kambing

Jenis dan level konsentrasi Rendemen Kekuatan Gel Viskositas


larutan curing (%) Fmax (g/mm) Bloom
1) (mPa-s)
Basa 0,25 M 14,02 ± 1,51 0,31 ± 0,41 38,90 ± 51,46 5,14 ± 2,07
Basa 0,50 M 13,77 ± 2,50 1,58 ± 0,34 121,42 ± 67,49 5,37 ± 1,14
Basa 0,75 M 14,41 ± 5,67 0,02 ± 0,00 2,65 ± 0,00 3,72 ± 0,00
Basa Asam 0,25 M 11,76 ± 4,44 1,17 ± 1,09 147,91 ± 137,92 6,18 ± 1,04
Basa Asam 0,50 M 14,00 ± 8,06 1,43 ± 0,15 181,80 ± 19,45 4,93 ± 0,11
Basa Asam 0,75 M 22,10 ± 5,37 0,84 ± 0,52 106,86 ± 66,27 4,34 ± 0,94
Gelatin sapi komersial NA 1,09 ± 0,01 137,97 ± 1,17 3,82 ± 0,00

Keterangan :
1)
Kekuatan gel dalam Bloom dihitung dengan rumus = Fmax x 126,78
NA : not available
Lestari dkk. | 85

Tabel 2. Hasil Pengujian Sifat Kimia (pH dan kadar air) Gelatin Kulit Kambing

Jenis dan level konsentrasi larutan pH Kadar Air (%)


curing
Basa 0,25 M 9,43 ± 0,00 6,96 ± 0,97
Basa 0,50 M 9,50 ± 0,00 6,61 ± 0,00
Basa 0,75 M 8,36 ± 0,59 7,87 ± 3,19
Basa Asam 0,25 M 6,90 ± 3,54 4,30 ± 0,00
Basa Asam 0,50 M 4,07 ± 0,24 5,12 ± 0,00
Basa Asam 0,75 M 3,77 ± 0,19 8,47 ± 1,17
Gelatin sapi komersial NA 9,96 ± 0,03

Keterangan : NA: not available

Viskositas gelatin dari kulit kambing secara umum kambing berpotensi untuk diproduksi dengan skala yang
lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin sapi komersial. lebih besar.
Viskositas terendah pada gelatin dari kulit kambing
dengan perlakuan curing NaOH 0,75M dan viskositas UCAPAN TERIMA KASIH
tertinggi pada gelatin dari kulit kambing dengan perlakuan
curing basa asam 0,25M. Viskositas gelatin dapat dilihat Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada
pada Tabel 2. Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai pH dari berbagai (DP2M) Dikti dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian
level konsentrasi larutan curing. Jika larutan curing kepada Masyarakat (LPPM) UGM yang telah memberikan
menggunakan larutan basa, maka nilai pH gelatin juga dana penelitian melalui hibah Penelitian Unggulan
bersifat basa yaitu antara 8-9, sedangkan jika larutan Perguruan Tinggi (Baru) Batch I dengan nomor kontrak
curing menggunakan larutan basa asam, maka pH gelatin 155/LPPM/2015.
bersifat asam sampai dengan netral (nilai pH 3,77 – 6,90).
Nilai kadar air gelatin dari kulit kambing semuanya lebih
rendah jika dibandingkan kadar air gelatin sapi komersial. DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan data hasil penelitian di atas, kulit
Arnesen, J.A and Gildberg, A. 2002. Preparation and Characterization of
kambing berpotensi untuk dijadikan bahan baku gelatin Gelatine from the Skin of Harp Seal (Phoca groendlandica).
halal karena menghasilkan rendemen yang tinggi serta Bioresource Technology. 82, 191-194.
memiliki sifat fisiko-kimia yang hampir sama dengan BPS, 2015. Tabel Impor Gelatin. Diakses dari
http://www.bps.go.id/all_newtemplate.php pada 20 Oktober
gelatin sapi komersial. Hasil pengujian rendemen sejalan
2015.
dengan nilai pH gelatin. Rendemen gelatin semakin Burin, L and M.P. Buera. 2002. β-Galactosidase Activity as Affected by
meningkat seiring dengan penurunan pH. Poppe (1992) Apparent pH and Physical Properties of Reduced Moisture
dalam Peranginangin dkk. (2005) menyatakan bahwa Systems. Enzyme and Microbial Technology 30, pp. 367–373.
Gimenez B, Turnay J, Lizarbe MA, Montero P, Gomezz-Guillen. 2005. Use
pemecahan triple helix akan semakin besar jika laju
of Lactic Acid for Extraxtion of Fish Skin Gelatin. Food Hydrocollois
hidrolisis semakin cepat. Rendemen yang lebih rendah 19(2005): 941-950.
pada perlakuan curing dengan basa disebabkan masih Liu HY, Han J, Guo SD. 2009. Characterics of the Gelatin Extracted from
adanya NaOH yang terikat pada kulit kambing sehingga Channel Catfish (Ictalurus punctatus) Head Bones. Food Science
Technology 42(2009). 540-544.
hidrolisis menjadi terhambat. Sedangkan menurut Liu dkk.
Muyonga JH, Cole CGB, Duodu KG. 2004. Fourier Transform Infrared
(2009), perbedaan rendemen disebabkan oleh perbedaan (FTIR) Spectroscopic Study of Acid Soluble Collagen and Gelatin
konsentrasi larutan curing, metode ekstraksi, dan jenis From Skins and Bones of Young and Adult Nile Perch (Lates
bahan. Pencucian juga dapat menyebabkan berkurangnya niloticus). Elsevier Food Chemistry 86(2004): 325-332.
Ockerman, H.W and Hansen, C.L. 2000. Animal By Product Processing
rendemen gelatin karena hilang selama pencucian dan
and Utilization. CRC Press, New York.
penirisan. Peranginangin R, Mulyasari, Sari A, Tazwir. 2005. Karakterisasi Mutu
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini Gelatin yang Diproduksi dari Tulang Ikan Patin (Pangasius
adalah kondisi curing yang ideal adalah dengan larutan hypopthalmus) Secara Ekstraksi Asam. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia 11(4): 34-49.
basa asam. Rendemen tertinggi yang dihasilkan yaitu
Rahman, M.S., G.S. Al-Saidi dan N. Guizani. 2008. Thermal
sebesar 22,10% dengan larutan curing basa asam 0,75 M. Characterisation of Gelatin Extracted From Yellow Fin Tuna Skin
Kekuatan gel tertinggi dihasilkan gelatin dengan larutan and Commercial Mammalian Gelatin. Food Chem. Vol. 108, Issue
curing basa asam 0,50M sebesar 181,80 ± 19,45 Bloom. 2, 15 May 2008, Pages 472-481.
Viskositas gelatin tertinggi dihasilkan gelatin dengan doi:10.1016/j.foodchem.2007.10.079
Schrieber, R. dan Gareis, H., 2007. Gelatine Handbook: Theory and
larutan curing basa asam 0,25M sebesar 6,18 ± 1,04 mPa- Industrial Practice. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA.,
s. pH gelatin bervariasi antara 3-8 tergantung pada kondisi Darmstadt.
curing. Kadar air gelatin kulit kambing berkisar antara Sudarmaji,S., B.Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk
4,30% sampai dengan 8,47% dan nilai ini lebih rendah Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi 4. Liberty, Yogyakarta.
dibanding gelatin sapi komersial (9,96%). Gelatin kulit
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 86-91

INVENTARISASI JENIS TUMBUHAN PENGHASIL UMBI


SEBAGAI BAHAN PANGAN DI KECAMATAN MIOMAFFO
BARAT KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
Maria.T.L. Ruma*, Maria.T. Danong, Junarita Tlaan
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana Kupang
Jl. Adisucipto Kampus Baru Penfui Kupang Nusa Tenggara Timur, NTT
*Email : [email protected]

Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tumbuhan penghasil umbi sebagai bahan pangan dan manfaat alternatif
tumbuhan penghasil umbi di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timur Tengah Utara selama bulan Juni 2014. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik pengambilan data dengan cara wawancara dan eksplorasi. Analisis
data secara deskriptif dan ditabulasi dalam bentuk tabel dan gambar. Berdasarkan hasil penelitian di Kecamatan Miomaffo Barat
Kabupaten Timor Tengah Utara diperoleh 12 jenis tumbuhan penghasil umbi yaitu Allium cepaL, Allium sativum L., Canna edulis Ker,
Colocasia esculenta (L.) Schot, Daucus carotaL, Dioscorea alata L., Dioscorea esculenta L., Ipomoea batatas L., Manihot esculenta
Crantz, Marantha arundinaceae L., Pachyrrizsus erosus (L.) Mrb, dan Solanum tuberosum L., yang tergolong dalam 10 famili. Jenis
tumbuhan penghasil umbi dimanfaatkan sebagai pengganti beras, sayuran, dan bumbu masakan serta memiliki manfaat alternatif
yaitu sebagai obat tradisional, pakan ternak, dan penunjang ekonomi keluarga.

Kata kunci : bahan, inventarisasi, pangan, umbi

PENDAHULUAN
Bidang pangan merupakan salah satu aspek dimanfaatkan sebagai produk yang mendatangkan nilai
penting yang berkaitan erat dengan kebutuhan pokok ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu, pemanfaatan umbi-
masyarakat. Pada umumnya, pemenuhan kebutuhan umbian sangat menunjang ketahanan pangan dalam
pangan masyarakat dapat dilakukan dengan rangka diversifikasi pangan dalam masyarakat.
memanfaatkan sumber pertanian seperti beras, jagung Umbi-umbian merupakan komoditas pertanian
dan umbi-umbian. Namun dalam penyediaannya, yang banyak dijumpai di masyarakat merupakan salah
seringkali mengalami kendala yang disebabkan oleh satu sumber utama karbohidrat. Secara fitografi umbi-
perubahan iklim yang menyebabkan stabilitas ketahanan umbian adalah akar tanaman yang telah mengalami
pangan menurun (McCarl dkk. 2001). Berbagai upaya telah modifikasi menjadi organ penyimpan cadangan makanan
dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok seperti ketela rambat, wortel, dan bengkuang (Desrosier,
dalam bidang pangan. Dengan memanfaatkan jenis-jenis 1998), juga mengandung protein, lemak, dan vitamin.
tumbuhan penghasil karbohidrat tinggi misalnya umbi- Namun saat ini hanya beberapa jenis umbi-umbian
umbian. seperti ubi jalar, singkong/ubi kayu, dan kentang yang
Bahan pangan dalam masyarakat dapat masih dimanfaatkan secara umum dan dijumpai di pasar-
dikelompokan dalam pangan pengganti beras (jagung dan pasar. Jenis umbi-umbian yang ada di hutan yang
umbi-umbian), sebagai sayuran (kentang dan wortel), dan berpotensi sebagai bahan pangan dan mengandung zat
sebagai bumbu masakan (bawang merah dan bawang gizi yang baik seperti umbi porang, keladi, gadung, dan
putih). Menurut Reitz (1967), 20% kalori bahan makanan gembili tidak dikembangkan atau dibudidayakan secara
pokok yang dikonsumsi masyarakat berasal dari beras, 20 baik sehingga jenis umbi-umbian itu nyaris hilang atau
% gandum dan 60 % dari daging, kentang dan jenis umbi- punah (Richana, 2012).
umbian lainnya. Makanan pokok sebagai sumber Berdasarkan kenyataan ini terlihat bahwa setiap
karbohidrat dapat diperoleh dari berbagai jenis tanaman. daerah/wilayah memiliki kebiasaan yang berbeda dalam
Kandungan karbohidrat yang tinggi terdapat sebagian memanfaatkan tanaman penghasil umbi sebagai bahan
besar pada tanaman serelia dari famili gramineae antara pangan. Salah satu daerah di NTT yang berpotensi
lain padi, jagung, gandum serta beberapa jenis umbi- menghasilkan pangan lokal adalah Kecamatan Miomaffo
umbian. Barat Kabupaten Timor Tengah Utara ( TTU ) dengan luas
2
Bahan pangan pengganti beras yang dimanfaatkan wilayah 199,63 km , dibagi dalam dua kelurahan yaitu
oleh masyarakat salah satunya adalah umbi-umbian. Eban dan Sallu dan sepuluh desa yaitu Haulasi, Lemon,
Pemanfaatan umbi-umbian masih tergolong sedikit dan Fatutasu, Fatunisuan, Suanae, Saenam, Manusasi,
tidak menyeluruh. Padahal, beberapa jenis umbi-umbian Fatuneno, Noepesu, dan Noetoko. Berdasarkan studi
memeiliki kandungan gizi yang tinggi dan dapat pendahuluan dari sepuluh Desa diambil 4 desa yakni
Ruma dkk. | 87

Lemon, Saenam, Fatuneno, dan Noepesu serta dua Responden 8 orang yakni masyarakat/petani 3 orang,
kelurahan karena memiliki keragaman yang tinggi bila pedagang 3 orang, dukun kampung 1 orang serta kepala
dibandingkan enam desa lainnya. desa/kelurahan, untuk masing-masing lokasi.
Tumbuhan penghasil umbi antara dua kelurahan
dan empat desa yang terdapat di Kecamatan Miomaffo Wawancara Responden
Barat memiliki tingkat keragaman yang tinggi. seperti ubi Wawancara dilakukan dengan responden
kayu, ubi jalar, uwi-uwian, talas dan lainnya. Keberadaan (masyarakat/petani, pedagang, tokoh masyarakat dan
tumbuhan penghasil umbi oleh masyarakat dipandang dukun) secara kelompok, untuk mendapat informasi
sebagai bahan makanan sambilan, padahal tumbuhan tentang jenis tumbuhan penghasil umbi, lokasi, nama
penghasil umbi sangat potensial dikembangkan dalam lokal, dan pemanfaatan alternatif lain.
memenuhi ketahanan pangan. Oleh karena itu, yang
menjadi masalah dalam penelitian ini adalah a) Jenis Eksplorasi dan Koleksi
tumbuhan penghasil umbi apa sajakah yang dimanfaatkan Melakukan penjelajahan bersama responden
sebagai bahan pangan dan b) Bagaimana pemanfaatan untuk mengenali dan mengetahui jenis tumbuhan
alternatif tumbuhan penghasil umbi oleh masyarakat di penghasil umbi. Eksplorasi dimulai dari pekarangan rumah
Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah penduduk, kebun, dan hutan. Saat eksplorasi, peneliti
Utara; dengan tujuan untuk mengetahui : a) jenis mengamati dan mencatat faktor ekologis seperti: habitat,
tumbuhan penghasil umbi yang dimanfaatkan sebagai penyebaran, dan habitus ; koleksi organ tumbuhan akar,
bahan pangan dan b) manfaat alternatif jenis tumbuhan batang, daun, bunga, buah dan biji
penghasil umbi oleh masyarakat di Kecamatan Miomaffo
Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Deskripsi dan Identifikasi Sampel
Sampel tumbuhan yang dikoleksi kemudian
METODE PENELITIAN dideskripsi sesuai dengan langkah-langkah Tjitrosoepomo
(2005) kemudian diidentifikasi dengan cara mencocokan
Waktu dan Tempat Penelitian dengan gambar dan deskripsi dari pustaka, Richana
Penelitian dilakukan di kelurahan Eban dan Sallu, (2012), Rukmana (1998), Sastrapradja dkk. (1977).
desa Lemon, Saenam, Fatuneno, dan Noepesu Kecamatan
Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara Propinsi Analisis Data
Nusa Tenggara Timur, pada bulan Juni 2014 Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan
ditabulasi dalam bentuk tabel dan gambar/foto.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah alat tulis- HASIL DAN PEMBAHASAN
menulis, kamera digital, gunting, pisau, parang, linggis,
sampel tumbuhan penghasil umbi, kantong plastik, GPS, Gambaran Umum Lokasi Penelitian
peralatan herbarium dan kertas label. Kecamatan Miomaffo Barat merupakan salah satu
Kecamatan dari 24 Kecamatan yang berada di Kabupaten
2
Metode Penelitian TTU dengan luas 199,63 km dengan batas-batas utara
Metode deskriptif, pengambilan data dengan wawancara, dengan Timor Leste dan Kecamatan Bikominilulat, Selatan
eksplorasi dan koleksi. dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan, Timur dengan
Kecamatan Noemuti, Miomaffo Tengah dan Kecamatan
Prosedur Kerja Musi, dan Barat dengan Kecamatan Mutis. Secara
administrasi Kecamatan Miomaffo Barat meliputi 10 Desa
Observasi dan 2 Kelurahan dengan jumlah penduduk tahun 2013
Tahap awal dilakukan untuk mendapat gambaran umum adalah 15.191 jiwa, laki-laki 7.374 jiwa, perempuan 7.817
tentang lokasi penelitian yang berpotensi ditemukan jiwa, jumlah KK 3.968 KK. Umumnya masyarakat bermata
tumbuhan penghasil umbi sebagai bahan pangan. pencaharian sebagai petani dan sebagian pedagang,
peternak, dan sebagian kecil sebagai Pegawai Negri Sipil
Penentuan Responden (PNS) dan ojek. (Lap. Kec MioBar, 2013 ).
Tipe iklim tergolong Tipe A (iklim ekquator) dengan
Responden ditentukan secara purposive sampling temperatur bulan terpanas lebih dari 22ºC. Desember-
dan kepala Desa atau Kelurahan sebagai narasumber, April curah hujan relatif memadai, sedangkan Mei-
kriteria responden adalah : a) Masyarakat asli yang Nopember sangat jarang terjadi hujan, jika hujan, curah
dipercaya dan benar memiliki informasi tentang umbuhan hujan di bawah 50 mm. Tahun 2005, rata-rata jumlah hari
penghasil umbi. b) Masyarakat petani dan pedagang yang hujan 236 hari dengan curah hujan 11.177 mm. Sedangkan
membudidayakan dan menjual umbi dan dukun kampung tahun 2006, rata-rata jumlah hari hujan 50 hari dengan
yang memanfaatkan sebagai obat tradisional, c) curah hujan hanya 1. 276 mm.
Masyarakat yang mengolah sebagai bahan pangan.
88 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 86-91

Jenis – Jenis Tumbuhan Penghasil Umbi sebagai Bahan Pangan di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah
Utara

Tabel 1. Jenis - Jenis tumbuhan penghasil umbi sebagai bahan pangan di Kecamatan Miomafo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara

No. Nama Ilmiah Nama Umum Nama Lokal Famili Varian


1. Allium cepa L. Bawang Merah Peo Leko Liliaceae Umbi putih
Umbi merah
2. Allium sativum L. Bawang Putih PeoMuti Liliaceae -
3. Canna edulis Ker. Ganyong Ganyong Canaceae -
4. Colocasia esculenta (L) Schot. Talas Lali Araceae Talas merah
Talas Sutra (putih)
Talas pandan (ungu)
Talas hitam
Talas ketan (kuning)
5. Daucus carota L. Wortel Wortel Umbelliferae -
6. Dioscorea alata L. Uwi kelapa Laku noah Uwi kelapa ungu
Uwi kelapa Putih
Laku Teme Dioscoreaceae Uwi ungu
Laku muti Uwi putih
Laku leko Uwi Kuning
7. Dioscorea esculenta L. Gembili Laku loli Dioscoreaceae -
8. Ipomoea batatas L. Ubi jalar Loli Convolvulaceae Jalar putih
Jalar merah
Jalar ungu
Jalar jingga
Jalar kuning
9. Manihot esculenta Crantz Ubi kayu Laku hau Euphorbiaceae Ubi kayu kuning
Ubi kayu putih
10. Marantha arundinaceae L. Garut Garut Maranthaceae -
11. Pachyrrizsus erosus (L.) Mrb. Bengkuang Bose Fabaceae -
12. Solanum tuberosum L. Kentang Katanas Solanaceae -

Diperoleh 12 jenis tumbuhan penghasil umbi yang 2.427 m dpl. Ketinggian suatu tempat juga sangat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh masyarakat berpengaruh, hal ini disebabkan karena ketinggian yang
desa Lemon, Noepesu, Fatuneneo, Saenam, kelurahan berbeda akan menghasilkan kondisi fisik dan kimia tanah
Sallu, dan Eban. Jeni-jenis tumbuhan penghasil umbi berbeda, dengan demikian sangat berpengaruh terhadap
sebagai bahan pangan dapat dilihat pada diatas. jenis-jenis tumbuhan yang hidup di tempat-tempat
Jenis tumbuhan penghasil umbi yang ditemukan di dengan ketinggian tertentu (Juwita, 2008).
Kecamatan Miomaffo Barat masih sangat sedikit jika Keragaman jenis tumbuhan penghasil umbi sebagai
dibandingkan dengan Sastrapradja dkk. (1997) yang bahan pangan berdasarkan lokasi pengambilan sampel,
menemukan 49 jenis ubi-ubian dan Richana (2012) yang terlihat bahwa desa Noepesu diperoleh 10 jenis yakni
menemukan 11 jenis umbi khususnya untuk jenis Bawang merah, Bawang putih, Bengkuang, Kentang, Talas,
Dioscorea dan Araceae. Jenis umbi yang ditemukan masih Ubi jalar, Ubi kayu, Uwi kelapa, Uwi-uwian, dan wortel.
sangat sedikit karena ruang lingkup pengambilan data Desa Fatuneno diperoleh 8 jenis yakni Bawang merah,
hanya satu kecamatan sedangkan dari pustaka, Bawang putih, Talas, Ubi jalar, Ubi kayu, Uwi kelapa, Uwi-
pengambilan data umbi-umbian meliputi seluruh uwian, dan wortel. Desa Saenam diperoleh 7 jenis yakni
Indonesia. bengkuang, kentang, Talas, Ubi jalar, Ubi kayu, Uwi kelapa
Beberapa jenis umbi memiliki varian jenis bila dilihat dan wortel. Kelurahan Eban diperoleh 11 jenis yakni
dari warna umbi yaitu Bawang merah (Allium cepa L.) Bawang merah, Bawang putih, ganyong, garut, kentang,
memiliki varian umbi putih sehingga disebut bawang Talas, Ubi jalar, Ubi kayu, Uwi kelapa, Uwi-uwian, dan
merah putih; Talas (Colocasia esculenta L.) ; Ubi jalar wortel. Kelurahan Sallu diperoleh 8 jenis yakni Bawang
(Ipomoea batatas Lamk); Ubi kayu (Manihot esculenta merah, Bawang putih, kentang, Talas, Ubi jalar, Ubi kayu,
Crants) ; dan Uwi kelapa (Dioscorea alata L.). uwi kepok, dan wortel. Desa Lemon diperoleh 9 jenis yakni
Keragaman jenis tumbuhan penghasil umbi Bawang merah, bawang merah putih, bawang putih,
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti iklim, suhu, kentang, Talas, Ubi jalar, Ubi kayu, uwi kepok, dan wortel.
curah hujan, tanah, dan ketinggian tempat. Desa Noepesu,
Saenam, dan Fatuneno memiliki keragaman yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan desa lainnya, karena
wilayah ini berada dekat gunung Mutis dengan ketinggian
Ruma dkk. | 89

Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Penghasil Umbi sebagai Bawang putih (Allium sativum L )
Bahan Pangan di Kecamatan Miomaffo Barat Kabupaten Obat darah tinggi dan perut kembung, dimakan
TTU. mentah atau dihaluskan dan ditempelkan di pusar/perut;
Tumbuhan penghasil umbi sebagai bahan pangan obat bisul, dihaluskan seperti bubur, ditempel pada bisul
pengganti beras yaitu ubi kayu, ubi jalar, uwi-uwian, talas, (hasil wawancara); manjur untuk berbagai penyakit seperti
dan gembili, karena mengandung kalori dan karbohidrat batuk, cacingan, tekanan darah tinggi, gatal-gatal, tifus,
yang tinggi sehingga disaat persediaan beras tidak maag, diabetes, dan disentri. Cara meramu
tercukupi maka jenis umbi ini dimanfaatkan sebagai mencampurkan bawang putih dalam makanan baik dalam
pangan alternatif, selain itu sebagai sayuran yaitu wortel, bentuk mentah maupun dimasak (Wibowo, 2001 )
kentang, bengkuang serta daun ubi jalar dan ubi kayu yang
masi muda serta sebagai bumbu masakan yaitu bawang Bengkuang (Pachyrrizsus erosus (L.) Mrb)
merah dan bawang putih. Obat lambung, direbus, diminum airnya (hasil
Hasil wawancara, umumnya dimanfaatkan secara wawancara). Bengkuang dipakai sebagai pupuk hijau atau
sederhana yakni direbus, dikukus, dibakar, dan kadang penutup tanah diperkebunan teh, daun dan biji
digoreng menjadi keripik. Ubi jalar dan ubi kayu, diolah mengandung senyawa beracun disebut derrid digunakan
dengan direbus, dibuat kue, dan digoreng menjadi keripik, sebagai racun ikan (Sastraprdja dkk 1977).
sedang daun muda diolah menjadi sayur. Sastrapradja dkk.
(1977) menyatakan ubi jalar dan ubi kayu merupakan Garut (Marantha arundinaceae L.)
sumber karbohidrat yang penting di samping padi, jagung, Obat penawar sengatan lebah dan racun ular serta
sagu dan ubi-ubian lainnya. Ubi jalar diolah lebih lanjut obat luka, umbi garut diparut dan diperas, air perasan
untuk bahan industri seperti tepung alkohol, sari karotin, dioles pada luka dan sengatan dan diminum jika terkena
bahan perekat, sirup, pati digunakan dalam pembuatan racun ular (hasil wawancara). Naryanto dan Kumalaningsih
tekstil atau kertas, batang dan daun digunakan untuk (1999) dalam Richana (2012) umbi dimanfaatkan sebagai
sayuran dan pakan ternak, juga dibuat tapai,dan tepung bahan dasar pembuatan roti tawar, beberapa daerah di
tapioka. Jawa air perasan diminum untuk memperlancar ASI
Ganyong dan garut sebagai makanan selingan, umbi
muda direbus, dikukus dan dibakar sedangkan daun muda Ganyong (Canna edulis L.)
dijadikan sayur. Kay (1973) dalam Richana (2012) Obat panas dalam, ganyong, temu lawak, daun
menyatakan umbi ganyong dimasak sebagai sayuran, juga kumis kucing, direbus hingga mendidih, diminun 2 kali
dimanfaatkan sebagai campuran nasi jagung. Umbi garut sehari selagi hangat (hasil wawancara).
muda digunakan sebagai makanan ringan dan rasanya
manis, dengan dikukus, direbus dan dibakar. Umbi tua, Singkong (Manihot esculenta Crantz)
seratnya tinggi, sehingga biasa dimanfaatkan untuk pati, Daun singkong melindungi dan mengobati luka,
tepung, atau untuk emping. Subtitusi tepung garut dapat daun ditumbuk dan ditempel pada luka untuk melindungi
mengasilkan mie kering (Widowati dkk. 1999 dalam luka (hasil wawancara).
Richana, 2012).
Dioscorea banyak dibudidayakan di Noepesu, Talas ( Colocasia esculenta (L.) Schott
umumnya dimanfaatkan sebagai bahan makanan dengan Daun sebagai obat cacing, beberapa helai
cara direbus dan dikukus. Richana dan Sunarti (2004), berjumlah ganjil direbus, diminum (wawancara).
tepung Dioscorea dibuat kue. Masyarakat Jawa akar dilumatkan menjadi bubur sebagai
obat encok dan rematik sedangkan cairan akar digunakan
Manfaat Alternatif Jenis Tumbuhan Penghasil Umbi menghentikan pendarahan dan bengkak, serta penawar
Sebagai Bahan Pangan Bagi Masyarakat Kecamatan racun ular (Richana, 2012).
Miomaffo Barat Kabupaten Timor Tengah Utara.
Umumnya dimanfaatkan sebagai bahan pangan Ubi jalar (Ipomoea batatas L.)
pengganti beras, sayuran, bumbu masakan. Namun, umbi- Obat luka, diparut dan ditempel pada luka bakar
umbian juga memiliki manfaat alternatif yakni : (wawancara).

Obat tradisional Pakan ternak


Bawang merah (Allium cepa L.) Daun talas, ubi jalar dan ubi kayu/singkong serta
Campuran remah-rempah untuk minyak urut, batang ubi jalar.
ditumbuk/digoreng dengan minyak kelapa, obat luka
dioleskan pada luka (hasil wawancara); obat maag umbi Manfaat ekonomi
dimakan mentah, mengobati masuk angin diparut, Umbi-umbian budidaya maupun tumbuh liar
dicampur minyak kelapa dan minyak kayu putih, dimanfaatkan untuk menunjang ekonomi keluarga dengan
dibalurkan ke tubuh, dan diabetes melitus dimakan dijual yaitu bawang merah, bawang putih, kentang, wortel,
mentah, dimasak/dibuat ekstrak kasar kering berupa bengkuang, uwi-uwian, ubi jalar, dan ubi kayu.
bubuk dicampur air hangat diminum ( Wibowo, 2001 ). Sastrapradja dkk. (1977) menyatakan bahwa ganyong
90 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 86-91

dapat dijadikan sebagai tanaman hias, sisa umbi yang ubi kayu sebagai tape, ubi jalar sebagai tepung, bahan
telah diambil patinya dapat dijadikan kompos. Dunia perekat, pati digunakan sebagai salah satu bahan
industri ubi kayu dapat dimanfaatkan sebagai tepung pembuatan tekstil atau kertas.
tapioka, sedangkan masyarakat Jawa dapat memanfaatkan

Bawang merah (Allium cepa L.) Bawang putih (Allium sativum L.) Bengkuang (Pachyrrizsus erosus (L.)
Mrb)

Umbi bawang merah Habitus Umbi Umbi bawang putih Habitus Umbi bengkuang Habitus
bawang merah putih

Ganyong (Canna edulis Ker) Garut (Marantha arundinaceae L.) Gembili (Dioscorea esculenta L.)

Umbi ganyong Habitus Umbi garut Habitus Umbi gembili habitus

Kentang (Solanum tuberosum L.) Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) Ubi jalar (Ipomoea batatas
Lamk)

umbi kentang Habitus Umbi talas Habitus Umbi ubi jalar


Habitus Gembil Habitus

Ubi Kayu ( Manihot esculenta Crantz ) Ubi Kelapa (Dioscorea alata L.) Wortel (Daucus carota L.)

Umbi ubi kayu habitus Umbi ubi kelapa habitus Umbi wortel habitus

KESIMPULAN garut untuk obat sengatan lebah/ racun, panas dalam).


Pakan ternak (daun talas, daun ubi kayu, daun dan
Diperoleh 12 jenis tumbuhan penghasil umbi yang batang ubi jalar) dan penunjang ekonomi keluarga yaitu
dimanfaatkan sebagai bahan pangan yaitu Bawang merah bengkuang, uwi-uwian, ubi jalar, ubi kayu, kentang,
(Allium cepa L.) memiliki varian umbi putih dan merah, wortel, bawang merah dan bawang putih.
Bawang putih (Allium sativum L.), Bengkuang (Pachyrrizsus
erosus (L.) Mrb.), Ganyong (Canna edulis Ker), Garut DAFTAR PUSTAKA
(Marantha arundinaceae L.), Gembili (Dioscorea esculenta
L.), Kentang (Solanum tuberosum L.), Talas (Colocasia Desrosier. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta.
Juwita, R. 2008. Panduan Praktis Mengenal Keunikan Jenis-jenis Tanaman
esculenta L.), Ubi jalar (Ipomoea batatas L.), Ubi kayu
Hias, Pangan, dan Obat-obatan. Penebar Swadaya. Jakarta.
(Manihot esculenta Crantz), Uwi kelapa (Dioscorea alata Kay, D.E .1973. Roots Crops. The Tropical Products Institute Foreign and
L.), dan Wortel (Daucus carota L.). Common Wealth Office. London.
Manfaat alternatif sebagai bahan obat tradisional McCarl, Adams, and Hurd. ( 2001 ). Global Climate Change and its Impact
on Agriculture. http:// agecon2.tamu.edu/people/faculty/mccarl-
(bawang merah, ubi kayu, dan ubi jalar untuk obat luka
bruce/papers/879.pdf.
bakar, bawang putih, daun talas dan bengkuang untuk
obat lambung, darah tinggi, dan cacingan, ganyong dan
Ruma dkk. | 91

Reitz, L.P. 1967. World Distributin and Importance of Wheat. Wheat and Sastrapradja, S., Soetjipto, W. N., Danimihardja, S., Soejono, R. 1977. Ubi-
Wheat Imprvement. Edited by Quisenberry and L.P. Reitz. Am. Soc. ubian Lembaga Biologi Nasional. LIPI. PN Balai Pustaka.
Of Agrn, Inc. Pubisher, Madison, Wisconsin U. S. A. Suprapti, L. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya.
Richana, N. 2012. Aracaea dan Discorea, Manfaat Umbi –Umbian Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Indonesia. Nuansa. Bandung. Tjitrosoepomo, G. 2005.Taksonomi Tumbuhan (Dasar-Dasar Taksonomi
Richana, N. dan T.C. Sunarti. 2004. Karakteristik Sifat Fisikokimia Umbi Tumbuhan) Cetakan Ke-5. Gadjah Mada University Press.
dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa dan Yogyakarta.
Gembili. J. Pascapanen 1 (1) : 29-37. Wibowo, S. 2001. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang
Rukmana, R. 1998. Budi daya Talas. Kanisius. Yogyakarta. Bombay Cetakan ke-10. Penebar Swadaya. Jakarta.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 92-95

KANDUNGAN GIZI DAN FITOKIMIA DAUN ADAS


(Foeniculum vulgare Mill)
Najda Rifqiyati
Prodi Biologi Fak. Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga
Jl. Marsda Adisucipto No. 1 Yogyakarta 55281
Email : [email protected]

Abstrak - Tanaman adas (Foeniculum vulgare Mill) merupakan tanaman obat (fitoestrogen) yang bisa dimanfaatkan baik biji maupun
daunnya. Banyak penelitian yang melaporkan biji adas dapat dimanfaatkan untuk penyembuhan berbagai penyakit dan
mempengaruhi kerja hormonal seperti hormon reproduksi. Sayed N.Z. dkk. (2007) menyatakan bahwa biji adas mengandung flavonoid
yang tinggi yang akan mempengaruhi fungsi hormon yang merangsang sekresi air susu. Adas juga digunakan sebagai obat untuk
merangsang Air Susu Ibu (ASI), pelancar haid, obat kolik dan digunakan untuk memperbaiki rasa obat lainnya (anonim dalam setiawan,
2010). Beberapa masyarakat daerah (pegunungan Merbabu) yang telah memanfaatkan daun adas ini salah satunya untuk ibu-ibu
menyusui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi yang berperan untuk pertumbuhan anakan dan mengetahui
kandungan fitokimia yang terdapat pada daun adas (Foeniculum vulgare Mill). Metode penelitian ini menggunakan analisis proksimat
untuk uji kandungan air, abu, lemak, protein dan serat kasar. Sedangkan Uji kandungan fitokimia (alkaloid, flavonoid, tannin dan
minyak atsiri) dilakukan secara kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa daun adas (Foeniculum vulgare Mill) mengandung air
13,10 %, abu 14,17 %, protein 22,60 %, lemak 1,47 % dan serat kasar 16,42 %. Kandungan fitokimia daun adas (Foeniculum vulgare
Mill) yang diperoleh adalah alkaloid sebesar 0,02 %, total flavonoid 0,43 %, tannin 0,17 %, minyak atsiri 0,19 %. Penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa kandungan gizi daun adas (Foeniculum vulgare Mill) yang tinggi adalah protein (22,60 %) dan total flavonoid yang
cukup tinggi juga yaitu 0,43 %.

Kata kunci : Daun Adas (Foeniculum vulgare Mill), fitokimia , flavonoid, gizi, protein

PENDAHULUAN Namun ada beberapa masyarakat daerah (pegunungan


Merbabu) yang telah memanfaatkan daun adas ini salah
Tanaman adas akan tumbuh dengan baik pada satunya untuk ibu-ibu menyusui. Namun belum ada
dataran tinggi, merupakan tanaman terna berumur penelitian ilmiah yang mengkaji lebih jauh tentang potensi
panjang, tinggi 50 cm - 2 m, tumbuh merumpun. Satu daun adas ini untuk kepentingan reproduksi. Oleh karena
rumpun biasanya terdiri dari 3-5 batang. Adas merupakan itu pada penelitian ini akan mencoba menggali untuk
sayuran hijau yang hanya hidup di dataran tinggi (1800 m mengetahui kandungan gizi dari daun adas (Foeniculum
dpl) (Anonim 2010). vulgare Mill) dan mengetahui kandungan fitokimia
Sayuran ini secara tradisional dipercaya dapat (alkaloid, flavonoid, tannin, minyak atsiri) daun adas
memperbanyak dan melancarkan ASI sebagaimana daun (Foeniculum vulgare Mill).
katuk (Sauropus androgynus). Daun adas ini dimanfaatkan
sebagai sayuran. Namun daun adas ini hanya ditemukan di METODE PENELITIAN
tempat-tempat tertentu dan rasanya yang khas (aroma
obat) sehingga tidak semua orang bisa dan mau Alat dan Bahan
mengkonsumsinya dalam jumlah yang banyak sebagai Alat yang digunakan dalam pembuatan ekstrak
sayur atau lalap. Oleh sebab itu perlu dibuat sediaan yang yaitu oven, ayakan untuk memisahkan serbuk bahan, gelas
lebih praktis penggunaannya yaitu dalam bentuk ekstrak. beker, rotary evaporator, timbangan digital. Bahan yang
Konsumsi sayuran hijau merupakan salah satu digunakan adalah daun Adas (Foeniculum vulgare Mill)
alternatif sumber makanan yang bisa merangsang dan yang didapatkan dari desa Kopeng Jawa Tengah.
melancarkan produksi ASI. Tanaman adas (Foeniculum
vulgare Mill) merupakan tanaman obat (fitoestrogen) yang Cara Kerja
bisa dimanfaatkan baik biji maupun daunnya. Banyak Daun dikeringkan kemudian diblender dan disaring
penelitian yang melaporkan biji adas dapat dimanfaatkan dengan kertas saring. Serbuk kemudian dimaserasi dengan
untuk penyembuhan berbagai penyakit dan menggunakan etanol 96 %. Serbuk daun Adas (Foeniculum
mempengaruhi kerja hormonal seperti hormon vulgare Mill) dimasukkan ke dalam gelas beker dan
reproduksi. Sayed N.Z. dkk. (2007) menyatakan bahwa biji ditambahkan etanol sampai terendam sempurna,
adas mengandung flavonoid yang tinggi yang akan kemudian gelas beker ditutup dengan menggunakan
mempengaruhi fungsi hormon yang merangsang sekresi alumunium foil. Maserasi dilakukan selama 24 jam sambil
air susu. Selama ini yang telah dilakukan penelitian adalah sesekali diaduk. Setelah 24 jam sampel disaring
biji tanaman adas, dan belum banyak penelitian yang menggunakan corong buncher yang telah dilapisi kertas
mengkaji tentang daun adas terhadap sistem reproduksi. saring, kemudian filtrat dipisahkan. Filtrat yang diperoleh
Rifqiyati | 93

kemudian diuapkan dengan menggunakan evaporator genetik, makanan, hormonal, lingkungan dan kesehatan
dengan suhu 40 ˚C sampai diperoleh ekstrak. Ekstrak individu (Brade dalam IB. Rai P, 2004). Penambahan
kemudian dikeringkan anginkan hingga diperoleh ekstrak suplemen dengan protein tinggi dapat memacu
kental. peningkatan sekresi susu. Sehubungan dengan pengaruh
faktor makanan terhadap laktasi, Edozien (1975 )
Pengukuran Kandungan Gizi dan Fitokimia Daun Adas menunjukkan bahwa tambahan protein dalam
(Foeniculum vulgare Mill) makanannya dapat meningkatkan volume air susu selama
Kandungan gizi yang akan diukur adalah analisis laktasi. Berbagai studi pada babi dan tikus (Mahan, 1977;
proksimat (kadar air, protein, lemak, abu dan serat kasar) Naishmith dkk., 1982) menunjukkan bahwa penambahan
dari sampel daun Adas (Foeniculum vulgare Mill). Adapun konsumsi protein atau peningkatan kualitas protein pada
kandungan fitokimia daun Adas (Foeniculum vulgare Mill) makanan berdampak positif terhadap peningkatan volume
dianalisis dengan metode KLT (Alkaloid, tannin), air susu. Hal ini juga terjadi pada jamur tiram. Kandungan
spektrofotometer (flavonoid) dan non instrument untuk protein daun adas (Foeniculum vulgare Mill) walaupun
menukur kadar minyak atsiri. lebih tinggi dibandingkan daun papaya maupun daun
katuk, namun masih lebih rendah dibanding jamur tiram.
HASIL DAN PEMBAHASAN Jamur tiram mengandung protein 27%, lemak 2%,
karbohidrat 58%, serta berbagai vitamin dan mineral, yang
Daun adas (Foeniculum vulgare Mill) yang dipakai diyakini akan meningkatkan kandungan nutrisi dalam
dalam penelitian ini didapatkan dari petani sayuran yang darah, yang merupakan bahan baku untuk sintesis air susu
berada di daerah lereng pegunungan Merbabu yaitu di (I.B. Rai Pidada dkk., 2007).
desa Kopeng Jawa tengah. Tanaman ini tumbuh di Menurut I.B. Rai Pidada dkk. (2007), kandungan
pematang-pematang ladang milik petani sayuran. Pada nutrien yang terdapat pada jamur tiram, terutama protein
umumnya masyarakat di daerah lereng Pegunungan dengan 18 asam amino mampu merangsang peningkatan
Merbabu (Magelang, Kopeng, Salatiga, Boyolali sampai sekresi air susu yang diikuti oleh peningkatan diameter
Ungaran Jawa tengah) memanfaatkan daun adas alveolus karena alveolusnya membesar.
(Foeniculum vulgare Mill) untuk dimasak sebagai sayuran Disamping kandungan protein yang relative tinggi,
hijau. Sayuran ini selain untuk memenuhi kebutuhan daun adas (Foeniculum vulgare Mill) juga mengandung
makan sehari-hari, juga dipercaya oleh masyarakat di serat kasar yang cukup tinggi. Serat kasar ini dapat
sekitar gunung Merbabu sebagai pelancar ASI bagi ibu-ibu berfungsi untuk melancarkan pencernaan yang cukup baik.
yang menyusui. Kadar abu daun adas (Foeniculum vulgare Mill) masih
cukup tinggi jika dibandingkan dengan bagian buahnya
Kandungan Gizi (7,71 %) (Belawarna dkk., 2012). Kandungan lemak daun
Berdasarkan analisa proksimat yang dilakukan pada adas (Foeniculum vulgare Mill) sebesar 1,47 %. Kandungan
penelitian ini, maka diketahui bahwa daun adas lemak ini sedikit lebih kecil dibandingkan pada jamur
(Foeniculum vulgare Mill) mengandung gizi yang bagus tiram.
(Tabel 1). Daun adas (Foeniculum vulgare Mill) memiliki
kadar protein yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Tabel 1. Hasil Analisa Uji proksimat tanaman adas (Foeniculum
kandungan yang lain (lemak, serat kasar, abu dan air). vulgare Mill)
Tabel 1 menunjukkan bahwa secara kuantitatif, jika No. Macam analisa Hasil analisa Hasil analisa
daun (%) biji/buah (%)
dibandingkan antara bagian biji dan daun adas 1. Air 13,10 90,21
(Foeniculum vulgare Mill) menunjukkan perbedaan. 2. Abu 14,17 7,71
Kandungan proksimat daun adas (Foeniculum vulgare Mill) 3. Protein 22,60 1,24
lebih tinggi dibandingkan bijinya. Daun adas (Foeniculum 4. Lemak 1,47 0,2
5. Serat kasar 16,42 3,1
vulgare Mill) mengandung air 13,10 %, abu 14,17 %,
Tabel 2. Kandungan fitokimia tanaman Adas (Foeniculum vulgare
protein 22,60 %, lemak 1,47 % dan serat kasar 16,42 %. Mill)
Kandungan proteinnya paling tinggi dibanding kandungan No. Parameter Daun Biji/buah Akar
proksimat yang lain (mencapai 22,60 %). Protein
merupakan biomolekul yang sangat penting. Beberapa 1. Alkaloid (%) 0,02 ++ Belum
fungsi protein adalah sebagai katalisator (enzim), diketahui
pengangkut dan penyimpan, penyebab gerakan,
pendukung system kekebala, pembentuk dan transmisi 2. Total 0,43 0,95 0,88
Flavonoid (%)
impuls syaraf, pengontrol pertumbuhan dan differensiasi,
3. Tannin (%) 0,17 + Belum
pendukung kekakuan struktural dan lain-lain (Abdul Hamid diketahui
A.T, 2001). Kandungan protein ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kadar protein pada daun papaya (8 4. Minyak atsiri 0,19 2-6 Belum
%) dan daun katuk (4,8 %) yang biasa digunakan untuk (%) diketahui
pelancar ASI (IB Rai Pidada, 2004). Kualitas dan kuantitas
air susu berhubungan erat dengan berbagai faktor yaitu Ket : ++ = banyak (kualitatif), + = sedikit (kualitatif)
94 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 92-95

Di bidang kesehatan, tanaman adas (Foeniculum papaya L.) yang merupakan salah satu pelancar ASI
vulgare Mill) ini telah banyak memberikan manfaat. memenuhi rentang kadar air yang diperbolehkan untuk
Bagian tanaman yang telah banyak dimanfaatkan dalam jenis ekstrak kental yaitu antara 5-30% (Saifudin dkk., 2011
kesehatan adalah biji/buahnya. Biji adas (Foeniculum dalam Mahatriny, N. N. dkk (2015)) . Ekstrak etanol daun
vulgare Mill) telah banyak diteliti dan berkasiat obat pepaya (Carica papaya L.) yang diperoleh dari daerah
diantara sebagai obat antidiare dan antibakteri (Belawarna Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali positif mengandung
Drh dkk., 2012), antioksidan (L. Suhendra dkk., 2009), alkaloid, flavonoid, glikosida, dan tanin. Menurut
antiinflamasi (S. Pramono, 2005) karena kandungan Adachukwu dkk. (2013) dalam Mahatriny, N. N. dkk
senyawa-senyawa fitokimia yang ada seperti alkaloid, (2015), ekstrak etanol daun pepaya yang diambil dari
flavonoid, tannin. Adas (Foeniculum vulgare Mill) juga daerah Enugu, Nigeria juga mengandung metabolit
mengandung minyak Atsiri. Menurut Anonim, 2000 dalam sekunder saponin. Menurut Nirosha dan Mangalanayaki
L. Suhendra dkk. (2009), senyawa-senyawa fitokimia yang (2013) dalam Mahatriny, N. N. dkk (2015), ekstrak etanol
terkandung dalam adas (Foeniculum vulgare Mill) ini daun pepaya yang diambil dari daerah Thiruvarur, India
dapat membantu mengeluarkan angin, mendorong mengandung metabolit sekunder alkaloid, saponin,
pengeluaran urin (melancarkan keluarnya urin), glikosida, dan flavonoid. Menurut Dwi Astuti (2009) dalam
meredakan batuk pada anak, sakit perut pada anak, diare, Mahatriny, N. N. dkk. (2015), ekstrak etanol daun pepaya
mual, kembung dan ambeien. Di Negara lain, daun adas yang diambil dari Desa Karang Pandan, Kabupaten
(Foeniculum vulgare Mill) telah dimanfaatkan secara Karanganyar, Jawa Tengah mengandung metabolit
tradisional untuk pengobatan diantaranya untuk insomnia, sekunder alkaloid, saponin, dan flavonoid. Menurut
kanker, system pencernaan, antihipertensi, antikolesterol, Kholifah dalam Mahatriny, N. N. dkk. (2015), hasil dari uji
perangsang ASI (galaktogagum), diuretic, sakit perut kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa ekstrak
(Shamkant B. Badgujar dkk., 2014). Pada penelitian ini, etanol daun pepaya mengandung senyawa golongan
setelah dilakukan uji fitokimia ternyata pada ekstrak flavonoid, saponin, polifenol, dan alkaloid.
etanol daun adas (Foeniculum vulgare Mill)pun juga
ditemukan adanya senyawa-senyawa fitokimia seperti KESIMPULAN
pada buah/biji adas (Foeniculum vulgare Mill) yaitu Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang
alkaloid, flavonoid, tannin dan minyak atsiri walaupun telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa daun adas
kadarnya sedikit berbeda (Tabel 2). (Foeniculum vulgare Mill) mengandung air 13,10 %, abu
Berdasarkan uji fitokimia yang dilakukan, Daun adas 14,17 %, protein 22,60 %, lemak 1,47 % dan serat kasar
(Foeniculum vulgare Mill) mengandung alkaloid 0,02 %, 16,42 %. Daun adas (Foeniculum vulgare Mill) juga
total flavonoid 0,43 %, tannin 0,17 %, minyak atsiri 0,19%. mengandung alkaloid 0,02 %, total flavonoid 0,43 %,
Kandungan fitokimia yang tertinggi adalah flavonoid total tannin 0,17 %, minyak atsiri 0,19 %.
yaitu 0,43 %. Kandungan ini lebih kecil jika dibandingkan
dengan flavonoid pada bagian biji dan akar adas. Ekstrak UCAPAN TERIMA KASIH
daun wungu diketahui mengandung flavonoid dan
phytosterol yang sangat berperan dalam proliferasi sel. Penulis menyampaikan terima kasih kepada
Flavonoid diketahui mempunyai struktur kimia yang Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang
menyerupai estradiol, sehingga flavonoid dapat terikat telah memberikan dana penelitian dan semoga dapat
dengan reseptor estrogen dan selanjutnya mengaktifkan bermanfaat untuk masyarakat.
transkripsi gen-gen yang diperlukan untuk proliferasi sel
dari organ target. Sayed N.Z. dkk. (2007) juga menyatakan DAFTAR PUSTAKA
bahwa biji adas mengandung flavonoid yang tinggi yang
Abdul Hamid A.T. 2001. Biokimia : Metabolisme Biomolekul. Bandung :
akan mempengaruhi fungsi hormon yang merangsang Alfabeta.
sekresi air susu. Salah satu organ target dari reseptor Anonim. 2010. Tanaman Obat. http://informasidantips.com/tanaman-
estrogen adalah kelenjar mammae. Pertumbuhan kelenjar obat-adas/.diakses 10 Mei 2011.
mammae antara lain dipengaruhi oleh hormon estrogen, Belawarna, Min Rahminiwati, Ike Yulia W. 2012. Efektivitas Ekstrak Etanol
Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill) dan Daun Jambu Biji (Psidium
di samping hormon progesteron dan prolaktin. Kelenjar guajava L) sebagai Antidiare terhadap Mencit Putih Jantan (Mus
mammae mengalami pertumbuhan setelah kelahiran. musculus L.). http://nasoetion. Wordpress.com.
Pada permulaan pubertas, saluran susu memanjang dari IB. Rai Pidada. 2004. Perbandingan Peningkatan Berat Badan Anak
daerah puting menuju jaringan lemak. Flavonoid juga Mencit yang Diinduksi oleh Pemberian Infus Daun Pepaya dan
Daun Katu. Berk. Penel. Hayati : 10 (49-52).
memiliki efek antioksidan yang dapat mendukung efek Lutfi Suhendra, I Wayan A. 2009. Potensi Aktivitas Antioksidan biji Adas
antiinflamasi (Masuda, Ishige dalam Suwijiyo Pramono, (Foeniculum vulgare Mill) sebagai Penangkap Radikal Bebas.
2005). Flavonoid juga dapat digunakan untuk Agratekno vol 15 (2) : 66-71.
antihipertensi, penurun asam urat, dan untuk tabir surya Mahatriny, N. N., Payani, N. P. S., Oka, I. B. M., Astuti, K. W. 2015.
Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.)
jika dikombinasi dengan senyawa ester (Suwijiyo yang Diperoleh dari Daerah Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali.
Pramono, 2005). Selain flavonoid, buah adas juga Sayed N.Z, Deo R. & Mukundan U. 2007. Herbal Remidies Used by Warlis
mengandung alkaloid, tannin, saponin dan triterpenoid of Dahanu to Induce Lactation in Nursing Mothers. Indian Journal
(Belawarna dkk, 2012). Ekstrak etanol daun pepaya (Carica of Traditional Knowledge vol. 6(4), October 2007, pp. 602-605.
Rifqiyati | 95

Setiawan. 2010. “Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas (Foeniculum Phytochemistry, Pharmacology, Contemporary Application, and
vulgare Mill) Terhadap Lama Siklus Estrus dan Bobot Uterus dan Toxicology, BioMed Research International, Volume 2014.
Ovarium Tikus Putih”. Bogor Suwijoyo Pramono. 2005. Efek Antiinflamasi Beberapa Tumbuhan
:IPB.http://iirc.ipb.ac.id/jspui/handle/123456789/27236. Umbelliferae. Hayati,vol 12 no. 1: 7-10.
Shamkant B. Badgujar, Vainav V. Patel, and Atmaram H. Bandivdekar,
2014, Foeniculum vulgare Mill : A Review of Its Botany,
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 96-102

KETERSEDIAAN BAHAN BAKU SAGU DAN UBI KAYU


DALAM UPAYA MENDUKUNG AGROINDUSTRI PANGAN
LOKAL DI PROPINSI MALUKU
Natelda R. Timisela*, Ester D. Leatemia, F. Polnaya dan G. Tomatala
Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura
Jl. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon 97233
*Email : [email protected]

Abstrak - Kegiatan agroindustri merupakan bagian integral dari sektor pertanian berkontribusi penting dalam proses industrialisasi di
pedesaan. Melalui pengembangan agroindustri pangan dengan menggunakan bahan baku lokal sagu dan ubi kayu terjadi peningkatan
jumlah pangan dan jenis produk pangan yang dikonsumsi lebih beragam, tersedia di pasar dalam jumlah yang dibutuhkan, dapat
meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan petani sertaberkembangnya perekonomian di pedesaan.Penelitian berlokasi
di Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Maluku Tenggara.Penentuan lokasi penelitian secara purposive sampling dengan alasan
bahwa kedua kabupaten sebagai sentra agroindustri pangan lokal sagu dan ubi kayu.Penelitian berlangsung bulan Mei-September
2015.Jenis penelitian eksploratif bertujuan untuk menggali secara luas tentang sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi
terjadinya sesuatu. Penelitian dilakukan pada petani-petani penghasil sagu dan ubi kayu sebagai bahan baku penunjang agroindustri
pangan lokal. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan alasan bahwa petani penghasil lebih mengetahui
ketersediaan bahan baku untuk kebutuhan agroindustri pangan lokal di daerah. Analisis hasil penelitian dilakukan kuantitatif yaitu
untuk mendeskripsikan dan menganalisis ketersediaan bahan baku menunjang agroindustri. Ketersediaan pangan lokal sagu dan ubi
kayu sebagai pangan penyokong agroindustri pangan di Maluku cukup baik. Untuk komoditi sagu di Kabupaten Maluku Tengahluas
areal sagu 5.282 ha, dengan total pohon sagu masak tebang 43.565 pohon/tahun dan produksi total sebesar 20.912 ton/tahun.
Prospek pengembangan ubi kayu di Maluku Tenggara cukup baik karena luas panen 972 ha dan produksi sebesar 11.664 ton.Hal ini
berlangsung secara terus menerus sehingga produksi sagu dan ubi kayu setiap tahun selalu kontinu dan mendukung agroindustri.

Kata kunci : agroindustri, pangan lokal, ketersediaan pangan, sagu, ubi kayu

PENDAHULUAN mentransformasikan produk primer ke produk olahan


tetapi juga budaya kerja dari agraris tradisional yang
Ketersediaan pangan meliputi jumlah yang cukup menciptakan nilai tambah rendah menjadi budaya kerja
aman dan bergizi bagi semua orang baik yang berasal dari industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi
produksi sendiri maupun produk lain. Ketersediaan (Suryana, 2004). Kebijakan pembangunan agroindustri
pangan harus mampu memenuhi kebutuhan kalori untuk antara lain kebijakan investasi, teknologi dan lokasi
hidup aktif dan sehat. Ketersediaan pangan dipengaruhi agroindustri harus mendapat pertimbangan utama (Yusdja
oleh luas panen, produktivitas, diversifikasi produk, dan Iqbal, 2002).
pengelolaan irigasi, teknologi, sarana produksi, gangguan Melalui pengembangan agroindustri pangan di
iklim dan hama penyakit, dan jumlah penduduk (Hanani, pedesaan dengan menggunakan bahan baku pangan lokal
2012). sagu dan ubi kayu diharapkan akan terjadi peningkatan
Sagu dan ubi kayu sebagai pangan lokal yang jumlah pangan dan jenis produk pangan untuk dikonsumsi
memberikan manfaat besar bagi masyarakat di lebih beragam, tersedia di pasar dalam jumlah yang
Maluku.Selain dapat dikonsumsi langsung oleh masyarakat dibutuhkan, yang pada gilirannya akan berdampak pada
namun juga diperuntukkan bagi agroindustri keanekaragaman produksi dan konsumsi pangan, dapat
pangan.Dibandingkan dengan pangan beras, sagu dan ubi meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan
kayu terkadang diabaikan oleh masyarakat untuk petani sertaberkembangnya perekonomian di pedesaan.
dikonsumsi sebagai pengganti beras.Hal ini dikarenakan Diversifikasi pangan melalui industri pangan olahan
sagu dan ubi kayu merupakan pangan rendah dan tidak lokal menjadi salah satu strategi untuk mengangkat
berkelas.Masyarakat memilih mengkonsumsi beras karena kembali citra sumber bahan pangan lokal (panglok) yang
gensinya tinggi. Padahal sagu dan ubi kayu mempunyai selama ini dianggap inferior. Pemanfaatan bahan baku
nilai gizi yang tidak kalah penting dengan beras.Hal inilah pangan lokaldalam agroindustri diharapkan dapat
yang menjadikan sagu dan ubi kayu akan memiliki nilai meningkatkan keberagaman dan ketersediaan produk
tambah apabila diolah lebih lanjut oleh agroindustri pangan di pasar. Propinsi Maluku memiliki potensi alam
pangan. dengan ketersediaan berbagai jenis pangan lokal seperti
Kegiatan agroindustri yang merupakan bagian sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan jagung.Potensi agroindustri
integral dari sektor pertanian mempunyai kontribusi pangan lokal yang berkembangan di Maluku yaitu sagu di
penting dalam proses industrialisasi terutama di wilayah Kabupaten Maluku Tengah sedangkan ubi kayu di
pedesaan. Efek agroindustri tidak hanya Kabupaten Maluku Tenggara. Pengembangan agroindustri
Timisela dkk. | 97

berbasis pangan lokal merupakan potensi besar untuk sagu dengan luas lahan sagu sebesar 5.282 hatersebar
memenuhi kebutuhan dan peningkatan keanekaragaman hampir di seluruh kecamatan (Gambar 1).Populasi sagu
pangan lokal di Maluku. Untuk itu tujuan penelitian adalah terbanyak yaitu di Kecamatan Amahai, Kecamatan Leihitu,
mengkaji ketersediaan bahan baku sagu dan ubi kayu Kecamatan Salahutu, Kecamatan Pulau Haruku, dan
dalam upaya mendukung agroindustri pangan lokal di Kecamatan Saparua.Keseluruhan kecamatan memiliki
Maluku. potensi-potensi penghasil pati sagu basah yang diolah
petani baik secara tradisional maupun semi
METODE PENELITIAN modern.Kecamatan Salahutu khususnya Desa Waai dan
Tulehu sebagai penghasil pati sagu basah secara
Penelitian berlokasi di Kabupaten Maluku Tengah tradisional dan semi modern.Kecamatan Saparua dan
dan Kabupaten Maluku Tenggara. Penentuan lokasi Kecamatan Leihitu khususnya Desa Mamala sebagai
penelitian secara purposive sampling dengan alasan penghasil pati sagu basah secara tradisional dan sekaligus
bahwa kedua kabupaten ini merupakan sentra-sentra sebagai kecamatan penghasil produk olahan sagu yang
agroindustri pangan lokal sagu dan ubi kayu.Penelitian diminati oleh masyarakat di Maluku. Sedangkan
berlangsung dari Bulan Mei-September 2015.Jenis kecamatan lainnya sebagai penghasil pati sagu basah dan
penelitian adalah eksploratif yaitu penelitian yang sebagai supplier bahan baku pati sagu basah untuk
bertujuan ingin menggali secara luas tentang sebab-sebab pengrajin produk olahan sagu di Kecamatan Saparua dan
atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu. Kecamatan Leihitu.Secara keseluruhan terlihat bahwa
Penelitian dilakukan pada petani-petani penghasil sagu ketersediaan pati sagu basah sebagai penopang
dan ubi kayu sebagai bahan baku penunjang agroindustri agroindustri sangat baik karena tingginya pati sagu basah
pangan lokal. Pengambilan sampel dilakukan secara yang dihasilkan oleh petani penghasil.
purposive sampling dengan alasan bahwa petani penghasil Produksi pati sagu kering di Maluku sebesar
yang lebih mengetahui ketersediaan bahan baku untuk 290.775 ton kering /ha.Rata- rata jumlah pohon masak
kebutuhan agroindustri pangan lokal di daerah. Analisis tebang per tahun adalah 20 pohon/ha. Produksi per
hasil penelitian dilakukan secara kuantitatif yaitu untuk pohon menghasilkan 500 kg tepung basah dan
mendeskripsikan dan menganalisis ketersediaan bahan menghasilkan pati sagu kering sebesar 250 kg tepung
baku menunjang agroindustri. kering (Louhenapessy dkk., 2010). Dengan demikian
produksi pati sagu kering di Maluku adalah 290.775 ton
HASIL DAN PEMBAHASAN pati kering. Berdasarkan data diatas dapat dikatakan
Provinsi Maluku mampu untuk menyediakan bahan baku
Potensi dan Ketersediaan Pangan Lokal Sagu sagu yang dapat menunjang dan memenuhi kebutuhan
Sagu di Maluku memiliki potensi pati kering yang bahan baku industri rumahtangga pangan di Provinsi
sangat besar yaitu 290.775 ton kering /ha.Kabupaten Maluku.
Maluku Tengah sebagai salah satu kabupaten penghasil

120,000
Luas Areal (ha) Jumlah pohon dipanen (btg)/tahun Produksi Pati Basah (ton)/thn

100,000

80,000

60,000

40,000

20,000

-
Seram P.
Amahai TNS Tehoru Leihitu Salahutu P. Haruku Nusa Laut
Utara Saparua
Luas Areal (ha) 1,474 60 507 128 615 467 1,527 179 101
Jumlah pohon dipanen (btg)/tahun 86966 2184 6233 4615 43050 32223 96201 5225 843
Produksi Pati Basah (ton)/thn 25591 456 2992 2215.4 8118 6370 24860 1494 404.8

Sumber : Data Sekunder diolah


Gambar 1. Luas area dan jumlah pohon dipanen menurut Kecamatan di Kabupaten Maluku Tengah
98 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 96-102

20.00 17.36 17.31


18.00 16.28
16.00 13.20 13.64
14.00
12.00
10.00 8.35
7.60
8.00 5.90 Produktivitas
6.00 4.01
4.00
2.00
0.00
Amahai TNS Seram Tehoru Leihitu Salahutu P. Haruku P. Saparua Nusa Laut
Utara

Gambar 2. Produktivitas Pati Sagu Basah Menurut Kecamatan di Kabupaten Maluku Tengah

Gambar 3. Proses ekstraksi pati sagu semi mekanis

Produktivitas pati sagu basah untuk setiap potensi produksi tepung basah yang tertinggi yakni 500
kecamatan sangat tinggi mulai dari Kecamatan Amahai, kg/pohon, kemudian jenis sagu Molat (Metroxylon sagus
Kecamatan Tehoru, Kecamatan Pulau Haruku, Kecamatan Rottb.) 400 kg/pohon, Sagu Ihur (300 kg/pohon), Sagu
Salahutu, Kecamatan Leihitu dan Kecamatan Saparua. Makanaru (250 kg/pohon). Sagu Duri Rotan dan jenis
Gambar 2 menunjukkan bahwa ketersediaan pati sagu Molat yang berduri memiliki potensi produksi 100
basah dikaji dari produktivitas lahan sangat menunjang kg/pohon dan 200 kg/pohon.Umumnya produksi tepung
agroindustri pangan lokal sagu. Kecamatan dengan sagu basah bervariasi antara 100-500 kg per pohon, dan
tingkatan produktivitas lahan yang relatif tinggi 8-17 potensi panen rata-rata 102 pohon/ha; sehingga total
ton/ha/tahun menjadi sentra penghasil pati sagu basah produktivitas tepung sagu basah  30 ton/ha.
yang diolah secara tradisional maupun modern untuk Pengolahan sagu diawali dengan panen yaitu
menunjang sentra agroindustri produk olahan sagu di pemotongan atau penebangan pohon sagu. Umumnya
kecamatan lain. sagu siap dipanen pada saat menjelang pembentukan
Jenis-jenis sagu yang terdapat di daerah Maluku primordia atau munculnya kuncup bunga. Kandungan
ada lima jenis yakni : Sagu Tuni (Metroxylon rumphii, tepung atau pati didalam batang sagu tergantung dari
Mart), Sagu Ihur (Metroxylon sylvestris, Mart), Sagu tingkat kematangan pohon sagu. Masyarakat Maluku
Makanaru (Metroxylon longispinum, Mart), Sagu Duri mengenal tingkat kematangan pohon sagu yaitu ”maputi
Rotan (Metroxylon micracanthum, Mart), dan Sagu Molat masa” adalah tingkat kematangan sagu dimana pelepah
(Metroxylon sagus, Rottb). Hasil olahan tepung sagu daun telah menguning dan kuncup bunga telah mulai
bervariasi menurut jenis sagu yang diolah dan cara muncul. Kandungan pati telah memadati semua bagian
pengolahannya. Potensi produksi tepung sagu basah empulur didalam batang sagu.
bervariasi antara 100-500 kg/pohon tergantung jenisnya. Pengolahan sagu yang dilakukan secara modern,
Jenis sagu Tuni (Metroxylon rumphii Mart.) memiliki semua tahapan operasionalnya sudah menggunakan
Timisela dkk. | 99

mesin. Pengolahan sagu dengan cara ini lebih efisien berukuran 5 × 2 m dengan kedalaman 0,75 meter. Proses
dalam penggunaan tenaga dan waktu. Tenaga kerja pemanenan bersifat sederhana dan dikemas dalam
empat orang sudah dapat melakukan pekerjaan kemasasan sederhana yaitu tumang sagu (anyaman dari
pengolahan mulai dari penabangan, penghancuran daun sagu). Hasil panen satu pohon sagu berkisar 20-25
empulur, pengangkutan empulur ke tempat ekstraksi, dan tumang dengan berat 15kg/tumang atau rata-rata hasil
proses ekstraksi atau pemisahan/penyaringan pati sagu. panen pati sagu basah secara tradisional berkisar 300-350
Menurut Alfons dan Bustaman (2005), dalam satu hari kg. Pengolahan pati sagu basah secara tradisional
kerja dapat diolah 3-4 pohon sagu dengan cara moderen. menyebabkan kehilangan hasil pati sagu basah dalam
Sementara pengolahan sagu dengan cara tradisional jumlah relatif besar, namun masih sangat efektif untuk
dengan tenaga empat orang hanya dapat mengolah satu petani kecil.Keterbatasan modal dan teknologi tidak
pohon sagu selama enam hari kerja.Menurut mereka, mematahkan semangat petani kecil untuk tetap
pengolahan pati sagu secara moderen hanya berusaha.Mereka tetap aktif mengerjakan proses
membutuhkan waktu 8 jam/3-4 pohon, dibandingkan pengolahan pati sagu basah dan mereka menikmati
dengan cara tradisional yang membutuhkan waktu 48 pekerjaan untuk menopang agroindustri sagu di daerah
jam/pohon. Proses ekstraksi sagu secara mekanik pedesaan.
ditampilkan pada Gambar 3.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah Potensi dan Ketersediaan Pangan LokalUbi Kayu
kebutuhan pohon sagu yang digunakan untuk Selain sagu, di Maluku juga berkembang pangan
menghasilkan pati sagu basah dalam sehari yaitu rata-rata lokal ubi kayu. Prospek pengolahan ubi kayu sebagai
15 pohon dikerjakan oleh 20 orang tenaga kerja. Satu bahan pangan sangat cerah karena tersedianya bahan
pohon sagu menghasilkan 400 kg pati sagu basah.Sehingga baku yang cukup tinggi. Potensi nilai ekonomi sosial ubi
dalam satu hari kebutuhan pohon sagu untuk kayu sebagai bahan pangan masa depan yang berdaya
menghasilkan pati sagu basah secara semi mekanis guna, dan sumber bahan baku industri dan pakan ternak.
sebesar 6000 kg/hari.Pati sagu basah yang dihasilkan Ubikayu sebagai komoditas penting di Indonesia
ditampung dalam wadah atau bak penampungan pati sagu selayaknya didorong dan dikembangkan produksinya ke
berukuran 15  4 m dengan kedalaman bak penampung arah diversifikasi pertanian dan diversifikasi pangan yang
dua meter. Waktu panen pati sagu basah dilakukan sedang giat dilaksanakan saat ini (Wargiono, 1979).Ubi
seminggu sekali dengan jumlah hari kerja selama lima hari. kayu mempunyai prospek yang cukup luas untuk
Satu hari kerja biasanya delapan jam kerja. Jumlah panen dikembangkan sebagai substitusi beras dan untuk diolah
pati sagu basah dalam seminggu mencapai menjadi makanan bergengsi. Kegiatan ini memerlukan
30.000kg/minggu.Sedangkan secara tradisional jumlah dukungan pengembangan teknologi proses dan
pohon sagu yang diolah dalam sehari hanya satu pohon pengolahan serta strategi pemasaran yang baik untuk
dikerjakan oleh tiga orang tenaga kerja. Peralatan yang mengubah image pangan inferior menjadi pangan normal
digunakan yaitu mesin parut empelur, filtrasi empelur bahkan superior (Rachman dan Ariani, 2002). Luas areal,
sagu menggunakan tenaga manusia, tempat luas panen dan produksi ubi kayu menurut kecamatan di
penampungan sagu berukuran kecil sampai sedang Kabupten Maluku Tenggara ditampilkan pada Gambar 4.

Luas Panen Produksi

4500 3744 3756


4000
3500
3000
2500
2000 1560
1380
1500
708
1000 516
500
312 313
0 59 43 130 115
Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Kei Besar
Utara Timur Selatan

Gambar 4. Luas panen dan produksi ubi kayu menurut Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara
100 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 96-102

14.00
11.92
11.24 10.98
12.00 10.76
9.58
10.00
7.17
8.00

6.00 Produktivitas
4.00

2.00

0.00
Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Utara Kei Besar
Timur Selatan

Gambar 5. Produktivitas ubi kayu menurut Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara

Luas Panen Produksi

14000
11664
12000 9900 10430
9588
10000
8000
6000
4000
2000 799 825 870 972
0
2010 2011 2012 2013

Gambar 6. Luas panen dan produksi ubi kayu di Kabupaten Maluku Tenggara dari Tahun 2010-2013

11.47 11.45
11.60
11.40
11.20
11.00 10.80
10.80
10.60 10.46
Produktivitas
10.40
10.20
10.00
9.80
2010 2011 2012 2013

Gambar 7. Luas panen dan produksi ubi kayu di Kabupaten Maluku Tenggara dari Tahun 2010-2013

Jumlah produksi sumber pangan lokal ubi kayu Produktivitas meningkat karena adanya aplikasi sistem
menunjukkan jumlah ketersediaan pangan ubi kayu untuk budidaya yang baik, seperti penggunaan bibit bermutu,
kebutuhan konsumsi rumah tangga dan kebutuhan pergantian varietas, penggunaan pupuk, pengaturan pola
agroindustri. Ketersediaan sumber pangan lokal ubi kayu tanam, dan pengaturan sistem tanam (Rajiman, 2012).
berpengaruh terhadap ketersediaan bahan baku untuk Luas lahan akan bertambah jika ditunjang dengan
agroindustri yang memanfaatkan bahan baku ubi kayu. ketersediaan tenaga kerja untuk mengolah lahan.
Upaya untuk pengembangan diversifikasi pangan, Peningkatan intensitas produksi apabila diterapkan
ketersediaan sumber pangan ubi kayu mempengaruhi pola teknologi modern seperti peralatan yang memadai untuk
konsumsi masyarakat yang selalu mengutamakan pangan menghasilkan produksi tinggi. Peningkatan luas panen
ubi kayu/enbal dibandingkan pangan beras. dipicu akan kesadaran pemanfaatan pangan lokal melalui
Peningkatan produksi ubi kayu disebabkan oleh program diversifikasi pangan dan prospek pemasaran yang
meningkatnya luas panen dan produktivitas lahan. lebih menjanjikan. Produktivitas ubi kayu menurut
Timisela dkk. | 101

kecamatan di Kabupten Maluku Tenggara ditampilkan menghilangkan kadar HCN. Mereka lebih mengenal ubi
pada Gambar 5. kayu pahit dengan sebutan “enbal” sebagai pangan pokok
Gambar 6 memperlihatkan peningkatan produksi yang dikonsumsi masyarakat dan dimanfaatkan sebagai
ubi kayu dari tahun ke tahun sangat ditentukan dari bahan baku agroindustri. Enbal memiliki beberapa
ketersediaan lahan usaha dan hal ini mendukung kelebihan antara lain : 1) sangat mudah untuk perolehan
peningkatan luasan panen. Produksi dari tahun 2010-2013 hasil ; 2) dapat dikonsumsi oleh semua orang setelah
terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan diolah ; 3) memiliki daya simpan lama ; 4) dapat diolah
bahan baku ubi kayu untuk mendukung agroindustri enbal menjadi aneka makanan siap saji (menu makan malam,
sangat memadai. Dengan demikian agroindustri enbal makan siang, menu sarapan pagi, dan menu
akan terus berkembang untuk menghasilkan prodok- selingan/snack/cemilan) ; 5) warna hasil olahan putih
produk yang lebih banyak dan berkualitas dengan cita rasa bersih tanpa pengawet ; 6) cocok dijadikan sebagai rasi.
yang semakin hari semakin meningkat. Proses pengolahan enbal ditampilkan pada Gambar 8.
Gambar 7 memperlihatkan produktivitas lahan Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah
untuk ubi kayu dari tahun 2010-2013 yang cenderung produksi enbal basah dalam sehari berjumlah 10 buah
fluktuatif. Penyebab rendahnya produksi ubi kayu, enbal dengan berat 5kg/enbal. Ketersediaan bahan baku
menurut Hutapea dan Mashar (2013), rendahnya laju ubi kayu mentah untuk menghasilkan enbal sangat
peningkatan produksi pangan dan terus menurunnya tersedia sehingga petani pengolah enbal tetap
produksi di Indonesia antara lain disebabkan oleh: (1) melancarkan aktivitasnya untuk menghasilkan enbal yang
Produktivitas tanaman pangan yang masih rendah dan dibutuhkan oleh agroindustri enbal di daerah pedesaan.
terus menurun ; (2) Peningkatan luas areal Proses pengolahan secara sederhana membutuhkan
penanamanpanen yang stagnan bahkan terus menurun waktu lima jam untuk menghilangkan kadar HCN. Berbeda
khususnya di lahan pertanian pangan produktif, (Setiavani dengan proses pengolahan secara semi modern dengan
dan Harahap, 2015). menggunakan dongkrak 300 kg dan kerangka kayu untuk
Pengembangan ubi kayu ke arah agroindustri menyusun enbal kemudian dongkrak digerakan untuk
dominan diusahakan oleh masyarakat Kabupaten Maluku menfiltrasi aci ubi kayu. Hasil yang diperoleh sekali proses
Tenggara. Jenis ubi kayu yang diolah mengandung HCN 12 buah enbal. Hasil proses ubi kayu dalam sehari
tinggi sehingga tidak dapat dikonsumsi langsung. Ciri-ciri berjumlah 40 buah enbal. Proses pengolahan semi modern
ubi kayu tersebut adalah kulit luarnya berwarna putih membutuhkan waktu 30 menit untuk menghilangkan
tipis, warna daunnya hijau tua, kadar air tinggi dan masa kadar HCN. Hal ini sangat baik karena dengan teknologi
panen 9-12 bulan. Namun petani setempat dengan semi modern dapat menghasilkan enbal dalam jumlah
kearifan lokal dan menggunakan teknologi sederhana besar dibandingkan teknologi sederhana.
dapat mengolah dengan baik ubi kayu tersebut untuk

Gambar 7. Proses pembuatan ampas/enbal ubi kayu secara tradisional di Kabupaten Maluku Tenggara
102 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 96-102

KESIMPULAN Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.


Ambon.

Ketersediaan pangan lokal sagu dan ubi kayu Hutapea.J dan Mashar. A. Z. 2013. Ketahanan Pangan dan Teknologi
sebagai pangan penyokong agroindustri pangan di Maluku Produktivitas Menuju Kemandirian Pertanian
cukup baik. Untuk komoditi sagu di Kabupaten Maluku Indonesia.bto.depnakertrans.go.id.
Louhenapessy, J.E. dkk., 2010. Sagu, Harapan dan Tantangan. Bumi
Tengah luas areal sagu 5.282 ha, dengan total pohon sagu
Aksara, Jakarta
masak tebang 43.565 pohon/tahun dan produksi total Rachman dan Ariani, 2002.Rachman, B. dan M. Ariani. 2002. Konsepsi
sebesar 20.912 ton/tahun. Prospek pengembangan ubi dan Performa Ketahanan Pangan. Jurnal Agribisnis, Vol. VI. No.
kayu di Maluku Tenggara cukup baik karena luas panen 1.Fakultas Pertanian, Universitas Jember. Jember.
Rajiman. 2012.Prospek Ketersediaan Pangan di Propinsi Daerah Istimewa
972 ha dan produksi sebesar 11.664 ton.Hal ini
Yogyakarta. http://stppyogyakarta.ac.id/wp-
berlangsung secara terus menerus sehingga produksi sagu content/uploads/2012/08/5-Ketersediaan-Pangan-DI-Propinsi-
dan ubi kayu setiap tahun selalu kontinu dan mendukung Daerah-Istimewa-Pangan-Rajiman.pdf.
agroindustri. Setiavani.G dan Harahap. N. 2015 : Analisis Ketersediaan Pangan Lokal
dalam Mendukung Diversifikasi Pangan di Provinsi Sumatera
Utara.
UCAPAN TERIMA KASIH http://www.stppmedan.ac.id/pdf/Jurnal%20Vol%207/5%20-
%20Gusti%20Setiavani.pdf (diakses pada Sabtu, 17 Oktober 2015).
Ucapan terimakasih disampaikan kepada DP2M Suryana, A. 2004.Arah, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian
2005-2009. Bagan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang
Departemen Pertanian.
telah memberikan dana penelitian MP3EI. Wargiono, J., 1979, Ubikayu Dan cara Bercocok Tanamnya, Bulletin
Teknis No.4, Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, Bogor.
Yusdja, Y. dan Iqbal, M. 2002. Kebijaksanaan Pembangunan Agroindustri
dalam Analisis Kebijakan : Paradigma Pembangunan dan
DAFTAR PUSTAKA
Kebijaksanaan Pengembangan Agroindustri. Monograph Series
No.12. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
Alfons, J.B, dan Sjahrul Bustaman. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Sagu di Maluku. Balai Pengkajian Teknologi
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 103-108

KINETIKA DEGRADASI BETA KAROTEN PADA PRODUK


DIVERSIFIKASI OLAHAN PARE (Momordica charantia)
SELAMA PENYIMPANAN
Nur Her Riyadi Parnanto*, Dwi Ishartani
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami No. 36A Surakarta
*Email : [email protected]

Abstrak - Produk diversifikasi olahan pare salah satunya adalah manisan basah pare. Produk ini mengandung sejumlah beta karoten.
Sebagaimana lazimnya manisan basah pare, yang disimpan pada suhu tertentu, sehingga komponen beta karotennya mengalami
kerusakan. Melalui serangkaian penelitian, akan ditentukan kinetika degradasi beta karoten pada produk manisan basah pare selama
penyimpanan. Produk manisan basah pare disimpan pada suhu 35°C, 45°C, dan 55°C selama 30 hari. Analisis beta karoten dilakukan
pada hari ke-0, hari ke-15, hari ke-28, dan hari ke-30 menggunakan dua ulangan sampel dan dua ulangan analisis. Data diolah
menggunakan grafik persamaan regresi linier dan persamaan Arrhenius. Hasil penelitian menunjukkan bahwa degradasi beta karoten
paling besar terjadi pada manisan basah pare yang disimpan pada suhu 55°C, diikuti yang disimpan pada suhu 45°C dan terakhir pada
suhu 35°C. Selama penyimpanan 30 hari terjadi penurunan kadar beta karoten pada manisan basah pare dari 9.11µg/g menjadi
5.45µg/g. Pada persamaan Arrhenius, laju degradasi beta karotenselama penyimpanan mengikuti reaksi orde 0 dengan energy aktivasi
(Ea) sebesar 802,94 kal/mol,dengan persamaan Arrhenius y = 404.39x – 3.4877.

Kata kunci : beta karoten, kinetika degradasi, pare, penyimpanan, persamaan Arrheinus

PENDAHULUAN disebabkan oleh kandungan saponin, momordisin, dan


momordikosida (Habicht dkk., 2011). Rasa pahit pada
Pare (Momordica charantia L.) dapat tumbuh baik buah pare umumnya dikurangi dengan cara penggaraman
di daerah tropis maupun sub tropis. Tanaman ini diduga sebelum proses pengolahan. Namun, menurut Riyadi dkk.
merupakan tanaman indigenus dari Asia, Amerika Selatan, (2015)penggaraman dengan atau tanpa diikuti proses
dan Afrika Timur. Pare sering digunakan sebagai bahan pengolahan masih meninggalkan rasa pahit pada buah
makanan dan obat-obatan tradisional di daerah tersebut pare. Oleh karena itu perlu upaya diversifikasi pengolahan
(Josept dan Jini, 2013). Secara tradisional pare sering pare untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu
digunakan sebagai tonikum, obat cacing, obat batuk, alternative pengolahan yang disarankan untuk
antimalaria, sariawan, penyembuh luka, dan penambah menghilangkan rasa pahit pada pare adalah dengan
nafsu makan. Penggunaan pare dalam pengobatan mengolahnya menjadi manisan basah pare.Selain
tradisional ini ternyata berkorelasi positif dengan hasil menghilangkan rasa pahit, pengolahan buah pare
penelitian terkini tentang khasiat pare. Hasil penelitian menjadimanisan dapat meningkatkan penerimaan
modern menunjukkan pare memilikiaktivitas anti diabetes konsumen, memperpanjang umur simpan dan
(Kumar dkk. 2008; Basch dkk. 2003; Trakoon-osot dkk., meningkatkan nilai ekonomi buah pare. Namun, selama
2013; Joseph dan Jini, 2013; Hossain dkk., 2014), pengolahan dan penyimpanan komponen maupun
antikanker (Kumar dkk. 2010; Duffy dan Wade, 2012; Fang, aktivitas fungsional yang ada dalam manisan basah buah
2012), anti virus HIV (Arazia dkk. 2002), anti mikroba pare dapat mengalami degradasi, di antaranya beta
(Phillips dkk., 2013; Zhang dkk., 2015), dan antioksidan (Liu karoten.
dkk., 2010; Lin dkk., 2011; Deng dkk., 2013; Nagarani dkk., Menurut Tuan dkk. (2011) kandungan beta karoten
2014). buah pare berkisar 73.2-124.3µg/g (db) pada tahapan
Bagian tanaman pare yang paling sering dikonsumsi buah pare berukuran besar maksimal dan berwarna hijau
sebagai makanan adalah buahnya. Nilai ekonomi buah merata. Beta karoten merupakan jenis karotenoid yang
pare ini relative rendah meskipun kaya senyawa memiliki aktivitas pro-vitamin A sekaligus antioksidan yang
fungsional. Beberapa senyawa fungsional yang terdapat mudah rusak akibat pengaruh lingkungan sekitar.
dalam buah ini adalah fenolik (Lin dkk., 2011; Deng, 2013; Rodriguez-Amaya (2001) menyebutkan bahwa karoteniod,
Nagarani, 2014), triterpen (Popovich dkk., 2010; Nagarani, termasuk beta karoten, mudah mengalami isomerisasi dan
2014), fitosterol (Nagarani, 2014), dan karotenoid (Tuan, oksidasi selama proses pengolahan dan penyimpanan.
2011; Nagarani, 2014). Senyawa fungsional pada buah Dutta dkk. (2005) menambahkan bahwa rantai polietina
pare inilah yang bertanggung jawab terhadapmanfaat menyebabkan ketidakstabilan karotenoid terhadap proses
buah pare terhadap kesehatan. isomerisasi dan oksidasi. Panas, cahaya, dan asam
Buah pare berasa pahit dengan warna hijau dan mendorong isomerisasi trans-karotenoid menjadi cis.
cenderung memudar ketika matang. Rasa pahit buah pare
104 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 103-108

Sedangkan oksidasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan berbeda yaitu suhu 35°C, 45°C, 55°C. Analisis beta karoten
oksigen dan kondisi fisik. dilakukan pada hari ke- 0, hari ke-15, hari ke-28, dan hari
Selama penyimpanan, produk pangan sering ke-30 menggunakan metode de Carvalho dkk. (2012).
terpapar dengan faktor-faktor penyebab degradasi
karotenoid tersebut. Untuk memprediksi besarnya Penentuan Kinetika Degradasi Beta Karoten Selama
degradasi beta karoten pada manisan basah pare selama Penyimpanan
penyimpanan, maka pada penelitian ini dikaji kinetika Kinetika degradasi beta karoten ditentukan melalui
degradasikarotenoid pada manisan basah pare yang penetapan parameter orde reaksi (persamaan i dan ii),
disimpan selama 30 hari di suhu 35°C, 45°C, 55°C. nilai D (persamaan iii), nilai z (persamaan iv), k (persamaan
v), dan energi aktivasi (Ea) (persamaan vi). Perhitungan
METODE PENELITIAN kinetika degradasi menggunakan software Microsoft Excel
2007. Berikut persamaan-persamaan tersebut :
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk pembuatan manisan 𝐶
𝑂𝑟𝑑𝑒 0 = ln = −𝑘𝑡 (persamaan i)
𝐶𝑜
basah pare adalah pare gajih, air, gula pasir, garam, kapur, 1 1
𝑂𝑟𝑑𝑒 1 = − = 𝑘𝑡 (persamaan ii)
dan asam sitrat. Pare gajih yang digunakan dipilih yang 𝐶 𝐶𝑜
𝑡
berdaging tebal, berwarna hijau muda, bentuknya besar 𝐷= (persamaan iii)
log 𝐶𝑜 −log 𝐶
dan panjang, dan rasanya tidak begitu pahit. Pare gajih 𝑇2−𝑇1
𝑧= 𝐷1 (persamaan iv)
dibeli dari tengkulak Desa Tulakan, Kecamatan Bekonang, log
𝐷2
Kabupaten Sukoharjo sehingga didapat variasi umur buah 𝑘 = 2.303/𝐷 (persamaan v)
𝐸𝑎
pare yang hampir seragam. Sedangkan bahan yang −( )
𝑘 = 𝑘𝑜. 𝑒 𝑅𝑇 (persamaan vi)
digunakan untuk analisis beta karoten adalah aseton,
petroleum eter, aquades, dan Na sulfat anhidrat.Semua
dimana
bahan kimia adalah produksi Mercks, kecuali aquades. Alat
C : konsentrasi beta karoten pada waktu t
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
Co : konsentrasi beta karoten awal
autoclave,incubator (suhu 35°C, 45°C, 55°C), kertas saring
k : konstanta laju reaksi (1/hari)
Whatman 1, spektrofotometer UV-Vis Shimadzu, vortex,
t : waktu penyimpanan (hari)
neraca analitik dan alat-alat gelas.
D1 : Nilai D pada temperatur T1
D2 : Nilai D pada temperatur T2
Tahapan Penelitian
ko : faktor preeksponensial
Pembuatan Manisan Basah Pare
R : tetapan gas (8.314 J/mol.K = 1.987
Proses pembuatan manisan basah pare mengikuti
kal/mol.K)
metode Riyadi dkk. (2015).Buah pare disortasi, dicuci
untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel
HASIL DAN PEMBAHASAN
pada kulit buah, ditiriskan, dipotong melintang sehingga
berbentuk seperti cincin dengan ketebalan ±4 cm, dibuang
Degradasi Beta Karoten Selama Penyimpanan Manisan
bijinya, dicuci untukmembersihkan daging buah dari sisa-
Basah Pare
sisa biji, direndam dalam larutan garam 0.1% (sampai
Berdasarkan Tabel 1 kadar awal beta karoten
terendam seluruhnya) selama ±15 menit untuk
manisan basah pare adalah 9.11 μg/g. Setelah disimpan
menghilangkan getah dan mengurangi rasa pahit, dicuci
selama 30 hari pada suhu 35°C, 45°C, dan 55°C kadar beta
untukmengurangi garam, direndam larutan kapur
karoten manisan basah pare mengalami penurunan yang
2%selama 120 menit, dicuci untukmenghilangkan kapur,
berbeda-beda. Kadar beta karoten manisan basah pare
direbusselama 10 menit, dikemas menggunakan glass
yang telah disimpan selama 30 hari pada masing-masing
jardengan sistem pengemasan hotfilling, ditambahkan
suhu 35°C, 45°C, dan 55°C adalah 5.1 μg/g; 5.95 μg/g; dan
larutan simple syrup (mengandung gula 50%(b/v) dan
5.29 μg/g. Degradasi beta karoten manisan basah pare
asam sitrat 0.05%(b/v), ditutup, dan terakhir disterilisasi
dari yang terbesar hingga terkecil berturut-turut yaitu
pada suhu 121°C selama 15 menit.
pada suhu 35°C (4.01μg/g); suhu 45°C (3.16μg/g); dan
Setelah suhumanisan basah pare turun mencapai
55°C (3.82μg/g). Degradasi beta karoten selama
suhu ruang, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kemasan.
penyimpanan juga terjadi pada sirup berbahan baku ubi
Jika ada kemasan yang rusak maka dipisahkan. Produk
jalar oranye yang disimpan selama 56 hari di suhu ruang
yang lolos pemeriksaan selanjutnya bagian luarnya
(Irakiza, 2014) dan beras emas yang disimpan selama 5
dibersihkan lalu disimpan di dalam inkubator (suhu 35°C,
bulan pada suhu kamar (Nghia, 2006), namun tidak pada
45°C, 55°C)..
pure labu kuning yang disimpan selama 6 bulan pada suhu
kamar tanpa kontak cahaya (Provesi, 2011).Dari data-data
Pengamatan Kemunduran Mutu Manisan Basah Pare
hasil penelitian tersebut nampak bahwa kontak dengan
Pengamatankemunduran mutu manisan basah pare
cahaya sangat mempengaruhi degradasi beta karoten.
menggunakan metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT)
Dutta dkk. (2005) menyebutkan bahwacahaya dapat
model Arrhenius. Sampel disimpan pada 3 suhu yang
mendorong terjadinya proses isomerisasi trans-karotenoid
Parnanto dan Ishartani | 105

menjadi cis-karotenoid pada rantai polietina karotenoid


seperti yang terdapat pada beta karoten.

Tabel 1. Kadar betakaroten (μg/g) manisan basah pare selama penyimpanan 30 hari

Kadar Betakaroten (μg/g)


Lama Penyimpanan (hari) Rata-rata
35°C 45°C 55 °C (pada ketiga suhu)

H-0 9.11 9.11 9.11 9.11


H-15 8.09 9.96 8.48 8.84
H-28 5.42 8.86 5.87 6.72
H-30 5.10 5.95 5.29 5.45

Kinetika Reaksi Degradasi Beta Karoten Selama Penyimpanan Manisan Basah Pare

Penentuan Nilai D dan nilai z

A 1.20 y = -0,008x + 0,985


1.00 y = -0,004x + 0,996
Log Betakaroten

0.80 y = -0,007x + 0,988


0.60
0.40
0.20 Suhu 35ºC

0.00 Suhu 45 ºC
0 10 20 30 40 Suhu 55 ºC
Waktu

B 2.450
2.400
2.350
2.300
Log D

2.250 y = 0.029x + 2.158


2.200
R² = 0.033
2.150
2.100
2.050
0 1 2 3 4
Suhu
Gambar 1. Kurva penentuan nilai D (A) dan nilai z (B) degradasi betakaroten manisan basah pare selama penyimpanan 30
hari pada suhu 35°c, 45°c, dan 55°c

Berdasarkan gambar Gambar 1 (A)didapat penyimpanan 35°C, 45°C, dan 55°C berturut-turut adalah
persamaan regresiy = -0.008x + 0.985 untuk suhu 0.02 per hari; 0.01 per hari; dan 0.02 per hari.
penyimpanan 35°C; y = 0.004x + 0.996 untuk suhu Nilai z ditentukan berdasarkan dari Gambar 1 (B).
penyimpanan 45°C; dan y = -0.007x + 0.988 untuk suhu Persamaan regresi yang diperoleh yaitu y = 0.029x + 2.158.
penyimpanan 55°C. Selanjutnya, dapat ditentukan nilai D Kemudian melalui nilai slope diperoleh nilai z sebesar
per masing-masing suhu penyimpanan, D35°C yaitu 125 34.38°C. Artinya, diperlukan suhu sebesar 34.48°C untuk
hari; D45°C yaitu 250 hari; dan D55°C yaitu 142.9 hari. mengubah nilai D sebesar 90%.
Sehingga didapat nilai k untuk masing-masing suhu
106 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 103-108

Penentuan Orde Reaksi dan Nilai Ea

A
12.00 y = -0.138x + 9.457
10.00 R² = 0.941
Kadar Betakaroten
8.00 y = -0.073x + 9.812
6.00 R² = 0.341
y = -0.129x + 9.545
4.00
R² = 0.897
2.00
0.00 Suhu 35ºC
0 10 20 30 40 Suhu 45 ºC

Waktu Suhu 55 ºC

B y = -0.019x + 2.268
2.50 R² = 0.919
ln Kadar Betakaroten

2.00 y = -0.009x + 2.294


R² = 0.343
1.50
y = -0.018x + 2.276
1.00 R² = 0.876

0.50 Suhu 35ºC


0.00 Suhu 45 ºC
200 30 10 40 Suhu 55 ºC
Waktu
Gambar 2. Kinetika degradasi betakaroten manisan basah pare. Orde 0 (A) dan Orde 1(B)

0.00
0.0030 0.0031 0.0032 0.0033
-0.50

-1.00
ln k

-1.50 y = 404.3x - 3.487


-2.00 R² = 0.013

-2.50

-3.00
1/T

Gambar 3. Grafik plot Arrhenius degradasi betakaroten manisan basah pare

Tabel 2. Perhitungan nilai D, k, Z, Q10 dan Energi Aktivasi degradasi betakaroten manisan basah pare

-1
Suhu Slope (1/D) Nilai D (hari) Nilai k (hari ) Nilai z (⁰C) Q10 Ea (kal/mol)
35°C 0.008 125.0 0.02 34.48 1.95 802.94
45°C 0.004 250.0 0.01
55°C 0.007 142.9 0.02

Berdasarkan grafik pada Gambar 2 diperoleh ditentukan orde reaksinya. Kinetika degradasi beta
persamaan regresi linear y = bx + a, kemudian dapat karoten manisan basah pare mengikuti reaksi orde 0.
Parnanto dan Ishartani | 107

Selanjutnya Gambar 3 dapat digunakan untuk 2012. Total Carotenoid Content, α-carotene and ß-carotene, of
Landrace Pumpkin (Curcubita moschata Duch) : a Preliminary
menentukan nilai Ea, yaitu dengan persamaan regresi yang
Study. Food Research International 47 : 337-340.
diperoleh yaitu y = 404.3x – 3.487. Nilai Ea yang didapat Deng G, Lin X, Xu X, Gao L, Xie J, Li H. 2013. Antioxidant Capacities and
adalah 802.94 kal/mol. Degradasi beta karoten manisan Total Phenolic Contents of 56 Vegetables. Journal of Functional
basah pare memiliki Energi aktivasi yang tergolong kecil, Foods 5 : 260-266.
Duffy R, Wade C. 2012. Discovery of Anticancer Drugs from Antimalarial
artinya dibutuhkan energi yang kecil untuk mulai
Natural Products : a MEDLINE Literature Review. Drug Discovery
melakukan reaksi degradasi beta karoten di dalam produk Today 17 (17/18) : 942-953.
ini selama penyimpanan. Hal ini juga berarti reaksi Dutta D, Chaudhuri UR, Chakraborty R. 2005. Sturcture, Health Benefits,
degradasi beta karoten selama penyimpanan manisan Antioxidant Property and Processing and Storage of Carotenoids.
African Journal of Biotechnology 4 : 1510-1520.
basah pare mudah terjadi. Menurut Arpah (2001),
Fang EF, Zhang CZY, Zhang L, Fong WP, Ng TB. 2012. In Vitro and In Vivo
besarnya nilai energi aktivasi dapat digolongkan menjadi Anticarcinogenic Effects of RNase MC2, a Ribonuclease Isolated
tiga, yaitu : (1) Ea kecil (Ea 2-15 kkal/mol) yang meliputi from Dietary Bitter Gourd, Toward Human Liver Cancer Cells. The
kerusakan produk karena kerusakan karatenoid, klorofil, International Journal of Biochemistry & Cell Biology 44 : 1351–
1360.
atau oksidasi asam lemak; (2) Ea sedang (Ea 15-30
Habicht SD, Kind V, Rudloff S, Borsch C, Mueller AS, Pallauf J, Yang R,
kkal/mol) yang meliputi kerusakan produkkarena Krawinkel MB. 2011. Quantification of Antidiabetic Extracts and
kerusakan vitamin, kerusakan pigmen yang larut air dan Compounds in Bitter Gourd Varieties. Food Chemistry 126 : 172–
reaksi Mailard; (3) Ea besar (Ea 50-100 kkal/mol) yang 176.
Hossain MA, Mostofa M, Awal MA, Chowdhury EH, Sikder MH. 2014.
meliputi kerusakan produk karena denaturasi enzim,
Histomorphological and Morphometric Studies of the Pancreatic
inaktivasi mikroba dan juga sporanya. Islet Cellsof Diabetic Rats Treated with Aqueous Extracts of
Rangkuman parameter degradasi beta karoten Momordica charantia (karela) Fruits. Asian Pac J Trop Dis 4 (Suppl
manisan basah pare selama penyimpanan dapat dilihat 2) : S698-S704.
Irakiza G, Dusabumuremyi JC, Mwunamuko J, Ndayambaje V,
pada Tabel 2. Pada tabel ini juga dapat dilihat bahwa nilai
Hategekimana JP, Nyagahungu I, Ongol MP. 2014. Retention of β-
Q10degradasi beta karoten selama penyimpanan manisan carotene, Vitamin C and Sensory Characteristics of Orange
basah pare sebesar 1.95. Nilai Q10 didefinisikan sebagai Fleshed Sweet Potato Syrup During Storage. International Food
berapa kali perubahan laju reaksi jika suhu berubah Research Journal 21(3) : 1157-1164.
Joseph B, Jini D. 2013. Antidiabetic Effects of Momordica charantia
sebesar 10 °C.
(Bitter Melon) and Its Medicinal Potency. Asian Pac J Trop Dis 3(2)
: 93-102.
KESIMPULAN Kumar GS, Shetty AK, Salimath PV. 2008. Modulatory Effect of Bitter
Gourd (Momordica charantia LINN.) on Alterations in Kidney
Heparan Sulfate Instreptozotocin-Induced Diabetic Rats. Journal
Berdasarkan pembahasan di atas, kesimpulan yang
of Ethnopharmacology 115 : 276–283.
dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Lin K, Yang S, Lin C. 2011. Antioxidant Constituents from the Stems and
selama penyimpanan manisan basah pare terjadi Fruits of Momordica charantia. Food Chemistry 127 : 609–614.
degradasi beta karoten, yaitu yang terbesar pada Liu C, Yen M, Tsang S, Gan K, Hsu H, Lin C. Antioxidant Triterpenoids
from the Stems of Momordica charantia. Food Chemistry 118 :
penyimpanan di suhu 55°C, diikuti di suhu 45°C, dan
751–756
terakhir di suhu 35°C; 2) laju degradasi beta karoten Nagarani G, Abirami A, Siddhuraju P. 2014. Food Prospects and
manisan basah pare mengikuti reaksi orde 0 dengan Nutraceutical Attributes of Momordica Species: Apotential
persamaan Arrhenius y = 404.39x – 3.4877 dan Ea Tropical Bioresources – A Review. Food Science and Human
Wellness 3 :117–126.
sebesar802.94 kal/mol.
Nghia PT, Liem DT, Hai TV, Hoa TTC. 2006. Effect of Storage Conditions
on Total Carotenoid Contentin Golden Rice Grains. Omonrice 14 :
UCAPAN TERIMA KASIH 18-27.
Phillips EA, Sexton DW, Steverding D. 2013. Bitter Melon Extract Inhibits
Terima kasih disampaikan kepada Universitas Proliferation of Trypanosoma brucei Bloodstream Formsin Vitro.
Sebelas Maret yang telah mendanai penelitian ini melalui Experimental Parasitology 133 : 353–356.
Popovich DG, Li L, Zhang W. 2010. Bitter Melon (Momordica charantia)
Hibah Unggulan Fakultas dengan sumber dana DIPA PNBP Triterpenoid Extract Reduces Preadipocyteviability, Lipid
UNS Tahun 2014, juga kepada Saudari Ruliana Purbasari Accumulation and Adiponectin Expression in 3T3-L1 Cells. Food
yang telah membantu jalannya penelitian.. and Chemical Toxicology 48 : 1619–1626.
Provesi JG, Dias CO, Amante ER. 2011. Changes in Carotenoids During
DAFTAR PUSTAKA Processing and Storage of Pumpkin Puree. Food Chemistry 128 :
195–202.
Arazia T, Paul LH, Philip LH dkk. 2002. Production of Antiviral and Riyadi NH, Ishartani D, Purbasari R. 2015. Mengangkat Potensi Pare
Antitumor Proteins MAP30 and GAP31 in Cucurbits Using the (Momordica charantia) Menjadi Produk Pangan Olahan Sebagai
Plant Virus Vector ZYMV-AGII. Biochem Biophys Res Comm 292(2) Upaya Diversifikasi. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 1(5) : 1167-
: 441-448. 1172.
Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk. Rodriguez-Amaya DB. 2001. A Guide to Carotenoid Analysis in Foods.
Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Pangan. Institut ILSI Press. Washington DC.
Pertanian Bogor. Bogor Trakoon-osot W, Sotanaphun U, Phanachet P,Porasuphatana S,
Basch E, Gabardi S, Ulbricht C. Bitter melon (Momordica charantia): a Udomsubpayakul U, Komindr S. 2013. Pilot study : Hypoglycemic
Review of Efficacy and Safety. Am J Health Syst Pharm 60 (4) : and Antiglycationactivities of Bitter Melon (Momordica charantia
356-359. L.) intype 2 Diabetic Patients. Journal of Pharmacy Research 6 :
de Carvalho, Maria L, Gomes PB, Godoy RLO, Pacheco S, do Monte PHF, 859-864.
de carvalho JLV, Nutti MR, Neves ACL, Vieira ACRA, Ramos SRR. Tuan PA, Kim JK, Park NI, Lee SY, Park SU. 2011. Carotenoid Content and
Expression of Phytoene Synthase and Phytoenedesaturase Genes
108 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 103-108

in Bitter Melon (Momordica charantia). Food Chemistry 126 : Bitter Gourd (Momordica charantia) Leaves. Protein Expression
1686–1692. and Purification 107 : 43–49.
Zhang B, Xie C, Wei Y, Li J, Yang X. 2015. Purification and Characterisation
of an Antifungal Protein, MCha-Pr, from the Intercellular Fluid of
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 109-114

EMPAT VARIETAS JERUK KEPROK DATARAN RENDAH DAN


POTENSI PENGEMBANGANNYA
Oka Ardiana Banaty
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub Tropika
Jl. Raya Tlekung No.1 Junrejo Kota Batu Jatim 65301
Email : [email protected]

Abstrak - Buah jeruk mempunyai nilai komersial tinggi dan besar kontribusinya pada perekonomian nasional. Meskipun tanaman jeruk
berasal dari daerah subtropis, namun tanaman ini tidak hanya tumbuh baik pada daerah dataran tinggi yang mempunyai suhu rendah
saja. Namun pada pengembangannya, ada beberapa varietas jeruk yang dapat tumbuh dengan baik pada daerah dataran rendah yang
mempunyai suhu tinggi. Kecenderungan saat ini, masyarakat lebih menyukai jeruk yang berwarna kuning-oranye. Sehingga jeruk
keprok yang mempunyai kulit warna kuning-oranye akan lebih berpotensi dikembangkan untuk memenuhi permintaan konsumen.
Ada beberapa varietas jeruk keprok berwarna kuning yang dapat dikembangkan antara lain; jeruk keprok Borneo Prima, keprok
Siompu, keprok Tejakula dan keprok Madura. Keempat varietas jeruk tersebut termasuk jeruk keprok dataran rendah yang dapat
bersaing dengan jeruk impor.

Kata kunci : dataran rendah, Jeruk keprok, potensi pengembangan

PENDAHULUAN di Indonesia dan diharapkanmen jadi model


pengembangan kawwasan agribisnis jeruk yang dikelola
Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah- secara efisien dengan bantuan dana dekosentrasi
buahan yang saat ini banyak diminati oleh masyarakat (Dimyati, 2005).
Indonesia. Diantaranya yang populer adalah jeruk keprok Kecenderungan pada saat ini masyarakat lebih
(mandarin) yang banyak dikonsumsi sebagai buah segar. menyukai jeruk yang berwarna kuning atau orange.
Hal ini disebabkan rasanya yang manis dan menyegarkan, Sehingga potensi jeruk keprok yang mempunyai kulit
harga relatif murah, dan mudah didapatkan. Nilai gizi yang warna kuning-orange akan lebih berpotensi untuk
dimiliki terutama vitamin C- nya pun cukup tinggi sehingga dikembangkan untuk memenuhi permintaan konsumen di
tidak heran jika permintaan akan buah ini terus meningkat Indonesia. Kita mempunyai beberapa jeruk keprok yang
(Martasari dan Supriyanto, 2005). berwarna kuning atau orange. Ada beberapa varietas yang
Tanaman jeruk berasal dari daerah subtropik, dapat dikembangkan antara lain jeruk keprok Borneo
namun pada perkembangannya mulai tersebar dari daerah Prima, keprok Siompu, keprok Tejakula dan keprok
subtropis sampai tropis dan menjadi salah satu buah Madura. Keempat varietas jeruk tersebut termasuk jeruk
terpenting di dunia (Murata, 1988). Hal ini terbukti dengan keprok dataran rendah yang mempunyai potensi warna
adanya peningkatan produksi jeruk setiap tahun di dunia. kuning dan dapat bersaing dengan jeruk impor. Meskipun
Pengembangan jeruk di Indonesia menunjukkan keempat varietas jeruk keprok tersebut termasuk jeruk
kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun. Pada keprok dataran rendah, namun telah banyak juga
tahun 1998, produksi jeruk di Indonesia sebesar dikembangkan di daerah dataran tinggi (upland).
63.322.222 ton, tahun 1999 sebesar 63.313.914 ton, Tulisan ini merupakan review mengenai potensi
kemudian pada tahun 2000 sebesar 67.362.564 ton pengembangan jeruk keprok dataran rendah yang dapat
(Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran hasil dikembangkan di Indonesia yang memiliki daya saing
Pertanian, 2001). terhadap jeruk impor. Sesuai dengan sasaran program
Jeruk mempunyai nilai komersial tinggi dan besar jeruk nasional adalah diperolehnya produk bermutu tinggi,
kontribusinya pada perekonomian nasional. Pada tahun aman dikonsumsi, mempunyai daya saing pasar dalam dan
2003 tercatat kontribusi jeruk terhadap pendapatan luar negeri serta terbentuknya sentra agribisnis jeruk di
devisa bruto sektor pertanian dan PAD di provinsi Jatim, Indonesia.
Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan sebesar Rp. 2,339
trilliun dari hasil produksi sebesar 1.529.824 ton dengan METODE PENELITIAN
produktivitas 22, 13 ton/ha (Dimyati, 2005). Proyeksi
permintaan terhadap jeruk dalam negeri terus meningkat Penelitian ini dilakukan dengan metode review dari
rata-rata 1,59 – 1, 82 juta ton selama periode tahun 2008- berbagai penelitian yang telah dilakukan. Penelitian
2018. Sudah selayaknya pengembangannya mendapat karakterisasi koleksi plasmanutfah jeruk yang pernah
perhatian lebih serius. Pada tahun 2005, Direktorat dilakukan di Balitjestro menjadi sumber data ragam sifat
Jenderal Hortikultura telah mengembangkan kawasan dan karakter varietas jeruk keprok yang dapat digunakan
sentra agribisnis jeruk baru di 25 propinsi (66 kabupaten)
110 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 109-114

sebagai informasi untuk pengembangan jeruk keprok di dataran rendah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kesesuaian Lahan Tanaman Jeruk

Tabel 1. Kesesuaian lahan tanaman jeruk

Persyaratan penggunaan/ Kelas kesesuaian lahan


karakteristik lahan S1 S2 S3 N
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (°C) 19 - 33 33 – 36 36 - 39 > 39
16 – 19 13 - 16 < 13
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 1.200 - 3.000 1.000 - 1.200 800 - 1.000 < 800
3.000 - 3.500 3.000 - 4.000 > 4.000
Lamanya masa kering (bln) 2,5 - 4 4–5 5-6 >6
Kelembaban (%) 50 - 90 <50; >90
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase baik, sedang agak terhambat terhambat, sangat terhambat,
agak cepat cepat
Media perakaran (rc)
Tekstur agak - sangat halus kasar
kasar,sedang,
agak halus, halus
Bahan kasar (%) < 15 15 – 35 35 - 55 > 55
Kedalaman tanah (cm) > 100 75 – 100 50 - 75 < 50
Gambut:
Ketebalan (cm) < 60 60 – 140 140 - 200 > 200
Ketebalan (cm), jika ada < 140 140 – 200 200 - 400 > 400
sisipan bahan mineral/
pengkayaan
Kematangan saprik+ saprik, hemik, fibrik
hemik+ fibrik+
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) > 16 ≤ 16
Kejenuhan basa (%) ≥ 20 < 20
pH H2O 5,5 - 7,6 5,2 - 5,5 < 5,2
7,6 - 8,0 > 8,0
C-organik (%) > 0,8 ≤ 0,8
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <3 3–4 4-6 >6
Banaty | 111

Tabel 1. Kesesuaian lahan tanaman jeruk (lanjutan)

Persyaratan penggunaan/ Kelas kesesuaian lahan


karakteristik lahan
S1 S2 S3 N
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%) <8 8 – 12 12 - 15 > 15
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm) > 125 100 – 125 60 - 100 < 60
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) <8 8 – 16 16 - 30 > 30
Bahaya erosi sangat rendah rendah – sedang berat sangat berat
Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 - - > F0
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 5 – 15 15 - 40 > 40
Singkapan batuan (%) <5 5 – 15 15 - 25 > 25
Keterangan :
S1: sesuai, S2: agak sesuai, S3 : kurang sesuai, N : tidak sesuai

Penilaian kesesuaian lahan jeruk didasarkan pada


data-data agroekologi yaitu ketinggian tempat, Tanah
temperature, curah hujan dan karakteristik tanah yang Tanaman jeruk membutuhkan pH tanah 5-8
dipadukan dengan persyaratan tumbuh tanaman jeruk (optimum 6) solum (lapisan tanah) cukup dalam
(Tabel 1). Ketinggian tempat dan unsur-unsur iklim (optimum<100cm) kecuali bibit dari cangkokan/stek, tidak
berperan penting dalam pertumbuhan, produksi, dan berpadas/berlapisan kedap, tekstur berpasir, lempung
kualitas jeruk. Karakteristik tanah yang digunakan untuk berpasir, lempung dan lempung berliat (optimum berpasir
menilai kesesuaian lahan jeruk terutama adalah sifat fisik atau lempung berpasir). Tanah-tanah dangkal yang liatnya
tanah karena sifat fisik sulit untuk diperbaiki, sedangkan tinggi dengan drainase dan aerasi jelek harus dihindari
sifat kimia tanah relativ lebih mudah untuk diperbaiki karena dapat menghambat perkembangan akar, defisiensi
melalui pemupukan. unsure dan mengakibatkan penyakit busuk akar
(phytoptora) (Sutopo cit Banaty, 2011).
Tinggi tempat
Ketinggian tempat dapat mencerminkan suhu suatu Karakteristik Jeruk Keprok
daerah. Pada dasarnya jeruk dapat ditanam mulai dari Ada beberapa karakter yang perlu diperhatikan
dataran rendah sampai dataran tinggi tergantung pada dalam pencirian varietas tanaman jeruk diantaranya :
varietasnya. Jeruk keprok Tejakula, keprok siem, keprok bentuk kanopi, bentuk daun, bentuk dan ada tidaknya
Madura, keprok Selayar, manis Pacitan dan besar sayap daun, tepi daun; bunga; buah; bentuk buah, bentuk
Nambangan lebih cocok ditanam di dataran rendah dan ujung buah; biji, dan warna kotiledon (Martasari dan
sedangkan keprok Batu 55, keprok Tawangmangu, keprok Supriyanto, 2005)
Pulung, keprok Garut, manis Punten, lebih cocok ditanam Secara umum jeruk keprok memiliki karakter yang
di dataran tinggi. khas dengan jeruk lainnya terutama dengan jeruk manis.
Jeruk keprok (C. reticulata) memiliki karakter morfologi
Iklim sebagai berikut: daun tanpa sayap (kecil); buah dengan
Tanaman jeruk dapat tumbuh pada daerah yang kulit mudah dikupas; juring mudah dipisah; biji kecil,
mempunyai suhu antara 13-35ºC (optimum 22-33 ºC), polyembrioni dan kotiledon berwarna hijau (Sugiyarto,
curah hujan antara 1000-3000 mm/th (optimum 1500- 1993).
2500 mm/th) dengan bulan kering (<60 mm) antara 2-6 Karakter lain yang dimiliki oleh jeruk keprok adalah
bulan berturut-turut (optimum 3-4 bulan). Perhitungan sebagai berikut: tanaman jeruk keprok berbatang rendah.
lamanya bulan kering sangat penting, karena untuk Tingginya antara 2 – 8 m. tanaman ini ada yang berduri
merangsang pembungaan minimum dibutuhkan bulan ada yang tidak. Tajuk pohon tidak beraturan, dahan kecil,
kering 2 bulan berturut-turut (Sutopo cit Banaty, 2011). cabangnya banyak dan tajuknya rindang. Letak dahan
112 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 109-114

berpencar. Selain berbentuk tunggal, daun jeruk keprok beruang antara 9 – 19 ruangan. Tangkai buah pendek.
berukuran kecil dan bertangkai pendek. Warnanya hijau Kulit buah mudah sekali dikupas sehingga banyak
mengkilat pada permukaan atas, dan hijau muda pada dikonsumsi segar. Buah yang sudah tua warnanya ada
permukaan bawahnya (Martasari dan Supriyanto, 2005). yang hijau tua, hijau muda, atau kuning oranye. Bobot
Tanaman ini berbunga majemuk. Bunga keluar buah jeruk keprok rata-rata dapat mencapai 200 g/buah.
pada ketiak daun atau pada ujung cabang. Bunganya kecil- Selain itu kulit buah juga mengkilat, licin, penuh pori-pori,
kecil dan berbau harum. Tangkainya pendek, daun dan sedikit berbau harum. Daging buah umumnya
pelindungnya kecil. Kelopak berbentuk cawan bulat telur. berwarna oranye, banyak mengandung air, dan baunya
Mahkota bunga 5 lembar, bentuknya bulat telur panjang enak. Rasanya ada yang manis, ada yang asam. Tiap ruang
ke arah pangkal, ujungnya menyempit. Warnanya putih (juring buah) mengandung banyak biji berbentuk bulat
berbintik-bintik dan berkelenjar. Berbunga pada akhir telur terbalik dan mengkilat (Martasari dan Supriyanto,
musim kering (Martasari dan Supriyanto, 2005). 2005).
Bakal buah bentuknya seperti bola, diameternya
0,15 – 0,2 cm. buah yang sudah jadi bentuknya agak besar

Karakteristik Empat Varietas Jeruk Keprok Dataran


Rendah Keprok Tejakula

Keprok Borneo Prima

Cita rasa : Manis, asam dan segar


dengan tingkat
Cita rasa : manis, sedikit kemanisan 9-10° brix
masam,segar dengan Ukuran buah : sedang
tingkat kemanisan 8,5- Warna kulit buah : kuning kehijauan-
11,5° brix kuning
Bentuk buah : bulat agak pipih Warna daging buah : oranye
Ukuran buah : sedang- agak besar Tekstur daging buah : halus
Warna kulit buah : kuning-orange Produktivitas : 30-70 kg/pohon/tahun
Warna daging buah : oranye Area pengembangan : di dataran rendah
Produktivitas (5-7 tahun) : 20-40 kg/pohon/tahun Asal pohon induk : Kec.Tejakula, Kab.
Area pengembangan : dataran rendah Buleleng,Bali
beriklim basah Sentra produksi : Kab. Buleleng
Asal pohon induk : Kec.Rantau Pulung Tahun pelepasan : 1997
Kab.Kutai Timur, Kaltim
Sentra produksi : Kabupaten Kutim,
Nunukan, Berau,
Bulungan.Paser, Kaltim
Tahun pelepasan : 2007
Banaty | 113

Keprok Madura
Keprok Siompu

Cita rasa : manis sedikit


masam, segar Cita rasa : Manis, asam dan segar
dengan tingkat dengan tingkat
kemanisan 9.0-10,5° kemanisan 9-10° brix
brix Ukuran buah : sedang
Bentuk buah : bulat agak pipih Warna kulit buah : kuning kehijauan-
Ukuran buah : sedang, 125-140 gr kuning
Warna kulit buah : kuning Warna daging buah : oranye
Warna daging buah : kuning-orange Tekstur daging buah : halus
Produktivitas : 20 -35 Produktivitas : 40-70 kg/pohon/tahun
kg/pohon/tahun Area pengembangan : di dataran rendah
Area pengembangan : dataran rendah Asal pohon induk : Siompu, Kab.Buton
beriklim kering Sultra
Asal pohon induk : Kec.Larangan, Kab. Sentra produksi : Kab. Buton
Pamekasan Tahun pelepasan : 1997
Sentra produksi : Kab. Pamekasan,
Jatim
Tahun pelepasan : 2002

Potensi Pengembangan Empat Varietas Jeruk Keprok Dataran Rendah

Sumber : Hanif, 2011

Gambar 1. Tabel perkembangan jeruk impor Indonesia (2000-2011 Triwulan 1)


114 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 109-114

Masuknya jeruk impor di Indonesia, sangat cocok untuk daerah dataran rendah yang bersuhu
mengindikasikan bahwa kualitas produk buah lokal panas seperti daerah tersebut. Pada tahun 2010 telah
Indonesia belum bisa menunjukkan keunggulannya dilakukan penanaman jeruk keprok Tejakula dan Madura
dibandingkan dengan buah impor dari luar. Berdasarkan sebanyak 50 ha. Kemudian pada tahun 2013 telah
data BPS (2011), rata-rata pertumbuhan impor jeruk berkembang menjadi 850 ha. Dengan adanya
setiap tahun sejak tahun 2000-2011 sebesar 11 % atau pengembangan jeruk keprok dataran rendah di beberapa
5.099.686 kg (Gambar 1). Peningkatan impor yang sangat wilayah di Indonesia, diharapkan ke depan akan mampu
signifikan tersebut menjadi sebuah tantangan tersendiri memenuhi kebutuhan dalam negri serta dapat
bagi industri jeruk nasional menanggulangi impor buah jeruk yang ada.
Sedangkan apabila kita melihat karakteristik empat
varietas jeruk keprok dataran rendah di atas, pada KESIMPULAN
dasarnya buah lokal Indonesia sanggup bersaing dengan
buah impor baik dalam kualitas maupun harga. Oleh Jeruk keprok dataran rendah mempunyai
karena itu, masih terbuka peluang untuk pengembangan karakteristik dan kualitas yang dapat bersaing dengan
jeruk keprok dataran rendah di berbagai wilayah jeruk impor. Dengan karakteristik tersebut, empat varietas
Indonesia. “Program Keproknisasi Nasional” merupakan jeruk keprok (Borneo Prima, Tejakula, Madura dan
program dari Direktorat Jendral Hortikultura (Dirjen Siompu) masih terbuka potensi untuk dikembangkan di
Hortikultura) Kementerian Pertanian sebagai salah satu berbagai wilayah di Indonesia khususnya di dataran
upaya pemerintah dalam meningkatkan kawasan sentra rendah, dengan memperhatikan kesesuaian lahan yang
produksi jeruk, guna membendung dan mengurangi impor ada.
jeruk kedepannya. DAFTAR PUSTAKA
Beberapa wilayah yang telah menjadi sentra
pengembangan jeruk-jeruk keprok dataran rendah Banaty, O. A, Z. Hanif, E. Budiyati. 2011. Potensi Tanaman Jeruk Sebagai
Pendukung Pengembangan Kawasan Hortikultura di Lahan Pasca
diantaranya adalah Kalimantan Timur dan Kalimantan
Erupsi Gunung Merapi. Prosiding Seminar Nasional HITI, UNS.
Utara. Sejak tahun 2007, petani jeruk di Kalimantan Timur Surakarta 26 – 27 April 2011.
telah dikenalkan dengan varietas baru jeruk keprok lokal Dimyati, A. 2005. Modernisasi Sentra Produksi Jeruk di Indonesia
yang dapat tumbuh dan menghasilkan buah dengan warna (Managemen Produksi, Jaringan Pemasaran dan Pembinaan
Petani). Prosiding Seminar Nasional Jeruk Tropika Indonesia. Batu
oranye pada dataran rendah (± 50 m diatas permukaan
28-29 Juli 2005. 12 : 28.
laut), tidak seperti biasanya jeruk keprok dataran rendah Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
yang berwarna hijau. Daerah asal jeruk keprok, yang diberi 2001. Database Pasar Internasional Hortikultura (1995-2000).
nama Borneo Prima, tersebut adalah Kecamatan Rantau Jakarta.
Fiana, Y., D. N. Purwantiningdyah., M. Rizal. 2015. Kajian Teknologi
Pulung, Kabupaten Kutai Timur. Melalui koordinasi dengan
Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jeruk
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Keprok Borneo Prima di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.
Provinsi Kalimantan Timur, di Kecamatan Rantau Pulung Prosiding Seminar nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia.
akan dikembangkan luasan produksi untuk jeruk keprok ini Jakarta, April 2015. Vol 1: 2.
Hanif, Z., Zamzami L. 2012. Trend Jeruk Impor dan Posisi Indonesia
sampai 500 ha. Pada lima tahun terakhir ini produksi
Sebagai Produsen Jeruk Dunia. Prosiding Workshop Rencana Aksi
komoditas hortikultura di Kalimantan Timur terus Rehabilitasi Agribisnis Jeruk Keprok Soe yang Berkelanjutan untuk
meningkat, dimana pada tahun 2012 mencapai 267,906 Substitusi Impor. Badan Litbang Pertanian. Dirjend Hortikultura
ton, khusunya untuk buah jeruk mencapai 10,557 ton dan ACIAR, Jakarta.
Martasari, C. dan A. Supriyanto, 2005. Jeruk Keprok Tropika Indonesia :
(Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur 2012 cit
Keragaman Kultivar dan Karakter, sentra Produksi dan Teknologi
Fiana dkk., 2015). Inovasinya. Prosiding Seminar Nasional jeruk Tropika Indonesia.
Wilayah lain yang juga menjadi sentra Batu 28-29 Juli 2005.
pengembangan jeruk keprok dataran rendah adalah Murata, T. 1988. Temperature Response in Citrus Fruits After Harvest. In
J. B. Petersen (ed). Post Harvest Handling of Tropical and
kabupaten Tuban, Jawa Timur. Sejak tahun 2010, Badan
Subtropical Fruit Crops. FFTC book. Series no. 37.
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Sugiyarto, M. 1993. Karakteristik Varietas Jeruk harapan. Unpublish.
Kementrian Pertanian, telah memperkenalkan jeruk
keprok varietas Tejakula di Kabupaten Tuban. Varietas ini
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 115-118

RESPON TANAMAN STROBERI VARIETAS LOKAL


BERASTAGI (Fragaria x ananassa Duchesne) TERHADAP
PEMBERIAN KASEIN HIDROLISAT
Oka Ardiana Banaty*, Dosmauli Aruan
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub Tropika
Jl. Raya Tlekung No.1 Junrejo Kota Batu Jatim 65301
*Email : [email protected]

Abstrak - Tanaman stroberi (Fragaria x ananassa Duchesne) merupakan tanaman liar yang ada di pegunungan dan hanya dapat
tumbuh di daerah subtropis. Namun sekarang telah banyak dikembangkan dan dibudidayakan di Indonesia. Pengembangan budidaya
tanaman stroberi di Indonesia terus meningkat namun potensi produktivitasnya masih tergolong rendah dan belum dapat bersaing
dengan negara-negara maju. Untuk meningkatkan produktivitas pada tanaman stroberi dilakukan pemberian pupuk yang mengandung
asam amino dengan dosis yang tepat. Salah satu sumber N organik yang biasa digunakan adalah kasein hidrolisat yang merupakan
gabungan dari 20 jenis assam amino dan ammonium (Mayang at al., 2011). Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan dosis dan
waktu pemberian kasein hidrolisat yang diaplikasikan di tanah terhadap pertumbuhan dan hasil produksi buah stroberi. Penelitian di
lakukan di KP. Tlekung, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Batu, Jawa Timur pada bulan Desember 2013 – April
2014. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 9 perlakuan dengan ulangan 3 kali. Perlakuan
tersebut yaitu kontrol tanpa pemberian kasein hidrolisat (DO), pemberian kasein hidrolisat 5,81 mg/100/ml setiap seminggu sekali
(D1), pemberian kasein hidrolisat 11,62 mg/100/ml setiap seminggu sekali (D2), pemberian kasein hidrolisat 23,31 mg/100/ml setiap
seminggu sekali (D3), pemberian kasein hidrolisat 46,62 mg/100/ml setiap seminggu sekali (D4), pemberian kasein hidrolisat 11,62
mg/100/ml setiap dua minggu sekali (D5), pemberian kasein hidrolisat 23,24 mg/100/ml setiap dua minggu sekali (D6), pemberian
kasein hidrolisat 46,62 mg/100/ml diberikan setiap dua minggu sekali (D7) dan pemberian kasein hidrolisat 93,24 mg/100/ml diberikan
setiap dua minggu sekali (D8). Hasil penelitian diperoleh bahwa pemberian kasein hidrolisat sebanyak 93,24 mg/100/ml tiap dua
minggu sekali (D8) menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan yang lain. Selain itu, pemberian kasein hidrolisat pada dosis tersebut juga memiliki rata-rata bobot buah segar yang lebih
tinggi.

Kata kunci : kasein hidrolisat, pertumbuhan, stroberi

PENDAHULUAN Salah satu cara pengembangan tanaman yang


sering dilakukan adalah pemberian pupuk organik yang
Stroberi merupakan salah satu jenis buah-buahan mengandung asam amino. Asam amino merupakan
yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan mempunyai senyawa organik dengan ukuran molekulnya yang kecil,
banyak manfaat. Produksi stroberi di Indonesia tahun mempunyai gugus NH dan COOH sehingga dapat bersifat
2009 sebesar 19.132 ton dan mengalami perkembangan asam atau basa tergantung pada kondisi pH
produksi 29,87% (5.714 ton) pada tahun 2010, dimana lingkungannya. Fungsi asam amino pada tanaman adalah
jumlah produksi tahun 2010 sebanyak 24.846 ton (Badan sebagai sumber N organik untuk memacu pertumbuhan
Pusat Statistik, 2011). Pengembangan budidaya tanaman tanaman. Salah satu sumber N organik yang biasa
stroberi di Indonesia terus meningkat namun potensi digunakan adalah kasein hidrolisat yang merupakan
produktivitasnya masih tergolong rendah dan belum dapat gabungan dari 20 jenis asam amino dan amonium
bersaing dengan negara-negara maju. (Mayang dkk., 2011). Pemberian dosis asam amino yang
Produksi buah stroberi di Indonesia belum bisa terdapat pada pupuk N dan waktu yang tepat selama
memenuhi permintaan pasar. Budiman dan Saraswati pertumbuhan tanaman dapat meningkatkan produksi
(2008) menyatakan bahwa beberapa swalayan di Jakarta tanaman. Sifat asam amino umumnya mobil, maka untuk
dan luar kota dari Ciwidey hanya bisa menyuplai 15-30 kg mengurangi kehilangan unsur N dalam asam amino karena
stroberi dari jumlah permintaan 60 kg per hari. pencucian maupun penguapan, sebaiknya pemberian
Permintaan buah stroberi dapat dipenuhi dengan asam amino dilakukan secara bertahap (Lingga dan
menampung hasil panen dari petani di sekitar kebun Marsono, 2008).
Ciwidey dan Pangalengan minimal 500 kg setiap tiga hari Asam amino sering sekali digunakan sebagai
ke pabrik selai di Jakarta. Sedangkan di Sulawesi Selatan, sumber nitrogen pada media kultur sel dan kultur
kebutuhan buah stroberi di kota Makasar masih protopasma. Asam amino yang tersedia dalam sel
mengambil dari luar Sulawesi seperti dari pulau Jawa. Hal tanaman merupakan sumber nitrogen yang dapat segera
ini terjadi karena teknologi budidaya yang digunakan digunakan, dimana asam amino akan diserap oleh sel
petani stroberi masih rendah sehingga kualitas dan lebih cepat di banding sumber nitrogen anorganik. Sumber
kuantitas produksi yang dihasilkan juga rendah. nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam
116 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 115-118

media kultur adalah asam amino campuran (casein pupuk kandang dan arang sekam dengan perbandingan
hidrolisat), l-glutamin, l-asparagin dan adenin. Kasein 1:1:1. Penanaman bibit stroberi ditanam di polibag dengan
hidrolisat pada media kultur umumnya digunakan pada leher akar setinggi permukaan tanah. Kasein hidrolisat
konsentrasi antara 0,05-0,1% (Anonymous, 2012). diberikan setelah rumpun dipindah ke lapangan. Waktu
Kasein hidrolisat merupakan senyawa alami yang pemberian kasein hidrolisat dilakukan setiap 1 minggu
biasa digunakan dalam media kultur jaringan untuk sekali dan 2 minggu sekali. Pemberian kasein hidrolisat
meningkatkan pertumbuhan kalus dan embriogenesis dimulai saat rumpun berumur 1 minggu setelah rumpun
somatik pada beberapa spesies tanaman seperti kurma, dipindah ke lapang hingga 14 minggu setelah rumpun
kelapa sawit dan tanaman tahunan. Kasein hidrolisat dipindah ke lapang. Pengamatan dilakukan terhadap
berperan sebagai sumber asam amino dan oligopeptida pertumbuhan dan hasil buah. parameter pengamatan
merupakan suatu produk yang dibuat dari protein keju meliputi tinggi tanaman (cm) per rumpun, jumlah daun
2
(Siregar dkk., 2010). Kasein hidrolisat telah memberikan per rumpun, luas daun (cm ) per rumpun, bobot segar
hasil yang signifikan dalam kultur jaringan. Saat ini buah (g) per rumpun, jumlah buah saat panen per
kebutuhan kasein hidrolisat untuk tanaman stroberi belum rumpun, dan diameter buah per rumpun. Data yang
diketahui secara pasti. Ageel dan Elmeer (2011) diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis uji F
menyatakan bahwa pemberian kasein hidrolisat pada dengan taraf 5 %, apabila ada beda nyata antar perlakuan
konsentrasi 3 g/l dapat meningkatkan berat kalus sawit maka hasil analisis diuji lanjut dengan uji jarak BNT 5%.
hingga 80g.
Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan dosis HASIL DAN PEMBAHASAN
dan waktu pemberian kasein hidrolisat yang diaplikasikan
pada tanah terhadap pertumbuhan dan hasil produksi Tinggi, Jumlah Daun dan Luas Daun Tanaman Stroberi
stroberi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
berbagai dosis dan waktu pemberian kasein hidrolisat
METODE PENELITIAN berpengaruh nyata terhadap variabel pengamatan
pertumbuhan dan hasil tanaman stroberi, kecuali pada
Penelitian dilaksanakan di Screen House Balai parameter jumlah buah saat panen. Analisis ragam
Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Tlekung, menunjukkan bahwa perlakuan berbagai dosis dan waktu
Kecamatan Junrejo, Kota Batu dengan menggunakan pemberian kasein hidrolisat berpengaruh nyata terhadap
polibag. Ketinggian tempat penelitian 950 m di atas tinggi, jumlah daun dan luas daun tanaman stroberi pada
permukaan laut. Penelitian dimulai pada bulan Desember umur 42 hst. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa
2013 sampai dengan April 2014. Alat-alat yang digunakan perlakuan pemberian kasein hidrolisat memiliki tinggi
pada penelitian ini adalah alat pengolah tanah, timbangan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa
analitik, kamera digital, pengaris, jangka sorong, polibag pemberian kasein hidrolisat (D0). Pemberian kasein
(ukuran diameter 10 cm dan 25 cm), hand sprayer dan hidrolisat berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
cetok. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini pada perlakuan dosis 23,31 mg/100/ml per rumpun yang
adalah bibit stroberi varietas Lokal Berastagi dari hasil diberikan setiap 1 minggu sekali (D3). Namun dengan
kultur jaringan meristem, pupuk kandang, pupuk NPK peningkatan dosis hingga 93,24 mg/100/ml per rumpun
16:16:16, arang sekam, tanah, insektisida Prefonofos 500 terlihat tidak berbeda nyata meskipun dapat
g/L, fungisida Propineb 70% dan Tebuconazole 25%. meningkatkan tinggi tanaman hingga 53,33 cm,
Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak meningkatkan jumlah daun hingga 42 helai dan
2
Kelompok (RAK) yang terdiri dari 9 perlakuan dengan meningkatkan luas daun hingga 2187,33 cm . Widyastoety
ulangan 3 kali. Perlakuan tersebut yaitu kontrol tanpa dan Nurmalinda (2010) menyatakan bahwa asam amino
pemberian kasein hidrolisat (DO), pemberian kasein yang terkandung dalam kasein hidrolisat merupakan
hidrolisat 5,81 mg/100/ml setiap seminggu sekali (D1), sumber nitrogen organik yang dapat merangsang
pemberian kasein hidrolisat 11,62 mg/100/ml setiap pertumbuhan dan perkembangan jaringan tanaman.
seminggu sekali (D2), pemberian kasein hidrolisat 23,31 Pemberian asam amino yang terdapat pada kasein
mg/100/ml setiap seminggu sekali (D3), pemberian kasein hidrolisat sebagai bahan dasar pembentukan protein
hidrolisat 46,62 mg/100/ml setiap seminggu sekali (D4), dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman (fungsi
pemberian kasein hidrolisat 11,62 mg/100/ml setiap dua struktural) dan enzim (fungsi metabolisme).
minggu sekali (D5), pemberian kasein hidrolisat 23,24 Peningkatan dosis kasein hidrolisat dapat
mg/100/ml setiap dua minggu sekali (D6), pemberian meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman stroberi.
kasein hidrolisat 46,62 mg/100/ml diberikan setiap dua Hal tersebut terjadi karena semakin tinggi dosis kasein
minggu sekali (D7) dan pemberian kasein hidrolisat 93,24 hidrolisat yang diberikan maka asam amino yang dapat
mg/100/ml diberikan setiap dua minggu sekali (D8). disuplai oleh tanaman juga semakin meningkat.
Penelitian meliputi persiapan bibit, persiapan Peningkatan dosis kasein hidrolisat akan meningkatkan
media tanah, penanaman, pemberian kasein hidrolisat, jumlah klorofil dalam tanaman dan aktivitas fotosintesis.
pemeliharaan dan panen. Media tanam yang digunakan Asam amino yang diserap oleh tanaman dapat mengatur
pada saat penanaman di lahan adalah campuran tanah, stomata secara optimal dengan mengendalikan transpirasi
Banaty dan Aruan | 117

tanaman dan meningkatkan reduksi kabondioksida yang (Supartha, 2012).


akan diubah menjadi glukosa yaitu berupa hasil buah

Tabel 1. Tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun per rumpun pada berbagai dosis dan waktu pemberian kasein hidrolisat
setelah 42 hari setelah tanam (hst)

Pertumbuhan tanaman (42 hst)


Perlakuan Luas
Tinggi Tan (cm) Jml Daun (helai) Daun (cm2)
D0 (Tanpa pemberian kasein hidrolisat) 36,00 a 35,67 a 1400,88 a
D1 (Dosis 5,81 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 1 minggu sekali) 37,67 ab 37,67 ab 1759,32 ab
D2 (Dosis 11,62 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 1 minggu sekali) 39,17 abc 39,33 abc 1811,00 bc
D3 (Dosis 23,31 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 1 minggu sekali) 46,50 cd 42,33 c 2084,56 bc
D4 (Dosis 46,62 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 1 minggu sekali) 45,83 bcd 42,67 c 1993,27 bc
D5 (Dosis 11,62 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 2 minggu sekali) 45,50 bcd 39,00 abc 1923,09 bc
D6 (Dosis 23,24 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 2 minggu sekali) 49,83 d 41,33 bc 1897,24 bc
D7 (Dosis 46,62 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 2 minggu sekali) 48,67 d 42,00 c 2029,36 bc
D8 (Dosis 93,24 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 2 minggu sekali) 53,33 d 42,67 c 2187,33 c
BNT 8,19 3,98 387,36
KK 10,57% 5,71% 12%

Bobot Buah Segar, Jumlah Buah dan Diameter Buah Stroberi

Tabel 2. Bobot buah segar, jumlah buah dan diameter buah per rumpun pada berbagai dosis dan waktu pemberian
kasein hidrolisat

Bobot Jumlah Diameter


Perlakuan
Buah (g) Buah Buah (mm)

D0 (Tanpa pemberian kasein hidrolisat) 110,93 a 22,67 18,58 a


D1 (Dosis 5,81 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 1 minggu sekali) 128,16 ab 28,67 19,00 ab
D2 (Dosis 11,62 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 1 minggu sekali) 166,51 abc 28,67 19,07 ab
D3 (Dosis 23,31 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 1 minggu sekali) 155,33 abc 29,33 21,84 abc
D4 (Dosis 46,62 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 1 minggu sekali) 175,35 bcd 32,33 22,15 bc
D5 (Dosis 11,62 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 2 minggu sekali) 175,35 bcd 31 20,15 ab
D6 (Dosis 23,24 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 2 minggu sekali) 175,35 bcd 25,33 20,61 ab
D7 (Dosis 46,62 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 2 minggu sekali) 211,67 cd 35,33 22,10 bc
D8 (Dosis 93,24 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 2 minggu sekali) 234,75 d 39 24,65 c
BNT 59,84 tn 3,36
KK 20% 19% 9%
Keterangan : Angka dalam kolom yang sama diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji BNT 5%; hst: hari
setelah tanam

Pengaruh pengaplikasian kasein hidrolisat berpengaruh nyata pada perlakuan dosis 46,62 mg/100/ml
menunjukkan berbeda nyata pada parameter bobot buah per rumpun yang diberikan setiap 1 minggu sekali (D4),
segar dan diameter buah, sebaliknya tidak berpengaruh 46,62 mg/100/ml per rumpun diberikan setiap 2 minggu
nyata pada parameter jumlah buah (Tabel 2). sekali (D7) dan 93,24 mg/100/ml per rumpun diberikan
Pemberian kasein hidrolisat berpengaruh nyata setiap 2 minggu sekali (D8) dibandingkan dengan kontrol
terhadap bobot buah mulai dosis 46,62 mg/100/ml per tanpa pemberian kasein hidrolisat (D0). Berdasarkan hasil
rumpun yang diberikan setiap 1 minggu sekali (D4). yang terlihat pada Tabel 1, pemberian kasein hidrolisat
Sedangkan pada parameter diameter buah terlihat sangat jelas dapat meningkatkan luas daun. Meningkatnya
118 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 115-118

luas daun ini dapat menyebabkan bobot segar buah KESIMPULAN


tanaman stroberi juga semakin meningkat (Tabel 2). Hal ini
terjadi karena semakin tinggi asam amino yang diserap Pemberian kasein hidrolisat dapat meningkatkan
tanaman maka luas daun yang dihasilkan oleh tanaman pertumbuhan (tinggi, jumlah daun dan luas daun)
juga akan semakin lebar dan jumlah daun semakin tanaman stroberi varietas Lokal Berastagi pada umur 42
bertambah sehingga proses fotosintesis juga akan semakin hari setelah tanam. Dosis kasein hidrolisat 93,24
meningkat dan bobot segar buah stroberi semakin tinggi. mg/100/ml dengan interval pemberian tiap dua minggu
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Sitompul dan sekali (D8) menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman,
Guritno (1995) menyatakan bahwa bobot segar tanaman jumlah daun, luas daun yang lebih tinggi dibandingkan
berkaitan dengan luas daun tanaman, meningkatnya dengan perlakuan yang lain, namun pemberian kasein
proses fotosintesis menyebabkan luas daun tanaman hidrolisat pada dosis 23,31 mg/100/ml per rumpun yang
semakin lebar sehingga daun dapat menyerap sinar diberikan setiap 1 minggu sekali (D3) sudah terlihat
matahari lebih optimal dan proses metabolisme yang berbeda nyata terhadap kontrol. Pemberian kasein
lainnya dapat berjalan dengan lancar. Semakin tinggi luas hidrolisat menunjukkan beda nyata pada parameter bobot
daun yang dihasilkan oleh tanaman stroberi maka bobot buah segar dan diameter buah mulai dosis 46,62
segar buah stroberi juga akan semakin tinggi. mg/100/ml per rumpun yang diberikan setiap 1 minggu
Pada perlakuan pemberian kasein hidrolisat sekali (D4), namun tidak berpengaruh nyata pada
menunjukkan pertumbuhan tanaman lebih baik parameter jumlah buah.
dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian kasein
hidrolisat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DAFTAR PUSTAKA
perlakuan berbagai dosis dan waktu pemberian kasein Ageel, S., and K. Elmeer. 2011. Effects of Casein Hydrolysates and
Glutamine on Callus and Somatic Embryogenesis of Date Palm
hidrolisat dapat menggantikan fungsi pupuk nitrogen. Hal
(Phoenix dactylifera L.). New York Science Journal 4(7) : 121-125.
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis kasein Anonymous. 2012. Manfaat Asam Amino.
hidrolisat yang diberikan maka kandungan asam amino http://arsipjurnal.blogspot.com/2012 /03/laporan-studi-lapang-
yang diserap untuk pertumbuhan tanaman stroberi akan kultur-jaringan.html. Diakses tanggal 24 Mei 2014.
Badan Pusat Statistik. 2011. Industri Buah Segar. (http://www.bps.go.id).
semakin tinggi. Pemberian dosis kasein hidrolisat tertinggi
Diakses tanggal 15 September 2013.
belum mencapai dosis yang optimal karena tidak ada Budiman, S. dan D. Saraswati. 2008. Berkebun Stroberi Secara Komersial.
terjadi gangguan pada pertumbuhan tanaman. Pemberian Penebar Swadaya. Jakarta.
dosis kasein hidrolisat yang tinggi hingga batas tertentu Lingga, P. dan Marsono. 2008. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar
Swadaya. Jakarta. p 150.
akan menyebabkan hasil yang semakin meningkat
Mayang, R. B., D. Hapsoro., Yusnita dan A. Karyanto. 2011. Regenerasi in
sedangkan pada dosis yang melebihi batas tertentu akan vitro Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) : Induksi dan
menyebabkan hasil tanaman semakin menurun. Proliferasi Kalus, serta Induksi Tunas. Skripsi. Jurusan Agronomi
Kasein hidrolisat memiliki kandungan nitrogen Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.
Molnár, Z., E. Virág, and V. Ördög. 2011. Natural Substances in Tissue
organik lebih banyak dibandingkan dengan kandungan
Culture Media of Higher Plants. Acta Biologica Szegediensis 55(1) :
glutamin dan asam amino lainnya. Unsur hara nitrogen 126-127.
tersebut berperan sebagai penyusun klorofil sehingga Patel, A. J., and G. C. Sharma. 1997. Nitrogen Release Charac-teristics of
meningkatkan proses fotosintesis yang mempengaruhi Controlled Release Fertilizers During a Four Month Soil
Incubation. American Society of Horticul-tural Science 102 : 364-
perkembangan jaringan meristematis daun (Molnár dkk.,
367.
2011). Glisin dan asam glutamat merupakan senyawa yang Siregar, L. A. M., C. Lai-Keng dan B. Peng-Lim. 2010. Pengaruh Kasein
terdapat pada kasein hidrolisat memiliki peranan dalam Hidrolisat dan Intensitas Cahaya terhadap Produksi Biomassa dan
proses pembentukan jaringan tanaman dan klorofil daun. Alkaloid Canthinone di dalam Kultur Suspensi Sel Pasak Bumi
(Eurycoma longifolia Jack). Makara Sains 14(1) : 12-21.
Patel dan Shrama (1997) menyatakan bahwa kandungan
Sitompul, S.M. dan B. Guritno. (1995). Analisis Pertumbuhan Tanaman.
klorofil yang tinggi dapat meningkatkan proses fotosintesis UGM Press. Yogyakarta.
sehingga fotosintant yang dihasilkan meningkat. Hal ini Supartha, I. N Y., G. Wijana dan G. M. Adnyana. 2012. Aplikasi Jenis
dapat menginduksi peningkatan luas daun, jumlah daun, Pupuk Organik pada Tanaman Padi Sistem Pertanian Organik. E-
Jurnal Agroekoteknologi Tropika 1(2) : 98-106.
bobot buah segar dan tinggi tanaman.
Widiastoety, D. dan Nurmalinda. 2010. Pengaruh Suplemen Nonsintetik
terhadap Pertumbuhan Planlet Anggrek Vanda. J. Hort. 20(1) : 60-
66.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 119-123

KEANEKARAGAMAN GULMA PADA POLA DIVERSIFIKASI


KOPI KAKAO DI PROVINSI BENGKULU
Siti Rosmanah*, Afrizon
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu
Jl. Irian Km 6,5 Bengkulu 38119Telp. (0736) 23030, Fax. (0736) 345568
*Email : [email protected]

Abstrak - Kopi merupakan komoditas perkebunan penting di Provinsi Bengkulu. Salah satu sentra pengembangan kopi di Provinsi
Bengkulu adalah Kabupaten Kepahiang. Peningkatan pendapatan petani kopi dilakukan melalui kegiatan diversifikasi antara tanaman
kopi dan kakao, yaitu dengan melakukan penanaman kakao pada areal tanaman kopi yang rata-rata telah berumur tua. Masih
rendahnya produktivitas kopi di Kabupaten Kepahiang selain disebabkan oleh tanaman yang sudah tua juga disebabkan karena
kurangnya pemeliharaan tanaman. Salah satu pemeliharaan yang masih belum dilakukan secara optimal adalah pengendalian gulma.
Agar pengendalian gulma dapat dilakukan secara efektif dan efisien, perlu dilakukan identifikasi jenis gulma dominan pada
perkebunan kopi kakao. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan keanekaragaman gulma pada perkebunan kopi kakao di
Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. Penelitian dilaksanakan di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang Provinsi
Bengkulu pada Juli - September 2013, dengan lokasi lahan seluas 2 ha. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode
kuadrat berukuran 1 x 1 m yang diambil sebanyak 20 titik. Data yang dikumpulkan adalah jenis gulma, jumlah individu dan
kelindungan. Berdasarkan hasil, diperoleh sebanyak 12 jenis gulma yang tersebar pada 7 famili, sebanyak 7 jenis merupakan gulma
golongan berdaun lebar, 3 jenis gulma golongan rumput-rumputan dan masing-masing 1 jenis merupakan golongan teki-tekian serta
paku-pakuan. Indeks keanekaragaman jenis gulma termasuk kategori sedang dengan nilai H1 sebesar 2,20, gulma dengan nilai SDR
tertinggi adalah Setaria plicata (27,75%) dan Borreria alata (22,24%).

Kata kunci : diversifikasi, gulma, keanekaragaman, kopi kakao

PENDAHULUAN ruang dan adanya peristiwa allelopati atau sifat meracuni


tumbuhan lain (Moenandir, 1993). Selian itu, gulma juga
Kopi merupakan salah satu komoditi tanaman dapat menyebabkan penurunan hasil, menurunkan
perkebunan penting di Provinsi Bengkulu. Hingga tahun kualitas hasil, menurunkan nilai dan produktivitas tanah,
2012, tanaman kopi diusahakan oleh sebanyak 2.640 meningkatkan biaya pengolahan tanah, pemupukan,
keluarga dengan produksi rata-rata 750 kg/ha (BPS, 2013). pengeringan hasil, penyimpanan maupun pengangkutan
Dibandingkan dengan produksi nasional maupun wilayah hasil, menurunkan efisiensi pengairan dan pengolahan air,
penghasil kopi lain di Indonesia, produktivitas kopi di dan lain-lain (Departemen Pertanian, 1983). Menurut
Provinsi Bengkulu masih rendah. Salah satu penyebabnya Widiyanti (2013), untuk memperoleh produksi yang tinggi
diduga karena tanaman yang sudah tua (umur tanaman di sangat diperlukan pemeliharaan tanaman antara lain
atas 15 tahun) serta kurangnya pemeliharaan tanaman. pemangkasan dan pengendalian gulma. Pengendalian
Kabupaten Kepahiang merupakan salah satu sentra gulma dilakukan dengan mengetahui jenis gulma dominan,
pengembangan kopi di Provinsi Bengkulu. Total luas areal tumbuhan budidaya utama, alternatif pengendalian,
perkebunan kopi rakyat di Kabupaten Kepahiang adalah dampak ekonomi, ekologi dan parasit (Rambe dkk., 2000).
seluas 25.939 ha atau 28,61% dari total luas perkebunan Berdasarkan hasil penelitian Moenandir (1993)
kopi di Provinsi Bengkulu. Rendahnya produktivitas kopi di jenis gulma yang terdapat pada lahan kopi di Desa
Kabupaten Kepahiang mendorong Pemerinta Daerah Ampelgading Malang adalah Setaria plicata, Paspalum
untuk melakukan pola diversifikasi antara tanaman kopi conjugatum, Ageratum conyzoides, Cynodon dactylon,
dengan tanaman kakao. Dengan adanya pola diversifikasi Imperata cylindrica, Eleusine indica, Cyperus rotundus,
antara tanaman kopi dengan kakao, diharapkan akan Cyperus kilinga, Bidens biternata, Erechtites valerianifolia
meningkatkan pendapatan petani. dan Panicum repens. Menurut Tjitrosoedirdjo dkk. (1984),
Selain karena tanaman yang sudah tua serta jenis gulma yang banyak ditemukan di perkebunan kopi
kurangnya pemeliharaan tanaman, adanya persaingan dan kakao terdiri dari golongan rumput-rumputan dan
antara tanaman kopi dengan gulma juga diduga menjadi golongan berdaun lebar. Golongan rumput-rumputan yang
salah satu penyebab rendahnya produksi kopi di Provinsi banyak ditemukan di perkebunan kopi kakao adalah
Bengkulu. Hal ini sesuai dengan pendapat Moenandir Paspalum conjugatum, Axonopus compresus, Eleusine
(1990), dimana lahan kopi di Desa Ampelgading Malang indica, dan Digitaria spp, sedangkan golongan gulma
yang banyak ditumbuhi gulma menurunkan produksi kopi berdaun lebar adalah Ageratum conyzoides, Mikania spp,
dari 1.250 kg/ha menjadi 700 kg/ha. Hal ini disebabkan dan lain-lain.
karena gulma dapat menyebabkan adanya persaingan Agar pengendalian gulma dapat dilakukan dengan
dengan tanaman untuk memperoleh cahaya, nutrisi, air, efektif dan efisien, maka perlu diketahui jenis gulma
120 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 119-123

dominan pada pertanaman kopi kakao. Hingga saat ini Pengambilan sampel gulma dilakukan dengan
masih sedikit hasil penelitian tentang jenis gulma dominan menggunakan metode kuadrat yang diambil secara acak.
pada perkebunan kopi kakao terutama untuk Provinsi Titik sampling yang diamati sebanyak 20 titik dengan
Bengkulu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ukuran kuadrat 1 x 1 m. Penggunaan kuadrat 1 x 1 m hal
jenis dan keanekaragaman gulma pada pertanaman kopi ini sesuai dengan saran Oosting (1956) dalam Irwanto
kakao di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. (2012), bahwa penggunaan kuadrat berukuran 10 x 10 m
untuk lapisan pohon, 4 x 4 m untuk lapisan vegetasi
METODE PENELITIAN berkayu tingkat bawah (undergrowth) sampai ketinggian 3
m, dan 1 x 1 m untuk vegetasi bawah atau herba. Data
Penelitian dilaksanakan di Desa Suro Bali yang diambil meliputi nama jenis, jumlah individu, dan
Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang Provinsi kelindungan masing-masing spesies.
Bengkulu pada Juli-September 2013. Penelitian Parameter pengamatan yang dianalisis adalah
dilaksanakan pada lahan seluas 2 ha yang merupakan Kerapatan Nisbi Suatu Spesies (KNSS), Dominasi Nisbi
kebun campuran antara tanaman kopi dan tanaman Suatu Spesies (DNSS), Frekuensi Nisbi Suatu Spesies
kakao, dengan tanaman kopi telah berumur 15 tahun dan (FNSS), Nilai Penting (NP) dan Summed Dominance Ratio
tanaman kakao berumur 6 tahun. Penanaman kakao (SDR). Perhitungan parameter tersebut menggunakan
dilakukan diantara tanaman kopi yang telah berproduksi rumus berdasarkan Tjitrosoedirdjo dkk. (1984) dimana :
dengan cara melakukan penebangan setiap dua baris
tanaman kopi.

Kerapatan mutlak jenis itu


KNSS (%) = x 100%
Jumlah kerapatan mutlak semua jenis
Nilai dominansi mutlak suatu jenis
DNSS (%) = x 100%
Jumlah semua petak contoh yang diambil
FNSS (%) = Nilai frekuensi mutlak suatu jenis
x 100%
Jumlah nilai frekuensi mutlak semua jenis
NP = Kerapatan Nisbi + Dominansi nisbi + frekuensi nisbi
SDR = NP/3

Tingkat keanekaragaman gulma dihitung dengan menggunakan Indeks Shannon-Wienner (Prasetyo, 2007).
Rumus yang digunakan adalah :

Keterangan :
1
H = Indeks keanekaragaman
ni = Jumlah individu tiap spesies
N = Jumlah total individu dalam sampel
Nilai tolak ukur indeks keanekaragaman Shannon-Wienner disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai tolak ukur indeks keanekaragaman tanaman


Nilai tolak ukur Keterangan
H’<1,0 Keanekaragaman rendah, miskin, produktivitas sangat rendah sebagai indikasi adanya tekanan
yang berat dan ekosistem tidak stabil.
1,0 < H’ < 3,322 Keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan
ekologis sedang.
H’ > 3,322 Keanekaragaman tinggi, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi, tahan terhadap
tekanan ekologis.
Sumber : Restu (2002) dalam Fitriana (2006)

HASIL DAN PEMBAHASAN jenis terbanyak adalah Mikania micrantha (54 individu)
dan jumlah paling sedikit adalah Neprolepis bisserata (1
Berdasarkan hasil diperoleh sebanyak 12 jenis individu). Jumlah spesies gulma yang ditemukan pada
gulma yang tersebar pada 7 famili (Tabel 2). Jenis gulma perkebunan kopi kakao di Kabupaten Kepahiang lebih
terbanyak pada famili Asteraceae yaitu sebanyak 4 jenis sedikit jika dibandingkan dengan jenis gulma pada kebun
dan Gramineae sebanyak 2 jenis, sedangkan jumlah jenis kopi Arabika di Sumatera Barat yaitu sebanyak 25 spesies,
famili lain masing-masing 1 jenis. Gulma dengan jumlah 11 famili, 21 genus dan 3.114 individu (Yussa dkk, 2015).
Rosmanah dan Afrizon | 121

Berbagai faktor diduga menjadi salah satu faktor tahunnya. Menurut Sukamto (2007), gulma famili
penyebab sedikitnya jenis gulma yang ditemukan pada Asteraceae merupakan gulma tegolong ganas, oleh karena
areal tanaman kopi kakao di Kabupaten Kepahiang. Salah itu gulma famili tersebut seringkali populasinya lebih
satunya adalah kondisi lingkungan tumbuh, dimana dominan dibandingkan dengan tumbuhan liar lainnya
sebagian besar tanah yang berada di bawah tanaman kopi dalam suatu lahan. Salah satu contoh gulma yang
kakao telah ternaungi. Menurut Moenandir (1993), faktor termasuk famili Asteraceae adalah Ageratum conyzoides,
yang mempengaruhi jumlah spesies yang hidup pada dimana gulma ini merupakan salah satu jenis gulma yang
suatu komunitas adalah cahaya, dimana cahaya sangat banyak tumbuh pada lahan pertanian, perkebunan karet,
berpengaruh terhadap jenis dan jumlah individu yang bisa palawija, kopi, tembakau, cengkeh dan kelapa sawit.
tumbuh di tempat tersebut. Pernyataan tersebut didukung Dapat ditemukan hingga ketinggian 3.000 mdpl, meyukai
oleh pernyataan Lubis (1992) bahwa permasalahan gulma intensitas cahaya tinggi dan ternaungi. Ageratum
pada setiap tanaman akan berbeda, hal ini tergantung conyzoides memiliki tekstur biji ringan dengan jumlah biji
pada lokasi, iklim dan cahaya yang diterima. Menurut yang banyak, dapat tersebar dengan bantuan angin dan
Indriana (2009) dalam Yussa dkk. (2015) perbedaan dan cukup mengganggu perkebunan. Tumbuhan ini memiliki
perubahan lingkungan dapat mempengaruhi komposisi daya saing yang tinggi, sehingga dengan mudah tumbuh
komunitas gulma yang menempati suatu daerah tersebut. dimana-mana dan sering menjadi gulma yang merugikan
Menurut Prawiratama (2002), Mikania micrantha para petani (Okunade, 2002).
dapat tumbuh pada daerah yang lembab atau agak kering, Berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks
baik pada areal terbuka ataupun sedikit ternaungi. Dapat keanekaragaman, diperoleh nilai sebesar 2,20. Hal ini
ditemukan pada ketinggian 0-2.000 meter di atas menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis gulma pada
permukaan laut (m dpl). Pada awalnya Mikania micrantha tanaman kopi kakao di Kabupaten Kepahiang berada
dibudidayakan sebagai tanaman penutup tanah di pada tingkat sedang, yang berarti bahwa keanekaragaman
perkebunan, akan tetapi karena penyebaranya yang cukup sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup
cepat, maka gulma ini telah menyebar ke berbagai daerah seimbang, tekanan ekologis sedang (Restu 2002, dalam
pertanian dan menjadi gulma dominan. Hal yang Fitriana, 2006). Menurut Odum (1996) tinggi rendahnya
merugikan dari gulma Mikania micrantha adalah selain keanekaragaman jenis suatu organisme di dalam
dapat berkompetensi dengan tanaman pokok juga dapat komunitasnya tergantung pada banyaknya jumlah individu
mengeluarkan eksudat yang beracun terhadap tanaman yang terdapat pada komunitas tersebut.
lain (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984). Departemen Pertanian Hasil perhitungan Nilai Penting, diperoleh NP
(1983) menambahkan bahwa gulma Mikania micrantha tertinggi pada spesies gulma Setaria Plicata sebesar
biasanya tumbuh di tempat terbuka atau agak teduh 83,25% dengan nilai SDR 27,75%, dan Borreria alata
dengan ketinggian hingga 1.900 m dpl. Sedangkan jenis sebesar 66,72% dengan nilai SDR 22,24%. Tingginya NP
gulma dengan jumlah individu paling sedikit adalah pada gulma Setaria Plicata disebabkan karena jenis gulma
Neprolepis bisserata merupakan jenis paku-pakuan yang ini ditemukan hampir pada setiap kuadrat, hal ini dapat
menyukai tempat tumbuh terbuka atau agak teduh dan dilihat dari tingginya nilai pada kerapatan relatif (17,34%),
sering ditemukan sebagai tumbuhan epifit (Barnes dan dominasi relatif (47,39%) dan frekuensi relatif (18,52%).
Chandapillai, 1972). Setaria Plicata merupakan gulma yang berkembangbiak
Selain terdapat jenis gulma dengan jumlah individu dengan biji atau stek batang. Tumbuh di tempat terbuka
terbanyak, juga terdapat famili gulma dengan jumlah jenis atau agak terlindung dengan ketinggian hingga 900 m dpl
terbanyak. Gulma pada famili Asteraceae merupakan (Departemen Pertanian, 1983).
famili dengan jumlah jenis terbanyak. Famili Asteraceae Gulma Borreria alata adalah jenis gulma dengan NP
merupakan jenis gulma yang dapat berkembangbiak tertinggi setelah Setaria Plicata. Tingginya NP Borreria
melalui biji dan mempunyai kemampuan beradaptasi alata disebabkan karena dominasi yang tingg (47,54%) dan
dengan lingkungan dan berbunga sepenjang tahun ditemukan pada hampir semua kuadrat, hal ini terlihat
(Reader dan Burck, 2000). Menurut Tjitrosoepomo dkk. dari tingginya nilai frekuensi 11,11%. Borreria alata atau
(1987), menyatakan bahwa gulma famili Asteraceae merupakan gulma yang berkembangbiak dengan biji,
termasuk golongan gulma berdaun lebar dan semusim tumbuh pada tempat-tempat terbuka atau agak terlindung
yang menyukai tanah sedikit lembab serta mampu hingga ketinggian 1.700 m dpl (Departemen Pertanian,
menghasilkan biji sebanyak 40.000 pertanaman setiap 1983).

Tabel 2. Komposisi gulma pada lahan perkebunan kopi kakao di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten
Kepahiang Provinsi Bengkulu
No Nama jenis Famili Jumlah individu Golongan
1 Erectites valerianifolia Asteraceae 6 Berdaun lebar
2 Mikania micrantha Asteraceae 54 Berdaun lebar
122 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 119-123

Tabel 2. Komposisi gulma pada lahan perkebunan kopi kakao di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten
Kepahiang Provinsi Bengkulu (lanjutan)
No Nama jenis Famili Jumlah individu Golongan
3 Ageratum conyzoides Asteraceae 14 Berdaun lebar
4 Cynedrella nudiflora Asteraceae 22 Berdaun lebar
5 Cyperus killingia Cyperaceae 9 Teki-tekian
6 Neprolepis bisserata Dennsteadtiaceae 1 Paku-pakuan
7 Ottochloa nodosa Gramineae 14 Rumput-rumputan
8 Cyrtococcum accrescens Gramineae 24 Rumput-rumputan
9 Borreria alata Rubiaceae 20 Berdaun lebar
10 Setaria plicata Poaceae 43 Rumput-rumputan
11 Pepperomia pellucida Piperaceae 36 Berdaun lebar
12 Hydrocotyle asiatica Umbelliferae 5 Berdaun lebar

Tabel 3. Struktur jenis gulma pada pertanaman kopi kakao di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu
Jumlah 1
No Nama jenis Famili KNSS (%) DNSS (%) FNSS (%) NP SDR H
individu
1 Erectites valerianifolia Asteraceae 6 2,42 0,65 7,41 10,47 3,49 -0,09
2 Mikania micrantha Asteraceae 54 21,77 2,39 18,52 42,69 14,23 -0,33
3 Ageratum conyzoides Asteraceae 14 5,65 0,13 5,56 11,33 3,78 -0,16
4 Cynedrella nudiflora Asteraceae 22 8,87 0,19 1,85 10,91 3,64 -0,21
5 Cyperus killingia Cyperaceae 9 3,63 0,65 9,26 13,54 4,51 -0,12
6 Neprolepis bisserata Dennsteadtiaceae 1 0,40 0,01 1,85 2,27 0,76 -0,02
7 Ottochloa nodosa Gramineae 14 5,65 0,33 7,41 13,38 4,46 -0,16
8 Cyrtococcum accrescens Gramineae 24 9,68 0,45 7,41 17,54 5,85 -0,23
9 Borreria alata Rubiaceae 20 8,06 47,54 11,11 66,72 22,24 -0,20
10 Setaria plicata Poaceae 43 17,34 47,39 18,52 83,25 27,75 -0,30
11 Pepperomia pellucida Piperaceae 36 14,52 0,11 7,41 22,03 7,34 -0,28
12 Hydrocotyle asiatica Umbelliferae 5 2,02 0,16 3,70 5,88 1,96 -0,08
1
Indeks keanekaragaman (H ) 2,20
Keterangan :
KNSS = Kerapatan Nisbi Suatu Spesies; DNSS = Dominasi Nisbi Suatu Spesies; FNSS = Frekuensi Nisbi Suatu Spesies; NP = Nilai Penting;
1
SDR = Summed Dominance Ratio; H = Nilai Indeks Keanekaragaman

DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN
Barnes, D.E. dan M.M. Chandapillai. 1972. Common Malaysian Weeds
and Their Control. Kuala Lumpur.
Diperoleh sebanyak 12 jenis gulma yang tersebar
BPS. 2013. Provinsi Bengkulu dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi
pada 7 famili, sebanyak 7 jenis merupakan gulma golongan Bengkulu.
berdaun lebar, 3 jenis gulma golongan rumput-rumputan Departemen Pertanian. 1983. Pedoman Pengenalan Berbagai Jenis
dan masing-masing 1 jenis merupakan golongan teki- Gulma Penting pada Tanaman Perkebunan. Direktorat Jenderal
Perkebunan. Departemen Pertanian.
tekian serta paku-pakuan. Indeks keanekaragaman jenis
1 Fitriana, Y.R. 2006. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di
gulma termasuk kategori sedang dengan nilai H 2,20, Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai
gulma dengan nilai SDR tertinggi adalah Setaria plicata Bali. Jurnal Biodiversitas 7 (1) : 67-72.
(27,75%) dan Borreria alata (22,24%). Indriana, R. 2009. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pada Area Bantaran
Kali Pembuangan di Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak.
[Skripsi]. IKIP PGRI. Semarang.
Lubis, A. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis quineensis Jacq). Pusat Penelitian
Perkebunan. Bandar Kuala-Pematang Siantar Sumatera Utara.
UCAPAN TERIMA KASIH Moenandir, J. 1993. Ilmu Gulma dalam Sistem Pertanian. Grafindo
Persada. Jakarta.
Moenandir, J. 1993. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma (Ilmu
Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan Gulma-Buku I). Rajawali Pers. Jakarta.
kepada Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP selaku Kepala BPTP Moenandir, J. 1990. Pengantar ilmu gulma. Raja Grafindo Persada.
Bengkulu dan kepada Nofi Maniarti, SP selaku THL TB-PP Jakarta.
di Kabupaten Kepahiang yang telah membantu selama Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
kegiatan penelitian.
Rosmanah dan Afrizon | 123

Okunade, A.L. 2002. Ageratum conyzoides L. Asteraceae. Fitoterapia 73: Sukamto. 2007. Babadotan (Ageratum conyzoides) Tanaman Multi Fungsi
1-16. yang Menjadi Inang Potensial Virus Tanaman.
Prasetyo, B. 2007. Keanekaragaman Tanaman Buah di pekarngan Desa http://www.ddbj.nig.ac.jp/. Warta Puslitbangbun. 13 (3):2.
Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Bogor. Jurnal Biodiversitas 8 (1) : Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan
43-47. Gulma di Perkebunan. Gramedia. Jakarta.
Prasetyo, B. 2007. Keanekaragaman tanaman buah di pekarngan Desa Tjitrosoepomo, G., Soerjani, M dan Kostermans. 1987. Weeds of Rice in
Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Bogor. Jurnal Biodiversitas 8 (1) : Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
43-47. Widiyanti, T. 2013. Kondisi Kebun Sumber Benih Kopi (Coffea sp) di
Rambe, T.D, L. Pane, P. Sudharto dan Caliman. 2010. Pengelolaan Gulma Kebun Kalisat Jampit Bondowoso. Balai Besar Perbenihan dan
Pada Perkebunan Kelapa Sawit di PT. Smart Tbk. Jakarta. Proteksi Tanaman Perkebun2an. Surabaya.
Reader dan Buck. 2000. Pertumbuhan Gulma pada Kondisi Lingkungan. Yussa, I.P., Chairul dan Z. Syam. 2015. Analisis Vegetasi Gulma pada
PT. Gramedia Pres. Jakarta. Kebun Kopi Arabika (Coffea arabica L.) di Balingka, Agam,
Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas 4 (1) : 83-89.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 124-127

PERSEMAIAN UMBI Dioscorea SEBAGAI BAHAN TANAM


Solikin
UPT Balai Konservasi Kebun Raya Purwodadi – LIPI
Jl. Raya Surabaya Malang KM 65, Pasuruan, Jawa Timur
Email : [email protected]; [email protected]

Abstrak - Dioscorea memiliki potensi sebagai sumber makanan untuk ketahanan pangan. Penelitian ini bertujuan menentukan
pengaruh pemberian sekam dan penjemuran terhadap pertunasan umbi Dioscorea sebagai bahan tanam. Penelitian dilakukan di
dalam rumah kaca Kebun Raya Purwodadi pada Juni-Desember 2014. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Petak
Terbagi dengan dua perlakuan, yaitu penggunaan sekam sebagai petak utama (J = dengan sekam; T = tanpa sekam) dan lama
penjemuran matahari sebagai anak petak (K0 = tanpa dijemur , K1 = dijemur 1 hari, K2 = dijemur 2 hari dan K3 = dijemur 3 hari ).
Kombinasi kedua perlakuan diulang tiga kali, masing-masing ulangan dan perlakuan menggunakan 10 bulbil. Bahan tanaman yang
digunakan adalah bulbil Dioscorea sansibarensis L. yang tumbuh di Kebun Raya Purwodadi dengan berat segar masing-masing 12-
-1 -1 -1
15 g bulbil (kelompok I), 7-10 g bulbil (kelompok II) dan 2-5 g bulbil (kelompok III). Hasil penelitian menunjukkan ada interaksi
yang nyata antara perlakuan penggunaan sekam dan lama penjemuran matahari terhadap jumlah tunas per umbi, jumlah umbi
bertunas dan berat kering umbi pada pengamatan akhir. Jumlah umbi bertunas tertinggi diperoleh perlakuan JK0 ( sekam dan tanpa
penjemuran) dan TK0 (tanpa sekam dan tanpa penjemuran ), masing-masing 96,67%. Jumlah tunas tiap umbi tertinggi diperoleh
-1
pada perlakuan TK3 (tanpa sekam dan dijemur selama tiga hari) yaitu 4,95 tunas umbi .

Kata kunci : Dioscorea, persemaian, tunas, umbi

PENDAHULUAN Persemaian benih bertujuan untuk memperoleh


bibit tanaman berkualitas yang pada jenis-jenis tanaman
Dioscorea spp. termasuk suku Dioscoreaceae yang tertentu sangat dibutuhkan seperti kentang, jahe, cabai
telah sejak lama dimanfaatkan sebagai salah satu sumber dan beberapa jenis tanaman hortikultura lainnya.
bahan pangan penduduk di beberapa negara di Afrika Rimpang kencur atau temulawak yang akan ditanam,
dan Asia termasuk Indonesia, khususnya di Pulau Jawa dijemur terlebih dahulu selama 2-3 hari kemudian
(Solikin, 1997; 2003a; 2009). Dioscorea juga berpotensi disemai menggunakan sekam (Bahar, 2011; Promosiana
sebagai sumber bahan obat yang menghasilkan senyawa dkk., 2011), Penjemuran juga dilakukan pada umbi
diosgenin ( De dan De, 2005), dioscorin (Hou dkk., 2005), kentang sebelum ditanam (Setiadi, 2009). Penjemuran
antioksidan (Isamah dkk., 2000) dan baik digunakan atau pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air
sebagai makanan bagi penderita diabetes (Grindley dkk., rimpang dan umbi agar tidak mudah terserang penyakit
2002; Sunarsih dkk., 2007). dan membusuk pada saat penyimpanan. Pengurangan
Perbanyakan tanaman memiliki peranan penting kadar air pada bahan tanam juga dapat meningkatkan
dalam pengembangan dan budidaya tanaman untuk perkecambahan biji seperti dilaporkan Banful dkk. (2011)
memenuhi kebutuhan bahan pangan. Perbanyakan bahwa pengeringan udara terbuka (tempat teduh) atau
Dioscorea dapat dilakukan secara generatif dengan bji sinar matahari dapat meningkatkan perkecambahan biji
atau secara vegetatif dengan umbi, stek atau kultur in Annona squamosa, dari 132,33 (biji ditanam langsung)
vitro. Penelitian perbanyakan Dioscorea pernah dilakukan menjadi 155,32 (dijemur matahari selama 3 hari).
Solikin (2001; 2003a; 2003b, 2004; 2006a; 2006b) dengan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
menggunakan biji, umbi, bulbil atau stek, namun menentukan pengaruh pemberian sekam dan penjemuran
perbanyakan dengan biji atau stek memberikan hasil terhadap pertunasan umbi terhadap pertunasan umbi
kurang memuaskan (Solikin, 2003a; 2003b) sehingga Dioscorea sansibarensis L.
disarankan perbanyakan Dioscorea dengan umbi .
Penanaman Dioscorea dengan umbi umumnya METODE PENELITIAN
terkendala adanya masa dormansi umbi yang relatif
lama setelah dipanen yang dapat berdampak pada Penelitian dilakukan di dalam rumah kaca Kebun
kerusakan umbi sebelum bertunas dan siap ditanam. Raya Purwodadi pada bulan Juni-Desember 2014.
Dengan demikian, penyemaian benih umbi sangat Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
diperlukan untuk menangani dormansi umbi dan untuk Petak Terbagi dengan dua perlakuan, yaitu penggunaaan
mendapatkan bibit yang berkualitas. Otoo dkk. (2001) juga sekam sebagai petak utama (J = dengan sekam; T = tanpa
menekankan pentingnya persemaian benih umbi sekam) dan lama penjemuran matahari sebagai anak
Dioscorea spp. sebelum ditanam di lapang. petak (K0 = tanpa dijemur , K1 = dijemur 1 hari, K2 =
dijemur 2 hari dan K3 = dijemur 3 hari ). Kombinasi kedua
Solikin | 125

perlakuan diulang tiga kali, masing-masing ulangan dan peningkatan suhu juga diikuti peningkatan kapasitas
perlakuan menggunakan 10 bulbil. Bahan tanaman yang pertunasan umbi (Ridwan dkk., 2014).
digunakan adalah bulbil Dioscorea sansibarensis L. yang Hasil penelitian menunjukkan ada interaksi yang
tumbuh di Kebun Raya Purwodadi yang memiliki berat nyata antara perlakuan penggunaan sekam dan lama
-1
segar masing-masing 12-15 g bulbil (kelompok I), 7-10 penjemuran matahari terhadap jumlah umbi bertunas,
-1 -1
g bulbil (kelompok II) dan 2-5 g bulbil (kelompok III). jumlah tunas tiap umbi dan berat kering umbi pada
Umbi yang disemai menggunakan sekam padi, pengamatan akhir. Jumlah umbi bertunas tertinggi
ditanam sedalam sekitar 2 cm pada polibag hitam 20 cm x diperoleh perlakuan JK0 (tanpa sekam dan tanpa
15 cm, disiram menggunakan hand sprayer. Sedangkan penjemuran) dan TK0 (tanpa sekam dan tanpa
umbi tanpa sekam di taruh secara merata dalam polibag penjemuran ), masing-masing 96,67%. Ini menunjukkan
hitam 20 cm x 15 cm. Umbi direndam dalam larutan bahwa umbi Dioscorea tidak perlu dijemur matahari,
fungisida selama satu menit dan ditiriskan sebelum cukup diletakkan atau dihamparkan pada ruang terbuka
disemai. Seluruh polibag diletakkan pada tempat teduh dan teduh. Pada percobaan ini, penjemuran matahari
dengan naungan sekitar 80%. Pengamatan dilakukan pada umbi Dioscorea menurunkan jumlah umbi bertunas
terhadap jumlah umbi bertunas, jumlah tunas/umbi dan yang dapat disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan
berat tunas. Berat kering tunas ditimbang setelah dioven kulit umbi yang mengandung calon-calon tunas. Ini
o
pada suhu 80 C selama tiga hari. ditunjukkan pada perlakuan umbi dijemur selama dua
hari dan disemai menggunakan sekam (JK2) menghasilkan
HASIL DAN PEMBAHASAN jumlah umbi bertunas paling rendah yaitu sebesar 33,33%
(Tabel 1). Penjemuran mengakibatkan penyusutan ukuran
Umbi Dioscorea sansibarensis yang disemai tidak dan penurunan kadar air umbi sehingga saat dilakukan
segera bertunas setelah ditanam. Gambar 1 menunjukkan penyiraman akan menyerap dan menyimpan air lebih
bahwa umbi mulai bertunas pada umur sekitar 105 hari besar yang dapat mempercepat proses pembusukan
setelah tanam (HST), kemudian pertunasan umbi pada umbi yang mengalami kerusakan kulit. Hal ini juga
meningkat hingga umur 152 HST. Jumlah tunas setiap dilaporkan oleh Standifer dan Madsen (1997) bahwa
umbi bervariasi antara 2-11 mata tunas tergantung pada perkecambahan biji Myriophyllum spicatum pada
ukuran dan perlakuan pada umbi. Lamanya waktu yang perlakuan kontrol(tidak dikeringkan) paling tinggi (81,6%),
dibutuhkan umbi untuk bertunas menunjukkan adanya sedangkan pada perlakuan biji dijemur pada tempat
masa dormansi umbi (Solikin, 2004;Ovono dkk., 2010; terbuka selama 36 minggu berkecambah paling rendah
Hamadina, 2011). Hamadina(2011) melaporkan bahwa (53,0%). Skirvin dkk. (1995) juga melaporkan bahwa
pertunasan umbi Dioscorea terjadi antara 30-150 hari perkecambahan biji blackberry (Rubus sp.) yang dikering
setelah panen, tergantung pada jenis, lingkungan dan saat udarakan selama 12 jam bertunas lebih sedikit daripada
panen. Solikin (2004) juga melaporkan bahwa bulbil biji yang di tanam langsung, masing-masing 42,7% dan
Dioscorea macroura L. yang ditanam pada bulan 54,5%.
September bertunas 21 - 30 HST. Dormansi umbi ini juga Penjemuran dengan sinar matahari dapat
terjadi pada tanaman kentang (Johnson, 2015) yang dapat meningkatkan jumlah tunas umbi. Tabel 1 menunjukkan
berlangsung antara 85 hingga 105 hari setelah panen bahwa perlakuan umbi yang dijemur selama tiga hari dan
(Pitojo, 2011). disemai dengan sekam (JK3) atau tanpa sekam (TK3)
Umbi yang tidak dijemur bertunas lebih lambat menghasilkan jumlah tunas tiap umbi lebih tinggi
(Gambar 1), utamanya pada perlakuan TK0 (tanpa sekam dibanding perlakuan lainnya, yaitu masing-masing 4,22
dan tidak dijemur). Hal ini menunjukkan bahwa dan 4,95. Pada perlakuan umbi tanpa sekam dan dijemur
penjemuran dengan sinar matahari dapat memacu selama 2 hari (TK2) menghasilkan jumlah tunas tiap umbi
pertunasan umbi. Ovono dkk. (2010) melaporkan bahwa paling sedikit, yaitu 2,75.
pencahayaan dapat mempercepat pertunasan umbi Berat tunas yang dihasilkan tidak menunjukkan
Dioscorea rotundata hingga 5 minggu dibanding umbi adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan (Tabel 1).
yang tidak mendaptkan cahaya. Jumlah tunas yang lebih banyak tidak seiiring dengan
Umbi pada perlakuan JK0 ( sekam dan tanpa peningkatan berat tunas. Perlakuan TK3 yang memiliki
dijemur) lebih cepat bertunas dibanding perlakuan TK0 jumlah tunas paling tinggi (4,95) menghasilkan berat
(tanpa sekam dan tanpa dijemur), masing-masing mulai kering tunas lebih kecil dibanding JK1 yang memiliki
terlihat pada umur 105 HST dan 130 HST. Ini dapat jumlah tunas lebih rendah (2,89) (Tabel 1). Hal ini
disebabkan oleh suhu di sekitar umbi dalam sekam disebabkan oleh ukuran tunas yang dihasilkan pada
perlakuan JK0 lebih hangat dibanding suhu pada perlakuan perlakuan TK3 lebih kecil dibanding JK1, walaupun jumlah
TK0. Ovono dkk. (2010) juga melaporkan bahwa umbi tunas lebih banyak.
o
Dioscorea rotundata pada suhu 25 C bertunas lebih cepat
o
dibanding umbi pada suhu 18 C. Pada umbi kentang,
126 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 124-127

5
4.5
4 JK0

3.5 JK1

3 JK2

2.5 JK3

2 TK0

1.5 TK1

1 TK2

0.5 TK3

0
105 hari 131 hari 152 hari

Gambar 1. Pertunasan umbi Dioscorea sansibarensis L. Pada perlakuan: JK0 (sekam dan tanpa dijemur), JK1 (sekam dan dijemur 1
hari), JK2 (sekam dan dijemur 2 hari), JK3 (sekam dan dijemur 3 hari), TK0 (tanpa sekam dan tanpa dijemur ), TK1 (tanpa sekam dan
dijemur 1 hari), TK2 (tanpa sekam dan dijemur 2 hari), TK3 (tanpa sekam dan dijemur 3 hari)

Tabel 1. Pertunasan umbi Dioscorea sansibarensis L. pada perlakuan cara semai

Perlakuan Umbi bertunas (%) Jumlah tunas/umbi BK tunas (g) BK umbi (g)
JK0 96,67 f 2,84 b 0,04 a 3,16 b
JK1 40,00 b 2,89 b 0,08 a 3,08 b
JK2 33,33 a 3,38 d 0,06 a 2,79 a
JK3 70,00 e 4,22 e 0,06 a 3,40 b
TK0 96,67 f 3,07 c 0,02 a 3,92 b
TK1 43,33 c 4,50 f 0,04 a 3,17 b
TK2 40,00 b 2,75 a 0,03 a 3,33 b
TK3 63,33 d 4,95 g 0,04 a 4,38 c
Keterangan : Angka-angka didampingi huruf sama pada kolom sama tidak berbeda nyata pada Uji DMRT 5%
-1
Berat kering umbi yang rendah (2,79 g umbi ) DAFTAR PUSTAKA
setelah masa pertunasan pada perlakuan JK2 (diberi
sekam dan dijemur 2 hari) disebabkan oleh tingkat Bahar, Y.H. 2011. Standar Operasional Prosedur Budidaya Kencur.
Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat.
pembusukan umbi yang tinggi dibanding perlakuan
Dirjen Hortikultura. Kementerian Pertanian.
lainnya sehingga umbi yang rusak paling banyak. Hal ini Banful, B.,P.Y. Adjei and N.K. Avhiaa, 2011. Effect of Drying on
ditunjukkan juga oleh jumlah umbi yang bertunas paling germination and Seedling Growth of Annona squamosa (Sweet
sedikit diantara perlakuan lainnya, yaitu 33,33% (Tabel 1). sop). Journal of Agricultural Science and Technology. Vol 5(4) :
443-447.
D. De, B. De, 2005. Elicitation of Diosgenin Production of Dioscorea
KESIMPULAN floribunda by Ethylene-Generating Agent, Fitoterapia 76 : 153–
156.
Ada interaksi yang nyata antara perlakuan Hamadina, E.I. 2011. The Control of Yam Tuber Dormancy : a Framework
for Manipulation. IITA, Ibadan, Nigeria. 60 pp.
penggunaan sekam dan lama penjemuran matahari
Hou, W.C., H.J. Chen and Y.H. Lin, 1999. Dioscorins, the Major Tuber
terhadap jumlah tunas per umbi, jumlah umbi bertunas Storage Proteins of yam (Dioscorea batatas Decne), with
dan berat kering umbi. Jumlah umbi bertunas tertinggi Dehydroascorbate Reductase and Monodehydroascorbate
diperoleh perlakuan JK0 ( sekam dan tanpa penjemuran) Reductase Activities, Plant Sci. 149 (1999) 151–156.
Isamah, G.K.,S.O Asagba and A.E. Thomas, 2000. Lipid Peroxidation O-
dan TK0 (tanpa sekam dan tanpa penjemuran ), masing-
Diphenolase, Superoxide Dismutase and Catalase Profile Along the
masing 96,67%. Jumlah tunas tiap umbi tertinggi Three Physiological Region of Dioscorea rotundata Poir. cv, Omi,
diperoleh pada perlakuan TK3 (tanpa sekam dan dijemur Food Chem. 69 (2000) 1–4, doi : 10.1016/S0308-8146(99)00194-6.
-1
selama tiga hari) yaitu 4,95 tunas umbi .
Solikin | 127

Grindley, P.B.A., F.Omoruyi, H.N. Asemota and E.Y.A. Morrisson, 2002. Solikin, 2003a.Yams: Their Potentials and Conservation in East Java.
Carbohydrate Digestion and Intestinal ATPases in Streptozotocin International Botanical Gardens Conference. Eka Karya Botanical
Induced Diabetic Rats Fed Extract of Yam (Dioscorea cayenensis) or Garden. Bali, 15-18 July 2003.
Dasheen (Colocasia esculenta), Nutr. Res. 22 (2002) 333–341, Doi: Solikin, 2003b. Pertumbuhan Vegetatif “gembili” (Dioscorea esculenta
10.1016/S0271-5317(0) 00385-2. (Lour.) Burk.) pada Beberapa Diameter Umbi. Berkala Penelitian
Johnson, S.B. 2015. Selecting, Cutting and Handling Potato Seed. Hayati. Jurusan Biologi. Fakultas MIPA. Universitas Airlangga.
Cooperative Extension Publications University of Maine, 5741 Surabaya. 9(1): 57-59.
Libby Hall, Room 114 Orono, ME). Accesed 13-07-2015. Solikin, 2003c. Variasi Perkecambahan Biji Ubi (Dioscorea alata L.) Akibat
Otoo, J.A., O.O. Okoli and P. Ilona, 2001. Improved Production of Seed Lama Penyimpanan Biji dan Kemasakan Buah. NATURAL Jurnal.
Yam.IITA Research Guide No. 63. IITA Ibadan. Pp. 1 - 4. Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya. 7(1): 53-56.
Ovono, P.O.,C. Kevers and J. Dommes, 2010. Effects of Storage Solikin, 2004. Pertunasan dan Pertumbuhan Dioscorea macroura L. Pada
Conditions on Sprouting of Microtubers of yam (Dioscorea beberapa Berat Umbi dan Konsentrasi KNO3. Natural Jurnal.
cayenensis–D. Rotundata Complex). Comptes Rendus Biologies. Fakultas MIPA. Unibraw. Malang. 8(1) : 22-25.
333 : 28–34. Solikin, 2006a. Perkecambahan dan pertumbuhan gadung (Dioscorea
Pitojo, S. 2011. Penangkaran Benih Kentang. Yayasan Kanisius. hispida Dennst.). Prosiding Seminar Sehari Konservasi dan
Yogjakarta. Pendayagunaan Tumbuhan Daerah Kering II. UPT Balai Konservasi
Promosiana, dkk. 2011. Standar Operasional Prosedur Budidaya Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi – LIPI dan FMIPA Universitas
Temulawak. Dalam : Siregar I dan Hartono B. Direktorat Budidaya Brawijaya. 90-92.
dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat. Dirjen Hortikultura. Solikin, 2006b. Upaya perbanyakan Dioscorea spp. dengan stek.
Kementerian Pertanian. Prosiding Seminar Sehari Konservasi dan Pendayagunaan
Ridwan, I.,P.H.Brown, C.N.Lisson and C.Wahyuni,2014. Effect of Tumbuhan Daerah Kering II. UPT Balai Konservasi Tumbuhan
Temperature and Waterpotential; on Sprout Vigor of potato Kebun Raya Purwodadi – LIPI dan FMIPA Universitas Brawijaya. 93-
(Solanum tuberosum L.) seed tuber. International Journal of 96.
Agricultural System. Hasanuddun University. Vol 2. Issue 2: 103 – Solikin,2009. Dioscorea Sebagai Bahan Pangan. Prosiding Seminar
111. Nasional Peranan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pertanian
Setiadi, 2009. Budidaya Kentang. Penebar Swadaya. Jakarta. dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan. Fakultas Teknologi
Skirvin R.M., M.A.Norton and A.G. Otterbacher,1995. Drying Interferes Pertanian. Universitas Udayana. Denpasar Bali. Agustus 2009. 32-
with Germination of Blackberry (Rubus sp.) Seeds in Vitro M.A.R. 38.
Mian1 HORTSCIENCE, 30(1) : 124–126. Standifer, N.E. and J.D.Madsen, 1997. NOTES : The Effect of Drying
Solikin, 1997. Inventarisasi Dioscorea yang Dapat Dimakan di Kabupaten Period on the Germination of Eurasian Watermilfoil Seeds. J.
Pasuruan. Prosiding Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara. Aquat. Plant Manage. 35 : 35-36.
UPT Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI. Bogor. 190-193. Sunarsih, E.S., Djatmika dan R.S.Utoma, 2007. Pengaruh Pemberian
Solikin, 2001. Perkecambahan Biji Dioscorea alata L. dengan Larutan Infusa Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Terhadap
Kalium Nitrat (KNO3). Prosiding Seminar nasional Konservasi dan Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih. Majalah Farmasi
Pendayagunaan Keanekaragaman Tumbuhan Lahan Kering. Kebun Indonesia, 18(1) : 29 – 33.
Raya Purwodadi-LIPI dan Fakultas MIPA Unibraw. Malang. 102-
104.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 128-133

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN


USAHATANI PADI MELALUI PENDEKATAN PENGELOLAAN
TANAMAN TERPADU (PTT) DI KABUPATEN PENAJAM
PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
1* 2 3
Sriwulan PR. , Darniati Danial , Dhyani Nastiti P.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur
*Email : [email protected]

Abstrak - Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri terutama beras, pemerintah mencanangkan program ketahanan
pangan. Pemerintah bertekad mempercepat upaya peningkatan produksi padi nasional untuk memenuhi kebutuhan pangan yang
terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
merupakan upaya untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani melalui penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi petani
dan lingkungan setempat. Untuk mengetahui tingkat penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dilapangan dilakukan dengan
pendekatan pendampingan PTT komoditas padi sawah. Tujuan kegiatan pendampingan dilaksanakan untuk meningkatan produksi dan
produktivitas padi sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara dengan melakukan demplot di lahan petani serta melakukan survei dan
observasi langsung dan dianalisis secara deskriptif, sedangkan untuk mengetahui tingkat pendapatan dilakukan analisis kelayakan
finansial dan kelayakan perubahan teknologi. Hasil pendampingan dapat meningkatkan produksi sebesar 3,3 ton GKG, yaitu dari 3,1
ton dengan cara sebar kebiasaan petani menjadi 6,4 ton dengan sistem tanam jajar legowo 2:1, sedangkan dari tingkat pendapatan
dapat meningkatkan penerimaan sebesar Rp 9.901.300.

Kata kunci : Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), peningkatan produksi, usahatani padi

PENDAHULUAN varietas unggul seperti Ciliwung secara terus menerus dari


musim ke musim dan dari tahun ke tahun memberikan
Sektor pertanian di Kalimantan Timur merupakan hasil cenderung rendah, penurunan ketahanan genetik
satu diantaranya sektor andalan, dan merupakan sumber dan potensinya.
pertumbuhan yang paling potensial adalah padi. Dalam Penerapan teknologi tingkat petani untuk tanaman
upaya memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri padi masih bervariasi sehingga produktivitas masih belum
terutama beras, pemerintah mencanangkan program maksimal. Permasalahan utama dalam kegiatan usahatani,
ketahanan pangan. Pemerintah bertekad mempercepat adalah : (a) Produktivitas lahan sawah rendah, disebabkan
upaya peningkatan produksi padi nasional untuk karena tata air masih belum baik (belum teratur),
memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat kesuburan tanah dan kemasaman tanah rendah; (b) Tata
seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun air masih belum baik (jelek), karena saluran irigasi hanya
ke tahun melalui ekstensifikasi dan intensifikasi tanaman. berfungsi untuk mengatasi air pada saat musim hujan
Usaha ekstensifikasi dan intensifikasi tidak terlepas dari tinggi (besar); (c) Produktivitas tanaman padi rendah, hal
penggunaan teknologi unggulan. ini disebabkan benih unggul terbatas, perkembangan
Berdasarkan data Dinas PertanianTanaman Pangan tanaman kurang baik (jelek), dan adanya serangan
Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan bahwa produksi organisme pengganggu tanaman (OPT) yang tinggi. (e)
padi di Kalimantan Timur sebesar 561.958 ton dengan Mutu hasil panen rendah, yang disebabkan teknik pasca
total luas lahan panen adalah 128.116 ha dan panen belum tepat, karena alat dan mesin pertanian
produktivitas rata-rata 39,41 ku/ha (Distan Kaltim, 2013). kurang tersedia dan teknik belum dikuasai (tradisional).
Di tingkat penelitian produktivitas padi sawah irigasi Benih unggul terbatas dan tidak tersedia sehingga sumber
mencapai 6-7 ton/Ha, dan padi ladang dan tadah hujan benih yang ada digunakan berulang-ulang oleh petani
mencapai 2-4 ton/Ha (Makarim dkk., 2000) bergantung (lebih dari tiga kali penanaman). Perkembangan tanaman
pada tingkat kesuburan lahan, kondisi lingkungan kurang baik (jelek) disebabkan karena cara tanam dengan
setempat, dan teknologi yang diterapkan. Dari hasil sistem tanam benih langsung (sebar) sehingga
tersebut Kabupaten Penajam Paser Utara memberikan menyulitkan saat perawatan tanaman akibatnya tanaman
kontribusi produksi padi sebesar 12,37 persen (69.523 ton) bersaing dengan gulma dan pertumbuhan tanaman
dengan total luas lahan panen sebesar 13.885 ha dan terganggu. Penerapan pemupukan belum tepat (tidak
produktivitas rata-rata 48,93 ku/ha. Salah satu faktor sesuai anjuran setempat). Sedangkan serangan OPT tinggi
penyebab produksi padi rendah adalah karena disebabkan pengendalian OPT belum tepat terutama
penggunaan benih yang ditanam secara terus menerus. serangan hama tikus, walang sangit, busuk leher, sundep
Menurut Wayan, dkk., 2004, bahwa penggunaan suatu dll. Pada umumnya petani di daerah ini dalam
Rahayu dkk. | 129

melaksanakan kegiatan pemanenan dengan menggunakan HASIL DAN PEMBAHASAN


sabit, dan kegiatan perontokan sebagian besar dilakukan Kondisi Wilayah
dengan menggunaan mesin perontok gabah maupun Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2002, luas wilayah
2
penggilingan padi, namun lantai jemur padi masih terbatas kabupaten Penajam Paser Utara adalah 3.333,06 Km ,
2
karena masih manual (alami) menggunakan alas terpal. yaitu terdiri dari 3.060,82 Km luas daratan dan 272,24
2
Pengelolaan Tanaman terpadu (PTT) merupakan Km luas lautan. Adapun kecamatan yang terluas
upaya untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani wilayahnya adalah kecamatan Penajam yaitu 36,22% dari
melalui penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi luas kabupaten Penajam Paser Utara sedangkan
petani dan lingkungan setempat. Penerapan PTT kecamatan terkecil adalah Kecamatan Babulu dengan luas
berpedoman kepada: (1). Pemahaman masalah yang 11,99% (BPS, 2009).
dihadapi oleh petani, baik yang bersifat teknis maupun Kabupaten Penajam Paser Utara terletak antara
0 0 0 0
sosial-ekonomi, (2). Identifikasi peluang pengembangan 00 48’29’’-01 36’37” LS dan 116 19’30”-116 56’35” BT
usaha dan pilihan teknologi yang sesuai kondisi setempat, dengan batas wilayah yaitu, utara berbatasan dengan
(3). Pengelolaan secara terpadu antara tanaman dengan kabupaten Kutai Kartanegara, timur berbatasan dengan
sumberdaya tanah dan air yang dikaitkan dengan iklim dan kota Balikpapan dan Selat Makasar, selatan berbatasan
ketersediaan sarana produksi setempat, (4). dengan kabupaten Paser dan kabupaten Kutai Timur. Peta
Mengidentifikasi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan ketersediaan lahan, peta penggunaan lahan, peta
petani di wilayah setempat. penggunaan lahan dan peta administrasi kabupaten
Komponen teknologi yang akan di lakukan dalam Penajam Paser Utara tertera pada Gambar 1, 2, dan 3.
pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi adalah : (a) Luas wilayah, jumlah penduduk, kepadatan
Introduksi varietas unggul ; (b) Pengelolaan air melalui penduduk, serta penggunaan tanah di kabupaten Penajam
perbaikan saluran drainase ; (c) Penggunaan alat Bagan paser Utara tahun 2012 tertera pada Tabel 1.
Warna Daun (BWD) untuk menentukan pemberian pupuk Luas tanah menurut fungsinya di kabupaten
urea ; (d) Penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) Penajam Paser Utara dari tahun 2003 hingga tahun 2013
dan hasil analisa tanah untuk menentukan pemberian tidak mengalami perubahan yaitu seluas 313.560,00 Ha
pupuk P dan K ; (e) Pengapuran dan penggunaan pupuk didominasi oleh hutan lebat (60,01%) disusul hutan
organik (kandang/kompos) ; (f) Pengendalian hama belukar (15,97%), sedangkan peruntukan sawah hanya
penyakit terpadu (HPT) ; dan (g) Perbaikan panen dan seluas 1,5 %, Tabel 2.
pasca panen untuk meningkatkan mutu hasil padi. Kabupaten Penajam Paser Utara mempunyai
potensi cukup besar untuk tanaman pangan terutama
METODE PENELITIAN tanaman padi dengan produksi tertinggi yaitu sebesar
62,211.60 ton dan penyumbang terbesar setelah
Kegiatan pendampingan dilaksanakan untuk kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 199,092.70 ton
meningkatan produksi dan produktivitas padi sawah di ditingkat Propinsi Kalimantan Timur. Rata-rata luas panen,
Kabupaten Penajam Paser Utara dengan melakukan produksi dan produktivitas padi menurut kabupaten/kota
demplot di lahan petani. Demplot dilakukan dengan di provinsi Kalimantan Timur tahun 2003-2012 tertera
beberapa acuan PTT diantaranya dengan menggunakan pada Tabel 3.
benih varietas unggul baru dan berlabel, pengaturan Perkembangan luas panen, produksi dan
populasi tanam dengan penanaman sistem jajar legowo produktivitas padi di kabupaten Penajam Paser Utara
2:1 dan ditanam 1-3 tanaman per lubang tanam, tahun 2003-2012 tertera pada Tabel 4. Dari Tabel 4
pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dengan tersebut dalam kurun waktu 10 tahun menunjukkan
melihat status hara, pengendalian OPT (organisme bahwa rata-rata produktivitas sebesar 4,69 ton/Ha terjadi
pengganggu tanaman) dengan pendekatan PHT pertumbuhan sebesar 2,7 %.
(pengendalian hama terpadu), penggunaan bibit muda <21
hari. Untuk melihat kondisi serta situasi wilayah dan Tabel 1. Komposisi luas wilayah, jumlah penduduk, dan
kebiasaan petani dilakukan survei dan observasi langsung. kepadatan penduduk, serta penggunaan tanah tahun 2012 di
Data dan informasi terdiri dari data sekunder dan primer kabupaten Penajam Paser Utara
dikumpulkan melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan
tingkat Provinsi dan Kabupaten, BPS dan sumber lain yang No. Jenis Jumlah
2
relevan, petani, kelompok tani dan informan kunci, seperti 1. Luas Wilayah Daratan (Km ) 3.131,95
PPL, Kontak tani dan informan lainnya kemudian dianalisis 2. Jumlah Penduduk (Jiwa) 152.121,00
2
3. Kepadatan per Km (Jiwa) 45,63
secara deskriptif, sedangkan untuk mengetahui tingkat
4. Luas Wilayah Pemukiman (Ha) 4.203,00
pendapatan dilakukan analisis kelayakan finansial dan 5. Luas Wilayah Hutan (Ha) 166.861,00
kelayakan perubahan teknologi (Swastika, 2004). 6. Luas wilayah Pertanian (Ha) 93.129,00
7. Luas Wilayah Pertambangan (Ha) 506,00
8. Luas Wilayah Lainnya (Ha) 42.214,00
Sumber : Kaltim dalam Angka 2013
130 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 128-133

Tabel 2. Luas tanah menurut fungsi (ha) di kabupaten Penajam


Paser Utara tahun 2008 PETA KETERSEDIAAN LAHAN KABUPATEN
PENAJAM PASER UTARA
No. Penggunaan 2008 Persentase
(%)
1. Pemukiman 2.808,00 0,89
2. Sawah 4.715,00 1,50
3. Pertanian tanah kering 10.740,00 3,43
4. Perkebunan 12.217,00 3,90
5. Kolam/tambak 709,00 0,23
6. Industri 290,00 0,09
7. Pertambangan 48,00 0,02
8. Hutan Lebat 188.175,00 60,01
9. Hutan Belukar 50.075,00 15,97
10. Hutan sejenis 15.253,00 4,86
11. Hutan rawa 2.400,00 0,77
Semak belukar 18.320,00 5,84
Lain-lain 7.810,00 2,49
Jumlah 313.560,00 100,00
Sumber : Kabupaten Penajam Paser Utara dalam angka (2009)
Lahan Tersedia : 43.037 Ha
Izin Lokasi Perkebunan : 57.828 Ha
Tabel 3. Rata-rata Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jenis tanah Dominan : Hapludults
Tanaman Padi di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2003-2012 Landform : Tektonik/Struktural
Bahan Induk : Sedimen
Luas Produkti Relief : Datar/Berombak
Produksi
No Kabupaten Panen vitas
(Ton) Gambar 1. Peta Ketersediaan Lahan Kabupaten Penajam Paser
(Ha) (Ku/Ha)
1 Paser 12,304.0 45,603.4 33.05 Utara Provinsi Kalimantan Timur
2 Kutai Barat 12,941.3 34,885.7 27.25
Kutai 43,562.1 199,092.7 45.77
3 Kartanegara PETA PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN
PENAJAM PASER UTARA

4 Kutai Timur 12,871.7 72,194.0 28.31


5 Berau 10,699.9 29,676.6 27.59
6 Malinau 10,173.3 25,637.7 25.45
7 Bulungan 13,543.9 43,207.8 28.86
8 Nunukan 9,125.3 37,679.5 40.66
Penajam 13,691.4 62,211.6 46.99
9 Paser Utara
10 Balikpapan 198.2 694.7 29.18
11 Samarinda 5,149.2 22,427.8 43.47
12 Tarakan 19.9 72.2 21.00
13 Bontang 119.1 366.3 32.19
14 Tana Tidung 494.5 1,570.3 13.43
15 Kaltim 144,893.8 575,320.3 443.18 Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan di Kabupaten Penajam Paser
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kaltim, 2013 (diolah) Utara

Tabel 4. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas


padi di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2003-2012
Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas
(Ha) (Ton) (Ku/Ha)
2003 9.511 31.153 37,47
2004 11.086 48.374 38,03
2005 13.613 30.666 48,37
2006 15.513 68.486 49,13
2007 16.301 78.,033 48,27
2008 13.437 79.726 49,13
2009 16.018 62.135 49,39
2010 19.022 87.875 50,03
2011 13.368 66.145 51,14
2012 13.885 69.523 48,93
Average 13.691,40 62.211,60 46,99
Trend 5,50 8,36 2,70 Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Penajam Paser Utara
(%/thn) Provinsi Kalimantan Timur
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prov. Katim (2013)
Rahayu dkk. | 131

Kabupaten Penajam Paser Utara mempunyai benih yang ada digunakan ber ulang-ulang (lebih tiga kali
potensi cukup besar untuk tanaman pangan terutama penanaman), perkembangan tanaman kurang baik karena
tanaman padi dengan produksi tertinggi yaitu sebesar cara tanam (dengan cara disebar) sehingga pertumbuhan
62,211.60 ton dan penyumbang terbesar setelah kurang optimal. Perkembangan tanaman kurang baik
kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 199,092.70 ditingkat disebabkan penerapan pemupukan belum tepat (tidak
Propinsi Kalimantan Timur. Rata-rata luas panen, produksi sesuai anjuran setempat). Sementara serangan OPT tinggi
dan produktivitas padi menurut kabupaten/kota di disebabkan pengendalian belum tepat terutama serangan
provinsi Kalimantan Timur tahun 2003-2012 tertera pada hama tikus, walang sangit, busuk leher, sundep dll ; dan
Tabel 3. (4) Mutu hasil panen rendah, yang disebabkan teknik
Sedangkan perkembangan luas panen, produksi pasca panen belum tepat. Dalam pelaksanakan kegiatan
dan produktivitas padi di kabupaten Penajam Paser Utara pemanenan dilakukan dengan menggunakan sabit dan
tahun 2003-2012 tertera pada Tabel 4. Dari Tabel 4 kegiatan perontokan sebagian besar dilakukan dengan
tersebut dalam kurun waktu 10 tahun menunjukkan menggunaan mesin perontok gabah maupun penggilingan
bahwa rata-rata produktivitas sebesar 4,69 ton/ha terjadi padi. Namun lantai jemur padi masih terbatas karena
pertumbuhan 2,7 %. masih manual (alami) menggunakan alas terpal.

Karakteristik Rumah Tangga Petani Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi


Dari hasil wawancara yang dilakukan usia petani Dalam pelaksanaan pendampingan, Demplot PTT
merupakan usia produktif yaitu antara 28 - 59 tahun yang yang dilaksanakan di Kabupaten Penajam Paser Utara
masih melakukan kegiatan. Jumlah anggota keluarga rata- menggunakan varietas Mekongga dan Ciherang dengan
rata adalah 3 orang termasuk kepala keluarga. Semakin label biru dengan luas masing-masing 0,5 ha. Komponen
banyak tanggungan keluarga diperkirakan akan teknologi unggulan PTT padi yang diterapkan meliputi
berpengaruh terhadap beban ekonomi dari keluarga komponen dasar dan pilihan, yaitu :
tersebut. Sementara untuk tingkat pendidikan pada petani 1. Penggunaan Varietas unggul baru, inbrida atau
adalah 46 % lusus SD. hibrida, bermutu dan berlabel
Penguasaan lahan sawah rata-rata seluas 1,1 ha/KK 2. Pengaturan populasi tanaman secara optimum
dengan status penguasaan lahan sawah adalah milik dengan menggunakan pola jajar legowo (jarwo) 2 : 1
sendiri, status penggarapannya adalah 97,06 persen dan tanam bibit 1-2 batang per rumpun dengan
digarap sendiri dan sisanya disewakan. Sementara sumber penggunaan bibit muda umur 17 hari
air yang digunakan untuk irigasi adalah dari hujan. 3. Penentuan dosis pupuk didasarkan pada Bagan
Karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 5. Warna Daun (BWD) serta penggunaan Perangkat Uji
Tanah Sawah (PUTS).
Budidaya Existing 4. Pengendalian OPT (organisme Pengganggu Tanaman)
Di kabupaten Penajam Paser Utara, padi ditanam dengan pendekatan PHT (Pengendalian Hama
dua kali setahun. Varietas yang digunakan adalah varietas Terpadu)
unggul namun telah ditanam beberapa kali sebelumnya. 5. Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok
Pengolahan tanah dilakukan sempurna dengan
menggunakan traktor. Penanaman menggunakan cara Analisis Usahatani Padi dengan pendekatan PTT
penanaman tabela (cara sebar) dilakukan pada sebagian Hasil perhitungan yang dilakukan terhadap teknologi
besar petani dengan alasan penghematan tenaga kerja PTT dan cara petani yang menanam dengan tanam benih
dan biaya, dan hanya pada sebagian kecil petani dengan langsung (tabela) dengan cara disebar. Tabel 7
sistem tanam pindah (tapin). Herbisida dan pestisida menunjukkan bahwa keuntungan atas biaya total
sudah dikenal dan digunakan oleh petani, untuk usahatani dengan menggunakan teknologi rekomendasi
memberantas gulma, hama dan penyakit. PTT adalah Rp 15.642.000/ha/musim, sedangkan dengan
Permasalahan utama dalam kegiatan usahatani, cara disebar (tabela) adalah Rp 5.740.700/ha/musim. Jadi
adalah : dengan menggunakan teknologi rekomendasi PTT
(1) Produktivitas rata-rata adalah 3,7 ton GKP/ha, mendapat tambahan keuntungan sebesar Rp
disebabkan karena tata air masih belum baik (belum 9.901.300/ha/musim atau meningkat 63,3 persen
teratur), kesuburan tanah rendah, dan kemasaman tanah ; Sementara analisis pada Tabel 8 menunjukkan
(2) Tata air masih belum baik (jelek), karena saluran irigasi bahwa perubahan teknologi menghasilkan tambahan
hanya berfungsi untuk mengatasi air pada saat musim penerimaan bagi petani sebesar Rp 11.392.500/ha/musim.
hujan tinggi (besar) sehingga menyebabkan sumber Angka marginal B/C dari perubahan teknologi tersebut
kemasaman tanah belum teratasi dan kebutuhan air tidak adalah sebesar 7,63, menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00
tercukupi optimal. Pada kesuburan tanah rendah tambahan biaya yang disebabkan perubahan teknologi
disebabkan penggunaan pupuk anorganik terbatas dan menyebabkan diperolehnya tambahan penerimaan
penggunaan pupuk organik masih kurang ; sebesar Rp 7,63. Ini berarti bahwa dengan pendekatan PTT
(3) Produktivitas tanaman padi rendah, hal ini disebabkan sangat layak untuk dilakukan.
benih unggul terbatas dan tidak tersedia sehingga sumber
132 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 128-133

Tabel 7. Analisis Usahatani Padi di Kabupaten Penajam Paser


Tabel 5. Karakteristik Rumah Tangga Petani di Kab. Penajam Utara
Paser Utara No Uraian Demplot Cara Petani
No. Karakteristik Responden A. Biaya (Rp)
1. Biaya Produksi (Rp) 1.283.000 1.891.800
1. Umur (tahun) 28 – 59 2. Biaya Tenaga Kerja (Rp) 5.475.000 3.375.000
2. Pendidikan: SD 46 % Jumlah Biaya (Rp) 6.758.000 5.266.800
SLTP 23 % B. Produksi dan Penerimaan
SLTA 31 % 1. Produksi (kg) 6.400 3.145
3. Pengalaman Berusahatani 6 – 30 2. Penerimaan (Rp) 22.400.000 11.007.500
(tahun) 3. Keuntungan (Rp) 15.642.000 5.740.700
4. Jumlah Anggota Rumah Tangga 3 R/C 3,31 2,09
Tani
5. Luas lahan sawah (Hektar) 1,1 Tabel 8. Analisis Parsial Perubahan Teknologi Usahatani Padi di
Sumber : Data Primer diolah Kabupaten Penajam Paser Utara (per ha/musim)
No Losses Jumlah Gains Jumlah
Tabel 6. Budidaya Tanaman Padi di Kabupaten Penajam Paser (Rp) (Rp)
Utara 1. Tambahan (-)608.800 Tambahan 11.392.500
Uraian Padi 2. biaya produksi 2.100.000 penerimaan
Tambahan untuk
Pola Tanam 2 x /tahun tenaga kerja kenaikan
Varietas (n = 34) Silugongo 90 % produksi 3,255
Ciherang 4 % ton
IR 64 6 %
Total Losses 1.491.000 Total Gains 11.392.500
Penggunaan 80 kg/ha Tambahan Keuntungan =
Benih (Rp 11.392.500 – Rp 1.491.000) = Rp 9.901.300
Kualitas Benih Tidak Berlabel (94,12 %) Marginal B/C = (Total Gains) : (Total Losses) =
Berlabel (5,88 %) (11.392.500 : Rp 1.491.000) = 7,63
Sumber Benih Hasil sendiri dan tukar dengan
tetangga (94,12 %), bantuan KESIMPULAN
pemerintah (5,88 %)
Cara Penanaman Disebar (94,12 %) Usahatani padi dengan Pendekatan pengelolaan
Jarak tanam (5,88 %) tanaman terpadu (PTT) memberikan penerimaan Rp
Pengolahan Sempurna (traktor) 22.400.000 /ha/musim, sementara cara petani dengan
tanah disebar (tabela) Rp 11.007.500 /ha/musim atau
Penggunaan meningkat Rp 9.901.300/ha/musim. Angka marginal B/C
pupuk 30 dari perubahan teknologi tersebut adalah sebesar 7,63, Ini
1. Urea (kg) 163 berarti bahwa teknologi dengan menggunakan
2. SP 36 (kg) 0 pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) cukup
3. KCl (kg) 55 layak untuk dilakukan.
4. NPK (kg) 0
5. Pupuk Cair (l) 80 DAFTAR PUSTAKA
6. Pupuk 0
Kandang (kg) Badan Litbang Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Lapang. Pengelolaan
7. Kapur (krg) Tanaman Terpadu (PTT) Padi Lahan Rawa Lebak. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 42 hal.
Penggunaan 5 BPS Kabupaten Penajam Paser Utara. 2009. Kabupaten Penajam Paser
Herbisida (l) Utara dalam Angka. Kabupaten PenajamPaser Utara.
Penggunaan 2-4 BPS Kaltim 2009. Kalimantan Timur dalam Angka 2009.
Pestisida (l) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prov. Kaltim. 2013. Tanaman Pangan
dan Hortikultura dalam Angka Tahun 2013 Data Base dan Statistik.
Alat Panen Sabit bergerigi, sabit Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kaltim. Samarinda.
Pasca Panen Thresher, RPU Departemen Pertanian. 2008a. Panduan Pelaksanaan. Sekolah Lapang
Sumber : Data Primer diolah Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi. Departemen
Pertanian. Jakarta. 38 hal.
Makarim, A.K., U.S. Nugraha, dan U.G. Kartasasmita, 2000. Teknologi
Produksi Padi Sawah. Puslitbangtan, Badan Litbang Pertanian.
Jakarta.
Swastika, D.K.S. 2004. Beberapa Teknik Analisis Dalam Penelitian dan
Pengkajian Teknologi Pertanian. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian, 7(1). PPPSEP, Bogor. P 90-
103.
Rahayu dkk. | 133

Wayan Sabe Ardjasa, Suprapto dan Bambang sudaryanto. 2004. Lampung. Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi. Pusat
Komponen teknologi Unggulan Usahatani Padi Sawah Irigasi di
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Buku Tiga. Hal: 653-666.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 134-137

PERBAIKAN POLA USAHATANI UNTUK MENINGKATKAN


PENDAPATAN MELALUI PROGRAM GERAKAN NASIONAL
(GERNAS) KAKAO DI KABUPATEN NUNUKAN PROVINSI
KALIMANTAN UTARA
Sriwulan P.Rahayu*, Darniati Danial, M. Hidayanto
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur
*Email : [email protected]

Abstrak - Penghasil kakao di Kalimantan Utara banyak diusahakan di wilayah Kabupaten Nunukan dengan luas tanam 11.718 Ha dan
produksi 4.984 ton/tahun, (Disbun Prop.Kaltim, 2012). Kementerian Pertanian telah menargetkan produksi biji kakao nasional 2 juta
ton pada tahun 2020. Namun demikian produktivitas kakao rakyat pada saat ini relatif rendah akibat hama penyakit serta tanaman
yang relatif tua. Oleh karena itu peran serta Pemerintah melalui program Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional
(Gernas) kakao, akan meningkatkan produktivitas kakao rakyat pada berbagai daerah sentra pengembangan kakao rakyat di
Indonesia.Tujuan pendampingan adalah untuk perbaikan kebun kakao di kabupaten Nunukan Kalimantan Utara. Kegiatan yang
dilaksanaman dengan menerapkan paket teknologi tepat guna yang dapat diadopsi oleh petani pengguna. Kegiatan ini dilaksanakan di
Desa Tanjung Harapan dan Desa Sei Nyamuk Kecamatan Sebatik Timur, Kabupaten Nunukan pada bulan Januari-Desember 2013.
Pendampingan dilaksanakan dalam bentuk demplot yaitu dengan pembuatan rorak dan pemupukan pada tanaman kakao pada 5
orang petani dengan menggunakan pupuk NPK, masing-masing seluas 1 hektar. Dari hasil pendampingan diperoleh peningkatan
produksi sebesar 550 kg biji kering dan peningkatan pendapatan sebesar Rp 8.436.000; dengan B/C rasio sebesar 2,26.

Kata kunci : Gernas kakao, Nunukan, Kalimantan Utara, pendapatan petani, pola usaha tani

PENDAHULUAN dapat diandalkan, khususnya dalam hal penyediaan


tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan petani dan
Luas lahan perkebunan khususnya tanaman kakao peningkatan pendapatan negara/devisa. Sebagian besar
di Kalimantan Timur saat ini mencapai 30.641 Ha dengan kakao yang dibudidayakan di Indonesia adalah
produksi 26.855 ton/tahun (Disbun Prop.Kaltim, 2012). perkebunan kakao rakyat yang tersebar di berbagai
Namun demikian dalam beberapa tahun terakhir wilayah pengembangan, sehingga usahatani komoditas ini
produktivitas kakao di Indonesia hanya sekitar 660-900 langsung berkaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat
kg/ha/tahun, masih di bawah produksi optimal yang di pedesaan.
diharapkan bisa mencapai 2000 kg/ha/tahun (Wahyudi Menurut Dormon dkk., (2004) rendahnya
dan Rahardjo, 2008). Diantara faktor penyebabnya adalah produktivitas kakao antara lain disebabkan oleh faktor
umur tanaman yang sudah tua (>20 tahun), penggunaan biologi (hama penyakit) dan sosial ekonomi (harga rendah,
bahan tanam yang kurang baik, teknologi budidaya yang keterbatasan modal, upah tenaga kerja mahal dan
kurang optimal, serta masalah serangan hama dan terbatasnya infrastruktur). Upaya yang perlu dilakukan
penyakit. untuk mengatasi permasalah diatas antara lain melalui
Satu diantara penghasil kakao nasional adalah konservasi tanah dan air, pengelolaan hara tanah,
Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara dengan pemanfaatan bahan organik, integrasi tanaman dan ternak
luas tanam 11.718 Ha dan produksi 4.984 ton/tahun (Subagyono dkk., 2004; Watung dkk., 2003; Garity dan
(Disbun Prov. Kaltim, 2012). Kementerian Pertanian telah Agus, 1999; Dariah dkk., 1993; Erfandy dkk., 1997;
menargetkan produksi biji kakao nasional 2 juta ton pada Fahmudin, 1999; serta penggantian tanaman kakao tua
tahun 2020. Dengan luas perkebunan kakao nasional saat atau rusak dengan tanaman baru varietas unggul.
ini mencapai 1,5 juta ha, target akan bisa dilaksanakan Program Gernas merupakan program multiyear
berdasarkan potensi lahan yang tersedia. Namun demikian dari pemerintah pusat yang bertujuan untuk
produktivitas kakao rakyat pada saat ini relatif rendah meningkatkan produksi dan perbaikan mutu kakao melalui
akibat hama penyakit serta tanaman yang relatif tua. Oleh peremajaan, rehabilitasi, intensifikasi serta pemberdayaan
karena itu peran serta Pemerintah melalui program petani. Gerakan peningkatan produksi dan mutu kakao
Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional nasional dilaksanakan dengan mensinergikan seluruh
(Gernas) kakao, akan meningkatkan produktivitas kakao pemangku kepentingan (stakeholders) sesuai dengan
rakyat pada berbagai daerah sentra pengembangan kakao tugas dan tanggung jawab masing-masing. Kegiatan utama
rakyat di Indonesia. dari program tersebut adalah peremajaan pertanaman
Kakao merupakan satu diantara produk pertanian kakao yang rusak, rehabilitasi pertanaman yang kurang
yang memiliki peran sangat penting dan cukup nyata serta baik, dan intensifikasi pertanaman yang kurang produktif.
Rahayu dkk. | 135

Kegiatan peremajaan diarahkan untuk status kebun yang HASIL DAN PEMBAHASAN
rusak berat yang ditandai dengan tanaman sudah tua (>25
tahun) atau terserang berat oleh hama-penyakit utama Gambaran Umum wilayah Sentra Produksi Kakao
khususnya Vascular Streak Dieback (VSD) dengan Sebagai gambaran umum bahwa, Kabupaten
menggunakan bahan tanaman unggul klonal yang berasal Nunukan yang terletak antara 115°33' sampai dengan
dari proses perbanyakan Teknologi Somatic Embriogenesis 118°3' Bujur Timur dan 3°15'00" sampai dengan 4°24'55"
(SE), sedangkan kegiatan intensifikasi diarahkan pada Lintang Utara merupakan wilayah paling utara dari
kebun yang mempunyai kondisi antara lain tanaman Propinsi Kalimantan Timur (yang sekarang menjadi
berumur sekitar 10 tahun tetapi kondisi tanaman kurang Provinsi Kalimantan Utara). Posisinya yang berada di
terpelihara dengan baik, jumlah tegakan/populasi masih daerah perbatasan Indonesia - Malaysia menjadikan
diatas 70% dari jumlah standar (1.000 pohon/Ha), dan Kabupaten Nunukan sebagai daerah yang strategis dalam
produksi kurang dari 500 kg/Ha/tahun, tanaman terserang peta lalu lintas antar negara. Batas wilayah Kabupaten
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), serta masih Nunukan : Sebelah Utara Berbatasan langsung dengan
memenuhi persyaratan kesesuaian lahan untuk kakao Negara Malaysia Timur-Sabah, Sebelah Timur Laut
(Disbun Prop.Kaltim, 2012). Sulawesi, Sebelah Selatan kabupaten Bulungan dan
Kabupaten Malinau, sebelah Barat berbatasan langsung
METODE PENELITIAN dengan Negara Malaysia Timur-Serawak (Gambar 1).
Kabupaten yang berdiri pada tahun 1999 ini
Pendampingan Gernas Kakao dilaksanakan dengan merupakan hasil pemekaran Kabupaten Bulungan dengan
2
mengoptimalkan sumberdaya yang ada baik berupa lahan luas wilayah 14.263,68 km . Topografi Kabupaten
yang merupakan hamparan yang kompak atau Nunukan cukup bervariasi, kawasan perbukitan terjal
berkelompok maupun dengan melakukan pemberdayaan terdapat di sebelah utara bagian barat, perbukitan sedang
petani melalui pelatihan dan pendampingan, serta di bagian tengah dan dataran bergelombang landai di
pembinaan kelembagaan sehingga paket teknologi yang bagian timur memanjang hingga ke pantai sebelah timur.
diterapkan bisa diadopsi oleh pengguna dan kelembagaan Perbukitan terjal di sebelah utara merupakan jalur
yang terbentuk bisa memfasilitasi dan dimanfaatkan oleh pegunungan dengan ketinggian 1.500 m - 3.000 m di atas
petani dalam berusahatani kakao. permukaan laut. Kemiringan untuk daerah dataran tinggi
Pendampingan Gernas Kakao dilaksanakan di berkisar antara 8 - 15%, sedangkan untuk daerah
kecamatan Sebatik Timur kabupaten Nunukan provinsi perbukitan memiliki kemiringan yang sangat terjal, yaitu di
Kalimantan Utara, dengan melakukan pembuatan rorak, atas 15%. Dengan demikian kemiringan rata-rata berkisar
pemupukan tanaman dengan menggunakan pupuk NPK antara 0 - 50%.
dengan dosis 350-500 kg/ha, pemangkasan cabang yang Kabupaten Nunukan berada di wilayah khatulistiwa
tidak produktiv. yang memiliki iklim tropis, sehingga mengalami 2 musim
Rorak adalah galian yang dibuat disebelah pokok yaitu musim kemarau dan musim penghujan serta
tanaman untuk menempatkan pupuk organik dan dapat dipengaruhi oleh angin muson, yaitu Muson Barat pada
berfungsi sebagai lubang drainase. Rorak dapat diisi bulan Nopember-April dan angin Muson Timur pada bulan
o o
serasah tanaman kakao atau sisa hasil pangkasan dan Mei-Oktober. Suhu udara rata-rata 27,7 C (20,3 C -
o
gulma hingga penuh dan ditutup dengan tanah. Rorak 35,3 C). Kelembaban udara berkisar antara 78,0% - 89,0%,
dibuat pada jarak 75 -100 cm dari pokok tanaman dengan curah hujan rata-rata 215,7 mm (404,8mm pada
tergantung dari lebar teras di pertanaman. Pupuk bulan April - 18,7mm pada bulan Februari).
diberikan 2 kali dalam setahun dengan dosis 350-500 Penduduk Kabupaten Nunukan pada tahun 2010
gr/phn dengan cara meletakkan pupuk di parit atau alur berjumlah 140.841 jiwa dengan kepadatan penduduk
2
yang dibuat mengelilingi pohon dan kemudian mencapai 9,87 jiwa/km .
menutupnya kembali dengan tanah. Pemangkasan Dari sembilan kecamatan yang ada terlihat bahwa
dilakukan setiap bulan pada tunas air dan pemangkasan Kecamatan Sebatik memiliki kepadatan penduduk
2
berat dan ringan dilakukan setiap tiga bulan sekali. tertinggi, yaitu 212,34 jiwa/km diikuti oleh Kecamatan
2
Untuk melihat kondisi serta situasi wilayah dan Sebatik Barat dengan kepadatan 73,03 jiwa/km .
kebiasaan petani dilakukan survei dan observasi langsung Sedangkan untuk kecamatan lainnya, kepadatan
terdiri dari data primer dan sekunder dikumpulkan melalui penduduk yang ada hanya berkisar antara 1,28 – 70,14
2
Dinas dan instansi terkait kemudian dianalisis secara jiwa/km .
deskriptif, sedangkan untuk mengetahui tingkat Ditinjau dari komposisi penduduk menurut jenis
pendapatan dilakukan analisis kelayakan finansial dan kelamin, terlihat bahwa pada tahun 2010 jumlah
kelayakan perubahan teknologi. penduduk laki-laki di Kabupaten Nunukan masih lebih
banyak dibanding perempuan. Ini terlihat dari rasio jenis
kelamin 114,47 artinya pada setiap 100 orang perempuan
terdapat 114 orang laki-laki.
136 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 134-137

Tabel 1. Luas tanam dan produksi tanaman perkebunan di drainase. Ukuran rorak panjang, lebar, dan dalam yaitu :
Kabupaten Nunukan 2010 100cm x 30-75cm x 30cm. Rorak dapat diisi serasah
Komoditas Luas Areal (ha) Produksi tanaman kakao atau sisa hasil pangkasan dan gulma
TBM TM TT/TR Jumlah (ton) hingga penuh dan ditutup dengan tanah. Setelah rorak
Kelapa penuh, harus membuat rorak baru di sebelah lain pokok
458 614 18 1.091 10.179 tanaman, dan pembuatan rorak ini terus dilakukan sampai
Dalam
Kopi 408 601 5 1.044 138 tiba di rorak awal yang sudah siap digali. Kompos yang
Kakao 3.165 7.810 458 11.135 12.886 dihasilkan dari rorak pertama ditaburkan ke piringan
Lada 17 30 - 46 65 tanaman.
Panili 85 - - 85 - Selain konservasi lahan dengan pembuatan rorak,
Kelapa juga kegiatan pemupukan pada tanaman yang belum
38.407 26.613 2,61 65.077 463.058.544
Sawit menghasilkan, tanaman yang telah menghasilkan, dan
Sumber : Kabupaten Nunukan Dalam Angka, 2011
tanaman yang sudah tidak produktif lagi (tanaman tua).
TBM : Tanaman Belum Menghasilkan
Pupuk yang diberikan adalah pupuk NPK. Pupuk diberikan
TM : Tanaman Menghasilkan 2 kali dalam setahun dengan cara meletakkan pupuk di
TT/TR : Tidak Tumbuh/Tumbuh Rusak parit atau alur yang dibuat mengelilingi pohon dan
kemudian menutupnya kembali dengan tanah. Pupuk yang
Tabel 2. Harga rata (Rp/kg) produksi perkebunan di digunakan adalah NPK sebanyak 350-500kg/ha/tahun
Kabupaten Nunukan Tahun 2010 diberikan untuk tanaman umur 0-1 tahun dosis 25-30
No. Jenis Tanaman Harga Rata-Rata gr/phn, umur 1-2 tahun dosis 100-125gr/phn, umur 2-3
(Rp/kg) tahun dosis 250-300gr/phn, dan umur >4 tahun dosis 350-
1. Kelapa 4.000 500gr/phn. Burhansyah dan Puspitasari (2010)
2. Kopi 19.000 merekomendasikan bahwa tanaman kakao di Sekayam
3. Kakao 20.000 Kalimantan Barat pada umur 3-4 tahun di berikan pupuk
4. Lada 50.000 NPK (15:15:15) sebesar 552 g/pohon/tahun dan pada
5. Cengkeh 25.000
umur 4 tahun diberikan 674,7 g/pohon/tahun.
6. Panili 800.000
7. Kelapa Sawit 500 Pengendalian OPT dilakukan pengamatan secara
8. Kayu Manis 15.000 periodik, penyarungan dilakukan setiap ada buah sebesar
9. Kemiri 16.000 baterai besar. Pengendalian dilakukan dengan prinsip
10. Tebu 5.000 pengendalian hama terpadu (PHT).
11. Jambu Mete 55.000
12. Aren 10.000 Analisis Kelayakan Usahatani Kakao
13. Pala 25.000 Hasil perhitungan terhadap teknologi yang
Sumber : Kabupaten Nunukan Dalam Angka, 2011 dilakukan oleh petani kooperator sebelum dan sesudah
dilakukan pendampingan Gernas kakao. Tabel 3
Tabel 1 dan 2 merupakan komoditas tanaman menunjukkan bahwa keuntungan atas biaya total
perkebunan dan harga rata-rata komoditas perkebunan usahatani kakao setelah dilakukan pendampingan adalah
yang ada di kabupaten Nunukan propinsi Kalimantan Rp18.436.000 sedangkan sebelum dilakukan
Utara tahun 2010. pendampingan adalah Rp10.000.000. Jadi dengan
Pertanian merupakan sektor primer yang menggunakan teknologi rekomendasi usahatani kakao,
mendominasi aktivitas perekonomian di Kabupaten petani mendapatkan tambahan keuntungan Rp
Nunukan. Pertanian yang meliputi pertanian tanaman 8.436.000/ha/tahun atau meningkat 84,36 persen, atau
pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan terjadi peningkatan produksi 550 kg atau sebesar 64,71%,
peternakan selalu diupayakan untuk menunjang dengan harga jual Rp 19.000/kg biji kering (7.6 RM)(
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Rahayu dan Sumarmiyati, 2015).
Sementara analisis pada Tabel 4 menunjukkan
Inovasi Teknologi Budidaya Kakao bahwa perubahan teknologi menghasilkan tambahan
Budidaya kakao di tingkat petani pada dasarnya penerimaan bagi petani sebesar Rp10.450.000;/ha/tahun.
sudah diterapkan dengan cukup baik. Upaya untuk Angka marginal B/C dari perubahan teknologi tersebut
meningkatkan produktivitas tanaman kakao dilakukan adalah 5,19 yang menunjukkan bahwa tiap Rp 1,00
melalui penerapan standar teknis budidaya yaitu tambahan biaya yang dikeluarkan sebagai akibat
pemeliharaan tanaman dengan pemangkasan, perubahan teknologi menyebabkan diperolehnya
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit serta tambahan penerimaan sebesar Rp5,19. Ini berarti bahwa
pengendalian gulma, dan konservasi lahan. Dalam perubahan teknologi dalam pendampingan Gernas Kakao
konservasi lahan yang dilakukan adalah dengan sangat layak untuk dilakukan.
pembuatan rorak, yaitu dengan membuat galian yang
dibuat disebelah pokok tanaman untuk menempatkan
pupuk organik dan dapat berfungsi sebagai lubang
Rahayu dkk. | 137

Tabel 3. Analisis kelayakan usahatani kakao di Kabupaten DAFTAR PUSTAKA


Nunukan (perhektar/tahun)
No. Uraian Sebelum (Rp) Sesudah (Rp)
BPPD Kab. Nunukan. 2011. Nunukan Dalam Angka 2011. Badan
A. Biaya : Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Nunukan.
Tenaga kerja 2.223.000 4.902.000 Dariah, A., D. Erfandy, E. Suriadi, dan H. Suwardjo. 1993. Tingkat Efisiensi
dan Efektifitas Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dengan Strip
Saprodi 3.927.000 3.262.000
Vetiver dan Tanaman Pagar Flemingia Congesta Pada Usahatani
Total biaya 6.150.000 8.164.000 Tanaman Jagung. Hal. 83-92 dalam Prosiding Pertemuan Teknis
B. Produksi (kg) 850 1.400 Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. 18-21 Februari 1993.
C. Penerimaan 16.150.000 26.600.000 Puslittanak, Bogor.
D. Pendapatan 10.000.000 18.436.000 Disbun Kaltim. 2012. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Gerakan
E. B/C Ratio 1,63 2,26 Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional (Gernas Kakao).
Dinas Perkebunan Prop. Kaltim 2012.
Dormon E.N.A.,A.Van Huis, C. Leuwis, D.Obeng-Ofori and O.Sakyi-
Dawson. 2004.Causes of low productivity of cocoa in Ghana:
Tabel 4. Analisis perubahan teknologi usahatani kakao di Farmers’ Perspectives and Insights from Research and the socio-
Kabupaten Nunukan (perhektar/tahun) political establishment.NJAS – Wageningen Journal of Life Sciences
No. Losses Jumlah Gains Jumlah 53-3/4: 237–260.
Erfandy, M.D., M. Nur, dan T. Budhyastoro. 1997. Perbaikan Sifat Fisik
(Rp) (Rp)
Tanah Dengan Strip Vetiver dan Pupuk Kandang. Hal. 33-40 dalam
1. Tambahan 2.679.000 Tambahan 10.450.000 Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian
2. tenaga 114.000 penerimaan Tanah dan Agroklimat. Cisarua, Bogor, 4-6 Maret 1997.
3. kerja -779.000 untuk Puslittanak, Bogor.
Fahmudin A., 1999. Kontribusi Bahan Organik Untuk Meningkatkan
Tambahan kenaikan Produksi Pangan Pada Lahan Kering Bereaksi Masam. Prosiding
Pupuk 550 kg Seminar Nasional Sumberdaya Lahan. Cisarua-Bogor, 9-11 Februari
Tambahan 1999. p.81-102.Puslittanak, Bogor.
Pestisida Garrity, D.P. and F. Agus. 1999. Natural Resource Management on
Watershed Scale: What can Agroforestry Contribute? In R. Lal
Total 2.014.000 Total Gains 10.450.000 (Eds.). Integrated Watershed Management in The Global
Losses Ecosystem. CRC Press LLC, Boca Raton, USA.
Rusli Burhansyah dan Melia Puspitasari, 2010. Rekomendasi Kebijakan
Tambahan Keuntungan = Total Gains - Total Losses = Mendukung Gernas Kakao di Kalimantan Barat
http://kalbar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_con
(Rp10.450.000 - Rp2.014.000) = Rp8.436.000
tent&view=article&id=214:kakao&catid=56:rekomendasi-
2011&Itemid=161.
Marginal B/C = (Total Gains) : Total Losses) = Sriwulan Pamuji Rahayu dan Sumarmiyati. 2015. Review : Peluang
Rp10.450.000 : Rp2.014.000 = 5,19 pengembangan Tanaman Kakao di Kecamatan Sebatik Timur,
Kabupaten Nunukan. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat
KESIMPULAN Biodiversitas Indonesia. Depok 20 Desember 2014 Vol.1 No.2
pp.171-393 April 2015. ISSN: 2407-8050 hal.373-377. Surakarta,
2015.
Pendampingan Gerakan Nasional (Gernas) Kakao di Subagyono, K., A. Dariah, T. Budyastoro, N.L. Nurida. 2004.
kabupaten Nunukan dengan menerapkan standar teknis Pengembangan Teknologi Konservasi Untuk Peningkatan
budidaya yaitu pemeliharaan tanaman dengan Produktivitas Tanaman Perkebunan di Lahan Kering Kabupaten
Ende. Kerjasama antara: Poor Farmers’ Income Improvement
pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit serta
through Innovation (PFI3P) dengan Pusat Penelitian dan
pengendalian gulma, dan konservasi lahan dengan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian,
pembuatan rorak diantara pokok tanaman dan Jakarta.
pemupukan NPK dengan dosis 350-500 kg/ha/tahun dapat UPTBPPPK Sebatik. 2013. Programa Penyuluhan. Unit Pelaksana Teknis
Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Sebatik.
meningkatkan produksi sebesar 550 kg atau sebesar
Watung, R.L., T. Vadari, Sukristiyonubowo, Subiharta, and F. Agus. 2003.
64,71%, dan peningkatan pendapatan sebesar Managing Soil Erosion in Kaligarang Catchment of Java, Indonesia.
Rp8.436.000/ha/tahun. Phase 1 Project Completion Report. International Water
Management Institute (IWMI). South East Asia Regional Office,
Bangkok.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 138-143

IDENTIFIKASI JENIS DAN POPULASI HAMA, MUSUH


ALAMI, SERTA TINGKAT KERUSAKAN YANG DITIMBULKAN
PADA FASE GENERATIF PADA KACANG HIJAU
Tantawizal*, Yusmani Prayogo
Balai Penelitian Tanaman Aneka kacang dan Umbi Malang
Jln. Raya Kendalpayak, P.O. BOX. 66 Malang, 65101
*Email : [email protected]

Abstrak - Produktifitas kacang hijau di dalam negeri masih rendah, salah satu penyebabnya adalah serangan hama. Peran serangga
bermanfaat (musuh alami) seperti predator dan parasitoid perlu dikembangkan guna mengurangi dampak negative akibat penggunaan
pestisida yang kurang bijaksana. Penelitian bertujuan untuk untuk mengidentifikasi jenis serangga hama dan serangga bermanfaat
(musuh alami) pada pertanaman kacang hijau pada fase pembentukan dan pengisian polong serta tingkat kerusakan yang ditimbulkan.
Penelitian dilakukan di kebun percobaan (KP) Ngale, Kabupaten Ngawi. Jawa Timur pada bulan Juli sampai dengan Sepetember
2015.Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), ulangan lima kali. Perlakuan adalah sebagai berikut, Proteksi penuh
menggunakan insektisida kima mulai awal pertumbuhan - panen (P1), Proteksi penuh menggunakan insektisida mulai 35 hst - panen
(P2), dan tanpa pengendalian (P3). Pengamatan serangga dilakuakan dengan cara pengamatan langsung, sticky trap, dan fitpall trap.
Hasil penelitian menunjukkan pada pengamatan lansung terdapat tiga spesies hama yaitu M. testulasis, L. suturellus, dan Emposca.
Dan tiga jenis predator yaitu Coccinella sp, ordo Aranaida, dan Ordo Hymenoptera. Pada sticky trap teridentifikasi enam ordo yaitu
Diptera, Colleoptera, Hymenoptera, Homoptera, Hemyptera, dan Orthoptera. Pada Fitpall trap teridentifikasi enam ordo yang
terperangkap yaitu Diptera, Colleoptera, Hymenoptera, Homoptera, Hemyptera, dan Orthoptera. Perlakuan aplikasi pestisida sangat
mempengaruhi populasi serangga hama maupun musuh alami, persentase kerusakan polong menunjukkan pada kondisi tertentu
pengendalian hama tidak bisa hanya mengandalkan peran musuh alami saja, oleh karena itu penggunaan insektisida secara bijaksana
(didasarkan pada jenis dan populasi hama sasaran) masih sangat diperlukan.

Kata kunci : kacang hijau, L. suturellus, M. testulalis, musuh alami, predator

PENDAHULUAN predator sangat bergantung pada sistem budidaya,


termasuk aplikasi insektisida (Taulu 2001). Oleh karena itu,
Kacang hijau merupakan komoditas tanaman penggunaan insektisida kimia dalam mengendalikan hama
pangan yang mempunyai nilai strategis dan ekonomi harus dilakukan dengan bijaksana sehingga dampak
tinggi. Minat petani untuk komoditas kacang hijau cukup negatif yang ditimbulkan dapat dikurangi.
baik, hal ini terlihat dari luas pertanaman yang relatif stabil Coccinella repanda (Colleoptera) merupakan
dibandingkan komoditas kedelai, kondisi tersebut predator yang banyak ditemukan pada beberapa jenis
disebabkan salah satunya karena harga kacang hijau yang tanaman seperti kedelai, kacang hijau, padi, dan tanaman
menguntungkan bagi petani dan kebutuhan air yang palawija lainnya. Keberadaan predator ini tidak
rendah, sehingga sangat cocok untuk ditanam pada lahan dipengaruhi oleh jenis tanaman akan tetapi dipengaruhi
sawah setelah tanaman padi. Meskipun demikian, oleh keberadaan serangga mangsanya. Kumbang C.
produksi kacang hijau dalam negeri masih belum repanda berukuran antara 7-8 mm, bersifat rakus, dan
mencukupi kebutuhan dalam negeri, sehingga untuk aktif memangsa kutu daun. Larva dan imago kumbang C.
mencukupi kebutuhan pada tahun 2011 masih diperlukan repanda juga memangsa berbagai serangga dari Ordo
impor 39 ribu ton (Ditjen Tanaman Pangan 2012). Salah Hemiptera, Famili Coccidae, Pseudococcidae, Diaspidae,
satu kendala rendahnya produksi kacang hijau adalah Aphididae. dan aktif pada siang hari antara pukul 09.00-
adanya serangan hama. 13.00 (Tobing dkk., 2007).
Jenis hama penting pada tanaman kacang hijau Predator yang tidak kalah penting adalah Paederus
yaitu hama penggerek polong Maruca testulasis dan hama fuscipes Curtis (Coleoptera: Staphylinidae) yang
pemakan polong Longitarsus suturellus. serangan hama M. memangsa telur dan larva Helicoverpa armigera, larva
testulasis pada fase generatif dapat menyebabkan Spodoptera litura dan Bemisia tabaci (Tengkano dkk.,
kehilangan hasil mencapai 1,3 t/ha (Indiati 2000). 2004). Pada tanaman padi serangga ini memangsa wereng
Pemanfaatan predator sebagai salah satu coklat dan beberapa serangga hama kecil lain seperti kutu
komponen pengendalian hama terpadu untuk mengurangi dan aphid. Serangga ini aktif pada siang hari untuk
penggunaan pestisida kimia sangat perlu dikembangkan mencari mangsa pada pertanaman, sedangkan pada
guna menekan dampak negatif yang ditimbulkan pestisida malam hari serangga ini tertarik pada cahaya lampu.
kimia. Untuk mengoptimalkan peran predator di lapangan Untuk meningkatkan peran musuh alami atau
sangat dipengaruhi oleh jenis dan frekwensi aplikasi serangga bermanfaat pada pertanaman kacang hijau tidak
pestisida kimia. Hal ini disebabkan karena kelimpahan bisa terlepas dari kegiatan pengendalian hama
Tantawizal dan Prayogo | 139

menggunakan pestisida kimia, oleh karena itu perlu alcohol 95% dan dibawa ke laboratorium untuk
dilakukan kajian dan penelitian tentang jenis dan populasi diidentifikasi jenis dan populasinya
serangga hama dan musuh alami pada pertanaman kacang 3. Sticky trap: atau yello trap berukuran 20 x 20 cm
hijau serta dampak aplikasi insektisida kimia terhadap dipasang pada tiga titik tiap plot dengan posisi
keragaman jenis dan populasi. Penelitian ini bertujuan permukaan berlawan dengan arah angin. Sticky trap
untuk mengidentifikasi jenis serangga hama dan serangga dijutukan untuk mengetahui jenis dan populasi
bermanfaat (musuh alami) pada pertanaman kacang hijau seranga yang terbang dipermukaan tanaman.
pada fase pembentukan dan pengisian polong serta Serangga yang terperangkap selanjutnya dibawa ke
tingkat kerusakan yang ditimbulkan. laboratorium untuk diidentifikasi jenis dan
populasinya
METODE PENELITIAN 4. Sweep net: digunakan untuk menangkap serangga
yang aktif terbang atau yang berada pada tanaman,
Penelitian dilakukan di kebun percobaan (KP) dilakukan dengan cara diayunkan lima kali ayunan
Ngale, Kabupaten Ngawi. Jawa Timur. pada bulan Juli tungal/titik pengamatan tiap plot.
sampai dengan Sepetember 2015. Percobaan
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), ulangan HASIL DAN PEMBAHASAN
lima kali. Perlakuan adalah sebagai berikut:
1. Proteksi penuh menggunakan insektisida kima mulai Pengamatan Langsung
awal pertumbuhan - panen (P1) Hasil pengamatan diperoleh tiga serangga hama
2. Proteksi penuh menggunakan insektisida mulai 35 dan tiga musuh alami. Populasi serangga hama tertinggi
hst - panen (P2) ditemukan hama daun Empoasca sp dengan populasi
3. Tanpa pengendalian (P3) tertinggi dibandingkan serangga lainnya, populasi
Jenis insektisida yang digunakan adalah fipronil Empoasca sp pada perlakuan yang diaplikasikan pestisida
untuk hama daun dan lamda sihalotrin untuk hama baik yang diaplikasikan dari awal pertumbuhan sampai
polong. panen maupun yang diaplikasikan mulai umur 35 hst lebih
Kacang hijau MLG 129 ditanam dengan jarak tanam tinggi dibandingkan pada pertanaman yang tanpa
40 x 15 cm, dua biji tiap lubang. Diberikan perlakuan pengendalian, hal ini disebabkan karena jenis pestisida
fungisida untuk mengendalikan penyakit tular tanah. yang digunakan tidak efektif dan bukan hama sasaran,
Pupuk diberikan bersamaan tanam dengan dosis 37,5 kg selain itu, hal ini menunjukkan adanya perang predator
N/ha; 73,5 P2O5/ha; 37,5 K2O/ha. Penyiangan dilakuakan Coccinella sp karena Empoasca sp merupakan salah satu
secara manual pada 14 dan 28 hst. mangsanya (Gambar 1).
Variabel yang diamati adalah: Perlakuan aplikasi pestisida berampak terhadap
1. Populasi dan jenis serangga permukaan tanah, pada populasi hama polong M. testulasis dan L. suturellus hal ini
tanaman dan yang terbang di atas pertanaman mulai terbukti dengan populasinya lebih tinggi pada perlakuan
umur 28 hst (sticky trap) 45 hst (fitpall trap) dan 55 tanpa pengendalian, akan tetapi aplikasi mulai umur 35
(pengamatan lansung) hst untuk mengendalikan hama polong lebih
2. Tingkat kerusakan yang ditimbulkan pada polong menguntungkan dibandingkan yang diaplikasikan dari awal
kacang hijau pertumbuhan baik dari segi biaya maupun dalam menekan
populasi hama.
Pengamatan serangga dilakuakan dengan cara: Selain menekan populasi hama, aplikasi pestisida
1. Pengamatan langsung: dilakuakan dengan cara juga berdampak negatif salah satunya yaitu terbunuhnya
mengamati populasi danjenis serangga yang terdapat serangga berguna (musuh alami). Hal ini terlihat dari
pada tanaman kacang hijau. Tiap plot diamati sampel populasi musuh alami rata-rata menunjukkan bahwa pada
lima tanaman. Pengamatan dilakukan pada kondisi pertanaman yang diaplikasikan pestisida populasinya lebih
polong sudah mulai berisi (55 hst) rendah dibandingkan dengan tanpa aplikasi, frekwensi
2. Fitpall trap: menggunakan gelas plastic berisi air aplikasi pestisida juga berpengaruh terhadap populasi
dicampur dengan deterjen 25% yang dibenamkan di musuh alami hal ini terlihat pada perlakuan aplikasi dari
dalam tanah selama 24 jam pada tiga titik tiap awal pertumbuhan tanaman populasi musuh alami lebih
plotnya. Dengan tujuan untuk mengetahui jenis dan rendah dibandingkan dengan yang diaplikasikan mulai
populasi serangga permukaan tanah. Trap dipasang umur 35 hst. Selain akibat aplikasi pestisida populasi
pada 45 dan 55 hst. Serangga yang terperangkap musuh alami juga dipengaruhi oleh terbunuhnya hama
selanjutnya dimasukkan kedalam botol yang berisi mangsa.
140 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 138-143

Hama Musuh Alami


8.0 2.5
7.0
2.0
6.0
Ekor/ 5 tanaman

5.0 P1
1.5
4.0 P2
3.0 1.0 P3
2.0
0.5
1.0
0.0 0.0
M. testulasis L. suturellus Empoasca sp Coccinella Hymenoptera Aranaida
Gambar 1. Jenis dan populasi serangga yang teridentifikasi hasil pengamatan langsung pada tanaman tua (sudah terbentuk polong)

Sticky Trap

P1 P2
25
20
20
15
15
Ekor/trap
Ekor/trap

10 10
5 5
0 0

-5 0 2 4 6 -5 0 1 2 3 4 5
Umur tanaman Umur tanaman

P3 Keterangan
25

20 Diptera Umur tanaman:


1. 35 hst
Ekor/trap

15 Colleoptera 2. 42 hst
Hymenoptera 3. 49 hst
10 4. 56 hst
Homoptera
5
Hemyptera
0 Orthoptera
0 1 2 3 4 5
Umur tanaman
Gambar 2. Jenis dan populasi serangga yang ditemukan hasil pada Sticky trap pada 35,42,49 dan 56 hst (sudah terbentuk polong)

Jenis serangga yang terperangkap pada sticky trap Sedangkan pada perlakuan tanpa aplikasi pestisida
rata-rata serangga stadia imago yang aktif terbang, dari menunjukkan tren populasi yang relative stabil.
komposisi jenis seranga yang terperangkap tidak terdapat Jenis serangga yang terperangkap terdiri dari enam
perbedaan, namun dari jumlah populasinya terlihat jelas ordo yaitu: Diptera, Colleoptera, Hymenoptera,
pengaruh aplikasi pestisida. Selain itu, tren perubahan Homoptera, Hemyptera, dan Orthoptera. Populasi
populasi tiap minggu menunjukkan pada perlakuan yang tertinggi yang ditemukan adalah dari ordo Homoptera
diaplikasikan pestisida populasi cenderung tidak stabil. (Empoasca sp), tingginya populasi karena serangga ini
hidup secara berkelompok dan sangat aktif terbang
Tantawizal dan Prayogo | 141

dengan mobilitas yang tinggi, populasi tertingi Empoaca sp populasi antar perlakuan yang tidak berbeda signifikan,
ditemukan pada umur 49 hst selanjutnya pada perlakuan bahkan pada beberapa ordo populasi pada perlakuan yang
aplikasi pestisida mengalami penurunan sedangkan pada diaplikasikan pestisida lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan tanpa pengendalian cenderung stabil. Dari yang tanpa pengendalian (Gambar 3).
populasi seranga yang terperangkap dapat dilihat bahwa
aplikasi pestisida sangat mempengaruhi populasi serangga Sweep Net
yang bukan sasaran walau tidak membunuh secara Sweep net ditujukan untuk mengetahui jenis dan
keseluruhan karena bahan aktif kurang efektif untuk populasi serangga yang berada atau terbang disekitar
serangga terserbut, namun pada kenyataannya sangat tanaman, hasil pengamatan terhadap jenis serangga yang
berdampak negatif hususnya terhadap musuh alami terperangkap diperoleh enam ordo yaitu Diptera,
(Gambar 2). Orthoptera, Colleoptera, Homoptera, Hymenoptera, dan
Lepidoptera. Secara keseluruhan masing-masing ordo
Fitpall Trap memiliki komposisi populasi yang berbeda-beda pada tiap
Fitpall trap dipasang dengan tujuan untuk petaknya, seperti Diptera dan Hymenoptera yang
mengetahui keragaman jenis serangga yang hidup ditemukan terbanyak pada P1 (aplikasi penuh),
dipermukaan tanah pada pertanaman, hasil pengamatan Orthoptera, Colleoptera, dan Lepidoptera terbanyak
terhadap jenis serangga yang menghuni permukaan tanah ditemukan pada P3, sedangkan Homoptera terbanyak
diperoleh enam ordo yaitu: Diptera, Coleombola, ditemukan pada P2. Dari data tersebut terlihat jelas bahwa
Orthoptera, Colleoptera, Aranaida, dan Hymenoptera. Dari aplikasi insektisida juga berpengaruh terhadap populasi
enam ordo yang ditemukan, populasi tertingi adalah serangga yang berada atau terbang disekitar tanaman.
Colleombola, Colleombola merupakan serangga tanah (Gambar 4).
yang bermanfaat dalam proses penguaraian sisa tanaman Aplikasi insektisida kimia selain membunuh
di dalam tanah. serangga yang berada pada tanaman juga berdampak
Keragaman jenis dan populasi serangga permukaan terahadap kehidupan serangga diskitar pertanaman yang
tanah pada perlakuan yang diaplikasikan pestisida bukan sasaran. Kemampuan membunuh insektisida sangat
menunjukkan aplikasi pestisida yang dilakukan untuk dipengaruhi oleh cara kerjanya serta jenis serangga
mengendalikan hama polong tidak berdampak lansung sasaran. Akan tetapi pada intinya aplikasi yang tepat
terhadap populasi serangga, baik serangga permukaan sangat berguna untuk mengurangi dampak negatif yang
tanah yang bermanfaat atau hama. Hal ini terlihat dari diakibatkan.

45 hst 55 hst P1
7.0 P1 10.0
6.0 P2 8.0 P2
5.0 P3
P3 6.0
4.0
3.0 4.0
2.0
2.0
1.0
0.0 0.0

Gambar 3. Jenis dan populasi serangga yang terperangkap fitpall trap pada 45 dan 55 hst (sudah terbentuk polong)

2.0
Populasi serangga/petak

1.5
1.0
0.5
0.0 P1
P2
P3

Jenis serangga

Gambar 4. Jenis dan populasi serangga yang terperangkap sweep net pada pertanaman kacang hijau
142 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 138-143

Tingkat Kerusakan Polong

Polong yang terserang L. Suturellus Polong terserang M. Testulasis

Gambar 5. Hama L. suturellus (sebelah kiri) dan hama M. testulasis yang menyerang polong kacang hijau di KP Ngale 2015

12.00 P1
9.37 9.70
10.00 P2
Intensitas serangan (%)

7.69 P3
8.00 6.87
6.11
6.00 5.40

4.00
2.00
0.00
M. testulasis (%) L. suturellus (%)
Jenis Hama
Gambar 6. Intensitas serangan hama penggerek polong M. testulasis dan hama pemakan polong L. suturellus pada tanaman
kacang hijau

5000.0 4746.7 4741.7

4000.0 3715.0
Berat biji /petak (gr)

3000.0

2000.0

1000.0

0.0
P1 P2 P3
Perlakuan
Gambar 7. Berat biji kacang hijau per petak pada tiap perlakuan pada pertanaman kacang hijau di KP Ngale 2015

Hasil pengamatan dan identifikasi hama serta gejala intensitas serangan, hasil pengamatan diperoleh petak
serangan diperoleh dua jenis hama polong yang yang diaplikasikan insektisida pada saat polong sudah
menyerang yaitu M. testulasis dengan gejala berupa bekas terbentuk sampai panen (dan P1 dan P2) cenderung
gerekan dan apabila polong dibuka terdapat larva atau intensitas serangannya lebih rendah dibandingngkan pada
bekas kotoran larva, dan yang kedua kumbang L. suturellus petak yang tidak diaplikasikan insektisida (P3) (Gambar 6).
dengan gejala serangan berupa gigitan pada polong Selain serangan hama penggerek polong M.
sehingga polong menjadi cacat, gigitan biasanya terjadi testulasis terdapat juga serangan hama kumbang L.
pada bagian posisi biji polong (Gambar 5). suturellus. Intensitas serangan hama L. suturellus juga
Tingkat kerusakan atau persentase serangan hama menunjukkan tren yang sama dengan intesnsitas serangan
penggerek polong M. testulasis menunjukkan bahwa M. testulasis dimana pada petak yang diaplikasikan
aplikasi insektisida kimia sangat berpengaruh terhadap insektisida kimia memiliki intensitas serangan yang lebih
Tantawizal dan Prayogo | 143

rendah dibandingkan petak yang tidak diaplikasikan KESIMPULAN


insektisida kimia. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan
aplikasi insektisida kimia sangat berpengaruh terhadap Aplikasi insetisida berdampak terhadap jenis dan
persentase serangan hama (Gambar 6) populasi serangga pada pertanaman kacang hijau. Peran
Persentase kerusakan akibat serangan hama M. musuh alami dalam menekan populasi hama di lapang
testulasis dan L. suturellus menunjukkan bahwa pada perlu ditingkatkan dengan cara lebih bijak dalam memilih
kondisi tertentu upaya pengendalian hama di lapang tidak jenis dan waktu aplikasi serta dosis pestisida kimia yang
hanya bisa mengandalkan peran musuh alami saja akan digunakan. Pada kondisi tertentu, pengendalian populasi
tetapi perlu dibantu dengan menggunakan insektisida serangga hama tidak bisa hanya mengandalkan peran
kimia, namun yang perlu diperhatikan adalah jenis musuh alami sehingga aplikasi pestisida masih diperlukan.
insektisida kimia yang digunakan harus didasarkan pada
populasi dan jenis hama sasaran yang menyerang tanaman DAFTAR PUSTAKA
sehingga dampak negative yang ditimbulkan dapat
dikurangi. Indiati. S.W. 2000. Pengendalian Kimiawi dan Penggunaan MLG 716
sebagai Galur Tahan Thrips untuk Menekan Kehilangan Hasil
Intensitas serangan hama pengisap M. testulasis
Kacang Hijau. Komponen Teknologi untuk Meningkatkan
dan pemakan polong L. suturellus sangat berdampak Produktivitas Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Edisi Khusus
terhadap hasil panen baik dari segi kualitas maupun Balitkabi No. 16-2000. Hlm : 160-168.
kuantitas, kualitas biji polong yang terserang lebih rendah Taulu, L.E. 2001. Kompleks Artropoda Predator Penghuni Tajuk Kedelai
dan Peranannya Terhadap Perhatian Utama pada Paederus
hal ini disebabkan biji berukuran lebih kecil dan terdapat
fuscipes Curt. (Coleoptera: Staphylinidae) (Disertasi). Bogor.
bekas serangan, dari segi kuantitas akibat serangan hama Institute Pertanian Bogor. Program Pascasarjana. Hlm: 85.
hasil panen menurun, hal ini terlihat dari hasil panen tiap Tengkano, W., Bedjo, dan Suharsono. 2004. Kemampuan Oxyopes
petak dimana dari hasil pengamatan menujukkan pada javanus Thorell Memangsa Nimfa instar-2 Pengisap Polong dan
Imago Etiella zinckenella Treit. Pada Berbagai Tingkat Populasi.
petak dengan intensitas serangan yang rendah hasil berat
hlm. 432-443. Dalam. A.K. Makarim, Marwoto, M.M. Adie, A.A.
biji lebih tinggi dibandingkan pada petak dengan intensitas Rahmiana, Heriyanto, dan I.K. Tastra. Kinerja Penelitian
serangan yang lebih tinggi. Pada P3 yang tanpa aplikasi Mendukung Agribisnis Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat
diperoleh hasil biji per petak lebih rendah rata-rata 1000 Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Tobing, M. C. & Nasution, D. B. 2007. Biologi Predator Cheilomenes
gram dibandingkan petak yang diaplikasikan insektisida
sexmaculata (Fabr.) (Coleoptera: Coccinellidae) pada Kutu Daun
kimia (Gambar 7). Macrosiphoniela sanborni Gilett (Homoptera: Aphididae). Agritrop,
26 (3) : 99 - 104 (2007).
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 144-150

PENERIMAAN PANELIS TERHADAP ABON DAGING SAPI


YANG DISUBSTITUSI DENGAN NANGKA MUDA
Tri Cahyo Mardiyanto*, Dwi Nugraheni, Selvie Dewi Anomsari, Sri Catur
Budisetyaningrum
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Jl. BPTP No. 40, Bukit Tegalepek, Sidomulyo, Ungaran 50501
*Email : Jl. BPTP No. 40, Bukit Tegalepek, Sidomulyo, Ungaran 50501

Abstrak - Tuntutan terhadap pangan hewani akan terus meningkat baik jumlah, mutu, maupun variasi bahan dan produknya, terlebih
lagi globalisasi mensyaratkan kompetisi yang ketat dalam pedagangan pangan. Sentuhan teknologi pangan diharapkan mampu
mengembangkan produk olahan hasil ternak yang inovatif dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu, peningkatan peran teknologi
pangan dalam penyediaan pangan olahan hasil ternak untuk pasokan kebutuhan pangan hewani bagi masyarakat Indonesia adalah
sangat urgen. Saat ini telah banyak teknologi pengolahan daging yang telah diterapkan untuk menjaga kualitas daging, salah satu
teknologi pengolahan daging tersebut adalah abon. Pada penelitian ini dilakukan kajian mengenai abon daging sapi sebagai salah satu
produk olahan pangan hewani dengan perlakuan substitusi nangka muda sebagai salah satu sumber nabati produk lokal dalam rangka
diversifikasi pangan. Konsentrasi nangka muda yang disubsitusi dengan daging sapi yaitu 0%, 40%, 60%, dan 80%. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap abon yang dihasilkan dari berbagai perlakuan dengan substitusi nangka muda.
Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisa dengan statistik yaitu uji sidik ragam (uji F) pada jenjang nyata 0,05. Jika ada beda
nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan’s New Multiplen Range Test) pada jenjang 0,05. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa abon yang disubsitusi dengan nangka muda untuk masing-masing sifat inderawi yang dapat diterima (disukai)
oleh panelis adalah warna (abon substitusi 40%, berbeda nyata), aroma (abon subsitusi 40%, berbeda nyata), rasa (abon subsitusi
80%, berbeda nyata), dan tekstur (abon subsitusi 40%, tidak berbeda nyata). Secara keseluruhan panelis dapat menerima atau
menyukai pada abon dengan subsitusi nangka muda 80% dan tidak berbeda nyata antar perlakuan.

Kata kunci : abon, daging, nangka muda, subsitusi

PENDAHULUAN yaitu nangka muda sebagai bahan dasar dalam pembuatan


abon. Subsitusi merupakan salah satu upaya dalam
Daging sebagai salah satu bahan pangan asal pengolahan pangan dengan menambahkan satu atau dua
hewan, kualitasnya tidak hanya ditentukan oleh bahan sebagai bahan dasar dalam pengolahan pangan
penanganan ternak semasa hidupnya (sebelum panen) dengan tujuan dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia
tetapi juga tak kalah pentingnya adalah penanganannya (gizi) bahan pangan yang dihasilkan. Oleh karena itu,
setelah panen (pascapanen). Dalam lingkup teknologi tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengetahui
pascapanen peternakan, teknologi pangan mempunyai tingkat penerimaan panelis sebagai gambaran dari
peranan penting dalam pemanfaatan hasil ternak sebagai konsumen yang menyukai atau menerima abon yang
bahan pangan sejak saat panen hingga menjadi hidangan dihasilkan dengan berbagai perlakukan subsitusi dengan
siap konsumsi. Paradigma pembangunan peternakan di nangka muda.
era globalisasi dewasa ini sudah bergeser dari peningkatan
produksi kearah peningkatan nilai tambah melalui Daging
pemanfaatan hasilnya. Merujuk pada SNI 01-3947-1995 dan SNI 01-3948-
Teknologi pangan setidaknya memiliki dua manfaat, 1995 maka daging sapi/kerbau dan kambing/domba
yaitu: (1) menekan kehilangan (loss) bahan pangan sejak dideskripsikan sebagai urat daging yang melekat pada
panen dan (2) transformasi bahan mentah menjadi produk kerangka, kecuali urat daging pada bagian bibir, hidung
pangan olahan. National Academy of Sciences dan telinga yang berasal dari sapi/kerbau yang sehat
memperkirakan bahwa produksi pangan dunia mengalami waktu dipotong. Sementara untuk daging kuda belum
kehilangan sekitar 50%, karena kesalahan selama panen, dicantumkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Jika
penanganan, distribusi, dan penyimpanan (Hendry Noer, merujuk pada SNI, maka daging adalah yang menyatu
2007). Pemenuhan kebutuhan pangan hewani bagi dengan karkas. Karkas adalah ternak yang telah disembelih
penduduk Indonesia yang terus bertambah, hal ini kemudian dibuang darahnya, dikuliti (kecuali babi)/dibului
merupakan permasalahan yang perlu diupayakan jalan pada unggas, dibuang kepalanya dari pangkal kepala,
keluarnya. Hingga saat ini produk olahan hasil ternak di dibuang saluran pencernaanya, dibuang organ dalamnya
Indonesia masih terbatas, sehingga untuk memenuhi kecuali ginjal, dibuang kaki depan dan belakang dari
kebutuhan nasional masih harus impor. lututnya (kecuali babi, utuh). Pada Unggas ada yang
Untuk itu perlu diupayakan inovasi teknologi memasukkan leher bukan ke dalam kategori bagian
pengolahan dengan subsitusi bahan nabati salah satunya karkas.
Mardiyanto dkk. | 145

Daging merupakan bahan pangan yang penting termasuk Indonesia. Di Indonesia, pohon nangka dapat
dalam memenuhi kabutuhan gizi, selain mutu proteinnya tumbuh hampir di setiap daerah. Tanaman nangka yang
tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino berkerabat dekat dengan cempedak, keluwih, dan sukun,
esensial yang lengkap dan seimbang. Bahan pangan ini merupakan tanaman buah tahunan. Umur tanamannya
juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin. panjang, dapat mencapai puluhan tahun. Tinggi tanaman
Kandungan lain, protein daging lebih mudah dicerna dari dapat mencapai 25 m. Panjang buah nangka berkisar 30 –
pada yang berasal dari nabati (Astawan, 2006). Komposisi 90 cm, diameter 25 – 50 cm, dengan berat rata-rata 15 –
gizi daging sapi setiap 100 gr dapat dilihat pada Tabel 1. 20 kg, walaupun ada yang mencapai 40 – 50 kg. Produksi
Menurut Soeparno (2005), setiap jenis ternak buah cukup beragam, ada yang bisa menghasilkan 60 buah
memiliki ciri-ciri tersendiri terutama dalam hal warna dan per pohon per tahun.
lemaknya. Hal ini dapat dijadikan pegangan dalam Bagian dari buah nangka yang umum dikonsumsi
membedakan jenis daging berdasarkan asal ternaknya. adalah nangka muda, nangka masak, dan bijinya.
Karaktersitik daging sapi, memiliki ciri antara lain : warna Komposisi gizi dari setiap bagian tersebut dapat dilihat
merah khas daging sapi (warna gelap, warna keungu- pada tabel. Nangka muda memiliki komposisi mineral yang
unguan dan akan berubah menjadi merah chery bila cukup bagus, terutama kalsium dan fosfor, masing-masing
daging tersebut kontak dengan oksigen terbatas); serat sebesar 45 mgr dan 29 mgr per 100 gram. Keunggulan lain
daging halus dan sedikit berlemak tergantung letak daging dari nangka muda adalah mengandung karbohidrat (11,3
dalam karkas; konsistensi padat; dan lemak berwarna gr/100 gr) dan vitamin C (9 mgr/100 gr). Komposisi Gizi per
kekuning-kuningan. 100 gr nangka muda, nangka masak, dan biji nangka dapat
dilihat pada Tabel 2.
Nangka Muda Kandungan kalium pada buah nangka muda cukup
Menurut Astawan (2004) dalam Anggorowati. D.A, baik, yaitu mencapai 45 mgr/100 gr. Meningkatnya
dkk (2012), nangka adalah salah satu jenis buah yang konsumsi kalium dapat menurunkan tekanan darah tinggi.
paling banyak ditanam di daerah tropis. Buah ini cukup Dugaan lain menyebutkan bahwa tingginya rasio kalium
terkenal di seluruh dunia. Dalam bahasa Inggris dinamakan terhadap natrium bertanggung jawab terhadap
jack fruit. Tanaman ini diduga berasal dari India bagian menurunnya hipertensi.
selatan yang kemudian menyebar ke daerah tropis lainnya,

Tabel 1. Komposisi gizi daging sapi setiap 100 gr

Komponen Gizi Daging sapi


Energi (Kal) 207,0
Protein (gr) 18,8
Lemak (gr) 14,0
Karbohidrat (gr) 0
Kalsium (mgr) 11,0
Fosfor (mgr) 170,0
Besi (mgr) 2,8
Vitamin A (SI) 30,0
Vitamin B1 (mgr) 0,08
Vitamin C (mgr) 0
Air (gr) 66,0
Sumber : Direktorat gizi, Depkes (1996)

Tabel 2. Komposisi Komposisi Gizi per 100 gr nangka muda, nangka masak, dan biji nangka

Komponen gizi Nangka Muda Nangka Masak Biji Nangka


Energi (kkal) 51 106 165
Protein (gr) 2,0 1,2 4,2
Lemak (gr) 0,4 0,3 0,1
Karbohidrat (gr) 11,3 27,6 36,7
Kalsium (mgr) 45 20 33
Fosfor (mgr) 29 19 200
Besi (mgr) 0,5 0,9 1,0
Vitamin A (SI) 25 330 0
Vitamin B1 (mgr) 0,07 0,07 0,20
Vitamin C (mgr) 9 7 10
Air (gr) 85,4 70 57,7
Sumber : Direktorat gizi, Depkes (1996)
146 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 144-150

Abon Prosedur Teknologi Pengolahan Abon


Pada umumnya daging yang digunakan dalam
pembuatan abon yaitu daging sapi atau kerbau. Abon 1. Prosedur yang dilaksanakan untuk penerapan
adalah makanan yang terbuat dari daging yang disuwir teknologi pengolahan abon dengan subsitusi nangka
atau telah dipisahkan seratnya, kemudian ditambah muda adalah sebagai berikut :
bumbu dan digoreng. Daging sapi dan daging kerbau 2. Didihkan air. Masukkan nangka muda, masak hingga
adalah daging yang umum digunakan dalam pembuatan lunak sekitar 20 – 30 menit, kemudian diangkat dan
abon. Penggunaan kantong plastik yang ditutup rapat diperas.
untuk mengemas abon dapat mempertahankan kualitas 3. Rebus daging sapi hingga matang (lunak dan berubah
selama penyimpanan sehingga abon dapat disimpan warna), angkat (jangan buang air rebusnya) dan
beberapa bulan dalam suhu kamar. Umur simpan abon disuwir-suwir (dengan pisau dan tangan).
sapi dapat mencapai lebih dari 60 hari dan memiliki rasa 4. Geprek/tumbuk nangka muda yang telah direbus
yang khas sehingga disukai konsumen (Purnomo, 2007). dengan cobek (jangan terlalu halus) dan atau disuwir-
Abon adalah produk hasil olahan dengan suwir.
menggunakan tehnik pengeringan untuk menghilangkan 5. Haluskan semua bumbu-bumbu yang telah dikupas
air yang terdapat dalam bahan sehingga produk menjadi dan dicampur menjadi satu.
renyah. Produk yang dihasilkan ini diharapkan memiliki 6. Campurkan nangka muda dan daging sapi, aduk
kandungan gizi yang tinggi dengan umur simpan yang hingga rata dan sisihkan.
lama. Abon memiliki umur simpan yang relatif lama, 7. Panaskan 2 sendok makan (20 ml) minyak goreng,
karena berbentuk kering. Dengan cara pengolahan yang tumis bumbu yang telah dihaluskan, garam dan gula
baik, abon dapat disimpan berbulan-bulan tanpa merah hingga harum.
mengalami banyak penurunan mutu. Abon dapat dijadikan 8. Masukan campuran nangka muda, daging sapi, dan
pilihan sebagai makanan yang siap dikonsumsi karena santan kelapa. Masak dengan api sedang sambil
abon bisa disajikan sebagai lauk, bahan isi utama dalam diaduk hingga kering (sekitar 25 menit).
pangan tradisional atau hanya sebagai taburan dalam 9. Panaskan minyak goreng secukupnya (sekitar 200
berbagai produk pangan atau menu makanan. Abon ml), kemudian goreng adonan hingga kering (sekitar
sebagai salah satu bentuk produk olahan kering sudah 10 menit), kemudian angkat dan tiriskan.
dikenal masyarakat luas karena harganya cukup 10. Pisahkan minyak yang ada pada adonan abon dengan
terjangkau dan rasanya lezat. alat sentrifuse (spinner), hingga adonan terlihat
Abon yang dihasilkan berbahan dasar dengan kering (sekitar 5 menit). Pisahkan adonan abon
subsitusi nangka muda diduga memiliki tingkat dengan garpu agar tidak menggumpal.
penerimaan atau disukai panelis yang lebih baik. 11. Masukan abon yang sudah jadi ke dalam plastik dan
rapatkan dengan sealer (alat perekat plastik) sebagai
METODE PENELITIAN proses pengemasan.

Bahan Pengujian Organoleptik


Pada pengkajian ini sebagai bahan dasar digunakan
daging sapi segar dan nangka muda segar denan perlakuan Analisa penelitian yang dilakukan adalah dengan
sebagai berikut perlakuan 0% (500 gr daging dan 0 gr menggunakan uji inderawi (Bambang Kartika, 1988)
nangka muda); perlakuan 40% (300 gr daging dan 200 gr berdasarkan tingkat kesukaan yaitu :
nangka muda); perlakuan 60% (200 gr daging dan 300 gr
nangka muda); dan perlakuan 80% (100 gr daging dan 400 1. Pengujian dilakukan pada sampel yang masing-
gr nangka muda). Bahan lainnya untuk setiap perlakuan masing sampel ditempatkan di gelas kecil dan diberi
sama yaitu santan kelapa 150 ml; air secukupnya (200 – kode
500 ml); minyak goreng secukupnya (250 ml); dan bumbu- 2. Pengujian dilakukan pada 40 panelis untuk menilai
bumbu terdiri dari bawang merah 40 gr, bawang putih 30 parameter warna, bau (aroma), rasa, tekstur dan
gr, kemiri 3 butir, kunyit 1 cm, ketumbar ¼ sendok makan, kesukaan secara keseluruhan
jintan secukupnya, gula merah 50 gr, garam 10 gr, dan 3. Skala penilaian berkisar antara 1 sampai dengan 7,
penyedap rasa (kaldu daging sapi) ½ sendok teh. dimana nilai 1 menyatakan sangat tidak suka
sedangkan nilai 7 menyatakan sangat suka
Alat 4. Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisa
Alat yang digunakan dalam pengkajian ini adalah dengan statistik yaitu uji sidik ragam (uji F) pada
kompor, wajan penggoreng, baskom plastik, blender, jenjang nyata 0,05. Jika ada beda nyata antar
cobek, dandang (pengkukus), timbangan, pisau, plastik, perlakuan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan’s
sendok, gelas, alat sentrifugal (sentrifuse/spinner), New Multiplen Range Test) pada jenjang 0,05.
mangkok dan sealer.
Mardiyanto dkk. | 147

HASIL DAN PEMBAHASAN Skor penilaian untuk uji kesukaan berkisar antara 1 yang
menyatakan nilai sangat tidak disukai sampai dengan 7
Pengujian organoleptik yang dilakukan terhadap yang menyatakan nilai sangat disukai. Hasil pengujian
abon meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan organoleptik berdasarkan uji kesukaan dapat dilihat pada
secara keseluruhan. Pengujian dilakukan oleh 40 panelis. Tabel 3.

Tabel 3. Uji organoleptik berdasarkan kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan abon dengan beberapa
perlakuan fotifikasi nangka muda

Subsitusi Nangka Uji Organoleptik


Muda Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
a a a a a
0% 4,45 4,93 4,58 4,38 4,60
b b a a a
40% 5,50 5,65 4,70 5,00 4,90
a a a a a
60% 4,88 4,45 4,40 4,45 4,63
a a b a a
80% 4,83 5,15 5,45 4,60 5,13
Keterangan :
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang menunjukkan tidak berbeda nyata (p ≤ 0,05)
Skala penilaian : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka

Warna aroma abon dengan subsitusi nangka muda sebesar 40%


Pada abon yang dihasilkan berdasarkan pada tabel yaitu pada tingkat skoring 5,65 artinya suka dan
3 di atas menunjukkan bahwa, panelis lebih menyukai menunjukkan berbeda nyata jika dibandingkan dengan
warna abon dengan subsitusi nangka muda sebesar 40% abon lainnya. Walaupun berbeda nyata, abon dengan
yaitu pada tingkat skoring 5,5 artinya agak suka dan subsitusi nangka muda sebesar 80% menujukkan tingkat
menunjukkan berbeda nyata jika dibandingkan dengan skoring 5,15 yaitu agak suka.
abon lainnya. Aroma abon yang dihasilkan adalah khas abon.
Warna pada abon yang dihasilkan adalah kuning Aroma khas disukai seiring dengan bertambahnya proporsi
kecoklatan dengan tingkat warna kuning kecoklatan yang nangka muda. Hal ini dikarenakan aroma nangka muda
berbeda-beda. Warna kecoklatan pada abon fotifikasi yang kurang segar karena seratnya mudah menyerap air.
disebabkan adanya penambahan gula merah yang Keadaan ini menyebabkan kelembaban yang tinggi dari
dipanaskan pada saat proses pembuatan abon. Hal ini bahan pangan tersebut. Dalam kandungan protein abon
sesuai dengan pernyataan Winarno (2002), bahwa ada daging sapi yang tinggi, aroma yang ditimbulkan adalah
lima sebab yang dapat mengakibatkan suatu bahan bau harum dan khas abon. Menurut Winarno (2002),
makanan berwarna, yaitu salah satunya adalah reaksi bahwa oleh kandungan asam amino daging akan
karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan maka memberikan aroma yang khas.
makanan tersebut akan membentuk warna coklat. Faktor Namun demikian, abon yang dihasilkan dengan
lain adalah karena adanya proses penggorengan. Proses substitusi nangka yang 40% dan 80% lebih disukai panelis,
penggorengan menghasilkan warna kuning kecoklatan. hal ini disebakan karana aroma yang timbul oleh abon
Adapun warna kecoklatan yang ditimbulkan disebabkan (makanan olahan) dipengaruhi oleh kombinasi lemak,
adanya proses karamelisasi. asam amino dan kadar air, gula, bumbu-bumbu yang
Winarno (2002), menjelaskan bahwa karamel digunakan, serta suhu pemanasan sehingga akan
adalah subtansi berasa manis, berwarna coklat dan mempengaruhi penilaian dari panelis.
merupakan campuran dari beberapa senyawa yang mirip
karbohidrat. Sukrosa akan mengalami karamelisasi apabila Rasa
suhu yang digunakan diatas titik lebur sukrosa (160 °C). Pada abon yang dihasilkan berdasarkan pada tabel
Reaksi maillard adalah reaksi-reaksi karbohidrat, 3 di atas menunjukkan bahwa, panelis lebih menyukai rasa
khususnya gula pereduksi dan gugus amina primer. Hasil abon dengan subsitusi nangka muda sebesar 80% yaitu
reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat yang pada tingkat skoring 5,45 artinya agak suka dan
sering dikehendaki atau kadang-kadang menjadi pertanda menunjukkan berbeda nyata jika dibandingkan dengan
penurunan mutu. Disisi lain, Astawan (2000) menyatakan abon lainnya.
bahwa warna abon dapat dijadikan sebagai petunjuk mutu Rasa yang dihasilkan abon sangat dipengaruhi dari
abon, semakin coklat abon yang dihasilkan mutunya perpaduan bahan dasar dengan bumbu-bumbu yang
semakin baik. digunakan. Kombinasi bahan dan bumbu serta perlakukan
pemasakan ternyata berpengaruh terhadap penilaian
Aroma panelis. Kandungan serat yang tinggi dari nangka muda
Pada abon yang dihasilkan berdasarkan pada tabel ternyata memberikan efek rasa yang lebih baik terhadap
3 di atas menunjukkan bahwa, panelis lebih menyukai abon yang dihasilkan.
148 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 144-150

Tekstur berfungsi sebagai obat tradisional, karena


Pada abon yang dihasilkan berdasarkan pada tabel mengandung efek antiseptik dari senyawa alisin yang
3 di atas menunjukkan bahwa, panelis lebih menyukai akan diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan
tekstur abon dengan subsitusi nangka muda sebesar 40% allisin anti mikroba yang bersifat bakterisidia.
yaitu pada tingkat skoring 5,00 artinya agak suka namun 4. Bawang putih (Allium sativum L.). Bawang putih
menunjukkan tidak berbeda nyata jika dibandingkan merupakan salah satu rempah yang biasa digunakan
dengan abon lainnya. sebagai pemberi rasa dan aroma. Bawang putih
Tekstur abon yang dihasilkan adalah berserabut. terutama digunakan menambah flavour, sehingga
Tekstur berserabut yang dihasilkan oleh abon disebabkan produk akhir mempunyai flavour yang menarik.
serabut yang dihasilkan dapat seperti serat abon daging Bahan aktif dalam bawang putih adalah minyak atsiri
pada umumnya sehingga dengan perlakuan berbagai dan bahan yang mengandung belerang. Selain
subsitusi nangka muda tidak menunjukkan berbeda nyata. sebagai bumbu bawang putih dilaporkan juga dapat
Menurut Buckle et al. (1997), menyatakan bahwa tekstur digunakan sebagai bahan pengawet produk (Wills,
makanan sangat dipengaruhi oleh kandungan protein, 2006).
lemak, serta tipe jumlah karbohidrat (sellulosa, pati, 5. Kemiri (Aleurites moluccana). Kemiri adalah
pektin). Semakin banyak kandungan protein dan lemak, tumbuhan yang bijinya dimanfaatkan sebagai sumber
tekstur abon semakin halus dan renyah. Selain itu, serat minyak dan rempah-rempah. Dalam perdagangan
dari penambahan nangka juga sangat berpengaruh antar-negara dikenal sebagai canleberry, indian
terhadap tektur pada abon yang dihasilkan. walnut, serta candlenut. Pohonnya disebut varnish
tree. Tanaman sekarang tersebar luas di daerah-
Keseluruhan daerah tropis. Tinggi tanaman ini mencapai sekitar 15
Pada abon yang dihasilkan berdasarkan tabel 3 di – 25 meter. Daunnya berwarna hijau pucat. Biji yang
atas menunjukkan bahwa secara keseluruh panelis menilai terdapat di dalamnya memiliki lapisan pelindung
untuk masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata. yang sangat keras dan mengandung minyak yang
Namun demikian jika dilihat dari skala penilaian cukup banyak (Anonim, 2015).
menujukkan bahwa panelis lebih cenderung menukai abon 6. Ketumbar (Coriandrum sativum linn) banyak
dengan substitusi nangka muda 80% yaitu dengan skala digunakan untuk bumbu masak, dalam penggunaan
5,13 (agak suka). ketumbar dilakukan penggerusan terlebih dahulu.
Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan rasa
Fungsi Bahan Pendukung dan Bumbu yang Digunakan gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26%
1. Santan kelapa adalah cairan putih kental yang lemak, 17% protein, 10% pati, dan 20% gula (Anonim,
dihasilkan dari kelapa yang diparut dan kemudian 2015).
diperas bersama air. Santan mempunyai rasa lemak 7. Lengkuas (Alpina galanga). Lengkuas mengandung
dan digunakan sebagai perasa yang menyedapkan minyak atsiri, senyawa flavonoid, fenol dan
masakan menjadi gurih. Pada masa dahulu, santan trepenoid. Rimpang lengkuas mengandung zat-zat
akan diperas dari kelapa yang diparut dan dicampur yang dapat menghambat enzim santin oksidase
dengan air panas sebelum diperas. Pada masa kini, sehingga bersifat anti tumor. Minyak atsiri ringpang
terdapat mesin pemeras santan. Untuk penggunaan lengkuas yang mengandung senyawa flavonoid,
mesin, kelapa yang diparut tidak perlu dicampurkan berfungsi sebagai antioksidan pada proses
dengan air, dan pati santan yang terhasil adalah pembuatan makanan kering. Minyak atsiri pada
100% tulen. Terdapat juga santan instan atau siap saji rimpang lengkuas dengan konsentrasi 100 ppm dan
dalam paket yang cuma perlu ditambah air panas 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri E.
sebelum digunakan (Fachrudin, 1997). coli dengan diameter hambatan sebesar 7 mm dan 9
2. Bumbu-Bumbu, yang ditambahkan pada pembuatan mm, sedangkan terhadap bakteri S. aureus hanya
abon bertujuan memberi aroma dan rasa yang dapat mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada
membangkitkan selera makan. Rempah-rempah konsentrasi 1000 sebesar 7 mm.
dapat berupa umbi (tuber), akar (Rhizome), batang 8. Daun Salam (Syzygium polyanthum). Daun salam
atau kulit batang, daun, dan buah. Jenis rempah- digunakan terutama sebagai rempah pengharum
rempah yang digunakan dalam pembuatan dendeng masakan di sejumlah makanan Asia Tenggara, baik
adalah : untuk masakan daging, ikan, sayur-mayur, maupun
3. Bawang merah (Allium ceva var. ascalonicum) nasi. Daun ini dicampurkan dalam keadaan utuh,
berfungsi sebagai penambah aroma pada makanan. kering ataupun segar dan turut dimasak hingga
Senyawa yang menimbulkan aroma pada bawang makanan tersebut matang (Anonim, 2015).
merah adalah senyawa sulfur yang akan 9. Gula Merah berfungsi sebagai penambah cita rasa
menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami serta salah satu komponen pembentuk warna coklat
kerusakan. Bawang merah menurut SNI 01-3159- yang diinginkan pada hasil akhir produk abon sapi.
1992 merupakan umbi lapis yang terdiri dari siung- Kandungan gula yang tinggi dapat berperan sebagai
siung bernas, utuh, segar dan bersih. Bawang merah penghambat proses oksidasi dan ketengikan.
Mardiyanto dkk. | 149

Penambahan gula kedalam bahan pangan dalam titik asapnya akan turun. Minyak goreng yang telah
konsentrasi yang tinggi akan menurunkan kadar air tengik atau minyak goreng yang belum dimurnikan
yang tersedia untuk pertumbuhan miroorganosme (minyak kelentik) tidak baik untuk menggoreng
dan aktivitas air (Aw) dari bahan pangan. dendeng. Penggunaan minyak yang sudah berkali-kali
10. Garam berfungsi sebagai cita rasa, penghambat (minyak bekas) akan mempengaruhi aroma dendeng
pertumbuhan mikroorganisme, menigkatkan daya dan kurang baik dari segi kesehatan. Menurut hasil
mengikat air selama proses pemasakan, dan dapat penelitian minyak yang dipakai berkali-kali dapat
mengurangi denaturasi mioglobin pada penambahan bersifat karsinogenik atau dapat memicu timbulnya
2 gr/100 gr daging. Garam berfungsi untuk kanker (Fachrudin, 1997). Minyak biasanya
meningkatkan daya simpan, karena dapat mengandung enzim yang dapat menghidrolisa
menghambat pertumbuhan organism pembusuk. minyak. Semua enzim yang termasuk golongan
Penambahan garam pada produk kering sebaiknya lipase, mampu menghidrolisa lemak netral
tidak kurang dari 2%, karena konsentrasi garam yang (trigliserida) sehingga menghasilkan asam lemak
kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya bebas dan gliserol. Asam lemak bebas yang dapat
protein yang terlarut. Pemberian garam dapat menguap, dengan jumlah atom C4, C6, C8, dan C10,
menjaga keamanan pangan secara mikrobiologi, menghasilkan bau tengik dan tidak enak dalam bahan
selain itu garam merupakan bahan penting dalam pangan berlemak. Asam lemak bebas juga
pengolahan daging, memiliki kontribusi dalam daya mengakibatkan karat dan warna gelap jika
ikat air, warna, ikatan lemak dan rasa. Penambahan dipanaskan dalam wajan besi (Fenema, 1985).
garam dapat meningkatkan ion-ion tembaga, mangan 13. Air, adalah bahan yang terpenting dalam proses
dan besi. Ion-ion tersebut berfungsi sebagai katalis pembuatan abon, air juga merupakan komponen
dalam reaksi ketengikan. Senyawa-senyawa penting dalam bahan makanan karena air
ketengikan yang terbentuk akan bereaksi dengan mempengaruhi penampilan tekstur, cita rasa
asam amino. Reaksi antara ketengikan dan asam makanan (Winarno, 2002). Air yang dipergunakan
amino disebabkan karena adanya ion logam dalam dalam proses pengolahan makanan, baik secara
Kristal garam yang dapat membentuk pirazin yang langsung (ditambahkan dalam produk olahan)
membentuk reaksi lanjutan antara asam amino maupun tidak langsung (sebagai bahan pencuci,
tertentu dengan ketengikan. perendaman, perebus), harus memenuhi syarat
11. Tepung maizena atau tepung jagung merupakan pati kualitas air minum yang antara lain meliputi sebagai
yang didapatkan dari endosperma biji jagung. Tepung berikut : tidak berasa, tidak berwarna, dan tidak
jagung merupakan bahan makanan populer yang berbau; bersih dan jernih; tidak mengandung logam
biasa digunakan sebagai bahan pengental sup atau atau bahan kimia berbahaya; derajat kesadahan nol;
saus, dan digunakan untuk membuat sirup jagung tidak mengandung mikroorganisme berbahaya
dan pemanis lainnya. Tepung maizena ini berfungsi (Suprapti, 2003).
bahan pengikat dan pengisi : menarik air, memberi
warna khas, membentuk tekstur padat, perbaiki KESIMPULAN
stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan waktu
pemasakan, memperbaiki cita rasa dan sifat irisan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat
Tepung jagung digunakan sebagai bahan pengental penerimaan panelis terhadap abon yang dihasilkan dari
pada makanan berbasis cairan (seperti sup). Tepung berbagai perlakuan dengan substitusi nangka muda. Dari
jagung dapat membentuk adonan ketika dicampur hasil penelitian menunjukkan bahwa abon yang disubsitusi
dengan air dingin. Nugget ayam menggunakan dengan nangka muda untuk masing-masing karakteristik
tepung jagung untuk meningkatkan penyerapan abon yang dapat diterima (disukai) oleh panelis adalah
minyak dan kerenyahan ketika penggorengan warna (abon substitusi 40%, berbeda nyata), aroma (abon
(Anonim, 2015). subsitusi 40%, berbeda nyata), rasa (abon subsitusi 80%,
12. Minyak Goreng. Fungsi minyak goreng dalam berbeda nyata), dan tekstur (abon subsitusi 40%, tidak
pembuatan dendeng adalah sebagai penghantar berbeda nyata). Secara keseluruhan panelis dapat
panas, menambah rasa gurih, dan menambah nilai menerima atau menyukai pada abon dengan subsitusi
gizi, khususnya kalori dari bahan pangan. Minyak nangka muda 80% dan tidak berbeda nyata antar
goreng yang digunakan dapat pula menjadi faktor perlakuan.
yang mempengaruhi umur simpan dendeng. Minyak
yang digunakan dalam pembuatan dendeng harus UCAPAN TERIMA KASIH
berkualitas baik, belum tengik, dan memiliki titik asap
yang tinggi. Titik asap adalah suhu pemanasan Sumber dana penelitian berasal dari DIPA Badan
minyak sampai terbentuk akroelin yang dapat Litbang Pertanian Jakarta dan BPTP Jawa Tengah TA. 2015.
menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Minyak Ucapan Terima kami ucapkan kepada tim Kelompok
baru memiliki titik asap yang tinggi, sedangkan Pengkajian Pascapanen atau MTHP (Mesin dan Teknologi
minyak yang telah pernah digunakan (minyak bekas) Hasil Pertanian) BPTP Jawa Tengah yang telah
150 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 144-150

menyediakan waktu dan tempat dalam pelaksanaan Astawan, M.W., dan Astawan, M. 2006. Teknologi Pengolahan Pangan
Hewani Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.
pengkajian ini.
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H dan Wootton, M. 1997. Ilmu
Pangan. Terjemahan oleh Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta : UI
DAFTAR PUSTAKA Press.
Daftar Komposisi Bahan Makanan. 1996. Direktorat Gizi Departemen
Anggorowati, D. A, Harimbi S, Annastasiya. B.P.P, 2012. Peningkatan Kesehatan RI. Penerbit Bhratara, Jakarta.
Kandungan Protein Abon Nangka Muda. Jurnal Teknik Kimia Vol. 7. Fachruddin, L., (1997), Membuat Aneka Abon. Penerbit Kanisius.
No. 1, September 2012. Institut Teknologi Negeri Malang. Yogyakarta.
Anonim. 2015. Bawang Merah. www.wikipedia.org/wiki/bawang Fenema. O.R., 1985. Principles of Food Science. Food Chemistry. Marcel
merah.htm. Diakses tanggal 23 Maret 2015. Dekker. Inc. New York.
Anonim. 2014. Daun Salam. www.wikipedia.org/wiki/daunsalam.htm. Hendry Noer, F. 2007. Tantangan Global Industri Pangan. Food Review
Diakses tanggal 23 Maret 2015. Indonesia, 11, 1, 16-22.
Anonim. 2015. Gula Merah. www.wikipedia.org/wiki/gulamerah.htm. Purnomo. 1997. Studi Tentang Stabilitas Protein Daging Kering Dan
Diakses tanggal 23 Maret 2015. Dendeng Selama Penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas
Anonim. 2015. Kemiri. www.wikipedia.org/wiki/kemiri.htm. Diakses Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.
tanggal 23 Maret 2015. Suprapti. M. L. 2003., Selai dan Jam Jambu Mete. Penerbit Kanisius.
Anonim. 2015. Ketumbar. www.wikipedia.org/wiki/ketumbar.htm. Yogyakarta.
Diakses tanggal 23 Maret 2015. Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University
Anonim. 2015. Lengkuas. www.wikipedia.org/wiki/lengkuas.htm. Press, Yogyakarta.
Diakses tanggal 23 Maret 2015. Wilis, I. 2006. Potensi Aplikasi Flavor pada Produk Lokal Indonesia. Food
Astawan, M. 2000. Abon Daging Campur Keluwih. Jakarta: PT Sarana Review Indonesia, 1, 5, 14-15.
Vidya Widya. Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 151-155

POTENSI SUMBERDAYA GENETIK GANDARIA (Bouea


macrophylla Griffith) UNTUK PANGAN DAN KESEHATAN
Yati Supriati
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Jalan Tentara Pelajar No 3A Bogor, Tel. 0251- 8337975. Faks. 0251-8338820
Email : yati_sbudiman @ yahoo.com

Abstrak - Gandaria (Bouea macrophylla Griffith), famili Anacardiaceae adalah tanaman asli dari pulau-pulau di Indonesia dan Malaysia.
Tumbuh di hutan dan pegunungan, beberapa ditanam di kebun, mulai dataran rendah sampai dataran tinggi berkisar 5-800 m dpl.
Penyebaran di Indonesia terutama di Jawa Barat, Sumatra, Kalimantan dan beberapa ditemukan di Papua. Berdasarkan rasa buah,
terdapat tiga kelompok cultivar Gandaria, yaitu Gandaria asam, Gandaria manis, dan Gandaria asam manis. Di Indonesia Gandaria
belum mendapat perhatian, karena kurang diketahui manfaatnya bagi masyarakat, sehingga jenis tanaman ini hampir terabaikan
bahkan telah dikelompokkan ke dalam tanaman langka. Berbeda dengan di Indonesia, di Thailand tanaman Gandaria sudah
dikembangkan oleh para petani untuk tujuan komersial. Sebagian petani Gandaria asam mengusahakannya dalam skala perkebunan
dengan tujuan sebagai pemasok bahan baku untuk industri saus sambal dengan aroma dan rasa yang khas, yang dikenal sebagai
sambal Gandaria. Kultivar Gandaria dengan rasa manis dibudidaya terutama untuk tujuan konsumsi segar, disamping untuk
pembuatan sirup atau jus pengganti lemon dan acar buah (pickles). Pengalengan acar gandaria merupakan salah satu kegiatan ekspor
negeri Thailand. Manfaat nutrisi yang diperoleh dari buah Gandaria adalah selain kaya vitamin C, kalsium dan beberapa asam amino
essential yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh manusia, juga bersifat sebagai antioksidan yang berperan dalam menangkal radikal
bebas yang dihasilkan dari polusi, radiasi dan asap rokok. Selain itu, buah gandaria juga mengandung monoterpen dan seskuiterpen
hidrokarbon yang berfungsi mencegah proses karsinogenesis, efektif dalam mengobati kanker, mengurangi risiko stroke,
memperlancar sirkulasi darah, dan menjaga kesehatan jantung. Mengingat potensi dan prospek ekonomi dari tanaman Gandaria
cukup penting, maka perlu upaya pengembangan secara komprehensif, dimulai dari penyediaan bibit bermutu, penguasaan budidaya,
penanganan pasca panen dan pengolahan hasil, serta teknologi pengemasan. Inventarisasi dan seleksi dari varietas yang sudah ada
yang diikuti dengan langkah pemuliaan perlu dilakukan sebagai langkah konstruktif untuk terciptanya varietas unggul baru.
Bersamaan dengan hal tersebut perbanyakan varietas yang terbaik di antara yang sudah ada melalui teknik in vitro, akan membantu
percepatan tersedianya bibit dalam jumlah banyak, sehat dan seragam.

Kata kunci : Gandaria ( Bouea macrophylla, G), potensi kesehatan, potensi pangan

PENDAHULUAN nampaknya masih belum dilakukan. Karena hampir


terabaikan, maka Rifai (1992) menempatkan tanaman ini
Gandaria (Bouea macrophylla Griffith) termasuk kedalam kelompok tanaman langka. Selanjutnya
kedalam Famili Anacardiaceae yang memiliki berbagai dikatakan bahwa jumlah kromosom dari tanaman ini juga
nama lokal seperti Jatake (Sunda), umpas (Kalimantan), belum diketahui. Data tentang khromosom ini penting
dandariah (Minangkabau), wetes (Sulawesi utara) dan untuk memungkinkan berbagai upaya pemuliaan melalui
buwo melawe (Bugis). Nama umum : gandaria, plum perpaduan khromosom untuk menghasilkan varian varian
mango, marian mango (Inggris) , gandaria (Spanyol) , baru.
mango prugna (Italia), flaumen mango (Jerman), gandaria Kegunaan dari tanaman Gandaria terutama dari
, ramania (Indonesia) kundang, setar (Malaysia),dan ma- buahnya. Rasa buah terdapat tiga jenis yaitu kultivar
praang (Thailand) (Subhadrabandhu, S.2001). Walaupun asam, manis, dan asam manis. Penggunaan buah
tanaman ini merupakan asli berasal dari Indonesia dan Gandaria terutama untuk pembuatan sambal, atau
Malaysia, akan tetapi pengembangan tanaman ini di manisan. Karena memiliki rasa dan aroma yang khas maka
negeri Thailand jauh lebih cepat dan terarah. FAO (2011) sambal Gandaria sangat diminati oleh masyarakat,
memasukkan Gandaria sebagai salah satu dari 6 jenis terutama di daerah Jawa Barat dan Kalimantan. Demikian
tanaman yang potensial secara ekonomi. Keenam jenis juga daunnya yang masih muda sering dikonsumsi untuk
tersebut adalah jambu bol, sirsak, petai, sukun. durian, lalab atau salad.
dan Gandaria. Tujuan dari kajian atau review ini adalah untuk
Di Indonesia pemanfaatannya masih sangat mengetahui sampai sejauh mana keberadaan tanaman
minimal. Selain popularitasnya yang terbatas, juga upaya Gandaria di Indonesia serta manfaat pangan dan manfaat
budidayanya belum diperhatikan, bahkan cenderung kesehatan bagi masyarakat, serta upaya
terabaikan. Informasi data produksi, luas pertanaman, pengembangannya. Harapannya adalah untuk memicu
pengolahan hasil dan pemasaran belum tersedia. para peneliti, pendidik ataupun pemerintah untuk
Demikian juga penelitian dasar ataupun penelitian aplikasi memberi perhatian terhadap sumber daya genetik
152 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 151-155

Gandaria yang sangat potensial secara ekonomi sehingga manis. Kultivar ini mirip dengan gandaria manis; satu-
dapat digali nilai tambahnya terhadap kesejahtaraan satunya perbedaan adalah dalam rasa manis buah yang
masyarakat Indonesia, yang pada gilirannya nanti akan matang mengandung sedikit rasa asam. Di Thailand
dapat setara dengan pengelolaan Gandaria di negeri Gajah dikenal dengan nama "ma-yong chid" .dan di antara petani
Thailand. lebih memilih menanam "ma-yong chid" daripada "ma-
praang" dengan tujuan untuk memasok pengalengan acar
Botani, Habitat dan Penyebaran gandaria, sedangkan jenis asam dibudidaya untuk
pmbuatan saus atau sambal gandaria yang memiliki aroma
Botani. Tanaman ini tumbuh di daerah tropis, dan dan rasa yang khas.
banyak dijumpai di Sumatera, Jawa Barat dan Thailand.
Pohon gandaria berukuran sedang (Sastrapradja, S, dkk., Budidaya dan Perbanyakan Bibit
1981), namun tingginya dapat mencapai 27 m (Kurniawan,
dkk., 2010). Tajuknya rapat, dan dahannya berbentuk Budidaya. Kebiasaan petani di Thailand
lebar memanjang, dengan ujung yang tumpul (Gambar memberikan naungan selama beberapa bulan pertama
1a). mengingat Gandaria cukup peka terhadap cahaya yang
Daun gandaria berbentuk bulat lonjong ke lanset kuat. Jarak tanam sangat bervariasi, akan tetapi umumnya
atau elips dengan panjang berkisar 14-30 cm, dan lebar 5- menggunakan 10 m x 12 m. Meningkatkan pertumbuhan
8 cm, permukaannya seperti kulit, bersinar (Anonim. di tahun-tahun awal dilakukan dengan pemberian pupuk
2015). Buah gandaria menyerupai mangga bulat kecil. kandang, urea dan pupuk lainnya dianjurkan untuk
Sewaktu muda warnanya hijau (Gambar 1b) dan kalau memperpendek periode vegetative, sehingga panen
sudah matang, berwarna kuning oranye (Gambar 1c). pertama tanaman yang berasal dari biji dapat diperoleh 6-
Bunganya berbentuk malai dengan panjang berukuran 4- 8 tahun, sedangkan untuk cangkok dan okulasi sekitar 4-5
12 cm, menyerupai bunga mangga yang berwarna kuning, tahun (Subhadrabandhu, S. 2001). Penyulaman perlu
dan muncul di ketiak daun (Anonim, 2011). Setiap buah dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati di
berbiji satu, berukuran 2,5-5 cm, berwarna ungu lapangan, dan umumnya dilakukan pada saat panen.. Satu
kemerahan terutama kulit ari bijinya. Dengan biji inilah pohon dewasa dapat menghasilkan sebanyak 200 kg buah
tanaman Gandaria bereproduksi. Pohon yang berasal dari dalam satu musim, sehingga dapat menjadi buah yang
biji mulai menghasilkan buah setelah berumur 8-10 cukup menguntungkan (Anonim, 2015).
tahun, sedangkan pohon okulasi mulai berbuah pada umur Perbanyakan Bibit. Perbanyakan tanaman gandaria
5-6 tahun. dilakukan secara generatif yaitu dengan menggunakan biji.
Habitat dan Penyebaran. Tanaman ini tumbuh di Untuk penanaman kembali dan peremajaan dapat
daerah tropis dan banyak dibudidaya di Indonesia dan dilakukan dengan cara membiarkan anakan tumbuh di
Thailand. Di Indonesia, gandaria terdapat di Sumatra, Jawa sekitar lokasi pohon induk, kemudian mengambil anakan
Barat, Maluku, Kalimantan Selatan, Sulawesi tersebut untuk ditanam. Selain itu, penyiapan benih
Selatan dan Sulawesi Utara (Kurniawan, M. B dkk., dimulai dengan memilih pohon induk yang berproduksi
2010) dan Papua (Ahdiat, K,2007), tersebar mulai dari tinggi, fase produktif dan bebas hama dan penyakit,
pesisir pantai hingga perbukitan (Tangkuman, 2006). buahnya matang di pohon, berukuran besar Penyiapan biji
Gandaria tumbuh di hutan, atau ditanam di desa-desa gandaria untuk dijadikan benih meliputi: (a) Biji diambil
sebagai tanaman buah. Umumnya tumbuh baik pada dari buah yang seluruh kulitnya telah menjadi kuning; (b)
ketinggian 5-800 m dpl (Sastrapradja, S, dkk., 1981), akan Daging buah dilepas dan bijinya diambil, dibersihkan dari
tetapi di Pulau Ambon gandaria dapat tumbuh pada sisa-sisa daging buah yang melekat, (c) Dicuci dan
ketinggian 1 sampai 40 m dpl (Taihuttu, 2011). keringkan selama 2-3 hari, (d) Seleksi biji yaitu memilih biji
Pertumbuhan gandaria terbaik di tanah yang subur dengan berat 2-4 g. Biji siap dikecambahkan dan biji akan
dengan drainase baik. Gandaria yang ada di Indonesia berkecambah 3-4 minggu (Sinay, 2011). Keunggulan
umumnya merupakan kultivar yang agak masam kecuali di regenerasi tanaman secara generatif ialah mempunyai
Kalimantan cultivar Ramania Pipit dan Ramania Tembaga perakaran lebih kuat, lebih mudah dilakukan, sedangkan
berbuah manis, dan daging buah berwarna merah. kekurangannya antara lain waktu untuk mulai berbuah
Menurut Subhadrabandhu, S. (2001), di Thailand, lebih lama, genotype dan fenotipe tidak sama dengan
kultivar gandaria dibagi menjadi 3 kelompok, sebagai induk, dan benihnya sulit berkecambah. Perbanyakan
berikut: (a) Gandaria asam. Kultivar ini menghasilkan buah tanaman secara vegetatif mempunyai keunggulan antara
sangat masam meskipun sudah matang, biasanya tidak lain lebih cepat berbuah, genotipe dan fenotipe sama
dibudidayakan dan ditemukan tumbuh liar di hutan dan dengan induk, karakteristik yang diinginkan dapat
kebun (b) Gandaria manis. Kultivar ini paling popular digabung, sedangkan kekurangannya adalah perakaran
diThailand, dibudidayakan secara lokal dikenal sebagai kurang baik. Persoalan penyediaan benih atau perbaikan
"ma-praang". Sentra produksi terdapat di distrik Ta Ini, kualitas bibit tanaman sesuai dengan keinginan dapat
provinsi Nonthaburi Thailand. Sejak lebih dari 100 tahun dilakukan dengan menggunakan teknik kultur jaringan.
yang lalu, maaprang telah dibudidaya di daerah tersebut Sampai saat ini belum ada penelitian tentang teknik
dan masih populer hingga sekarang. (c) Gandaria asam perbanyakan in vitro untuk tanaman Gandaria. Untuk itu
Supriati | 153

perlu dilakukan penelitian inventarisasi keberadaan jenis- (saponin dan fenolik) yang sangat berpotensi sebagai
jenis Gandaria di Indonesia, menyeleksi jenis yang unggul, antioksidan.
kemudian dilakukan perbanyakan tanaman baik melalui Manfaat Sebagai Anti Kanker. Komponen kimiawi
teknik konvensional maupun tekni kultur in vitro. Teknik in volatil dari buah Bouea macrophylla Griff, diisolasi dengan
vitro pada Gandaria perlu segera dirintis sebagai destilasi vakum, kemudian diekstraksi dengan
pendukung penyediaan bibit unggul Gandaria. Keuntungan diklorometan. Ekstrak pekat dianalisis dengan kapiler Gas
teknik ini selain cepat, seragam dan dapat memperbanyak Chromatografi (GC) dan Gas Chromatografi / Mass
dalam jumlah tidak terbatas (George and Sherington, Spektrum (GC/MS). Empat puluh komponen diidentifikasi,
1984). monoterpene dan seskuiterpen hidrokarbon yang
mewakili 79,91% dan 7,45% dari total volatil, masing-
Manfaat Gandaria masing. Komponen utama adalah (E) -β-ocimene (68,59%)
.
dan α-pinene (8.04%) (K. C. Wong and H. K. Loi 1996).
Manfaat Pangan dan Papan. Buah Gandaria Monoterpen ditemukan di minyak esensial dari berbagai
memiliki kandungan nutrisi yang cukup kompleks. Buah tanaman termasuk buah-buahan, sayuran, dan rempah-
mentah biasa digunakan untuk membuat sambal, rempah, yang berfungsi mencegah proses karsinogenesis
manisan,bumbu masakan, acar. serta dipakai sebagai di tahap inisiasi dan tahap pengembangan. Selain itu,
pengganti jeruk nipis atau asam jawa (Isnawati, 2012). monoterpen efektif dalam mengobati kanker awal dan
Sedangkan buah yang matang terutama di konsumsi segar lanjutan (Gould, MN, 1997). Terpene Hidrokarbon (minyak
atau diolah menjadi sirup, dibuat manisan dan selai, esensial) berupa senyawa monoterpen hidrokarbon dan
Kandungan yang tinggi dari buah ini adalah vitamin C, senyawa seskuiterpen hidrokarbon. Senyawa monoterpen
serat, asam amino dan mineral Calcium (Ca) (Tabel 1). juga sering digunakan sebagai dekongestan. Sedangkan
Khusus buah mentah mengandung asam amino Cystein seskuiterpen memiliki tindakan farmakologis yang
yamg berfungsi sebagaI komponen pengendali radikal kompleks memiliki sifat anti-inflamasi dan anti-alergi
bebas (Tabel 2). Para petani di Thailand lebih memilih (Anonim, 2015 a). Kandungan serat buah gandaria
menanam "ma-yong chid" (jenis asam manis) daripada dibutuhkan tubuh untuk melakukan proses penyerapan
"ma-praang" (jenis manis) dengan tujuan untuk memasok makanan lebih cepat dan lancar. Hal itu baik untuk
pengalengan acar gandaria, sedangkan jenis asam mencegah terjadinya endapan yang menyebabkan kanker
dibudidaya untuk pmbuatan saus atau sambal gandaria di dalam saluran pencernaan. Menurut penelitian
yang memiliki aroma dan rasa yang khas. terhadap responden wanita menunjukkan bahwa wanita
Masyarakat Sunda di Jawa Barat menggunakan yang mengkonsumsi 26 g serat dalam sehari memiliki
daun muda yang berwarna hijau keunguan untuk lalap resiko terkena kanker lebih kecil 25 % di banding yang
atau salad. Selain berfungsi sebagai sumber pangan, tajuk kurang serat. Kandungan serat dalam buah ini cukup
Gandaria yang rapat baik untuk dijadikan pohon hias yang banyak dan membantu tubuh untuk mencegah resiko
rindang di halaman rumah, dan kayunya dapat digunakan kanker (Chy Ana, 2015).
sebagai papan dan membuat alat pertanian. Manfaat mengurangi risiko stroke, jantung, dan
Manfaat sebagai Antioksidan. Antioksidan diabetes. Hasil studi menunjukkan bahwa serat dapat
merupakan suatu senyawa yang sangat berguna bagi mengikat kolesterol dan membuangnya bersama feses.
kesehatan manusia. Senyawa antioksidan dapat Kandungan serat hingga 150 mg dalam buah ini akan
menginaktifasi berkembangnya reaksi oksidasi sehingga membantu mengikat kolesterol lebih efektif, sehingga
sering digunakan sebagai penangkal radikal bebas. Radikal mengurangi resiko stroke. Hasil penelitian yang
bebas berasal dari molekul oksigen yang secara kimia dipublikasikan American Journal of Clinical Nutrition
strukturnya berubah akibat dari aktifitas lingkungan. September 1999 menemukan bahwa serat merupakan
Aktifitas lingkungan yang dapat memunculkan radikal penangkal yang baik untuk melawan penyakit jantung.
bebas antara lain radiasi, polusi, merokok dan lain Penelitian tersebut menambahkan bahwa dengan
sebagainya. Secara alami, antioksidan sangat besar memenuhi kebutuhan serat 26 g per hari mencegah resiko
peranannya pada manusia untuk mencegah terjadinya penyakit jantung 40% lebih rendah. Buah gandaria atau
penyakit. (Winarsi, 2007). Penelitian Lolaen, LAC, dkk. maprang, B. macrophylla Griffith memiliki aktivitas
2
(2013) menguji potensi antioksidan pada jus buah fibrinolitik tinggi yaitu 19.6 mm berguna untuk mencegah
gandaria (B. macrophylla Griffith) dengan menggunakan cardio vascular disease (CVD) (Hong, JH dkk., 2004). Studi
penangkal radikal bebas DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) lain yang dilakukan American Medical Association 12
dan dianalisis dengan spektrofotometer pada panjang. Februari 1997 menyatakan bahwa fungsi serat lainnya
gelombang 517 nm Hasil penelitian menunjukkan adalah untuk mencegah resiko diabetes. Jenis serat yang
bahwa jus buah gandaria terdeteksi mengandung senyawa dikonsumsi yakni serat larut dalam air seperti buah
saponin dan fenolik. Jus buah gandaria memiliki aktivitas gandaria, dapat membantu memperbaiki kondisi dari
antioksidan dengan Inhibitory Concentration (IC) 50 36,4 penderita diabetes (Chy Ana, 2015).
mg/ml. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini
adalah jus buah gandaria memiliki kandungan fitokimia
154 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 151-155

Prospek Pengembangan dan Tantangan perusahaan Thailand telah mulai untuk mengiklankan
buah ma-praang untuk ekspor. Hal ini menunjukkan
Prospek Pengembangan. Meskipun dikenal sebagai bahwa ma-praang memiliki prospek yang baik untuk
buah ‘mangga-kecil’, beberapa kultivar berbuah cukup komersialisasi yang lebih luas. (Subhadrabandhu, S. 2001).
besar (hingga 50-100 g per buah). Buah dari varietas lama Kemudian pada tahun 2001 total area produksi ma-praang
agak asam meskipun ketika sudah matang. Namun, banyak di Thailand meningkat menjadi 1.898 ha, dengan rata
klon baru dengan daging buah yang manis dan produksi 7. 929 kg per hektar, dan total produksi 11.304
dibudidayakan secara komersial. Di Thailand, Ma-praang ton dengan harga US$ 0,64 /kg (Suthikul, K. 2005). Dengan
mendapatkan popularitas di kalangan konsumen lokal nilai ekonomi yang berarti tersebut, maka pemerintah
dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu langkah pusat ataupun daerah perlu mempertimbangkan
rasional yang dilakukan adalah pemilihan klon dengan Gandaria agar dapat diangkat menjadi komoditi penting
buah-buahan berkualitas tinggi. Petani di wilayah utara yang mempunyai nilai tambah bagi kesejahteraan
tengah Thailand menumbuhkan klon ma-praang mansyarakatnya.
berkualitas tinggi di kebun. Pada tahun 1993, sekitar 1.170 Tantangan yang Dihadapi. Beberapa tantangam
hektar ma-praang tercatat di budidaya intensif di Thailand. yang akan dijumpai dalam melakukan perngembangan
Tiga provinsi terkemuka yang membudidayakan pohon ini tanaman Gandaria di Indonesia adantara lain: 1) perlunya
adalah Ang Thong, Nakhon Ratchasima dan Nakhon penguasaan teknik budidaya dan penyediaan bibit bagi
Sawan, masing-masing memberikan kontribusi 21,4, 12,6 pengguna. Penelitian teknik perbanyakan bibit hasil kultur
dan 11,8 persen dari luas tanam total. Data tahun 1993 jaringan sebaiknya segera dirintis mengingat teknik ini
menunjukkan bahwa total produksi 5.652 ton. Tiga mampu menghasilkan bibit yang seragam dalam waktu
provinsi sentra produksi teratas yaitu Ang Thong, cepat. 2) penyediaan lahan baik di kebun atau pekarangan.
Uttaradit dan Nakhon Sawan, masing-masing memberikan Arah pengembangan sebaiknya difokuskan kepada daerah
kontribusi 18,5, 18,4 dan 10,4 persen dari total produksi sentra produksi yang budidaya dan adptasinya sudah
Thailand, Produktivitas rata-rata ma-praang di Thailand diketahui. Artinya bukan menjadi suatu komoditi baru bagi
adalah 7 ton per hektar, sedangkan rata-rata harga di wilayah tersebu. 3) sosialisasi pengenalan fungsi tanaman
tingkat petani adalah 13,65 baht (nilai tukar pada tahun dan buah Gandaria bagi masyarakat umum, 4) penguasaan
1993 adalah 25 baht = 1 dolar AS). Dengan teknik pengolahan hasil mulai dari penanganan untuk
diperkenalkannya klon dengan buah daging rasa manis, konsumsi segar maupun untuk bahan olahan, sampai
Ma-praang telah menerima banyak perhatian petani kepada teknologi pengemasan 5) perlunya dukungan
dalam beberapa tahun terakhir. Yang semula hanya terutama dari pemerintah daerah dimana tanaman
merupakan tanaman di halaman rumah, saat ini telah Gandaria banyak dijumpai sangat adaptif untuk
berkembang menjadi budidaya monokultur di dikembangkan misalnya di wilayahnya misalnya Jawa
perkebunan. Pemerintah Thailand sedang mencoba untuk Barat
membantu dalam mengekspor buah ini, dan beberapa

Tabel 1. Komposisi nutrisi per 100 g Buah Gandaria,


B.macrophylla Griffith (Anonimous, 2007)
Kandungan /100 g buah
Nutrisi
Gandaria
Karbohidrat 11.3 g
Lemak 0.02-0.04 g
Gambar 1. A. Pohon Gandaria , daunnya rapat, baik Protein 0.04-0.1 g
untuk pohon naungan di halaman Kalsium (Ca) 6-9 mg
B. Buah Gandaria muda, rasa asam Fosfor (P) 4-11 mg
C. Buah Gandaria matang, rasa asam manis
Besi (Fe) 0.3 mg
(Anonim, 2015)
Vitamin A 72 IU
Vitamin B1 0.03-0.1 mg
Vitamin B2 0.03-0.05 mg
Niacin 0.3-0.5 mg
Vitamin C 75 mg

Gambar 2a. GandariaMa-prangdipasarkaki lima Thailand (kiri)


Gambar 2b. Maprang matang rasa manis (kanan)
Supriati | 155

Tabel 2. Asam Amino dalam Buah Mentah dan Matang, Gandaria George and Sherington, 1984. . Plant Propagation by tissue
(B,macrophylla Griffith (g/100g crude Nitrogen) ( Rajan, NS. dkk., CultureHandbook and Directory of Comercial Laboratories.
2014) England : Exegetic Ltd. Eversly. Basingstoke.
Gould, MN. 1997. Cancer Chemoprevention and Therapy by
Kandungan (g/100 g)
Monoterpenes. Environ Health Perspect. 105(Suppl 4): 977–979.
Asam Amino Buah Mentah Buah Matang http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1470060/.
Asam Amino Esensial Harsono, T. 2011. Gandaria ( Bouea macrophyllaGriffith) Distribusi,
Isoleusine 2.21 ± 0.31a 1.88 ± 0.09a Taksonomi dan Pemanfaatannya di Indonesia. Makalah
Leucine 3.64 ± 0.66a 2.81 ± 0.10a disampaikan pada Semirata BKS PTN Wilayah Barat. Jurusan
Phenylalanine 2.44 ± 0.39a 1.85 ± 0.06a Biologi FMIPA Universitas Medan.
Histidine 1.76 ± 0.32a 1.56 ± 0.15a Hong, JH, Benya, M, Gassinee T, and Vipaporn NT2004. Fibrinolytic
Activity of Thai Indigenous. Vegetables Kasetsart J. (Nat. Sci.) 38 :
Lysine 4.62 ± 0.81a 3.75 ± 0.12a
241 - 246 (2004).
Tryptophan Tidak Terditeksi Tidak Terditeksi Isnawati, Ririn. 2012. Isolasi Senyawa Fenolat dari Fraksi Etil Asetat Kulit
Asam Amino Non-esensial Batang Tumbuhan Gandaria. Jakarta.
Alanine 3.87 ± 0.74a 7.52 ± 0.12b Krismawati, A. 2008. Eksplorasi dan Karakterisasi Buah Spesies Kerabat
Proline 3.85 ± 0.71a 4.43 ± 0.24a Mangga Kalimantan. Buletin Plasma Nutfah Vol.14 No.2 Th.2008.
Cysteine 13.59 ± 0.82b 1.80 ± 0.16a Kurniawan, M.B.; Pratama, Bayu (2010). Mengenal Hewan dan
Asam aspartik 4.79 ± 0.89a 3.89 ± 0.20a Tumbuhan Asli Indonesia. Jakarta: Cikal Aksara. ISBN 978-602-
Glycine 2.73 ± 0.61a 2.91 ± 0.51a 8526-17-7.
Landy A. Ch Lolaen, Fatimawali, Gayatri Citraningtyas. Uji Aktivitas
Arginine 3.48 ± 0.76a 2.28 ± 0.12a
Antioksidan Kandungan Fitokimia Jus Buah Gandaria (Bouea
Macrophylla Griffith). Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi – Unsrat
KESIMPULAN Vol. 2 No. 02 Mei 2013 Issn 2302 - 2493 1.
Rajan, NS, Rajeev B. and Karim, A. 2014. A Preliminary studies on the
evaluation of nutritional composition of unripe and ripe ‘Kundang’
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil
fruits (Bouea macrophylla Griffith). International Food Research
darikajian ini antara lain : 1) Gandaria B. macrophylla Journal 21(3): 985-990 (2014) Journal homepage:
Griffith adalah buah asli tropis yang berasal dari Indonesia http://www.ifrj.upm.edu.my.
dan Malaysia sangat berpotensi untuk dikembangkan Rifai, M.A., (1992). Bouea macrophylla Griffith L. In Coronel, R.E. &
Verheij, E. W. M. (Eds) : Plant Resources of South-East Asia No. 2:
menjadi buah berkualitas unggul yang kaya akan hara
Edible Fruits and Nuts. Porsea Foundation, Bogor, Indonesia.
nutrisi bagi kesehatan.2). Teknik budidaya, produktivitas, Sastrapradja, S; Lubis, Siti Harti Aminah; Djajasukma, Eddy; Soetarno,
cara panen dan pengolahannya di Indonesia masih sangat Hadi; Lubis dan Ischak 1981. Proyek Penelitian Potensi Sumber
ter batas, sehingga perlu diberi perhatian oleh para Daya Ekonomi:Sayur-Sayuran 6.Jakarta: LIPI bekerja sama
dengan Balai Pustaka.
pengambil kebijakan, agar manfaat nya lebih tinggi dan
Sinay, Hermalina .2011. Pengaruh Giberelin dan Temperatur Terhadap
berkualitas.3). berguna untuk pangan dan berpotensi Pertumbuhan Semai Gandaria (Bouea
untuk dikembangkan menjadi buah berkualitas unggul macrophylla Griffith)" (PDF). Bioscientiae 8 (1): 15–22.
melalui program seleksi untuk memenuhi kebutuhan Subhadrabandhu, S. 2001. Under-Utilized Tropical Fruits Of Thailand by
Department of Horticulture Faculty of Agriculture Kasetsart
dalam negeri dan komoditas ekspor. 4). Buah gandaria
University Bangkok, Thailand. Part 1. - Species With Potential For
mengandung nutrisi yang kaya vitamin C, kalium, serat, Commercial Development. FAO Coorporate Document Repository,
asam amino dan mineral. Disamping itu, buah gandaria Regional Office for Asia and Pacific.
sangat bermanfaat untuk kesehatan antara lain http://www.fao.org/docrep/004/ab777e/ab777e04.htm.
Suthikul, K.2005. Fruit Production in Thailand. Horticulture NCHU 30 (3) :
mengandung senyawa yang beraktivitas sebagai
15-29 (2005).
antioksidan, anti kanker dan mencegah penyakit kardio Taihuttu, H. N. 2011. Identification of Characterization Land of Gandaria
vascular. (Bouea macrophylla Griff) In Hative Besar Ambon Bay Districh
Ambon. Poster. Seminar International Humanosphere. Ambon.
DAFTAR PUSTAKA Tangkuman, C. 2006. Identifikasi Potensi Tanaman Gandaria (Bouea
macrophylla Griff) Di Dusun Kusu-Kusu Sereh Desa Urimesing
Anonymous, 2007. Bouea macrophylla - Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon. Fakultas Pertanian
MontosoGardens.http://www.montosogardens.com/bouea_macr Winarsi H.M.S. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kansius :
ophylla.htm. Yogyakarta
Anonimous.2015. Gandaria Bouea macrophylla - Fruitipedia Wong, K.C.and H.K. Loi. 1996. Volatile Constituents of Bouea
http://www.fruitipedia.com/gandaria%2520Bouea%2520m macrophylla Griff. Fruit Journal of Essential Oil Research, Volume
acrophylla.htm, Diakses 2 September 2015. 8, Issue 1, 1996.
Anonimou. 2011. Gandaria (Bouea macrophylla Griffith). Yayasan
Pelestarian Alam dan Kehidupan Liar Indonesia.
http://www.webcitation.org/6D95ZZs3P. Diakses 3 Spetember
2015.
Anonimous. 2011. Gandaria (Bouea macrophylla Griffith). Yayasan
Pelestarian Alam dan Kehidupan Liar Indonesia.
http://www.webcitation.org/6D95ZZs3P. Diakses 3 Spetember
2015.
Anonimous. 2015. The Chemistry of Essential Oils, and Their Chemical
Components. http://www.essentialoils.co.za/components.ht
http://www.essentialoils.co.za/components.htm.
Achdiat, K. 2007. Mengenal Flora & Fauna Khas Indonesia. Kaliptra Ray.
Cyi,A. 2015. 15 Manfaat Buah Gandaria Bagi Kesehatan.
http://manfaat.co.id/15-manfaat-buah-gandaria-bagi-kesehatan.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 156-162

TANAMAN GARUT (Maranta arundinacea L) SEBAGAI


POTENSI SUMBER GENETIK UNTUK KETAHANAN
PANGAN dan KESEHATAN
Yati Supriati*, I. Roostika Tambunan
Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Badan Litbang Pertanian
Jalan Tentara Pelajar No 3A Bogor, Tel 0251-8337975
*E.mail : [email protected]

Abstrak - Garut ( Maranta arundinacea L) adalah sejenis tumbuhan berbentuk terna penghasil umbi yang dapat dikonsumsi. Tepung
pati Garut merupakan salah satu sumber karbohidrat terbaik alami. Kualitas tepung yang mudah dicerna dan dapat bercampur
sempurna dengan berbagai bahan tepung lain, membuat pati Garut paling dicari produsen formula makanan bayi. Garut umumnya
dimanfaatkan untuk diambil patinya, dan dapat menghasilkan sekitar 12-15 % pati dari berat kering. Kelebihan lain dari tepung pati
garut adalah penampilannya yang berwarna putih bersih, tidak berbau dan bertekstur halus. Di negara maju seperti Jepang dan
Perancis tepung Garut sering digunakan sebagai pengental makanan yang memberi efek lebih jernih, sehingga mengundang selera.
Demikian pula di Filipina, tanaman Garut telah dikembangkan secara komersial untuk memenuhi permintaan di wilayah Asia Tenggara,
yang diperkirakan mencapai 95% dari kebutuhan dunia. Di Indonesia tanaman Garut masih tumbuh liar di wilayah hutan rakyat dan
pekarangan rumah tanpa aplikasi teknologi. Tanaman Garut mudah dibudidaya, tumbuh baik dibawah naungan maupun lahan terbuka
dengan intensitas cahaya sekitar 30-70%, dapat menghasilkan 9-12 ton umbi/ha dengan kandungan pati antara 1,92-2,56 ton/ha.
Diketahui luas lahan pekarangan di Indonesia 10,3 juta hektar dan luas hutan rakyat 1,3 juta hektar. Seandainya 5 persen dari lahan
pekarangan dan hutan rakyat tersebut, yaitu 580 ribu hektar digunakan untuk pengembangan budidaya Garut, maka akan
menghasilkan rimpang sebanyak 1,45 juta ton per musim. Apabila pengembangan budidaya garut ditingkatkan menjadi 10 persen
dari luas lahan pekarangan dan hutan rakyat, maka akan dihasilkan 2,9 juta ton umbi garut per musim. Dengan rata-rata kandungan
pati garut 20 persen, maka dapat diperoleh tepung pati garut 558 ribu ton per musim. Suatu nilai sumberdaya yang luar biasa,
sehingga dapat disimpulkan bahwa memproduksi umbi garut akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap ketersediaan aneka
sumber pangan dan ketahanan pangan nasional. Dari sudut manfaat kesehatan, tepung garut mempunyai kelebihan selain berkalori
rendah, juga memiliki indeks glikemik yang rendah pula, sehingga baik untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes. Selain itu, tepung
garut tidak mengandung gluten, sangat dianjurkan untuk para penderita penyakit Celiac dan alergi gandum. Kendala yang dihadapi di
Indonesia adalah terbatasnya keragaman varietas Garut dan ketersediaan bibit. Teknologi kultur jaringan yang mampu menghasilkan
bibit dalam jumlah tidak terbatas, cepat, relativ seragam serta bebas penyakit akan mempercepat ketersediaan bibit Garut untuk
mendukung program ketahanan pangan.

Kata kunci : eksplorasi, Jembrana, tanaman pangan, Tegalcangkring

PENDAHULUAN dan belum dibudidaya secara optimal. Tanaman tersebut


berasal dari wilayah tropis dan Amerika selatan dan
Menghadapi peningkatan populasi penduduk yang tumbuh subur di benua Amerika jauh sebelum Columbus
sangat cepat dan perubahan iklim global dunia yang mendarat di benua itu. Tanaman tersebut ditemukan oleh
kurang menguntungkan bagi kehidupan, mengharuskan Sloane sewaktu mengunjungi Jamaica dan juga tumbuh
kita untuk selalu mengantisipasi perubahan ini agar liar di Dominica pada akhir abad ke tujuh dan telah
ketersediaan pangan dapat dipenuhi. Ketergantungan ditanam di kebun orang-orang Indian. Sekarang tanaman
pangan hanya kepada beras saja tentu perlu garut telah menyebar ke negara-negara tropis yang lain
dipertimbangkan kembali. Salah satu solusinya adalah yaitu Brazil, India, Ceylon, Filipina dan Indonesia. Tanaman
pemanfaatan komoditi lain sebagai sumber pangan perlu garut sudah dikenal di beberapa daerah di Indonesia,
digali agar lebih berdaya guna bagi masyarakat. Berbagai namun terbatas sebagai tanaman pekarangan dan hutan
sumber pangan lokal banyak yang berpotensi untuk rakyat sebagai sumber pangan lokal. Di Indonesia hingga
dikembangkan misalnya tanaman Garut ( Maranta saat ini belum dibudidayakan pada skala komersial
arundinacea Linnaeus). Namun karena kurang dikenal padahal potensi garut sangat memberikan harapan.
baik manfaat dan budidayanya, maka Garut termasuk Berbeda dengan Indonesia, Amerika dan Cina dan Jepang
kedalam kelompok tanaman yang kurang dimanfaatkan telah mengembangkannya pada skala industri komersial.
(less utilized crop). Sebagai tanaman tropis, Garut mudah dibudidaya
Garut atau irut, ( Maranta arundinacea Linnaeus) dan limbahnya berupa bahan tanaman kering bermanfaat
termasuk kedalam jenis tanaman hias herba yang untuk pakan ternak. Pati garut dapat mensubstitusi
menghasilkan rimpang yang dapat dimakan (edible sebagian dari penggunaan terigu dalam berbagai produk
rhizome). Di Indonesia, kerap ditanam di pekarangan pangan. Selain itu, sebagai sumber pangan memiliki
pedesaan sebagai cadangan pangan dalam musim paceklik manfaat kesehatan karena selain bersifat rendah kalori,
Supriati dan Tambunan | 157

tidak mengandung gluten, juga indeks glikemiknya sangat kemerahan,dengan sisik daun putih kemerahan. Daun
rendah dibanding umbi-umbian lainnya, sehingga Garut bertangkai panjang, berpelepah pada pangkalnya dan
sangat baik untuk dikonsumsi penderita diabetes. menebal, dengan helaian bentuk lonjong atau bundar.
ini diuraikan berbagai aspek tentang Garut antara Bunga majemuk dalam malai terminal (di ujung
Pati garut merupakan salah satu sumber karbohidrat batang), zigomorfik, berwarna putih. Buah lonjong,
terbaik alami. Kualitasnya yang mudah dicerna serta berwarna merah tua, gundul sampai berambut
kemampuannya untuk bercampur dengan baik dengan (Sudarmadi, H.1996).
berbagai bahan makanan, membuatnya sebagai pati yang Syarat Tumbuh
paling dicari untuk pembuatan formula makanan bayi. Di Tanaman garut tumbuh baik pada tanah
bidang industri, pati garut dimanfaatkan sebagai bahan berdrainase baik dan tingkat keasamannya rendah. Tanah
dasar bedak, lem dan sabun, sementara itu bubur yang yang paling disukai tanaman garut adalah tanah lempung
dihasilkan dari rimpang Garut dimanfaatkan dalam yang subur, terutama tanah lempung berpasir yang
pabrik kertas, karton, bantal dan papan tembok. banyak mengandung mineral vulkanik. Garut kurang cocok
Di dalam makalah lain mencakup botani, habitat, ditanam pada tanah yang sering tergenang, karena akar
budidaya dan panen penanganan pasca panen dan akan kekurangan oksigen dan terjadi keracunan metan,
pengolahan hasil, pemanfaatan sebagai sumber pangan sehingga layu dan membusuk. Jenis tanah yang baik bagi
dan kesehatan serta potensi pengembangan dan pembentukan umbi adalah yang berstruktur remah,
tantangan yang dihadapi. dengan kandungan liat, debu, dan pasir berbanding 1:1:1;
dan kemasaman (pH) tanah 5−8. Tanah yang berasal dari
BOTANI DAN SYARAT TUMBUH bahan induk kapur atau sedimen batu pasir dengan pH
5−8 sangat cocok untuk pertumbuhan umbi garut, seperti
Botani di Sentolo dan Semin, Yogyakarta. (Anonim, 2015)
Garut atau irut (Maranta arundinacea Linneus.), Garut umumnya tumbuh normal pada ketinggian
termasuk ke dalam jenis tanam-an terna penghasil umbi 900 m dari permukaan laut, tetapi akan tumbuh lebih baik
rimpang yang dapat dimakan. Nama daerah tanaman pada daerah dekat laut dengan ketinggian 60-90 m di atas
garut nya diantaranya sagu (Plg.); sagu bamban (Bat.); permukaan laut. Tanaman garut memerlukan curah hujan
sagu belanda, sagu minimum 150-200 cm per bulan. Suhu berpengaruh
betawi, ubisagu (Mly.); sagurarut (Mink.). Juga, patat sagu, terhadap proses metabolisme tanaman garut. Suhu tanah
larut (Sd.); angkrik, garut, irut, waerut (Jw.); arut, larut, berperan dalam pertumbuhan awal (inisiasi) pembentukan
laru, salarut (Md.); krarus, marus (Bal.) dan; péda-péda, umbi. Suhu lingkungan yang optimal adalah 25−30 °C agar
( Maluku Utara) (Heyne, K. 1987). Tamanan Garut tumbuh proses respirasi, transpirasi maupun fotosintesis berjalan
tegak, dengan batang-batang yang bercabang seperti optimal. Untuk mendapatkan suhu yang optimal, garut
garpu, tinggi 40–100 cm (Gambar 1) Rimpangnya lunak sebaiknya ditanam pada ketinggian kurang dari 1.000 m
dan membesar, berdaging, keputih-putihan atau dari permukaan laut (dpl). Garut umumnya ditanam di
kemerahan, dengan sisik daun putih lahan kering dengan curah hujan 1.500−2.000 mm/tahun.
kemerahan. Daun bertangkai panjang, berpelepah pada (Djaafar dkk., 2007). Tanaman garut tidak harus mendapat
pangkalnya dan menebal, dengan helaian bentuk lonjong cahaya matahari langsung karena tanaman garut toleran
atau bundar. terhadap naungan 30−70%. (Suhartini dan Hadiatmi,
2011).

Budidaya Dan Perbanyakan Bibit


Pengolahan tanah dan tanam
Pengolahan tanah dilakukan bersamaan dengan
panen pada musim kemarau, lalu dilakukan penanaman
(Sutrisno, K. 2015). Pada umumnya Garut ditanam dengan
cara membuat bumbungan dengan lebar 120 cm dan
panjangnya tergantung dari panjang lahan. Tinggi
bumbungan 25 -50cm, dengan jarak antar bumbungan
30-50cm.. Bibit garut ditanam dengan kedalaman 8 -15cm,
Gambar 1. Tanaman Garut dengan cirri batang bercabang kemudian ditutup dengan tanah. Cara tanam umbi garut
seperti garpu (kiri) (Wikipedia, 2015) dan Rimpang Garut adalah umbi dipotong dengan panjang atau jumlah ruas
Penghasil Pati Berkualitas. (Anonim,2015) (kanan) 3−4 ruas, kemudian ditanam pada kedalaman tanah
5−7,50 cm dengan jarak tanam 30 cm, agar kebutuhan
Pada siang hari daun akan membuka datar, benih tidak terlalu bnyak. Hasil panen garut dapat
sedangkan pada malam hari akan menggulung. Tanaman mencapai antara 10 - 20 ton/ha, dengan kadar pati yang
Garut tumbuh tegak, dengan batang-batang yang dapat diekstraksi 20 persen atau sebanyak 2-4 ton
bercabang seperti garpu, tinggi 40–100 cm. Rimpangnya (Sutrisno, K. 2015)
lunak dan membesar, berdaging, keputih-putihan atau
158 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 156-162

Pemupukan pengendaliannya perlu dilakukan rotasi dengan tanaman


Pemberian pupuk kandang atau kompos dapat yang bukan inangnya
menggemburkan tanah. Jumlah pupuk kandang atau
kompos yang perlu diberikan sebanyak 25-30 ton per Perbanyakan bibit
hektar. Rekomendasi pemupukan tanaman garut menurut Kendala peningkatan produksi garut di antaranya
Fillamajor dan Jukema (1996) adalah amonium sulfat adalah sulitnya mendapatkan bibit dalam jumlah banyak
350−650 kg atau urea 156−290 kg/ha/musim; TSP 300 kg serta varietas yang cocok di daerah pengembangan
atau SP36 sebanyak 375 kg/ha/musim, dan KCl 300 produksi. Secara konvensional perbanyakan bibit yang
kg/ha/musim. Pupuk P dan K diberikan saat tanam, digunakan umumnya berasal dari anakan atau umbi
sedangkan N diberikan secara bertahap dengan interval (rhizome). Jumlah anakan tiap rumpun yang dapat
waktu tertentu. Pemupukan pertama dilakukan pada dijadikan bibit relatif sedikit, sehingga akan mengalami
waktu penanaman. Pemupukan berikutnya menjelang kesulitan bila akan membudidayakan tanaman garut
tanaman berbunga atau berumur 3.5 bulan, dimana pada dalam skala yang luas. Jumlah anakan yang dapat
waktu tersebut tanaman mulai membentuk umbi. digunakan sebagai bibit sekitar 5 anakan tiap rumpun.
Penelitian pemupukan di daerah Pajangan dan Sedayu Cara lain teknik konvensional adalah perbanyakan melalui
dengan takaran pupuk organik maupun anorganik yang ujung-ujung rhizoma atau tunas umbi (bits) yang
rendah memberikan hasil umbi 9,60−12 t/ha/musim, atau panjangnya sekitar 4-7 cm dan mempunyai 2-4 mata
meningkat 89,72−137,15% dibanding tanpa pemupukan tunas, yang dengan cara inipun jumlah bibit yang dapat
dengan hasil umbi 5,06 t/ha/musim. Di lokasi yang sama, diperoleh tetap terbatas. Kebutuhan benih sesuai dengan
2
hasil umbi garut pada lahan ternaungi dan terbuka dengan jarak tanam. Untuk lahan 1.000 m dengan jarak tanam 30
berbagai perlakuan pemupukan, menunjukkan tanpa cm x 30 cm diperlukan benih paling sedikit 11.000 batang.
pemupukan (yang umum dilakukan petani) menghasilkan Jadi untuk menanam 1 ha diperlukan 110.000 batang. Stek
201,33 umbi/10 m2 dan 5,06 t/ha/musim (Sarjiman dkk., bibit umbi disemaikan terlebih dahulu dengan
2007). Sedangkan pemberian Urea, SP36, dan KCl masing- membenamkan potongan-potongan umbi yang akan
masing 30 kg/ ha/musim + kompos 1 t/ha/musim dijadikan bibit ke dalam tanah untuk menjaga agar stek
menghasilkan 305,00 umbi/10 tanaman dan 12,00 umbi dapat tumbuh baik dan dijaga kelembaban tanahnya.
t/ha.musim (Djaafar dkk., 2007). Hasil produksi umbi garut Setelah bibit garut tumbuh sekitar 4-5 minggu, bibit garut
yang diamati di Balai Penelitian Tanaman Pangan dapat dipindahkan ke lahan produksi (Sutoro, 2012).
Yogyakarta menunjukkan bahwa hasil dan kualitas umbi Untuk suatu lahan produksi yang luas maka
garut dapat ditingkatkan melalui pemupukan berimbang. kebutuhan bibit tidak dapat dipenuhi dengan teknik
Di samping itu diketahui bahwa tanaman garut juga konvensional. Alternatif lain adalah penggunaan teknik
mengeksploitasi N 50 kg, P 15 kg, dan K 135 kg/ha/ musim kultur jaringan. Salah satu kelebihan dari aplikasi teknik
selama masa pertumbuhannya, sehingga perlu kultur jaringan adalah dapat memperbanyak bibit secara
pengembalian unsur hara yang diserap umbi garut. cepat, seragam, dan jumlahnya tidak terbatas (George and
Selanjutnya dinyatakan bahwa terdapat pengaruh Sherington, 1984). Menurut Daquinta, M dkk. (2009)
pemberian pupuk organik pada tanaman garut terhadap bahwa pucuk yang berasal dari tunas umbi, M.
tinggi tanaman dan hasil umbi. Pupuk organik berperan arundinacea berhasil tumbuh secara in vitro pada media
penting pada tanah bertekstur liat dan sangat elastik semi-padat Murashige dan Skoog (MS) yang ditambah
dalam keadaan basah, antara lain untuk meningkatkan dengan 3 mg/l-1 6-benzilaminopurin (BAP) pada kondisi
ruang pori tanah, sehingga oksigen tanah meningkat, gelap, yang juga merupakan media terbaik untuk
resapan air, dan meningkatkan kegemburan sehingga akar proliferasi pucuk. Selanjutnya pucuk diaklimatisasi pada
mudah menembus tanah. media zeolit dan subtrat penyaring tebu (1:1) dengan
persentase kelangsungan hidup 90%.
Pengendalian hama dan penyakit
Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) Kualitas Tepung dan Penggunaan
yang dapat menurunkan hasil sampai 50% jarang terjadi Kualitas Umbi dan tepung
pada budidaya tanaman garut. Namun masih dijumpai Tanaman Garut dapat dipanen pada umur 6-10
beberapa hama penting pada tanaman garut yaitu Tikus, bulan. Akan tetapi Umbi garut yang akan diolah menjadi
Uret, Bekicot dan Boleng, dan penyakit yang disebabkan pati sebaiknya dipanen pada umur 10 bulan setelah
oleh jamur Fusarium. Pada umbi garut dewasa sering tanam, karena rendemen pati dan kandungan amilosanya
ditemukan gejala serangan hama boleng, seperti pada ubi tinggi. Tabel 1 menunjukkan hubungan antara umur
jalar. Serangan hama boleng banyak dijumpai pada umbi panen umbi terhadap kualitas fisikokimia pati yang
garut yang ditanam di bawah tegakan tanaman bambu. dikandungnya (Djaafar dkk., 2006).
Sedangkan Serangan jamur Fusarium sp. menyebabkan Umbi garut dapat diklasifikasi menjadi 3 kelompok
daun berwarna kuning yang dimulai dari bagian dekat berdasarkan bobot umbi, panjang umbi, lebar umbi, dan
tulang daun kemudian meluas ke arah tepi daun. Jamur rasio panjang terhadap lebar umbi yaitu kelompok A
ini merupakan jamur tular tanah (soil borne fungi) yang (Besar), B (sedang) dan C (Kecil) (Tabel 2). Umbi kelas A
mempunyai inang cukup banyak, sehingga dan B sangat baik untuk pembuatan pati dan emping
Supriati dan Tambunan | 159

garut, dengan nilai ekonomi tinggi, sedangkan umbi kelas memiliki rasa yang lebih netral, dan tidak terpengaruh
C dapat digunakan untuk benih pada musim tanam oleh pembekuan. Kelemahannya adalah tepung garut
berikutnya. tidak bercampur dengan baik dengan produk susu,
membentuk campuran berlendir.(Alden, L. 2005)
Tabel 1. Sifat Fisikokimia Pati Garut Pada Berbagai Umur Disarankan bahwa garut dicampur dengan cairan dingin
Panen. sebelum menambah cairan panas. Overheating cenderung
Umur panen (bulan) merusak sifat penebalan dari garut. Harga tepung garut
Sifat fisik dan Kimia
6 8 10 di Amerika per US$ 10,00 per lbs atau setara IDR 135.000
Rendemen (%) 14,81 14,46 16,37 per 453 g.(Gambar 2)
Derajat putih 97,44 97,33 97,61
Kadar air (%) 13,52 9,56 14,85
Kadar serat (%) 8,25 21,26 40,92

Tabel 2. Karakteristik Umbi Garut Menurut Kelasnya.


Djaafar dkk. (2006).
Kelas
Karakteristik A (cm) B (cm) C (cm)
Bobot umbi (g) 91,8 51,6 28,5
Panjang umbi (cm) 24,1 18,6 13,6
Lebar umbi (cm) 2,7 2,3 2,0 Gambar 2. Tepung Umbi Garut (Katie, 2013) (kiri). Tepung Garut
Rasio panjang dan 8,9 8,0 6,8 Dalam Kemasan (Anomymous, 2015) (kanan)
lebar
Tepung garut merupakan granular pati yang lebih
besar dan berubah menjadi agar-agar pada suhu yang
Pengolahan pati garut sangat sederhana dan dapat
relatif rendah. Lalitha dkk. (2014) menguji tepung garut
dilakukan pada industri rumah tangga di pedesaan. Untuk
sebagai subtitusi agar pada percobaan multipikasi bulberry
memperoleh pati garut, umbi dicuci bersih lalu digiling
dalam kultur in vitro, Hasilnya tepung garut AR- 6.0%
menggunakan mesin penggiling dan disaring hingga
dapat menginduksi tunas sama seperti media yang diberi
diperoleh larutan pati. Larutan pati diendapkan kemudian
campuran agar dan AR- 6.0%. Olahan berbahan baku
dibuang airnya. Pati basah lalu dicuci dengan
tepung garut banyak dikenal di dunia internasional seperti
menambahkan air, diaduk lalu diendapkan. Pencucian pati
di Inggris sebanyak 31 resep (Anonymous, 2015).
sebaiknya dilakukan 3−4 kali agar diperoleh pati yang
Beberapa produk makanan berbahan tepung garut untuk
berwarna putih dan lembut (Gambar 3).
anak berumur di bawa lima tahun (Balita) sudah
Penggunaan dipasarkan secara luas misalnya Toddler Snack Arrowroot
Pati garut dapat dimanfaatkan sebagai bahan Biscuit ToddlerMI-DEL Arrowroot Biscuit (Anonymous,
substitusi terigu dalam pengolahan pangan. Untuk kue 2015) dan Arrowroot Cookies (Carey, E. 2015).
kering (cookies), tingkat substitusi 60−100% dapat
menghasilkan kue kering dengan kerenyahan tinggi. Dalam Pengembangan Tanaman Garut Dan Tantangan
pembuatan cake dan roti, diperlukan protein gandum Perakitan Varietas Unggul
yaitu gluten yang tidak ditemukan dalam bahan pangan Salah satu langkah untuk memulai pengembangan
umbi-umbian seperti garut (Khatkar dan Schofield 1997). tanaman Garut adalah tersedianya varietas unggul dengan
Oleh karena itu, dalam pembuatan cake dan roti, tingkat karakteristik yang diminati oleh pengguna. Koleksi plasma
substitusi pati garut terhadap terigu hanya 40% (Husniarti nutfah Garut yang telah dimiliki Balai Besar Bioteknologi
dkk., 2001). Pada skala rumah tangga, Garut dapat diolah dan Sumberdaya Genetik Pertanian sekitar 30 varietas
menjadi berbagai produk antara lain garut rebus, tepung lokal, berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta,
garut, keripik garut, emping garut dan berbagai masakan Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan (Suhartini, T dan
olahan tepung garut. Tepung garut juga bisa digunakan Hadiatmi, 2011). Dari analisis kualitatif seperti warna daun
sebagai makanan tambahan untuk anak-anak berumur di diketahui tidak menunjukkan keragaman yang berarti.
bawa lima tahun (Balita). Cara pengolahan tepung garut, Usaha meningkatkan keragaman genetik yang sempit pada
keripik garut, emping garut, jenang garut, jentik garut dan tanaman garut, perlu dilakukan melalui teknik mutasi
kue dadar garut dikembangkan oleh SEAFAST-IPB induksi. Teknik mutasi merupakan metode pemuliaan yang
(Sutrisno, K. 2015). sesuai bagi tanaman yang berbiak secara vegetatif. Melalui
Tepung Garut dapat membuat gel menjadi jernih, pemuliaan mutasi diharapkan dapat dihasilkan sejumlah
gel berkilauan dan mencegah kristal es dalam pembuatan mutan garut yang lebih baik dari plasma nutfah asal.
es krim. Hal ini juga dapat digunakan sebagai pengental
untuk makanan asam, seperti saus asam manis Asia. Garut Perakitan Varietas Unggul Baru
mengental pada suhu lebih rendah daripada tepung atau Fillamajor dan Jukema (1996), menyatakan bahwa
tepung maizena, tidak dilemahkan oleh bahan asam, ada sekitar 23 spesies garut dari genus Maranta. yang
160 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 156-162

banyak ditanam di Indonesia. Salah satu yang terbanyak 50−100%. Impor terigu setiap tahunnya tidak kurang dari 3
Maranta arunyang, dengan corak daun bergaris putih dan juta ton (Djafaar, TF dkk., 2010). Padahal kalau dilakukan
jumlah klorofil hijau kurang dari 100%. Sementara itu, hasil budidaya tanaman garut seluas 335 ribu hektar, impor
analisis keragaman genetik terhadap 19 aksesi Garut yang terigu dapat berkurang ratusan ribu ton. Dengan demikian
ada di Indonesia, melalui penanda molekuler RAPD Garut mempunyai potensi pasar internasional. Di St.
menunjukkan tidak berbeda secara genetis (Sastra, 2003). Vincent (Amerika Tengah), tanaman ini telah diusahakan
Dengan demikian, terbatasnya penyediaan genotipe secara komersial dan sekitar 95% kebutuhan dunia
unggul Garut dari plasma nutfah yang ada merupakan dipasok dari negara tersebut. Negara pengekspor garut
salah satu faktor pembatas dalam program pemuliaan terbesar di kawasan Asia Tenggara adalah Filipina.
tanaman Garut. Menurut Sukamto dkk.(2010), tanaman
garut diperbanyak secara vegetatif sehingga keragaman Pengembangan Produksi dan Tantangannya
genetiknya sangat sempit. Usaha meningkatkan Indonesia merupakan wilayah tropis basah, lahan
keragaman genetik yang sempit pada tanaman garut, vulkanik di pengunungan dengan curah hujan yang
perlu dilakukan melalui teknik mutasi induksi. Teknik beragam antar provinsi), sehingga secara umum cocok
mutasi merupakan metode pemuliaan melalui untuk pengembangan budidaya tanaman garut.
pembentukan mutan baik secara fisik dengan irradiasi Berdasarkan data
sinar Gamma maupun secara kimiawi misalnya dengan Data statistik Indonesia menunjukkan luas lahan
menggunakan Ethyl Methane Sulfonate (EMS). pekarangan mencapai 10,3 juta hektar (Anonim, 2015) dan
Penggunaan kolkisin dan Oryzalin juga dapat digunakan luas lahan hutan rakyat 1,3 juta hektar (Anonim, 2015).
dengan tujuan untuk memanipulasi ploidi, dengan Hasil penelitian Djafar, TF dkk. (2010) bahwa produksi
harapan timbul varian varian baru. Dengan umbi garut berkisar 9−12 ton/ha dengan kandungan pati
menggunakan koleksi sumber genetik Garut yang ada di 1,92−2,56 ton/ha. Seandainya 5 persen dari lahan
BB Biogen perlu dirintis suatu upaya untuk menciptakan pekarangan dan hutan rakyat tersebut, yaitu 580 ribu
varietas baru dengan keunggulan produktivitas tinggi hektar digunakan untuk budidaya tanaman garut akan
ataupun ketahanan terhadap suatu penyakit ataupun menghasilkan tepung garut 1,45 juta ton per musim. Jika
unggul karena mengandung senyawa fungsional tertentu. pengembangan budidaya tanaman garut diperluas
menjadi 10 persen dari luas lahan pekarangan dan hutan
Kandungan Nutrisi dan Manfaat rakyat, maka akan menghasilkan tepung garut 2,9 juta ton
Kandungan Nutrisi per musim. Jumlah produksi tepung garut atau
Garut terutama ditanam untuk memproduksi umbi, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
yang menghasilkan pati berkualitas tinggi, berukuran halus ketersediaan aneka sumber pangan dan ketahanan
dan berharga mahal. Kandungan nutrisi tepung Garut per pangan. Harga tepung garut di Amerika sekitar US$ 10,00
100 gram dapat dilihat pada Tabel 3. per lbs atau setara IDR 135.000 per 453 g, dengan asumsi
50 % dari harga di Amerika diperkirakan harga 1,45 juta
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Garut per 100 g ton tepung garut bernilai US $ 3,2 trilyun. Dengan
Komponen Kandungan Kcal/g/mg/% demikian, dengan pengembangan budidaya tanaman
Energi 271 kJ (65 kcal) garut akan mensejahterakan masyarakat.
Karbohidrat 13.39 g (13,4 %)
Keistimewaan Tepung Garut
Serat pangan 1.3 g
Tepung garut membuat gel jernih, gel berkilauan
Lemak 0.2 g
dan mencegah kristal es dalam pembuatan es krim. Hal ini
Protein 4.24 g
juga dapat digunakan sebagai pengental untuk makanan
Thiamine (Vit. B1) 0.143 mg (11%)
asam, seperti saus asam manis Asia. Rendahnya kan
Riboflavin (Vit. B2) 0.059 mg (4%)
dungan gluten dalam tepung garut, menyebabkan sering
Niacin (Vit. B3) 1.693 mg (11%)
digunakan sebagai pengganti tepung terigu dalam
Asam Pantothenat (B5) 0.292 mg (6%)
beberapa penggunaan untuk pembuatan roti. Seperti pati
Vitamin B6 0.266 mg (20%)
murni lainnya, garut merupakan karbohidrat hampir murni
Folat (Vit. B9) 338 μg (85%)
dan tanpa protein, sehingga menggantikan sepenuhnya
Besi 2.22 mg (18%)
terhad tepung terigu dalam pembuatan roti, yang
Magnesium 25 mg (7%)
membutuhkan gluten. Garut mengental pada suhu lebih
Mangan 0.174 mg (9%)
rendah daripada tepung atau tepung maizena, tidak
Fosfor 98 mg (14%)
dilemahkan oleh bahan asam, memiliki rasa yang lebih
Kalium 454 mg (10%)
netral, dan tidak terpengaruh oleh pembekuan.
Kelemahannya adalah tepung garut tidak bercampur
dengan baik dengan produk susu, membentuk campuran
Pengolahan Hasil
berlendir. Disarankan bahwa garut dicampur dengan
Potensi tanaman Garut
cairan dingin sebelum menambah cairan panas.
Pati garut dapat mensubstitusi penggunaan terigu
Overheating cenderung merusak sifat penebalan dari
dalam berbagai produk pangan dengan tingkat substitusi
Supriati dan Tambunan | 161

garut. tepung terigu (Anonymous, 2015) Harga tepung dan biji-bijian terkait, termasuk barley dan rye. Gluten
garut di Amerika per US$ 10,00 per lbs atau setara IDR menyebabkan masalah kesehatan pada penderita penyakit
135.000 per 453 g (Anonymous, 2015) celiac (Celiac Disease-CD) dan beberapa kasus alergi
Tepung garut merupakan granular pati yang lebih gandum. Penyakit Celiac adalah penyakit auto-immune
besar dan berubah menjadi agar-agar pada suhu yang yang menyerang usus kecil karena adanya gluten. Bagi
relatif rendah. Lalitha dkk. (2014) menguji tepung garut mereka yang didiagnosis dengan penyakit celiac, diet
sebagai subtitusi agar pada percobaan multipikasi bulberry bebas gluten yang ketat merupakan satu-satunya
dalam kultur in vitro, Hasilnya tepung garut AR- 6.0% pengobatan yang efektif sampai saat ini (Lamacchia, C.
dapat menginduksi tunas sama seperti media yang diberi dkk., 2014).
campuran agar dan AR- 6.0%. Olahan berbahan baku
tepung garut banyak dikenal di dunia internasional seperti Sumber Folat yang Baik
di Inggris sebanyak 31 resep (Anonymous, 2014). Akar Garut segar merupakan sumber folat yang
Beberapa produk makanan berbahan tepung garut untuk baik . 100 g garut menyediakan 338 mg, atau 84% dari
anak berumur di bawa lima tahun (Balita) sudah tingkat kebutuhan harian tubuh akan folat. Folat bersama
dipasarkan secara luas misalnya Toddler Snack Arrowroot dengan vitamin B-12 adalah salah satu komponen penting
Biscuit (Anonymous, 2015), MI-DEL Arrowroot Biscuit yang mengambil bagian dalam pembentukan DNA dan
(Anonymous, 2015) dan Arrowroot Cookies (Elea Carey, pembelahan sel. Folat baik bila diberikan selama periode
2014). prakonsepsi dan kehamilan, untuk membantu mencegah
cacat tabung saraf dan malformasi kongenital lainnya pada
Pemanfaatan Garut Untuk Non-Pangan keturunan.
Umbi garut mempunyai banyak kegunaan, selain
sebagai bahan makanan juga digunakan sebagai bahan Mengandung Mineral Penting
untuk ramuan obat-obatan, antara lain: (1) Sebagai bahan Selanjutnya, garut mengandung beberapa mineral
obat-obatan garut dapat digunakan memperbanyak Air penting dengan jumlah moderat, seperti tembaga, besi ,
Susu Ibu (ASI); (2) Untuk mendinginkan perut dan disentri, mangan , fosfor , magnesium , dan seng . Di samping itu,
dan obat eksim; (3) Perasan umbi garut dapat dijadikan garut adalah sumber kalium (454 mg per
penawar bagi keracunan anak panah, sengatan lebah dan 100g). Kalium merupakan komponen penting dari sel dan
luka-luka lainnya; (4) Di pabrik tablet digunakan untuk cairan tubuh yang membantu mengatur detak jantung dan
mempersiapkan makanan yang mengandung barium yang tekanan darah.
diperlukan untuk penghancuran cepat
Pengembangan tanaman Garut dan Tantangan
Salah satu langkah untuk memulai pengembangan
Manfaat Garut untuk kesehatan
tanaman Garut adalah tersedianya varietas unggul dengan
Indeks glikemik rendah.
karakteristik yang diminati oleh pengguna. Koleksi plasma
Umbi garut memiliki manfaat kesehatan dan baik
nutfah Garut yang telah dimiliki Balai Besar Bioteknologi
untuk dikonsumsi penderita diabetes, karena indeks
dan Sumberdaya Genetik Pertanian sekitar 30 varietas
glikemiknya rendah (14) dibanding umbi-umbian lainnya,
lokal, berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta,
seperti gembili (90), kimpul (95), ganyong (105), dan ubi
Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan (Suhartini, T dan
jalar (179) (Marsono, Y.2002) Indeks glikemik merupakan
Hadiatmi, 2011). Dari analisis kualitatif seperti warna daun
ukuran yang menyatakan kenaikan kadar gula darah
diketahui tidak menunjukkan keragaman yang berarti,
seseorang setelah mengonsumsi makanan yang
kecuali terdapat satu. Usaha meningkatkan keragaman
bersangkutan. Makin tinggi indeks glikemik di dalam
genetik yang sempit pada tanaman garut, perlu dilakukan
bahan makanan tersebut, maka makin tidak baik untuk
melalui teknik mutasi induksi. Teknik mutasi merupakan
dikonsumsi penderita diabetes. Oleh karena itu, umbi
metode pemuliaan yang sesuai bagi tanaman yang berbiak
garut sangat baik dikonsumsi penderita diabetes.
secara vegetatif. Melalui pemuliaan mutasi diharapkan
Rendah Kalori dapat dihasilkan sejumlah mutan garut yang lebih baik dari
Garut sangat rendah kalori, 100 g umbi garut segar plasma nutfah asal.
hanya menyediakan 65 kalori, lebih rendah dari kentang,
KESIMPULAN
ubi, singkong, dll. Pati garut adalah terdiri dari amilopektin
(80 %) dan amilosa (20 %). Pati garut yang tidak berbau
Garut sangat adaptif di Indonesia, mudah
digunakan dalam industri makanan sebagai pengental, dan
dibudidaya dan sangat berpotensi untuk dikembangkan
zat penstabil .
secara komersial. Fungsi tanaman garut sangat banyak
Bebas Gluten
baik untuk pangan maupun non pangan seperti kesehatan.
Seperti pada akar dan umbi-umbian lainnya, garut
Keanekaragaman tanaman Garut yang sempit
juga bebas gluten. Pati garut yang bebas gluten juga
memerlukan breeding secara mutasi untuk mendapatkan
digunakan untuk makanan khusus bagi pasien penyakit
varietas unggul baru. Teknik perbanyakan in vitro Garut
celiac. Diet bebas gluten adalah diet tanpa gluten. Gluten
relatif terbatas, sehingga perlu dikembangkan.
adalah gabungan protein yang ditemukan dalam gandum
162 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 156-162

DAFTAR PUSTAKA http://www.healthline.com/health/arrowroot. Published on October 29,


2014.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1:608-610 Terj. Yayasan
Anonim, 2005. Pemetaan sumber daya lahan untuk pengembangan
Sarana Wana Jaya, Jakarta.
pertanian lahan kering dan konservasi tanah dan air di Provinsi
Katie, 2013. Arrowroot Powder Vs Cornstarch: Why Arrowroot Powder Is
DIY. Laporan Survei Pemetaan Sumber Daya Lahan, Pusat
A Better Choice Better Choice.
Konservasi Tanah dan Air.
http://theantidotelife.com/arrowroot-vs-cornstarch/.
_______, 2015. Iklim. BPS. Indonesia Statistics. Retrived 7 Agustus 2015.
Lamacchia C, Camarca A, Picascia S, Di Luccia A, Gianfrani C
_______, 2015. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) - BPTP
(2014)."Cereal-based gluten-free food: how to reconcile nutritional
kalbar - Kementerian Pertanian.
and technological properties of wheat proteins with safety for
_______,2015. Penata usahaan Hasil Hutan Di Hutan Hak/ Rakyat - Forda.
celiac disease patients". Nutrients(Review) 6 (2): 575–90. In the
http://Www.FordaMof.Org/Index.Php/Content/Downloa
Gluten Free Diet-Wikipedia Free Encyclopedia.
_______, 2015. Garut (Tumbuhan). Wikipedia Bahasa Indonesia
Lalitha, N , L.M.Devi, R. Banerjee, S. Chattopadhyay, A.K.Saha,
https://id.wikipedia.org/wiki/Garut_(tumbuhan).
B.B.Bindroo. 2014. Effect of plant derived gelling agents as agar
_______, 2015. Image. BBPP Ketindan.
substitute in micropropagation of mulberry (Morus indica L. cv. S-
https://www.google.co.id/search?q=budidaya+tanaman+garut&es
1635). Central Sericultural Research and Training Institute West
pv=2&biw=1265&bih=579&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&
Bengal,India. International Journal of Advanced Research Volume
ved=0CCwQsARqFQoTCLebloz_3cgCFcgmpgodkWAPng.
2, Issue 2, 683-690.
Anonymous. 2015. Starch Thickeners at The Cook's Thesaurus.
Marsono, Y. 2002. Indeks glisemik umbi-umbian. Makalah Seminar
http://www.foodsubs.com/ThickenStarch.html.
Nasional Industri Pangan, Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan
________ 2015. Arrowroot Powder Is A Thickening Agent.
Indonesia, Surabaya 10−11 Oktober 2002.
http://www.healthrecipes.com/arrowroot.htm.
Nurhayati, H., Sudiarto, Gusmaini, dan M. Rahardjo. 2003. Daya hasil
________ . 2015. BBC Certified Organic and Khoser Certified
umbi-umbian dan pati beberapa aksesi garut (Marantha
ArrowPowder, Maranta aundinacea.
arundinacea L.) pada beberapa tingkat naungan. Jurnal Ilmiah
https://www.mountainroseherbs.com/products/arrowroot-
Pertanian IX(2): 17−25 Gakuryoku Persada. Pusat Penelitian Tanah
powder/profile.
dan Agroklimat. 1994.
________. 2015. BBC - Food - Arrowroot recipes.
Sarjiman, T.F. Djaafar, dan H. Purwaningsih. 2007. Teknologi budi daya
http://www.bbc.co.uk/food/arrowroot.
garut pada lahan pekarangan untuk meningkatkan pendapatan
______. 2015.Toddler Snacks Arrowroot Biscuits NESTLÉ® GERBER®.
rumah tangga di lahan marginal. hlm. 125−132.
http://www.nestle-baby.ca/en/products /nestle-gerber-toddler-
Sarjiman, T.F. Djaafar, dan S. Rahayu. 2006. Paket pemupukan tanaman
snacks/nestle-gerber-arrowroot-biscuits.
garut untuk memanfaatkan lahan naungan. hlm. 545− 551.
_________. 2015. Gluten-Free Arrowroot Cookies | MI-DEL Cookies.
Sarjiman dan T.F. Djaafar. 2007. Pemupukan garut pada lahan
http://www.midelcookies.com/products/gluten-free/arrowroot-cookies.
pekarangan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di lahan
________, 2015. Gluten. Wikipedia Free Encyclopedia. Retrieved 10
marginal. hlm. 183−189.
August 2015.
Sudarnadi, H. 1996. Tumbuhan Monokotil. Penebar Swadaya, Jakarta.
________, 2015. Arrowroot Starch. Bobs Red Miil.
Hal. 90-91.
http://www.bobsredmill.com/arrowroot-starch.html.
Suhartini, T dan Hadiatmi. 2011. Keragaman Karakter Morfologis Garut
Daquinta, M. Karomo Brown (Cuba), Jaime A. Teixeira da Silva (Japan),
(Marantha arundinaceae L.) Balai Besar Penelitian dan
Fernando Sagarra (Cubaaranta arundinacea L.) 2009. In) In Vitro
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian,
Propagation of Arrowroot (M ternational Journal of Plant
Plasma Buletin Plasma Nutfah Vol.17 No.1 hal 12-17.
Developmental Biology, Printed in Japan, 2009. (pp 15-17).
Sutrisno Koswara. 2015. Modul Teknologi Pengolahan Umbi‐Umbian
De Palma, Giada; Nadal, Inmaculada; Collado, Maria Carmen; Sanz,
Bagian 7: Pengolahan Umbi Garut Oleh: Southeast Asian Food And
Yolanda (2009). "Effects of a gluten-free diet on gut microbiota
Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center Research
and immune function in healthy adult human subjects". British
and Community Service Institution Bogor Agricultural University
Journal of Nutrition 102 (8): 1154–
http://seafast.ipb.ac.id.
1160.doi:10.1017/S0007114509371767. Retrieved 25 July 2013. In
Sutoro. 2012.Penyediaan Bibit untuk Budi Daya Tanaman Garut
the Gluten Free Diet-Wikipedia Free Encyclopedia.
Agroinovasi Edisi 25-31 Januari 2012 No.3441 Tahun XLII– Balai
Djaafar T.F., Sarjiman, dan Arlyna B. Pustika. 2010. Pengembangan Budi
Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya
Daya Tanaman Garut Dan Teknologi Pengolahannya Untuk
Genetik Pertanian Badan Litbang Pertanian - Sinar Tani,
Mendukung Ketahanan Pangan. Balai Pengkajian Teknologi
http://www.litbang.pertanian.go.id/download/one/328/file/Penye
Pertanian Yogyakarta, Diterima: 12 Januari 2010.
diaan-Bibit-untuk-Bud.pdf.
Elea Carey. 2014 Why Arrowroot is Good for Teething. Arrowroot
Cookies for Teething Babies - Healthline.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 163-167

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH


MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PTT DAN INTRODUKSI
BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) DI
KABUPATEN BENGKULU UTARA
Yong Farmanta*,Yartiwi, Yulie Oktavia
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
Jalan Irian km 6,5 Bengkulu
*E.mail : [email protected]

Abstrak - Kabupaten Bengkulu Utara merupakan salah satu sentra produksi padi di Provinsi Bengkulu. Pada tahun 2012 produksi yang
dihasilkan dari Kabupaten Bengkulu Utara sebesar 90.731,1 ton menjadi pemasok terbesar ke dua terhadap total produksi padi
Propinsi Bengkulu. Produktivitas rata-rata padi sawah di Propinsi Bengkulu adalah 40,17 kw/ha. Produktivitas padi di Provinsi Bengkulu
masih rendah dibandingkan dengan produktivitas nasional yang sudah mencapai 5,05 t GKG/ha. Produktivitas padi sawah berpeluang
untuk ditingkatkan melalui melalui intensifikasi dan efisiensi penggunaan lahan dengan penerapan PTT. Tujuan pengkajian adalah
untuk mengetahui daya hasil berdasarkan keragaan tanaman dan produktivitas yang dicapai beberapa VUB yang di introduksikan
dengan menerapkan teknologi PTT padi sawah. Pengkajian dilakukan pada lahan sawah irigasi di Desa Tanjung Agung Palik, Kecamatan
Tanjung Agung, Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu dari bulan Juli - Oktober 2014. Rancangan yang digunakan dalam
pengkajian adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal yaitu varietas padi Inpari yang terdiri dari 5 taraf yaitu Inpari 14,
15, 22 dan 23 sebagai pembanding varietas ciherang yang masing-masing diulang sebanyak 6 kali. Teknologi yang diterapkan adalah
komponen PTT padi sawah. Data yang dikumpulkan yaitu data pertumbuhan tanaman dan komponen hasil. Data dianalisis dengan
analisis sidik ragam (ANOVA) dan diuji lanjut dengan DMRT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Hasil pengkajian bahwa
secara statistik dari 5 varietas berdasarkan keragaan pertumbuhan dan hasil menunjukkan perbedaan yang nyata antar varietas.
Varietas Inpari 14 dan 22 lebih adaptif dibandingkan varietas Inpari 15, 23 dan ciherang hal ini terlihat pada rerata berat 1000 butir
dan produktivitas GKP per ha yaitu untuk berat 1000 butir rata-rata pada varietas inpari 14, 15, 22, 23 dan Ciherang yaitu 25,50 g,
22,72 g, 26,10 g, 23,73 g, dan 20,15 g. Sedangkan produktivitasnya masing-masing varietas adalah 7,16 t/ha, 6,26 t/ha, 7,05 t/ha, 6,10
t/ha dan 4,87 t/ha.

Kata kunci : padi sawah, PTT, VUB

PENDAHULUAN tingginya senjang hasil antara hasil pengkajian dengan


Padi merupakan tulang punggung pembangunan hasil riel di tingkat petani. Tingkat pemahaman petani dan
subsektor tanaman pangan dan berperan penting penyuluh dalam pelaksanaan SPTT masih rendah dan perlu
terhadap pencapaian ketahanan pangan. Padi juga ditingkatkan.
memberikan kontribusi besar terhadap produk domestik Salah satu cara untuk mengurangi senjang hasil
bruto (PDB) nasional (Damardjati, 2006; Dirjen Tanaman adalah dengan menerapkan teknologi yang spesifik lokasi
Pangan, 2008; Sembiring dan Abdulrahman, 2008). Untuk dengan pendekatan pengelolaan tanaman dan
mewujudkan ketahanan pangan nasional, pada tahun sumberdaya terpadu (PTT). PTT adalah suatu pendekatan
2011 Kementerian Pertanian telah menetapkan target inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi
produksi sebesar 70,60 juta ton GKP. Sampai dengan dan pendapatan petani melalui perakitan komponen
tahun 2014 pertumbuhan produksi padi ditargetkan teknologi secara partisipatif bersama petani (Pusat
meningkat sebesar 5,22% per tahun (Kementerian Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2009).
Pertanian, 2011). Dengan pendekatan ini diharapkan selain produksi padi
Senjang hasil (yield gap) antara hasil penelitian naik, biaya produksi optimal, produknya berdaya saing dan
dengan hasil riel di tingkat petani di Provinsi Bengkulu lingkungan tetap terpelihara sehingga bisa berkelanjutan.
masih cukup tinggi yaitu lebih dari 40%. Hasil pengkajian Kabupaten Bengkulu Utara merupakan salah satu
menunjukkan bahwa produktivitas padi sawah di Bengkulu daerah sentra produksi padi di Provinsi Bengkulu. Luas
dapat mencapai 6,5 -7,5 t/ha, sedangkan produktivitas lahan sawah di Kabupaten Bengkulu Utara 13.880 ha
yang dicapai petani baru berkisar antara 4 – 5,5 t/ha. Rata- terdiri dari sawah irigasi teknis 3.582 ha, setengah teknis
rata produktivitas padi di Provinsi Bengkulu baru mencapai 3.791 ha, dan sederhana 2.053 ha, irigasi desa 1.474 ha,
4,03 t/ha, sedangkan secara nasional sudah mencapai 5,05 dan tadah hujan 2.980 ha (BPS Provinsi Bengkulu, 2012).
t/ha (BPS Provinsi Bengkulu, 2011; Dirjen Tanaman Dari sisi produksi yang dihasilkan tahun 2012 sebesar
Pangan, 2010). 90.731,1 ton menjadi pemasok terbesar ke dua terhadap
Tingkat adopsi teknologi budidaya padi di Provinsi total produksi padi Provinsi Bengkulu. Produktivitas rata-
Bengkulu relatif masih rendah yang diindikasikan oleh rata padi sawah di Provinsi Bengkulu adalah 40,17 kw/ha,
164 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 163-167

sedangkan untuk padi ladang 20,78 kw/ha. Produktivitas bibit muda <21 HSS dengan sistem tanam legowo 4:1
padi di Provinsi Bengkulu masih lebih rendah dibandingkan (jarak tanam 20 x 10 x 40 cm) dan pupuk NPK Phonska 350
dengan produktivitas nasional yang sudah mencapai 5,05 t kg/ha dan Urea 100 kg/ha, 3 kali pemupukan, I = 7 HST, II =
GKG/ha. Produktivitas padi sawah rata-rata 4,408 ton/ha 22 HST dan III = 35 HST, pengendalian gulma secara
,dan masih terbuka ditingkatkan melalui pendekatan manual, pengendalian hama dan penyakit dengan prinsip
Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu PHT serta panen dan gabah segera dirontok menggunakan
(GP2T2) dan peningkatan Indeks Pertanaman (IP). power threser.
Menurut Baehaki (2001), penggunaan varietas Pengumpulan data dilakukan dengan observasi
unggul baru merupakan salah satu usaha untuk langsung dengan melakukan budidaya. Data yang
meningkatkan hasil dan mengantisipasi kegagalan usaha dikumpulkan yaitu data pertumbuhan tanaman (tinggi
tani padi sawah di tingkat petani, dimana varietas unggul tanaman dan jumlah anakan), dan komponen hasil
yang beredar sekarang, suatu saat hasilnya akan menurun (panjang malai, gabah isi/malai, gabah hampa/malai, berat
dan ketahanan terhadap hama penyakit tertentu juga 1000 butir dan produktivitas). Data dianalisis dengan
berkurang. VUB adalah kelompok tanaman padi yang analisis sidik ragam (ANOVA) dan diuji lanjut dengan DMRT
memiliki karakteristik umur kisaran 100 – 135 HSS (hari untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
setelah semai), anakan banyak (>20 batang/rumpun) dan
bermalai lebat (150 butir/malai). HASIL DAN PEMBAHASAN
Disadari bahwa adopsi varietas unggul baru padi
sawah di tingkat petani tidaklah mudah dan diperlukan Pertumbuhan Tanaman
informasi tentang kesesuaian varietas dengan kondisi Hasil uji statistik terhadap parameter tinggi
spesifik lokasi. Tidak semua varietas mampu tumbuh dan tanaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara
berkembang pada berbagai agroekosistem. Dengan kata Inpari 14, 15, 22, 23 dan Ciherang. Sedangkan jumlah
lain, tiap varietas akan memberikan hasil yang optimal jika anakan produktif Inpari 14 berbeda nyata dengan Inpari
ditanam pada lahan yang sesuai (Kustiyanto, 2001). Tujuan 15, 22, 23 dan berbeda sangat nyata dengan varietas
pengkajian adalah untuk mengetahui daya hasil ciherang. Adapun rata-rata hasil pengukuran terhadap
berdasarkan keragaan tanaman dan produktivitas yang tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif dapat dilihat
dicapai beberapa VUB yang di introduksikan dengan pada Tabel 1 berikut :
menerapkan teknologi PTT padi sawah.
Tabel 1. Rata-rata hasil pengukuran tinggi tanaman (cm) dan
METODE PENELITIAN jumlah anakan produktif (anakan) masing-masing perlakuan
Tinggi Tanaman Jumlah Anakan
Perlakuan
Pengkajian dilakukan pada lahan sawah irigasi di (cm) (anakan)
a a
Desa Tanjung Agung Palik, Kecamatan Tanjung Agung, Inpari 14 105,00 20,22
a b
Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu dari bulan Inpari 15 101,17 17,13
ab b
Juli - Oktober 2014. Kecamatan Tanjung Agung Palik Inpari 22 100,83 18,08
ab b
merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bengkulu Inpari 23 100,22 17,23
a c
2
Utara dengan luas wilayah 53,03 km . Jumlah penduduk di Ciherang 103,01 15,07
Kecamatan Tanjung Agung Palik 7.214 jiwa terdiri dari Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti
oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan
3.630 jiwa laki-laki dan 3.584 jiwa perempuan, dengan sex
taraf 5 %
ratio 101,28.
Berdasarkan angka ramalan tetap (ATAP) pada Pertumbuhan merupakan proses dalam kehidupan
tahun 2013 di Kabupaten Bengkulu Utara produksi padi tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran,
ladang 4526 ton sedangkan padi sawah 85.708 ton. Luas pertambahan bobot, volume dan diameter batang dari
panen padi 22.919 ha, produksi padi 103.361,04 kw/ha waktu ke waktu. Keberhasilan pertumbuhan suatu
dan produktivitas 45.19 kw/ha. (BPS Provinsi Bengkulu, tanaman dikendalikan oleh faktor-faktor pertumbuhan.
2013). Keadaan iklim di Kabupaten Bengkulu Utara yaitu 7- Ada dua faktor penting yang berpengaruh dalam
27 hari atau rata-rata 17 hari hujan/bulan dengan curah pertumbuhan suatu tanaman, yaitu faktor genetik dan
hujan 390 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan faktor lingkungan. Faktor genetik berkaitan dengan
februari yaitu 635 mm. pewarisan sifat/perilaku tanaman itu sendiri, sedangkan
Rancangan yang digunakan dalam pengkajian faktor lingkungan berkaitan dengan kondisi lingkungan
adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal dimana tanaman itu tumbuh. Setiap varietas tanaman
yaitu varietas padi Inpari yang terdiri dari 5 taraf yaitu memiliki kemampuan yang berbeda dalam hal
Inpari 14, 15, 22 dan 23 sebagai pembanding varietas memanfaatkan sarana tumbuh dan kemampuan untuk
ciherang yang masing-masing diulang sebanyak 6 kali. melakukan adaptasi dengan lingkungan sekitar, sehingga
Teknologi yang diterapkan adalah PTT yang terdiri mempengaruhi potensi hasil tanaman. Selain itu, jumlah
atas komponen varietas padi Inpari kelas BP (Benih anakan padi juga berkaitan dengan periode pembentukan
Pokok), jumlah benih 25 kg/ha, dengan petak persemaian phyllochron. Phyllochron adalah periode muncul satu sel
1/20 luas penanaman, pengolahan tanah sempurna, umur batang, daun dan akar yang muncul dari dasar tanaman
Farmanta dkk. | 165

dan perkecambahan selanjutnya. Semakin tua bibit Jarak tanam yang lebar akan meningkatkan
dipindah ke lapang, semakin sedikit jumlah phyllochron penangkapan radiasi surya oleh tajuk tanaman, sehingga
yang dihasilkan, sedangkan semakin muda bibit meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti jumlah
dipindahkan, semakin banyak jumlah phyllochron yang anakan produktif, volume dan panjang akar total,
dihasilkan sehingga anakan yang dapat dihasilkan juga meningkatkan bobot kering tanaman dan bobot gabah per
semakin banyak (Sunadi, 2008). rumpun, tetapi tidak berpengaruh terhadap hasil per
Perbedaan tinggi tanaman dari empat varietas yang satuan luas (Kurniasih, dkk. 2008, Lin dkk. 2009).
di uji ini diduga karena sifat genetis dari varietas dan Sebaliknya, pada jarak tanam rapat jumlah malai per
2
pengaruh keadaan lingkungan. Tinggi tanaman juga rumpun menurun, tetapi jumlah malai per m nyata
merupakan salah satu kriteria seleksi pada tanaman padi, meningkat (Mobasser dkk. 2009).
tetapi pertumbuhan yang tinggi belum menjamin tingkat
produksinya (Rubiyo, dkk, 2005). Tanaman akan tumbuh Komponen Hasil
lebih rendah bila ditanam pada lokasi yang lebih tinggi dari Hasil uji statistik semua parameter komponen hasil
permukaan laut (Simanulang, 2001). menunjukkan hanya pada parameter panjang malai yang
Anakan produktif merupakan anakan yang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar
menghasilkan malai sebagai tempat kedudukan biji/ bulir perlakuan, sedangkan parameter yang lain menunjukkan
padi. Varietas unggul baru biasanya mempunyai 20-25 perbedaan yang nyata antar perlakuan (Tabel 2).
anakan, namun hanya 14-15 anakan yang malainya dapat Potensi hasil suatu varietas padi ditentukan oleh
dipanen, dengan jumlah gabah per malai 100-130 butir. empat komponen, yaitu panjang malai, jumlah gabah per
Hal ini disebabkan anakan yang tumbuh belakangan malai, persentase gabah isi, gabah hampa dan berat 1000
terlambat masak sehingga tidak dapat dipanen. Anakan butir gabah (Yoshida, 1981). Pada hasil kajian (Tabel 2)
utama juga cenderung menghasilkan gabah yang lebih terlihat bahwa semakin panjang malai terbentuk maka
tinggi dari anakan kedua, ketiga dan seterusnya jumlah gabah semakin banyak dan tingkat kebernasan
Jumlah anakan produktif per rumpun atau per gabah tinggi hal ini ditunjukkan bahwa varietas Inpari 14
satuan luas merupakan penentu terhadap jumlah malai merupakan malai terpanjang, jumlah gabah yang
yang merupakan salah satu komponen hasil yang dihasilkan dan tingkat kebernasan tertinggi. Sedangkan
berpengaruh langsung terhadap tinggi rendahnya hasil varietas ciherang merupakan merupakan malai terpendek,
gabah (Simanulang, 2001). Makin banyak anakan produktif jumlah gabah yang dihasilkan dan tingkat kebernasan
maka makin banyak jumlah malai yang terbentuk. terendah.
Terdapat korelasi antara jumlah malai dengan hasil karena Introduksi VUB diharapkan mampu meningkatkan
makin banyak jumlah malai makin tinggi juga hasil produksi dibandingkan varietas yang ditanam pada musim
tanaman padi, sama halnya dengan hasil penelitian sebelumnya. Hasil kajian Sirappa, dkk., (2007),
Muliadi dan Pratama (2008) menunjukkan bahwa jumlah membuktikan bahwa intorduksi varietas unggul baru yang
malai berkorelasi positif nyata terhadap hasil tanaman. didukung teknologi lainnya mampu memberikan hasil 21-
Hasil penelitian Pratiwi, dkk (2010) bahwa Jarak 54% lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian
tanam lebar memberi peluang varietas tanaman hasil suatu varietas harus didukung oleh teknologi dan
mengekspresikan potensi pertumbuhannya.Semakin rapat lingkungan tumbuh yang optimal. Dalam pelaksanaan PTT
populasi tanaman, semakin sedikit jumlah anakan dan rakitan teknologi yang diterapkan adalah perpaduan
jumlah panjang malai per rumpunnya. Pada populasi antara teknologi PTT dengan teknologi petani sehingga
rendah (jarak tanam lebar), keragaan rumpun padi besar, varietas yang memberikan keragaan pertumbuhan dan
namun per luasannya hasil dan komponen hasilnya lebih hasil yang lebih baik akan dianggap sebagai varietas yang
rendah dibandingkan jarak tanam yang lebih rapat. dapat diintroduksikan sebagai varietas unggul baru yang
mampu beradaptasi dengan baik pada daerah tersebut.

Tabel 2. Data komponen hasil panjang malai (cm), jumlah anakan (batang), gabah hampa (butir), gabah isi (butir), berat 1000 butir (g)
masing-masing perlakuan
Gabah
Panjang Malai Gabah Hampa B-1000 butir Provitas
Perlakuan Bernas Jumlah Gabah
(cm) (butir) (g) (t/h)
(butir)
a a a a a
Inpari 14 20,00 11,53 115,00 126,53 25,50 7,16
ab ab ab a a
Inpari 15 19,37 16,17 108,37 124,54 22,72 6,26
ab ab ab ab b
Inpari 22 18,43 15,28 100,87 116,15 26,10 7,05
ab c b ab b
Inpari 23 19,53 19,30 90,73 110,03 23,73 6,10
ab d c b c
Ciherang 17,12 23,28 79,05 102,33 20,15 4,87
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %
166 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 163-167

Seiring dengan hasil penelitian Anggraini, dkk Berdasarkan hasil produktivitas tersebut diatas
(2013) bahwa tanaman padi dengan perlakuan umur bibit masih ada peluang untuk meningkatkan produktivitas
7 dan 14 hari mampu meningkatkan jumlah malai per keempat varietas yang dikaji jika teknologi yang digunakan
rumpun, bobot gabah per rumpun, produksi GKG t/ha bila tepat guna. Tinggi dan rendahnya produktivitas
dibandingkan umur bibit 21 dan 28 hari. Penggunaan tergantung dengan teknologi yang diterapkan dan
umur bibit tua yaitu 21 dan 28 hari masih dapat dilakukan kesesuaian iklim di lahan setempat. Semakin baik
namun menurunkan hasil tanaman padi bila dibandingkan teknologi yang diterapkan dengan kondisi iklim yang
umur bibit muda 7 dan 14 hari. mendukung, produktivitas yang dicapai akan lebih baik.
Menurut Ikhwani, dkk (2013) bahwa cara tanam jajar
Perbandingan Hasil Pengujian dengan Deskripsi Varietas legowo berpeluang menghasilkan gabah lebih tinggi
Pada Tabel 4, ditunjukkan bahwahasil gabah atau dibandingkan dengan cara tanam tegel melalui populasi
GKG yang tinggi dicapai pada VUB yang introduksikan, dan yang lebih banyak, varietas yang lebih adaptif pada kondisi
lebih tinggi dari varietas eksisting. Namun hasil tertinggi pertanaman rapat, yang ditunjukkan oleh dengan
dicapai pada vrietas Inpari 14 dengan rata-rata rendahnya penurunan hasil akibat ditanam rapat
produktivitasnya mencapai 7,16 t/ha dan produktivitas dibandingkan cara tanam biasa/tegel.
terendah dicapai pada varietas Ciherang 4,87 (sebagai Seiring dengan hasil penilitian Sohel dkk. (2009)
kontrol). Varietas Inpari 15 dan 23 ini dalam deskripsi bahwa jarak tanam yang optimum akan memberikan
varietas memiliki potensi hasil hingga mencapai 7,5 t/ha pertumbuhan bagian atas tanaman dan pertumbuhan
dan 9,2 t/ha, namun produktivitas VUB padi sawah yang bagian akar yang baik sehingga dapat memanfaatkan lebih
di introduksikan di Kabupaten Bengkulu Utara hanya inpari banyak cahaya matahari serta memanfaatkan lebih banyak
23 di bawah deskripsi yaitu 6,10 t/ha. Faktor penyebabnya unsur hara. Sebaliknya, jarak tanam yang terlalu rapat
dikarenakan varietas inpari 23 merupakan varietas akan mengakibatkan terjadinya kompetisi antar tanaman
aromatik yang disukai oleh OPT. Tingkat serangan hama yang sangat hebat dalam hal cahaya matahari, air, dan
utama padi tikus terhadap tanaman sangat tinggi. Hama unsure hara. Akibatnya, pertumbuhan tanaman terhambat
tikus menyerang tanaman mulai fase vegetatife hingga dan hasil tanaman rendah.
fase generatif. Perbandingan antara produktivitas hasil pengkajian
dengan deskripsi varietas padi Inpari 14, 15, 22, 23 dan
Ciherang yang diintroduksi adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Perbandingan hasil pengujian dengan deskripsi varietas yang di introduksi oleh Balai Besar Penelitian Padi
Uraian Produktivitas t/ha GKG
Pengujian* Deskripsi** Potensi Hasil
Inpari 14 7,16 6,6 8,2
Inpari 15 6,26 6,1 7,5
Inpari 22 7,05 5,8 7,9
Inpari 23 6,10 6,9 9,2
Cigeulis 4,87 6,0 8,5
* Data primer diolah
**Deskripsi varietas padi menurut BB-Padi. 2009 dan Suprihatno dkk. 2011

KESIMPULAN Baehaki, S.E. 2001. Skrining Lapangan Terhadap Hama Utama Tanaman
Padi. Pelatihan dan Koordinasi Progam Pemuliaan Partisipatif
(Shuttle Breeding) dan Uji Multi Lokasi. Balai Penelitian Tanaman
Introduksi VUB dan perbaikan manajemen Padi sukamandi, 9-14 April 2001.
usahatani menggunakan pendekatan PTT mampu BPS Provinsi Bengkulu. 2011. Berita Resmi Statistik Nomor
meningkatkan produktivitas padi sawah dilokasi pengujian. 43/11/17/th.V, 1 November 2011. BPS. 2011.
BPS Provinsi Bengkulu. 2012. Provinsi Bengkulu dalam Angka. Bengkulu
Capaian rata-rata produktivitas padi sawah dari VUB yang
496 p.
diintroduksikan tertinggi dicapai Inpari 14 sebesar 7,16 BPS Provinsi Bengkulu. 2013. Provinsi Bengkulu Dalam Angka. Bappeda
t/ha, kemudian Inpari 22 sebesar 7,05 t/ha, Inpari 15 dan BPS Provinsi Bengkulu. Bengkulu 545 p.
sebesar 6,26 t/ha dan Inpari 23 sebesar 6,10 t/ha GKG. Damardjati, J.S. 2006. Learning from Indonesian Experiences in Achieve
Rice Self Sufficientcy. In Rice Industry, Culture, and Environment.
Keempat VUB menunjukkan capaian produktivitas yang
ICCR, ICFORD, IAARD. Jakarta.
lebih tinggi dari kontrol pola petani dengan varietas Ditjen Tanaman Pangan. 2008. Pedoman Umum: Peningkatan Produksi
Ciherang 4,87 t/ha GKG. dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai melalui pelaksanaan SL-
PTT. Dirjen Tanaman Pangan. 72 p.
DAFTAR PUSTAKA Ikhwani, GR. Pratiwi, E. Paturrohman dan A.K. Makarim. 2013.
Peningkatan Produktivitas Padi melalui Penerapan Jarak Tanam
Anggraini, F., A. Suryanto dan N. Aini. 2013. Sistem Tanam Dan Umur jajar Legowo. Iptek Tanaman Pangan Vol. 8 No. 2. 72-79 p.
Bibit Pada Tanaman Padi Sawah (Oryza Sativa. L.) Varietas Inpari 13. Kementerian Pertanian, 2012. Pedoman Pengembangan Kawasan
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Pertanian. Permentan no.50 tahun 2012, Jakarta.
Brawijaya . Malang. Jurnal Produksi Tanaman Vol. 1(2).
Farmanta dkk. | 167

Kurniasih, B.A., S. Fatimah, D.A. Purnawati. 2008..Karakteristik perakaran Sembiring, H. dan Abdulrahman, H. 2008. Filosofi dan Dinamika
tanaman padi sawah IR64 (Oryza sativa L.) pada umur bibit dan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. BB Penelitian Padi
jarak tanam yang berbeda. Jurnal Ilmu Pertanian 15(1):15-25. sawah. Sukamandi.
Kustiyanto. 2001. Kriteria seleksi untuk sifat toleran cekaman lingkungan Simanulang, Z.A. 2001. Kriteria Seleksi untuk Sifat Agonomis dan Mutu.
biotik dan abiotik. Makalah Penelitian dan Koordinasi pemuliaan Pelatihan dan Koordinasi Progam Pemuliaan Partisipatif (Shuttle
Partisipatif (Shuttle Breeding) dan Uji Multilokasi. Sukamandi. Breeding) dan Uji Multilokasi. Sukamandi 9-14 April 2001. Balitpa.
Lin, XQ, D.F. Zhu, H.Z. Chen, and Y.P. Zhang. 2009. Effects of plant density Sukamndi.
and nitrogen application rate on grain yield and nitrogen uptake of Sirappa M.P., A.J. Rieuwpassa dan E.D. Waas. 2007. Kajian Pemberian
super hybrid rice. Rice Science 16(2):138-142. Pupuk NPK pada Beberapa Varietas Unggul Padi Sawah di Seram
Mobasser ,H.R., R. Yadi, M. Azizi, A.M. Ghanbari, and M. Samdalari. 2009 Utara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Effect of density on morphological characteristics related-lodging Vol. 10 (1). Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 48 -56.
on yield and yield components in varieties rice (Oryza sativa L.) in Sohel M. A. T., M. A. B. Siddique, M. Asaduzzaman, M.N. Alam, & M.M.
Iran. J. Agric. and Environ. Sci. 5(6):745-754. Karim, 2009. Varietal Performance of Transplant Aman Rice Under
Muliadi A., R. Heru Pratama. 2008. Korelasi Antara Komponen Hasil dan ifferent Hill Densities. Bangladesh J. Agric. Res. 34(1): 33-39p.
Hasil Galur Harapan Padi Sawah Tahan Tungro. Prosd. Seminar Sunadi. 2008. Modifikasi paket teknologi SRI (The System or Rice
Nasional Padi; Inovasi teknologi padi mengantisipasi perubahan Intensification) untuk meningkatkan hasil padi (Oryza sativa. L)
iklim global mendukung ketahanan pangan (1):165-171. Balai Besar sawah. ). Disertasi Doktor Ilmu Pertanian pada Program
Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Pascasarjanan Unand. Padang.
Puslitbangtan, 2009. Petunjuk Pelaksanaan Pendampingan SL-PTT. Suprapto dan A. Dradjat. 2005 uletin Plasma Nutfah Vol. 11 No. 1 tahun
Kerjasama Puslitbangtan, BBP2TP, BPTP Jawa Barat dan BPTP Bali. 2005.
20 p. Suprihatno, B., Aan A. Daradjat., Satato., Erwin Lubis., Baehaki, SE., S.
Rubiyo, Suprapto dan A. Dradjat. 2005. Evaluasi Beberapa Galur Harapan Dewi Indrasari., I Putu Wardana dan M.J. Mejaya. 2011. Deskripsi
Padi Sawah di Bali. Buletin Plasma Nutfah Vol. 11 (1) . 6-10 p. Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi.
118 hal.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 168-172

KAJIAN KOMPATIBILITAS JENIS INDUK JANTAN DAN


PEMANGKASAN SELUDANG BUNGA PADA
PENYERBUKAN SALAK PONDOH (Salacca zalacca)
TERHADAP PROFIL BUAH MUDA
Yuni Agung Nugroho*, Toto Suharjanto, Nanang Harianto
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Widyagama Malang
*
Email: [email protected]

Abstrak - Tanaman salak pondoh merupakan tanaman berumah dua, sehingga keberasilan penyerbukan (Pollination) tanaman
tergantung pada bantuan angin, hewan atau manusia. Dengan demikian penyerbukan juga mempengaruhi keberhasilan produksi
tanaman salak pondoh. Tujuan penelitian untuk mengetahui kompatibilitas jenis induk jantan dan pemangkasan seludang bunga pada
penyerbukan tanaman salak pondoh (Salacca zalacca Reinw) terhadap profil buah muda dan fruitset. Penelitian dilaksanakan pada
bulan April - September 2015 di kebun salak pondoh Dusun Sidomarto Desa Sidorenggo Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang.
o
Terletak pada ketinggian tempat 600 m dpl dengan suhu rata-rata 10-28 C dan curah hujan rata-rata 1.562 mm per tahun.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok disusun secara faktorial, faktor perlakuannya adalah Varietas Induk Jantan (T) dan
Interval Pemangkasan seludang bunga pada bunga betina (P). Faktor perlakuan T terdiri : T1 = Suwaru, T2 = keturunan suwaru
dengan salak pondoh manggala, T3 = keturunan suwaru dengan salak pondoh hitam kemerahan. Faktor perlakuan P terdiri dari : P0 =
Tanpa pemangkasan seludang, P1 = Pemangkasan seludang 1 minggu setelah penyerbukan, P2 = Pemangkasan seludang pada 2
minggu setelah penyerbukan. Terdapat 9 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat perbedaan morfologi daun, pelepah, duri dan bunga pada jenis induk jantan suwaru (T1), induk jantan
keturunan suwaru dengan manggala (T2), dan induk jantan keturunan suwaru dengan pondoh hitam kemerahan (T3). Perlakuan
jenis induk jantan yang digunakan dalam penyerbukan salak pondoh hitam kemerahan menunjukan pengaruh nyata pada peubah atau
pengamatan diameter buah muda. Sedangkan perlakuan pemangkasan seludang bunga tidak menunjukan pengaruh nyata pada
peubah atau pengamatan diameter buah muda, jumlah fruitset, warna buah muda dan bentuk buah muda. uyiPerlakuan dengan
menggunakan induk bunga jantan varietas suwaru pada penyerbukan salak pondoh hitam kemerahan menghasilkan hasil tertinggi
pada diameter buah muda.

Kata kunci: Induk jantan, Kompatibilitas, Salacca zalacca, Salak Pondoh

PENDAHULUAN Semeru pada ketinggian 500-800 di atas permukaan laut,


Di Indonesia terdapat beragam jenis salak yang yaitu di Desa Pronojiwo, Kecamatan Pronojiwo (Karjono,
umumnya dikenal dengan nama masing-masing daerah 1999). Oleh karena itu salak pondoh juga berkembang di
tempat salak tersebut ditanam, seperti salak bali, pondoh, Ampelgading khususnya di Desa Sidorenggo.
condet, Padang Sinempuan, Manonjaya, Madura, Varietas memegang peranan penting dalam
Ambarawa, Kersikan, Suwaru, dan lain-lain. Diantara produktifitas dan cita rasa salak. Kultivar salak pondoh
berbagai jenis salak tersebut, yang memiliki prospek dan hitam kemerahan dan manggala merupakan salak
nilai komersial paling tinggi adalah salak podoh dan salak unggulan di Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang
bali (Surachmat, 1989).Gorinsten dkk. (2009) meneliti (Nugroho dan Suharjanto, 2013).
bahw a salak mempunyai komponen gizi dasar (serat, Konsumen menyukai buah salak berdaging tebal,
protein, lemak, karbohidrat), aktivitas antioksidan, dan cita rasa manis sedikit ada rasa sepet, tahan lama
aktivitas proliferasi yang tinggi. disimpan dan sisik pada kulit buah tidak berduri
Salak pondoh merupakan jenis tanaman salak yang (Sunaryono, 1988). Varietas salak yang mempunyai sifat
rasa buahnya manis, bahkan buah yang masih muda juga seperti di atas sangat terbatas jumlahnya. Oleh karena itu
terasa manis. Ukuran buah kecil sampai sedang perlu dilakukan penyerbukan silang antar varietas salak
tergantung varietas. Daging buah tebal dengan warna pondoh unggulan Ampelgading (salak pondoh manggala
putih kekuningan, bijinya kecil, sisik buah kecil. Pada dan hitam kemerahan) yang mempunyai cita rasa manis
awalnnya dikembangkan oleh petani di Desa Soka dengan salak Suwaru yang mempunyai karakter ukuran
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (Tjahjadi, buah besar dan ada cita rasa sepet. Untuk menghasilkan
1989). Hingga kini tanaman salak pondoh dikembangkan salak pondoh yang unggul diperlukan varietas yang
di berbagai daerah antara lain Semarang, Wonosobo, mempunyai variabilitas genetik luas dan tersedianya tetua
Boyolali, Lampung, dan Lumajang. Salak Lumajang adalah yang mempunyai karakter yang dituju.
salak pondoh yang dikembangkan di lereng Gunung
Nugroho dkk. | 169

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Terdapat 9 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi
pengaruh jenis induk jantan dan pemangkasan seludang perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
bunga pada penyerbukan tanaman salak pondoh (Salacca
zalacca) terhadap profil buah salak muda. Cara Kerja
Persiapan Bunga Jantan
METODE PENELITIAN Pengambilan bunga jantan dimulai dengan cara
Area kajian memangkas pelepah tanaman jantan agar lebih
Penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2015 memudahkan dalam menngambil bunga yang sudah
sampai bulan September 2015 di kebun salak pondoh mekar. Bunga jantan yang digunakan adalah jenis suwaru,
Dusun Sidomarto Desa Sidorenggo Kecamatan kuturunan suwaru dengan pondoh manggala dan
Ampelgading Kabupaten Malang. Terletak pada ketinggian Keturunan suwaru dengan pondoh hitam kemerahan.
tempat 600 m dpl (meter dia tas permukaan air laut) Penetapan Induk Betina
o
dengan suhu rata-rata 10-28 C dan curah hujan rata-rata Induk betina yang digunakan dalam penelitian
1.562 mm per tahun. adalah induk betina salak pondoh hitam kemerahan yang
berumur 9 tahun dan telah bereproduksi.

Sidorenggo
Proses Penyerbukan
Penyerbukan dilakukann dengan cara memotong
tongkol bunga jantan yang sudah mekar sepanjang 3 cm
dengan menggunakan gunting. Selanjutnya menggunting
ujung pembungkus bunga betina (tapas) agar mudah
dibuka. Setelah ujung tapas dibuka, potongan bunga
jantan diletakkan di atas bunga betina.

Pemangkasan Tapas
Pemotongan tapas dilakukan hingga pangkal tapas
yang membungkus tangkai tongkol bunga. Waktu
pemotongan tapas sesuai perlakuan waktu yang telah
Gambar 1. Lokasi Penelitian Desa Sidorenggo Kecamatan
ditentukan yaitu : tanpa pemangkasan, 1 minggu setelah
Ampelgading Kabupaten Malang
penyerbukan dan 2 minggu setelah penyerbukan.
Bahan dan Metode
Pengamatan
Bahan penelitian : Induk betina tanaman salak yang
Pengamatan dilakukan terhadap morfologi
digunakan dalam penelitian adalah induk betina salak
tanaman salak jantan, sedangkan pengamatan
pondoh Merah-Hitam. Umur induk betina yaitu 9 tahun
karakteristik buah muda dilakukan 3 bulan setelah
dan telah berproduksi. Bunga betina yang digunakan
penyerbukan yang meliputi ; diameter buah muda, warna
dalam proses penyerbukan yaitu bunga yang sudah mekar
buah muda, dan bentuk buah muda, bertujuan untuk
sempurna. Induk jantan yang digunakan berasal dari
mengetahui peran masing-masing varietas induk jantan
varietas suwaru, keturunan suwaru dengan salak pondoh
terhadap karakteristik buah yang dihasilkan.
hitam, keturunan suwaru dengan salak pondoh manggala.
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Analisis Data
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara Metode analisa yang dipakai dalam penelitian ini
factorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan, yaitu Varietas adalah penggabungan analisa kuantitatif dan kualitatif.
Induk Jantan dan Interval Pemangkasan pembungkus Data primer yang berupa data morfologi buah salak
bunga pada bunga betina. dianalisa secara deskripsi komparatif dengan membanding
Varietas Induk Jantan (T) terdiri atas 3 varietas, yaitu : profil buah salak pondoh pada masing-masing perlakuan.
T1 = Varietas Suwaru Data kuantitatif dari pengamatan jumlah buah pertandan
T2 = Varietas bunga jantan keturunan suwaru dengan dan diamter buah dilakukan analisa ragam (uji F) pada
salak pondoh hitam kemerahan taraf ketelitian 1-α=95% untuk mengetahui interaksi jenis
T3 = Varietas bunga jantan keturunan suwaru dengan induk jantan dan pemotongan tapas. Selanjutnya untuk
salak pondoh manggala mengetahui adanya beda di antara perlakuan di lakukan
Sedangkan Interval Pemangkasan Tapas (P) tersusun atas uji BNJ (Beda Nyata Jujur) dengan taraf ketelitian 95%.
3 level, yaitu :
P0 = Tanpa pemangkasan Tapas HASIL DAN PEMBAHASAN
P1 = Pemangkasan Tapas pada 1 minggu setelah
penyerbukan Dari ketiga jenis salak jantan yang digunakan dalam
P2 = Pemangkasan Tapas pada 2 minggu setelah penelitian terdapat perbedaan sifat morfologi diantara
penyerbukan ketiganya.
170 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 168-172

Karakteristik Salak Jantan bentuknya akan membulat dan sebaliknya jika bijinya lebih
Daun tersusun menyirip, termasuk daun sempurna sedikit maka bentuknya akan meruncing
yaitu mempunyai helai daun, tangkai daun dan pelepah. Hasil analisi ragam menunjukkan tidak ada
Tangkai daun tersusun roset, sehingga batang sangat interaksi nyata antara jenis induk jantan dan pemangkasan
pendek dan seolah-olah tidak ada. Pada permukaan tepi seludang bunga terhadap jumlah buah (fruitset).
daun, pangkal dan ventral tangkai daun terdapat duri Pengaruh masing-masing perlakuan jenis induk jantan dan
tempel yang warnanya relatif sama. pemangkasan terhadap fruitset tidak berpengaruh nyata,
Warna permukaan atas daun salak suwaru dan selengkapnya disajikan pada tabel 1.
salak keturunan suwaru dengan manggala adalah hijau tua Hasil analisis ragam menunjukkan tidak ada
sedangkan salak keturunan suwaru dengan pondoh hitam interaksi pada perlakuan interval pemangkasan seludang
kemerahan adalah hijau. bunga dengan diameter buah muda. Akan tetapi pada
Duri pada jenis salak jantan suwaru berukuran lebih pelakuan jenis induk jantan menunjukan adanya
tebal dan pendek, salak keturunan suwaru dengan pengaruh nyata terhadap diameter buah muda. Rata-rata
manggala mempunyai duri pipih dan panjang, sedangkan diameter buah akibat perlakuan jenis induk jantan dan
salak keturunan suwaru dengan pondoh hitam kemerahan pemangkasan seludang bunga disajikan pada tabel 2.
mempunyai duri pipih. Kerapatan duri pada jenis salak Morfologi buah salak bervariasi, tergantung dari
jantan keturunan suwaru dengan manggala adalah yang varietasnya, meskipun demikian dalam penelitian ini
paling rapat kemudian disusul suwaru salak keturunan semua perlakuan menunjuk warna kulit buah muda yang
suwaru dengan pondoh hitam kemerahan mempunyai mirip. Pada kulit buah muda menampilkan warna coklat
duri lebih jarang. gelap kehitaman seperti yang ditunjukan pada gambar 1.
Warna kulit pelepah atau tangkai daun pada jenis Sedangkan perbedaan ukuran diameter buah pada
salak jantan suwaru dan salak keturunan suwaru dengan perlakuan induk jantan suwaru (T1), induk jantan
manggala berwarna hijau, sedangkan salak keturunan keturunan suwaru dengan manggala (T2), dan induk
suwaru dengan pondoh hitam kemerahan mempunyai keturunan suwaru dengan pondoh hitam kemerahan (T3)
warna kecoklatan. ditunjukkan pada gambar 2.
Jumlah dan ukuran tongkol bunga jantan terdapat
perbedaan dari jenis induk jantan yang digunakan dalam Tabel 1. Rata-rata pengaruh jenis induk jantan dan pemangkasan
perlakuan. Jumlah tongkol bunga pada jenis induk jantan seludang bunga terhadap jumlah buah (fruitset)
suwaru (T1) lebih sedikit jika dibandingkan dengan jenis T Notasi P Notasi
induk jantan keturunan salak suwaru dengan manggala T3 15.7778a P2 15.2222a
(T2) dan jenis induk jantan keturunan salak suwaru dengan T1 17.3333a P1 17.1111a
pondoh hitam kemerahan. Ukuran tongkol bunga jantan T2 18.4444a P0 19.2222a
diurutkan dari yang terbesar ke yang lebih kecil yaitu salak Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama
suwaru (T1), keturunan salak suwaru dengan manggala tidak berbeda nyata berdasarkan Uji BNJ α = 5%
(T2) dan jenis keturunan salak suwaru dengan pondoh
Tabel 2. Rata-rata pengaruh jenis induk jantan dan pemangkasan
hitam merah (T3).
seludang bunga terhadap diameter buah muda
T Notasi P Notasi
Karakteristik Buah Muda
T3 4.0922a P1 4.2556a
Bentuk buah muda pada masing-masing perlakuan
T2 4.4367b P2 4.3178a
T1, T2 dan T3 rata-rata berbentuk oval, dengan ujung
T1 4.4622b P0 4.4178a
meruncing dan pantat membulat. Akan tetapi terdapat Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak
pula buah yang berbentuk membulat pada perlakuan T1, berbeda nyata berdasarkan Uji BNJ α = 5%
T2, dan T3. Jumlah biji pada buah juga mempengaruhi
bentuk buah. Semakin banyak biji dalam buah maka

T1 T2 T3
Gambar 1. Warna kulit buah muda masing-masing perlakuan T1, T2 dan T3
Nugroho dkk. | 171

T1 T2 T3

Gambar 2. Perbedaan buah salak muda hasil persilangan (T1), (T2), (T3) terhadap ukuran diameter buah muda.
Pembahasan (pollen) viabel apabila mampu menunjukan kemampuan
Bentuk dasar daun dari ketiga induk salak jantan atau fungsinya menghantarkan sperma ke kandung
adalah sama yaitu lanset, hanya berbeda komposisinya. lembaga (kantong embrio), setelah terjadinya
Hal ini sesuai dengan Nugroho dan Suharjanto (2012), penyerbukan. Polen dapat kehilangan viabilitasnya pada
bahwa daun tersusun menyirip, termasuk daun sempurna suatu periode waktu tertentu. Hilangnya viabilitas sangat
yaitu mempunyai helai daun, tangkai daun dan pelepah. dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, terutama suhu dan
Tangkai daun tersusun roset, sehingga batang sangat kelembaban relatif.
pendek dan seolah-olah tidak ada. Bentuk dasar daun Perbedaan ukuran buah dan diameter buah
semua sama yaitu lanset, hanya berbeda komposisinya. dipengaruhi secara nyata oleh jenis induk jantan yang
Duri pada semua jenis salak jantan tersebar tidak digunakan. Karakter induk jantan diturunkan pada
merata pada tangkai daun atau pelepah. Karaktersitik karakter buah hasil persilangan. Varietas salak dibedakan
duri masing-masing induk jantan mempunyai karaktersitik berdasarkan tekstur daging buah, warna kulit buah, besar
yang khassebagai salah satu penciri atau pembeda jenis buah, aroma dan rasa daging buah, serta habitus.
salak tersebut. Hal ini sesuai dengan Nugroho dan Perbedaan ini tidak hanya terjadi pada tanaman salak dari
Suharjanto (2012), bahwa duri tersebar tidak merata, sentra produksi yang berbeda, tetapi juga antar tanaman
sangat banyak pada pangkal tangkai daun dan tersebar dalam satu daerah (Hambali, 1994). Fenomena ini
jarang di ventral tangkai. Duri Salak Suwaru lebih pendek menyebabkan tanaman salak yang sudah dikelompokan
dan tebal dibanding dengan salak pondoh manggala atas dasar sistem klasifikasi / taksonomi, masih
maupun salak pondoh hitam kemerahan. menunjukkan keaneka-ragaman di antara anggota setiap
Bunga jantan maupun betina tersusun dalam tipe populasi (Sofro, 1994). Varietas baru dapat muncul karena
perbungaan tongkol. Bunga jantan tersusun seperti faktor lingkungan dan variasi genetis, misalnya akibat
genteng, mempunyai benang sari yang banyak berwarna penyerbukan silang (Heywood, 1967).
kuning. Hal ini sesuai dengan Suskendriyati, H., dkk.
(2000), bahwa bunga jantan maupun betina tersusun KESIMPULAN
dalam tipe perbungaan tongkol. Bunga jantan tersusun
seperti genteng, mempunyai benang sari yang banyak Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah
berwarna kuning. Sebelum mekar baik bunga jantan diuraikan, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu terjadi
maupun bunga betina diselubungi oleh seludang. Kompatibilitas antara salak jantan suwaru (T1), keturunan
Pada analisa ragam menunjukkan tidak ada suwaru dengan manggala (T2), dan keturunan suwaru
interaksi antara kombinasi jenis induk jantan dan dengan pondoh hitam kemerahan (T3) dengan salak
pemangkasan seludang bunga terhadap profil buah muda betina pondoh hitam kemerahan. Terdapat perbedaan
dan jumlah fruitset dikarenakan viabilitas serbuk sari morfologi daun, pelepah, duri dan bunga pada jenis induk
berada pada keadaan yang sangat baik karena semua jantan suwaru (T1), induk jantan keturunan suwaru
bunga jantan diambil pada hari dimana bunga tersebut dengan manggala (T2), dan induk jantan keturunan
baru mekar. Selain itu sebelum dan sesudah penyerbukan suwaru dengan pondoh hitam kemerahan (T3). Tidak
tidak terjadi hujan, sehingga kelembaban yang seharusnya terdapat interaksi nyata antara jenis induk jantan dan
berbeda yang disebabkan ada dan tidaknya seludang pemangkasan seludang bunga pada pengamatan diameter
bunga pada kenyataanya adalah hampir sama. Hal ini buah muda, jumlah fruitset, warna buah muda dan bentuk
sesuai dengan Shivanna dkk. (1991), bahwa sebuk sari buah muda. Faktor perlakuan jenis induk jantan
172 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 168-172

menunjukan pengaruh nyata pada pengamatan diameter Fred W. Stauffer, Rolf Rutishauser and Peter K. Endress. Morphology and
development of the female flowers in Geonoma interrupta
buah muda. Perlakuan induk jantan suwaru menunjukan
(Arecaceae). American Journal of Botany. 2002; 89:220-229.
hasil tertinggi pada diameter buah muda dibandingkan Gorinstein, S., Haruenkit, R., Poovarodom, S., Park,Y.S., Vearasilp, S.,
dengan dua perlakuan lainnya. Suhaj, M., Ham, K.S., Heo, B.G., Cho, J.Y., and Jang, H.G. 2009. The
Comparative Characteristics of Snake and Kiwi Fruit. Food and
Chemical Toxicology, 49: 1884-1891.
UCAPAN TERIMA KASIH
Hambali, G. 1994. Spesies dan Varietas Salak. Jakarta: Trubus.
Heywood, V.H. 1967. Plant Taxonomy. New York: St. Martin’s Press.
Pada Kesempatan ini kami sampaikan terimakasih Nugroho, Y.A. dan Suharjanto, T., 2012. Keragaan Sifat morfologi Salak
kepada Direktur Riset dan Pengabdian Kepada Pondoh (Salacca zalacca) Di Kecamatan Ampelgading Kabupaten
Masyarakat, Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Malang. Jurnal Agrika V(6) : 2 : 161-173.
Nugroho, Y.A. dan Suharjanto, T., 2013. Pencitraan Salak Pondoh Unggul
Kementrian Ristek dan Dikti yang telah memberikan
Baru Dan Karakteristik Hubungan Morfologi Tanaman Salak Pondoh
kesempatan dan dana atas terlaksananya penelitian PHB (Salaca zalacca) Di Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang.
dengan no kontrak 020/SP2H/P/K7/KM//2015. Laporan Penelitian PDP. DP2M Dikti.
Shivanna, K. R., Linkens, H. F. and Cresti, M. 1991. Pollen viability and
pollen vigor. Theor. Appl. Genet. 81 : 38 – 42.
DAFTAR PUSTAKA
Sofro, A.S.M. 1994. Keanekaragaman Genetik. Yogyakarta: Andi Offset.
Sneath, P.H.A. dan R.R. S.
Bowo, H dan Sukartiningrum. 2011. Biodiversity Of Salak Plant (Salacca
Surachmat, K. 1989. “Penggandaan Bibit Buah-Buahan”. Dalam: Makalah
Zalacca (Gaertner) Voss). ISNAR C2FS PROCEEDING. Surabaya June
pada Latihan Produksi Benih dan Teknologi Benih Puspalitbang
27-28.
Hortikultura. 15 Mei 1989 di Segunung.
Suskendriyati, H., Wijayati, A., Hidayah, N., dan Cahyuning, D. 2000.
Jurnal BIODIVERSITAS ISSN: 1412-033X V(1) : 2 : 59 – 64.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 173-182

KERAJINAN KUPU-KUPU DAN NGENGAT (INSECTA :


LEPIDOPTERA) DI OBYEK WISATA ALAM BANTIMURUNG
DAN IMPLIKASI KONSERVASINYA
Indra A.S.L.P. Putri
Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Makassar
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16, PO. Box. 1560, Makassar, Sulawesi Selatan
Tel. +62-411-554049, Fax. +62-411-554058.
Email : [email protected]

Abstrak - Kekayaan kupu-kupu di Obyek Wisata Alam Bantimurung-Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung memberikan manfaat
ekonomi bagi masyarakat, antara lain melalui perdagangan kerajinan kupu-kupu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis
kupu-kupu lokal yang diperdagangkan dalam bentuk berbagai kerajinan dan implikasinya bagi konservasi kupu-kupu. Penelitian
dilakukan melalui identifikasi langsung jenis kupu-kupu yang dijual sebagai kerajinan dan yang disetor oleh penangkap ke pengepul.
Pemanfaatan kupu-kupu oleh para pelaku pasar dikumpulkan menggunakan metode wawancara. Data dianalisis secara deskriptif
kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian memperlihatkan terdapat 142 jenis kupu-kupu yang diperdagangkan dalam kurun waktu
2010-Agustus 2015. Para pelaku pasar kerajinan kupu-kupu terdiri dari pelaku pasar yang berperan sebagai penjual yaitu penangkap
kupu-kupu, pengepul, pengrajin, pemilik kios, penjaga kios dan pedagang tanpa kios. Selain itu terdapat juga pelaku pasar yang
merupakan pembeli yang terdiri dari wisatawan lokal, wisatawan luar kabupaten/propinsi, pedagang dari luar kabupaten/propinsi,
pembeli dari luar negeri dan ilmuwan atau kolektor kupu-kupu. Kupu-kupu dipasarkan dengan kisaran harga Rp 500-Rp. 150.000/ekor
di tingkat pengepul. Harga jual kupu-kupu makin meningkat bila telah diolah menjadi berbagai bentuk kerajinan dengan kisaran Rp.
7.500-Rp. 1.000.000. Banyaknya kupu-kupu yang diperdagangkan menimbulkan kesan lebih banyaknya kupu-kupu yang dipajang
sebagai kerajinan dibanding yang terbang bebas di alam. Untuk itu diperlukan adanya pengaturan pemanfaatan kupu-kupu, meliputi
pengaturan jumlah individu yang boleh ditangkap berdasarkan ketersediaan di alam, jenis kelamin, musim dan usia (terutama untuk
kupu-kupu betina), sosialisasi aturan perundang-undangan yang berlaku, peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya
konservasi kupu-kupu dan menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hasil perdagangan
kupu-kupu.

Kata kunci : kerajinan kupu-kupu, Obyek Wisata Alam Bantimurung - Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, pariwisata,
perdagangan

PENDAHULUAN dalam industri pariwisata di Bantimurung merupakan hal


yang sangat menarik untuk ditelaah, sehingga penelitian
Kupu-kupu (Insecta : Lepidoptera) merupakan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis kupu-
serangga yang paling populer (Sands dan New 2013) dan kupu lokal yang diperdagangkan dalam bentuk berbagai
memiliki pesona keindahan yang luar biasa (Wagner dkk., kerajinan dan implikasinya bagi konservasi kupu-kupudi
2008; Rau 2013). Kupu-kupu juga menjadi serangga yang OWA Bantimurung Taman Nasional Bantimurung
paling familiar bagi manusia (Davis dan Butler 2008) dan Bulusaraung (TN Babul).
menempati posisi spesial di mata manusia, mulai dari
anak-anak hingga dewasa. Kupu-kupu juga telah lama METODE PENELITIAN
menjadi serangga yang memberi manfaat ekonomi kepada
manusia (Ramana 2010; Boppre dan Vane-Wright 2012). Area Kajian
Beberapa jenis kupu-kupu, seperti kupu-kupu sayap Penelitian dilakukan di pusat perdagangan kupu-
burung (Sands dan New 2013), menjadi buruan para kupu di OWA Bantimurung-TN Babul, Kabupaten Maros
kolektor dan diperdagangkan dengan harga yang tinggi Propinsi Sulawesi Selatan. Pengamatan tentang jenis kupu-
karena memiliki sayap berukuran besar dengan pola kupu lokal yang diperdagangkan 2010-Agustus 2015.
warna yang indah dan menarik. Pengumpulan harga kupu-kupu di tingkat
Bagi kawasan hutan yang dianugerahi kekayaan penangkap/pengepul kupu-kupu dilakukan berdasarkan
kupu-kupu seperti Obyek Wisata Alam (OWA) data terbaru, yang dikumpulkan pada bulan Agustus 2015.
Bantimurung dan sekitarnya yang berada dalam areal
Bahan dan Peralatan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul),
Bahan dan peralatan yang digunakan selama
keberadaan kupu-kupu lebih banyak dimanfaatkan sebagai
penelitian adalah alat perekam, kamera digital, alat tulis
sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar, melalui
menulis, buku catatan, buku panduan identifikasi kupu-
perdagangan kupu-kupu. Berbagai bentuk kerajinan kupu-
kupu.
kupu dapat terlihat dijual di kios-kios yang berada di jalan
masuk menuju obyek wisata tersebut. Peran kupu-kupu
174 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 173-182

Gambar 1. Lokasi penelitian di pusat perdagangan kupu-kupu OWA Bantimurung-Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung
Cara Kerja 2011) terhadap pengepul dan para penangkap kupu-kupu.
Pengambilan data spesies kupu-kupu yang Pemilihan responden penangkap kupu-kupu, dilakukan
diperdagangkan dalam bentuk kerajinan dilakukan dengan secara accidental sampling (Pereira dkk., 2005), yaitu
identifikasi langsung spesies kupu-kupu yang dijual dalam mewawancarai secara langsung penangkap yang dijumpai
bentuk berbagai kerajinan di kios-kios yang menjajakan sedang menangkap kupu-kupu di dalam kawasan hutan.
kerajinan kupu-kupu di OWA Bantimurung. Identifikasi Pemilihan responden pengepul kupu-kupu dilakukan
jenis juga dilakukan pada kupu-kupu yang disetor oleh metode snowball sampling (Pereira dkk., 2005) yaitu
para penangkap kupu-kupu ke pengepul/pengrajin kupu- berdasarkan informasi dari informan kunci mengenai
kupu. Kerajinan kupu-kupu dengan jenis yang sulit orang-orang yang berprofesi sebagai pengepul kupu-kupu.
teridentifikasi akan difoto untuk pengamatan dan Pemilihan responden pedagang kupu-kupu dilakukan
identifikasi lebih lanjut menggunakan buku identifikasi secara acak terhadap pedagang yang sedang berjualan di
yaitu Butterflies of the South East Asian Islands Part I: kios yang menjajakan kerajinan kupu-kupu. Topik
Papilionidae, Part II Pieridae-Danaidae, part III Satyridae- wawancara meliputi harga jual kupu-kupu, mulai dari
Libytheidae, part IV Nymphalidae (I) dan Part V kupu-kupu yang baru ditangkap hingga kupu-kupu yang
Nymphalidae (II) (Tsukada and Nishiyama 1982; 1981; sudah berbentuk kerajinan.
1985; 1991); The butterflies of Sulawesi: annotated
checklist for a critical island fauna (Vane-Wright and de Analisis Data
Jong 2003); On the Miletini (Lepidoptera, Lycaenidae) of Analisis data mengenai spesies kupu-kupu yang
the Sulawesi Region (Cassidy 1995); Panduan Praktis Kupu- diperdagangkan dilakukan secara deskriptif kuantitatif
kupu di Kebun Raya Bogor (Peggie dan Amir 2006). Selain untuk mendeskripsikan jumlah spesies kupu-kupu yang
itu, foto kerajinan kupu-kupu juga diidentifikasi dengan diperdagangkan, jumlah spesies pada setiap famila, serta
mencocokkan spesies kupu-kupu yang dimanfaatkankan menjabarkan macam bentuk kerajinan yang dibuat dari
sebagai kerajinan dengan hasil identifikasi kupu-kupu yang setiap jenis kupu-kupu. Data hasil wawancara dengan
telah dilakukan sebelumnya di Puslitbang Biologi LIPI para penangkap kupu-kupu, pengepul kupu-kupu,
Cibinong. Identifikasi awal pasar kerajinan kupu-kupu pembuat kerajinan dan pedagang dianalisis secara
dilakukan dengan menggunakan metode survey. Setelah deskriptif kualitatif (Creswell dkk., 2007; Vaismoradi dkk.,
para pelaku pasar teridentifikasi, maka dilakukan 2013; Richard 2015).
pengumpulan data mengenai pemanfaatan kupu-kupu
untuk kerajinan oleh para pelaku pasar menggunakan HASIL DAN PEMBAHASAN
metode wawancara (Dawson 2010; Turner 2010), baik
secara semi-terstruktur (Laforest dkk., 2009) terhadap Terdapat sekitar 142 jenis kupu-kupu dan ngengat
pedagang kerajinan kupu-kupu, serta secara in-depth lokal (Ordo Lepidoptera), yang berasal dari tujuh familia
interview (DiCicco-Bloom dan Crabtree 2006; Guion dkk., (Hesperiidae, Lycaenidae, Nymphalidae, Papilionidae,
Putri | 175

Pieridae, Riodinidae dan Saturniidae), yang dijadikan sebagai bahan pembuatan kerajinan kupu-kupu dan di
pusat perdagangan kupu-kupu OWA Bantimurung-TN Babul. Jenis kupu-kupu yang paling banyak dimanfaatkan
sebagai bahan kerajinan adalah kupu-kupu yang berasal dari familia Nymphalidae (86 jenis), familia Papilionidae (23
jenis) dan familia Pieridae (23 jenis) (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis kupu-kupu lokal yang diperdagangkan di pusat perdagangan kupu-kupu OWA Bantimurung

Harga Satuan di
No. Nama Ilmiah Familia Bentuk Kerajinan
Tingkat Pengepul
1 Tagiades sp Hesperiidae 500 gantungan kunci
2 Arhopala irregularis Lycaenidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
3 Arhopala argentea Lycaenidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
4 Curetis sp Lycaenidae 2,000 gelang, kalung
5 Deudorix sp Lycaenidae 2,000 gelang, kalung
6 Jamides sp Lycaenidae 2,000 gelang, kalung
7 Rapala sp Lycaenidae 2,000 gelang, kalung
8 Tajuria sp Lycaenidae 2,000 gelang, kalung
9 Acraea moluccana Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
10 Amathusia sp Nymphalidae 3,000 gantungan kunci, bingkai
11 Amathuxidia plateni Nymphalidae 3,000 gantungan kunci, bingkai
12 Bassarona labotas Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
13 Bletogona mycalesis Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
14 Cethosia biblis Nymphalidae 5,000 amplop segitiga, bingkai
15 Cethosia myrina* Nymphalidae 5,000 amplop segitiga, bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
16 Charaxes affinis Nymphalidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
17 Charaxes nitebis Nymphalidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
18 Charaxes solon Nymphalidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
19 Chersonesia rahria Nymphalidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
20 Cirrochroa semiramis Nymphalidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
21 Cirrochroa thule Nymphalidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
22 Cupha maeonides Nymphalidae 1,000 bingkai
Cyrestis strigata amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
23 Nymphalidae 1,000 bingkai
24 Cyrestis thyonneus Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
25 Danaus chrysippus Nymphalidae 1,000 amplop segitiga, gantungan kunci, bingkai
26 Danaus genutia Nymphalidae 1,000 amplop segitiga, gantungan kunci, bingkai
27 Danaus ismare Nymphalidae 1,000 amplop segitiga, gantungan kunci, bingkai
28 Discophora bambusae Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
29 Dophla evelina Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
30 Elymnias cumaea Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
31 Elymnias hewitsoni Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
32 Elymnias hicetas Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
33 Elymnias mimalon Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
34 Euploea algea Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
35 Euploea configurata Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
36 Euploea eleusina Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
37 Euploea eupator Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
38 Euploea hewitsonii Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
39 Euploea latifasciata Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
40 Euploea phaenareta Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
41 Euploea redtenbacheri Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
42 Euploea westwoodii Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
43 Euripus robustus Nymphalidae 1,000 bingkai
5000; amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
44 Euthalia amanda Nymphalidae 15,000 bingkai
176 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 173-182

Tabel 1. Jenis kupu-kupu lokal yang diperdagangkan di pusat perdagangan kupu-kupu OWA Bantimurung (lanjutan)

Harga Satuan di
No. Nama Ilmiah Familia Bentuk Kerajinan
Tingkat Pengepul
45 Faunis menado Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
46 Helcyra celebensis Nymphalidae 2,000 bingkai
47 Hypolimnas anomala Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
48 Hypolimnas bolina Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
49 Hypolimnas diomea Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
50 Hypolimnas misippus Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
51 Idea blanchardii Nymphalidae 3,000 amplop segitiga, bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
52 Ideopsis juventa Nymphalidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
53 Ideopsis vitrea Nymphalidae 1,000 bingkai
54 Junonia almana Nymphalidae 500 gelang, gantungan kunci
55 Junonia atlites Nymphalidae 500 gelang, gantungan kunci
56 Junonia erigone Nymphalidae 500 gelang, gantungan kunci
57 Junonia hedonia Nymphalidae 1,000 gelang, gantungan kunci
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
58 Lamasia lyncides Nymphalidae 1,000 bingkai
59 Lasippa neriphus Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
60 Lethe europa Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
61 Lexias aeetes Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
62 Libythea geoffroy Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
63 Lohora decipiens Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
64 Lohora dinon Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
65 Lohora unipupillata Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
66 Melanitis boisduvalia Nymphalidae 2,000 gantungan kunci, bingkai
67 Melanitis leda Nymphalidae 2,000 gantungan kunci, bingkai
68 Melanitis pyrrha Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
69 Melanitis velutina Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
70 Moduza libnites Nymphalidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
71 Moduza lycone Nymphalidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
72 Moduza lymire Nymphalidae 1,000 bingkai
73 Mycalesis horsfieldi Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
74 Neptis celebica Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
75 Neptis ida Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
76 Orsotriaena jopas Nymphalidae 500 gantungan kunci
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
77 Parantica cleona Nymphalidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
78 Parantica menadensis Nymphalidae 1,000 bingkai
Parthenos sylvia amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
79 Nymphalidae 1,000 bingkai
80 Phaedyma daria Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
81 Phalanta alcippe Nymphalidae 500 gantungan kunci
82 Polyura alphius Nymphalidae 5,000 gantungan kunci, bingkai
10,000;
83 Polyura cognata Nymphalidae 50,000 gantungan kunci, bingkai
84 Rhinopalpa polynice Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
85 Rohana macar Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
86 Symbrenthia sp Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
87 Tarattia lysanias Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
88 Terinos taxiles Nymphalidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
89 Tirumala choaspes Nymphalidae 1,000 bingkai
Putri | 177

Tabel 1. Jenis kupu-kupu lokal yang diperdagangkan di pusat perdagangan kupu-kupu OWA Bantimurung (lanjutan)

Harga Satuan di
No. Nama Ilmiah Familia Bentuk Kerajinan
Tingkat Pengepul
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
Nymphalidae
90 Vindula dejone 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
91 Vindula erota Nymphalidae 1,000 bingkai
92 Yoma sabina Nymphalidae 1,000 bingkai
93 Ypthima nynias Nymphalidae 1,000 gantungan kunci
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
94 Zethera incerta Nymphalidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
95 Graphium agamemnon Papilionidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
96 Graphium androcles Papilionidae 5,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
Graphium antiphates
97 Papilionidae 15,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
98 Graphium codrus Papilionidae 5,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
99 Graphium deucalion Papilionidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
100 Graphium encelades Papilionidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
101 Graphium eurypylus Papilionidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
102 Graphium meyeri Papilionidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
103 Graphium milon Papilionidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
104 Graphium rhesus Papilionidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
105 Lamproptera meges Papilionidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
106 Pachliopta polyphontes Papilionidae 1,000 bingkai
3,000; 5,000 amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
107 Papilio ascalaphus Papilionidae bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
108 Papilio blumei Papilionidae 10,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
109 Papilio demoleus Papilionidae 3,000 bingkai
Papilio fuscus amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
110 Papilionidae 3,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
111 Papilio gigon Papilionidae 3,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
112 Papilio peranthus Papilionidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
113 Papilio polytes Papilionidae 1,500 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
114 Papilio sataspes Papilionidae 1,000 bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
115 Troides haliphron** Papilionidae 3,000 bingkai
5,000; amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
Papilionidae bingkai
116 Troides helena** 7,500
15,000; amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
117 Troides hypolitus** Papilionidae 25,000 bingkai
118 Aoa affinis Pieridae 1,000 gantungan kunci, bingkai
119 Appias albina Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
120 Appias hombroni Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
121 Appias lyncida Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
178 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 173-182

Tabel 1. Jenis kupu-kupu lokal yang diperdagangkan di pusat perdagangan kupu-kupu OWA Bantimurung (lanjutan)

Harga Satuan di
No. Nama Ilmiah Familia Bentuk Kerajinan
Tingkat Pengepul
122 Appias paulina Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
123 Appias zarinda Pieridae 500 bingkai
124 Catopsilia pomona Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
125 Catopsilia pyranthe Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
126 Catopsilia scylla Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
127 Cepora celebensis Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
128 Cepora timnatha Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
amplop segitiga, dibungkus plastik, gantungan kunci,
129 Delias rosenbergi Pieridae 2,000 bingkai
130 Eurema alitha Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
131 Eurema blanda Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
132 Eurema celebensis Pieridae 500 gelang, gantungan kunci
133 Eurema hecabe Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
134 Eurema tominia Pieridae 1,000 kalung, gelang, gantungan kunci
135 Gandaca butyrosa Pieridae 1,000 gantungan kunci, bingkai
136 Hebomoia glaucippe Pieridae 1,000 gantungan kunci, bingkai
137 Leptosia lignea Pieridae 1,000 kalung, gelang, gantungan kunci
138 Leptosia nina Pieridae 1,000 kalung, gelang, gantungan kunci
139 Pareronia tritaea Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
140 Saletara panda Pieridae 500 gantungan kunci, bingkai
141 Abisara kausambi Riodinidae 1,000 gantungan kunci, bingkai
142 Attacus atlas Saturniidae 10,000 bingkai
Keterangan : Status lindung *) PP 7/99; **) PP 7/99, CITES App II, Annex B, Permenhut 57/2008

Pemanfaatan Kupu-Kupu Sebagai Bahan Kerajinan

Gambar 2. Berbagai bentuk kerajinan kupu-kupu di Gambar 3. Kerajinan kupu-kupu Troides helena
OWA Bantimurung yang sayapnya dikupas sisik-sisiknya

Bila di pasaran internasional mayoritas penjualan kupu-kupu yang sayapnya terlipat (tegak), maupun yang
kupu-kupu dilakukan dalam bentuk kupu-kupu hidup sayapnya tidur (terbentang). Kupu-kupu yang sayapnya
(Nijman, 2010; Boppre dan Vane-Wright. 2012), ulat tegak dijadikan kerajinan gantungan kunci berukuran kecil
(Ramos-Elorduy dkk., 2011), pupa (Shambu dan Heyden hingga sedang, awetan dalam amplop segitiga, mata
2010; Heyden 2011; Boppre dan Vane-Wright. 2012) atau kalung serta gelang. Kupu-kupu yang sayapnya terbentang
specimen kupu-kupu yang telah mati (Leary 1991; Pyle, dijadikan kerajinan kupu-kupu awetan yang dipajang
1995) maka di OWA Bantimurung-TN Babul, kebanyakan dalam wadah plastik, bingkai dan gantungan kunci yang
kupu-kupu dijual dalam kondisi telah mati serta telah berukuran besar.
diolah menjadi berbagai bentuk kerajinan. Pemanfaatan Boppre dan Vane-Wright (2012) menyatakan
kupu-kupu sebagai bahan kerajinan dilakukan terhadap bahwa perdagangan kupu-kupu umumnya dilakukan
semua kupu-kupu yang dapat ditangkap di alam, tanpa terhadap kupu-kupu yang berukuran besar, seperti kupu-
memperhatikan jenis, ukuran, kondisi atau kualitas, kupu yang berasal dari familia Nymphalidae (Danaus, Idea,
Pembuatan kerajinan dilakukan dengan menggunakan Morpho, Caligo, Cethosia, Heliconius, Hypolimnas,
Putri | 179

Parthenos), maupun Papilionidae (Papilio), serta Pieridae Collins dan Morris (1995) menyatakan bahwa kupu-
(Hebomoia). Namun, pada OWA Bantimurung-TN Babul, kupu yang diperdagangkan memiliki berbagai kualitas.
pemanfaatan kupu-kupu sebagai bahan kerajinan Kupu-kupu berkualitas rendah, dipergunakan untuk
dilakukan terhadap kupu-kupu dari berbagai ukuran. ornamen atau dekorasi. Kupu-kupu berkualitas bagus,
Kupu-kupu berukuran kecil (seperti kupu-kupu yang yang kadang dilengkapi dengan berbagai data tambahan
berasal dari familia Lycaenidae, misal Tagiades, Jamides), seperti tanggal dan lokasi penangkapan, umumnya dibeli
umumnya dimanfaatkan dalam pembuatan kerajinan oleh museum atau kolektor kupu-kupu. Pada OWA
gelang dan mata kalung. Kupu-kupu yang berukuran Bantimurung-TN Babul, pemanfaatan kupu-kupu dilakukan
sedang dijadikan sebagai gantungan kunci dan dipajang terhadap berbagai kualitas atau tingkat kerusakan sayap
dalam pigura. Kupu-kupu yang berukuran besar umumnya (kualitas sayap). Kualitas A1 merupakan kupu-kupu yang
hanya dipajang dalam pigura, meskipun ada juga yang sayapnya bagus dan tidak memiliki cacat sedikitpun. Kupu-
dijadikan gantungan kunci berukuran besar. Pemanfaatan kupu kualitas A-merupakan kupu-kupu yang memiliki
kupu-kupu yang berukuran kecil tetap dilakukan, sedikit robek pada bagian sayapnya. Kupu-kupu kualitas
walaupun sebenarnya pemanfaatan kupu-kupu kecil untuk A2 merupakan kupu-kupu yang warna sayapnya sedikit
dijadikan kerajinan sebenarya memiliki tantangan memudar dan atau memiliki sedikit cacat. Kupu-kupu
tersendiri. Ukuran tubuh yang kecil, sayap yang rapuh dan kualitas A3 merupakan kupu-kupu yang warna sayapnya
lebih mudah rusak dibanding jenis yang berukuran besar, sudah memudar dan atau terdapat cacat atau sobek. Para
menyebabkan harga jual kupu-kupu di tingkal pengepul pengepul kupu-kupu akan menerima kupu-kupu hasil
lebih tinggi. Namun tingkat kesulitan dalam proses tangkapan dari alam dengan berbagai tingkat kualitas.
pembuatan kerajinan mata kalung, gantungan kunci Dengan sedikit trik dan keterampilan, kupu-kupu yang
maupun gelang dengan menggunakan kupu-kupu yang telah rusak berat maupun rusak ringan masih dapat
berukuran kecil tergolong lebih sulit danlebih dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan. Pemanfaatan
membutuhkan ketelatenan, dibanding bila menggunakan kupu-kupu yang sayap atau tubuhnya telah rusak berat
kupu-kupu berukuran sedang hingga besar. Tetapi harga dilakukan dengan membuang bagian tubuh yang telah
jual kerajinan yang menggunakan kupu-kupu berukuran rusak dan menyambungkan dengan bagian tubuh kupu-
kecil tergolong murah. Hal ini membuat kuantitas kupu lain (baik yang berasal dari jenis yang sama maupun
kerajinan kupu-kupu yang berukuran kecil jauh lebih dari jenis yang berbeda, asal terlihat serasi dan indah),
sedikit dibanding kerajinan kupu-kupu yang menggunakan sebelum diperdagangkan dalam bentuk kupu-kupu yang
kupu-kupu berukuran sedang hingga besar. sayapnya masih terlipat yang dikemas dalam amplop
Warna-warni sayap kupu-kupu yang indah menjadi segitiga (amplop papilot), dalam kemasan plastik, dalam
daya pikat utama kupu-kupu (Sandved dan Cassie 2004), bentuk gantungan kunci, maupun dipajang di pigura.
sehingga perdagangan kupu-kupu umumnya dilakukan Kupu-kupu yang sayapnya robek, dapat dimanfaatkan
terhadap kupu-kupu yang memiliki warna yang menarik dengan menggunting bagian yang robek secara rapih,
(Bopprea dan Vane-Wright 2012). Namun pada OWA sedangkan kupu-kupu yang warna sayapnya telah
Bantimurung-TN Babul, pemanfaatan kupu-kupu juga memudar, dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan dengan
dilakukan terhadap kupu-kupu yang warnanya kurang mengupas sisik-sisik sehingga sayap kupu-kupu terlihat
menarik, misal kupu-kupu berwarna coklat gelap dan transparan (Gambar 2).
hitam. Beberapa jenis kupu-kupu dengan warna kurang Pemanfaatan kupu-kupu sebagai bahan kerajinan
menarik tersebut malah memiliki harga yang sedikit lebih juga dilakukan terhadap jenis kupu-kupu yang dilindungi
tinggi di tingkat pengepul karena sulit mendapatkan hasil (tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
tangkapannya di alam, misal Melanitis sp, yang sayapnya 1999 sebagai jenis yang dilindungi), juga telah termasuk
berwarna coklat. dalam Appendix II CITES dan tercantum dalam Annex
Pemanfaatan kupu-kupu juga dilakukan terhadap BEuropean Union wildlife trade regulation, serta
semua jenis kelamin. Pada beberapa jenis kupu-kupu, digolongkan sebagai satwa prioritas tinggi untuk
individu jantan, betina dan banci memiliki perbedaan pola, konservasi berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan
corak dan warna sayap. Perbedaan tersebut menyebabkan Nomor 57 Tahun 2008, yaitu Troides haliphron, T. helena,
perbedaan harga antara kupu-kupu jantan, betina dan T. hypolithus, serta Cethosia myrina (Peraturan
banci. Di tingkat pengepul kupu-kupu, kupu-kupu betina Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999). Padahal berdasarkan
memiliki harga yang lebih tinggi dibanding kupu-kupu Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang
jantan. Hal ini terutama disebabkan karena jumlah hasil pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar, jenis
tangkapan kupu-kupu jantan di alam yang selalu lebih dilindungi tidak boleh diperdagangkan dan yang boleh
banyak dibanding kupu-kupu betina. Kupu-kupu banci dan diperdagangkan hanya generasi kedua dan generasi
kupu-kupu yang sayap atau tubuhnya memiliki anomali berikutnya hasil pengembangbiakan di penangkaran.
akan memiliki harga yang jauh lebih tinggi karena sangat
jarang dijumpai dan memiliki perbedaan yang tidak Harga Kerajinan Kupu-Kupu dan Pelaku Pasar
dijumpai pada kupu-kupu jantan dan betina normal. Kupu- Harga kupu-kupu yang diperdagangkan bervariasi.
kupu seperti ini menjadi buruan para kolektor, utamanya Namun harga jual kupu-kupu di luar negeri tergolong jauh
yang berasal dari luar negeri. lebih tinggi dibanding harga kerajinan kupu-kupu pada
180 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 173-182

tingkat lokal. Untuk perdagangan pada skala internasional, terhadap kondisi kupu-kupu yang dibelinya, sehingga
situs etsy.com memasang harga jual Troides haliphron $ seringkali membeli kupu-kupu yang telah mendapat
43,18 per pasang (etsy.com, 2015). Situs ebay.com perlakuan “khusus”, misalnya memiliki badan dari jenis
memasang harga jual Troides helena $ 15 per ekor, harga yang berbeda dengan sayapnya, memiliki sayap atas dan
jual Troides hypolitus $ 85 per pasang, sedangkan harga sayap bawah yang berasal dari jenis kupu-kupu yang
jual Cethosia myrina $ 7,98 per ekor (ebay.com, 2015). berbeda, serta berbagai perlakukan “khusus” lain. Jenis
Harga jual kupu-kupu bergantung pada tingkatan pembeli kedua adalah pada pedagang kupu-kupu dari luar
perdagangan, jenis kupu-kupu, kualitas, ukuran, jenis kabupaten/propinsi namun masih dalam wilayah Negara
kelamin, musim atau stok persediaan kupu-kupu dan Republik Indonesia. Pembeli ini umumnya berasal dari P.
bentuk kerajinan kupu-kupu. Sebagai contoh, di tingkat Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan. Mereka umumnya
penangkap, harga pembelian dari pengepul tertinggi membeli kupu-kupu untuk dijual lagi. Jenis pembeli ketiga
adalah untuk kupu-kupu Polyura cognata. Harga jual kupu- adalah pedagang kupu-kupu dari luar negeri. Pembeli ini
kupu akan makin meningkat bila kupu-kupu sudah memiliki pengetahuan yang bagus mengenai kupu-kupu
dipasarkan di kios-kios. Kupu-kupu yang telah dikemas dan hanya membeli kupu-kupu dengan kualitas baik. Sama
dalam bingkai memiliki harga yang lebih tinggi dibanding seperti pembeli jenis kedua, maka pembeli jenis ketiga
bentuk kerajinan lainnya. juga akan menjual lagi kupu-kupu yang dibeli dari OWA
Terdapat beberapa pelaku pasar (penjual dan Bantimurung dengan harga yang jauh lebih tinggi. Pembeli
pembeli) dalam kerajinan kupu-kupu di OWA jenis keempat adalah kolektor kupu-kupu. Kolektor kupu-
Bantimurung. Meskipun terdapat beberapa pelaku pasar kupu umumnya berasal dari luar negeri dan memiliki
yang tetap, namun jumlah individu pelaku pasar seringkali pemahaman yang baik mengenai kupu-kupu. Kolektor
berubah, bergantung pada musim dan permintaan pasar. kupu-kupu dari luar negeri seringkali memburu kupu-kupu
Penjual jenis pertama adalah para penangkap kupu-kupu. yang sangat jarang dijumpai, seperti kupu-kupu yang
Penangkap kupu-kupu merupakan masyarakat lokal mengalami kelainanatau kupu-kupu banci dan bersedia
sekitar TN Babul, dengan berbagai tingkatan usia dari membayar dengan harga yang tinggi. Pembeli jenis kelima
anak-anak hingga dewasa, namun yang terbanyak adalah adalah para peneliti atau ilmuwan, yang membeli kupu-
tingkatan usia sekolah. Penjual jenis kedua adalah para kupu untuk kepentingan ilmiah. Pada tahun 1970 hingga
penangkar kupu-kupu (pemilik kandang penangkaran 1980-an, pembeli seperti ini jumlahnya masih cukup
kupu-kupu). Di sekitar OWA Bantimurung, jumlah banyak dan umumnya berasal dari Jepang. Namun saat ini
penangkar kupu-kupu hanya tersisa dua orang saja. dapat dikatakan hampir tidak ada lagi pembelian kupu-
Kelebihan penangkar kupu-kupu dibanding penangkap kupu untuk kepentingan penelitian.
kupu-kupu adalah penangkar kupu-kupu dapat menjual
kupu-kupu hidup. Umumnya penjualan dilakukan pada Implikasi Konservasi
saat kupu-kupu berada pada siklus kepompong, yang Banyaknya jumlah jenis kupu-kupu yang
dikirim tidak hanya keluar Pulau Sulawesi saja, namun diperdagangkan dalam bentuk kerajinan kupu-kupu
hingga ke luar negeri. Penjual jenis ketiga adalah pengepul menunjukkan jika kawasan hutan sekitar OWA
kupu-kupu, yang juga merupakan masyarakat lokal yang Bantimurung (TN Babul) sebenarnya kaya akan jenis kupu-
bermukim di sekitar TN Babul. Para pengepul kupu-kupu kupu. Kekayaan kupu-kupu yang terdapat di OWA
ini di waktu senggangnya kadang juga berperan sebagai Bantimurung bahkan membuat kagum Wallace saat
penangkap kupu-kupu. Beberapa orang pengepul kupu- mengunjungi Bantimurung pada dekade silam, sehingga
kupu juga merupakan penangkar kupu-kupu. Penjual jenis memberi julukan The Kingdom of Butterfly pada
keempat adalah para pengrajin kupu-kupu. Umumnya Bantimurung (Balai Taman Nasional Bantimurung
para pengrajin kupu-kupu juga berperan sebagai pengepul Bulusaraung 2008; indosiar.com tanpa tahun; Handayani
kupu-kupu. Pengepul dan pengrajin kupu-kupu yang 2011). Namun sayangnya kekayaan kupu-kupu tersebut
usahanya telah cukup maju biasanya akan mempekerjakan tidak dapat dinikmati secara maksimal di alam bebas. Saat
beberapa orang pengrajin. Penjual jenis kelima adalah berwisata di OWA Bantimurung, sangat sedikit dijumpai
para pemilik kios. Di OWA Bantimurung, terdapat kupu-kupu beterbangan (Handayani 2011; Gassing 2015).
pengepul kupu-kupu, yang juga berperan sebagai Pihak pengelola selalu menggunakan alasan jika saat
pengrajin kupu-kupu serta sekaligus sebagai pemilik kios, tersebut bukan merupakan musim kupu-kupu. Padahal
yang mempekerjakan karyawan sebagai penjaga kios. kenyataan yang sangat bertolak belakang dapat terlihat di
Pelaku pasar lainnya adalah para pembeli. Terdapat gerbang masuk menuju OWA Bantimurung. Jumlah kupu-
beberapa jenis pembeli kupu-kupu di OWA Bantimurung. kupu yang diperdagangkan senantiasa terlihat banyak dan
Pembeli jenis pertama adalah wisatawan lokal yang tidak mengenal musim. Hal ini dapat menjadi petunjuk
datang berkunjung ke OWA Bantimurung dan membeli tidak langsung jika sebenarnya jumlah kupu-kupu yang
kupu-kupu karena tertarik akan keindahan sayap serangga terdapat di sekitar tempat tersebut sebenarnya banyak,
ini. Pembeli lokal umumnya tidak familiar dengan jenis namun sebagian besar telah ditangkap dan digunakan
kupu-kupu yang dipasarkan, serta memiliki pengetahuan sebagai bahan pembuat kerajinan dan diperdagangkan.
dan pemahaman yang rendah terhadap jenis kupu-kupu Dampak dari penangkapan berlebih tersebut adalah
yang ada. Pembeli lokal juga kurang memiliki pemahaman makin berkurangnya jumlah kupu-kupu yang dapat
Putri | 181

ditangkap. Pada tahun 2008, penulis melakukan sekeliling lingkungan tempat tinggal mereka serta
wawancara dengan salah seorang pengepul, yang peningkatan jumlah penangkaran yang dikelola oleh
menyatakan bahwa dalam sehari pengepul tersebut dapat masyarakat. Langkah penting lain yang juga dapat
mengumpulkan hingga lebih dari 900-1.000 ekor kupu- dilakukan adalah menciptakan lapangan kerja baru yang
kupu hasil setoran penangkap kupu-kupu. Saat penulis dapat memberi hasil yang menjanjikan bagi masyarakat
kembali mewawancarai pengepul tersebut pada tahun yang menggantungkan hidupnya dari hasil perdagangan
2010, pengepul tersebut mengaku jika hasil tangkapan kupu-kupu.
yang disetor kepadanya telah berkurang menjadi hanya
sekitar 500-600 ekor per hari. Malah pada wawancara UCAPAN TERIMA KASIH
yang penulis lakukan pada tahun 2014, pengepul tersebut
mengaku jika setoran kupu-kupu hanya tinggal 200-300 Penulis mengucapkan terimakasih kepada Fajri
ekor saja per hari. Berdasarkan wawancara yang dilakukan Ansari (BPK Makassar) dan Nurdin (BTN Babul), atas
terhadap mantan penangkap kupu-kupu yang usianya dukungan yang diberikan selama penelitian berlangsung.
telah cukup tua, pada akhir tahun 1970-an hingga 1980-
an, menangkap kupu-kupu dalam jumlah banyak dapat DAFTAR PUSTAKA
dilakukan hanya di sekitar halaman rumah. Namun kini,
untuk menangkap kupu-kupu dalam jumlah banyak, Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2008. Rencana
penangkap tersebut harus masuk hingga jarak yang jauh Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung Periode 2008 – 2027 Kabupaten Maros Dan Pangkep
ke dalam hutan.
Provinsi Sulawesi Selatan. Departemen Kehutanan: Balai Taman
Mengingat masih banyaknya jenis kupu-kupu yang Nasional Bantimurung Bulusaraung. 151 h.
diperdagangkan dalam bentuk kerajinan, maka saat ini Boppre, M., RI Vane-Wright. 2012. The Butterfly House Industry:
jumlah jenis kupu-kupu yang terdapat di kawasan TN Conservation Risks and Education Opportunities. Conservation and
Society 10 (3): 285-303.
Babul dapat dikatakan belum berkurang. Namun
Cassidy, A.C. 1995. On the Miletini (Lepidoptera, Lycaenidae) of the
penangkapan berlebih, yang terus menerus dilakukan, Sulawesi Region. Trans. lepid. Soc. Japan 46 (1): 1-12.
pada suatu saat tidak hanya berdampak pada menurunnya . 2007. Qualitative Research Designs: Selection and Implementation. The
jumlah individu kupu-kupu, melainkan juga dapat Counseling Psychologist 35: 236-264. Doi:
10.1177/0011000006287390.
berdampak pada hilangnya jenis tertentu yang tingkat
Davis H, CA Butler. 2008. Do Butterflies Bite? Fascinating Answer to
eksploitasinya tinggi. Untuk mencegah makin menurunnya Questions about Butterflies and Moths. Rutgers University Press.
populasi kupu-kupu, perlu dilakukan pengelolaan kupu- USA. 233 h.
kupu secara bijak. Hal dasar yang penting untuk segera Dawson, C. 2010. Introduction to Research Methods: A Practical Guide
for Anyone Undertaking a Research Project 4th ed. Constable &
dilakukan adalah regulasi atau pengaturan pemanfaatan
Robinson Ltd. London. 166 h.
yang berkekuatan hukum. Hal ini sesuai dengan pendapat DiCicco-Bloom B., BF Crabtree. 2006. The Qualitative Research Interview.
dari Giles dkk., (2006); Nijman (2006); Nekaris dan Nijman Medical Education 40: 341-321. doi:10.1111/j.1365-
(2007); Shepherd dan Nijman (2007a, b); Eudey (2008); 2929.2006.02418.x.
Eudey, A.A. 2008. The Crab-Eating Macaque (Macaca fascicularis):
Zhang dkk. (2008), yang menyatakan bahwa di kawasan
Widespread and Rapidly Declining. Primate Conserv 23:129–132.
Asia, hukum yang mengatur perdagangan satwa liar ebay.com. 2015. Butterfly/unmounted/Cethosia myrina sarnada (m) -
tergolong kurang memadai, dan diperlukan adanya inisiatif South Sulawesi. Diakses 20 Agustus 2015 dari
untuk membuat mekanisme hukum berjalan lebih efektif. http://www.ebay.com/itm/BUTTERFLY-UNMOUNTED-Cethosia-
myrina-sarnada-m-South-Sulawesi-/251960510052.
Pada perdagangan kupu-kupu di OWA Bantimurung-TN
ebay.com. 2015. Ornithoptera. Troides helena hephaestus (Felder, 1865)
Babul, diperlukan adanya regulasi berkekuatan hukum Sulawesi, Indonesia. Diakses 20 Agustus 2015 dari
yang mengatur tentang jumlah individu yang boleh http://www.ebay.com/itm/Ornithoptera-Troides-helena-
ditangkap, berdasarkan ketersediaan di alam, jenis hephaestus-Felder-1865-Sulawesi-Indonesia-/271878788558.
ebay.com. 2015. Troides Hypolitus Cellularis Pair Framed South Sulawesi.
kelamin, musim dan usia (terutama untuk kupu-kupu
diakses 20 Agustus 2015 dari http://www.ebay.com/itm/Troides-
betina). Aturan pemanfaatan kupu-kupu tersebut Hypolitus-Cellularis-Pair-Framed-South-Sulawesi-
sebaiknya tertuang dalam aturan lokal berkekuatan /171880106884?hash=item2804da4b84.
hukum, yang mengikat dan ditaati oleh semua pihak yang etsy.com. 2105. Unmounted Ornithoptera Troides Haliphron Haliphron
Pair From Central Sulawesi. Diakses 20 Agustus 2015 dari
terlibat dalam pemanfaatan kupu-kupu. Aturan tersebut
https://www.etsy.com/listing/241342667/unmounted-
perlu diikuti dengan monitoring rutin dan penegakan ornithoptera-troides-haliphron.
sanksi bagi para pelanggar. Juga diperlukan adanya Ezzy D. 2002. Qualitative Analysis: Practice and Innovation. Allen&Unwin.
sosialisasi aturan perundang-undangan yang berlaku, London. 190 h.
Gassing, I. 2015. Bantimurung, jejak kerajaan kupu-kupu.
terutama mengenai jenis endemik, langka dan dilindungi.
http://indonesiana.tempo.co/read/30532/2015/01/29/ipul.ji/bant
Selain itu dibutuhkan adanya peningkatan kesadaran imurung-jejak-kerajaan-kupu-kupu#.VO7HZPmsVy0. Akses 12
masyarakat mengenai pentingnya konservasi kupu-kupu, Januari 2016.
dan peningkatan kepedulian dan peran masyarakat dalam Giles, B.G., S.K. Truong, H.H. Do, A.C.J. Vincent. 2006. The Catch and
Trade of Seahorses in Vietnam. Biodivers Conserv 15:2497–2513.
upaya konservasi kupu-kupu, misal dengan tidak lagi
Guion LA, DC Diehl, D McDonald. 2011. Conducting an In-depth
melakukan penangkapan kupu-kupu dilindungi dari alam, Interview. The Institute of Food and Agricultural Sciences (IFAS).
tidak lagi menangkap kupu-kupu betina yang belum University of Florida. 3 h.
bertelur, maupun melalui penanaman tumbuhan pakan di
182 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 173-182

Handayani, S.A. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung “The Kingdom Sands, DPA, New, TR. 2013. Conservation of the Richmond Birdwing
of Butterfly???”. Diakses 15 Januari 2016 dari http://www.tn- Butterfly in Australia. Springer Science+Business Media B.V.
babul.org/index.php?option=com_content&view=article&id=311% Dordrecht. Heidelberg. London.
3Ataman-nasional-bantimurung-bulusaraung-the-kingdom-of- Sandved, K. and B. Cassie. 2004. A World of Butterflies. Bulfinch Press.
butterfly-&catid=49%3Aartikel&Itemid=195. New York. 420 p.
Indosiar.com. tanpa tahun. Yang Tertinggal dari Kerajaan Kupu-Kupu. Sambhu, H. and T. van der Heyden. 2010. Sustainable butterfly farming in
Diakses 15 Januari 2016 dari tropical developing countries as an opportunity for man and
http://www.indosiar.com/ragam/yang-tertinggal-dari-kerajaan- nature–the “Kawê Amazonica Butterfly Farm” project in Guyana as
kupu-kupu_39111.html. an example (Insecta: Lepidoptera). SHILAP Revta. lepid. 38 (152):
Laforest J., C Belley, R Lavertue, P Maurice, M Rainville. 2009. Guiding to 451-456.
Organizing Semi-structured Interviews with Key Informant: Shepherd, C.R., V. Nijman. 2007a. An overview of the regulation of the
Charting a Course: to Safe Living Vol 1. Institut national de santé freshwater turtle and tortoise pet trade in Jakarta, Indonesia.
publique du Québec (INSPQ). Canada. 16 h. TRAFFIC Southeast Asia. Kuala Lumpur.
Leary, T. 1991. A Revlew of Terrestrial Wildlife Trade Originating from Shepherd, C.R., V. Nijman (2007b). An assessment of wildlife trade at
Solomon Islands. Australian Zoologist 27(1 &2); 20 – 27. Mong La market on the Myanmar-China border. TRAFFIC Bull
Nekaris. K.A.I., V. Nijman. 2007. CITES Proposal Highlights Rarity of Asian 21:85–88.
Nocturnal Primates (Lorisidae: Nycticebus). Folia Primatol Tsukada, E. and Y. Nishiyama. 1981. Butterflies of the South East Asian
78(3):211–214. Islands, Part II Pieridae-Danaidae. Palapa Co. Ltd. Minatok-Tokyo.
Nijman V .2006. In Situ and Ex-Situ Status of the Javan gibbon and the Tsukada, E. and Y. Nishiyama. 1982. Butterflies of the South EastAsian
role of zoos in conservation of the species. Contrib Zool 75(3– Islands, Part I Papilionidae. Palapa Co. Ltd. Minatok-Tokyo.
4):161–168. Tsukada, E. and Y. Nishiyama. 1982. Butterflies of the South EastAsian
Nijman, V. 2010. An overview of international wildlife trade from Islands, Part III Satyridae-Libytheidae. Palapa Co. Ltd. Minatok-
Southeast Asia. Biodivers Conserv 19:1101–1114. Doi: Tokyo.
10.1007/s10531-009-9758-4. Tsukada, E. and Y. Nishiyama. 1985. Butterflies of the South East Asian
Pereira E., C Queiroz, H.M. Pereira, L. Vicente. 2005. Ecosystem services Island, Part IV Nympalidae (I). Palapa Co. Ltd. Minatok-Tokyo.
and human well-being: A participatory study in a mountain Tsukada, E. and Y. Nishiyama. 1991. Butterflies of the South EastAsian
community in Portugal. Ecology and Society 10 (2): 14 [online] Island, Part V Nympalidae (II). Palapa Co. Ltd. Minatok-Tokyo.
URL:http://www.ecologyandsociety.org/vol10/iss2/art14/. Turner, D. W., III 2010. Qualitative interview design: A practical guide for
Pyle, R.M. 1995. A history of lepidoptera conservation, with special novice investigators. The Qualitative Report 15(3): 754-760.
reference to its remingtonian debt. Journal of the Lepidopterists' Vaismoradi M, H Turunen, T Bondas. 2015. Content analysis and thematic
Society 49(4): 397-411. analysis: Implications forconducting a qualitative descriptive study.
Ramana SPV. 2010. Biodiversity and conservation of butterflies in the Nursing and Health Sicence 15: 398-405.
Eastern Ghats. The Ecoscan 4 (1): 59-67. van der Heyden, T. 2011. Local and effective: Two projects of butterfly
Julieta Ramos-Elorduy, J., J.M.P. Moreno, A.I. Vázquez, I. Landero, H. farming in Cambodia and Tanzania (Insecta: Lepidoptera). SHILAP
Oliva-Rivera, Revta. Lipid. 39 (155): 267-270.
V.H. M. Camacho. 2011. Edible Lepidoptera in Mexico: Geographic Vane-Wright, R.I. and R. de Jong. 2003. The butterflies of Sulawesi:
distribution, ethnicity, economic and nutritional importance for Annotated Checklist for a critical island fauna. Zool. Verh. Leiden
rural people. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine 7: 2. 343, 11: 3-267.
Rau, DM. 2013. How to-Library Making Butterfly Gardens. Cherry Lake Wagner, MR, Cobbinah, J.R., Bosu, P.P. 2008. Forest Entomology in West
Publishing. Michigan. Tropical Africa: Forest Insects of Ghana 2nded.Springer
Richards L. 2015. Handling Qualitative Data: A Practical Guide. 3rd ed. Science+Business Media B.V.The Netherlands.
Sage Publication Ltd. 232 h. Zhang, L., H. Ning, S. Sun. 2008. Wildlife trade, consumption and
conservation awareness in southwest China. Biodivers Conserv
17:1493–1516.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 183-190

TEKANAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN TERUMBU


KARANG INDONESIA
Pratama Diffi Samuel*, Dewa Gede Raka Wiadnya
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Malang
*Email : [email protected]

Abstrak - Dengan sebagian besar kepulauan yang tersebar di dalam Coral Triangle, Indonesia diyakini menjadi salah satu kepulauan
dengan ekosistem terumbu karang yang memiliki biodiversitas paling tinggi. Saat ini Terumbu karang sangat terancam terutama
terkait dengan populasi yang berkembang pesat dan pemahaman yang terbatas pada jasa ekosistem jangka panjang yang disediakan
oleh ekosistem ini. Sebuah survei tutupan karang dilakukan di sekitar tepi Coral Triangle (Jawa Timur) pada tahun 2014, dengan lima
lokasi yang dipilih untuk penelitian. Terumbu karang dari setiap lokasi diasumsikan menghadapi tekanan lokal yang berbeda. Dua
transek garis (masing-masing 30 m) dibentangkan di dua kedalaman yang berbeda, 5 dan 10 m, secara berurutan. Tutupan karang
dihitung berdasarkan 18 bentuk pertumbuhan karang mengikuti metode Line Intercept Transect. Pulau Gili adalah pulau yang sangat
kecil (± 43 ha) yang dikelilingi oleh terumbu karang tepi. Pulau ini saat ini berpenduduk 8.424 jiwa. Rata-rata tutupan karang hidup
adalah 27,0 ± 7,2% (buruk). Paiton adalah daerah pesisir yang dibangun untuk pembangkit listrik (dengan kapasitas 10.000 Mega Watt)
dalam tiga dekade terakhir. Menghadapi tekanan suhu perairan, tutupan karang di daerah ini 38,7 ± 18,4%. Pasir Putih adalah daerah
yang khas dimana pariwisata secara perlahan-lahan berkembang (tutupan karang 54,4 ± 1,2%). Terumbu karang di Banyuwangi
terutama terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak (tutupan karang 27,1 ± 4,93%), dan Sendang Biru terancam oleh
nelayan intensif dan pengembangan pesisir (tutupan karang 25,2 ± 4,96%). Terumbu karang di dalam dan sekitar Coral Triangle
mengalami ancaman yang serius dan kondisinya saat ini sangat buruk.

Kata kunci : keanekaragaman, terumbu karang

PENDAHULUAN berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup


termasuk sumberdaya terumbu karang. Hal tersebut dapat
Kawasan segitiga terumbu karang (coral triangel) dilihat dari kondisi umum terumbu karang dunia yang hampir
adalah jantung terumbu karang dunia yang memiliki 36% dalam keadaan kritis akibat eksploitasi berlebih, 22%
keanekaragaman terumbu karang sangat tinggi. Kawasan ini terancam pencemaran dari limbah darat dan erosi, serta 12%
mencakup Indonesia, Malaysia, Filipina, Timor Leste, Papua terancam dari pencemaran.
Nugini dan Kepulauan Solomon. Kawasan ini menjadi tempat Penelitian ini merupakan sebuah survei terhadap
tinggal bagi lebih dari 3.000 spesies ikan dan didalamnya tutupan terumbu karang (coral coverage) di tepi segitiga
terdapat 75% dari semua jenis terumbu karang yang dikenal terumbu karang (Jawa Timur), dengan lima lokasi
diseluruh dunia. Dengan berbagai manfaat dan fungsi baik pengambilan data yang mana tiap lokasi diasumsikan
secara ekologi hingga ekonomi dari ekosistem terumbu menghadapi/memiliki tekanan lokal yang berbeda. Tujuan
karang, saat ini kondisi terumbu karang di dalam kawasan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
tersebut dalam tekanan dan ancaman yang sangat besar. tekanan-tekanan lokal disetiap lokasi tersebut
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dan mempengaruhi kondisi tutupan terumbu karang yang ada.
memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia. Sebanyak Kelima lokasi penelitian tersebut yang pertama adalah
16% terumbu karang dunia (lebih dari 39.500 km2) berada di Pulau Gili Ketapang, yang terletak di Kabupaten Probolinggo.
Indonesia. Kawasan terumbu karang Indonesia timur, Lokasi kedua yaitu di Kecamatan Paiton, Kabupaten
termasuk kedalam bagian dari segitiga terumbu karang dunia. Probolinggo. Titik pengambilan data di lokasi kedua ini berada
Data terbaru yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian di sekitar kawasan PLTU Paiton. Lokasi ketiga yaitu Pantai
Oseanografi LIPI tahun 2012 mengungkapkan hanya 5,3% Pasir Putih, yang berada di Kabupaten Situbondo. Lokasi
terumbu karang Indonesia yang termasuk dalam kategori keempat yaitu di Kabupaten Banyuwangi, titik pengambilan
sangat baik; 27,18% dalam kategori baik; 37,25% dalam data bernama Banyu Biru, berada di antara Pelabuhan
kategori cukup/sedang dan 30,45% berada dalam kondisi Muncar dan wilayah Taman Nasional Alas Purwo. Lokasi
buruk. pengambilan data yang kelima adalah Sendang Biru di
Tekanan terhadap terumbu karang Indonesia terus Kabupaten Malang.
meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2010
populasi penduduk Indonesia mencapai lebih dari 237 juta METODE PENELITIAN
orang, dimana lebih dari 80% hidup di daerah pesisir. Sejalan
dengan pertumbuhan penduduk yang pesat, yang diiringi Metode yang digunakan untuk pengambilan data
dengan ekploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran, terumbu karang dalam penelitian ini adalah metode Line
184 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 183-190

Intercept Transect (LIT). Secara umum pengunaan metode LIT karang yang dicatat dalam penelitian ini adalah berupa
dalam penelitian ini sesuai dengan yang dikemukaan dalam bentuk pertumbuhan karang (life form), dan pencatatan
referensi English dkk. (1997). Metode LIT atau transek garis ukuran dilakukan hingga tingkat ketelitian mendekati
digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas karang centimeter. Adapun kategori pengamatan secara
dengan melihat tutupan karang hidup, karang mati, bentuk keseluruhan disajikan dalam Tabel 1.
substrat, alga dan keberadaan biota lainnya. Spesifikasi

Tabel 1. Kategori Pengamatan Terumbu Karang dengan Metode LIT


Group Life form
hard coral
1 Acropora branching
2 Acropora submassive
3 Acropora tabulate
4 Coral branching
5 Coral encrusting
6 Coral foliose
7 Coral massive
8 Coral mushroom
9 Coral submassive
death coral
10 Recently Killed Coral
11 Hard Coral Bleaching
Algae
12 Nutrient Indicator Algae
other biota
13 Soft coral
14 Spong
Abiotic
15 Rock
16 Ruble
17 Sand
18 Silt

Gambar 1. Cara Pencatatan Data Koloni Karang Dengan Metode LIT


(English dkk., 1997)
Samuel dan Wiadnya | 185

Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Tutupan Karang Di Pulau Gili Ketapang


site 1 site 2
Group Life form kedalaman kedalaman
1 2 1 2
hard coral
1 Acropora branching 3,27 2,03 5,10 6,83
2 Acropora submassive 2,04 2,27 1,13 1,37
3 Acropora tabulate 2,60 1,70 3,22 3,97
4 Coral branching 0,33 1,23 3,09 2,76
5 Coral encrusting 1,07 1,03 2,40 3,51
6 Coral foliose 2,65 4,87 2,86 3,13
7 Coral massive 5,03 8,33 6,22 8,08
8 Coral mushroom 1,50 1,10 3,08 3,17
9 Coral submassive 0,63 3,15 3,53 3,25
death coral
10 Recently Killed Coral 9,33 9,43 12,12 11,04
11 Hard Coral Bleaching 0,00 2,60 3,57 2,95
algae
12 Nutrient Indicator Algae 29,67 22,36 8,30 8,73
other biota
13 Soft coral 0,00 6,30 2,30 1,57
14 Spong 4,13 5,97 8,70 8,43
abiotic
15 Rock 8,97 5,66 3,19 5,56
16 Ruble 3,54 6,77 7,38 5,41
17 Sand 19,14 9,84 18,65 14,34
18 Silt 6,10 5,36 5,16 5,90
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
summary
Hard coral 19,12 25,71 30,63 36,07
Death coral 9,33 12,03 15,69 13,99
Algae 29,67 22,36 8,30 8,73
Other biota 4,13 12,27 11,00 10,00
Abiotic 37,75 27,63 34,38 31,21

Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Tutupan Karang Di Kawasan Pantai Paiton


site 1 site 2
Group Life form kedalaman kedalaman
1 2 1 2
hard coral
1 Acropora branching 2,02 1,03 36,03 32,65
2 Acropora submassive 1,66 1,86 1,11 1,37
3 Acropora tabulate 1,39 1,97 3,25 1,43
4 Coral branching 1,10 1,15 3,09 3,76
5 Coral encrusting 1,73 1,08 0,38 0,48
6 Coral foliose 3,88 4,41 2,90 2,80
7 Coral massive 9,41 8,21 3,20 3,10
186 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 183-190

Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Tutupan Karang Di Kawasan Pantai Paiton (lanjutan)
site 1 site 2
Group Life form kedalaman kedalaman
1 2 1 2
8 Coral mushroom 0,79 0,50 3,04 2,05
9 Coral submassive 1,27 2,33 3,55 5,11
death coral
10 Recently Killed Coral 9,28 9,83 10,12 11,13
11 Hard Coral Bleaching 3,72 2,95 8,56 9,74
algae
12 Nutrient Indicator Algae 32,16 35,15 7,00 7,41
other biota
13 Soft coral 0,00 0,00 2,31 2,26
14 Spong 3,67 2,75 8,72 9,05
abiotic
15 Rock 6,20 5,87 1,27 1,33
16 Ruble 4,90 4,35 3,70 3,65
17 Sand 6,55 7,42 0,65 1,15
18 Silt 10,27 9,14 1,12 1,53
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
summary
Hard coral 23,25 22,54 56,55 52,75
Death coral 13,00 12,78 18,68 20,87
Algae 32,16 35,15 7,00 7,41
Other biota 3,67 2,75 11,03 11,31
Abiotic 27,92 26,78 6,74 7,66

Tabel 4. Data Hasil Pengamatan Tutupan Karang Di Pantai Pasir Putih


site 1 site 2
Group Life form kedalaman kedalaman
1 2 1 2
hard coral
1 Acropora branching 28,33 34,83 35,21 32,65
2 Acropora submassive 1,20 1,37 1,33 1,37
3 Acropora tabulate 0,00 1,97 1,89 1,43
4 Coral branching 4,00 3,26 3,55 3,76
5 Coral encrusting 0,83 0,51 0,46 0,48
6 Coral foliose 2,67 2,13 2,16 2,80
7 Coral massive 3,77 3,08 3,02 3,10
8 Coral mushroom 3,43 3,17 2,64 2,05
9 Coral submassive 9,93 5,25 5,03 5,11
death coral
10 Recently Killed Coral 12,57 11,04 10,90 11,13
11 Hard Coral Bleaching 9,17 7,95 8,11 9,74
algae
12 Nutrient Indicator Algae 6,77 5,73 7,78 7,41
Samuel dan Wiadnya | 187

Tabel 4. Data Hasil Pengamatan Tutupan Karang Di Pantai Pasir Putih (lanjutan)
site 1 site 2
Group Life form kedalaman kedalaman
1 2 1 2
other biota
13 Soft coral 1,37 3,57 2,32 2,26
14 Spong 10,23 9,83 9,91 9,05
abiotic
15 Rock 1,07 1,56 1,44 1,33
16 Ruble 2,63 2,41 2,16 3,65
17 Sand 1,63 1,44 1,27 1,15
18 Silt 0,40 0,90 0,82 1,53
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
summary
Hard coral 54,16 55,57 55,29 52,75
Death coral 21,74 18,99 19,01 20,87
Algae 6,77 5,73 7,78 7,41
Other biota 11,60 13,40 12,23 11,31
Abiotic 5,73 6,31 5,69 7,66

Tabel 5. Data Hasil Pengamatan Tutupan Karang Di Kabupaten Banyuwangi


site 1 site 2
Group Life form kedalaman kedalaman
1 2 1 2
hard coral
1 Acropora branching 5,10 3,77 1,12 3,66
2 Acropora submassive 1,13 2,57 1,95 0,00
3 Acropora tabulate 3,22 2,60 1,64 2,18
4 Coral branching 3,09 1,33 1,08 3,63
5 Coral encrusting 2,40 1,07 1,71 3,02
6 Coral foliose 2,86 5,90 3,95 1,05
7 Coral massive 6,22 5,03 8,65 5,41
8 Coral mushroom 3,08 5,60 0,83 3,79
9 Coral submassive 3,53 4,17 2,05 1.10
death coral
10 Recently Killed Coral 12,12 9,37 9,80 5,96
11 Hard Coral Bleaching 3,57 0,00 3,02 2,85
algae
12 Nutrient Indicator Algae 8,30 10,67 33,28 12,15
other biota
13 Soft coral 2,30 5,21 0,00 2,30
14 Spong 8,70 4,00 2,80 5,06
abiotic
15 Rock 6,19 3,97 5,80 6,20
16 Ruble 17,38 23,74 4,70 34,93
17 Sand 8,65 9,20 7,55 6,54
188 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 183-190

Tabel 5. Data Hasil Pengamatan Tutupan Karang Di Kabupaten Banyuwangi (lanjutan)


site 1 site 2
Group Life form kedalaman kedalaman
1 2 1 2
18 Silt 2,16 1,80 10,07 1,27
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
summary
Hard coral 30,63 32,04 22,98 22,74
Death coral 15,69 9,37 12,82 8,81
Algae 8,30 10,67 33,28 12,15
Other biota 11,00 9,21 2,80 7,36
Abiotic 34,38 38,71 28,12 48,94

Tabel 6. Data Hasil Pengamatan Tutupan Karang Di Sendang Biru


site 1 site 2
Group Life form kedalaman kedalaman
1 2 1 2
hard coral
1 Acropora branching 2,55 2,17 6,33 5,06
2 Acropora submassive 1,24 1,05 3,00 0,00
3 Acropora tabulate 2,78 3,11 4,40 4,88
4 Coral branching 1,53 0,65 2,05 2,60
5 Coral encrusting 1,07 2,60 3,70 2,68
6 Coral foliose 1,40 0,00 1,80 4,02
7 Coral massive 5,30 9,64 4,45 5,41
8 Coral mushroom 1,22 1,55 2,55 3,79
9 Coral submassive 2,05 2,62 0,00 1,70
death coral
10 Recently Killed Coral 8,87 6,50 5,20 4,37
11 Hard Coral Bleaching 1,05 1,95 4,09 2,24
algae
12 Nutrient Indicator Algae 26,86 23,08 12,05 15,22
other biota
13 Soft coral 3,00 3,44 5,48 7,33
14 Spong 3,47 7,72 4,90 4,08
abiotic
15 Rock 9,58 11,08 5,90 6,20
16 Ruble 7,52 5,96 22,40 17,34
17 Sand 9,87 6,83 3,55 7,67
18 Silt 10,64 10,05 8,15 5,41
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
summary
Hard coral 19,14 23,39 28,28 30,14
Death coral 9,92 8,45 9,29 6,61
Algae 26,86 23,08 12,05 15,22
Other biota 6,47 11,16 10,38 11,41
Abiotic 37,61 33,92 40,00 36,62
Samuel dan Wiadnya | 189

Gambar 2. Persentase Tutupan Karang (coral coverage) di Lima Lokasi Pengambilan Data

karang di sekeliling pulau. Data hasil pengamatan tutupan


Dengan menggunakan metode transek garis, satu karang di Pulau Gili Ketapang disajikan dalam Tabel 2.
koloni karang dianggap sebagai satu individu. Jika satu koloni Nilai tutupan karang hidup (hard coral) di Pulau Gili
dari jenis yang sama dipisahkan oleh satu atau beberapa Ketapang berkisar antara 19,12% - 36,07% dengan nilai
bagian yang mati maka tiap bagian yang hidup dianggap rata-rata sebesar 27,89%. Tutupan karang di lokasi ini di
sebagai satu individu tersendiri. Jika dua koloni atau lebih dominasi oleh kategori abiotik yang berupa batu, patahan
tumbuh diatas koloni yang lain maka masing-masing koloni karang, pasir dan debu dengan nilai persentase antara
tetap dihitung sebagai koloni yang terpisah. Panjang 27,63% - 37,75% (rata-rata 32,74%).
pertumbuhan koloni yang berada di bawah transek garis yang PLTU Paiton adalah salah satu pembangkit listrik
terbentang dicatat dan akan dihitung sebagai persentase terbesar di Indonesia, dengan kapasitas produksi listrik
tutupan karang (coral coverage) dilokasi pengamatan. Cara sebesar ±660 MW per unit produksi, dan saat ini PLTU
pencatatan data koloni atau tutupan karang dengan metode Paiton mengoprasikan 9 dari 12 unit yang ada. Pembangkit
LIT dapat dilihat pada Gambar 1. Listrik Tenaga Uap ini melakukan pemanasan air laut
Perhitungan persentase tutupan karang dihitung dengan bahan bakar batubara sebagai sumber tenaga dan
dengan membagi jumlah panjang tiap kategori yang dicatat titik pengambilan data yang kedua ini berada di sekitar
dibagi dengan total panjang transek garis yang digunakan kawasan pantai PLTU Paiton. Data hasil pengamatan
(dalam penelitian ini sepanjang 30 meter) dan dikalikan tutupan karang di kawasan pantai Paiton disajikan dalam
100%. Panjang transek yang digunakan dalam metode LIT Tabel 3.
bergantung pada banyak faktor, menyesuaikan dengan Nilai tutupan karang hidup (hard coral) di kawasan
tujuan dan kondisi di masing-masing lokasi penelitian serta pantai Paiton berkisar antara 22,54% - 56,55% dengan nilai
telah melalui proses diskusi yang dilakukan oleh tim peneliti rata-rata sebesar 38,78%. Ancaman utama terumbu
(Natalie, 2005). Pemasangan transek garis dalam penelitian karang di sekitar kawasan pantai Paiton adalah limbah air
ini dilakukan pada dua kedalaman yang berbeda, dangkal (3 – panas yang dikeluarkan oleh PLTU Paiton. Titik
6 meter) dan dalam (8 – 12 meter), di masing-masing lokasi pengamatan dengan nilai tutupan karang yang paling
penelitian. Peralatan utama yang digunakan dalam rendah berada dekat dengan outlet kanal limbah air panas,
o
pengambilan data terumbu karang adalah alat selam dengan suhu air buangan mencapai 40 C. Suhu air
(SCUBA), transek garis (meteran 30 meter), sabak dan alat tersebut menyebabkan terumbu karang mengalami
tulis bawah air, serta alat pendukung seperti kamera bawah pemutihan (corang bleaching), dan dapat menyebabkan
air dan penanda transek permanen jika diperlukan (dapat kematian karang.
berupa pasak besi atau tali berpelampung). Pantai Pasir Putih di Kabupaten Situbondo adalah
daerah pariwisata yang cukup terkenal di Jawa Timur.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pantai yang menghadap ke barat ini selain memiliki atraksi
alam berupa matahari terbenam, juga menyuguhkan
Telah dilakukan pengambilan data tutupan karang keindahan bawah laut dengan keanekaragaman karang
dengan metode LIT di lima lokasi yang berbeda di kawasan beserta ikannya yang mampu menjadi daya tarik
tepian segitiga terumbu karang (Jawa Timur). Kelima lokasi wisatawan khususnya para penyelam. Terdapat lebih dari
tersebut adalah Pulau Gili, Paiton, Pasir Putih, Banyu Biru dan lima titik atau lokasi yang umum bagi penyelaman di
Sendang Biru. sepanjang pantai Pasir Putih, pengambilan data terumbu
Pulau Gili Ketapang yang terletak di utara Kabupaten karang dilakukan di dua titik diantara lokasi-lokasi
Probolinggo adalah pulau kecil dengan luas ±43 ha dan tersebut. Data hasil pengamatan karang di pantai Pasir
memiliki terumbu karang tepi yang mengelilingi seluruh Putih Kabupaten Situbondo tersaji dalam Tabel 4.
pulau. Jumlah penduduk yang saat ini sebanyak 8.424 jiwa Nilai tutupan karang hidup (hard coral) di kawasan
memberikan tekanan serius terhadap ekosistem terumbu pantai Pasir Putih berkisar antara 52,75% - 55,57% dengan
190 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 183-190

nilai rata-rata sebesar 54,44%. Perkembang sektor bahwa adanya tekanan yang serius terhadap ekosistem
pariwisata yang terus meningkat di kawasan pantai Pasir terumbu karang. Ancaman terhadap ekosistem terumbu
Putih menjadi ancaman serius terhadap keberadaan karang di tepi segitiga terumbu karang dan di Indonesia
ekosistem terumbu karang yang saat ini telah berada khususnya telah tergambar nyata. Gambar 2. menunjukan
dalam kategori sedang. Pengembangan sektor pariwisata grafik nilai tutupan karang di lima lokasi pengambilan
di kawasan pantai ini harus dibarengi dengan upaya data.
konservasi dan edukasi baik terhadap masyarakat lokal Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara
maupun wisatawan yang berkunjung ke kawasan tersebut. Lingkungan Hidup No. 04/MENLH/02/2001 tentang
Saat ini pemerintah Kabupaten Situbondo telah Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang, dibagi menjadi
membangun pos pemantauan kawasan konservasi dan empat kategori yaitu: buruk (0 – 24,90%), sedang (25,00 –
telah melakukan berbagai upaya rehabilitasi terumbu 49,90%), baik (50,00 – 74,90%) dan sangat baik (75,00 –
karang di kawasan pantai Pasir Putih. 100%). Nilai persentase tutupan karang di Pulau Gili,
Muncar adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banyuwangi dan Sendang Biru termasuk dalam kategori
Banyuwangi yang menjadi sentra perikanan terbesar di sedang namun cenderung buruk, sedangkan di lokasi
Pulau Jawa dan kedua di Indonesia setelah Bagan Siapi- Paiton kondisi terumbu karang dalam kategori sedang.
api. Terletak di ujung timur Pulau Jawa, berbatasan Persentase tutupan terumbu karang yang masih termasuk
langsung dengan Selat Bali, Muncar memiliki kekayaan dalam kategori baik di lokasi Pasir Putih sudah dalam
hasil perikanan tangkap yang melimpah. Lokasi kondisi kritis dan terancam menurun jika tidak ada upaya
pengambilan data terletak di selatan Pelabuhan Muncar, untuk menjaga dan melestarikannya.
dan berada di tepian kawasan Taman Nasional Alas Purwo.
Data hasil pengamatan karang di lokasi ini tersaji dalam KESIMPULAN
Tabel 5.
Nilai tutupan karang hidup (hard coral) di kawasan Ekosistem terumbu karang mengalami ancaman
Banyuwangi berkisar antara 22,74% - 32,04% dengan nilai yang serius. Data hasil penelitian menunjukan bahwa
rata-rata sebesar 27,10%. Secara umum ancaman utama tekanan-tekanan lokal disetiap lokasi mempengaruhi
terumbu karang di kawasan Selat Bali, khususnya di kondisi tutupan terumbu karang yang ada. Tekanan lokal
perairan Kabupaten Banyuwangi adalah aktifitas dan nilai persentase tutupan terumbu karang di masing-
penangkapan ikan. Kondisi tutupan dasar perairan di lokasi masing lokasi penelitian adalah sebagai berikut: (1) Pulau
pengambilan data di dominasi oleh kategori abiotik yang Gili Ketapang dengan tekanan lokal berupa pemukiman
berupa batu, patahan karang, pasir dan debu dengan nilai penduduk dengan nilai rata-rata tutupan karang 27,89%;
persentase antara 28,12% - 48,94% (rata-rata 37,54%). (2) Paiton dengan tekanan lokal berupa kawasan industri
Sendang Biru adalah kawasan pantai yang berada di (PLTU) dengan nilai rata-rata tutupan karang 38,78%; (3)
Kabupaten Malang dan memiliki Pelabuhan Perikanan Pantai Pasir Putih dengan tekanan lokal berupa kawasan
Pantai yang saat ini terus dikembangkan menjadi pariwisata dengan nilai rata-rata tutupan karang 54,44%;
pelabuhan dengan skala yang lebih besar. Selain aktifitas (4) Banyuwangi dengan tekanan lokal berupa aktifitas
nelayan, sektor pariwisata di kawasan ini juga sangat penangkapan ikan yang merusak dengan nilai rata-rata
diminati oleh wisatawan dengan adanya Pulau Sempu di tutupan karang 27,10%; (5) Sendang Biru dengan tekanan
seberang lokasi pelabuhan. Titik pengambilan data di lokal berupa aktifitas nelayan intensif dan pengembangan
Sendang Biru berada di ujung barang Pulau Sempu, dan di pesisir dengan nilai rata-rata tutupan karang 25,24%.
timur Pelabuhan Perikanan Pantai Pondok Dadap. Data
hasil pengamatan karang di lokasi ini tersaji dalam Tabel 6.
Pengembangan perikanan tangkap dan pariwisata DAFTAR PUSTAKA
menjadi ancaman yang serius terhadap ekosistem
terumbu karang di kawasan Sendang Biru. Nilai tutupan English SE, Wilkinson C, Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical
Marine Resources. Australian Institute of Marine Science,
karang hidup (hard coral) di kawasan Sendang Biru
Townsville, Australia.
berkisar antara 19,14% - 30,14% dengan nilai rata-rata Haruddin A, Edi P, Budiastuti S. 2011. Dampak Kerusakan Ekosistem
sebesar 25,24%. Kerusakan karang seperti di lokasi Terumbu Karang terhadap Hasil Penangkapan Ikan oleh Nelayan
lainnya, mengakibatkan tutupan dasar perairan di secara Tradisional di Pulau Siompu Kabupaten Buton Sulawesi
Tenggara. Jurnal EKOSAINS. 3(3): 29-41.
dominasi oleh kategori abiotik dengan nilai berkisar antara
Natalie B, Edward VB. 2005. Comparative Study of Three Transect
33,92% - 40,00% (rata-rata 37,04%). Methods to Assess Coral Cover, Richness and Diversity. Western
Secara keseluruhan berdasarkan hasil penelitian di Indian Ocean J. Mar. Sci. 4(1): 29-37.
masing-masing lokasi pengambilan data menunjukan
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 191-195

KEANEKARAGAMAN TANAMAN SEBAGAI OBYEK WISATA


ILMIAH DAN DAYA TARIK WISATAWAN : STUDI KASUS DI
KEBUN RAYA BOGOR
Tri Handayani
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya-LIPI
Jl. Ir. H. Juanda no.13, Bogor. 16122
Email : [email protected]

Abstrak - Kebun Raya Bogor (KRB) merupakan salah satu tempat tujuan wisata yang sangat dikenal di Indonesia maupun
mancanegara. Didirikan oleh C.G.C. Reinwartd pada 18 Mei 1817, dengan luas area 87 hektar. Jumlah tanaman koleksinya 14.211
spesimen termasuk dalam 419 suku, 1.240 marga dan 5.674 jenis. Penataan tanaman disusun berdasarkan sistem kekerabatan. Mulai
dari tumbuhan tingkat rendah sampai tingkat tinggi, penampilan biasa sampai unik dan langka dapat ditemukan di KRB. Kekayaan
tanaman, keindahan arsitek landskap, taman dan jalan serta bangunan bersejarah menjadi obyek wisata di KRB dan sebagai daya tarik
bagi wisatawan. Telah dilakukan kajian terhadap tanaman baik sebagai unsur taman maupun bukan yang dianggap sebagai obyek dan
berperan penting sebagai daya tarik pengunjung. Fasilitas penunjang kegiatan wisata di KRB juga diamati. Amorphophallus titanum
(bunga bangkai raksasa), Rafflesia padma (bunga rafflesia), Victoria amazonica (teratai raksasa), Grammatophyllum speciosum (
anggrek macan) merupakan tanaman langka yang menarik bagi pengunjung. Jenis unik yang diminati adalah Ravenala
madagascariensis (pisang kipas), Kigelia africana (pohon sosis), Koompassia excelsa (pohon madu), Entada phaseoloides (pohon
tarzan) dan Mucuna novoguineensis (bunga kuku macan). Jalan kenari I, Jalan Kenari II dan Jalan Astrid sering dikunjungi oleh
wisatawan. Taman Mexico, Taman Bhineka dan Taman Teysman mengandung nilai historis. Taman-taman air, taman tematik,
tanaman hias, tanaman obat, tanaman buah, tanaman pangan dan tanaman industri melengkapi koleksi KRB sebagai tempat wisata
keanekaragaman tanaman yang bernilai ilmiah. Hampir semua koleksi tanaman memiliki informasi ilmiah yang bermanfaat untuk
penelitian dan ilmu pengetahuan. Fasilitas kegiatan wisata, pemandu dan aksesibilitas yang baik menjadi penunjang keberhasilan KRB
sebagai tempat wisata.

Kata kunci : daya tarik, fasilitas, obyek, tanaman, wisata

PENDAHULUAN keragaman koleksi tumbuhan tropikanya terlengkap di dunia.


Jumlah koleksi KRB sekitar 14.211 spesimen termasuk dalam
Sejarah awal Kebun Raya Bogor (KRB) sudah ada sejak 419 suku, 1.240 marga dan 5.674 jenis.
pemerintahan Prabu Siliwangi pada tahun 1474-1513. Pada Selain untuk melestarikan tumbuhan KRB juga
saat itu, KRB hanyalah bagian dari “samida” (hutan buatan mengemban tugas untuk mengembangkan penelitian bidang
atau taman buatan) Kerajaan Sunda. Setelah pemerintahan konservasi tumbuhan, pendidikan lingkungan serta
Kolonial Belanda yaitu masa pemerintahan Gubernur Jendral meningkatkan pariwisata atau pelayanan pada masyarakat
Thomas Stamford Raffles, KRB merupakan bagian dari (Sari dkk., 2005). Letak KRB yang sangat strategis yaitu
halaman Istana Bogor yang dijadikan taman yang cantik. berdekatan dengan kota Metropolitan Jakarta, sangat
Sekitar tahun 1816, KRB dijadikan sebuah kebun botani menguntungkan untuk mengembangkannya sebagai tempat
penelitian tanaman-tanaman yang digunakan untuk tujuan wisata. Tidaklah mengherankan jika KRB merupakan
pengobatan. Pada tanggal 18 Mei 1817, KRB secara resmi lokasi wisata yang paling terkenal di Jawa Barat. Berdasarkan
didirikan oleh Dr.C.G.C.Reinwardt dengan nama ‘sLands data pengunjung tahun 2011-2014 terdapat peningkatan
Plantentuin te Buitenzorg (Soegiarto, 1992; Anonim, 2013). wisatawan di KRB. Jumlah wisatawan pada tahun 2011
Di tempat inilah ahli-ahli botani Belanda, Jerman dan Inggris sebanyak 899.753 orang, tahun 2012 sebanyak 984.359
mengumpulkan dan meneliti tumbuhan tropis dan subtropis. orang, tahun 2013 sebanyak 961.432 orang dan tahun 2014
Kebun seluas 87 hektar tersebut terletak di pusat Kota jumlahnya 1.113.369 orang (Anonim,2014).
Bogor, pada ketinggian 235-265 meter di atas permukaan KRB merupakan salah satu bentuk ekowisata berupa
laut. Dikenal luas sebagai salah satu lembaga ilmiah tertua di wisata alam. Ekowisata adalah suatu bentuk kegiatan
Indonesia yang berjasa dalam pengembangan tanaman pariwisata yang memanfaatkan keaslian lingkungan alam
introduksi yang bernilai ekonomi tinggi seperti: kelapa sawit, dan aktivitas rekreasi, konservasi dan pengembangan, serta
karet, kina, kopi dan teh (Soegiarto, 1992). antara penduduk dan wisatawan (Murkayanti dan Saraswati,
Pemanfaatan KRB sebagai kebun botani masa 2005; Aryunda, 2011; Tanaya dan Rudiarto, 2014). Menurut
pemerintahan Belanda, sebenarnya fungsi KRB sebagai Suarthana dan Karta (2013), ekowisata sangat spesifik, tidak
tempat wisata ilmiah sudah dimulai. KRB tempat para ahli semua kegiatan wisata berbasis alam dapat dikategorikan
botani melakukan penelitian, khususnya tanaman tropis. ekowisata, hanya yang mengandung unsur konservasi dan
Eksistensi KRB menjadi penting di mata dunia karena memberi manfaat pada masyarakat lokal yang dapat
192 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 191-195

dikategorikan sebagai ekowisata (Lelloltery, 2008). Kegiatan memanfaatkan kebun raya untuk belajar dan menambah
ekowisata mengintegrasikan antara pariwisata, konservasi ilmu pengetahuan. Setiap obyek wisata mengandung nilai
dan pemberdayaan masyarakat lokal. KRB bukanlah semata- ilmiah . Penanaman tanaman di kebun disusun berdasarkan
mata wisata alam, namun wisata alam yang memiliki nilai kedekatan kekerabatannya. Koleksi tanamannya memiliki
ilmiah sangat tinggi. Obyek wisata yang tersimpan di data ilmiah yang lengkap. Data tersebut meliputi segala
dalamnya mengandung nilai historis tinggi (Permata, 2013). sesuatu yang berkaitan dengan tanaman koleksi, seperti :
Ribuan tanaman koleksi tertata berdasarkan sistem nama ilmiah tanaman, asal, tanggal tanam, kolektor, waktu
kekeluargaan. Semua tanaman koleksinya memiliki data berbunga dan berbuah, perbanyakan, tanggal mati atau
ilmiah yang tercatat dan tersimpan di KRB. Berbagai jenis lokasi penanaman di kebun. Data ilmiah ada yang ditempel
tanaman langka, tanaman hias, tanaman obat, tanaman langsung pada tanaman (papan nama) dan ada yang
pangan, tanaman buah, sumber pestisida hayati, tanaman disimpan di bagian Sub Bidang Registrasi dan pembibitan
industri , keindahan arsitek landskap, taman, jalan serta tanaman KRB. Hal inilah yang membedakan dengan tempat
bangunan bersejarah menjadi obyek dan daya tarik KRB. wisata di luar kebun raya meskipun obyeknya sama-sama
Keberadaan fasilitas sebuah wisata sangat diperlukan keanekaragaman tumbuhan. Untuk memudahkan
sebagai penunjang kegiatan wisata (Deswati, 1991; Rai menemukan lokasi penanaman di kebun,maka dibuat buku
Utama, 2005; Wedelia, 2011). KRB membangun dan chek list tanaman koleksi KRB. Buku ini berisi nama jenis
mengembangkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, tanaman, nama suku, habitus tan man, asal tan man dan
khususnya yang menunjang pelayanan pendidikan lingkungan lokasi penanaman di kebun. Material herbarium tanaman
dan penelitian. Untuk meningkatkan mutu pelayanan publik koleksi dibuat dan disimpan di Herbarium KRB. Bagian
dan kepuasan pelanggan, KRB memiliki pramu wisata (guide) tanaman yang diambil untuk material herbarium berupa
yang profesional dibidangnya dengan kemampuan berbahasa ranting, daun, bunga, buah atau biji.
Inggris, Jerman, Belanda atau Perancis. Tujuan dari penelitian Untuk memudahkan mengenal dan mempelajari
ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor KRB sebagai obyek wisata, pada jenis tanaman tertentu atau kelompok
tempat wisata ilmiah, mengkaji obyek wisata yang menjadi tanaman dilengkapi dengan papan intrpretasi. Informasi yang
daya tarik wisatawan di KRB. Selain itu mengetahui faktor dituliskan dalam papan interpretasi tersebut adalah : nama
penunjang kegiatan wisata di KRB. Hasilnya dapat dijadikan ilmiah, nama lokal, asal tanaman, penyebaran, cara
referensi untuk penelitian ekowisata maupun pengembangan perbanyakan dan kegunaan. Wisatawan yang datang sendiri
wisata ilmiah baru di tempat lain. atau rombongan akan lebih mudah mempelajari dan
memahami obyek wisata meskipun tanpa pemandu KRB.
METODE PENELITIAN Paket wisata ilmiah untuk para wisatawan dilakukan
dengan berkeliling kebun melihat koleksi sambil diberi
Penelitian dilakukan di Kebun Raya Bogor. Metode informasi tentang obyek wisata. Untuk para pelajar selain
penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif melihat koleksi diberikan informasi tentang mengenal
eksploratif. Pengambilan dan pengumpulan data meliputi tumbuhan, perbanyakan tanaman, cara merawat tanaman,
data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer pembuatan herbarium dan lain-lain. Wisatawan mahasiswa
dengan observasi langsung terhadap obyek wisata. Selain itu yang berkunjung akan diberikan materi sesuai dengan
melakukan wawancara dengan pemandu wisata, staf permintaannya, tentunya yang berkaitan dengan
perpustakaan KRB, wisatawan umum, pelajar dan mahasiswa perkebunrayaan.
yang berkunjung ke KRB. Pengambilan data sekunder melalui Keilmiahan KRB sebagai tempat wisata ditunjang oleh
penelusuran pustaka di Perpustakaan KRB, Sub bidang fasilitas yang ilmiah juga, misalnya perpustakaan KRB,
Registrasi dan Pembibitan KRB dan internet. Laboratorium Treub, Herbarium KRB dan Laboratorium kultur
jaringan. Perpustakaan KRB menyimpan koleksi buku-buku
HASIL DAN PEMBAHASAN tua yang berkaitan erat dengan sejarah dan perkembangan
KRB dari Jaman Kolonial Belanda sampai kini.
Wisatawan lokal dan mancanegara yang datang ke LaboratoriumTreub berisi peralatan untuk penelitian botani,
KRB meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Reindrawati anatomi, sitologi dan lain-lain. Herbarium untuk menyimpan
(2010), seseorang melakukan wisata karena adanya faktor dan mempelajari koleksi tumbuhan yang ditanam di KRB baik
pendorong dan penarik. Peningkatan tersebut diduga adanya yang sudah mati maupun masih hidup. Laboratorium kultur
faktor penarik di KRB, antara lain oyek wisata, fasilitas jaringan dilengkapi dengan fasilitas untuk perbanyakan
penunjang wisata, teknik pemanduan serta aksesibilitas yang tanaman secara in-vitro.
baik. Obyek wisata yang menjadi daya tarik adalah
keanekaragaman tanaman, taman, jalan dan bangunan Keanekaragaman Tanaman sebagai Obyek Wisata dan Daya
bersejarah. Diketahui 14 fasilitas penunjang wisata di KRB. Tarik Wisatawan
Jalan dan alat transportasi dalam kebun menunjang akses Daya tarik utama wisatawan yang berkunjung ke KRB
menjangkau obyek wisata menjadi lebih mudah. adalah keanekaragaman tanaman. Dari hasil observasi dan
KRB sebagai Tempat Wisata Ilmiah wawancara diketahui bahwa wisatawan yang datang akan
KRB disebut sebagai tempat wisata ilmiah karena menanyakan, mencari, mengamati, atau meneliti tanaman
setiap pengunjung atau wisatawan yang datang dapat yang menarik bagi mereka. Wisatawan yang berkeliling
Handayani | 193

bersama pemandu, rasa keingintahuan mereka terhadap beliau dibuatlah taman Teysmann. Jalan lain yang terkenal di
suatu obyek wisata sangat besar. Biasanya mereka akan KRB adala jalan Astrid. Jalan dengan jajaran bunga tasbih
bertanya, memegang obyek, mencium aroma sampai (Canna spp.) menginggatkan pengunjung akan bendera
mencicipi rasa buah tanaman. Ketertarikan terhadap suatu Belgia yang berwarna-warni. Selain Taman Teysmann, taman
obyek wisata antara wisatawan umum dengan khusus lain yang tidak kalah menariknya adalah Taman Mexico,
ternyata ada perbedaannya. Perhatian wisatawan umum Taman Bhineka, Taman Araceae, Orchidarium dan Taman
lebih tertarik pada tanaman langka dan yang dianggap unik. obat. Masing-masing taman memiliki ciri khas tanaman dan
Sedangkan wisatawan khusus (pelajar dan peneliti) selain gaya arsitekturnya. Taman Mexico diwarnai oleh keindahan
tanaman langka, mereka tertarik kelompok tanaman aneka jenis tanaman kaktus. Perpaduan antara pohon-pohon
berpotensi, seperti tanaman hias, obat, pangan, buah, kaktus yang penuh duri dengan permukaan tanah yang
pestisida nabati dan tanaman industri. Beberapa penelitian berbatu-batu putih serasa berada di gurun pasir. Taman
pada obyek wisata tanaman di KRB disajikan pada gambar 1. Bhineka merupakan taman luas yang didalamnya terdapat
Obyek penelitian tanaman yang paling banyak diteliti monumen burung garuda. Pada bagian sayap, ekor, dada,
adalah tanaman hias, terutama anggrek. Penelitian yang serta lehernya ditanami bermacam-macam tanaman hias.
paling sedikit adalah tanaman pangan. Berdasarkan bidang Taman ini juga disebut dengan Taman Lebak Sujana Kassan,
ilmu yang diteliti ada 12 bidang ilmu yaitu ekologi, zoologi, seorang direktur KRB pertama yang berasal dari orang
taksonomi, fisiologi, budidaya dan konservasi, botani, Indonesia asli. Taman Araceae menyimpan berbagai koleksi
genetika, kultur jaringan, mikrobiologi, sitologi, multi media tanaman suku Araceae, seperti Aglaonema, Filodendron,
dan ekowisata. Penelitian tentang budidaya dan konservasi keladi, Colocasia, Alocasia, atau Anthurium. Koleksi anggrek
paling banyak diminati dan diteliti. Sedangkan bidang fisiologi dengan kelengkapan koleksi dan keindahan penataannya
dan sitologi merupakan bidang ilmu yang paling sedikit dikaji berada di Orchidarium dan Orchid House.
untuk penelitian.
Jenis-jenis tanaman yang diminati oleh wisatawan Bangunan Sejarah sebagai Obyek Wisata dan Atraksi
umum dan khusus disajikan dalam tabel 1. Hampir semua Wisatawan
tanaman obat sudah tersebar dan dikenal luas oleh Berbagai bangunan bersejarah melengkapi koleksi
masyarakat. Namun untuk tanaman hias, pangan, buah dan obyek wisata KRB. Monumen Lady Raffles, Laboratorium
industri, masih ada masyarakat yang belum mengenalnya. Treub, Guest house, Museum Zoologi, Kompleks Makam
Contonya tanaman hias kuku macan (Mucuna Belanda dan Monumen Reinwardt. Monumen Lady Raffles
novoguineensis), anggrek sepatu (Paphiopedillum merupakan monument yang dibuat oleh Thomas Stamford
glaucophyllum) dan Nepenthes spp. sebagian besar Raflles pada tahun 1814, untuk mengabadikan istrinya (Olivia
wisatawan yang ditanya belum pernah melihat bunga Raffles) yang meninggal dan dimakamkan di Batavia.
tersebut sebelum ke KRB. Contoh lainnya, tanaman buah Laboratorium Treub merupakan sebuah laboratorium yang
lokal, sebagian orang mengenal namun orang lain belum dibangun oleh Dr. Melchior Treub pada tahun 1884.
tentu mengenal. Buah bisbul (Diospyros blanchoi), gandaria Pendirian laboratorium ini bertujuan untuk melakukan
(Bouea macrophylla) dan nam-nam (Cynometra cauliflora), penelitian, khususnya di bidang botani, pertanian,
bagi masyarakat Bogor buah-buah tersebut sudah cukup hortikultura dan zoology. Guest house merupakan bangunan
dikenal, namun masyarakat daerah lain belu tentu yang kental dengan nuansa arsitektur gaya Belanda. Selain
mengenalnya. Sebagian besar responden mengaku belum menjadi obyek wisata, daya tarik wisatawan sekaligus sebagai
tahu tentang tanaman langka Rafflesia padma atau fasilitas penunjang wisatawan. Mereka dapat menginap di
Amorphophallus titanium. Mereka baru melihat bunga tempat ini sambil menikmati keindahan dan kenyamanan
tersebut di KRB. suasana KRB. Museum zoologi merupakan tempat koleksi
Sepuluh obyek wisata tanaman paling populer artinya hewan mati dari berbagai suku,misalnya rangka ikan paus,
paling banyak atau sering dikunjungi oleh wisatawan banteng, kera,aneka jenis burung, reptil dan serangga.
disajikan dalam tabel 2. Tanaman tersebut dianggap langka, Kompleks makam Belanda berada dalam kawasan rumpun
unik, jarang ditemukan di tempat umum, punya ciri bambu. Terdapat beberapa makam belanda dengan bentuk
khas,bahkan ada yang menganggap eksotis. yang unik dan menarik. Memasuki lokasi ini akan terasa sejuk
karena berada dalam kerimbunan rumpun bambu.
Taman dan Jalan sebagai Obyek Wisata dan Daya Tarik Monumen Reinwardt dibangun pada tahun 2006, untuk
Wisatawan menghormati Dr.CGC Reinwardt yang telah berjasa dalam
Taman dan jalan yang ada di dalam KRB juga menjadi pendirian KRB.
obyek wisata dan atraksi wisatawan yang berkunjung ke KRB.
Penataan tanaman di KRB dipelopori oleh Johanes Elias
Fasilitas Penunjang Wisata di KRB
Teysmann, seorang pemuda ahli botani berkebangsaan
Keberhasilan KRB sebagai tempat wisata tidak
Belanda (Soegiarto, 1992). Karya pertama di KRB adalah jalan
terlepas dari adanya fasilitas penunjang yang ada di
kenari. Jalan panjang yang di bagian pinggir kiri dan kanannya
dalamnya. Fasilitas sebuah wisata sangat diperlukan sebagai
berjajar pohon kenari besar-besar, berusia puluhan tahun.
penunjang kegiatan wisata (Wedelia, 2011). Fasilitas
Jalan kenari ada 2 yaitu Jalan Kenari I dan Jalan Kenari II.
penunjang kegiatan wisata di KRB yaitu pusat informasi
Setelah beliau meninggal, maka untuk menghormati jasa-jasa
wisata, papan penunjuk arah, papan interpretasi,
194 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 191-195

perpustakaan, laboratorium, masjid, loket penjualan tiket, wisatawan atau asal negara. Pemanduan terhadap
mobil wisata, sepeda onthel, tempat sampah, tempat parkir, wisatawan Belanda lebih ditekankan pada Victoria
garden shop, guest house, bangku taman, toilet, café, kantin, amazonica, Astrid Avenue, Koompassia excelsa dan koleksi
meeting point, shelter, dan herbarium KRB. bambu. Wisatawan Jepang, Korea dan jerman akan dipandu
ke Taman Mexico dan Orchid House. Wisatawan Belgia ke
Peran Pemandu Wisata di KRB
Astrid Avenue.
Peran pemandu (guide) sangat penting dalam
menarik wisatawan . Di tangan pemandu, wisatawan akan Aksesibilitas di KRB
memiliki kesan yang positif atau negatif. Jika kesan positif Keberhasilan KRB sebagai tempat pariwisata juga
mereka cenderung untuk berkunjung kembali. Pemandu didukung oleh kemudahan aksesibilitas di dalam kebun. Jalan
wisata di KRB mempunyai teknik komunikasi pemanduan utama beraspal cukup luas sehingga memudahkan akses
yang baik terhadap wisatawan asing dan domestik. Mereka kendaraan dan pejalan kaki. Menuju lokasi yang lebih ke
akan membedakan teknik berkomunikasi dengan wisatawan dalam tersedia jalan gicok. Jalan gicok terbuat dari batu-batu
lokal atau mancanegara. Teknik pemanduan wisatawan lokal kecil yang disusun rapi. Untuk berkeliling kebun yang luasnya
dilengkapi dengan pengeras suara, peta , obyek asli atau sekitar 87 hektar, tersedia mobil wisata, sekaligus akan
tiruan melalui rute umum. Untuk wisatawan asing tanpa dipandu. Pengunjung juga dapat menyewa sepeda onthel
pengeras suara, rute disesuaikan dengan permintaan untuk berkeliling kebun.

Gambar 1. Jumlah penelitian obyek wisata tanaman di KRB

Tabel 1 . Jenis-jenis tanaman sebagai obyek wisata dan atraksi wisatawan

Kelompok
No. Nama Jenis
Tanaman

Phalaenopsis amabilis, Vanda tricolor, Nepenthes spp., Mucuna novoguineensis,


Anthurium spp., Nymphaea lotus, Paphiopedillum glaucophyllum, Aeschynantus
1 Hias
radicarus, Dendrophyllum papuanum, Begonia spp., Cyrtostachys renda, Licuala
grandis, Livistona rotundifolia.
Andrographis paniculata, Orthosiphon aristatus, Piper retrofractum, Parkia timoriana,
Phaleria capitata, Curcuma aeroginosa, Archangelisia flava, Gynura procumbens, Cytrus
2 Obat
hystrix, Blumea balsamifera, Graptophyllum pictum, Tinospora crispa, dan lain-lain .

Amorphophallus paeoniifolius, Arenga pinnata, Cocos nucifera, Theobroma cacao,


3 Pangan
Coffea robusta dan Canarium vulgare.
Garcinia mangostana, Lansium domesticum, Flacourtia jangomas, Diospyros
4 Buah blanchoi,Pouteria campechiana, Manilkara kauki, Stelechocarpus burahol, Mangifera
kemanga, Sandoricum koetjapi, Bouea macrophylla dan Cynometra cauliflora.
Gigantochloa apus, Dendrocalamus asper, Gigantochloa atter, Dendrocalamus
5 Industri giganteus, Bambusa vulgaris, Bambusa bambos, Calamus javensis, Shorea spp.,
Dipterocarpus spp., Altingia excels, Tectona grandis. Eusideroxylon zwageri.
Amorphophallus titanum, Rafflesia padma, Ravenala madagascariensis, Lodoicea
6 Langka dan unik maldivica, Victoria amazonica, Entada phaseoloides, Kigelia africana, Coelogyne
pandurata, Koompassia excelsa dan Couroupita guianensis.
Handayani | 195

Tabel 2. Sepuluh jenis obyek wisata favorit bagi wisatawan di KRB


No. Nama Jenis Nama lokal Alasan Ketertarikan
1 Amorphophallus titanum Bunga bangkai Langka,bunga unik, bau unik, eksotis,ditayangkan TV.
2 Victoria amazonica Teratai raksasa Langka, daun sangat besar.
3 Grammatophyllum speciosum Anggrek macan Langka, bunga unik, jarang ditemui, bunga cantik
4 Kigelia africana Pohon sosis Buahnya unik.
5 Ravenala madagascariensis Pisang kipas Susunan daun unik seperti kipas.
6 Lodoicea maldivica Kelapa kembar Buahnya unik seperti “pantat”, ukuran buah besar.
7 Rafflesia padma Bunga raflesia Langka, bunganya unik, eksotis, sulit ditemukan.
8 Entada phaseoloides Pohon tarzan Pohonya unik meliuk-liuk seperti dalam film tarzan.
9 Koompassia excelsa. Pohon madu Akarnya unik, pohon sangat besar.
10 Couroupita guianensis Pohon canon Buah lucu seperti canon, bunga sangat cantik.

KESIMPULAN Murkayanti dan Saraswati. 2005. Pengembangan Ekowisata sebagai


Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berkelanjutan, Kasus
Desa Blendung-Kabupaten Malang. J.Tek. Ling. P3TL-BPPT 6(2):
Obyek wisata dan daya tarik wisatawan adalah 391-396.
keanekaragaman tanaman, taman, jalan dan bangunan Permata EN. 2013. Analisis Faktor yang Dipentingkan Konsumen
bersejarah. KRB sebagai tempat wisata ilmiah karena terhadap Atribut Jasa Wisata Kebun Raya Bogor. Dep.Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen.IPB. Bogor. Skripsi.Unpublish.
obyek wisatanya ilmiah dan didukung oleh fasilitas
Rai Utama IGB. 2005. Pemanfaatan Kebun Raya Sebagai Taman Rekreasi :
penunjang wisata bersifat ilmiah, yaitu perpustakaan, antara Kepentingan Ekonomi dengan Pelestarian Alam.
laboratorium dan Herbarium KRB. Keberhasilan KRB http://www.researchgate.net/publication, diakses 8 Oktober 2015.
sebagai tempat wisata dipengaruhi oleh faktor-faktor : Reindrawati DY. 2010. Motivasi Ekoturis dalam Ariwisata Berbasis Alam
(Ecotourism): Studi Kasus di Wana Wisata Coban Rondo, Malang.
letak strategis, obyek wisata yang lengkap, adanya
Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik 21 (2):187-192.
fasilitas penunjang wisata, pemandu yang professional dan Sari RS, Hendrian, DM Puspitaningtyas, Darwandi, S Hidayat, Yuzammi,
aksesibilitas yang baik. Suhendar. 2005. Rencana strategis PKT-Kebun Raya Bogor 2005-
2009. PKT-Kebun Raya Bogor-LIPI. Bogor.
Soegiarto KA. 1992. Sejarah Kebun Raya Bogor Dalam Rangka
DAFTAR PUSTAKA
Menyambut Ulang Tahunnya Ke-175. Warta Kebun Raya, Vol.1
No.2.
Anonim. 2014. Laporan Tahunan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Suarthana IKP dan NLPA Karta. 2013. Strategi Differensiasi Ekowisata,
Bogor. LIPI. Unpublish. Meningkatkan Value Obyek Wisata. Jurnal Perhotelan dan
Aryunda H. 2011. Dampak Ekonomi Pengembangan Kawasan Ekowisata Pariwisata 3(1): 1-9.
Kepulauan Seribu. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 22 (1): 1 Tanaya DR dan I Rudiarto. 2014. Potensi Pengembangan Ekowisata
– 16 Berbasis Masyarakat di Kawasan Rawa Pening, Kabupaten
Deswati. 1991. Daya Tarik Kebun Raya Bogor bagi Wisatawan Nusantara Semarang. Jurnal Teknik PWK Volume 3 Nomor 1.
dan Wisatawan Mancanegara. Akademi Pariwisata Trisakti. Wedelia L. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan
Jakarta. Karya Tulis Akhir. Unpublish. Jurnal Perhotelan dan ke Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Dep. Agribisnis
Pariwisata 3(1): 1-9. Fak. Ekonomi dan manajemen, IPB. Bogor. Skripsi. Unpublish.
Lelloltery H. 2008. Studi Pengembangan Potensi Obyek Ekowisata dan
Pengembangannya di Desa Sawai Kabupaten Maluku Tengah.
Jurnal Agroforestri Volume III Nomor 2.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 196-200

BIODIVERSITAS SUAKA MARGASATWA NANTU SEBAGAI


SUMBER PENGHIDUPAN BAGI MASYARAKAT SEKITAR
1* 1, 2
Marini Susanti Hamidun , Dewi Wahyuni K. Baderan , Meilinda Lestari Modjo
1
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Gorontalo.
2
Jurusan Pariwisata, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo.
*Email : [email protected]

Abstrak - Suaka Margasatwa (SM) Nantu-Boliohuto di Provinsi Gorontalo merupakan kawasan konservasi yang mempunyai potensi
berupa satwa endemik babirusa, anoa, tarsius, monyet hitam sulawesi; 204 jenis tumbuhan; dan keunikan ekosistem berupa salt-lick.
Potensi biodiversitas ini sebagian besar merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar kawasan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bentuk-bentuk pemanfaatan oleh masyarakat sekitar kawasan terhadap potensi yang dimiliki SM Nantu-Boliohuto.
Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat desa yang bertempat tinggal di sekitar kawasan dan memiliki akses terdekat menuju
kawasan, dengan responden yang dipilih secara purposive sampling. Pengambilan data dilakukan dengan cara penelusuran literatur,
observasi langsung, dan wawancara. Teknik wawancara dilakukan secara lisan dan melalui instrumen berbentuk angket. Hasil
Penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk pemanfaatan masyarakat yaitu: (1) pemungutan hasil hutan kayu sebanyak 80 jenis
tumbuhan tingkat pohon; (2) pemungutan hasil hutan non kayu berupa rotan, bamboo, jenis-jenis tumbuhan obat, dan perburuan
satwa.

Kata kunci : biodiversitas, masyarakat, Suaka Margasatwa Nantu-Boliohuto

PENDAHULUAN 17 diantaranya merupakan spesies-spesies endemik,


dilindungi berdasarkan PP No 7 tahun 1999, dan masuk
Modernisasi dan dinamika pembangunan di daerah kategori II CITES, diantaranya Livistonia rotundifoli, Caryota
terus berlangsung, namun peran hutan belum tergantikan mitis, dan Cycas rumphi, (Hamidun, 2012). Kawasan ini juga
bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga masyarakat merupakan habitat dan daerah jelajah satwa-satwa endemik
sekitar hutan. Sebagian besar sumber penghasilan keluarga antara lain babirusa (Babyrousa babyrussa), anoa (Bubalus
berasal dari hutan, baik untuk konsumsi maupun sebagai depressicornis), monyet hitam sulawesi (Macaca heckii),
sumber penghasil uang tunai. Di luar Jawa, kebanyakan tarsius (Tarsius spectrum), kuskus sulawesi (Strigocuscus
masyarakat pedesaan tinggal di dalam atau di sekitar celebensis), babi hutan sulawesi, jenis-jenis reptilia, serangga,
kawasan hutan negara. Sekitar 48,8 juta orang tinggal pada serta 80 jenis burung (Dunggio, 2005; Hamidun 2012).
lahan hutan negara dan sekitar 10,2 juta di antaranya Keanekaragaman hayati kawasan tersebut merupakan
dianggap miskin. Selain itu ada 20 juta orang yang tinggal di sumber penghidupan bagi masyarakat yang mendiami sekitar
desa-desa dekat hutan dan enam juta orang di antaranya kawasan, yang sebagian besar penghidupannya dari hutan.
memperoleh sebagian besar penghidupannya dari hutan
(Wollenberg et al, 2004; Oka, 2007; Asrianny et al, 2012). METODE PENELITIAN
Suaka Margasatwa (SM) Nantu merupakan hutan
konservasi yang secara administratif terletak di tiga Area Kajian
kabupaten yaitu Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Area kajian meliputi tiga desa yang berbatasan
dan Kabupaten Gorontalo Utara. Pertama kali ditetapkan langsung dan mempunyai akses terdekat dengan kawasan
sebagai kawasan suaka margasatwa pada tahun 1999 SM Nantu-Boliohuto, yaitu Desa Mohiyolo dan Desa Pangahu
mempunyai luas 31.215 Ha, kemudian diperluas menjadi (Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo), dan Desa
51.507,33 Ha dengan SK Menhut No.325/Menhut-II/2010. Saritani (Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo).
Kawasan ini merupakan hutan tropis yang masih memiliki
ekosistem asli, salah satu dari sedikit hutan Sulawesi yang Cara Kerja
masih utuh, dan juga merupakan salah satu dari lima (5) Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
hutan hujan terbaik di Asia Tenggra., yang memiliki dengan: (1) Metode Pengamatan, yaitu mengumpulkan data-
keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang tinggi. Vegetasi data yang dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan
hutannya banyak didominasi oleh tegakan pohon-pohon terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan obyek
yang tinggi dengan tajuk yang sangat rapat. Umumnya pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap interaksi
tegakan tersebut berasal dari suku Anacardiaceae, masyarakat sekitar di kawasan SM Nantu, yang melibatkan
Flacourtiaceae, Guttiferae, Datiscaceae, Annonnaceae, tiga desa yang dipilih secara purposive sampling karena
Ebenaceae, Myristicaceae, Apocynaceae, Moraceae, lokasinya berada paling dekat dengan kawasan, yaitu: Desa
Ebenacea, Sapotaceae, dan sebagian kecil dari suku Mohiyolo, Desa Pangahu, Desa Saritani. (2) Metode
Dipterocarpaceae. Terdapat 204 spesies tumbuhan dengan wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui
Hamidun dkk. | 197

interaksi verbal secara langsung dengan arah tujuan yang Jumlah penduduk yang tinggal di sekitar kawasan SM
telah ditentukan. Wawancara dilakukan dengan masyarakat Nantu-Boliohuto sebanyak 7.729 jiwa, yang sebagian besar
yang yang mahir berbahasa Indonesia dan bahasa daerah berpendidikan rendah. Hal ini ditunjukkan dari tingkat
Gorontalo dan pengelola kawasan yang secara intensif pendidikan sebanyak 23,00% tidak sekolah, sebagian besar
berinteraksi dengan masyarakat dan kawasan SM Nantu. sekolah tingkat SD (65,00%), SLTP (1,39%), SLTA (2,44%), dan
yang mencapai perguruan tinggi hanya sebanyak 0,07%.
Analisis Data
Umumnya mereka berhenti sekolah dan bekerja sebagai
Data yang diperoleh pada penambilan data lapangan
pemungut rotan, pencari/penebang kayu, sebagai
dianalisis secara deskriptif kualitatif.
penambang emas di dalam kawasan (Tabel 1).
Mata pencaharian masyarakat sekitar kawasan
HASIL DAN PEMBAHASAN
sebagian besar memiliki pekerjaan pokok sebagai petani
dan/atau buruh tani (46,09%), termasuk pekerjaan yang
Karakteristik Masyarakat
bergantung dari hasil hutan, seperti mengambil rotan dan/
Masyarakat sekitar pada penelitian ini adalah
atau mengambil kayu, dan berladang/sawah, baik di luar
penduduk desa yang bertempat tinggal di sekitar kawasan
kawasan maupun di dalam kawasan. Umumnya bagi
dan memiliki aksesibilitas cukup mudah menuju kawasan SM
masyarakat yang mempunyai lahan pertanian, bertani
Nantu-Boliohuto, yaitu Desa Mohiyolo, Desa Pangahu, dan
merupakan pekerjaan sampingan dari pekerjaan utama
Desa Saritani. Dari Desa Mohiyolo perjalanan dapat ditempuh
sebagai pemungut hasil hutan. Pekerjaan bertani hanya
dengan menggunakan 2 jalur, yaitu: dengan menggunakan
pada saat menyiapkan lahan dan menanam bibit. Sambil
perahu tempel menyusuri DAS Paguyaman - Sub DAS Nantu ±
menunggu saat panen untuk kembali ke bertani, mereka
3 jam hingga sampai pada pintu masuk kawasan SM Nantu-
menggunakan waktu tersebut untuk memungut hasil
Boliohuto, serta dengan berjalan kaki selama ± 1 jam jika
hutan, terutama rotan, kayu, dan menambang emas tanpa
masuk melalui Dusun Daenaa, ± 2 jam jika masuk melalui
izin. Lahan-lahan kering yang berada di pinggiran kawasan,
Desa Sidoharjo. Desa Pangahu yang berbatasan langsung
yang ditumbuhi semak belukar atau pohon-pohon muda,
dengan kawasan dapat ditempuh dengan berjalan kaki
umumnya merupakan lahan bekas yang digunakan petani
selama sekitar 20 menit, dan Desa Saritani hanya dipisahkan
ladang berpindah.
oleh Sungai Nantu.

Gambar 1. Lokasi penelitian di Kawasan SM Nantu-Boliohuto Provinsi Gorontalo

Tabel 1. Data Kependudukan Desa Sekitar Kawasan SM Nantu-Boliohuto


Jlh Pekerjaan Pendidikan
Desa Luas
Pend. (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Mohiyolo 3922,6 4.244 1505 46 823 125 95 1650 1317 153 2633 10 125 6
Pangahu 2100 1222 748 6 203 54 113 98 74 98 982 40 28 0
Saritani 5190 2326 1338 5 245 55 263 420 401 381 1449 58 37 0
JUMLAH 7729 3591 57 1271 234 471 2168 1792 632 5064 108 190 6
Persentase (%) 100 46,09 0,73 16,30 3,00 6,04 27,8 23,00 8,11 65,00 1,39 2.44 0,08
Keterangan : 1: Petani; 2: PNS; 3: Peternak; 4: Swasta/Pedagang; 5: Dll; 6: Tidak ada; 7: Tidak sekolah; 8: Belum sekolah;
9: SD; 10: SMP; 11: SMA; 12: PT
Sumber : Data Potensi Desa
198 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 196-200

Selanjutnya berturut-turut masyarakat sekitar menunjukkan bahwa beberapa jalan masuk ke kawasan
kawasan SM Nantu-Boliohuto bekerja sebagai peternak ditemukan jalur-jalur perjalanan kayu baik yang melalui
(16,30%), PNS (0,73%), pedagang/swasta (3,00%), dan jalur sungai maupun jalan darat. Jenis-jenis kayu yang
lainnya sebesar 6,04%. Jenis pekerjaan lainnya tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat disajikan pada Tabel 2.
meliputi pemungut rotan, pengambil kayu, dan berburu di
Pemungutan Hasil Hutan Non Kayu
dalam kawasan SM Nantu, nelayan, supir, tukang perahu,
Akibat pemanenan hasil hutan non kayu, walaupun
tukang ojek, dan lainnya. Sedangkan yang tidak bekerja
tidak sedramatis penebangan kayu, mempunyai
(27,8%) umumnya terdiri dari wanita, orang lanjut usia,
konsekuensi yang serius bagi fungsi ekosistem SM Nantu-
dan anak-anak. Yang cukup meresahkan adalah
Boliyohuto. Rotan dan daun woka tergolong dua jenis hasil
masyarakat berusia produktif namun tidak bekerja.
hutan non-kayu yang paling umum diambil. Pemungutan
Mereka menjadikan kawasan SM Nantu sebagai lapangan
hasil hutan bukan kayu (HHBK) oleh masyarakat sekitar
kerja alternatif. Hal ini merupakan ancaman bagi
kawasan SM Nantu-Boliyohuto adalah:
kelestarian kawasan jika keadaan ini tidak diakomodir oleh
pengelola kawasan. Jenis-Jenis Rotan
Antara lain: Calamus inops, Calamus zollingeri,
Pemanfaatan Biodiversitas
Calamus ornatus, Calamus symphysipus, Calamus
Undang-Undang No 5/1990 tentang Konservasi
densiflorus, rotan ronti, rotan susu, rotan bukutinggi,
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-
rotan batang merah, molie, wumulo. Rotan merupakan
Undang No 5/1999 tentang Kehutanan, dan Peraturan
jenis HHBK yang banyak dimanfaatkan masyarakat.
Pemerintah No 28/2011 tentang Pengelolaan Kawasan
Kegiatan ini tidak bersifat musiman, tetapi dilakukan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam secara tegas
masyarakat sepanjang tahun, karena ketersediaannya
melarang pemungutan hasil hutan, baik jenis hasil hutan
selalu ada. Rotan dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan,
kayu maupun hasil hutan bukan kayu di dalam kawasan
bahan alat-alat rumah tangga, bahan bangunan, dan untuk
konservasi, termasuk suaka margasatwa. Namun
diperdagangkan. Pada beberapa lokasi pengamatan, semua
ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya SM
pintu lokasi ditemukan tumpukan-tumpukan rotan yang siap
Nantu_Boliohuto sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena
diangkut.
kawasan SM Nantu merupakan sumber penghidupan bagi
masyarakat di sekitarnya, baik secara ekonomi maupun Jenis Bambu
social. Ketersediaan keanekaragaman tumbuhan dan Jenis bambu dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
satwa sebagai sumber pangan, bahan bangunan, tanaman bahan bangunan rumah, alat dapur, anyaman tikar, pagar
obat, sumber ekonomi, dan jasa. Sebagian besar rumah, kerajinan, dan untuk diperdagangkan. Bambu juga
masyarakat melakukan pemanfaatan sumberdaya alam merupakan bahan yang harus ada pada upacara-upacara
(SDA) yang berada dalam kawasan. Tinggi rendahnya adat, prosesi perkawinan, kematian, penghormatan
interaksi antara masyarakat dan kawasan tentunya menerima tamu-tamu pejabat, atau tokoh-tokoh penting.
dipengaruhi oleh banyak faktor dan salah satunya adalah Jenis tumbuhan ini umumnya hidup di sekitar sungai.
tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi tingkat
Tumbuhan Obat
kesejahteraan masyarakat, maka ketergantungan
Tumbuhan obat: Ficus minahasae, Polyalthia sp,
terhadap kawasan semakin rendah dan sebaliknya.
Ortomeles sumtrana, Callophyillum sp, Eugenia sp, Maniltoa
Bentuk-bentuk pemanfaatan masyarakat terhadap
sp, Drypetes globosa, Elmerillia celebica, Curcuma
biodiversitas kawasan yaitu:
domestica (Rahim, 2014), Ageratum conyzoides , Aglaia
Pemungutan Hasil Hutan Kayu argentea Blume, Alpine galangal, Areca catechu, Cassia
SM Nantu-Boliyohuto merupakan jenis hutan alata, Curcuma longa, Ficus septica, Hyptis capitata,
primer yang didominasi oleh tegakan pohon-pohon tinggi Lantana camara, Macarangan tanarius, Melanolepsis
dan berdiameter lebih dari 20 cm. Produk hasil hutan kayu multiglandulosa, Morinda citrifolia, Pennisetum
tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan purpuroides, dan Piper betle (Hilala et al, 2015). Secara rinci
kayu bakar, perkakas, bahan bangunan, dan yang pemanfaatannya disajikan pada Tabel 3.
terutama untuk perdagangan. Pemungutan kayu tidak
Pemanfaatan Lain
hanya pada pohon yang memiliki nilai ekonomi tinggi,
Seperti daun woka (Livistonia rotundifolia). Daun tua
tetapi juga pada jenis-jenis pohon yang berdiameter lebih
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan atap rumah,
dari 30 cm. Ditemukan 76 jenis tumbuhan tingkat pohon
sedangkan daun yang muda digunakan untuk membungkus
yang mempunyai diameter 35 cm – 400 cm (Hamidun,
makanan. Pengambilan daun woka yang terlalu banyak
2012; Hamidun dan Baderan, 2013). Potensi ini yang
akan menghambat regenerasi dan kemungkinan bisa
menyebabkan terjadinya praktek illegal logging oleh
menyebabkan kematian pohon, sehingga dikhawatirkan jika
masyarakat.
keadaan ini terus berlangsung pohon woka ini tidak akan
Sampai saat ini belum ada data pasti mengenai
lestari.
berapa banyak kayu yang diangkut keluar dari hutan-hutan
di kawasan SM Nantu-Boliohuto. Kenyataan di lapangan
Hamidun dkk. | 199

Perburuan satwa liar perburuan dilakukan ke kawasan-kawasan lindung di


Terutama jenis babirusa dan anoa yang paling Gorontalo sampai ke daerah Sulawesi Tengah. Masyarakat
banyak diburu. Perburuan merupakan ancaman utama bagi Gorontalo dan Bolaang Mongondow yang tidak
populasi banyak spesies satwa liar, khususnya satwa besar. mengkonsumsi daging satwa tertentu, melakukan
Populasi satwa semakin menurun seiring dengan semakin perburuan besar-basaran terhadap satwa anoa dan rusa. Di
meningkatnya intensitas perburuan. Di Sulawesi bagian TN Bogani Nani Wartabone dilaporkan sekurang-kurangnya
utara, populasi beberapa mamalia besar seperti babirusa 100 karkas anoa diperjual di pasar-pasar desa setiap
dan anoa telah menyusut sampai 95% dalam tahun-tahun tahunnya dan sekelompok pemburu gelap mengambil
terakhir (Lee, et.al., 2001). Penurunan populasi satwa yang sekitar 700 ekor babirusa dan 1.500 babi hutan sulawesi
semakin meningkat juga berkaitan erat dengan dalam waktu kurang dari setahun (Lee, et.al., 2001).
meningkatnya permintaan pasar, sebagai akibat makin Diperkirakan monyet yaki akan punah dalam waktu 25
meningkatnya jumlah konsumsi daging. Sulawesi bagian tahun, sedangkan babirusa diramalkan akan punah dalam
utara mempunyai pengaruh paling besar terhadap populasi waktu 5-10 tahun mendatang kalau perburuannya terus
satwa liar. Hal ini disebabkan karena lebih dari 90% berlangsung. Sampai saat ini belum ada data berapa jumlah
penduduknya menganut agama tertentu yang tidak ada populasi satwa-satwa liar yang ada di kawasan SM Nantu,
larangan untuk mengkonsumsi daging satwa liar tertentu. sehingga agak sulit diperkirakan berapa persen tingkat
Untuk memenuhi permintaan pasar daging tersebut, penurunan populasinya.

Tabel 2. Jenis-jenis hasil hutan kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat


Nama Diameter Nama Diameter
No Nama Ilmiah No Nama Ilmiah
Daerah (Cm) Daerah (Cm)
1 Ayungalaa Castonopsis acuminatussima 36 - 93 41 Beringin Ficus nervosa 41 - 400
2 Biluango Ortomeles sumtrana 38 - 223 42 Biabo -- 35 - 75
3 Binggele Duabanga moluccana 65 - 210 43 Bintalahe -- 38 - 170
4 Bita Callophyillum saulatri 40 -91 44 Bitaulalalahu Callophyillum sp 35 - 123
5 Bitunggale Chisocheton divergens 36 - 95 45 Bulahengo Macaranga sp 36 - 60
6 Boyuhu Pterospermum celebicum 35 - 90 46 Butongale Pometia pinnata 55 - 95
7 Bulangita Tetrameles nudiflora 50 - 270 47 Damar Agathis sp 36 - 113
8 Dengilo Dillenia serrata 39 - 99 48 Dudepo -- 35 - 215
9 Diabo -- 37 - 40 49 Duhu-duhua -- 35 - 99
10 Dihito -- 40 - 142 50 Enau Arenga sp 36 - 60
11 Duhua -- 65 - 99 51 Inengo Phoebe sp 63
12 Duito Cratoxylum celebicum 37 - 42 52 Labano Neonauclea speciosa 38
13 Hulu -- 40 - 95 53 Laluta Polyalthia sp 35 - 210
14 Huhito Koordersiodenron pinnatum 35 - 42 54 Loto’o Heritiana littoralis 45 - 50
15 Kayu besi Mitroxideros vera 35 - 80 55 Lungulo Heritera litxolaris 37 - 45
16 Kayu bunga Madhuca phillippinensis 35 - 135 56 Malahengo Eugenia sp 37 - 80
17 Kayu cina Podocarpus nerifolius 35 - 38 57 Mata Putih Mallotus floribundus 35 - 87
18 Kayu inggris Eucalyptus deglupta 50 - 198 58 Matoa Hutan Pometia sp 49 - 90
19 Kayu Jambu Kjellbergiodendron celebicum 36 - 79 59 Meranti Shorea sp 105
20 Lamuta Maniltoa sp 37 - 70 60 Molonggaile Radermachera sp 35 - 81
21 Loyo Dracontomelon mangiferum 40 - 150 61 Molokoila -- 37 - 45
22 Lumulo -- 35 - 45 62 Molokopi -- 35 - 135
23 Makakata Terminalia celebica 35 - 85 63 Molomiama -- 36 - 47
24 Mantulangi -- 39 - 90 64 Molotingo Spondias pinnata 40 - 91
25 Mebongo -- 37 - 85 65 Mombingo Sindora kaledupa 37 - 55
26 Moleitihu Planchonella Oxyedra 36 - 70 66 Moobi Xylopia sp 35 - 56
27 Molipota Albizzia lebbeck 40 - 73 67 Namu-namu Planchonia valida 35 - 45
28 Molonggota Taxotrophis macrophilla 40 - 63 68 Nantu Palaquium obovatum 35 - 101
29 Momali Homalium foetidum 36 - 71 69 Olobua -- 45 -58
30 Oloitoma Diospyros hebecarpa 40 70 Owoti -- 44
31 Palapi Kalappia celebica 70 71 Pangi Pangium edule R 60 - 130
32 Poobuhu Eugenis sp 36 - 81 72 Tapalu Bishcoffia javanica 96 - 109
33 Rao Dracontomelon dao 40 - 140 73 Tindibotu Eugenia polyantha 35 - 89
34 Tohupo Artocarpus elasticus 45 74 Tongale -- 41
35 Tolotohia -- 58 - 112 75 Tolotio Drypetes globosa 35 - 145
36 Tolutu Ptrocymbiun tinstorium 40 - 55 76 Tombulilato Eucalyptus deglupta 36 - 100
37 Tuluponu Ficus minahasae 40 - 70 77 Tulawoto Vitex quinata 37 - 251
38 Uhiti -- 37 - 61 78 Upolodihe Elmerillia celebica 50 - 112
39 Ulipohe -- 41 - 45 79 Walongo / wulu Elmerillia ovalis 37 - 220
40 Wondami Diospyros pilasanthera 35 - 140 80 Wolato Vitex cafassus 35
Sumber: Hamidun (2012)
200 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 196-200

Tabel 3. Jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat


No Jenis Bagian Manfaat Obat No Jenis Bagian Manfaat Obat
1 Ageratum conyzoides Daun Luka, demam 12 Hyptis capitata Daun Flu, diare
2 Alpinia galangal Umbi Kembung, eksema 13 Lantana camara Daun Sakit maag, luka
3 Areca catechu Biji Mimisan, disentri 14 Macarangan tanarius Batang, Deman, berak darah
akar
4 Callophyillum sp Daun Asam urat 15 Maniltoa sp Buah, Sakit perut dan
Daun rematik
5 Cassia alata Daun Panas dalam, kulit 16 Melanolepsis multiglandulosa Daun Sakit kepala, kulit
6 Curcuma domestica Daun Sakit perut, sakit gigi, 17 Morinda citrifolia Daun, Kanker, hipertensi,
dan gatal-gatal jantung, diuretik
7 Curcuma longa Umbi Antioksidan rematik 18 Ortomeles sumtrana Daun Sakit perut
8 Drypetes globosa Daun Luka luar 19 Pennisetum purpuroides Biji Batuk
9 Elmerillia celebica Daun Kolera 20 Piper betle Daun Sakit gigi, luka bakar
10 Ficus minahasae Daun Perut kembung 21 Polyalthia sp Daun Panas demam
11 Ficus septica Daun Bisul, penawar racun
Sumber: Rahim (2014) dan Hilala (2015)

UCAPAN TERIMA KASIH Hamidun M.S. 2012. Zonasi Taman Nasional dengan Pendekatan
Ekowisata. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hamidun MS dan DWK Baderan. 2013. Struktur, Komposisi, dan Pola
Ucapan terima kasih kepada Direktorat Penelitian Distribusi Vegetasi Pada Kawasan Hutan Lindung dan Hutan
dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) Kementerian Produksi Terbatas. [Laporan Penelitian Fundamental]. Universitas
Pendidikan Nasional sebagai penyandang dana penelitian; Negeri Gorontalo, Gorontalo.
Lee RJ, J Riley, R Merril. 2001. Keanekaragaman Hayati & Konservasi di
Lembaga Penelitian Universitas Negeri Gorontalo yang
Sulawesi Bagian Utara. Wildlife Conservation Society dan Natural
telah memberikan bantuan berupa fasilitas dan ijin Resources Management, Jakarta.
penelitian ini; mahasiswa dan masyarakat lokal yang telah Oka NP dan A Achmad. 2007. Konstribusi Hasil Hutan Bukan Kayu
membantu selama pengambilan data di lapangan; serta Terhadap Penghidupan Masyarakat Hutan: Studi Kasus di Dusun
Pampli Kabupaten Luwu Utara. Journal SOCA: 7 (1)
semua pihak yang telah membantu baik materi maupun
Rahim S. 2014. Biodiversitas Hutan Nantu sebagai Sumber Obat
non materi, secara langsung maupun tidak langsung demi Tradisional Masyarakat Polahi di Kabupaten Gorontalo. Prosiding
terlaksananya penelitian ini. Seminar Nasional Masyaraakat Biodiversitas Indonesia 1 (2): 224-
258.
Wollenberg E, B Belcher, D Sheil, S Dewi, M Moeliono. 2004. Mengapa
DAFTAR PUSTAKA
Kawasan Hutan Penting Bagi Penanggulangan Kemiskinan di
Indonesia. Penerbit CIFOR, Bogor.
Asrianny MD dan Asrianty. 2012. Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Vaismoradi M, H Turunen, T Bondas. 2015. Content analysis and thematic
Hutan Lindung Kecamatan Alu Kabupaten Polman Propinsi analysis: Implications forconducting a qualitative descriptive study.
Sulawesi Barat. Jurnal Perennial 8 (2): 93-98 Nursing and Health Sicence 15: 398 – 405.
Dunggio I. 2005. Zonasi Pengembangan Wisata di SM Nantu Propinsi Wagner MR, Cobbinah JR, Bosu PP. 2008. Forest Entomology in West
Gorontalo. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tropical Africa: Forest Insects of Ghana 2nded.Springer
Hilala P. 2015. Keanekeragaman Jenis Tumbuhan Obat di Dataran Rendah Science+Business Media B.V.The Netherlands.
Suaka Margasatwa Nantu. [Skripsi]. Universitas Negeri Gorontalo,
Gorontalo.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 201-209

EVALUASI PENGELOLAAN EKOWISATA DI KAWASAN


EKOWISATA TANGKAHAN TAMAN NASIONAL GUNUNG
LEUSER SUMATERA UTARA
1* 2
Tri Rizkiana , Endah Sulistyawati
1
Program Studi Biomanajemen, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Jalan
Ganesha 10 Bandung 40132, Jawa Barat, Indonesia
2
Kelompok Keilmuan Tekonologi Kehutanan, Program Studi Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati,
Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung 40132, Jawa Barat, Indonesia
*Email : [email protected]

Abstrak - Perkembangan ekowisata saat ini tidak disertai dengan usaha pengendalian sehingga banyak kerusakan alam terjadi. Oleh
karena itu, pengembangan set indikator yang dapat menjadi penanda untuk sistem pengelolaan ekowisata diperlukan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan perangkat evaluasi pengelolaan ekowisata berbasis kriteria dan indikator. Set kriteria dan indikator
kemudian digunakan untuk menilai sistem pengelolaan kawasan ekowisata Tangkahan, Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera
Utara. Set kriteria dan indikator yang disusun merupakan hasil kajian pustaka beberapa hasil penelitian terkait evaluasi ekowisata.
Penilaian set kriteria dan indikator dilakukan oleh stakeholder dan pakar ekowisata. Hasil penilaian kemudian dihitung menggunakan
metode pairwise comparison untuk penentuan bobot indikator. Untuk penilaian pengelolaan , observasi lapangan studi dokumen
serta wawancara dan pengisian kuosioner dilakukan dengan jumlah sampel masing-masing 100 orang. Hasil evaluasi menggunakan set
kriteria dan indikator berhasil mengungkap keunggulan dan kelemahan dalam pengelolaan. Kolaborasi partisipatif masyarakat lokal
dalam pengelolaan kawasan dan potensi wisata yang ada menjadi nilai lebih kawasan ekowisata Tangkahan. Kegiatan interpretasi
lingkungan memerlukan peningkatan kualitas dengan adanya variasi baru serta perencanaan dan monitoring terhadap kegiatan
interpretasi. Pengelola juga perlu meningkatkan usaha konservasi budaya lokal dan belum dapat mengolah data administrasi
kelembagaan. Kegiatan promosi yang dilakukan masih kurang, kerjasama berbasis lembaga diperlukan untuk peningkatan kualitas
promosi.

Kata kunci : ekowisata, kriteria dan indikator, Tangkahan

PENDAHULUAN pengembangan ekowisata yakni diantaranya adalah


penelitian Abidin (1999) yang mengembangkan set kriteria
Dewasa ini, ekowisata muncul sebagai salah satu dan indikator untuk mengevaluasi pengembangan
alat pengembangan yang bertujuan untuk melestarikan ekowisata di Taman Nasional Taman Negara Malaysia.
lingkungan dan keberagaman budaya dengan menarik Hasil dari penelitian ini adalah identifikasi 15 kriteria dan
wisatawaan dan memberikan sumber penghasilan pada 58 indikator dari ekowisata berkelanjutan untuk Taman
masyarakat lokal tanpa merusak lingkungan. Percepatan Nasional Taman Negara Malaysia.
pertumbuhan ekonomi dan efektifitas usaha konservasi Sebagai negara yang memiliki banyak destinasi
menjadi daya tawar tersendiri bagi ekowisata sehingga ekowisata, Indonesia memiliki Tangkahan. Kawasan
sektor industri ini dapat berkembang secara pesat di ekowisata yang diluncurkan secara resmi pada bulan
berbagai belahan dunia. Sayangnya, perkembangan yang Februari tahun 2004 ini merupakan contoh kawasan
pesat tersebut tidak disertai dengan usaha pengendalian Ekowisata dengan partisipasi masyarakat lokal terhadap
terhadap perkembangan. Sehingga seringkali, karena konservasi alam. Kawasan ekowisata Tangkahan menjadi
kurangnya penilaian dan pemeriksaan terhadap representasi bagaimana pengembangan ekowisata dengan
lingkungan, banyak kawasan ekowisata pada akhirnya partisipasi masyarakat lokal dapat memberikan kontribusi
tidak hanya membahayakan tetapi juga rusak (Tsaur, besar terhadap konservasi 17.000 hektar kawasan Taman
2005). Oleh karena itu, pengembangan set indikator yang Nasional Gunung Leuser, Sumatera utara.
dapat menjadi pengingat dalam pengelolaan ekowisata Hingga saat ini, telah 14 tahun kawasan Ekowisata
sangat diperlukan (Li, 2003). berjalan dibawah naungan kelembagaan yakni Lembaga
Penggunaan kriteria dan indikator dalam Pariwisata Tangkahan (LPT). Tidak kurang dari 40.000
pembangunan berkelanjutan telah diakui dan wisatawan lokal berkunjung ke Tangkahan. Angka
direkomendasikan oleh UNCSD (United Nation Commision kunjungan wisatawan internasional di Tangkahan tidak
for Sustainable Development) sebagai instrumen penting kalah besarnya, ada kurang lebih 2000 wisatawan
untuk mengukur status pembangunan berkelanjutan (Aziz internasional yang berkunjung ke Tangkahan pada tahun
dkk.,2015). Dalam pengelolaan ekowisata, kriteria dan 2013 (Wiratno, 2013).
indikator dapat digunakan untuk standar pengukuran Tingginya angka kunjungan di kawasan ini perlu
keberlanjutan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk dicermati dan harus menjadi perhatian semua pihak
mengembangkan alat evaluasi untuk pengelolaan dan khususnya pengelola kawasan untuk lebih meningkatkan
202 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 201-209

pelayanan dengan tetap memperhatikan keberlanjutan


kawasan. Karenanya, untuk memahami kondisi kawasan Studi Pustaka Kriteria dan Indikator Pengelolaan
ekowisata, diperlukan adanya pengetahuan yang Ekowisata
menyeluruh tentang semua komponen di kawasan. Dalam Untuk melakukan evaluasi pada pengelolaan
hal ini, kriteria dan indikator yang terukur diperlukan ekowisata, terlebih dahulu disusun sebuah perangkat
untuk mengevaluasi kondisi dan sistem pengelolaan di evaluasi berupa set kriteria dan indikator. Kriteria dan
kawasan ekowisata. Penelitian ini bertujuan untuk indikator disusun berdasarkan studi pustaka hasil
mengembangkan perangkat evaluasi pengelolaan penelitian terkait pengembangan kriteria dan indikator
ekowisata dan menggunakan perangkat evaluasi tersebut untuk evaluasi ekowisata yang telah dilakukan dan dipilih
untuk menilai pengelolaan ekowisata di kawasan berdasarkan relevansi dengan prinsip-prinsip dasar
ekowisata Tangkahan sebagai representasi kawasan ekowisata yang dikembangkan oleh TIES (The International
ekowisata di Indonesia. Ecotorism Society) dan Green Globe 21. Selain itu kriteria
dan indikator yang digunakan menggunakan kaidah
METODE PENELITIAN SMART (specific, measurable, achievable, responsibility,
treasureable) (Hermawan, 2010)
Lokasi Penelitian
Kawasan ekowisata Tangkahan secara administratif Analisis Multi Kriteria
berada di daerah kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Analisis pada penelitian ini menggunakan metode
Langkat, Sumatera Utara. Tangkahan merupakan kawasan Analisis Multi Kriteria dengan empat langkah umum yakni
ekowisata yang berada di dalam dua desa yaitu Desa Sei identifikasi indikator dan pengelompokan indikator,
Serdang dan Desa Namo Sialang. Penelitian dilakukan di pemberian bobot setiap indikator berdasarkan set yang
seluruh kawasan ekowisata Tangkahan. Pengambilan data dipilih, pemberian nilai setiap indikator berdasarkan
dilakukan di titik-titik kegiatan wisata seperti trekking, kondisi di lapangan dan penilaian ekowisata berdasarkan
wisata jelajah sungai dan air terjun, lokasi pemandian bobot dan nilai pada semua hieraki indikator (skor).
gajah, kantor LPT (Lembaga Pariwisata Tangkahan ) dan
CTO (Community Tour Operator) serta desa Namo Sialang Identifikasi dan Pengelompokan Kriteria dan Indikator
dan Desa Sei Serdang, yang merupakan tempat tinggal Kriteria dan indikator hasil kajian pustaka pada
masyarakat lokal, untuk pengambilan data terkait penelitian ini dikelompokan berdasarkan relevansinya
masyarakat lokal dan stakeholder di kawasan Ekowisata. dengan prinsip-prinsip sehingga membentuk tingkat
Pengambilan di kawasan Ekowisata Tangkahan ini hierarki yang sesuai.
dilakukan selama 3 minggu. Gambar 1 menunjukan letak
Tangkahan dalam peta pengelolaan Balai Besar Taman Penentuan Bobot
Nasional Gunung Leuser. Pembobotan dilakukan untuk menentukan bobot
relatif tiap indikator berdasarkan derajat kepentingannya
dalam kriteria. Nilai total bobot secara keseluruhan adalah
100. Pembobotan indikator menggunakan metode
pairwise-comparison atau perbandingan berpasangan.
Penilaian indikator dilakukan oleh dua orang stakeholder
di kawasan ekowisata. Hasil penilaian indikator dari
stakeholder ini kemudian menjadi bobot untuk tiap
indikator. Analisis data pada tahap pembobotan ini dapat
dipermudah dengan menggunakan aplikasi CIMAT (Criteria
dan Indicator Modification Adaptation Tools) yang
dikembangkan oleh CIFOR.

Penilaian berdasarkan verifier


Gambar 1. Lokasi penelitian di kawasan Ekowisata Tahapan berikutnya dalam Analisis Multi Kriteria
Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera adalah penilaian. Nilai yang diberikan merupakan nilai
Utara. Lingkaran Merah menunjukkan lokasi Tangkahan pencapaian verifier. Nilai kualitatif dan kuantitatif dari nilai
dalam peta pengelolaan Balai Besar Taman Nasional pencapaian verifier dapat dilihat pada Tabel 1.
Gunung leuser Penetapan nilai pencapaian verifier untuk evaluasi
pengelolaan ekowisata di kawasan ekowisata Tangkahan
Evaluasi Pengelolaan Ekowisata ini berdasarkan hasil data kuosioner, wawancara dan
Dalam evaluasi pengelolaan ekowisata, dilakukan observasi lapangan. Semua indikator pada perangkat
dua langkah kerja yakni pembuatan perangkat evaluasi evaluasi ini memiliki verifier. Tabel 2 menunjukan contoh
berupa set kriteria dan indikator dan tahapan penilaian verifier pada salah satu indikator.
pengelolaan berdasarkan kondisi lapangan.
Rizkiana dan Sulistyawati | 203

Tabel 1. Penetapaan nilai pencapaian verifier kawasan ekowisata Tangkahan


Nilai Dasar Penilaian Kualitatif
5 Sangat Baik
4 Baik
3 Cukup
2 Buruk
1 Buruk Sekali

Tabel 2. Contoh verifier


Penilaian
Indikator Verifier Sangat Buruk Buruk (2) Cukup (3) Baik (4) Sangat
(1) Baik (5)
Konten kegiatan Konten kegiatan ekowisata Kawasan ekowisata memiliki kegiatan ekowisata berbasis alam berupa
ekowisata berbasis berbasis alam di kawasan bicycle touring/mountain biking, horseback trail riding,
alam ekowisata hiking/backpacking/trekking, freshwater fiver rafting, canoeing,
kayaking, camping, hunting, sightseeing, swimming, aktivitas budaya,
observasi alam dan hewan liar, kunjungan tempat sejarah/ 8 kegiatan
berbasis alam dan 2 kegiatan berbasis budaya (5)
Kawasan ekowisata memiliki kegiatan 8 kegiatan wisata berbasis alam
saja (4)
Kawasan ekowisata memiliki 6 kegiatan wisata berbasis alam dan 2
kegiatan wisata berbasis budaya (3)
Kawasan ekowisata memiliki 6 kegiatan wisata berbasis alam saja (2)
Kawasan ekowisata memiliki 2 kegiatan wisata berbasis alam dan 1
kegiatan wisata berbasis budaya (1)

Penilaian kemudian dilakukan di kawasan ekowisata Tangkahan menggunakan verifier tersebut.

Tabel 3. Hasil penilaian


Indikator Verifier Sumber Data
Konten kegiatan wisata Konten kegiatan wisata di kawasan Observasi
ekowisata
Hasil Verifikasi :
Kegiatan wisata berbasis alam : Tracking, Elephant Tracking, River Cruising, Swimming, Camping, Sightseeing, Tubing, Caving,
Camping, Elephant Washing, Picnic Lunch (8)
Kegiatan wisata berbasis budaya : tidak ada
Nilai : 4

Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat Bi = bobot indikator i 0 < Bi<100 untuk semua
diketahui bahwa nilai pencapaian verifier kawasan indikator
Ekowisata Tangkahan pada indikator ini adalah empat. Vi = Nilai pencapaian verifier untuk indikator ke-i
Penilaian berdasarkan verifier ini dilakukan pada semua Nilai kriteria kemudian menjadi acuan untuk penilaian
indikator dengan menggunakan data atau informasi yang kualitatif dari pengelolaan kawasan ekowisata. Nilai kualitatif
diperoleh. dan kuantitatif dari nilai kriteria disajikan pada Tabel 4
(CIFOR, 1999).
Nilai Kriteria
Nilai kriteria atau skor merupakan total hasil Tabel 4. Nilai kualitatif kriteria kawasan ekowisata Tangkahan
perkalian dari bobot indikator dalam kriteria dengan nilai Nilai Dasar Penilaian Kualitatif
pencapaian verifier dari tiap indikator. Secara matematika, 5 Sangat Baik
nilai indikator dapat dihitung berdasarkan rumus (CIFOR, >4 Baik
>3 Cukup
1999) :
>2 Buruk
>1 Buruk Sekali

Dimana HASIL DAN PEMBAHASAN


S = Nilai Kriteria
i = indikator Perangkat evaluasi berupa set kriteria dan indikator
n = jumlah indikator ini dikembangkan melalui kajian pustaka hasil penelitian
terkait pengelolaan ekowisata. Terdapat total 54 indikator
204 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 201-209

yang terangkum dalam 18 kriteria dan 8 prinsip ekowisata. kultur jaringan dengan teknologi atau plot pertanian yang
Tabel 5 menunjukan set kriteria dan indikator untuk masih tradisional disediakan oleh pengelola untuk
evaluasi pengelolaan ekowisata beserta bobot memberikan kesempatan bagi pengunjung yang ingin
indikatornya. menikmati kegiatan interpretasi ini terbukti meningkatkan
minat kunjung dari masyarakat. Selain kegiatan
Gambaran Umum Kawasan Ekowisata Tangkahan interpretasi yang masih minim variasi, aspek perencanaan
Kawasan ekowisata Tangkahan secara resmi dan monitoring pada kegiatan interpretasi tidak dilakukan
didirikan pada tahun 2001.Tabel 6 menyajikan gambaran oleh pengelola. Padahal aspek ini penting untuk
umum mengenai kawasan Tangkahan yang menjadi dasar pencapaian prinsip edukasi di kawasan ekowisata
informasi penilaian pencapaian verifier Tangkahan..
Selain itu, dalam pengelolaan kegiatan ekowisata,
Hasil Penilaian kenyamanan dan keamanan menjadi kondisi yang sangat
Gambar 2 menyajikan ringkasan hasil evaluasi penting dalam rangka pemenuhan kepuasan pengunjung,
pengelolaan ekowisata di Tangkahan. Hasil evaluasi sehingga pemeliharaan keamanan dan kesehatan
menggunakan set kriteria dan indikator menunjukan merupakan aspek penting yang harus diperhatikan
kawasan ekowisata Tangkahan mendapatkan nilai sangat pengelola. Memandang hal tersebut, diperlukan adanya
buruk pada dua kriteria, nilai buruk pada tiga kriteria dan usaha peningkatan pemeliharaan keamanan dan
nilai cukup pada empat kriteria . Sementara itu, kawasan kesehatan di kawasan ekowisata Tangkahan berkaitan
ekowisata Tangkahan mendapatkan nilai baik pada lima dengan pemenuhan fasilitas yang masih sangat kurang.
kriteria dan mendapatkan nilai sangat baik pada 4 kriteria. Menyinggung kegiatan promosi yang dapat
dilakukan dalam usaha pemasaran kawasan ekowisata,
5 4.18 5 4.57 promosi yang akurat sangat diperlukan untuk memenuhi
6 4.295 3.83.585 4.17 4.41
2.18 2.2 3 2.44 2.23 ekspektasi wisatawan. Oleh karenanya, promosi dengan
4
Skor

1.45 1.56 konten materi pemasaran yang menggambarkan kawasan


2
0 secara jelas sangat diperlukan. Media-media promosi
dalam bentuk antaranya advertising, public relation,
personal selling dan direct marketing yang memuat konten
pemasaran yang jelas sangat dibutuhkan untuk promosi
suatu kawasan ekowisata. Berkaitan dengan tingkat
Kriteria kunjungan di kawasan ekowisata Tangkahan, kegiatan
promosi dengan melibatkan lembaga promosi terkait
Gambar 2. Hasil penilaian evaluasi pengelolaan ekowisata dalam skala nasional internasional dapat meningkatkan
tingkat kunjungan terutama kunjungan wisatawan
Identifikasi kriteria dan indikator untuk pengelolaan mancanegara. Hal ini terbukti di kawasan ekowisata
ekowisata telah banyak dilakukan oleh para peneliti, Tengtou Village China. Pihak pengelola mengadakan
namun penggunaan kriteria dan indikator dalam evaluasi kerjasama dengan lembaga daerah untuk mempromosikan
pengelolaan ekowisata masih sedikit penggunaanya. Pada kawasan ekowisata. Berita mengenai kawasan ekowisata
evaluasi pengelolaan ekowisata di kawasan ekowisata disiarkan di televisi nasional. Hal ini merubah grafik
Tangkahan, penggunaan set kriteria dan indikator ini kunjungan ke arah yang lebih baik.
memunculkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Usaha konservasi budaya lokal menjadi isu paling
pengelolaan untuk keberlanjutan kawasan. penting yang menjadi perhatian dalam penilaian ini. Tidak
Secara umum, kawasan ekowisata mendapatkan ada usaha konservasi budaya di dalam kawasan ekowisata
nilai rendah terutama pada hal-hal terkait adminitrasi. Tangkahan. Beragamnya etnis yang ada di kawasan
Sebagai contoh adalah tidak adanya Rencana Anggaran ekowisata Tangkahan menjadi alasan tidak adanya usaha
Biaya, Rencana Kerja Tahunan ataupun catatan konservasi budaya lokal walaupun dalam konteks
administrasi yang berhubungan dengan pengunjung pariwisata, hal tersebut justu bisa menjadi potensi wisata
seperti catatan keluhan pengunjung. yang besar jika terkelola dengan baik.
Prinsip edukasi yang terdapat dalam arahan Kolaborasi partisipatif masyarakat lokal dalam
pengelolaan kawasan ekowisata menjadikan kegiatan pengelolaan kawasan menjadi nilai lebih kawasan
interpretasi haruslah dijadikan satu unsur penting dalam ekowisata Tangkahan. Dalam pengelolaan ekowisata,
pengelolaaan kawasan ekowisata. Di kawasaan ekowisata kontribusi berkelanjutan merupakan hal utama yang harus
Tangkahan, kegiatan interpretasi yang dilakukan hanya dipertimbangkan oleh pengelola. Suatu kawasan
terbatas pada kegiatan tour dengan guide dan display ekowisata, menurut Wall (1997 dalam Jjang 2008) harus
informasi. Ini membuat pengunjung tidak memiliki pilihan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan
kegiatan lain untuk mengapresiasi alam. Di kawasan ekonomi masyarakat lokal dan ada nilai keuntungan dari
ekowisata Tengtou Village di China, pengelola kawasan yang diberikan pada masyarakat lokal. Selain itu,
menyediakan berbagai kegiatan interpretasi untuk pengelolaan dengan melibatkan masyarakat lokal
berbagai kalangan usia. Kegiatan interpretasi seperti pusat merupakan cara efektif dalam memenuhi kebutuhan
Rizkiana dan Sulistyawati | 205

kontribusi berkelanjutan dari kawasan ekowisata seperti organisasi lain baik lokal maupun di luar merupakan hal
yang dilakukan di Tangkahan. Aspek organisasi dan utama. Suksesnya pengelolaan kawasan ekowisata pada
kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan kegiatan kebanyakan kawasan merupakan hasil kerjasama efektif
ekowisata juga menjadi isu kunci dalam ekowisata. Adanya pengelola dengan masyarakat lokal (Drum dkk., 2002).
pelibatan masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan Dalam hal ini, usaha kolaboratif dengan pemerintah
dan pemantauan kawasan sedikit banyak dapat daerah juga sangat diperlukan untuk keberlangsungan
mempengaruhi stabilitas kawasan ekowisata (Burhanudin, kegiatan pengelolaan ekowisata.
2012). Dalam konteks kelembagaan, kerjasama dengan

Tabel 5. Set kriteria dan indikator evaluasi pengelolaan ekowisata


P K I Deskripsi Bobot Indikator
1 Fokus Memberikan Peluang pada Pengunjung untuk Mengenali
Alam Secara Langsung
1.1 Kualitas dan Kuantitas sumber daya alam yang dimiliki
1.1.1 Kualitas lingkungan 81,25
1.1.2 Keberagaman spesies 18,75
1.2 Kegiatan Wisata dan Aksesibilitas Kawasan
1.2.1 Konten kegiatan ekowisata berbasis alam 43,85
1.2.2 Durasi kegiatan ekowisata berbasis alam 43,55
1.2.3 Aksesibilitas kawasan 12,60
2 Memberikan Peluang untuk Menikmati Alam Secara Langsung
yang Membawa pada Pemahaman dan Apresiasi
2.1 Kegiatan Ekowisata Interpretatif
2.1.1 Kegiatan interpretasi tatap muka 81,25
2.1.2 Kegiatan interpretasi non tatap muka 18,75

2.2 Perencanaan kegiatan interpretasi dan edukasi


2.2.1 Perencanaan kegiatan interpretasi 54,17
2.2.2 Monitoring kegiatan interpretasi 45,83
2.3 Pelatihan untuk staf
2.3.1 Konten pelatihan untuk staf 58,40
2.3.2 Frekuensi pelatihan untuk staf 41,60
3 Berkontribusi Secara Langsung terhadap Konservasi Alam Sekitar
3.1 Sistem pengelolaan dengan kontribusi terhadap konservasi alam
sekitar
3.1.1 Sistem zonasi 34,23
3.1.2 Pembangunan yang dilakukan di kawasan ekowisata 24,92
3.1.3 Kontrol terhadap polusi udara dan suara 7,74
3.1.4 Konservasi air 14,27
3.1.5 Pengelolaan sampah 6,31
3.1.6 Daya dukung fisik kawasan 12,53
3.2 Konservasi terhadap alam dan kenakaragaman hayati
3.2.1 Proteksi terhadap ekosistem dan habitat kritis 24,37
3.2.2 Proteksi terhadap spesies yang terancam punah 55,32
3.2.3 Rencana aksi dan implementasi dari program konservasi 14,69
3.2.4 Data base untuk pengawasan dan catatan inventaris 5,62

4 Memberikan Kontribusi Secara Kontinyu terhadap Masyarakat


Sekitar
4.1 Penciptaan Lapangan Pekerjaan
4.1.1 Persentase (%) masyarakat lokal yang bekerja di daerah ekowisata 70,00
4.1.2 Sifat perekrutan 30,00
4.2 Dukungan terhadap usaha lokal
4.2.1 Pengadaan produk lokal/souvenir 30,00
4.2.2 Kepemilikan jasa/usaha 70,00
206 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 201-209

Tabel 5. Set kriteria dan indikator evaluasi pengelolaan ekowisata (lanjutan)


P K I Deskripsi Bobot Indikator
4.3 Persepsi masyarakat lokal terhadap pengembangan ekowisata
4.3.1 Jumlah masyarakat lokal yang puas dengan pengembangan wisata 42,50
4.3.2 Konflik dengan masyarakat lokal 57,50
Peka Terhadap Nilai-Nilai Sosial dan Budaya Masyarakat Lokal
5
5.1 Keterlibatan masyarakat lokal
5.1.1 Pertemuan terkait pariwisata yang melibatkan masyarakat lokal 14,45
5.1.2 Jumlah program dengan partisipasi masyarakat 7,91
5.1.3 Kebijakan dan rencana pengelolaan melibatkan masyarakat lokal 39,34
5.1.4 Komunikasi terbuka diantara pengelola dan masyarakat lokal 17,38
5.1.5 Hak masyarakat lokal untuk bersuara dalam pengelolaan ekowisata 20,92
5.2 Konservasi terhadap budaya lokal
5.2.1 Pengarsipan warisan budaya 4,90
5.2.2 Peningkatan pengetahuan tentang nilai budaya diantara 44,16
wisatawan, pekerja dan masyarakat
5.2.3 Advokasi/Promosi budaya lokal 11,29
5.2.4 Penyediaan dan pengembangan makanan lokal 17,08
5.2.5 Pemeliharaan dan pengelolaan bangunan lokal 22,57
6 Secara Konsisten Memberikan Kepuasan terhadap Konsumen
6.1 Kepuasan Konsumen
6.1.1 Jenis/jumlah keluhan dari pengunjung 6,12
6.1.2 Kunjungan per tahun 8,71
6.1.3 Persentase (%) pengunjung yang datang kembali 58,12
6.1.4 Keinginan untuk merekomendasikan kepada orang lain 27,05
6.2 Pemeliharaan kesehataan dan keamanan wisatawan
6.2.1 Keberadaan penyakit endemik 9,16
6.2.2 Pencatatan kasus kecelakaan atau pencurian 9,20
6.2.3 Fasilitas kesehatan yang aktif 37,58
6.2.4 Aksesibilitas makanan dan minuman 44,06
7 Dipasarkan dan Dipromosikan Secara Akurat sehingga Sesuai
Harapan
7.1 Kegiatan Promosi
7.1.1 Media promosi yang dimiliki 30,00
7.1.2 Kerja sama dengan tour operator/agen pariwisata lain 70,00
7.2 Konten media promosi
7.1.1 Materi pemasaran jelas, akurat dan menggambarkan kawasan 22,22
7.1.2 Media promosi secara jelas dan akurat menggambarkan kawasan 77,78
8 Kebijakan, Perencanaan dan Kerangka Kelembagaan Mendukung
Pengelolaan Ekowisata
8.1 Keberadaan kerangka kerja institussi, kebijakan dan legislasi
8.1.2 Keberadaan rencana kerja nasional untuk pengembangan 71,52
pariwisata berkelanjutan
8.1.3 Kerjasasama dengan organisasi lain 13,84
8.2 Dana yang memadai untuk pengelolaan Ekowisata
8.2.1 Sumber dana 61,67
8.2.2 Perencanaan keuangan 38,33
Rizkiana dan Sulistyawati | 207

Tabel 6. Gambaran umum kawasan ekowisata Tangkahan


Aspek Deskripsi
Kelembagaan dan SDM Kawasan ekowisata Tangkahan memiliki lembaga pengelola
yang dinamakan Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT).
Semua pengurus dalam lembaga ini berasal dari
masyarakat lokal yakni masyarakat Desa Namo Sialang dan
Desa Sei Serdang. Sebagai lembaga, LPT mewadahi unsur-
unsur yang terlibat di dalam pengelolaan kawasan
Ekowisata. Kegiatan pengelolaan di kawasan Ekowisata
Tangkahan pada dasarnya merupakan pengelolaan dengan
manajemen satu pintu dengan LPT sebagai muaranya.
Kerjasama dengan organisasi lain yang pernah dilakukan :
INDECON, CRU, VESSWIC, Yayasan Simpul Indonesia, The
Johaniter.
Sampai saat ini kerjasama dengan pemerintah daerah
belum terjalin.

Potensi dan Kegiatan Wisata Kekayaan spesies : Kawasan hutan secara umum
didominasi oleh tumbuhan dari Famili Dipterocarpaceace,
Meliaceae, Burseraceae, Euphorbiaceae dan Myrtacecae,
didominasi oleh pohon-pohon besar seperti pohon damar,
meranti dan pohon kayu raja. Selain itu, hutan di Taman
Nasional Gunung Leuser khususnya di Tangkahan memiliki
6 (enam) spesies primata seperti Orang Utan Sumatera
(Pongo pygmaeus abelli), Siamang (Hylobates syndactilus),
Kedih (Prisbytis sp), Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) dan Beruk (Macaca nemstrina). Mamalia lain
yang terdapat di Taman Nasional dan kawasan Tangkahan
adalah Burung Rangkong (Bucerus Rhinoceros), Srigunting
Batu (Dicrurus paradiceus) dan Elang (Haliastur sp) dan
Gajah Sumatera ( Elephas maximus sumatrae) serta
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
Kegiatan wisata : River cruising, tracking, elephant
tracking, elephant washing, caving, camping, swimming
Kegiatan interpretasi : tour dengan guide, display informasi
Sarana dan Prasarana Jalan berbatu dan licin, jarak tempuh 5 jam dengan
kendaraan umum 2 unit setiap harinya. Jarak dari ibukota
provinsi lebih dari 50 kilometer.
10 dari 11 penginapan adalah milik masyarakat lokal.
Kebanyakan penginapan memiliki restoran. Fasilitas
kesehatan yang aktif berjarak tempuh 2 jam dari kawasan.
Usaha Konservasi Alam dan Budaya Konservasi Alam : konservasi ex-situ dan in-situ Gajah
Sumatera, monitoring satwa di Taman Nasional Gunung
Leuser, penanaman pohon setahun sekali, pendidikan
konservasi melalui kurikulum Tangkahan English Club
Tidak ada usaha konservasi budaya
Tata Ruang Zonasi : Zona intensif primer, zona intensif sekunder, zona
ekstensif primer, zona ekstensif sekunder
Pembangunan dilakukan berdasarkan perencanaan tata
ruang
Sumber air berlimpah, kebijakan penggunaan air belum
ada, pengelola kawasan dan kepala desa membuat
kebijakan pengelolaan sampah dalam bentuk PERDES
mengeluarkan biaya untuk pengelolaan sampah di kawasan
dan memiliki mekanisme daur ulang sampah
208 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 201-209

Tabel 6. Gambaran umum kawasan ekowisata Tangkahan (lanjutan)


Aspek Deskripsi
Keterlibatan Masyarakat Lokal - Perekrutan pegawai dan pelatihan untuk
pengembangan skill (Bank Sampah, Apotek Hidup,
Tangkahan English Club, Pelatihan Ranger).
- Perluasan kesempatan usaha untuk masyarakat lokal
- Pelibatan mayarakat lokal dalam pengambilan kebijakan
terkait pengembangan kawasan ekowisata

Persepsi Masyarakat Lokal 92% responden masyarakat lokal menyatakan puas dengan
pengembangan kawasan ekowisata.

Persepsi Pengunjung Kawasan ekowisata bersih, 98% responden pengunjung


menyatakan keinginannya untuk merekomendasikan pada
orang lain, dan 55% responden pengunjung pernah
berkunjung ke Tangkahan sebelumnya

KESIMPULAN Consensus. Journal of Environmental Science, Toxicology and Food


Technology, 9:1-9.
Azkia , F. 2013. Kesesuaian Ekosistem Mangrove dan Strategi
Perangkat evaluasi berbasis kriteria dan indikator Pengembangan Ekowisata di Dukuh Tambaksari Desa Bedono,
yang telah dibuat terdiri dari 8 prinsip, 18 kriteria dan 54 Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Tesis Magister Program
indikator. Kriteria dan indikator dipilih berdasarkan Magister Ilmu Lingkungan. Semarang : Universitas Diponegoro.,
Ballantine, J.L & Eagles, P.F.J.1994. Defining Canadian ecotourist. Journal
relevansinya dengan prinsip-prinsip ekowisata yang umum
of Sustainable Tourism, 2 (1), 1-6.
dan pembobotan indikator yang memperhatikan Barzekar, G., A.Aziz, M.Mariapan, M.Ismail, S.Hosseni.2011. Delphi
kepentingan relatif indikator sehingga memungkinkan Technique for Generating Criteria and Indicators in Monitoring
penggunaan alat evaluasi ini pada kawasan lain. Ecotourism Sustainability in Northern Forest of Iran : Case Study in
Dohezar and Sehezar Watershed. Folia Forestalia Polonica, 53 (2) :
Hasil evaluasi menggunakan set kriteria dan
130-141.
indikator untuk pengelolaan kawasan ekowisata berhasil Bender, M. 2008. Development of Criteria and Indicators for Evaluating
mengungkap keunggulan dan kelemahan dalam Forest Based Ecotourism Destinations: A Delphi Study.Master
pengelolaan. Kolaborasi partisipatif masyarakat lokal Thesis of Science in Recreation, Park and Tourism Resources.
Morgantown : West Virginia.
dalam pengelolaan kawasan dan potensi wisata yang ada
Bhattacarya, P. Dan S. Kumari.2004. Application of Criteria and Indicator
di kawasan menjadi nilai lebih kawasan ekowisata for Sustainable Ecotourism : Scenarion Under Globalization. IASCP.
Tangkahan dibandingkan dengan kawasan ekowisata Burhanudin. 2012. Review Tata Ruang Kawasan Ekowisata Tangkahan.
lainnya Kegiatan interpretasi lingkungan memerlukan Medan : YOSL-OIC.
CIFOR. 1999. Panduan untuk Menerapkan Analisis Multi Kriteria dalam
peningkatan kualitas ke arah yang lebih baik dengan
Menilai Kriteria dan Indikator. Bogor. SMK Grafika Mardi Yuana.
adanya variasi baru serta perencanaan dan monitoring Damanik, J dan H.F.Weber.2006. Perencanaan Ekowisata. Dari Teori Ke
terhadap kegiatan interpretasi. Pengelola juga belum bisa Aplikasi. Yogyakarta : Penerbit Andi.
melakukan usaha konservasi budaya lokal serta belum Disbudpar.2009. Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata. Jakarta :
UNESCO.
dapat mengolah data administrasi kelembagaan dengan
Drum, A., A.Moore. 2002. Ecotourism Development, A Manual for
baik. Kegiatan promosi yang dilakukan oleh pengelola Conservation Planner and Managers. Virginia : The Nature
masih kurang, kerjasama berbasis lembaga diperlukan Conservacy.
untuk peningkatan kualitas promosi. Fresque, J dan R.Plummer. 2006. Determining Social and Ecological
Indicator in Canadia Park : Utilizing the Delphi Method. 2006 PRFO
Proceeding, 169-173.
UCAPAN TERIMA KASIH Gough A., Innes J., Allen D.2008. Development of Common Indicators of
Sustainable Forest Managemnet, Ecological Indicators, 8 : 425-430.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Honey, M. 2008. Ecotourism and Sustainable Development.
London:Island Press.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser beserta
Israel, G. 1992. Determining Sample Size. University of Florida : IFAS
staff serta warga desa Namo Sialang dan desa Serdang Extension.
yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan Jalni, N., A.Anuar, M.D.Salleh. The Practice of Sustainable Tourism Sites
penelitian di kawasan ekowisata Tangkahan. among Ecotourism Providers. Asian Social Science, 8 (4) : 175-179.
Jiang, J.2008. Evaluation of The Potential of Ecotourism to Contribute to
Lokal Sustainable Development : A Case Study of Tengtou Village,
DAFTAR PUSTAKA China. Master Thesis of Philosophy in Development Studies. New
Zealand : Massey University.
Abidin, Z. 1999. The Identification of Criteria and Indicators for The Li W. 2003. Enviromental Management Indicators for Ecotourism in
Sustainable Management of Ecotourism in Taman Negara National China’s Nature Reserve : A Case Study in Tianmushan Nature
Park, Malaysia : A Delphi Consensus. UMI. Reserve.Tourism Management, 25 (5) : 559-564.
Aziz, A., G.Barzekar, Z.Ajuhari, N.Idris.2015 Criteria and Indicator for Straz Khalik, W. 2014. Kajian Kenyamanan dan Keamanan Wisatawan di
Ecotourism Sustainability in Protected Watershed : A Delphi Kawasan Pariwisata Kuta Lombok. Magister Thesis kajian
Pariwisata . Bali: Univesitas Udayana.
Rizkiana dan Sulistyawati | 209

Kiper, T.2013. Advance in Landscape Architecture : Role of Ecotourism in Wiratno. 2013. Dari Penebang Hutan Liar ke Konservasi Leuser,
Sustainable Development. Intechopen : Turkey Tangkahan dan Pengembangan Ekowisata Leuser. Medan : YOSL-
Miller, K.L.2008. Evaluating the Design and Management of Community OIC.
Based Ecotourism Project in Guatemala. Master Thesis of Science WTO. 1993, Indicator for sustainable management of tourism.Report of
in Resource Conservation. United States : The University of Teh International Working Group on Indicators of Sustainable
Montana. Tourism to the Environment Committe, Madrid, Spain.
Tsaur S.H., Lin.Y.C, Lin J.H. 2005. Evaluating Ecotourism Sustainability
from The Integrated Perspective of The Resource, Comunity and
Tourism. Tourism Management, 27 (4) : 640-653.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 210-213

RESPON TIGA VARIETAS KENTANG (Solanum tuberosum


L.) DALAM SISTEM AEROPONIK
*
Saparso , Khavid Fauzi, Muhammad Bachtiar Musthafa
Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah
Jl. dr. Soeparno Kampus Karangwangkal, Purwokerto, Jawa Tengah 53123 Telp. (0281) 638791
*Email : [email protected]

Abstrak - Permintaan kentang oleh masyarakat terus meningkat, sedangkan produksi kentang Indonesia masih rendah.Penyebab
produksi kentang Indonesia yang rendah diantaranya penggunaan bibit kentang berkualitas rendah.Penerapan teknologi aeroponik
dipertimbangkan dapat menjadi alternatif penyediaan bibit kentang bermutu dengan jumlah yang tinggi dan bebas virus.Oleh karena
itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui respon varietas kentang dalam sistem aeroponik. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Oktober 2014-Januari 2015 di rumah plastik kelompok tani “Hikmah Tani” dengan ketinggian tempat 1200 m di atas permukaan laut di
Desa Pandansari Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes; Laboratorium Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok lengkap dengan varietas kentang sebagai
faktor yang dicoba.Varietas kentang yang dicoba meliputi Tedjo MZ, Granola L, dan Median. Variabel yang diamati adalah tinggi
tanaman, jumlah daun, luas daun, jumlah akar, panjang stolon, jumlah stolon, bobot segar tajuk, bobot segar akar, jumlah umbi, bobot
segar umbi, efektivitas stolon. Data yang diperoleh setelah panen ditabulasikan dan dianalisis.Pengaruh perlakuan terhadap variabel
diketahui dengan uji F. Perbedaan antar perlakuan diketahui dengan Uji Jarak Ganda Duncan pada taraf kesalahan 5 %.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kentang Tedjo MZ memiliki tinggi tanaman (72,28 cm), jumlah daun(157,22 helai), jumlah akar(206,50 buah), dan
2
panjang stolon (341,17)tertinggi. Kentang Median memiliki luas daun (2810,21 cm ), jumlah stolon (302,83 buah), bobot tajuk segar
(122,83 g), dan bobot akar segar (16,39 g) tertinggi. Kentang Median memiliki jumlah umbi (20,42 buah) dan bobot segar umbi (53,00
g) tertinggi, sedangkan kentang Granola L memiliki efektivitas stolon (40,90 %) tertinggi.

Kata kunci : aeroponik, Granola L, kentang, Median, Tedjo MZ

PENDAHULUAN teknologi aeroponik dipertimbangkan dapat menjadi


alternatif penyediaan bibit kentang bermutu dengan
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan jumlah yang tinggi.Produksi bibit kentang secara
tanaman pangan penting keempat di dunia setelah aeroponik lebih tinggi dibandingkan produksi konvensional
gandum, beras, dan jagung.Kentang di Indonesia menjadi dan bebas virus (Mariana, 2008).
pangan alternatif karbohidrat selain beras.Permintaan Aeroponik merupakan teknologi budidaya tanpa
kentang oleh masyarakat terus meningkat, sedangkan tanah dengan lingkungan terkontrol.Aeroponik berasal
produksi kentang Indonesia masih rendah. Produksi dari kata aero yang berarti udara dan ponos yang berarti
kentang Indonesia pada tahun 2013 sebesar 1,02 juta ton, pemberdayaan, jadi aeroponik adalah sistem
tertinggal jauh dari Cina yang telah mampu memproduksi pemberdayaan udara untuk pertumbuhan tanaman
95,98 juta ton kentang (FAO, 2015). dengan sistem pengabutan (Mariana, 2008).Organ
Penyebab produksi kentang Indonesia yang rendah tanaman bagian bawah tumbuh dalam ruang gelap
diantaranya penggunaan bibit kentang berkualitas rendah, dengan asupan nutrisi yang terkontrol.Aerasi akar dalam
pengetahuan yang kurang tentang kultur teknis, teknik budidaya aeroponik dapat dioptimalkan, sehingga
penanaman secara terus menerus, dan keterbatasan produksi tanaman dapat ditingkatkan (Farran dan Castel,
permodalan petani (Sayaka dan Hestina, 2011). Petani 2006).
memperoleh bibit dari petani lain berupa bibit lokal yang Perbedaan varietas kentang membutuhkan
asal usulnya tidak jelas atau menyisihkan sebagian umbi perawatan yang berbeda dalam sistem aeroponik (Otazu,
yang berukuran kecil dari hasil panen sebelumnya. Hal ini 2010).Tanaman kentang dapat digolongkan menjadi
menyebabkan terjadi akumulasi patogen pada bibit kentang sayur dan kentang industri berdasarkan
sehingga pertumbuhan tanamannya tidak maksimal.Oleh pemanfaatannya.Kentang olahan yang banyak
karena itu, penyediaan benih bermutu merupakan hal dibudidayakan petani adalah varietas Atlantik, sedangkan
yang mutlak untuk peningkatan produksi kentang kentang sayur yang banyak dibudidayakan adalah varietas
(Simakovv dkk., 2008). Granola. Kentang varietas Atlantik rentan terhadap
Permasalahan penyediaan bibit kentang perlu serangan hama dan patogen, sehingga hasil yang
mempertimbangkan ketersediaan sumber daya alam, diperoleh petani kurang maksimal. Oleh karena itu pada
sumber daya manusia, ketersediaan teknologi, tahun 2013, kentang varietas Median dilepas Balai
ketersediaan sarana produksi, panen, pascapanen, dan Penelitian Sayuran sebagai alternatif kentang olahan
kebutuhan pasar (Prahardini dkk., 2008).Penerapan (Kusmana, 2012).
Saparso dkk. | 211

Kentang varietas Granola L masih mendominasi HASIL DAN PEMBAHASAN


produksi kentang di Indonesia (Prahardini dkk., 2008).
Penanaman satu varietas secara luas dan terus menerus Pertumbuhan Tanaman
dapat berakibat terjadinya erosi genetik, sehingga bila Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan
terjadi ledakan hama dan penyakit dapat berakibat sangat tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman
buruk (Kusmana, 2012). Kentang sayur yang sedang menjadi besar dan menentukan hasil tanaman.
dikembangkan sebagai alternatif kentang Granola adalah Pertambahan ukuran tubuh tanaman secara keseluruhan
kentang varietas Tedjo MZ.Kentang Tedjo MZ berasal dari merupakan hasil dari pertambahan ukuran bagian-bagian
seleksi simpang kentang Granola.Kentang Tedjo MZ saat tanaman akibat dari pertambahan jaringan sel (Sitompul
ini sedang diajukan pelepasan varietasnya oleh Asosiasi dan Guritno, 1995).Tiga varietas kentang menunjukkan
Penangkar Benih Kentang Banjarnegara agar dapat perbedaan pertumbuhan (Tabel 1).Tinggi tanaman
ditanaman secara luas. kentang Tedjo MZ dan Median lebih tinggi dari pada
Berdasarkan perbedaan yang dimiliki masing- kentang Granola L. Hal ini sesuai dengan perbedaan
masing varietas, maka perlu diketahui respon varietas deskripsi masing-masing varietas, walaupun nilainya lebih
kentang dalam sistem aeroponik. rendah. Tinggi tanaman kentang Tedjo MZ dan Median
yaitu 88-98 cm pada deskripsinya, sedangkan Granola L
METODE PENELITIAN memiliki deskripsi tinggi tanaman yaitu 60-70 cm
(Kementerian Pertanian, 1993; Kementerian Pertanian,
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014- 2013; dan Kementerian Pertanian, 2014). Tinggi tanaman
Januari 2015 di rumah plastik kelompok tani “Hikmah dalam deskripsi merupakan tinggi tanaman hasil budidaya
Tani” dengan ketinggian tempat 1200 m di atas di lahan dengan budidaya konvensional.Jelodar dan
permukaan laut di Desa Pandansari Kecamatan Hassanpanah (2012) melaporkan bahwa tinggi tanaman
Paguyangan, Kabupaten Brebes; Laboratorium Agronomi kentang hasil budidaya aeroponik atau hidroponik lebih
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian; Universitas Jenderal rendah dibandingkan dengan budidaya konvensional.
Soedirman, Purwokerto. Penelitian ini menggunakan Kentang Tedjo MZ dan Median memiliki jumlah
rancangan acak kelompok lengkap dengan varietas daun yang secara statistik sama yaitu 157,22 dan 119,75
kentang sebagai faktor yang dicoba. helai, sedangkan kentang Granola L memiliki jumlah daun
Varietas kentang yang dicoba meliputi Tedjo MZ, terendah yaitu 21,72 helai. Jumlah daun yang tinggi
Granola L, dan Median.Bibit yang digunakan berasal dari mendukung pertumbuhan tanaman.Daun yang banyak
perbanyakan kultur jaringan. Bibit tersebut diaklimatisasi menyebabkan bidang fotosintesis juga semakin luas,
di media persemaian selama 21 hari. Bibit hasil sehingga laju fotosintesis tanaman meningkat.Biomassa
aklimatisasi dipindah ke lubang sterofoam yang terdapat dalam tajuk juga meningkat seiring peningkatan laju
pada instalasi aeroponik. Larutan nutrisi yang digunakan fotosintesisnya.
dalam sistem aeroponik berupa larutan sundstrom. Luas daun tiga varietas kentang dari yang tertinggi
Larutan nutrisi sundstrom mengandung 32% kalsium sampai terendah berturut-turut adalah kentang Median
2 2
amonium nitrat, 17% kalium nitrat, 12% monokalium (2810,21 cm ), Tedjo MZ (2353,98 cm ), dan Granola L
2
dihidro fosfat, 3% amonium sulfat, 5% kalium sulfat, 30% (2810,21 cm ). Proses fotosintesis terjadi pada organ
magnesium sulfat, dan 1% mikro BMX (Ginting dan Rakian. tanaman yang mengandung klorofil yaitu daun, oleh
2008). Pengecekan kepekatan larutan hara silakukan karena itu pertumbuhan daun akan menentukan laju
dengan EC meter. Tanaman kentang berumur kurang dari fotosintesis tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Luas
tujuh hari membutuhkan EC 1 mS/cm, tanaman berumur 7 daun tanaman yang tinggi akan meningkatkan laju
sampai 30 hari membutuhkan EC 1,3 mS/cm, tanaman fotosintesis dengan meningkatkan penerimaan sinar
kentang berumur 31 sampai 60 hari membutuhkan EC 1,7 matahari.
mS/cm, dan tanaman berumur 61 sampai panen Kentang Tedjo MZ memiliki jumlah akar tertinggi
membutuhkan EC 2 mS/cm. Pemanenan dilakukan setelah yaitu 206,50 buah, sedangkan kentang Granola L dan
tanaman berumur 90 hari setelah pindah tanam (Otazu, Median memiliki jumlah akar yang lebih sedikit yaitu 96,25
2010). dan 132,03 buah. Akar adalah organ tanaman yang
Variabel yang diamati adalah tinggi tanaman, berperan dalam penyerapan unsur hara dan air.
jumlah daun, luas daun, jumlah akar, panjang stolon, Pertumbuhan akar yang baik akan menunjang
jumlah stolon, bobot segar tajuk, bobot segar akar, jumlah pertumbuhan dan aktivitas fisiologi tanaman (Chang dkk.,
umbi, bobot segar umbi, efektivitas stolon. Data yang 2012). Sistem aeroponikmenyediakan unsur hara dan air
diperoleh setelah panen ditabulasikan dan bagi tanaman melalui pengkabutan.Jumlah akar yang
dianalisis.Pengaruh perlakuan terhadap variabel diketahui banyak meningkatkan kemampuan akar dalam menangkap
dengan uji F. Perbedaan antar perlakuan diketahui dengan unsur hara dan air tersebut.
Uji Jarak Ganda Duncan pada taraf kesalahan 5 persen.
212 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 210-213

Tabel 1. Perbedaan pertumbuhan tiga varietas kentang dalam sistem aeroponik


Jumlah Jumlah Jumlah Bobot Bobot
Tinggi Luas daun Panjang
Varietas daun 2 akar stolon segar segar
tanaman (cm) (cm ) stolon (cm)
(helai) (buah) (buah) tajuk (g) akar (g)
Tedjo MZ 72,28 a 157,22 a 2353,98 b 206,50 a 341,17 a 131,33 b 91,94 a 13,20 b
Granola L 25,17 b 21,72 b 206,04 c 96,25 b 290,24 b 27,33 c 40,00 b 9,63 b
Median 60,14 a 119,75 a 2810,21 a 132,03b 338,35a 302,83 a 122,83 a 16,39 a
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbedanya nyata pada uji jarak ganda
Duncan 5%

Tabel 2. Perbedaan hasil tiga varietas kentang dalam sistem aeroponik


Bobot segar umbi (g/
Varietas Jumlah umbi (buah) Efektivitas stolon (%)
tanaman)
Tedjo MZ 14,08 b 48,88 a 17,74 b
Granola L 11,17 c 19,33 b 40,90 a
Median 20,42 a 53,00 a 14,53 c
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbedanya nyata pada uji jarak ganda
Duncan 5%

Kentang Tedjo MZ dan Median memiliki panjang sedangkan kentang Granola L memiliki jumlah umbi paling
stolon yang secara statistik sama yaitu 341,17 cm dan sedikit yaitu 11,17 buah. Jumlah umbi yang dihasilkan
338,35 cm. Panjang stolon Kentang Granola L lebih pendek lebih tinggi dibandingkan dengan bubidaya
dibandingkan dua varietas yang lain yaitu 290,24 cm. konvensional.Deskripsi ketiga varietas kentang
Stolon adalah modifikasi batang tanaman yang tumbuh menunjukkan bahwa jumlah umbi per tanaman berkisar
secara horizontal, sehingga pola pertumbuhannya sejalan antara 8-10 umbi (Kementerian Pertanian, 1993;
dengan pertumbuhan batang. Stolon merupakan faktor Kementerian Pertanian 2013; dan Kementerian Pertanian,
yang menentukan produksi yang dihasilkan tanaman 2014).Sistem aeroponik memiliki aerasi daerah perakaran
kentang (Farran dan Castel, 2006). Umbi tanaman kentang yang baik sehingga meningkatkan jumlah umbi tanaman
akan tumbuh di ujung stolon tanaman kentang. Perbedaan (Jelodar dan Hassanpanah, 2012).Chang dkk. (2012)
panjang stolon yang terjadi menunjukkan kentang Tedjo melaporkan bahwa ketersediaan oksigen yang melimpah
MZ dan Median memiliki potensi hasil yang lebih besar. pada daerah perakaran dalam sistem aeroponik
Bobot segar tajuk tiga varietas kentang dari yang meningkatkan aktivitas perakaran dan mampu
tertinggi sampai terendah secara berturut-turut adalah meningkatkan pembentukan umbi.
kentang Median (122,83 g), Tedjo MZ (91,94 g), dan Bobot segar umbi kentang Median dan Tedjo MZ
Granola L (40,00 g). Bobot segar tajuk kentang Median dan secara statistik sama, sedangkan bobot segar umbi
Tedjo MZ secara statistik sama yang menunjukkan kentang Granola L lebih rendah dibandingkan kedua
pertumbuhan tajuk dua varietas ini lebih baik varietas tersebut. Bobot segar umbi tanaman ini sesuai
dibandingkan kentang Granola L. Pertumbuhan tajuk yang dengan deskripsi masing-masing varietas yaitu kentang
baik akan meningkatkan laju fotosintesis tanaman, Median dan Tedjo MZ memiliki bobot terberat disusul
sehingga hasil yang diperoleh juga tinggi. Granola L.
Bobot segar akar kentang Median lebih tinggi Efektivitas stolon tiga varietas kentang dari yang
dibandingkan dua varietas yang lain yaitu sebesar 16,39 g. tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah kentang
Bobot segar akar berkaitan dengan kandungan air akar. Granola L (40,90 %), Tedjo MZ (17,74 %), dan Median
Menurut Gardner dkk. (1991) penyerapan air oleh akar (14,53 %).Efektivitas stolon menggambarkan jumlah stolon
dipengaruhi potensial air tanaman dan daerah perakaran. yang membentuk umbi.Efektifitas stolon yang tinggi
Air bergerak dari potensial air tinggi ke potensial air menunjukkan stolon yang membentuk umbi tinggi pula.
rendah. Bobot segar akar kentang Median yang tinggi Efektivitas stolon kentang Granola L lebih tinggi
menunjukkan potensial air tanaman yang tinggi pula. dibandingkan dua varietas yang lain, tetapi jumlah stolon
Potensial air kentang median yang lebih tinggi sejalan yang terbentuk sedikit. Hal ini menyebabkan jumlah umbi
dengan pertumbuhan tajuk kentang median yang lebih kentang Granola L yang terbentuk lebih rendah
tinggi dibandingkan dua varietas yang lainnya. dibandingkan varietas yang lainnya.
Pertumbuhan tajuk tanaman yang baik akan meningkatkan
potensial air dari tanaman tersebut (Legay dkk., 2011). UCAPAN TERIMA KASIH

Hasil Tanaman Penulis mengucapkan terimakasih kepada


Perbedaan hasil tiga varietas kentang ditunjukkan Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia yang
pada tabel 2.Jumlah umbi kentang Median lebih banyak telah membiayai penelitian ini melalui program penelitian
dibandingkan dua varietas lain yaitu 20,42 buah. Kentang terapan Insentif Riset SINas tahun 2014.
Tedjo MZ memiliki jumlah umbi sebanyak 14,08 buah,
Saparso dkk. | 213

DAFTAR PUSTAKA Kusmana. 2012. Calon Varietas Kentang Olahan Siap Mengganti Varietas
Atlantik. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 34(5): 7-
9.
Chang, D.C., C.S. Park, S.Y. Kim, and Y.B. Lee. 2012. Growth and
Legay, S., I. Lefèvre, D. Lamoureux, C. Barreda, R.T. Luz, R. Gutierrez, R.
Tuberization of Hydroponically Grown Potatoes. Potato Research.
Quiroz, L. Hoffmann, J.F. Hausman, M. Bonierbale, D. Evers, and R.
55: 69-81.
Schafleitner. 2011. Carbohydrate Metabolism and Cell Protection
Farran, I and A.M.M. Castel. 2006. Potato Minituber Production Using
Mechanisms Differentiate Drought Tolerance and Sensitivity in
Aeroponics: Effect of Plant Density and Harvesting Intervals.
Advanced Potato Clones (Solanum tuberosum L.). Funct Integr
American Journal of Potato Research. 83(1): 47-53.
Genomics. 11: 275-291.
Food and Agriculture Organization (FAO), 2015. Potatoes Production
Mariana, M. 2008. Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bibit Kentang
2013.(On-line),
(Solanum tuberosum L.) pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Daun
http://faostat.fao.org/site/339/default.aspx.diakses tanggal 17
Super ACI dengan Sistem Aeroponik.Dalam: W.W. Hadisoeganda,
Pebruari 2015.
A.A. Asandhi, A.S. Duriat, N. Gunadi, L. Prabaningrum, E. Sofiari,
Gardner. F.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
R.S. Basuki, N. Nurtika, dan A.K. Karyadi (Eds.), Prosiding Seminar
Budidaya. Terjemahan oleh H. Susilo. 2008. Penerbit UI, Jakarta.
Nasional Pekan Kentang 2008.20-21 Agustus.Lembang.162-173.
Ginting, C. dan T.C. Rakian. 2008. Hidroponik: Pertanian Masa Depan
Otazu, V. 2010.Manual On Quality Seed Potato Production Using
untuk Masyarakat Perkotaan. WARTA-WIPTEK. 16: 1-5.
Aeroponic. Tarea Asociacion Graficia Educative. Peru. 42 hal.
Jelodar, Y.J. and D. Hassanpanah. 2012. Investigation of Qualitative
Prahardini, P.E.R., A.G. Pratomo, Harwanto, dan Wahyunindyawati. 2008.
Characteristics on Potato Cultivars Microtubers Under Hydroponic
Pengkajian Perbenihan Kentang Di Kabupaten Lumajang Jawa
and Conventional Cultivation System. International Journal of
Timur. Dalam: W.W. Hadisoeganda, A.A. Asandhi, A.S. Duriat, N.
Agriculture: Research and Review. 2(4): 336-342.
Gunadi, L. Prabaningrum, E. Sofiari, R.S. Basuki, N. Nurtika, dan
Kementerian Pertanian. 1993. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
A.K. Karyadi (Eds.), Prosiding Seminar Nasional Pekan Kentang
444/Kpts/TP.240/6/1993 tentang Deskripsi Tanaman Kentang
2008.20-21 Agustus.Lembang.1-14.
Varietas Granola L. (On-line),
Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 3,
http://www.varitas.net/kentanggranolal.pdf diakses tanggal 17
Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan, Edisi
Pebruari 2015.
keempat. Terjemahan oleh D.R. Lukman dan Sumaryono. 1995.
_____________________. 2013. Surat Keputusan Menteri Pertanian
Penerbit ITB, Bandung.
Nomor 3932/Kpts/SR.120/3/2013 tentang Deskripsi Tanaman
Sayaka, B. dan J. Hestina.2011. Kendala Adopsi Benih Bersertifikat untuk
Kentang Varietas Medians.(On-line),
Usahatani Kentang.Forum Penelitian Agro Ekonomi. 29(1): 27- 41.
http://www.varitas.net/kentangmedian.pdf diakses tanggal 17
Simakov, E.A., B.V. Anisimov, I.M. Yashina, A.I. Uskov, S.M. Yurlova, and
Pebruari 2015.
E.V. Oves. 2008. Potato Breeding and Seed Production System
_____________________. 2014. Berita Resmi PVT Pendaftaran Varietas
Development in Russia. Potato Research. 51: 313-326.
LokalNo.Publikasi : 004/BR/PVL/02/2014 tentang Pendaftaran
Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.
Varietas Lokal Kentang Varietas Tedjo MZ. (On-line),
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
http://ppvt.setjen.pertanian.go.id/ppvtpp.pdf diakses tanggal 17
Pebruari 2015.
PROSIDING ISSN: 2337-506X
SEMNAS BIODIVERSITAS April 2016
Vol.5 No.1 Hal : 214-218

PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI BUAH LENGKENG


DI INDONESIA
Fanshuri, BA
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika
Jl Raya Tlekung No 1. Junrejo, Batu, Jawa Timur 65301
Email : [email protected]

Abstrak - Masyarakat Indonesia sangat menyukai buah lengkeng, hal ini dibuktikan dengan besarnya impor buah ini setiap tahunnya.
Sebagian besar impor buah lengkeng berasal dari Thailand yang secara iklim dan geografis mempunyai banyak kesamaan dengan
Indonesia. Kesamaan itu menjadi modal utama yang didukung luas lahan sub optimal yang sesuai dan tersedia untuk tanaman tahunan
tahunan dan adanya varietas yang mampu beradaptasi dengan baik. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui peluang dan kendala yang
perlu diatasi dalam pengembangan industri buah lengkeng di Indonesia. Konsumsi buah lengkeng yang tinggi dan sumber daya alam
yang mendukung adalah peluang besar dalam pengembangan tanaman lengkeng.Jika dianalisa kebutuhan lahan agar dapat
mensubstitusi buah lengkeng impor pada 5 tahun yang akan datang maka luas lahan yang perlu ditanami adalah 10.194 ha. Sedangkan
varietas yang sudah beradaptasi baik dan sudah dilepas oleh Menteri Pertanian ada 7 varietas, yaitu Batu, Selarong, Mutiara
Poncokusumo, Pingpong, Diamond river, Itoh dan Kristal. Dari ketujuh varietas tersebut yang berpotensi dikembangkan dalam skala
perkebunan adalah Mutiara Poncokusumo, Itoh dan kristal. Sedangkan kendala yang menjadi tantangan untuk menuju industri
lengkeng adalah teknologi perbenihan, pembungaan dan pasca panen yang lebih efisien. Apabila kita mampu mengatasi tantangan
tersebut, harapan tercapainya industri buah lengkeng yang maju bukan hal yang mustahil.

Kata kunci : industry, lengkeng, peluang, tantangan

PENDAHULUAN Vietnam dan china. Sedangkan buah lengkeng yang


Lengkeng (Dimocarpus longan Lour.) merupakan merupakan hasil produksi dalam negeri masih sedikit dan
tanaman daerah sub-tropik tetapi dapat tumbuh juga sebagian masih bersifat musiman.
didaerah tropik. Lengkeng termasuk family Sapindaceae Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
yang berasal dari China Selatan dan telah dikenal sejak memberikan informasi tentang besarnya peluang industri
2000 tahun lalu (Tirtawinata, 2006). Daerah buah lengkeng di Indonesia dan kendala yang menjadi
penyebarannya antara lain Indochina (Thailand, Taiwan, tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan
Laos, Vietnam, Cambodia), Malaysia dan India. peluang tersebut.
Lengkeng memiliki keistimewaan pada buahnya
yang memiliki rasa manis dan sangat jarang ditemukan Peluang Pengembangan Lengkeng
yang asam. Buah lengkeng biasa dikonsumsi dalam bentuk Jumlah impor buah lengkeng
segar sebagai buah meja maupun olahan (kalengan) Indonesia adalah sebuah negara yang mempunyai
(Menzel and waite, 2015). Lengkeng memiliki kandungan jumlah penduduk yang besar dengan tingkat
sukrosa, glukosa, protein, lemak, vitamin A, vitamin B, perekonomian yang terus mengalami peningkatan. Tingkat
asam tartarik, dan senyawa fitokimia lainnya yang ekonomi yang terus meningkat berimbas pada kesadaran
bermanfaat menyehatkan jantung, memperkuat limpa, konsumsi buah-buahan juga meningkat. Hal inilah yang
meningkatkan produksi darah merah, menambah nafsu menyebabkan Indonesia sebagai pasar yang sangat
makan, dan menambah tenaga (Anonymous, 2011). Selain menggiurkan bagi produsen buah lengkeng di dunia,
buah bagian tanaman lengkeng seperti daun, biji dan kayu apalagi didukung oleh produksi buah lengkeng dalam
juga memiliki banyak manfaat (Sutopo, 2011). Daunnya negeri yang masih sedikit. Besarnya nilai impor buah
mengandung quercetin dan quercitrin yang berfungsi lengkeng berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi
sebagai antioksidan dan antiviral, mengobati alergi, Kementrian Pertanian (2015) yang sudah diolah dapat
kanker, diabetes dan kardiovaskular. Bijinya berkhasiat dilihat pada gambar 1 dan 2.
untuk mengatasi keringat berlebih dan juga bermanfaat Buah lengkeng yang beredar di seluruh Indonesia,
sebagai shampoo karena kandungan saponinnya baik di pasar tradisional maupun di Supermarket
(Anonymous, 2005). merupakan buah impor kecuali pada musim-musim
Kesukaan masyarakat Indonesia terhadap buah tertentu di sentra tanaman lengkeng. Menurut Untung
lengkeng juga bisa kita lihat dari banyaknya buah lengkeng (2006), Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan daerah
yang tersedia di supermarket sepanjang tahun. Buah sentra lengkeng di Indonesia selain Kalimantan Barat.
lengkeng tersebut merupakan buah impor yang sebagian Daerah pengembangannya berada di wilayah segitiga Jawa
besar berasal dari Thailand, dan sebagian kecil dari Tengah yaitu, Semarang (Salatiga, Ambarawa, Bandungan,
Fanshuri | 215

Jambu, Kopeng), Temanggung (Pringsurat, Kranggan, berproduksi sepanjang tahun. Puncak impor yang terjadi di
Parakan) dan Magelang (Grabag dan Secang). Sedangkan bulan Agustus diduga disebabkan oleh produksi buah
pengembangan lengkeng di Jawa Timur berada di lengkeng dari negara asal mengalami panen raya sebulan
Tumpang, Poncokusumo (Malang), Batu dan sebagian sebelumnya. Hal ini juga sebagai informasi pada bulan apa
Blitar. Berdasarkan hasil survey di kota Batu, diketahui sebaiknya buah lengkeng dalam negeri direncanakan
bahwa panen buah lengkeng di Kota Batu di mulai dari untuk produksi.
mulai bulan februari sampai april dan pemasaran hanya di Dari grafik tersebut juga diketahui bahwa secara
sekitar kota Batu. volume buah lengkeng yang diimpor terus menurun setiap
Berdasarkan grafik (gambar 1) dapat diketahui tahunnya, namun secara nilai terus meningkat (gambar 2).
bahwa impor buah lengkeng terjadi di sepanjang tahun Hal ini menunjukkan bahwa harga buah tiap tahunnya
dan tertinggi pada bulan Agustus. Hal ini menunjukkan semakin naik dan nilai uang yang mengalir ke negara
bahwa kegemaran konsumen terhadap buah lengkeng pengekspor juga semakin besar.
sepanjang tahun dan negara pengekspor buah mampu

Gambar 1. Volume impor buah lengkeng tahun 2012-2015

Gambar 2. Nilai impor buah lengkeng tahun 2012-2015


216 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 214-218

Potensi luas lahan

Tabel 1. Lahan Sub Optimal yang Sesuai dan Tersedia untuk Pertanian Semusim dan Tahunan
Luas (Ha)
Pulau
Tanaman Semusim Tanaman Tahunan
Sumatera 1.312.800 3.226.800
Jawa 40.500 159.000
Bali dan Nusa Tenggara 137.700 610.200
Kalimantan 3.639.400 7.272.000
Sulawesi 215.500 601.200
Maluku dan Papua 1.739.000 3.441.000
Indonesia 7.083.800 15.310.100
Sumber : Mulyani dan Syarwani (2013)

Tabel 2. Varietas lengkeng yang sudah di lepas oleh Menteri Pertanian


Lokasi Tanaman
No Nama Varietas No SK Instansi Pengusul Asal Tanaman
Induk
1 Batu 743/Kpts/TP.240/7/97 Pringsurat, - Pringsurat,
Temanggung Temanggung
2 Selarong 716/Kpts/TP.240/8/98 Yogyakarta Ambarawa,
Bandungan,
- Jawa Tengah
3 Diamond River 444/Kpts/SR.120/4/2008 Kalimantan UPSBTPH Provinsi Kalimantan Thailand
Barat Barat, Dinas Agribisnis Kota
Singkawang
4 Pingpong 539/Kpts/SR.120/9/2007 Citayam, Bogor Tim Tujuh Pengembangan Vietnam
Lengkeng
5 Mutiara 617/Kpts/SR.120/2/2010 Poncokusumo, Poncokusumo,
Dinas Pertanian Kabupaten
Poncokusumo Malang, Jawa Malang, Jawa
Malang, Badan Perencanaan
Timur Timur
Pembangunan Daerah Kabupaten
Malang, BPTP Provinsi Jawa Timur,
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan
Buah Subtropika
6 Itoh 2044/Kpts/SR.120/5/2010 Pontianak, UPSBTPH Provinsi Kalimantan Barat Thailand
Kalimantan
Barat
7 Kristal 2045/Kpts/SR.120/5/2010 Pontianak, UPSBTPH Provinsi Kalimantan Barat Thailand
Kalimantan
Barat

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa Jarak tanam yang ideal untuk budidaya lengkeng
luas lahan sub optimal yang sesuai dan tersedia untuk adalah 7 x 7 m sehingga populasi tanaman dalam satu
tanaman tahunan lebih dari 2 kali lipat untuk tanaman hektar adalah 205 tanaman. Tanaman lengkeng umur 5
semusim dengan lahan terluas di Kalimantan. Tanaman tahun mampu berproduksi optimal rata-rata 40-50
lengkeng termasuk tanaman tahunan yang bisa kg/tanaman. Berdasarkan data impor buah diketahui
beradaptasi baik di dataran rendah maupun dataran tinggi bahwa rata-rata buah lengkeng yang diimpor sebesar
dengan berbagai jenis tanah. Menurut Menzel dan Waite 83.583 ton/tahun. Dengan demikian jumalh tanaman yang
(2005), Leci dan Lengkeng dapat tumbuh pada berbagai dibutuhkan untuk mensubstitusi impor pada lima tahun
jenis tanah termasuk pasir aluvial, tanah berbatu, tanah yang akan datang adalah 10.194 ha. Jika di bandingkan
liat, tanah liat berat, dan tanah dengan kandungan bahan dengan data luas lahan sub optimal yang sesuai dan
organik atau kapur yang tinggi. Jenis tanah utama yang tersedia untuk tanaman tahunan (tabel 1) maka
digunakan adalah pasir dan tanah aluvial, menengah kebutuhan luas lahan tersebut sangat mudah untuk
sampai tanah liat berat, dan tanah berkapur. Pohon dapat dicukupi.
tumbuh terbagus pada tanah yang berdrainase baik di
lapisan atas.
Fanshuri | 217

Varietas yang Sudah Beradaptasi dataran tinggi dengan skala pekarangan. Potensi produksi
Pada awalnya tanaman lengkeng hanya mampu yang dimiliki oleh ketiga varietas tersebut mampu
beradaptasi dengan baik di dataran tinggi dikarenakan dibudidayakan dengan skala perkebunan, tetapi dengan
berasal dari daerah sub tropika, namun dengan masuknya penerapan teknologi yang tepat. Sedangkan varietas
varietas-varietas yang berasal dari Thailand, Vietnam dan Pingpong, Diamond river, Itoh, dan Kristal merupakan
Malaysia dan dengan ditemukannya teknologi varietas introduksi. Dari keempat varietas tersebut yang
pembungaan secara kimia menghasilkan tanaman mempunyai potensi untuk dikembangkan untuk skala
lengkeng mampu beradaptasi di dataran rendah. Sentra perkebunan dilihat dari produksi tanaman dan kualitas
lengkeng yang awalnya di daerah dataran tinggi, sekarang buah adalah Itoh dan Kristal. Pingpong dan Diamond river
menyebar di dataran rendah diantaranya Kalimantan lebih cocok untuk tanaman pekarangan dikarenakan
Barat, Semarang dan Yogyakarta. kualitas buahnya yang tidak disukai konsumen dalam skala
Varietas yang beradaptasi di Indonesia dan sudah di besar. Selain varietas yang dilepas tersebut, masih banyak
lepas oleh Menteri Pertanian berjumlah 7 varietas (tabel varietas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan
2). Varietas Batu, Selarong dan Mutiara Poncokusumo baik dari segi produksi maupun kualitas buahnya. Untuk
adalah varietas yang asal tanamannya asli Indonesia. memudahkan dalam peredaran benihnya varietas-varietas
Varietas-varietas tersebut dikembangkan oleh petani di yang berpotensi harus dilepas terlebih dahulu.
pembungaan adalah suhu rendah. Oleh karena itu, pada
Tantangan Pengembangan Lengkeng awalnya daerah yang cocok untuk pengembangan
Besarnya peluang pengembangan lengkeng lengkeng di Indonesia adalah dataran tinggi. Suhu yang
tersebut diatas tentunya disertai tantangan yang harus rendah selama kurang lebih dua bulan akan mampu
dihadapi agar usaha untuk mengembangkan lengkeng merubah fase tanaman dari vegetatif ke generatif.
menjadi sebuah industri dapat terwujud. Tantangan Contohnya di daerah Batu, suhu rendah terjadi di bulan
tersebut adalah sebagai berikut : Agustus dan September sehingga pada bulan Oktober
Teknologi Perbenihan tanaman lengkeng akan mulai berbunga.
Perbanyakan tanaman lengkeng dapat dilakukan Tanaman buah-buahan daerah subtropika ketika
secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara ditanam di tropika bisa didorong pembungaan artifisial
generatif yaitu dengan biji bertujuan untuk penyediaan dengan aplikasi bahan kimia sintetik (Kulkari, 1988;
batang bawah dan perakitan varietas baru. Perbanyakan Winston, 1992; Nartvaranant and Subhadrabandu, 2000;
ini tidak direkomendasikan untuk pengembangan produksi Sruamsiri and Manochai, 2002). Induksi pembungaan
disebabkan karena segregasi / penyimpangan sifat dengan tanaman lengkeng dengan zat kimia sintetik lebih terukur
induk tinggi akibat dari bunga lengkeng yang bersifat dan tingkat keberhasilan yang tinggi Bahan tersebut
open pollinated. Sedangkan perbanyakan vegetatif yang merupakan oksidator kuat yang sering digunakan dalam
bisa dilakukan adalah cangkok dan grafting (sambung pembuatan peledak. Oleh karena itu, di Indonesia bahan
pucuk). aktif tersebut peredarannya dibatasi sehingga harga bahan
Perbanyakan dengan cara di cangkok mempunyai aktifnya mahal dan perlu perizinan. Sedangkan yang
kelebihan lebih cepat dan sifat sama dengan induk, tetapi beredar dalam bentuk produk teknis merupakan produk
juga mempunyai kelemahannya yaitu akarnya yang luar negeri yang juga berharga tidak murah.
serabut sehingga lebih mudah layu di musim kemarau dan
tanaman mudah roboh jika ada angin besar. Sedangkan Teknologi Pasca Panen
perbanyakan dengan grafting (sambung pucuk) Buah lengkeng termasuk kedalam buah non
mempunyai kelebihan akarnya yang lebih kuat, tidak klimaterik dengan nilai jual tinggi, namun buah memburuk
mudah roboh dan tidak mudah layu di musim kering jika dengan cepat setelah panen dengan kulit browning dan
dibandingkan cangkok. Kelemahannya adalah tingkat daging buah pecah, sehingga mengurangi harga pasar
keberhasilan penyambungan yang tidak tinggi dan (Jiang, Zhang, Joyce, & Ketsa, 2002). Permasalahan setelah
ketersediaan batang bawah yang masih jarang. panen adalah daya simpan buah yang tidak tahan lama.
Keberhasilan penyambungan yang tidak tinggi itu Dalam suhu ruang rata-rata buah lengkeng hanya mampu
dikarenakan masa aktif kambium yang tidak lama (Menzel bertahan 7-10 hari setelah panen. Proses yang terjadi
dan Waite, 2005). Sedangkan ketersediaan batang bawah didahului dengan browning yang terjadi setelah 3-5 hari
yang masih jarang disebabkan karena ketersediaan buah setelah panen dan kemudian busuk 4-5 hari berikutnya.
lengkeng lokal yang musiman dan daya simpan biji yang Browning dicirikan dengan warna kulit buahnya berubah
tidak lama. Hal tersebut berdampak pada harga benih menjadi coklat tua kehitaman dan kulit buah yang
menjadi mahal. sebelumnya lentur menjadi kaku.
Daya simpan buah sangat berhubungan dengan
Teknologi Induksi Pembungaan pemasaran buah, agar jangkauan pemasaran lebih jauh
Tanaman lengkeng agar bisa berbunga dan bisa disimpan lebih lama untuk dikonsumsi maka
membutuhkan faktor lingkungan yang menginduksinya. Di perlu adanya teknologi pasca panen. Teknologi yang biasa
daerah subtropis yang merupakan daerah asal tanaman digunakan adalah Modified Atmosphere Packaging (MAP)
lengkeng, faktor lingkungan yang menginduksi dan Controlled Atmosphere (CA). Secara garis besar prinsip
218 | Pros Sem Nas Biodiv Hal: 214-218

kerja teknologi tersebut adalah mengontrol kondisi udara DAFTAR PUSTAKA


di dalam penyimpanan buah untuk mencegah terjadinya
browning dan mengurangi pembusukan. Di dalam Anonymous. 2005. Budidaya Buah-buahan (Lengkeng). Direktorat
Tanaman Buah dan Hortikultura, Departemen Pertanian. p. 82.
teknologi tersebut bahan yang biasa digunakan
Anonymous. 2011. Ragam Manfaat Buah Lengkeng. http://www.cek-
diantaranya SO2, NO2 dan ClO2. Teknologi pasca panen aja.com/artikel-kesehatan/ragam-manfaat-buah-lengkeng. [5
tersebut dipunyai oleh negara Thailand, sehingga untuk Agustus 2015].
mendatangkan ke Indonesia dibutuhkan biaya yang tidak Jiang, Y. M., Zhang, Z. Q., Joyce, D. C., & Ketsa, S. (2002). Postharvest
biology and handling of longan (Dimocarpus longan Lour.) fruit.
sedikit. Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk
Postharvest Biology and Technology, 26, 241–252.
mengadopsi teknologi tersebut dan memodifikasinya Kulkari, V.J. 1988. Chemical control of tree vigour and the promotion of
sehingga bisa lebih murah. flowering and fruiting in mango (Mangifera indica L.) using
paclobutrazol. J. Hort. Sci. 63, 557–566.
Menzel C., and Waite G. K. 2005. Litchi and Longan. CABI Publishing.
KESIMPULAN
Australia
Mulyani A, Syarwani M. 2013. Karakteristik dan Potensi Lahan Sub
Berdasarkan hasil kajian terbut diatas, maka dapat Optimal untukPengembangan Pertanian di Indonesia. Prosiding
disimpulkan yaitu peluang pengembangan industri buah Seminar Nasional Lahan Sub-optimal “Intensifikasi Pengelolaan
Lahan Sub-optimal dalamRangka Mendukung Kemandirian Pangan
lengkeng sangat besar berdasarkan besarnya impor buah
Nasional”, Palembang 20-21 September 2013. ISBN 979-587-501-9
lengkeng, luas lahan sub optimal yang sesuai dan tersedia Nartvaranant, P., Subhadrabandu, S. 2000. Practical aspects in producing
untuk tanaman tahunan dan varietas yang sudah off-season mango in Thailand. Acta Hort. 509, 661–668.
beradaptasi baik dengan iklim di Indonesia. Kendala dalam Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementrian Pertanian. 2015. Basis
data Statistik Pertanian Komoditas Lengkeng.
pengembangan industri buah lengkeng yang menjadi
www.pusdatin.setjen.pertanian.go.id.
tantangan adalah teknologi perbenihan yang Soenarso. 1990. Laporan Penelitian Studi Keragaman Klon Kelengkeng
menghasilkan benih dengan harga murah, teknologi dan Leci Serta Penyebarannya di Jawa dan Bali. Sub Balai
induksi pembungaan dan teknologi pasca panen yang Penelitian Hortikultura Tlekung. pp. 12 hal
Sruamsiri, P., Manochai, P. 2002. Production of Off Season Longan.
efisien.
Tanabunkanprim, Chiang Mai, Thailand (in Thai).
Sutopo. 2011. Potensi Pengembangan Lengkeng Di Dataran Rendah.
http://kpricitrus.wordpress.com. [2 Agustus 2015].
Tirtawinata, M. R. 2006. Pengenalan dan Pengembangan Lengkeng
Dataran Rendah di Indonesia. Makalah Workshop Lengkeng.
Jakarta 23 Nopember 2006. pp. 5 hal.
Winston, E.C., 1992. Evaluation of Paclobutrazol on Growth, Flowering
and Yield of Mango cv. Kensington Pride. Aust. J. Exp. Agric. 32,
97–104.
Notulensi Kelas Paralel

Author Judul Pertanyaan Jawaban


Tri Pamungkas Pengaruh tapak dan faktor Apa yang dimaksud Tapak adalah site atau
genetik terhadap dengan “tapak?” lokasi penelitian
adaptabilitas binuang
(Octomeles Sumatrana
Miq.) pada plot konservasi
eks situ di Gunung Kidul

Author Judul Pertanyaan Jawaban


Prastyono Evaluasi pertumbuhan ulin 1. Apakah ada 1. Berdasarkan
(Eusideroxylon zwageri T pengganti kayu fungsi sebagai
et. B) di plot konservasi ulin dengan hard construction
ex-situ di Bondowoso Jawa pertumbuhan tidak ada
Timur cepat? 2. Karena
2. Mengapa konservasi secara
konservasi tidak in situ sudah
dilakukan secara dilakukan,
in situ? konservasi secara
ex situ hanya
sebagai back up
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Nur Her Riyadi P. Kinetika degradasi beta 1. Kenapa yang 1. Untuk
karoten pada produk diteliti manisan memprediksi
diversifikasi olahan pare pare penyipanan kadar beta
(Momordica charantia) dilakukan di atas karoten dan rasa
selama penyimpanan suhu normal? sensorisnya
2. Apa perlakuan untuk
autoclave tidak menentukan
mempengaruhi aman tidaknya
kadar beta manisan tersebut
karoten di pare? 2. Terjadi
penurunan Beta
karoten sebelum
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Agung J. Sitasiwi Isolasi dan amplikasi gen Bagaimana penentuan Berdasar hasil eksperimen
wnt4 untuk penyediaan suhu optimasi annealing? dari suhu rendah hingga
antigen dalam tinggi
imunokontrasepsi satwa
liar
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Anita Restu P. R. Studi kekerabatan Bagaimana membuat Sebab hasil cek DNA
tanaman lidah mertua kesimpulan sebagai sansivera dari dataran
(Sansivieria trifasciata L.) sumber plasma nutfah? tinggi ke rendah. Lewat
pada ketinggian tempat sungai (karena
yang berbeda di Malang pertumbuhannya di
Raya berdasarkan analisis sekitar sungai)
RAPD
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Yuni Agung Kajian kompatibilitas jenis 1. Apakah pengaruh 1. Persilangan
induk jantan dan dari persilangan menjadi cara
pemangkasan seludang antar variasi? untuk mendapat
bunga pada penyerbukan 2. Apakah hasil individu
salak pondok (Salacca persilangan juga yang baik
zalacca) terhadap profil mempengaruhi 2. Berdasar
buah umur penelitian akan
penyimpanan mempengaruhi
buah?
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Djumhawan Rahman P. Keanekaragaman 1. Bagaimana cara 1. Yang bisa
makrofungi sebagai jamur mendeteksi jamur dimakan bentuk
pangan dan perbedaan yang enak dan sederhana warna
karakteristik habitat media menentukan tidak mencolok,
alami jamur yang racun tidak menarik
atau tidak? hewan
2. Bagaimana jamur 2. Jika
bisa tumbuh di kelembabannya
batang rokok? tinggi

Author Judul Pertanyaan Jawaban


Tri Wiastuti Pengaruh lama Apakah packaging yang Baru skala lab sehingga
penyimpanan terhadap bagus seperti itu hasilnya masih memanfaatkan
karakter fisik dan aktivitas tidak akan limbah ari lab/pabrik
antimikroba kertas aktif mahal? sehingga perlu adanya
dengan peambahan inovasi pengemasan
oleoresin ampas jahe dan untuk aplikasi industri
temulawak
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Anti Damayanti Hamdani Polyathia longifolia 1. Tingkat 1. Ada variasi dari
sebagai bioindikator pencemaran yang pengaruh kadar
pencemaran udara di terjadi klorofil, perlu
yogyakarta berdasarkan apa? dicari tanaman
2. Adakkah kajian lain yang lebh
pada urutan sensitive
kerusakan? 2. Ada ciri
kerusakan
semakin tinggi
aktif transport
ada bercak coklat
di tengah
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Badaruddin Konservasi tanah dan air 1. Konservasi tanah, 1. Diterima
dalam rangka peningkatan ada beberapa sarannya, belum
sumberdaya alam di DAS jenis tanaman dikembangkan di
Batulicin Provinsi cepat tumbuh di daerah kami
Kalimantan Selatan suatu publikasi
jenisnya di
Kalimantan Timur
Peringkat ke-2
bisa diujicobakan!
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Ayu Sulistiyaning Utami Pelestarian Mata Air Dari beberapa tempat, Terus mengalir kalua
Sependhok di Dusun kendala air sebagai musim kemarau. Belum
Gumeng Kecamatan sumber mata air apa ada penelitian sampai
Jenawi Kabupaten mengalir terus? Apa terus debit. Masyarakat juga
Karanganyar berkurang? Akankah betul melakukan konservasi air
dijaga oleh masyarakat? akan kepentingan air
dengan tidak melakukan
pencemaran
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Ari Fiani Eksplorasi Materi Genetik 1. Sudah ada tidak 1. Menarik. Belum
Gayam (Inocarpus fagifer) budidaya untuk ada, karena
dari Sebaran Alami di tanaman ini? masih
Kabupaten Kulon Progo 2. Di daerah agak terpinggirkan
Yogyakarta pasir/payau bisa dimulai dengan
hidup gak? program upaya
konservasi
2. Belum terbaca 0-
27- daerah pantai
kemungkinan
bisa
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Dewi Peti Isolasi fungi endofit daun 1. Apa hanya satu 1. Tidak, isolate biji
kelor (Moringa oleifera) spectrum kadang sirsak dan daun
yang berpotensi sebagai yang berpotensi? 2. Iya, uji awal saja
penghasil antibiotik 2. Isolate hanya 3. Fungsi edofit
dengan tidak
fermentasi diam? menunjukan
3. Fungi endofitnya tanda tanda.
ada dimana? Harus di isolasi
Bukan daun untuk
kelornya mengetahuinya
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Yoice S. Potensi kapang endofitik Apa media PDA dan Buat sendiri
biota laut sebagai sumber CMMA buat sendiri atau
antioksidan dan penghasil pakai merk tertentu?
enzim L-Asparaginase
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Arfa A. Rezekiah Pengetahuan dan 1. Bagaimana trik 1. Ada orang dalam
pemanfaatan tumbuhan untuk bisa (teman peneliti)
hutan berkhasiat obat mendapatkan 2. Rata – rata
oleh masyarakat Suku informasi? direbus
Dayak Bukit di Desa 2. Bagaimana
Labuhan pengolahan obat
tersebut?
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Korry N. Karena hasil penelitian 2 hari untuk 2%
kurang dari standar, apa
yang perlu dikembangkan
untuk produksi VCO ?
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Mudjiono Struktur komunitas Data pendukung dari Belum, hanya fokus pada
moluska di perairan Teluk kandungan kimia ? pengukuran
Kendari, Sulawesi kemelimpahan, indeks
Tenggara diversitas, kemerataan,
kekayaan jenis. Kawasan
delta
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Rahmat Fadrikal Kunjungan maleo untuk 1. Apa pengamatan 1. Maleo bertelur
bertelur di Libun, 24 jam ? siang hari. malam
Bualemo, Sulawesi Tengah 2. Apa kawasan masuk hutan,
konservasi ? menggali telur
3. Nilai penting jam setengah 6-7
maleo ? malam
4. Jika ada telur 2. Hutan konservasi
diambil warga ? 3. Logo, budaya
5. Benarkah mitos sensus
setelah bertelur 4. Masing-masing
langsung pingsan warga
? mengirimkan
telur maleo
untuk rajanya.
Telur diawetkan
sekarang
5. Telur saat keluar
lunak, beberapa
menit akan
mengeras
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Siti Aisah Keanekaragaman dan Cara tau capung sudah Dengan metode CMRR.
distribusi capung terdata atau belum ? Ditandai dengan kutek
(odonata) di kawasan
Embung Tambakboyo,
Sleman, Yogyakarta
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Mega Yuniartik Kelimpahan mikroalga Parameter kepadatan bak Mikroalga (protozoa) di
dan protozoa dalam ? CN 7,5 lebih rendah
bioflok di budidaya udang dibanding pada CN 10
Vaname, Litopenaeus
vannamei
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Riani Widiarti Dinoflagellata bentik yang 1. Dinoflagellata di 1. Dinoflagellata
berpotensi toksik di rataan laut bisa sampai adalah bentik.
terumbu Gili Meno dan daratan ? Mungkin disana
Gili Air, Lombok 2. Berapa volume planktonik,
batasan yang punya sifat
menyebabkan mengapung.
toksik g. Toxicus ? Dinoflagelata ada
juga di air tawar
2. Tidak perlu
melimpah. 3-5
cell/mg ada juga
yang dapat
menyebabkan
toksik
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Abubakar Sidik Kartili Keanekaragaman dan Indeks diversitas ? Diversitas dengan
dominansi Collembola keanekaragaman untuk
tanah di kawasan hutan melihat keadaan
cagar alam Tangale lingkungan 3 filum
Kabupaten Gorontalo tersebut
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Chairunnisah J. Diversitas invertebrata 1. Parameter biotik 1. Mengarah
Lamangantjo (Asteroidea, ada tidak ? parameter fisik
Holothuroidea, dan 2. Manfaat selain dan karakter
Echinoidea) di perairan abiotik ? lokasi, tidak
Torosiaje Kecamatan mengarah pada
Popayato Kabupaten makanan. Spesies
Pohuwato ini memakan
sampah organic
2. Untuk mengobati
alergi
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Etik Ainun Rohmah 1. Penelitian 1. 7-12 februari
dilakukan bulan 2015
apa ? 2. Di ever harusnya
2. Bekol savana dan lebih tinggi
evergreen, knp tinggi, akasia di
savana lebih ever lebih tinggi
tinggi ? dan savana lebih
tinggi karena
dipengaruhi
seresah. Di ever
banyak akasia,
kumbang sulit
ditemui
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Intan Permata Putri Studi komparasi Waktu pengambilan Februari, tanggal beda
lepidoptera sepanjang sepanjang waktu atau dikit
hutan hujan tropis Taman terbatas ?
Nasional Meru Betiri,
Banyuwangi, Indonesia
tahun 2010 dan 2013
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Fanshuri Peluang dan tantangan 1. Di Jawa Timur 1. Berdasarkan
industri buah lengkeng di banyak lengkeng keanekaragaman
Indonesia dan untuk hayatinya, jadi
dataran rendah dapat
ada jenis menyesuaikan
lengkeng, apa tempat
yang cocok ? tinggalnya
2. Rekayasa seperti 2. Rasa di tempat
apa untuk berbeda tidak
mengontrol rasa mempengaruhi
manis pada tapi unsur hara
lengkeng ? yang dapat
3. Lengkeng 10 mempengaruhi
tahun tidak 3. Adanya potasium
berbuah, klorat dapat
sebabnya apa ? menghambat
reproduksi
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Maria Teresia Longa Ruma Inventarisasi jenis 1. Bagaimana 1. Semua sama
tumbuhan penghasil umbi analisis seperti bawang
sebagai bahan pangan di kandungan namun warna
Kecamatan Miomaffo karbohidrat ? hanya berbeda
Barat Kabupaten Timor 2. Nama ilmiah pada dilakukan analisis
Tengah Utara umbi-umbian dan kandungan yang
pada umbi sama
beracun 2. Dilakukan analisis
bagaimana kandungannya
mengolahnya ? dan direndam di
3. Spesies berbeda air kapur
dengan rasa yang beberapa menit
berbeda dan 3. Untuk warna
bagaimana putih cenderung
penjelasannya ? manis,
karakteristik
berdasar
perbedaan warna
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Saparso Karakteristik 3 varietas 1. Bagaimana energi 1. Saat tumbuhan
kentang (Solanum bagi tanaman ? kecil nutrsi
tuberosum l.) dalam 2. Bagaimana sedikit saat
sistem anaeroponik untuk nutrisinya ? tumbuhan
produksi benih dewasa dapat
ditambah
2. Disesuaikan
dengan
umumnya
Author Judul Pertanyaan Jawaban
Oka Ardiana Banaty Empat varietas jeruk 1. Bagaimana 1. Dilihat gejalanya
keprok dataran rendah masalah SMPP ? saat sudah dapat
dan potensi 2. Apakah jeruk bereproduksi dan
pengembangannya keprok tidak dapat dihindari
masuk dalam ketika pemilihan
jenis ? bibit
2. Ya, masuk karena
dapat tinggal di
dataran tinggi

Anda mungkin juga menyukai