Bagian Tiga

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN TIGA : ETIKA DAN PROFESI HUKUM

A. Moral dan Etika


Moral berasal dari bahasa Latin, mos genetif mores yang berarti adat kebiasaan,
sedangkan Etika berasal dari bahasa Yunani, yakni, ada dua kata yang hampir sama
bunyinya. Pertama berasal dari kata ethos yang berarti adat, kebiasaan yang baik, yang
layak, tempat tinggal,; sedangkan yang kedua berasal dari kata ethikos yang berarti
perasaan bathin atau kecendrungan bathin yang mendorong manusia dalam berprilaku.
Dalam bahasa Arab disebut akhlak yang berarti budi pekerti.
Etika, menurut Yusuf Hanafiah, merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola
tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada
masyarakat. Menurut Sudikno Mertokusumo, etika pada hakekatnya merupakan
pandangan hidup dan pedoman tentang bagaimana orang itu seyogyanya berprilaku.
Eika berasal dari kesadaran manusia yang merupakan petunjuk tentang perbuatan
mana yang baik dan mana yang buruk. Etika juga merupakan penilaian atau kualifikasi
terhadap perbuatan seseorang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika dijelaskan dengan membedakan
tiga arti, sebagai berikut :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak);
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan hati;
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan/masyarakat.
Dari ketiga arti ini, menurut Abintoro Prakoso, dapat dipertajam lagi menjadi :
1. Kata etika dapat dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang/suatu kelompok mnasyarakat dalam mengatur
prilakunya.
2. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode
etik;
3. Etika mempunyai arti lagi; ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika dalam
arti ini sama dengan filsafat moral.
Menurut Soerjono Soekanto, pengertian moral dan etika adalah sepadan atau
identik, karena moral menyangkut akhlak manusia, moral berkaitan dengan kesusilaan
atau tata susila, sedangkan etika (ethics) berkaitan dengan hati nurani yang bersih,
atau moral adalah etika dalam arti sempit. Perbuatan seseorang dikatakan melanggar
nilai-nilai moral dapat diartikan pula bahwa perbuatan tersebut melanggar nilai-nilai dan
norma-norma etis yang berlaku di masyarakat.
Etika berdiri diatas kebenaran awal, di samping itu, etika juga berdiri diatas
kebenaran postulat (anggapan dasar), misalnya adanya Tuhan, kebebasan kehendak
manusia, keabadian jiwa, dan adanya hari pembalasan. Tanpa menerima postulat –
postulat maka kepatuhan terhadap ajaran etika tidak akan berhasil. Penilaian baik
buruknya seseorang di lihat pada amal perbuatannya yang nyata dan bukan niat
hatinya yang tersembunyi. Amal perbuatannya yang dilakukan dengan terpaksa dan
bukan dengan kehendak bebas tidak dapat dinilai seperti kenyataan dari perbuatannya
saja, akan tetapi siapakah sesungguhnya yang dapat mengetahui bahwa seseorang itu
dalam keadaan terpaksa ataukah dalam keadaan bebas dalam melakukan
tindakannya?
Berhubung latar belakang suatu tindakan itu selalu bersifat perseorangan dan
berada di dalam bathinnya, maka tidak serta merta dapat diketahui orang lain, maka
dari itu penilaian baik maupun buruknya (ukuran etikanya) selalu disandarkan terlebih
dahulu pada amal perbuatannya yang nyata, sejauh dapat diketahui oleh orang lain
pada umumnya. Definisi etika menurut Abintoro Prakoso, ialah ilmu yang menyelidiki
mana yang baik dan yang buruk dengan melihat amal perbuatan sejauh yang dapat
diketahui akal pikiran.
Tujuan etika adalah mendapatkan ideal yang sama bagi seluruh manusia
dimanapun berada dan kapanpun mengenai penilaian baik buruk. Tujuan demikian
banyak mengalami kendala sebab ukuran baik buruk itu sangat relatif. Etika
menentukan ukuran atas tindakan menusia, oleh karena itu disebut ilmu pengetahuan
normatif, dan norma yang diguanakan adalah norma tentang baik dan buruk (tidak
tentang benar dan salah). Norma etika senantiasa digunakan yang optimal meski hal
itu berupa sesuatu yang ideal. Dalam setiap tindakan yang baik, selalu diharapkan
pada yang ideal bahwa ada tindakan yang lebih ideal lagi, dan seterusnya. Dalam
mengusahakan tujuan etika, pada umumnya menjadikan norma yang ideal sebagai pola
yang diharapkan.
B. Tujuan Mempelajari Etika
Mempelajari etika berupaya mencari norma-norma yang seharusnya mengatur
hubungan antar pribadi dan hubungan antara pribadi dengan masyarakat. Etika tidak
mempersoalkan aspek-aspek kehidupan individu yang tidak menyangkut kehidupan
orang lain, meskipun dalam beberapa hal urusan pribadi itu dapat dianggap sebagai
urusan kepentingan masyarakat. Orang vegetarian atau orang yang tidak minum
minuman keras, ataupun orang yang tidak merokok , tidak ada kaitannya dengan
penilaiannya mengenai diri orang tersebut dari segi etika. Batas-batas kebebasan
individu dalam bertindak yang berkaitan dengan masyarakat yang dapat penilaian dari
masyarakat. Mempelajari etika berarti mempunyai ciri yang berkaitan dengan
masyarakat dalam konteks tatanan sosialnya. Mempelajari etika akan mencari dan
menemukan kualitas-kualitas kemanusiaan dan bentuk bentuk kelembagaan sosial
yang dapat memberikan dorongan secara optimal pada realisasi kondisi itu.
Mempelajari etika akan diresapi oleh kegandaan makna waktu :
1. Karena manusia harus mewujudkannya nilai-nilai etis dalam masa kehdupannya di
dunia, maka mempelajari etika akan diselenggarakan dalam konteks lingkungan
sosial dan budaya yang ditentukan secara historis;
2. Karena tidak bersifat sekuler, akan tetapi yang berakar pada masa kini –dalam
waktu yang bersamaan- manusia mampu mempengaruhi dan mengubah
lingkungannya dalam ukuran yang semakin besar melalui upaya-upaya kerjasama,
visi etisnya tidak perlu dibatasi oleh batas-batas masa kini;
3. Karena dapat melihat ke masa depan dan merumuskan harapan-harapan dan
aspirasi-aspirasinya untuk mana itu dengan keyakinan bahwa jika ada kemauan
dan intelegensi, mimpi hari ini mengenai tatanan kemanusiaan yang lebih baik akan
menjadi kenyataan di hari esok.
Etika memandang ke depan dan sifatnya normatif, etika menentukan dengan
cara yang umum tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh
individu. Etika berbeda dengan hukum yang –boleh tidak boleh- hanya mengacu pada
masa kini, etika juga memandang ke masa depan, merumuskan prinsip prinsip yang
seharusnya terkandung dalam lembaga-lembaga dan undang-undang yang merupakan
norma bagi prilaku manusia.
C. Bentuk Kajian Etika
Etika dapat dikaji dari berbagai aspek, akan tetapi menurut Abintoro Prakosa
secara garis besarnya minimal ada tiga aspek yang dominan dalam mengkaji etika :
1. Aspek Normatif; adalah mengacu pada norma standar moral yang diharapkan
dapat mempengaruhi prilaku, kebijakan, keputusan, karakter individual dan struktur
professional. Dengan harapan prilaku –dengan segala unsurnya- tetap berpijak
pada norma-norma, baik norma kehidupan bersama maupun norma moral yang
diatur dalam standar profesi. Hal ini bertujuan mencari sasaran dari tujuan utama
etika itu sendiri, yakni menemukan, menentukan, membatasi dan membenarkan
kewajiban, hak, cita-cita moral bagi inidividu dan masyarakatnya, baik masyarakat
pada umumnya maupun masyarakat profesi. Apabila prilaku individu mengacu
pada aspek normatif, diharapkan pencapaian kebenaran dan kepentingan bersama
dapat tercapai.
Bagi masyarakat profesi, aspek normatif memberi arah dan pandangan yang
jelas pada setiap anggotanya dalam mematuhi nilai-nilai etis yang disepakati
bersama dalam wadah kode etik. Keseimbangan kepentingan masyarakat,
kepentingan organisasi dan pribadi akan dapat dicapai secara proporsional.
2. Aspek Konseptual; mempertajam pemahaman kode etik dengan tetap
menekankan pada kepentingan masyarakat dan organisasi profesi itu sendiri.
Aspek konseptual ini diharapkabn dapat mengembangkan nilai-nilai etis yang telah
diatur dalam kode etik oleh anggota profesi. Pengembangan ini tidak hanya
mematuhi, memahami dan melaksanakan standar-standar etika profesi namun juga
berusaha menemukan dan mewujudkan nilai-nilai moral yang ada danberkebang di
dalam masyarakat.
3. Aspek Diskriptif; kajian ini berkaitan dengan pengumpulan fakta yang relevan dan
spesifik untuk memberikan gambaran tentang fakta yang terkait dengan unsur –
unsur normatif dan konseptual. Aspek ini menginformasikan fakta yang
berkembang, baik di dalam masyarakat maupun dalam organisasi profesi itu
sendiri, sehingga penanganan aspek normatif dan konseptual dapat direalisasikan.
BAGIAN EMPAT : ETIKA PROFESI
Sebelum membicarakan lebih jauh tentang etika profesi, maka ada baiknya kalau
disinggung tentang tanggung jawab, karena dengan tanggung jawab ini juga manusia
akan menjadi manusia yang sesungguhnya. Tanggung jawab atau juga disebut dengan
taklif adalah landasan kukuh bagi kemanusiaan, baik dalam struktur maupun dalam
makna dan kandungannya. Oleh karena itu, tanggung jawab ditempatkan sebagai
lambing bagi ketinggian derajat seorang anak manusia. Hanya orang yang
bertanggung jawablah yang pantas disebut sebagai manusia sejati, dan memang
konstruksi inilah yang membedakan dirinya dari ekstensi makhluk-makhluk lain di luar
dirinya.
Ismaíl Raji Al Faruqi memandang tanggung jawab ini sebagai makna kosmis
manusia yang merupakan anugerah ilahi yang dibawa sejak lahir dan bersifat universal
sebagai persiapan dirinya untuk melaksanakan misi kemanusiaannya.
Pendialektikaan antara kebebasan manusia dan tanggung jawab moral atau
bahkan dengan kehadiran norma agama, dilandasi oleh sutau keyakinan dasar bahwa
norma agama merupakan aturan-aturan yang dapat mengarahkan manusia menjadi
bermoral. Manusia bebas untuk menerima atau tidak menerima suatu norma, dan
norma tidak mengikat dan memaksa manusia untuk melakukannya. Dengan kata lain,
norma tetap memberikan kebebasan pada manusia untuk memilih dan memutuskan
tindakannya. Hanya, sifatnya yang memang berisi nilai-nilai kebajikan, manusia yang
terbebas dari kungkungan dorongan hawa nafsu akan tetap memberikan keputusan
untuk menerima sebagai suatu ajaran yang mesti direalisasikan dalam bentuk tindakan.
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa kebajikan merupakan bukti
nyata dari kebebasan manusia. Kebebasan manusia ditandai dengan upayanya
melepaskan diri dari cengkeraman hawa nafsu yang selalu cenderung pada
kebahagiaan materiil yang hanya bersifat sementara. Dengan demikian, kebebasan
manusia dalam maknanya yang ekstensial merupakan substansial, selalu membuahkan
kesimpulan, putusan, keyakinan, kebulatan pikiran yang akan memunculkan keteguhan
hati dan komitmen moral sehingga menjadikan dirinya terikat dengan apa yang telah
dihasilkannya melalui pencaharian kebebasan. Jelasnya kebebasan dalam moral akan
berujung pada ketidak bebasan dalam dirinya.
Etika profesi - merupakan etika sosial dalam etika khusus- menurut Abbas
Hamami, mempunyai tugas dan tanggung jawab kepada ilmu dan profesi yang
disandangnya. Dalam hal ini para ilmuwan harus berorientasi pada rasa sadar akan
tanggung jawab profesi dan tanggung jawab sebagai ilmuwan yang melatar belakangi
corak pemikiran ilmiah dan sikap ilmiahnya.
A. Peran Etika Dalam Profesi
Hampir diseluruh belahan bumi saat sekarang ini telah terjadi krisis etik
dalam proses kehidupan kemasyarakatan. Mulai tumbuh kecemasan akan tata
nilai baru yang berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat, bahwa yang
diutamakan adalah hasil akhir tanpa memperhatikan proses yang seharusnya
dilalui untukmencapai hasil akhir tersebut. Tentang bagaimana cara memperoleh
hasil akhir, bagi sebagian mnasyarakat dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu
yang penting, sehingga pertimbangan kualitas, professional dan etika tidak lagi
menjadi ukuran. Seolah-olah hidup ini bersemboyankan untuk mencapai tujuan
dengan menghalalkan segala macam cara.
Timbul pertanyaan, apa yang menyebabkan orang berlomba-lomba untuk
mencapai hasil akhir tanpa memperhatikan proses? Mulya Lubis mencoba
memberikan arguman menarik, bahwa dalam pembangunan ekonomi liberal yang
terbuka saat sekarang ini, salah satu sifat atau nilai baru yang muncul adalah nilai
agresivitas, dalam pengertian orang semakin aktif mengejar sesuatu, semboyan
biar lambat asal selamat, alon alon waton klakon, berpola hidup sederhana, yang
dahulu sangat dijunjung okleh masyarakat kita, untuk saat sekarang ini sudah
ditinggalkan dan bahkan menjadi tertawaan oleh pelaku pola hidup mewah.
Argument Mulya Lubis tersebut bukan bermaksud membawa ke pemikiran
yang sederhana dengan pola hidup sederhana, atau bahkan bukan bermaksud
kita tidak membutuhkan materi, namun yang perlu direnungkabn adalah apakah
semua itu dicapai dengan meninggalkan tata nilai yang telah ada dan melandasi
kehidupan kita bersama. Perlu sekali untuk dilakukan adalah, dalam proses
kehidupan ini yang dicari itu adalah kebutuhan bukan yang diinginkan, karena
kalau kita mencari apa yang diinginkan, maka tidak pernah tercapai, tetapi
manakala kita mencari apa yang dibutuhkan, maka akan menimbulkan rasa syukur
kita terhadap pemberian yang maha kuasa.
Nilai etika tidak hanya milik orang perseorangan atau segolongan orang saja
tetapi setiap orang atau setiap keluarga, setiap kelompok masyarakat masyarakat
sampai pada suatu bangsa mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Satu diantara sekian banyak golongan masyarakat yang memiliki nilai-nilai
yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau dengan
masyarakat pada umumnya, maupun dengan sesama anggotanya adalah
masyarakat professional seperti notaris, advokat, dokter, hakim, polisi, jaksa dan
lain sebagainya. Golongan semacam ini menjadi pusat perhatian masyarakat
karena adanya tata nilai yang diatur secara tertulis dan diharapkan menjadi
pegangan bagi para anggotanya dalam bertindak menjalani profesinya. Sorotan
masyarakat menjadi semakin tajam manakala prilaku sebagian anggota profesi
tidak didasarkan pada nilai-nliai pergaulan yang telah disepakati bersama
sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai
contoh adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga
pada profesi dokter, dan profesi-profesi lainnya.
Keiser mengatakan bahwa etika profesi merupakan kesanggupan untuk
memenuhi pelayanan professional bagi klien. Kaidah-kaidah pokok dari etika
profesi adalah sebagai berikut :
1. Profesi harus dihayati sebagai suatu pelayanan tanpa pamrih, yaitu
pertimbangan yang diambil merupakan kepentingan klien dan kepentingan
umum, bukan kepentingan pribadi dari pengemban profesi. Jika hal ini
diabaikan, pelaksanaan profesi akan mengarah pada penyalah gunaan
profesi sehingga merugikan kliennya;
2. Pelayanan profesi mendahulukan kepentingan klien, yang mengacu pada
kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai manusia yang membatasi sikap dan
tindakan;
3. Pengemban profesi harus berorientasi pada masyarakat secara keseluruhan;
4. Pengemban profesi harus mengembangkan semangat solidaritas sesama
rekan seprofesi.
Dikaitkan dengan profesi yang merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian
khusus, menuntut pengetahuan dan tanggung jawab, diabdikan untuk kepentingan
masyarakat, serta kode etik yang dijadikan acuan oleh kelompok profesi tersebut,
maka etika merupakan alat mengendalikan diri bagi masing-masing anggota.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peran etika dalam profesi sebagai alat
pengendali hati nurani yang termuat dalam kode etik. Oleh karena itu, etika disini
merupakan pencerminan ilmiah dalam prilaku manusia dari pandangan norma
tentang baik dan buruk.
B. Standar Etika Profesi
Menurut Sumaryono, etika profesi berbeda dengan ajaran moral umum dan
hukum, etika profesi diterapkan pada kelompok-kelompok fungsional tertentu yang
merupakan pernyataan usaha untuk menegaskan situasinya, sehingga peran atau
fungsi kelompok-kelompok tersebut menjadi jelas.
Liliana Tedjosaputro mengemukakan, bahwa beberapa tujuan pokok standar
etika profesi, sebagai berikut :
1. Standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada klien,
lembaga dan masyarakat pada umumnya;
2. Standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang
harus diperbuat apabila menghadapi dilemma etika dalam pekerjaannya;
3. Standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi
profesi dalam masyarakat melawan kelakuan yang jahat dari anggota-anggota
tertentu;
4. Standar etika mencerminkan atau membayangkan penghargaan moral dari
komunitas. Dengan demikian, standar etika menjamin bahwa para anggota
profesi akan menaati peraturan perundang-undangan etika profesi dalam
memberikan pelayanannya;
5. Standar etika merupakan dasar untuk menjaga prilaku dan integritas atau
kejujuran dari tenaga ahli profesi sendiri.
BAGIAN LIMA : PROFESI
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang, yaitu suatu hal yang
berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian
sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Akan tetapi, keahlian yang
diperoleh dari pendidikan kejuruan belum dapat disebut profesi, apabila tidak
disertai penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan
hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Kita tidak hanya mengenal
istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan, seperti dokter, guru, pengacara,
jaksa, hakim dan sebagainya, tetapi juga sudah meluas sampai bidang seperti,
manager, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, dan sebagainya. Sehubungan
dengan itu, menurut De George, timbul kebingunan mengenai pengertian profesi
sehubungan dengan adanya istilah “profesi”dan “professional”. Profesi adalah
pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah
hidup dengan mengandalkan suatu keahlian. Sedangkan professional adalah
orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purnawaktu dan hidup dari
pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian yang tinggi. Dengan kata lain,
seprang professional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktikkan
keahlian tertentu atau terlibat dalam kegiatan tertentu menurut keahlian,
sedangkan orang lain melakukan hal yang sama sekedar hobby, senang-senang
atau mengisi waktu luang.
Menurut Habeyb dalam Kamus Polpuler, menyatakan bahwa profesi adalah
pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencarian tetap. Sedangkan
menurut Komarudin dalam Ensiklopedi Manajemen, mengatakan bahwa profesi
atau profesion ialah suatu jenis pekerjaan yang karena sifatnya menuntut
pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan istimewa, sedangkan professional
job ialah suatu jenis tugas, pekerjaan atau jabatan yang memerlukan standar
kualifikasi keahlian dan prilaku tertentu. Sekalipun demikian, menurut Muhammad
Nuh, harus difahami bahwa “pekerjaan atau profesi”dan “professional”memiliki
perbedaan :
Profesi adalah :
1. Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus;
2. Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purnawaktu);
3. Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup;
4. Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
Professional adalah orang yang :
1. Tahu akan kdan ketrampilannya;
2. Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya;
3. Hidup dari kegiatannya itu;
4. Bagga akan pekerjaannya.
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi,
yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, biasanya keahlian dan ketrampilan ini dimiliki
setelah mengikuti pendidikan, pelatihan, dan pengalaman bertahun-tahun;
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Setiap pelaku profesi
mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi;
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi
harus mengutamakan kepentingan masyarakat dibandingkan kepentingan
pribadinya;
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi;
Dalam kehidupan masyarakat, terjadi perbedaan yang muncul dan menjadi
perdebatan mengenai profesi ini, karena terkadang kacau berfikir menyebabkan
kekacauan pemahamaham tentang arti profesi itu sendiri, kadang kala dikaitkan
dengan semua pekerjaan mengandung arti sebagai sebuah profesi, misalkan
tukang las, pedagang, atau bahkan seorang pelacur-pun dikatakan sebagai
sedang melaksanakan profesinya. Suatu lapangan pekerjaan dapat dikategorikan
sebagai profesi, menudut Franz Magnis Suseno, adalah :
1. Pengetahuan profesi;
2. Penerapan keahlian atau competence of application;
3. Tanggungjawab social atau social responsibility;
4. Self control;
5. Pengakuan oleh masyarakat atau social sanction.
Franz Magnis Suseno menyatakan bahwa profesi itu harus dibedakan dalam
dua jenis, yaitu profesi pada umumnya dan profesi luhur. Praofesi pada
umumnya, paling tidak ada dua prinsip yang wajib ditegakkan, yaitu :
1. Prinsip agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab; dan
2. Hormat terhadap hak-hak orang lain.
Pengertian bertanggung jawab ini menyangkut, baik terhadap pekerjaannya
maupun hasilnya, dalam arti yang bersangkutan harus menjalankan pekerjaannya
dengan sebaik mungkin dengan hasil yang berkualitas. Selain itu juga dituntut
agar dampak pekerjaan yang dilakukan tidak sampai merusak lingkungan hidup,
artinya menghormati orang lain.
Dalam profesi yang luhur atau officium nobile, motivasi utamanya bukan
untuk memproleh nafkah dari pekerjaan yang dilakukannya, disamping itu juga
terdapat dua prinsip yang penting, yaitu :
1. Mendahulukan kepentingan orang yang dibantu; dan
2. Mengabdi pada tuntutan luhur profesi.
Untuk melaksanakan profesi yang luhur dengan baik, dituntut moralitas
yang tinggi dari pelakunya. Menurut Franz Maginis Suseno, ada tiga cirri moralitas
yang tinggi adalah :
1. Berani berbuat dengan bertekat untuk bertindak sesuai dengan tuntutan
profesi;
2. Sadar akan kewajibannya;
3. Memiliki idealism yang tinggi.
Diantara pengertian yang diutarakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
profesionalisme itu unsurnya :
1. Suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian;
2. Untuk itu perlu mendapatkan pelatihan khusus;
3. Memperoleh penghasilan dari pekerjaan tersebut.
A. Pembidangan Profesi
Pada umumnya pembidangan profesi itu dibedakan menjadi dua macam
yaitu :
1. Consulting Profession adalah profesi yang dalam menjalankan praktek
profesinya didasarkan pada fee for service dan hubungan profesionalnya
dengan klien bersifat personal individual. Mereka menerima imbalan jasa
(honorarium) berdasarkan jasa yang diberikan, sedangkan pelayannya pada
klien bersifat perorangan atau pribadi, bahkan bersifat rahasia. Dengan
demikian, semakin banyak yang dilayani dan semakin sering jasa diberikan,
semakin besar pula imbalan financial yang diterima.
2. Scholarly Profession adalah suatu profesi yang lebih banyak bekerjanya atas
dasar gaji tetap, maka finansialnya tidak ditentukan oleh jumlah klien yang
dilakaninya. Misalnya, dosen, polisi, jaksa, hakim dan sebagainya.
Menurut Sidharta, pengelompokan profesi hukum menjadi dua, yaitu profesi
hukum yang bekerja atas tanggung jawabnya sendiri, yaitu notaris dan advokat,
sedangkan yang lain adalah yang masuk ke dalam jajaran eksekutif ada banyak
profesi yang ikut memfungsikan hukum, misalnya jaksa dan hakim, adalah dua
profesi penting yang dapat dimasukkan ke dalam pemerintahan karena mereka
memang masuk dalam jajaran eksekutif, namun keduanya adalah juga unsur
yang memainkan peraturan dalam peradilan.
B. Kode Etik Perlu Dituangkan dalam Bentuk Tertulis
Untuk mencapai tujuan profesi maka perlu adanya kode etik, yang
dituangkan dalam satu anggaran dasar sebagai landasan, pedoman, dan pijakan
dalam menunaikan dan tanggung jawab profesinya. Adalah sangat beralasan
adanya pengaturan mengenai pengawasan terhadap professional yang bertujuan
untuk menjamin pengamanan dari kepentingan masyarakat dari professional yang
menjalankan profesinya secara tidak bertanggung jawab dan tidak mengindahkan
nilai-nilai dan ukuran etika serta melalaikan keluhuran dari martabat dan tugas
profesi.
Sejumlah alasan mengapa kode etik harus tertulis, adalah sebagai berikut :
1. Kode etik itu diperlukan sebagai sarana control sosial. Kode etik memberikan
semacam criteria bagi para calon anggota kelompok profesi dan membantu
mempertahankan pandangan para anggota terhadap prinsip professional yang
telah digariskan.
2. Kode etik profesi mencegah pengawasan atau campur tangan yang dilakukan
oleh pemerintah atau oleh masyarakat melalui beberapa agen atau
pelaksananya. Jika sebuah tingkatan atau standarisasi diinginkan, siapa yang
harus menentukan peraturan tentang kelakuan baik seseorang?
3. Kode etik penting untuk pengembangan rambu-rambu kehendak yang lebih
tinggi. Kode etikdasarnya adalah sesuatu prilaku yang sudah dianggap benar
serta berdasarkan metode prosedur yang benar pula. Kode etik semacam ini
sudah banyak dilakukan oleh para anggota sebuah kelompok professional,
dan ini akan terlaksana lebih lancer dan lebih efektif bila kode etik itu
dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat mendatangkan rasa puas bagi
pihak-pihak yang bersangkutan. Kode etik adalah kristalisasi dari hal-hal yang
biasanya sudah dianggap baik menurut pendapat umum serta didasarkan atas
pertimbangan kepentingan profesi yang bersangkutan. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa kode etik pada dasarnya dimaksudkan untuk sedapat
mungkin mencegah kesalah pahaman dan konflik. Kode etik memudahkan
kelompok untuk menekan semua hal yang dapat menurunnya posisi
kelompok, atau sebaliknya dapat digunakan sebagai bahan refleksi atas nama
baik kelompok.
Robert D Kohn menyatakan bahwa ada lima tahap perkembangan yang
memberikan gambaran tentang kecenderungan umum profesi, yaitu :
1. Kode etik organisasi dimnaksudkan untuk melindungi anggotanya dalam
menghadapai persaingan yang tidak jujur dan untuk mengembangkan profesi
yang sesuai dengan cita-cita masyarakat;
2. Hubungan dengan sesame anggota profesi adalah sangat penting, sopan
santun kesehariannya harus dijaga dengan baik;
3. Dengan kode etik, semua anggota berada dalam satu ikatan yang kuat. Ini
dimaksudkan agar tidak ada campur tangan dari pihak luar atau untuk
melindungi profesi terhadap pemberlakuan hokum yang tidak adil;
4. Agar praktik pengembangan profesi sesuai dengan cita-cita, para anggota
harus memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai;
5. Adalah tahap dimana orang memandang penting tentang adanya hubungan
antara sebuah profesi dengan pelayanan yang memang dibutuhkan oleh
masyarakat umum. Disini kebutuhan masyarakat umum memiliki nilai yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan hak-hak sebuah profesi, bahkan
pelayanan kepada masyarakat adalah sesuatu yang sangat diharapkan.
BAGIAN ENAM : KODE ETIK PROFESI
A. Kode Etik;
Kata kode berasal dai bahasa Latin yakni codex yang berarti kumpulan.
Kode, yaitu tanda-tanda atau symbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan
atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu. Kode juga dapat
berarti kumpulan peraturan yang sistematis. Kode etik, yaitu norma atau asas
yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-
hari di masyarakat naupun di tempat kerja. Menurut Liliana Tedjosaputro,
kode etik menguraikan peraturan-peraturan dasar prilaku yang dianggap perlu
bagi anggota profesi untuk melaksanakan fungsinya secara jujur dan menjaga
kepercayaan masyarakat. Prinsi-prinsip itu drumuskan dalam suatu peraturan
tata tertib dan sanksi atas terjadinya pelanggaran. Menurut Oemar Seno Adji,
kode etik adalah peraturan-peraturan mengenai profesi pada umumnya yang
mengandung hak-hak fundamental dan aturan-aturan mengenai perilaku atau
perbuatan dalam melaksabnakan profesinya.
Dikaitkan dengan etika suatu profesi dapat dikatakan bahwa kode etik
mencakup suatu usaha untuk menegakkan dan menjamin etika, namun
dimaksudkan pula untuk melampauinya, misalnya dengan adanya suatu
standar professional. Kode etik profesi merupakan suatu tuntunan, bimbingan
atau pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau
merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang tersusun
oleh para anggota profesi itu sendiri dan mengikat mereka dalam
mempraktekannya.
Menurut Deddy Ismatullah, kode etik profesi dapat menjadi
penyeimbang segi-segi negative dari suatu profesi sehingga kode etik ibarat
kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi, sekaligus menjamin
mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Kode etik dapat dilihat sebagai
produk dari etika terapan, sebab dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis
atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi, akan tetapi, setelah kode etik ada,
pemikiran etis tidak berhenti.
Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tetapi sebaliknya selalu
didampingi refleksi etis. Agar kode etik dapat berfungsi dengan semestinya,
syarat mutlaknya adalah kode etik itu dibuat oleh kaum profesi sendiri. Kode
etik tidak akan efektif kalau didrop begitu saja dari atas, yaitu instansi
pemerintah atau instansi-instansi lain, karena tidak dijiwai oleh cita-cita dan
nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri.
Etika profesi merupakan aturan perilaku yang memiliki keuatan mengikat
bagi setiap pemegang profesi. Konsep dasar etika profesi berorientasi pada
suatu tujuan agar setiap pemegang profesi tetap berada dalam nilai-nilai
professional, bertanggung jawab dan menjunjung tinggi profesi yang
dipegangnya. Etika profesi sebagai norma yang dirumuskan dalam kode etik
profesi yang berisikan nilai-nilai etis ditetapkan sebagai sarana pembimbing
dan pengendali sebagaimana seharusnya atau seyogianya pemegang profesi
bertindak atau berprilaku atau berbuat dalam menjalankan profesinya. Nilai-
nilai yang terkandung dalam norma etika profesi adalah nilai-nilai etis. Oleh
karena itu, dengan landasan pemahaman nilai etis, pemegang profesi akan
mampu mewujudkan perbuatannya sesuai dengan apa yang diharuskan atau
dilarang oleh norma etika atau moral.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa suatu etika profesi lahir dari
dalam lembaga atau organisasi profesi itu sendiri yang kemudian mengikat
secara moral bagi seluruh anggota yang berada dalam organisasi tersebut.
Oleh karena itu organisasi profesi yang satu dengan yang lain memiliki
rumusan kode etik yang berbeda-beda, baik unsur normanya maupun lingkup
dan wilayah berlakunya.
B. Tujuan Kode Etik;
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi
adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu
sendiri. Secara umum tujuan diadakannya kode etik adalah :
1. Menjunjung tinggi martabat profesi; kode etik dapat menjaga pandangan
dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar tidak memandang
rendah atau meremehkan profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya
setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk prilaku
anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap
dunia luar;
2. Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya; kesejahteraan
di sini meliputi kesejahteraan lahir (materiel) maupun kersejahteraan
bathin (spiritual/mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota
profesi, kode etik melarang anggotanya melakukan tindakan yang
merugikan organisasi profesi itu sendiri;
3. Meningkatkan pengabdian para anggota profesi; peningkatan pengabdian
profesi agar anggota profesi dengan mudah mengetahui tugas dan
tanggung jawabnya;
4. Meningkatkan mutu profesi; memuat norma-norma dan anjuran agar
anggota profesi selalu berusaha meningkatkan mutu pengabdiannya.
Menganjurkan kepada setiap anggota profesi untuk berpartisipasi aktif
dalam membina dan perencanaan organisasi profesi.
C. Fungsi Kode Etik;
Agar organisasi profesi itu berjalan sesuai dengan ketentuan etika yang
telah digariskan bersama-sama, dan juga agar tidak terjadi “demoralisasi
profesi” atau pemerkosaan terhadap orientasi luhur profesi, makafungsi kode
etik perlu ditekankan, yakni sebagai berikut :
1. Kode etik itu ditujukan sebagai acuan control moral atau semacam
pengawasan prilaku yang sanksinya lebih dikonsentrasikan secara
prikologis dan kelembagaan. Pelaku profesi yang melanggar, selain
menyalahi ketentuan perundang-undangan yang berlaku (kalau ada
indikasi yang dapat menunjukkan jenis dan modus pelanggarannya), juga
dapat bertanggung jawab secara moral berdasarkan kode etik profesinya.
Oleh karena itu, sehubungan dengan nilai-nilai dan kepentingan yang
terlibat di dalamnya, pengemban profesi dituntut untuk melaksanakan
pelayanan professional dengan dijiwai sikap etis tertentu. Sikap etis itulah
yang disebut etika.
2. Kode etik profesi menuntun terbentuknya integritas moral yang kuat di
kalangan pengemban profesi. Dengan integritas moral yang kuat ini,
diharapkan kompleksitas dan akumulasi tantangan dapat dijawab tanpa
perlu merusak citra kelembagaan.
3. Martabat atau jati diri suatu organisasi profesi akan ditentukan pula oleh
kualitas pemberdayaan kode etik profesi organisasi itu sendiri. Dengan
kode etik profesi, bukan hanya klien yang dapat diartikulasikan hak-
haknya, melainkan kepentingan Negara secara umum juga dapat dijaga.
4. Kode etik profesi itu menjadi acuan supaya anggota profesi tetap
bermartabat dalam profesinya. Dengan adanya kode etik ini, suatu
profesi yang dijalankan akan menghindari komunitas dan interaksi yang
liar dan cenderung “menolerir”beragam cara melanggar norma-norma.

Sejatinya, secara terbuka peluang bagi pengemban profesi terlibat dalam


persaingan tidak sehat atau kompetisi curang, mengingat mereka adalah
kumpuna masyarakat elite yang memiliki atau menguasai kemampuan teknik-
teknik secara keilmuan dan relasi-relasi istimewa di tengah masyarakat yang
dihadapkan dengan persoalan perburuan status quo dan aspek materiil.
Dengan kemampuan yang dimiliki itu, mereka dapat saling menjegal,
mengalahkan, dan menjatuhkan pihak lain. Mereka dapat menerapkan
prinsip memanfaatkan kelemahan dan bahkan kelebihan relasi untuk
menjatuhkan profesi relasinya.

Etika profesi berfungsi sebagai sikap etis bagian integral dari sikap hidup
dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi. Dengan adanya
etika profesi. Seseorang akan termotivasi untuk menghayati dan mewujudkan
etika profesi sebagai sikap hidup dalam melaksanakan tugas profesinya.
Kepatuhan pada etika profesi bergantung pada akhlak pengemban profesi
yang bersangkutan. Karena orang awam tidak dapat menilai apa yang
dilakukan oleh pengemban profesi dalam menjalankan profesinya,
pengemban profesi itu sendiri membutuhkan etika profesi, baik tertulis
maupun tidak tertulis sebagai pedoman objektif yang lebih konkret bagi
pelaku profesionalnya.

D. Syarat Pemegang Profesi;


Seseorang pemegang profesi disyaratkan memiliki kemampuan profesi,
artinya harus memiliki suatu keahlian atau kemahiran secara individu.
Kemampuan yang dimiliki untuk memenuhi standar profesi berlandaskan pada
kode etik profesi yang mencakup nilai-nilai etis. Kemampuan individu yang
berlandaskan pada nilai etis tersebut, antara lain :
1. Ethical sensibility, atau kemampuan untuk kesadaran etis, dalam hal ini
pemegang profesi dituntut memiliki kesadaran etis (moral) untuk
menentukan aspek-aspek dari kondisi-kondisi yang mempunyai
kepentingan etis;
2. Ethical reasoning, atau kemampuan vberfikir secara etis, kemampuan ini
bersangkut paut atau berkaitan erat dengan alat-alat dan kerangka-
kerangka yang dianggap merupakan keseluruhan pendidikan etika
profesi;
3. Ethical conduct, atau kemampuan untuk bertindak secara etis, hal ini
merupakan manifestasi dari nilai-nilai moral ke dalam prilaku setiap
pemegang profesi, sehingga pemegang profesi mampu bertindak secara
professional, misalnya bekerja dengan tulus dalam menjalankan profesi,
jujur dan bertanggung jawab;
4. Ethical leadership, atau kemampuan untuk kepemimpinan secara etis,
merupakan kemampuan unuk bertindak dalam prinsip-prinsip
kepemimpinan yang etis yakni secara sosok yang mampu bersikap adil,
bijak, meneladani dan dalam nilai-nilai kemanusiaan.
E. Rahasia Profesi;
Professional wajib menyimpan, melaksanakan dan memegang teguh
rahasian jabatan. Ini merupakan pelaksanaan dari confidential profession
atau jabatan kepercayaan yang telah diberikan oleh pasien, kilen, nasabah
dan masyarakat pada umumnya. Rahasia tetap dijaga meskipun
hubungannya telah berakhir. Kewajiban itu nampak dari kode etik profesi
pada setiap jabatan professional, misalnya advokat, notaris, jaksa, dokter,
hakim dan sebagainya. Dalam kode etik tidak semua menyebut secara jelas
atau explicit wajib menyimpan rahasia. Dilihat dari tugas-tugas yang
diembannya dapat diketahui bahwa kualifikasinya sebagai rahasia profesi.
Kode etik mewajibkan menyimpan rahasia jabatan, sehaingga secara etis pula
tidak dibenarkan professional membuka rahasia yang diberikan dan/atau
dipercayakan kepadanya.

Anda mungkin juga menyukai