Askep Labiopalato

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Labioskizis (celah bibir) dan palatoskizis (celah langit-langit mulut/palatum) merupakan


malformasi yangi terjadi dalam perkembanga n embrio.Keadaan ini sering dijumpai pada semua
populasi dan dapat menjadi disabilitas yang berat orang yang terkena.Keduanya dapat terjadi
secara terpisah atau yang lebih sering lagi, secara bersamaan. Labioskizis terjadi karena
kegagalan pada penyatuan kedua prosesus nasalis maksilaris dan mediana.Palatoskizis
merupakan fisura pada garis tengah palatum akibat kegagalan penyatuan dua sisinya.

Labioskizis dapat bervariasi dari lubang yang kecil hilang celah lengkap padabibiratas
yang membentang kedalam dasar hidung.Celah tersebut bisa unilateral dan bilateral.Deformitas
struktur dental menyertai labioskizis.Palatoskizis saja terjadi pada garis tengah dan dapat
mengenai palatum mole maupun durum (langit-langit lunak maupun keras). Bila disertai dengan
labioskizis , cacat ini dapat mengenai garis tengah dan meluas hingga palatum mole pada salah
satu atau kedua sisinya.

Di hal interaksi orang tua-anak respon ini tidak sehat. Orang tua mungkin mulai berduka
antisipatif untuk apa yang mereka percaya adalah anak sangat cacat. Bahkan ketika mereka
diberitahu kemudian gangguan ini tidak mudah diperbaiki.yang reaksi kesedihan antisipatif
mungkin sulit untuk berhenti.Mereka mungkin terus memotong diri mereka sendiri secara
emosional dari anak-anak mereka.

Insidensi labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis lebih-kurang1 dalam 800 kelahiran
hidup.Insidensi palatoskizis saja adalah 1 dalam 2000 kelahiran hidup.Labioskizis dengan atau
tanpa palatoskizis lebih sering dijumpai pada laki-laki dan palatoskizis saja lebih sering pada
perempuan. Defek ini tampaknya lebih sering terdapat pada orange Asia dan suku-suku tertentu
penduduk asli Amerika dibandingkan pada orang kulit putih , pada orang kulit hitam defek
tersebut lebih jarang di temukan.(Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 2)
1.2. Rumusan Masalah.
2. Apa Pengertian labio/palatoskizis ?
3. Apa Pengertian labio/palatoskizis?
4. Bagaimana Patofisiologi labio/palatoskizis ?
5. Bagaimana penatalaksanaan labio/palatoskizis?
6. Bagaimana asuhan keperawatanlabio/palatoskizis?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang labiopalatoskisis, diantaranya pengertian , penyebab dan


penangannya
2. Untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dosen mata kuliah system pencernaan.
BAB II

2.1. Defisiensi:

Labioskizis dan palatoskizis merupakan malformasi yang berbeda secara embrional dan
terjadi pada waktu yang berbeda selama perkembangan embrio. Penyatuan bibir atas pada garis
tengah selesai dilakukan pada kehamilan antara minggu ketujuh dan kedelapan. Fusi palatum
sekunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian dalam proses perkembangan yaitu pada
kehamilan antara minggu ketujuh dan kedua belas. Dalam proses migrasi ke posisi horizontal,
palatum tersebut dipisahkan oleh lidah untuk waktu yang singkat. Jika terjadi kelambatan dalam
migrasi atau pemindahan ini, apabila lidah tidak berhasil turun dalam waktu singkat, bagian lain
proses perkembangan tersebut akan terus berlanjut namun palatum tidah pernah menyatu. (Wong
Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 2)

2.2 Anatomi

Palatum terdiri atas palatum durum dan palatum molle (velum) yang bersama-sama
membentuk atap rongga mulutdan lantai rongga hidung. Processus platine os maxilla dan lamina
horizontal dari os palantine membentuk palatum durum. Palatum molle merupakan suatu
jaringan fibromuskuler yang dibentuk oleh beberapa otot yang melekat bagian posterior palatum
durum. Terdapat enam otot pada palatum durum yaitu muskulus levator veli palatine, muskulus
constrictor pharyngeus superior, muskulus palatoglosus, dan muskulus tensor veli palatini.

Ketiga otot yang mempunyai konstribusi terbesar terhadap fungsi velopharyngeal adalah
muskulus uvula, muskulus levator veli palatine, dan muskulus constriktor pharyngeus superior.
Muskulus uvula berperan dalam mengangkat bagian terbesar velum selama konstraksi otot ini.
Muskulus levator veli palatine mendorong velum kearah superior dan postrior untuk melekatkan
velum kedinding faring posterior. Pergerakan dinding faring ke medial, dilakukan oleh
muskulus constriktor pharyngeus yang membentuk velum kearah dinding posterior faring untuk
mambentuk sfingter yang kuat.

Muskulus palatopharyngeus berfungsi menggerakkan palatum kearah bawah dan kearah


medial. Muskulus palatoglossus terutama sebagai depressor palatum. Yang berperan dalam
pembentukan venom nasal dengan membiarkan aliran udara yang terkontrol melalui rongga
hidung. Otot yang terakhir adalah muskulus tensor veli paltine. Otot ini tidak berperan pada
pergerakan palatum. Fungsi utama otot ini menyerupai fungsi muskulus tensor timpani yaitu
manjamin ventilasi dan drainase dari tuba auditiva.

Suplai darahnya terutama berasal dari arteri palatine mayor yang masuk melalui foramen
palatine mayor. Sedangkan arteri palatine minor dan muskulus palatine minor lewat melalui
foramen palatine minor. Innervasi palatum berasal dari neuro trigeminus cabang maxilla yang
membentuk pleksus yang menginervasi otot-otot palatum. Selain itu palatum juga mendapat
innervasi nervus cranial VII dan XI yang berjalan disebelah posteriordari pleksus.

2.3. Etiologi:

Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan labiopalatoskizis


antara lain :

1. Factor genetic : merupakan penyebab beberapa palatoskizis tetapi tidak dapat ditentukan
dengan pasti karna berkaitan dengan gen kedua orangtua. Diseluruh dunia ditemukan
hampir 25-30% penderita labiopalatoskizis terjadi karenafaktor herediter.faktor dominan
dan resesif dalam gen merupakan manifestasi genitik yang menyebabkan terjadinya
labiopalatoskizis. Factor genetic yang menyebabkan celah bibir dan palatum merupakan
manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan dalam beberapa bagian kontak.
2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa emrional, baik kualiatas
maupun kuantitas .
a. Zat-zat yang berpengaruh adalah :
 Asam folat
 Vitamin C
 Zn
3. Pengaruh obat teratogenik. Yang termasuk obat tertogenik adalah :
 Jamu
 Kontrasepsi hormonal
 Obat-obatan yangdapat menyebabkan kelainan congenital terutama
labiopalatoskisis (talidomid, diazepam (obat-obatan penenang), aspirin ( obat-
obatan analgesic)
4. Factor lingkungan :
 Zat kimia
 Gangguan metabolic
 Penyinaran radioaktif
5. Infeksi khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial.

2.4. Patofisiologi

Rongga mulut primitif mulai berkembang segera sesudah konsepsi sebagai depresi
permukaan pada sebelah depan kepala embrio. Ketika depresi ini menjadi dalam, eksodrem
berhubungan langsung dengan endodrem usus depan primitif dan membentuk membran buko
faring. Membran ini hancur pada minggu ke empat, menciptakan sambungan diantara rongga
mulut dan orofaring.

Rongga mulut, faring, oesofagus berasal dari foregut embrionik. Foregut juga
berkembang menjadi rongga hidung, gigi, kelenjar liur, hipofise anterior, tiroid dan laring, trkea
bronkus, dan alveoli paru.mulut terbentuk dari stomodeum primitif yang merupakan eksodremal
dan endodremal, yang membelah bibir bagian atas dibentuk oleh jaringan processus nasalis
medial dan lateral dan proses makksilaris. Celah bibir biasanya tidak terletak digaris tengah
tetapi dilateral dari processus mandibula. Otot bibir berasal dari daerah brankial kedua dan
dipersarafi oleh saraf fasialis. Batas vermilion bibir tampak seperti busur, takik pada busur ini
merupakan cacat kosmetik yang sangat nyata.

Palatum durum berkembang dalam dua stadium selama stadium awal palatum primitif
berkembang menjadi processus palatina mediale pada kehamilan minggu ke-7. Bagian palatum
ini juga dikenal sebagai promaksila, menjadi bagian anteromedial palatum sejati.sekunder
dibentuk oleh pertumbuhan medial processus palatina lateral. Perkembangan mulai pada minggu
ke-7, dan fusi palatum sekunder diselesaikan antara minggu ke-10 dan ke-12. Kegagalan fusi
palatum sekunder menghasilkan celah palatum durum.
Palatum molle berkembang sebagai penutup otot, suatu peluasan palatum durum.
Ketidakmampuan palatum molle menutup akan mengakibatkan bicara yang abnormal (rinolalia
aperta), menghisap dan kesulitan menelan.
2.6. Penatalaksanaan Terapeutik:

Penanganan anak yang mederita palatoskizis berupa pembedahan dan biasanya tindakan
ini tidak meliputi intervensi jangka panjang kecuali mungkin operasi perbaikan jaringan.
Walaupun demikian ,penatalaksanaan palatoskizis meliputi upaya-upaya prabedah dari tim
pelayanan kesehatan multidisiplin, termasuk dokter spesialis anak, bedah plastik, ortodontik,
THT (otorinolaringologi), patologi wicara/bahasa,audiologi, keperawatan dan pekerjaan social
untuk memberikan hasil optimal. Penatalaksaan medis ditujukan kepada penutupan celah ,
pencegahan komplikasi dan percepatan tumbuh-kembang anak normal.

Koreksi dengan pembedahan : labioskizis.


Penutupan defek pada bibir mendahului proses penutupandefek pada palatum yang biasa terjadi
pada usia embrio 6 hingga 12 minggu. Koreksi dengan pembedahan dilakukan ketika bayi tidak
menderita infeksi oral , respiratori atau pun sistemik. Metode perbaikan labioskizis memiliki satu
dari beberapa jahitan putus-putus (Z-plasty)untuk meminimalkan pembentukan tonjolan pada
bibir akibat retraksi jaringan parut.
segera setelah pembedahan , garis jahitan dilindungi terhadap tarikan/regangan dan trauma oleh
alat logam yang tipis serta berbentuk melengkung (Logan bow) yang direkatkan pada pipi
dengan plester penahan berbentuk kupu-kupu; kedua lengan bayi difiksasi pada sendi sikunya
agar bayi tidak menggaruk luka insisi dengan kedua belah tangannya. Dalam kondisi tanpa
infeksi atau trauma , kesembuhan berlangsung dengan sedikit pembentukan jaringan parut.
(Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 2)

Koreksi dengan pembedahan: palatoskizis.


Umumnya koreksi palatoskizis ditunda sampai bayi berusia 12 sampai18 bulan untuk
mendapatkan manfaat dari perubahan palatum yang berlangsung pada pertumbuhan
normal.Kebanyakan dokter bedah menyukai penutupan celah pada usia ini sebelum anak
mengalami penyimpangan pada kebiasaan berbicara. (Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik
Vol 2)

Prognosis
kendati sudah dilakukan penutupan anatomic yang baik, mayoritas anak menderita
labio/palatoskizis akan memiliki gangguan bicara dalam derajat tertentu memerlukan terapi
wicara. Masalah fisik timbul karena inefisiensi fungsi otot pada palatum mole serta nasofarin,
kesejajaran gigi tidak baik dan gangguan pendengaran dengan derajat yang bervariasi.Drainase
telinga tengah yang tidak sempurna akibat inefisiensi fungsi tuba eustachii turut memberikan
kontribusi untuk terjadinya otitis media yang rekuren dengan pembentukan jaringan paru dalam
membrane timpani yang pada banyak anak dengan palatoskizis menyebabkan gangguan
pendengaran. Infeksi respiratori atas memerlukan perhatian segera serta penuh , dan perawatan
ortodontik serta prodontik yang ekstensif mungkin diperlukan untuk mengoreksi problem
malposisi gigi serta arkus maksilaris. Beberapa masalah jangka-panjang yang lebih rumit
berhubungan dengan penyesuain anak terhadap lingkungan sosialnya.Semakin baik perawatan
fisiknya, semakin besar kemungkinan terbentuknya emosional dan social kendati keberadaan
defek serta derajat disabilitas yang tersisa tidak selalu berhubungan dengan penyesuaian yang
memuaskan. Defek fisik merupakan ancamanbagi citra diri , dan kualitas bicara abnormal
menjadi kendala yang menghalangi ekspresi social penyandangnya. (Wong Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik Vol 2)
BAB III

3.1 Pengkajian:

1. Riwayat kehamilan ibu yaitu: kesehatan ibu saat hamil (pernah sakit atau tidak)
2. Riwayat kelahiran yaitu:
 Tanggal lahir
 Tempat lahir
 Ditolong oleh siapa
 Cara kelahiran
 Kehamilan ganda
 Keadaan segera setelah lahir, pasca lahir, hari pertama kehidupan
 Masa kehamilan
 Berat badan dan panjang badan
3. Riwayat pekerjaan
4. Riwayat makanan
5. Riwayat keluarga: dengan menanyakan penyusunan silsilah keluarga bayi tersebut maka
perihal hereditas dapat ditentukan

3.2 pemeriksaan fisik

1. Inspeksi :
 Pemeriksaan rongga mulut mulai dengan inspeksi seluruh muka dan sering
memberikan gambaran kesehatan menyeluruh penderita. Rongga mulut paling
baik diinspeksidngan sumber cahaya yang baik.
 Inspeksi mulut dapat memperlihatkan adanya suatu celah palatum, atau palatum
relative pendek, dengan orofaring yang besar; aktivitas muskuler dari palatum
molle dan faring selama proses wicara atau menutup mulut tidak ada, nyata-nyata
asimitris, atau minimal; celah submukosa.
 Pada celah palatum durum dan molle biasanya segera jelas pada pemeriksaan,
celah submukosa yang hanya melibatkan otot palatum molle mungkin tidak jelas
pada inpeksi. Selama fonasi, elevasi palatum molharus diperhatikan menilai
fungsi palatum molle
 Inspeksi bentuk sumbing, variasi celah bibir yang terjadi [unilateral (lebih sering
pada sisi kiri) atau bilateral, dan biasanya melibatkan rigi-rigi alveolus]
 Inspeksi keadaan gingiva karena dapat membantu dalam menentukan kesehatan
menyeluruh penderita dan tingkat perawatan medis.
 inspeksi adanya ketidakmampuan membuka mulut, trismus, adalah gejala infeksi
atau radang dalam ruang para faring
 inspeksi adanya infeksi gangguan atau infeksi dipendengaran.
 Pada pasien dewasa perhatian saat bicara mungkin ada wicara hipernasal
(terutama nyata pada artikulasi konsonan tekanan seperti P,B,D,T,H,V,F,dan S) ;
gerakan konstiksi hidung yang sangat jelas selama berbicara; ketidakmampuan
bersiul, berkumur, meniup lilin, atau meniup balon; cairan mengalir keluar
melalui hidung ketika minum dengan posisi kepala menunduk; dan autitis media,
serta tuli.
 Selain itu, TTV seperti tekanan nadi, respirasi, suhu tubuh basanya didapat
normal.untuk status gizi biasa didapat gizi buruk pada bayi yang sumbing, sulit
untuk menyusui akibat dari keadaan antomis labianya yang terganggu.
2. Palpasi

Palatum durum harus dipalpasi untuk menyingkirkan massa. Pada celah submukosa
palatum molle, lekukan biasanya dapat diraba pada tepi posterior palatum durum.

3.2 pemeriksaan penunjang

1. Rontgen
 Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG prenatal, namun tidak terdapat
skirining sistemik untuk celah orofaring. Diagnosa prenatal untuk celah bibir, baik
unilateral maupun bilateral, memungkinkan dengan USG pada usia janian 18 minggu.
Celah palatum tersendiri tidak dapat didiagnosa pada pemeriksaan USG prenatal.
 Setelah lahir, tes genetik mungkin membantu menentukan perawatan terbaik untuk
seorang anak, khususnya jika celah tersebut dihubungkan dengan kondisi genetik.
2. Radiologi
 Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan melakukan foto rontgen pada tengkorak. Pada
penderita labiognatopalatoskisis ditemukan celah processus maxila dan processus nasalis
media. Selain itu untuk melihat adanya palatoskisis dan gnatoskisis.
3.3 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi :

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan cacat fisik.
(Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 2)
tujuan : setelah dilakukan keperawatan selama 1x24 jamdiharapkan bayi dapat
mengosumsi makanan yang adekuat
intervensi :
a) Gunakan alat khusus untuk pemberian makanan pada bayi
rasional : bayi mendapatkan asupan makanan yang adekuat.
b) Peluk anak dalam posisi tegak (duduk) untuk meminimalkan resiko aspirasi.
rasional: ibu mengetahui teknik menyusui dengan benar.
c) pantau berat badan bayi untuk menilai kecukupan asupan gizinya.
rasional : ibu mengetahui pertumbuhan bayi

2. Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan dengan cacat fisik yang
sangat nyata pada bayinya. (Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 2)
tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan (keluarga)
memperlihatkan penerimaan terhadap kondisi bayi.
intervensi :
a) Berikan kesempatan kepada keluarga dalam mengungkapkan perasaan mereka
untuk mendorong kemampuan keluarga mengatasi masalah (koping).
rasional : keluarga membicarakan perasaan dan kekhawatirannya mengenai cacat
yang disandang anaknya , koreksi , dan prospeknya di masa mendatang.
b) Tunjukkan lewat perilaku bahwa anak merupakan insane yang berharga untuk
mendorong penerimaan bayi cacat fisik.
rasional : keluarga memperlihatkan sikap menerima bayinya.

3. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan prosedur bedah,
gangguan fungsi menelan. (Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 2)
tujuan : setelah dilakukan tindakan keerawatan selama 1x24 jam diharapkan bayi
tidak mengalami trauma pada tempat pembedahan.
intervensi :
a) lakukan imobilisasi siku bayi untuk mencegah bayi menyentuh luka operasi.
rasional : luka operasi tidak terganggu/rusak.
b) bersihkan jahitan operasi dengan hati-hati sesudah pemberian susu.
rasional : menghidari terjadinya infeksi.
c) cegah bayi agar tidak menangis dengan keras dan terus menerus yang dapat
menumbulkan renggangan pada jahitan operasi.
rasional : mengetahui perawatan luka pasca operasi.

4. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan


dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi , teknik pemberian makan dan
penghisapan , perawatan bagian yang dibedah , resiko otitis media (masalah
gigi/mulut) dan rujukan pada ahli terapi wicara.(Lynda Juall Carpenito,2002)
tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit diharapkan ibu
pasien mengerti tentang kondisi , teknik pemberian makanan pada pasien.
intervensi :

a)Mengkaji input dan output makanan (susu) pada pasien.


rasional : megetahui input dan output yang diberiakan pada pasien.
b) HE kepada ibu pasien tentang cara pemberian makanan .
rasional : mengetahui cara pemberian makanan khususnya ibu pasien.
c) Observasi keadaan umum pasien saat pemberian makanan (susu).
rasional : mengetahui keaadaan umum pasien.
d) Pantau bb setiap 3 hari sekali.
rasional : mengetahui pertumbuhan pasien.

5. Nyeri yang berhubungan dengan prosedur pembedahan. (Wong Buku Ajar


Keperawatan Pediatrik Vol 2)
tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatn selama 1x24 jam diharapkan
pasien mengalami tingkat kenyamanan yang optimal.
intervensi :
a) libatkan orang tua dalam perawatan bayinya untuk memberikan rasa nyaman.
rasional : bayi tampak merasa nyaman dan beristirahat dengan tenang.
b) kaji skala nyeri pada pasien
rasional : mengetahui skala nyeri menggunakan teknik (melihat wajah bayi)
6. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan cacat fisik pada anak ,
perawatan di rumah sakit. (Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 2)
tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam(keluarga) dapat menerima
keadaan fisik anak
intervensi :
a) rujuk keluarga ke lembaga dan kelompok pendukung yang tepat.
rasional : merujuk keluarga ke lembaga dan kelompok pendukung yang tepat.
b)kolaborasi dengan tenaga kesehatan (perawat) dalam perawatan anak.
rasional : anak di rawat dengan baik oleh tenaga kesehatan (perawat)dirumah
sakit.
c)HE tentang cara perawatan anak saat di rumah sakit
rasional : cara merawat anak saat di rumah sakit

7. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya bakteri yang masuk ke
saluran pernafasan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharaapkan
bersihan jalan nafas pasien efektif.
Intervensi :
a) Kaji keadaan umum pasien
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
b) Observasi TTV
Rasional : mengetahui perubahan tanda vital pasien
c) HE tentang kenapa bersihan jalan nafas tidak efektif
Rasional : penyebab terjadinya bersihan jalan nafas tidak efektif
d) Kolaborasi dengan tenaga medis dalam pemberian obat
Rasional : mengetahui obat yang akan diberikan padaa pasien
3.4 Evaluasi

Perawatan prabedah :

1. Mengamati dan mewawancarai anggota keluarga mengenai pemahaman, perasaan


serta kekhawatiran mereka terhadap defek dan pembedahan yang diantisipasi serta
interaksinya dengan bayi.
2. Mengamati bayi selama pemberian makanan (susu).
3. Menyelesaikan pembuatan daftar isian prabedah.
4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Perawatan pascabedah :

1. Melakukan inspeksi luka operasi, termasuk alat pelindungnya.


2. Mengamati indikator perilaku dan fisiologik rasa nyeri serta responsnya terhadap
terapi analgesia.
3. Mengamati bayi selama pemberian susunya , mengukur asupan dan menimbang berat
badan bayi setiap hari.
4. Mengamati luka operasi untuk menemukan bukti adanya infeksi , perdarahan,
pengelupasan jaringan atau iritasi.
5. Mengamati dan mewawancari keluarga mengenai pemahaman dan kekhawatiran
mereka terhadap bayinya,termasuk kebutuhannya untuk jangka waktu yang lama.

BAB IV

PENUTUP

4.1 kesimpulan

Labiopalatoskisis merupakan kelainan bentuk pada struktur wajah yang terjadi


kerusakan mulut baik palatum maupun bibir. Dimana awal terjadinya disebabkan oleh
beberapa factor antara lain genetic atau keturunan, abnormal kromosom, obat-obatan
analgesic, dan alat kosmetik yang mengandung bahan merkuri dan timah. Halini terjadi
pada trimester I.

Kelainan bibir atau palatum ini dapat di perbaiki dengan pembedahan. Bila
sumbing mencakup palatum molle atau palatum durum bayi akan mengalami kesukaran
minum, walaaupun bayi dapat menghisap namun bahaya tersendak mengancamnya. Bayi
dengan kelainan bawaan ini akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan terhambat
karena sering menderita infeksi saluran pernafasan akibat aspirasi. Hal ini terjadi jika
operasi tidak dilakukan.

4.2 saran

Sebaiknya orang tua yang mengetahui bayinya mengalami labiopalatoskisis saat


setelah proses kelahiran sebaiknya segera dilakukan tindakan pembedahan agar nutrisi
terpenuhi dan tidak terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat dan tidak
mengalami kerusakan-kerusakan organ yang lain. Sehingga dikemudian hari kebutuhan
nutrisi terpenuhi dengan adekuat.

Daftar Isi

Anda mungkin juga menyukai