Mengenal Perjanjian Lama

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

MENGENAL PERJANJIAN LAMA

Kanon Perjanjian Lama, Keandalan dan Relevansi Perjanjian Lama,


Reliabilitas Kanon Perjanjian Lama

Drs. Roedy Silitonga, MA., MTh.


Konsep Kanon

1. Kanon itu berarti “Buluh” suatu standar khusus sebagai pengukuran untuk norma, hukum, batas,
daftar dan indeks.
2. Kumpulan tulisan-tulisan yang berotoritas, tak dapat dipisahkan dari persekutuan yang
menjunjung tinggi tulisan-tulisan itu (Childs, 1979).
3. Kumpulan tulisan berwibawa yang ajarannya mengikat para penganutnya. Allah membuat diri-
Nya dikenal melalui perkataan dan perbuatan dalam sejarah manusia.
4. Mengumpulkan dan menyusun ulang kitab-kitab yang telah ditulis dan memiliki otoritas serta
diterima dengan iman oleh pembaca mula-mula serta diwariskan dari generasi ke generasi.
5. Firman dan perbuatan Allah diabadikan untuk umat-Nya seecara cermat dan tepat dalam bentuk
tulisan.
Kesadaran Orang Kristen akan Kanon

1. Iman Kristen berakar dalam tulisan-tulisan yang dilhami Allah dan Alkitab telah menjadi bagian
dari warisan orang Ibrani sejak zaman Musa sampai dengan kitab Wahyu yang ditulis Roh Kudus
melalui rasul Yohanes.
2. Kristus mengajar para murid-Nya dengan mengutip Perjanjian Lama yang memiliki otoritas (Mat.
4:4,7,10; 5:18; Yoh. 10:35) dan menyatakan diri-Nya ada dalam kitab-kitab itu (Luk. 24:44). Dan
Tuhan dating untuk menggenapkan seluruh Hukum Taurat.
3. Para rasul mengajar dan berkhotbah berdasarkan nats-nats dari Perjanjian Lama serta juga dalam
menuliskan Surat – Surat kepada jemaat gereja mula-mula dan juga kepada hamba-hamba Tuhan
secara khusus.
Pembentukan Kanon Perjanjian Lama

1. Ucapan-ucapan berwibawa. Allah memberikan firman-Nya, Israel berikrar untuk menaati dan
Musa mencatatnya dalam bentuk tulisan (Kel. 24:3-4)
2. Tulisan-tulisan berwibawa. Orang mendengar dan menaati sebuah kitab serta merasa yakin,
bahwa Allah berbicara melalui kitab itu (Ul. 31:24-26; Yos. 1:8; 2 Raj. 22; 23:3)
3. Kumpulan kitab-kitab berwibawa, yakni:
▪ Tora. Pentateukh mencapai bentuknya sekitar zaman raja Daud (1000 SM) dan direvisi hingga
zaman Ezra (400 SM);
▪ Nevi’im. Kelompok I kitab “nabi-nabi terdahulu” sebagai kitab sejarah: Yosua, Hakim-Hakim,
Samuel dan Raja-Raja. Kelompok I mengisahkan sejarah Israel, mulai dari pendudukan Kanaan
sampai pembuangan di Babel (1250-550 SM). Kelompok II kitab “nabi-nabi kemudian”
merupakan kitab para pemberita firman Allah: Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan kedua belas nabi
kecil (Ibr. 1:1-2).
▪ Ketuvim. Kitab syair dan doa: Mazmur, Amsal, Ayub. Kitab-kitab lainnya dibacakan pada
upacara keagamaan tertentu dan dihubungkan secara langsung dengan raja Daud dan para nabi.
Kitab-kitab itu ditulis dan dikumpulkan selama dan sesudah masa pembuangan (550 SM).
Kumpulan kitab disatukan sebelum tahun 150 SM di Alexandria oleh 72 ahli Taurat.
Bentuk Kanon Perjanjian Lama

1. Kanon baku. Pertama, Kanon Ibrani, kumpulan kitab suci Ibrani ditemukan sebelum
tahun 150 SM. Sebuah kata pengantar dari kitab Yesus bin Sirakh menyebutkan tentang
keberadaan kanon Kitab Suci Ibrani sekitar tahun 190 SM. Sejarahwan Yahudi, Filo dan
Yosefus, sezaman dengan Perjanjian Baru, mereka mengakui keberadaan Kitab Suci
Ibrani. Kedua, Kanon Samaria, sejak zaman Nehemia (450 SM), orang Samaria hanya
menerima Tora. Kitab lain tidak turut serta dikanonisasi dalam kepercayaan mereka.
Ketiga, Kanon Yunani, naskah Septuaginta awal berasal dari abad ke-4 SM dan lebih
banyak diturunkan melalui orang Kristen. Keempat, Kanon Yahudi dan kanon Kristen.
2. Masalah utama kanon bukan pada kitab baru yang diikutsertakan, tetapi apakah semua
kitab yang sudah diakui itu suci untuk diikutsertakan. Sejak Bait Allah di
Yerusalem dihancurkan Romawi pada tahun 70, orang-orang Yahudi mempertahankan
kanon Kitab Suci Ibrani lebih mendalam demi keamanan dan kesatuan mereka.
3. Kanon Ibrani dan kanon Yunani tidak berbeda jumlah dan isinya, hanya cara
pembagian kitab-kitabnya berbeda.
Reliabilitas Sejarah Perjanjian Lama

▪ Kitab Kejadian menuturkan bahwa nenek-moyang bangsa Israel berasal dari Mesopotamia.
Penemuan arkeologis memiliki persesuaian dengan fakta ini. Albright mengatakan, “tanpa
disangsikan sedikitpun bahwa tradisi Ibrani memang benar dalam menelusuri Cikal-bakal mereka
secara langsung ke Lembah Balikh di Mesopotamia barat-laut.” Bukti tentang hal itu didasarkan
pada persamaan antara penemuan-penemuan alkitabiah dan arkeologis dalam menelusuri
perpindahan bangsa ini dari tanah Mesopotamia.
▪ Menurut Kitab Suci, “Seluruh dunia memiliki satu bahasa dan satu percakapan” (Kejadian 11:1)
sebelum peristiwa Menara Babel. Sesudah peristiwa pembangunan menara dan penghancurannya
itu, Allah mengacaukan bahasa di seluruh muka bumi (Kejadian 11:9). Banyak ahli bahasa zaman
modern yang memberikan kesaksian tentang kemungkinan asal mula seperti itu dalam hubungan
dengan bahasa-bahasa dunia. Alfredo Trombetti mengatakan ia dapat menelusuri dan
membuktikan bahwa semua bahasa mempunyai bahasa induk yang sama. Max Mueller juga
memberikan kesaksian tentang adanya bahasa induk yang sama. Dan Otto Jespersen memberikan
kesaksian demikian jauh ketika ia mengatakan bahwa bahasa tersebut diberikan secara langsung
kepada orang-orang pertama oleh Allah.
Reliabilitas Sejarah Perjanjian Lama

▪ Dalam silsilah Esau, disebutkan nama orang Hori (Kejadian 36:20). Pada suatu saat dipercayai
bahwa orang-orang ini adalah “penghuni gua” karena adanya persamaan antara nama Hori dengan
kata gua dalam bahasa Ibrani – oleh karena itulah maka timbul gagasan bahwa bangsa Hori ini
tinggal di gua-gua. Tetapi, sekarang, hasil-hasil penemuan membuktikan bahwa bangsa ini adalah
kelompok yang terdiri dari prajurit yang terkenal di daerah Timur Dekat yang hidup sezaman
dengan cikal-bakal Israel itu.
▪ Pada saat diadakan pelbagai penggalian di Yerikho (1930-1936) Garstang menemukan sesuatu
yang menakjubkan sehingga pernyataan tentang apa yang ditemukannya itu telah dipersiapkan dan
ditandatanganinya sendiri bersama dengan dua anggota tim lainnya. Dalam hubungan dengan
temuan-temuan ini, Garstang mengatakan: “Maka, tentang fakta utama itu, tidak ada keragu-
raguan: tembok-tembok itu roboh total ke arah luar sehingga penyerang-penyerangnya dapat
memanjat dan melewati reruntuhan itu lalu memasuki kota.” Mengapa dianggap demikian tidak
wajar? Karena tembok kota tidak dirancang untuk roboh ke luar, tembok kota roboh ke dalam.
Namun dalam Yosua 6:20 kita baca: “. . . Maka runtuhlah (fell down flat, NASB) tembok itu, lalu
mereka memanjat masuk ke dalam kota, masing-masing langsung ke depan, dan merebut kota itu.”
Tembok itu dirobohkan ke luar.
Reliabilitas Sejarah Perjanjian Lama

▪ Kita temukan bahwa silsilah Abraham benar-benar bersifat historis. Tetapi, tampaknya ada
pertanyaan apakah nama-nama ini mewakili pribadi atau nama kota-kota kuno. Satu hal yang pasti
tentang Abraham adalah bahwa namanya itu menunjukkan seorang pribadi dan ia benar-benar ada.
Hal itu sesuai dengan apa yang kita dengar dari Burrows: “Setiap hal menunjukkan bahwa di sini
kita memiliki seorang pribadi yang ada dalam sejarah.
▪ Seperti yang kita perhatikan di atas, ia tidak disebutkan dalam sumber arkeologis manapun yang
kita kenal, namun namanya muncul di Babilonia sebagai nama diri seseorang yang hidup pada
zaman yang memang sesuai dengan masa hidup Abraham. Telah dilakukan pelbagai usaha lebih
awal untuk memindahkan tahun kehidupan Abraham pada sekitar abad ke-15 atau ke-14 Sebelum
Masehi, waktu yang demikian jauh terlambat baginya. Tetapi, Albright menyatakan bahwa karena
adanya data yang disebutkan di atas serta tersedianya bukti lain, kita memiliki “banyak sekali
bukti tentang nama diri dan nama tempat, hampir semuanya menentang cara meneropong data
tradisional secara tidak beralasan itu.”
Reliabilitas Sejarah Perjanjian Lama

▪ Walaupun bukti arkeologis khusus yang berhubungan dengan kisah cikal-bakal Israel itu mungkin
tidak pernah ditemukan, kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang disebutkan dalam kisah-kisah
tersebut sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan pada waktu dan tempat para Cikal-bakal itu. Banyak
di antara bukti ini berasal dari pelbagai penggalian di Nuzu dan Mari. Puisi dan bahasa Ibrani kuno
menjadi jelas berkat pekerjaan yang dilakukan di Ugarit.
▪ Undang-undang yang ditetapkan Musa terlihat dalam tata tertib Het, Asyur, Sumer dan
Eshunna. Melalui semuanya ini kita dapat memperhatikan kehidupan orang-orang Ibrani
dibandingkan dengan dunia sekitarnya, dan seperti yang dikatakan Albright, “Ini adalah
sumbangsih yang telah mengangkat nilai hal-hal yang semula dipandang tidak penting.” Temuan-
temuan yang terkumpul sejauh ini telah menuntun para sarjana untuk menegaskan sifat historis
kisah-kisah yang berhubungan dengan cikal-bakal Israel itu, tanpa dipengaruhi pandangan
agamawi mereka.
Reliabilitas Sejarah Perjanjian Lama

▪ Julius Wellhausen, kritikus Alkitab terkenal dari abad ke-19, merasa bahwa catatan tentang
bejana pembasuhan dari tembaga itu mencerminkan bahwa bejana pembasuhan itu tidak termasuk
bagian asli dalam Tatatertib Keimaman. Dengan mengatakan demikian ia menempatkan dokumen
tentang kemah pertemuan (tabernakel) itu pada masa jauh sesudah Musa. Tetapi, tidak ada alasan
yang sah untuk menggunakan penetapan tahun (500 S.M.) oleh Wellhausen itu. Adanya bukti
arkeologis yang khusus tentang barang dari tembaga seperti itu tercermin pada pada apa yang
dikenal sebagai sejarah Zaman Kerajaan Mesir (1500-1400 S.M.). Jadi, kita memahami bahwa
periode waktu ini sezaman dengan Musa dan Keluaran (1500-1400 S.M.).
▪ Henry M. Morris menyatakan pengamatannya: “Tentu saja, masih ada pelbagai masalah dalam
hal keselarasan seutuhnya antara materi arkeologis dengan Alkitab, tetapi tidak ada yang demikian
serius sehingga tidak memberikan janji yang sungguh-sungguh akan datangnya pemecahan
melalui penyelidikan lebih lanjut. Dalam hubungan dengan bukti penunjang sejarah Alkitab yang
berjumlah demikian banyak, khususnya tentang periode waktu tersebut, maka sungguh amat
penting untuk diperhatikan bahwa tidak ada satupun temuan arkeologis yang tidak disangsikan
telah membuktikan bahwa Alkitab pada suatu saat pernah mengalami kesalahan.”
Relevansi Perjanjian Lama

▪ Analisis Tematis, berarti Roh Kudus telah memimpin gereja untuk melakukan pendekatan tematis
terhadap narasi Perjanjian Lama. Fokus tidak hanya pada perikop yang relevan bagi zaman
sekarang saja atau pergumulan pribadi, tetapi juga me-mayor-kan yang minor atau mem-primer-
kan yang sekunder. Misal, Kej.1:1; 22:1-19
▪ Basis Analisis Tematis, Tema sentral dalam sebuah teks menjadi hal sentral dalam interpretasi.
Seharusnya menginterpretasikan tema-tema minor dalam setiap teks dalam perspektif yang
berbeda. Misal, kisah kesuksesan Daud dalam Tawarikh dan kegagalan Daud dalam Samuel.
Penulis Tawarikh menampilkan Daud sebagai raja ideal bagi remnant Israel.
▪ Tipe Analisis Tematis. Pertama, Teologi Sistematika. Pengakuan iman dan katekismus sering
memakai hikayat PL sebagai teks bukti untuk mendukung kepercayaan doktrinal tentang dosa,
keselamatan, etika, dll. Kedua, Pemodelan atau ilustrasi model bagi kehidupan religius. Misal,
Daud sebagai model iman dan keberanian (1 Sam.17:34-36, 37-51); Salomo sebagai model
paradigma hikmat (1 Raj. 3:16-28); kepemimpinan Ezra dan Nehemia. Ketiga, Perhatian
Pastoral. Menjawab pergumulan jemaat yang seringkali melewati batas-batas konteks dari teks
tersebut. Misal, 1 Sam. 12:17 untuk menjelaskan tentang penginjilan (Charles Spurgeon).
Relevansi Perjanjian Lama

▪ Analisis Historis. Roh Kudus telah memimpin gereja untuk mengambil pendekatan historis
terhadap hikayat Perjanjian Lama. Hikayat itu telah menjadi jendela untuk melihat peristiwa sejarah
yang dideskripsikan. Sekalipun tidak mengurangi tema dan mutu sastra atas peristiwa sejarah
tersebut, kita mendapat banyak pelajaran rohani dari teks itu. Bahkan hikayat sejarah itu akan
membawa kita untuk merasakan situasi dan keadaan peristiwa-peristiwa itu.
▪ Basis Analisis Historis. Kelompok pertama kurang mempercayai adanya keterkaitan yang erat
antara sejarah murni dengan hikayat Alkitab dan akan adanya riset baru sebagai solusi. Kelompok
kedua menjelaskan, para penulis narasi Alkitab tidak mengikuti genre dari kanon keabsahan
historis. Penulis Alkitab tidak menghendaki para pembaca untuk menanggapi narasi itu secara
historis. Kita akan kesulitan menjelaskan kebenaran dari peristiwa itu, apabila narasi itu hanya
sebuah dongeng atau fiksi belaka. Sebaliknya, kita memang belum menemukan bukti akurat atas
peristiwa-peristiwa itu.
▪ Pertimbangan genre lebih menolong kita untuk mencari arti asli sebuah teks melalui tiga tindakan,
pertama, menemukan beberapa bukti keabsahan Alkitab (Rm. 5:12-14; 9:6-18; Luk. 1:1-4; Ibr.
11:17-40); kedua, kritik atau analisis genre untuk membuat revisi yang signifikan; ketiga, tidak akan
memperlakukan setiap peristiwa dalam Alkitab sebagai dongeng atau legenda. Ciri-ciri pertanda
genre, yakni kosa kata, gaya, dan struktur khusus dari sebuah narasi historis itu.
Relevansi Perjanjian Lama

▪ Analisis Sastra. Roh Kudus telah membawa gereja pada apresiasi yang artistik terhadap hikayat
Perjanjian Lama. Analisis sastra memperlakukan narasi PL sebagai karya seni penuh keahlian,
yang mempertahankan integrasi bentuk dan isi. Analisis sastra menolong kita menemukan motif
sentral sebuah perikop.
▪ Basis Analisis Sastra. Pertama, Kanon Alkitab disusun menurut unit-unit sastranya, bukan
berdasarkan sejarah penebusan (analisis historis) atau kategori teologi sistematika (analisis
tematis). Kedua, teks-teks Alkitab memaparkan kualitas sastra sesuai zamannya dalam bentuk
puisi, lagu, dan narasi untuk menggelar karakteristik sastra (perumpamaan, gaya bahasa, struktur,
dll). Ketiga, sastra memberikan pemahaman yang tidak terlihat oleh pendekatan tematis dan
historis (Kej. 12:10-20). Nilai analisis sastra membuat sketsa: (a) pertanyaan intrinsik; (b)
menyusun teks dalam konteks ekstrinsik penulis dan pembaca asli.
▪ Tipe Analisis Sastra. Roh Kudus telah memimpin umat-Nya untuk memelihara integrasi bentuk
dan isi ketika mereka membaca Alkitab. Beberapa langkah survey menyeluruh analisis sastra,
yakni: kritik sumber, kritik bentuk, kritik redaksi, kritik retorika, kritik struktural, dan kritik
kanonis.
Kerangka Kisah dalam Alkitab

• Allah menciptakan
langit bumi dan segala • Allah Bapa mengutus AnakNya yang
isinya tunggal untuk menebus umatNya yang
• Allah menciptakan berdosa Tuhan Yesus Kristus dating
manusia menurut • Anak Allah inkarnasi menjadi manusia, kembali ke dunia ini sebagai
gambar rupaNya hidup di dunia mengalami penderitaan, mati RAJA untuk menghakimi
• Allah memberikan di atas kayu salib, bangkit dari kematian, orang berdosa dan
mandat kepada manusia naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah menyempurnakan
Bapa keselamatan bagi orang
percaya
Penciptaan Penebusan Penyempurnaan
• Allah menyatakan kovenanNya • Roh Kudus dicurahkan Akhir zaman
• Kerajaan Israel berdiri • Gereja berdiri: Yerusalem, Yudea, Samaria dan ujung-ujung
• Kerajaan Israel hancur bumi
• Nabi-nabi diutus dan bernubuat tentang Mesias • Pemberintaan Injil ke seluruh dunia untuk segala bangsa

Kejatuhan
• Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa karena
keinginan mereka sendiri
• Sejak kejatuhan, seluruh umat manusia
memiliki natur berdosa
• Upah dosa adalah maut
• Akibat dosa adalah manusia dalam keadaan
rusak total
KERANGKA KISAH DALAM ALKITAB

Kehidupan atau Pemeliharaan Tanah Perjanjian


kematian Allah Umat Pilihan
Hukum Taurat Teokrasi
isi kovenan
Pohon Kota Yerusalem
Sunat bagi anak
Pengetahuan yang
baik dan jahat
Tanda di langit
laki-laki usia 8 hari
Dua loh batu
di Gunung Sinai
Istana Kerajaan Israel
Bait Allah
tanda kovenan
Covenant of Covenant of Covenant of Covenant of Covenant of
Works Nature Chosen Law Kingdom New Covenant

Proto-Evangelium
History of Redemption
Kerajaan
Adam Nuh Abraham Musa Daud Israel Utara Yesus Kristus
Yehuda
Raja
Ishak Padang Gurun Raja Salomo
Saul Kerajaan
Air Bah Israel Selatan
Mandat 10 suku restorasi
Budaya Yakub Josua
Nehemia Ezra
Samuel
Yusuf

Kejatuhan Menara Babel Perbudakan Zaman Pembuangan Pembuangan


Di Mesir Hakim-Hakim Ke Halai Ke Babelonia

Kejatuhan dan kejahatan manusia


Referensi / Sumber Buku

▪ Lasor,dkk (2015): PPL, Bab 1 – 3, 7;


▪ Hill&Walton (2001): SPL, Bab 1 – 2;
▪ Berkhof (Intro.Vol.to Systematic Theology) p. 116-167;
▪ Van Til (2010):Bab 6-12, h.135-298;
▪ Bartholomew&Goheen (2014): TDOS, p.29-45

Anda mungkin juga menyukai