Kelompok 22 Chocolate Brown

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS KIMIA BAHAN MAKANAN


PENENTUAN KADAR ZAT WARNA
CHOCOLATE BROWN DENGAN METODE KLT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Praktikum Analisis Kimia Bahan Makanan

Disusun oleh :

Kelompok 22 /F4B

Anne Widhayantie

Dani Suryadin

Dameria Silaban

Irma Halimatu Sa’diah

Sumi Kusmiati

PRODI S1 FARMASI

STIKES BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA

2015
I. Pendahuluan
Hari, tanggal : Kamis, 19 November 2015
Judul : Analisis Zat Warna Chocolate Brown Metode KLT
Tujuan : Melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif pada sampel
minuman dan untuk memastikan kualitas dan keamanan
bahan pangan tersebut.
II. Dasar Teori
Zat warna makanan termasuk dalam Bahan Tambahan Pangan yang
diatur melalui UU RI No.7 tahun 1996 tentang Pangan pada bab II, bagian
kedua, pasal 10. Dalam UU tersebut, dinyatakan bahwa dalam makanan yang
dibuat untuk diedarkan, dilarang untuk ditambah dengan bahan apapun yang
dinyatakan dilarang atau melampaui batas ambang maksimal yang ditetapkan.
Selain itu, dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/Menkes/Per/V/85
dan Kep. Dir. Jend. POM Depkes RI Nomor: 00386/C/SK/II/90 tentang
Perubahan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
239/Menkes/Per/V/85, terdapat 34 jenis zat warna yang dinyatakan sebagai
bahan berbahaya dan dilarang penggunaannya pada makanan (Utami ND.
2005; Dirjen POM 1997).
Adapun jenis zat Pewarna menurut Winarno (1995), yang dimaksud
dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses
pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna
agar kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI
No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan
yang dapat memperbaiki atau member warna pada makanan.Berdasarkan
sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitupewarna
alami dan pewarna buatan.
Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah
satu ciri yang penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk
menentukan kualitas makanan, antara lain warna dapat memberi petunjuk
mengenai perubahan kimia dalam makanan, Tujuan dari penggunaan zat
warna tersebut adalah untuk membuat penampilan makanan dan minuman
menjadi menarik, sehingga memenuhi keinginan konsumen. Awalnya,
makanan diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan,
hewan, atau mineral, akan tetapi proses untuk memperoleh zat warna alami
adalah mahal. Selain itu, zat warna alami umumnya tidak stabil terhadap
pengaruh cahaya dan panas sehingga sering tidak cocok untuk digunakan
dalam industri makanan. Maka, penggunaan zat warna sintetik pun semakin
meluas. Keunggulan-keunggulan zat warna sintetik adalah lebih stabil dan
lebih tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan. Daya mewarnainya lebih
kuat dan memiliki rentang warna yang lebih luas. Selain itu, zat warna
sintetik lebih murah dan lebih mudah untuk digunakan.
Menurut Aurand (2003) perlu dilakukan pemantauan terus-menerus
terhadap keberadaan pewarna sintetis berbagai produk pangan yang
dikonsumsi masyarakat. Analisis pewarna sintetis pada makanan dan
minuman dapat dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan
menggunakan metode kromatografi kertas dan spektrofotometri UV Visibel.
Sejak pertama kali dibuat pada tahun 1856 hingga saat ini, telah
banyak zat warna sintetik yang diciptakan. Akan tetapi, ternyata banyak pula
zat warna sintetik itu memiliki sifat toksik (Marmion DM. 1984). Dalam
suatu penelitian, diperoleh zat warna azo (Amaranth, Allura Red, dan New
Coccine) terbukti bersifat genotoksik terhadap mencit (Tsuda S. et al. 2006).
Selain itu, zat warna Red No. 3 juga terbukti dapat merangsang terjadinya
kanker payudara secara in vitro (Dees C. et al. 2006). Maka, penggunaannya
harus diatur secara tegas.Penggunaan pewarna jenis itu dilarang keras, karena
bisa menimbulkan kanker dan penyakit-penyakit lainnya. Pewarna sintetis
yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) pun harus dibatasi
penggunaannya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke
dalam tubuh akan menimbulkan efek. Namun masih saja ada sejumlah oknum
produsen makanan yang menambahkan pewarna sintetis pada makanan, yang
dilatar belakangi oleh inginnya mendapat keuntungan besar namun
pengeluaran modal yang sedikit atau minim, tanpa memikirkan keamanan
bagi tubuh konsumen yang mengkonsumsi makanan tersebut. Biasanya
produsen makanan tersebut menjajahkannya di sekitar sekolah sekolah karena
anak anak tertarik akan warna yang mencolok sehingga anak – anak sering
menjadi sasarannya. Biasanya makanan yang menggunakan pewarna sintetis
akan sangat mencolok dan sangat terang sekali warna yang di timbulkan pada
makanannya.

III. Prinsip Percobaan


Penarikan zat warna dari sampel kedalam benang woll bebas lemak dalam
suasana asam dengan pemanasan dilanjutkan dengan pelarutan warna oleh
suatu basa , larutan warna dianalisis dengan kromatografi lapis tipis.

IV. Alat dan Bahan


A. Alat
a. Neraca Analitik
b. Gelas kimia
c. Plat KLT
d. Gelas ukur
e. Cawan uap
f. Chamber
g. Pipet tetes
h. Benang woll

B. Bahan
a. Sampel Minuman X
b. HCl
c. H2SO4
d. Aquades
e. Asam asetat encer
f. NH4OH
V. Cara Pembuatan (Prosedur)
A. Preparasi Sampel

Pipet sampel 10 ml menggunakan pipet


volume masukan ke gelas kimia

+ 2 ml NH4OH ke gelas kimia ,masukan


benang woll

Ambil benang woll + larutan asam


asetat encer panaskan sampai zat warna
benang woll luntur

Ambil benang woll ,saring larutan yang


mengandung pewarna mengkristal
larutkan dalam pelarut yang sesuai

Uji Kualitatif sampel

Sampel + H2SO4
+ HCL pekat
+ NaOH 10 %
+ NH4 10%

Amati Perubahan yang terjadi


B. Uji Kuantitatif (KLT)
Jenuhkan eluen Ethanol : Buthanol : Air dalam
chamber

Aktivasi plat silica gel pada oven, 15 menit

Sampel dilarutkan dalam pelarutnya

Dilakukan penotolan secukupnya pada plat


KLT yang telah diaktivasi dan penotolan
dengan bantuan pipa kapiler

Dielusi pada chamber ,baca nilai Rf

VI. Hasil pengamatan

Chocolate brown
Stuktur kimia brown HT

Fase diam : Silica GF 254


Fase gerak (eluen) : Etanol : Butanol : Air ; 20: 25: 25
 Nilai KD

Etanol : x 24,5 = 7

Butanol : x 17,8 = 6,36

Air : x 78,5 = 28,03

 KD campuran = 41,39
 Jumlah eluen yang digunakan

Etanol : x 10 ml = 2,85 ml

Butanol : x 10 ml = 3,57 ml

Air : x 10 ml = 3,57 ml

 Nilai Rf sampel

Nilai Rf

 Jarak eluen =7
 Jarak standar = 5,6
 Jarak sampel = 5,1

Rf standar = 0,8

Rf sampel = = 0,58
VII. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan uji bahan tambahan yaitu bahan pewarna
makanan pada pangan. Pewarna yang dianalisis adalah Chocolate Brown FB yaitu
pewarna coklat yang merupakan pewarna yang dilarang dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.239/Menkes/Per/V/85 dan Kep. Dir. Jend. POM Depkes RI Nomor:
00386/C/SK/II/90. Pewarna coklat sintetik tersebut diduga sering disalahgunakan
sebagai pewarna karena memiliki daya tarik warna yang bagus bahan-bahan itu
mudahdiperoleh dalam kemasan kecil ditoko dan pasar dengan harga murah. Untuk
mengetahui adanya penyalahgunaan pewarna tersebut maka penelitian ini dilakukan
secara kualitati pada pangan yang diduga mengandung zat warna Chocolate Brown
FB. Sampel yang diambil adalah cappuccino cincau yang sering dijual diroda-roda
dan bagian yang diuji adalah larutan Cappucinonya.
Preparasi sam pel dilakukan dengan mengambil larutan sampel kedalam gelas
kimia lalu ditambahkan asam klorida dan dipanaskan untuk mendesak Chocholate
brown FB dari sampel yang kemudian akan ditarik oleh benang woll, lalu
ditambahkan basa yaitu ammonium hidroksida untuk melunturkan zat warna pada
benang woll dan dipanaskan hingga pekat. Setelah itu diencerkan sedikit ketika akan
ditotolkan pada plat KLT untuk uji kualitatifnya.
Benang woll digunakan sebagai pengikat zat warna pada sampel karena
sifatnya yang dapat mengabsorbsi zat warna baik asam maupun basa. Serat wol
mengandung protein amfoter yang mempunyai afinitas terhadap asam maupun basa
dengan membentuk garam. Proses yang dapat dilakukan adalah proses pencelupan,
dimana pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat
warna ke dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan wol ke dalam larutan
tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna.
Dalam pencelupan benang wool terjadi tiga tahapan yaitu tahap pertama
merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu bergerak, pada suhu tinggi
gerakan molekul lebih cepat kemudian wool dimasukkan ke dalam larutan celup.
Wool dalam larutan bersifat negatif pada permukaannya sehingga dalam tahap ini
terdapat dua kemungkinan yakni molekul zat warna akan tertarik oleh wool atau
tertolak menjauhi wool. Oleh karena itu perlu penambahan zat pembantu untuk
mendorong warna lebih mudah mendekati permukaan serat. Peristiwa tahap pertama
tersebut sering disebut zat warna dalam larutan, tahap kedua molekul zat warna yang
mempunyai tenaga yang cukup besar dapat mengatasi gaya-gaya tolak dari
permukaan serat, sehingga molekul zat warna tersebut dapat terserap menempel pada
permukaan serat. Peristiwa ini disebut adsorbsi. Tahap ketiga yang merupakan bagian
yang terpenting dalam pencelupan adalah penetrasi atau difusi zat warna dari
permukaan serat ke pusat. Tahap ketiga merupakan proses yang paling lambat
sehingga dipergunakan sebagai ukuran untuk menentukan kecepatan celup.
Tahap reaksi pencelupan serat wool .Gugus amina dan karboksil pada serat di
dalam larutan akan terionisasi. Bila ke dalamnya ditambahakan suatu asam maka ion
hidrogen langsung diserap oleh wool dan menetralkan ion karboksilat sehingga serat
wool akan bermuatan positif yang kemudian langsung menyerap anion asam. Pada
tahap selanjutnya anion zat warna yang bergerak lebih lambat karena molekul lebih
besar akan masuk ke dalam serat dan mengganti kedudukan anion asam.
Untuk pengujian kualitatif dilakukan dengan mengukur nilai Rf sampel dan
dibandingkan dengan nilai factor retensi atau Rf dari standar dengan eluen yang
sama. Pada metode kromatografi lapis tipis ini sampel akan terelusi oleh eluen dan
terjadi mekanisme adsorbsi desorbsi pada plat KLT sampai zat atau sampel tersebut
diam pada jarak tertentu sesuai tingkat kepolarannya.
Preparasi yang dilakukan untuk uji kromatografi lapis tipis ini adalah aktivasi
plat KLT yang bertujuan untuk menghilangkan kadar air dalam plat KLT yang
dilapisi silica yang mudah menyerap air. Adanya air dalam plat akan menyebabkan
proses elusi tidak sesuai karena dipengaruhi oleh factor air yang menyebabkan tingkat
kepolaran pengelusi berubah. Aktivasi dilakukan dengan mengoven plat pada suhu
105oC selama 30 menit yang sudah dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan yaitu
ukuran chamber dan diberi tanda garis atas dan bawah sebagai tanda untuk penotolan
dan tanda awal serta akhir elusi. Sebelum digunakan plat disimpan dalam desikator
untuk mencegah penyerapan air dari udara. Selain itu persiapan yang dilakukan
adalah penjenuhan chamber oleh eluen. Penjenuhan ini dilakukan agar proses elusi
berjalan sempurna dan menghindari adanya pengaruh air karena sudah dijenuhkan
oleh eluen. Eluen yang digunakan adalah Etanol : Butanol : Air ; 20: 25: 25 yang
diambil dari jurnal penelitian analisis zat warna pada makanan. Penjenuhan
dilakukan selama kurang lebih selama satu jam agar penjenuhan sempurna.
Komposisi eluen yang digunakan diperoleh konstanta dielektrik campuran 41,39
berarti sampel bersifat semipolar lebih kepolar. Jumlah eluen yang dibuat adalah 10
ml dan dikonversikan dari perbandingan tersebut.
Setelah persiapan selesai sampel dan standar ditotolkan berdampingan dengan
jarak yang disesuikan menggunakan pipa kapiler. Penotolan dilakukan dengan hati-
hati agar tidak meluber dan berulang agar didapatkan penotolan yang tebal sehingga
konsentrasinya memenuhi yang dibutuhkan dalam proses elusi. Plat dicelupkan
kedalam eluen dan jangan sampai melebihi garis bawah tempat penotolan sampel dan
standar. Karena dugaan sampel yang mengandung pewarna coklat buatan atau sintetik
yang dilarang ini hanya satu yaitu Chocholate brown FB maka standarnya pun hanya
satu.
Hasil pengujian KLT yang dilakukan pada sampel dan standar dan dihitung
nilai Rf-nya diperoleh nilai Rf sampel 0,58 dan untuk nilai Rf standarnya adalah 0,8.
Berdasarkan hasil ini maka dapat dikatakan bahwa sampel tidak mengandung
pewarna Chocholate brown FB atau negative karena memiliki nilai Rf yang berbeda
dengan standar. Dengan demikian sampel minuman cappuccino cincau pada larutan
cappucinonya tidak mengandung pewarna sintetik yang dilarang Chocholate brown
FB.

VIII. Kesimpulan
Dari hasil pengujian sampel cappuccino yang dijual didaerah Dadaha
Tasikmalaya menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis maka dapat
disimpulkan bahwa sampel tersebut negative atau tidak mengandung pewarna coklat
yang berbahaya yang dilarang oleh pemerintah yaitu Chocholate brown FB karena
hasil pengujian KLT memiliki nilai Rf yang jauh berbeda dengan nilai Rf standar.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi Wisnu. (2006). Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan


Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Indriasari L. (2006). Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta: PT.Gramedia
Silalahi R. (2011). Bahan Tambahan Makanan (BTM). Medan: Universitas
Sumatera Utara
Permenkes RI No 033 Th 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan
Badan POM. 2004. Peraturan Teknis Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Direktorat Standarisasi Produk Pangan,
Deputi Bidang Pengawasan Keaman Pangan dan Bahan Berbahaya, p : 34-36.
Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta:Penerbit Bumi Aksara.
Winarno, F., G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai