Isi Vertigo

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau
lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari sistem
otonom yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh dari berbagai
keadaan atau penyakit.

Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada
sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. 3

Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan


prevalensi sebesar 7%. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki
epidemiologi dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness.
Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh
pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis dizziness
vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi
mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria (2:1),
sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren. 2

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang vertigo vestibular secara umum.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi,
patogenesa, diagnosa, dan penatalaksanaan vertigo vestibular.

1
1.3 Manfaat Penulisan
1. Sebagai sumber media informasi mengenai vertigo vestibular secara
umum.
2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang vertigo
vestibular .
3. Untuk memenuhi tugas Case Program Internsip di RSUD Padang
Pariaman.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau
lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul,terutama dari sistem
otonom yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh dari berbagai
keadaan atau penyakit.

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar terasa berputar


mengelilingi pasien atau pasien terasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar.
Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness.Dizziness adalah sebuah istilah non
spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung gejala yang
digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa vertigo, presinkop (perasaan
lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi cerebral),light-headness,
disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang ketika berdiri).

Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada
sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan


prevalensi sebesar 7%. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki
epidemiologi dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness.
Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh
pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis dizziness
vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi
mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria (2:1),
sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren.

3
Vertigo sentral biasanya diderita oleh populasi berusia tua karena adanya
faktor resiko yang berkaitan, diantaranya hipertensi, diabetes
melitus,atherosclerosis, dan stroke. Rata-rata pasien dengan infark serebelum
berusia 65 tahun, dengan setengah dari kasus terjadi pada mereka yang berusia 60-
80 tahun. Dalam satu seri, pasien dengan hematoma serebelum rata-rata berusia
70 tahun.

2.3 ETIOLOGI

Vertigo merupakan suatu gejala,sederet penyebabnya antara lain akibat


kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit
atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan
mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di
telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area
tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam
saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.5

Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi


tentang posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata.
Penyebab umum dari vertigo

1. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.


2. Obat-obatan : alkohol, gentamisin, streptomisin,
amikasin, sulfonamid, asam nalidiksat,
metronidaziol dan minosiklin.
3. Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis
semisirkularis di dalam telinga bagian
dalam yang menyebabkan benign
paroxysmal positional
4. Infeksi telinga bagian dalam : karena bakteri, labirintis, penyakit maniere,
5. Peradangan saraf vestibuler : herpes zoster.

4
6. Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf
vestibularis, sklerosis multipel, dan patah
tulang otak yang disertai cedera pada
labirin, persarafannya atau keduanya.
7. Kelainan sirkularis :Gangguan fungsi otak sementara karena
berkurangnya aliran darah ke salah satu
bagian otak ( transient ischemic attack )
pada arteri vertebral dan arteri basiler.

Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler
sampai ke inti nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII sampai
ke korteks.

Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo. Penyebab


vertigo serta lokasi lesi :7

 Labirin, telinga dalam


 vertigo posisional paroksisimal benigna
 pasca trauma
 penyakit menierre
 labirinitis (viral, bakteri)
 toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
 oklusi peredaran darah di labirin
 fistula labirin
 Saraf otak ke VIII
 Neuritis iskemik (misalnya pada DM)
 Infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
 Neuritis vestibular
 Neuromaakustikus
 Tumor lain di sudut serebelo-pontin
 Telinga luar dan tengah
 Otitis media
 Tumor

5
 SENTRAL
 Supratentorial
 Trauma
 Epilepsi
 Infratentorial
 Insufisiensi vertebrobasiler

Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus


dan hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop,
antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung
platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin;
sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid,
asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian obat
bersangkutan dan terapi fisik, penggunaan obat supresan vestibuler tidak
dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer. Obat
penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan
keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.

2.4 KLASIFIKASI

1. Vertigo Vestibuler adalah rasa berputar yang timbul pada gagguan


vestibular.yang dibagi berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis yaitu:
a. Vertigo Vestibular perifer : terjadi pada lesi di labirin dan nervus
vestibularis
b. Vertigo vestibular sentral : Timbul pada lesi di nucleus vestibularis
batang otak,thalamus sampai ke korteks serebri.
2. Vertigo non Vestibular adalah rasa goyang,melayang,mengambang yang
timbul pada gangguan sistem proprioseptif atau sistem visual

6
Perbedaan umum Vertigo periferdan Vertigo sentral

Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral


Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam, saraf Sistem vertebrobasiler dan
perifer) gangguan vaskular (otak, batang
otak, serebelum)
Penyebab Vertigo posisional paroksismal jinak iskemik batang otak, vertebrobasiler
(BPPV), penyakit maniere, neuronitis insufisiensi, neoplasma, migren
vestibuler, labirintis, neuroma basiler
akustik, trauma

Gejala gangguan Tidak ada Diantaranya :diplopia, parestesi,


SSP gangguan sensibilitas dan fungsi
motorik, disartria, gangguan
serebelar (gangguan koordinasi)
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak

Intensitas vertigo Berat Ringan

Telinga Kadang-kadang Tidak ada


berdenging dan
atau tuli
Nistagmus;
- arah - horizontal - multidirection
- fatigue -fatigable -non fatigable

2.5 GEJALA

Vertigo timbul mendadak pada perubahan posisi,misalnya miring ke satu


sisi pada waktu berbaring,bangkit dari tidur,membungkuk atau menegakkan
kembali badan,menunduk.Serangan langsung dalam waktu singkat,biasanya
kurang dari 10 -30 detik.vertigo dirasakan berputar,bisa disertai rasa mual,kadang-
kadang muntah.setelah rasa berputar menghilang,pasien bisa merasakan melayang
dan di ikuti disekulibrium selama beberapa hari.vertigo dapat muncur kembali.

7
Perbedaan vertigo vestibular dengan non vestibular

GEJALA Vertigo vestibular Vertigo non vestibular


Sensasi Rasa berputar Melayang,goyang
Tempo serangan Episodik Kontinu,konstan
Mual dan muntah Positif Negatif
Gangguan Positif/negatif Negatif
pendengaran
Gerakan pencetus Gerakan kepala Gerakan objek visual

Perbedaan vertigo perifer dengan sentral

GEJALA PERIFER SENTRAL


Serangan Lebih mendadak Lebih lambat
Beratnya vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan ++ +/-
kepala
Mual,muntah,keringat ++ +
Gangguan pendengaran +/- -
Tanda fokal otak - +/-

2.6 PATOFISIOLOGI

Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang


mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat
kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik
dan proprioseptif, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan proprioseptif; reseptor vestibuler memberikan kontribusi
paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.

8
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik
kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan
wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-
otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang
menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi
alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga
muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat
berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan


tubuh :

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)


Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu;
akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal
dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan
proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri
dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di
sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi
bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau
rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan
teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori
ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga

9
jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola
gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.Jika
pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi
mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai
usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim
simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai
berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter
tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan
timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres
yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan
kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang
selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas
sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang
sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan
hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf
parasimpatis.

2.7 PEMERIKSAAN FISIK

1) PEMERIKSAAN FISIK

10
UMUM

 Keadaan umum : Baik/sedang/buruk


 Kesadaran : Cmc/somnolen/stupor/koma ringan/berat
 Tekanan darah : Periksa tekanan darah pasien
 Nadi : hitung berapa nadi pasien/menit
 Pernafasan : Hitung berapa kali pernafasan pasien/menit
 Suhu : Ukur suhu pasien
 Tinggi badan : Ukur tinggi badan pasien
 Berat badan : Timbang berat badan pasien

STATUS NEUROLOGIS

 GCS : E4 M6 V5
 Tanda rangsangan selaput otak

 Kaku kuduk : -/+

 Brudzinsky I :-/+

 Brudzinsky II :-/+

 Tanda Kernig :-/+

 Tanda peningkatan tekanan intrakranial

 Pupil : isokor/an isokor/


miosis/midriasis

 Pemeriksaan Nervus Kranialis

 N.1

11
Apakah ada kelainan pada penciuman, ex : anosmia,hiposmia,kakosmia,dll

 N.II

Nilai bagaimana tajam penglihatan, lapangan pandang, melihat warna pada kedua
mata pasien.

 N.III, IV, VI

Nilai bagaimana pergerakan bola mata kearah atas : atas dalam, atas luar, medial,
bawah, bawah luar,bawah dalam,dan pergerakan ke lateral

Nilai apakah ada diplopia,strabismus, nigtagmus, eksoftalmus,reflex pupil

 N. V

Pemeriksaan motorik : membuka dan menutup mulut, palpasi otot masseter dan
temporalis, kekuatan otot

 N. VII

Nilai bagaimana raut wajah,sekresi air mata,fissura palpebra, menggerakkan dahi,


menutup mata, mencibir / bersiul, memperlihatkan gigi, sensasi lidah 2/3 depan

 N. VIII

Pemeriksaan fungsi Nervus koklearis untuk pendengaran

 N. IX

Pemeriksaan sensasi lidah 1/3 belakang, reflex muntah dan gangguan reflex

 N. X

Pemeriksaan arkus faring, uvula, menelan, artikulasi, suara, dan nadi

 N. XI

Pemeriksaan tonus m.sternocleidomastoideus dan m.trapezius

12
 N. XII

Pemeriksaan kedudukan lidah dalam, kedudukan lidah dijulurkan,


tremor,fasikulasi,dan atrofi

1. Romberg’s sign

Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun


masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki
instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan. walaupun
Romberg’s sign konsisten dengan masalah vestibular atau propioseptif, hal
ini tidak dapat dgunakan dalam mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi,
hanya 19% sensitive untuk gangguan vestibular dan tidak berhubungan
dengan penyebab yang lebih serius dari dizziness (tidak hanya erbatas pada
vertigo) misalnya drug related vertigo, seizure, arrhythmia, atau
cerebrovascular event3.

Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan


kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita
akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata
terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler
badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata
tertutup.

13
Gambar 1. Uji Romberg

2. Heel-to- toe walking test


3. Unterberger's stepping test

Pasien disuruh untuk berjalan spot dengan mata tertutup – jika pasien
berputar ke salah satu sisi maka pasien memilki lesi labirin pada sisi
tersebut.

Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di


tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada
kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi
dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar
ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi
turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase
lambat ke arah lesi.

14
Gambar 2. Uji unterberger

4. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)

Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita


disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai
menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang
dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat
penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

Gambar 3. Uji Tunjuk Barany

A. Pemeriksaan untuk menentukan letak lesi di sentral atau perifer.


I. Test Fungsi Vestibuler
1. Dix-Hallpike manoeuvre

15
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah
garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke
kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan
uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.

- Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah


periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan
berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
- Sentral : tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih
dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

Gambar4. Dix hallpike mhnuever

B. Test hiperventilasi

Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya


normal. Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali. Lalu

16
diperiksa nistagmus dan tanyakan pasien apakah prosedur ersebut
menginduksi terjadinya vertigo. Jika pasien merasakan vertigo tanpa
nistagmus maka didiagnosis sebagai sindrom hiperventilasi. Jika nistagmus
terjadi setelah hiperventilais menandakan adanya tumor pada nervus VIII.

C. Tes Kalori

Tes ini membutuhkan peralatan yang sederhana. Kepala penderita


diangkat ke belakang (menengadah) sebanyak 60º. (Tujuannya ialah agar
bejana lateral di labirin berada dalam posisi vertikal, dengan demikian dapat
dipengaruhi secara maksimal oleh aliran konveksi akibat endolimf). Tabung
suntik berukuran 20 mL dengan ujung jarum yang dilindungi oleh karet
ukuran no 15 diisi dengan air bersuhu 30ºC (kira-kira 7º di bawah suhu
badan) air disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1 mL/detik,
dengan demikian gendang telinga tersiram air selama kira-kira 20 detik.

Bola mata penderita segera diamati terhadap adanya nistagmus. Arah


gerak nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang
dialiri (karena air yang disuntikkan lebih dingin dari suhu badan) Arah
gerak dicatat, demikian juga frekuensinya (biasanya 3-5 kali/detik) dan
lamanya nistagmus berlangsung dicatat.Lamanya nistagmus berlangsung
berbeda pada tiap penderita. Biasanya antara ½ - 2 menit. Setelah istirahat 5
menit, telinga ke-2 dites.

Hal yang penting diperhatikan ialah membandingkan lamanya


nistagmus pada kedua sisi, yang pada keadaan normal hampir serupa. Pada
penderita sedemikian 5 mL air es diinjeksikan ke telinga, secara lambat,
sehingga lamanya injeksi berlangsung ialah 20 detik. Pada keadaan normal
hal ini akan mencetuskan nistagmus yang berlangsung 2-2,5 menit. Bila
tidak timbul nistagmus, dapat disuntikkan air es 20 mL selama 30 detik.
Bila ini juga tidak menimbulkan nistagmus, maka dapat dianggap bahwa
labirin tidak berfungsi.

17
Tes ini memungkinkan kita menentukan apakah keadaan labirin
normal hipoaktif atau tidak berfungsi. Pemeriksaan ini juga dapat ditinjau
dengan melakukan :
1. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus
tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Posturografi
Dalam mempertahankan keseimbangan terdapat 3 unsur yang
mempunyai peranan penting : sistem visual, vestibular, dan
somatosensorik. Tes ini dilakukan dengan 6 tahap :
1. Pada tahap ini tempat berdiri penderita terfiksasi dan pandangan pun
dalam keadaan biasa (normal)
2. pandangan dihalangi (mata ditutup) dan tempat berdiri terfiksasi
(serupa dengan tes romberg)
3. pandangan melihat pemandangan yang bergoyang, dan ia berdiri pada
tempat yang terfiksasi. Dengan bergeraknya yang dipandang, maka
input visus tidak dapat digunakan sebagai patokan untuk orientasi
ruangan.
4. pandangan yang dilihat biasa, namun tumpuan untuk berdiri digoyang.
Dengan bergoyangnya tempat berpijak, maka input somatosensorik
dari badan bagian bawah dapat diganggu.
5. mata ditutup dan tempat berpijak digayang.
6. pandangan melihat pemandangan yang bergoyang dan tumpuan
berpijak digoyang.

Dengan menggoyang maka informasi sensorik menjadi rancu


(kacau;tidak akurat) sehingga penderita harus menggunakan sistem sensorik
lainnya untuk input (informasi).

D. Fungsi Pendengaran

18
a. Tes garpu tala: Rinne, Weber, Swabach. Untuk membedakan tuli
konduktif dan tuli perseptif
b. Audiometri: Loudness Balance Test, Bekesy Audiometry

E. Pemeriksaan Kepala dan Leher


Pemeriksaan kepala dan leher meliputi :
1. Pemeriksaan membrane timpani untuk menemukan vesikel (misalnya
herpes zoster auticus (Ramsay Hunt Syndrome)) atau kolesteaatoma (Sura
et Newell, 2010).
2. Hennebert sign (vertigo atau nistagmus yangterjadi ketika mendorong
tragus dan meatus akustikus eksternus pada sisi yang bermasalah)
mengindikasikan fistula perikimfatik .
3. Valsava maneuver (exhalasi dengan mulut dan hidung ditutup untuk
meningkat tekanan melawan tuba eusthacius dan telinga dalam) dapat
menyebabkan vertigo pada pasien dengan fistula perilimfatik atau
dehiscence kanalis semisirkularis anterior. Namun nilai diagnostic
berdasarkan klinis ini masih terbatas.
4. Head impulses test
Pasien duduk tegak dengan mata terfiksasi pada objek sejauh 3 m dan
diinstruksikan untuk tetap melihat objek ketika pemeriksa menolehkan
kepala pasien. Dimulai dengan pemeriksa menolehkan kepala pasien ke
salah satu sisi pelan-pelan setelah itu pemeriksa menolehkan kepala pasien
o
sisi lainnya horizontal 20 dengan cepat. Pada orang yang normal tidak
ada saccades mengindikasikan pandangan mereka terfiksasi di objek. Jika
ada sakade setelahnya maka mengindikasikan bahwa terdapat lesi pada
vestibular perifer pada siis itu (Allen, 2008).

19
Gambar 5. Head impulses test

F. Pemeriksaan Cardiovascular
Perubahan orthostatic pada tekanan darah sistolik (misalnya turun
20 mmHg atau lebih) dan nadi (misalnya meningkat 10 denyutan per
menit) pada pasien dengan vertigo dapat menentukan masalah dehidrasi
dan disfungsi otonom.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular
testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis.

Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien
mengeluhkan gangguan pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas maka
dapat dilakukan audiometric pada semua pasien meskipun tidak mengelhkan
gangguan pendengaran.

20
Vestibular testing tidak dilakukan pada semau pasieen dengan keluhan
dizziness . Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas.

Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, funsi


thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen pasien.

Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo


yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk terjadinya
CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan
integritas batang otak, cerebellum, dan periventrikular white matter, dan
kompleks nervus VIII.

2.9 DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar


20-40% pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis juga dapat ditentukan berdasarkan komplek gejala yang terdapat pada
pasien.

A. ANAMNESA

Pada anamnesa perlu digali penjelasan mengenai :

 Apa keluhan utamanya


 Dimana lokasinya
 Sudah berapa lama kejadiannya
 Bagaimana seranganny
 Apakah ada gejala lain yang menyertai
 Ada atau tidaknya gejala gangguan pendengaran
 Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan

21
B. PENATALAKSANAAN
 Terapi kausal : Sesuai dengan penyebab
 Terapi simtomatik
1. Pengobatan simtomatik vertigo
- Ca-entry blocker : Flunarizin (sibelium ) 3 x 5-10 mg/hr
- Antihistamin : Cinnarizine 3 x 25 mg/hr ,
Dimenhidrinat (Dramamine ) 3 x 50mg/hr
- Histaminik : Betahistine (merislon) 3x 8 mg
- Benzodiazepine (Diazepam) 3 x 25mg/hr
- Fenotiazine : Chlorpromazine (largaktil) 3 x 25
mg/hr
- Antiepileptik : (bila ada tanda kelainan epilepsi
dan kelainan EKG) Carbamazine (tegretol) 3 x
200mg/hr,Fenitoin (dilantin) 3 x 300mg

2. Pengobatan simtomatik otonom


- Metoclopramide (Primperan,Raclonid) 3 x 10 mg/hr
 Terapi Rehabilitasi : Latihan visual-vestibular
 Untuk menurunkan tekanan intrakranial dapat deberikan :Mannitol
i.v dengan bolus 1gr/kg tiap 1-2 jam
 Meninggikan kepala di tempat tidur dengan sudut 30 derajat.

22
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. HR
Umur : 52 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Lubuk Alung
Suku Bangsa : Minang
Tanggal Masuk : 29 Desember 2019

3.2 ANAMNESA
1. Keluhan Utama :
Pusing berputar secara tiba-tiba sejak 2 jam SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien merasakan pusing berputar sejak 2 jam SMRS, pusing dirasakan
tiba-tiba dengan onset ± 1 menit, nyeri di perberat dengan perubahan
posisi kepala. Pasien tidak bisa berjalan sendiri dan hanya berbaring
sambil menutup mata. Keluhan disertai pandangan yang berkunang –
kunang, mual (+), muntah (+) tidak proyektil dengan frequensi 1x berisi
apa yang dimakan serta keringat dingin. Keluhan seperti ini baru pertama
kali di rasakankan oleh pasien.
Pandangan ganda disangkal
Pandangan kabur disangkal
Telinga berdenging disangkal
Kelemahan anggota gerak disangkal
Mulut mencong disangkal
Bicara pelo disangkal
BAB dan BAK DBN
Nyeri ulu hati (+)

23
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi tidak terkontrol sejak 1 tahun yang lalu
Riwayat DM disangkal
Riwayat Maag (+)
Riwayat Stroke disangkal
Riwayat Trauma Kepala disangkal
Riwayat Infeksi THT disangkal
Riwayat TB disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien

5. Riwayat Pribadi Dan Sosial :


Pasien seorang karyawan swasta di sebuah perusahaan di kota padang,
dengan tingkat aktivitas sedang, tidur cukup, dan memiliki riwayat
merokok (+) ±1/2 bungkus perhari.

Status Generalisata
1. Keadaan Umum : Sedang
2. Vital Signs
a. Kesadaran : Compos mentis cooperatif
b. Tekanan Darah : 140/80 mmHg
c. Frekuensi Nadi : 88 x/ menit
d. Frekuensi Napas : 20 x/menit
e. Suhu : 36,8 ºC
3. Status Gizi
a. Berat Badan : 68 kg
b. Tinggi Badan : 168 cm
c. IMT : 24,1 (Satus Gizi : Normoweight)

24
3.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak


ikterik (-/-), pupil isokor. Nistagmus (+)
fase cepat horizontal kiri
b. Telinga : Pendengaran Dalam Batas Normal
Tinitus (-)
c. Leher : JVP (5 - 2 cmH2O)
d. Paru-paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikular, wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
e. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di RIC V sejajar linea
midclavicularis sinistra.
Perkusi
Batas kiri : RIC V sejajar linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Irama murni, M1>M2, P2<A2, bising jantung (-)
f. Abdomen
Inspeksi : Perut tampak tidak membuncit, sikatrik (-)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Superficial : Nyeri tekan (+) , Nyeri lepas (-)
Profunda : Hepar dan Limpa tidak teraba
Ginjal: bimanual (-), ballotement (-), nyeri
ketok CVA (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

25
Pemeriksaan Neurologi

1.Pemeriksaan GCS

GCS 15 (E4M6V5)

2.Pemeriksaan tanda rangsangan selaput otak

Kaku Kuduk :-

Burdzinsky I :-

Burdzinsky II :-

3.Pemeriksaan tanda peningkatan TIK

Pupil : isokor

4.Pemeriksaan Nervus Cranialis

 N.1 : Tidak ada kelainan

 N.II : Tidak ada kelainan

 N.III, IV, VI :Pergerakan bola mata kearah kiri ditemukan


nistagmus horizontal fase cepat kekiri
 N. V : Tidak ada kelainan

 N. VII : Tidak ada kelainan

 N. VIII : Pengaruh posisi kepala : dipengaruhi oleh


perubahan posisi kepala
 N. IX : Tidak ada kelainan

 N. X : Ada kelainan : terangsang mual dan muntah

 N. XI : Tidak ada kelainan

 N. XII : Tidak ada kelainan

26
5.Pemeriksaan Fungsi Motorik

Ekstremitas

Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan aktif aktif aktif Aktif
Kekuatan 555 555 555 555
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

6.Pemeriksaan Sensibilitas

 Sensibilitas Nyeri :-
 Sensibilitas Rabaan :-

7. Fungsi Otonom

 Miksi : Normal
 Defekasi : Normal

8.Sistem Refleks

Fisiologis Kanan Kiri


Kornea + +
Masseter + +
Biseps + +
Triseps + +
APR + +
KPR + +
Patologis
Babinsky - -
Oppenheim - -
Gordon - -
9.Pemeriksaan Koordinasi

Tidak bisa berdiri dan berjalan sendiri.

Romberg Test : Belum bisa dilakukan

Tes Jari - Hidung : Belum bisa dilakukan

27
3.4 DIAGNOSA

Diagnosa klinis : Vertigo Vestibuler


Diagnosa topik : Apparatus Vestibularis
Diagnosa etiologi : Idiopatik
Diagnosa sekunder : Hipertensi
Dyspepsia

3.5 Penatalaksanaan

1. Nonfarmakologi
 Istirahat
 Diet Makanan Biasa
2. Farmakologi
Th/ :

Drip Ondansentron 1 ampul dalam RL 12jam/kolf

Betahistine tab 2x12 mg PO

Flunarizine tab 1x10 mg PO

Candesartan tab 1x8 mg PO

Lorazepam tab 1x0,5 mg PO (malam)

Sucralfat syr 3x1 cth PO

Inj OMZ 1x40 mg IV

3.6 Pemeriksaan Anjuran


1. Pemeriksaan darah rutin
2. EKG : Kesan Sinus Rhytm

Hasil Labor :

Hb : 10,8 g/dl

28
Ht : 33 %

Leukosit : 7.600 mm3

Trombosit : 261.000 mm3

Eritrosit : 4,5 jt/mm3

Kesan : Pemeriksaan darah rutin dalam batas normal

3.7 Prognosa
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

3.8 Follow Up
Hari/ Subject Objektif Assessment Planing
Tanggal
Minggu, 29  Pusing (+) ↓ K.Umum: Sedang Vertigo Non farmakologi:
Perbaikan Vestibuler + - Istirahat
Desember
 Mual (+)↓ Vital Signs Dyspepsia - Diet Makan
2019 Perbaikan  Kes: CMC Biasa
 Muntah (-)  Tekanan Darah:
 Nafsu makan 130/80 mmHg Farmakologi:

29
normal  Frekuensi Nadi :89  Drip
 Keringat x/menit regular Ondansentron 1
dingin (-)  Frekuensi Napas : ampul dalam RL
 Nyeri ulu hati 20 x/menit 12jam/kolf
(+)  Suhu:36,7 ºC  Betahistine tab
 BAB dan 2x12 mg PO
BAK DBN Tes Keseimbangan :  Flunarizine tab
Romberg Test : Jatuh 1x10 mg PO
kekiri  Candesartan tab
1x8 mg PO
Tes Jari-Hidung :
Fokus ↓  Lorazepam tab
1x0,5 mg PO
Abdomen : (malam)
Palpasi : Nyeri tekan  Sucralfat syr 3x1
(+), Nyeri lepas (-) cth PO
 Inj OMZ 1x40 mg
IV

Anjuran :
Istirahat yang cukup
Senin, 30  Pusing (+) ↓ K.Umum: Sedang Vertigo Non farmakologi:
Perbaikan Vestibuler + - Istirahat
Desember
 Mual (-) Vital Signs Dyspepsia - Diet Makan
2019  Muntah (-)  Kes: CMC (Perbaikan) Biasa
 Nafsu makan  Tekanan Darah:
normal 110/90 mmHg Farmakologi:
 Keringat  Frekuensi Nadi:88  Drip
dingin (-) x/menit regular Ondansentron 1
 Nyeri ulu hati  Frekuensi Napas : ampul dalam RL
(-) 19 x/menit 12jam/kolf =>
 Suhu:36,5 ºC AFF
 BAB dan
 RL 12jam/kolf
BAK DBN
Abdomen :  Betahistine tab
Palpasi : Nyeri tekan 2x12 mg PO
(-), Nyeri lepas (-)  Flunarizine tab
1x10 mg PO
 Candesartan tab
1x8 mg PO
 Lorazepam tab
1x0,5 mg PO
(malam)
 Sucralfat syr 3x1
cth PO
 Inj OMZ 1x40 mg
IV

Anjuran :

30
-Istirahat yang
cukup
Selasa,31  Pusing (-) K.Umum: Sedang Vertigo Non farmakologi:
 Mual (-) Vestibuler + - Istirahat
Desember Vital Signs
 Muntah (-) Dyspepsia - Diet Makan
2019  Nafsu makan  Kes: CMC (Perbaikan) Biasa
normal  Tekanan Farmakologi:
 Keringat Darah:110/80 Perbaikan KU
dingin (-) mmHg Rencana Pulang
 Nyeri ulu hati  Frekuensi Nadi: Obat Pulang :
(-) 80x/menit regular  Betahistine tab
 RR:19 x/menit 2x12 mg PO
 BAB dan
 Suhu:36,6 ºC  Flunarizine tab
BAK DBN
1x10 mg PO
 Candesartan tab
1x8 mg PO
 Lorazepam tab
1x0,5 mg PO
(malam)
 Sucralfat syr 3x1
cth PO

Edukasi :
 Hindari aktivitas
yang berat
 Makan yang bergizi
 Hindari makan dan
minuman yang
mengandung cafein
 Istirahat yang
cukup dan hindari
begadang

Anjuran :
Kontrol Ke Poli
Neurologi Sabtu, 04
Januari 2020
DAFTAR PUSTAKA

1. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care,
Journal : BJMP 2010;3(4):a351.
2. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and
vestibular migraine. Journal of Nerology 2009:25:333-338.
3. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo . Journal : American Family
Physician January 15, 2006 .Volume 73, Number 2.

31
4. Wibowo, Daniel S. 2009. AnatomiTubuhManusia. .Singapore : Elsevier.
5. ArsyadSoepardi, Efiaty, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
tenggorokan Kepala & Leher. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI.
6. Marril, KA.Central Vertigo. WebMD LLC. 21 Januari 2011. Diunduh tanggal 8
januari 2020. http://emedicine.medscape.com/article/794789-clinical#a0217.
7. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that
Needed for establish of Vetigo. The Practitioner Journal September 2010 - 254
(1732): 19-23.
8. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment
and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June 2008, Vol 69, No 6.
9. Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign
10. Paroxysmal Positional Vertigo . Journal Gerontological. December:2006 .
11. Antunes MB. CNS Causes of Vertigo. WebMD LLC. 10 September 2009.
Diunduh tanggal 8 januari 2020. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/884048-overview#a0104.
12. Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with
Dizziness and Vertigo. Illnois Journal :Wolter kluwerlippincot William and
wilkins.
13. Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo. Journal of American Family
Physician March 15,2005:71:6.

32

Anda mungkin juga menyukai