Buker Uly
Buker Uly
Buker Uly
BANJARBARU
2019
PERCOBAAN I
ANALISIS KATION DAN ANION
I. Tujuan
1. Menentukan kation golongan I, golongan II, golongan III, golongan IV,
dan golongan sisa.
2. Mengidentifikasi jenis-jenis anion yang terkandung dalam suatu larutan
dengan analisis kualitatif pada larutan sampel menggunakan metode
pemanasan, penyaringan, pemisahan serta mengidentifikasinya dengan
menggunakan pereaksi yang spesifik.
II. Dasar Teori
A. Kation
Kimia analisis dapat dibagi dalam dua bidang yang disebut dengan
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif membahas
identifikasi zat-zat. Urusannya adalah unsur atau senyawaan apa yang terdapat
dalam suatu sampel. Analisis kuantitatif berurusan dengan penetapan
banyaknya suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Zat yang ditetapkan,
yang sering dirujuk sebagai konstituen yang diinginkan atau analit, dapat
merupakan sebagian kecil atau sebagian besar dari contoh yang dianalisis.
Tujuan analisis kualitatif sistematik kation-kation diklasifikasikan dalam lima
golongan berdasarkan sifat-sifat kation itu terhadap beberapa reagensia.
Dengan memakai apa yang disebut reagensia golongan secara sistematik,
dapat kita tetapkan ada tidaknya golongan-golongan kation, dan dapat juga
memisahkan golongan-golongan ini untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Kation golongan I membentuk endapan dengan asam klorida encer.
Ion-ion golongan ini adalah timbel, merkurium(I) (raksa), dan perak. Kation
golongan pertama, membentuk klorida-klorida yang tak larut. Namun, timbel
klorida sedikit larut dalam air, dan karena itu timbel tak pernah mengendap
dengan sempurna bila ditambahkan asam klorida encer kepada suatu cuplikan;
ion timbel yang tersisa itu, diendapkan secara kuantitatif dengan hidrogen
sulfida dalam suasana asam bersama-sama kation golongan kedua. Kation
golongan II tidak bereaksi dengan asam klorida, tetapi membentuk endapan
dengan hidogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Ion-ion golongan
ini adalah merkurium(II), tembaga, bismut, kadmium, arsenik(III), arsenik(V),
stibium(III), stibium(V), timah(II), dan timah(III) (IV). Kation golongan III
tak bereaksi dengan asam klorida encer, ataupun dengan hidrogen sulfida
dalam suasana asam mineral encer. Namun, kation ini membentuk endapan
dengan amonium sulfida dalam suasana netral atau amoniakal. Kation-kation
golongan ini adalah kobalt(II), nikel(II), besi(II), besi(III), kromium(III),
aluminium, zink, dan mangan(II). Kation golongan IV tak bereaksi dengan
reagensia golongan I, II, dan III. Kation-kation ini membentuk endapan
dengan amonium karbonat dengan adanya amonium klorida, dalam suasana
netral atau sedikit asam. Kation-kation golongan ini adalah: kalsium,
strontium, dan barium.
B. Anion
Umumnya penentuan anion dilakukan setelah selesai menganalisis
kation, dengan memperhatikan aturan kelarutan dan hasil pengujian
pendahuluan dapat diperkirakan anion manakah yang mungkin ada atau tidak
ada dalam sampel. Meskipun demikian dapat dihasilkan kelompok-kelompok
anion tertentu berdasarkan kesamaan sifat beberapa anion.
Proses-proses yang dipakai dalam analisis anion dapat dibagi menjadi :
(a) proses yang melibatkan identifikasi produk-produk yang mudah menguap,
yang diperoleh pada pengobatan dengan asam-asam. Terbagi menjadi dua
kelas yaitu gas-gas yang dilepaskan dengan asam klorida encer atau asam
sulfat encer dan gas atau uap dilepaskan dengan asam sulfat pekat. (b) proses
yang terkandung pada reaksi-reaksi dalam larutan, terbagi menjadi dua kelas
yaitu pengendapan dan oksidasi-reduksi dalam larutan.
Terdapat banyak logam-logam dari golongan I sampai IV yang
mengganggu pemeriksaan anion maka untuk pemeriksaan anion, logam-
logam itu harus disingkirkan lebih dahulu yaitu dengan jalan mendidihkan zat
yang harus diperiksa dengan larutan jenuh Na2CO3 sehingga logam-logam
dari golongan I sampai IV diendapkan sebagai karbonat atau karbonat basa
atau hidroksida (akibat hidrolisis) sedangkan anion yang dicari tergantung
sebagai garam natrium yang mudah larut dalam H2O.
III. Alat Dan Bahan
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain Batang
pengaduk, Bunsen, Penjepit, Pipet tetes, pipet ukur, pro pipet, Rak
tabung, Sendok tanduk, Tabung reaksi
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain Kertas
saring Larutan AgNO3, Larutan HCl encer, Larutan K2CrO4, Larutan KI,
Larutan NH3, Larutan k4Fe(CN)6, Larutan H2SO4 2N, Larutan CH3COOH,
Larutan Ammonium Karbonat, Larutan Bi3+, Larutan Ba(OH)2, Larutan
NH4OH, Larutan H2SO4 pekat, Larutan FeSO4, Larutan Pb Asetat,
Larutan FeCl3, Larutan Ca(OH)2, Fenoftalein, HCL 2N, Larutan Na2CO3 ,
dan Larutan CNS-
V. Hasil
5.1 Pemeriksaan Kation
AgNO3 +
K2CrO4
AgNO3 + HCl
b
c
Bi(NO3)3 + KI
3.a FeCl3 +
K4Fe(CN)6
FeCl3 + NH3
b
4.a BaCl2 +
Ammonium
Karbonat
BaCl3 +
CH3COOH +
K3CrO4
b
BaCl2 + H2SO4
5 NH4Cl + HCl
1 AgNO3 + FeSO4 +
H2SO4
HCl + Pb Asetat
3.a K4Fe(CN)64- +
FeCl
b K4Fe(CN)6 +
FeSO4
b Na2CO3 + HCl +
Ca(OH)2
c Na2CO3 +
Indikator
Fenolftalein
Cairan dan endapan gelap warna merah kehitaman seperti betadine
5 KSCN +
HCl 2 N + FeCl3
VI. PEMBAHASAN
Percobaan pada praktikum kali ini adalah analisis kation dan anion.
Tujuan dari percobaan ini adalah mahasiswa dapat menentukan kation golongan I,
golongan II, golongan III, golongan IV dan golongan sisa. Serta mengidentifikasi
jenis-jenis anion yang terkandung dalam suatu larutan dengan uji kualitatif.
Tujuan dari uji kualitatif untuk mengidentifikasi dan memisahkan zat-zat untuk
pemeriksaan yang lebih lanjut.
Perbedaan uji kualitatif kation dan anion, uji kualitatif kation yaitu untuk
memisahkan dan mengidentifikasi ion positif pada suatu sampel uji yang yang
diklasifikasikan kedalam lima golongan. Sedangkan untuk uji kualitatif anion
dilakukan setelah selesai menganalisis kaion, yaitu dengan memperhatikan
kelarutan dan hasil penguji untuk mengetahui ada tidaknya ion negatif. Uji
kualitatif kation berdasrkan reagennya yaitu gol I mengendap dengan HCl, gol II
mengendap H2S asam, gol III mengendap H2S basa, gol IV mengendap dengan
amonium karbonat dan gol V yang tidak bereaksi. Sedangkan uji kualitatif anion,
dilakukan proses pengendapan reagen terhadap penguapan dan proses redoks.
Hasil yang didapatkan pada percobaan ini yaitu pada uji kation gol I AgN
O 3 dan KI dengan persamaan reaksi AgNO 3 + KI AgI + K NO 3, yang
dalam 2 tetes menjadi endapan kekuningan dan cairan keruh, hal ini telah sesuai
dengan literature. Lalu AgNO 3+ HCl dengan persamaan reaksi AgNO 3 + HCl
AgCl + HNO 3, yang dalam 3 tetes menjadi endapan putih dan cairan
putih . hal ini telah sesuai dengan literature. Kemudian kation golongan III yaitu
FeCl3 + NH3 dengan persamaan reaksi FeCl3 + NH3 FeN + HCl
dalam tetes ke-3 menjadi endapan dan berwarna coklat kemerahan. Hal ini telah
sesuai dengan literature (Shevla, 1985).
Hasil yang didapat pada percobaan uji anion golongan II HCl dan AgNO 3
dengan persamaan reaksi AgNO 3 + HCl AgCl + HNO 3 dalam tetes ke-
2 menjadi endapan putih dan cairan putih. Hal ini telah sesuai dengan literature
akrena Cl teroksidasi sehingga Ag mengendap. Lalu pada HCl dan Pb dengan
persamaan reaksi HCl + Pb PbCl2 + H2 yang dalam tetesnya larutan
tetap bening dan endapan berwarna putih, hal ini telah sesuai dengan literature.
Kemudian anion golongan IV. Na2CO3+ HCl + Ca(OH)2 dengan persamaan reaksi
Na2CO3+ 2HCl + Ca(OH)2 2NaCl + 2H2O + CaCO3 yang dalam
tetesnya tidak ada endapan dan perubahan warna. Hal ini telah sesuai dengan
literature. Lalu Na2CO3 dan indicator PP dengan persamaan reaksi 21 Na 2CO3
+125C2OH24O4 56H2O + 40Na + 126 C 2 O + H 13 O 4 yang dalam tetesnya
larutan berwarna merah jambu dan tidak ada endapan. Hal ini telah sesuai dengan
literatur. Anion golongan V yaitu KSCN + HCl 2N + FeCl 3 dengan persamaan
reaksi 12KSCN +6HCl + 2 FeCl3 2 Fe (SCN)6 + 12KCl +3H 2 dalam
tetesnya larutan berwarna gelap merah kehitaman dan memiliki endapan, hal ini
telah sesuai dengan literature.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
Saran pada percobaan ini adalah hednaknya para praktikan lebih teliti dan
berhati-hati dalam melakukan praktikum. Khususnya ketika menuangkan larutan.
DAFTAR PUSTAKA
I. TUJUAN
Mengidentifikasi parasetamol, antalgin dan fenilbutazon menggunakan
metode Kromatografi Lapis Tipis
II. DASAR TEORI
Kromatografi lapis tipis merupakan cara kromatografi yang paling luas
pemakaiannya karena sederhana dan murah. Prinsip KLT adalah partisi dan
adsorbsi dimana eluen sebagai fase gerak dan lempeng KLT sebagai fase diam.
Adsorbsi adalah penyerapan pada permukaan, sedangkan partisi adalah
penyebaran atau kemampuan suatu saat yang ada dalam larutan untuk berpisah
kedalam pelarut yang digunakan. Komponen yang larut terbawa oleh fase
gerak melalui adsorben (fase diam) dengan kecepatan perpindahan yang
berbeda (Khopkar, 1990).
Prinsip Penampakan Noda
a. Pada UV 254 nm
Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel
akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm
adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator
fluoresensi yang terdapat pada lempeng (Harborne, 1994).
b. Pada UV 366 nm
Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat
oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut.
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering
dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem
yang paling sederhana adalah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi
kedua campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa
sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa
petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak hatus diatur sedemikian rupa sehinggan harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
olaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti
juga menentukan nilai Rf.
Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai
V. HASIL
5.1 Perlakuan sebelum penyinaran dengan sinar UV
No. Perlakuan Hasil Gambar
1. Menyiapkan sampel X, Larutan sampel
ditimbang sebanyak 50 mg, berwarna hiju
digerus lalu dilarutkan dengan bening
etanol
5,5 cm 7 cm
Sampel x = 0,8 cm
Antalgin = 0,5 cm
8.1 Kesimpulan
8.2 Saran
Saran dari percobaan ini adalah agar praktikan lebih berhati-hati serta teliti
saat melakukan praktikum agar tidak terjadi kesalahan maupun hal-hal yang tidak
diinginkan
DAFTAR PUSTAKA
Atun, S. 2014. Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik Bahan
Alam. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur.2: 53-61.
Bele, A. A. & A. Khale. 2010. An Overview On Thin Layer Chromatography.
International Journal of Pharmaceutical Science and Research. 2: 256-
267.
Day, R. A. & Underwood, A. L. 1999. Analisis Kimia Kualitatif. Erlangga,
Jakarta.
Ewing, G. W. 1985. Instrumental of Chemical Analysis Fifth edition. McGraw
Hill, Singapore.
Gandjar, I. G. & A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Gritter, R., J. M. Bobbit & E. S. Arthur. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit
ITB, Bandung.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Kementerian Kesehatan
Republlik Indonesia, Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press, Jakarta.
Kumar, S., K. Jyotirmayee & M. Sarangi. Thin Layer Chromatography: A Tool of
Biotechnology for Isolation of Bioactive Compound from Medical Plants.
International Journal Pharmaceutical Sciences Review amd Research. 18:
126-132.
Munson, J. W. 2010. Analisis Farmasi: Metode Modern. Airlangga University
Press, Surabaya.
Nurhasnawati, H., Rahmayulis & D. A. Azmi. 2014. Identifikasi Bahan Kimia
Obat Parasetamol pada Jamu Asam Urat yang Beredar di Kecamatan
Sungai Kunjang Samarinda. Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014.
Preethi, J., B. Harita & T. Rajesh. 2017. Riview on Thin Layer Chromatography.
Journal Formulation Science & Bioavailability. 1: 1-4.
Rubiyanto, D. 2017. Teknik Dasar Kromatografi. Deepublish, Yogyakarta.
Rusnaeni, D. I. Sinaga, F. Lanuru, I. M. Payugallo, I. I. Ulfiani. 2016. Identifikasi
Asam Mefenamat dalam Jamu Rematik yang Beredar di Distrik Heram
Kota Jayapura, Papua. Pharmacy. 13: 84-91.
Sudjaji. 1988. Metode Pemisahan. Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
Zlatkis, A. & R. E. Kaiser. 1977. High Performance Thin Layer Chromatography.
Elsevier Scientific Publishing Company, Bad Durkheim.
PERCOBAAN III
PENETAPAN KADAR ASAM BENZOAT DENGAN METODE TITRASI
ASAM BASA
I. Tujuan
1. Memahami prinsip-prinsip metode analisis titrasi asam basa
2. Menetapkan kadar asam benzoat
A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah buret dan
statif, erlenmeyer 250 ml, pipet volume 10 ml, propipet, pipet tetes,
corong kaca, gelas beaker 100 ml, labu ukur 25 ml, sendok tanduk, kaca
arloji.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini ialah asam
oksalat, asam benzoat, aquades, etanol, larutan NaOH 0,1 N, Indikator
PP 1 %.
IV. Cara Kerja
VI. PERHITUNGAN
massa 1000
N= x x valensi(n)
BE V aquadest
0,1 g 1000
= x x2
126,01 25 ml
= 0,063 N
Replikasi 1
8 ml NNaOH 10 Ml x 0,063
NNaOH = 10 x 0,063 N
NNaOH = 0,018 N
Replikasi 2
NNaOH = 10 x 0,063 N
NNaOH = 0,054 N
= 0,078 + 0,054
= 0,066 N
Replikasi 1
Vsampel x 1000
1 ml x 1000 ml
= 0.003 %
Replikasi 1
Vsampel x 1000
1 ml x 1000 ml
= 0,003 %
2
= 0,047 + 0,003
= 0,025 %
(−0,022 ) 2+(0,022)2
=
√ 1
= √ 0,00048+0,00048
= √ 0,00095
SD = 0,030
%RSD = SD x 100 %
Rata - rata
= 0,030 x 100 %
0,025
= 1,239 %
VII. PEMBAHASAN
Judul praktikum kali ini adalah penetapan kadar asam benzoate dengan
metode titrasi asam-basa. Titrimetric adalah salah satu cara pemeriksaan jumlah
zat kimia yang luas pemakaiannya dalam analisisnya dengan mengukur volume,
sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku yang keluar
konsentrasinya telah diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara
kuantitatif (Gandjar & Rohman, 2007). Prinsip dari titrimetri adalah meneteskan
sedikit demi sedikit titran kedalam larutan untuk mendapatkan titik akhir titrasi
ditandai dengan perubahan warna oleh indicator yang menunjukkan bahwa titrasi
telah berlangsung. Prinsip yang dilakukan pada praktikum kali ini ialah
pembuatan larutan baku primer, larutan baku sekunder NaOH dan penetapan
kadar asam benzoate dengan larutan NaOH.
Titrasi dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu titrasi asam-basa, titrasi
oksidasi-reduksi (redoks), titrasi pengendapan dan titrasi pembentukan kompleks
(Gandjar & Rohman, 2007). Titik akhir ekuivalen adalah titik terjadinya
keseteraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dengan larutan
standar. Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada
indicator yang ditambahkan pada larutan. Titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu
diteruskan dengan titik akhir titrasi.
Larrutan yang diketahui konsenttrasinya secara akurat disebut larutan
standar. Larutan standar dilakukan dengan proses standarisasi menghasilkan
larutan baku primer yang digunakan untuk melarutkan asam benzoate. Indikator
adalah zat yang digunakan untuk menentukan titik akhir dalam titrasi yang
diketahui dengan perubahan warna. Indicator yang digunakan pada praktikum ini
adalah fenolftalein (PP).
Hasil yang didapatkan pada standarisasi larutan baku NaOH pada replikasi
1 dengan volume 8 ml larutan berubah dari bening menjadi warna merah jambu
dan pada replikasi 2 dengan volume NaOH 11,5 ml terjadi perubahan warna dari
bening menjadi pink pekat. Hal ini telah sesuai dengan literature, apabila titrasi
asam lemah dan basa kuat dan telah diisi indicator PP maka larutan akan berubah
dari bening menjadi pink (Gandjar & Rohman,2007). Hasil normalitas yang
didapat pada replikasi 1 dan 2 ialah 0,078 N dan 0,054 N serta rata-ratanya 0,66
N. hasil untuk penetapan kadar asam benzoate pada replikasi 1 dengan volume 5
ml terjadi perubahan warna dari bening menjadi pink dan pada replikasi 2 dengan
volume 0,5 ml terjadi perubahan warna dari bening menjadi pink pekat. Hal ini
telah seusai dengan literature, hasil penetapan kadar %b/v asam benzoate pada
replikasi 1 dan 2 ialah 0,407% dan 0,003% serta rata-ratanya 0,025%.
Hasil untuk stanadar deviasi (SD) yang didapat adalah 0,030. Sehingga
dapat diketahui RSD nya ialah 1,239%. Hal ini telah sesuai dengan literature
dikarenakan nilai RSD yang diperoleh lebih kecil dari nilai RSD yang
disyaratkan, yaitu maksimal sebesar 2% (Taufik et al., 2018). Akan tetapi nilai
RSD ini jauh lebih besar dari RSD hasil analisis yang diperoleh Baidut et al
(2015) yaitu 0,4% dan 0,5% yang berarti semakin rendah nilai RSD menunjukkan
ketepatan yang lebih tinggi. Hal ini mungkin terjadi karena perbedaan sampel dan
prosedur titrasi serta kurangnya ketelitian dari praktikan.
VIII. Kesimpulan dan Saran
8.1 Kesimpulan
Saran untuk percobaan ini adalah agar praktikana lebih teliti dan berhati-
hati saat melakuka praktikum agar tidak terjadi kesalahan atau hal-hal yang tidak
diinginkan
DAFTAR PUSTAKA
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep Dasar Inti Edisi III. Erlangga, Jakarta.
Chaurasia, G. 2017. Effect of Acidic, Neutral and Basic pH On Solubility and
Partition-Coeffiecient of Benzoic Acid Between Water-Benzene System.
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. 8:
2637-2640.
Day, R. A& A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Erlangga, Jakarta.
Dewi, D. C. 2012. Determinasi Kadar Logam Timbal (Pb) Dalam Makanan
Kaleng Menggunakan Destruksi Basah dan Destruksi Kering. 2: 12-25.
Depkes RI.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. DepartemenKesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Erwin, M. A. Nur & A. S. Panggabean. 2015. Potensi pemanfaatan Ekstrak Kubis
Ungu (Brassica Oleracea L.) Sebagai Indikator Asam Basa Alami. Jurnal
kimia Mulawarman. 13: 15-18.
Fatimah, S., D. W. Astuti & N. P. A. Kurniasih. 2015. Analisis Natrium Benzoat
pada Saos di Yogyakarta. Journal of Health.2: 69-74.
Gandjar, I. G& A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Gusena. 2013. Rancangan Bangun Pengendalian pH pada Inline Flash Mixing
Menggunakan Metode Neural Network Controller. Jurnal Teknik
ITS.2:1-2.
Huber, L. 2007. Validation and Qualification in Analytical Laboratories Second
Edition. Informa Healthcare USA, New York.
Indrawati, W., I. Mulyadi & A.R. Kusuma. 2016. Pengaruh pH Terhadap
Penyisihan Amoniak dan Sulfida Dalam Limbah Cair Industri Karet
Secara Ozonasi. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional. 1:419-437.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
Masterton, W. L & C. N. Hurley. 2008. Chemistry: Principles and Reactions.
Cengage Learning, Boston.
Oxtoby, D.W., H.P. Gillis & N.H. Nachtrieb. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia
Modern. Erlangga, Jakarta.
Sastrohamidjojo, S. 2012. Kimia Dasar. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sawhney, S. S., M. S. Jassal & B. M. L. Bhatia.1995. A Text Book of Chemistry
Practicals Volume II.APH Publishing Corporation, New Delhi.
Sidiq, M. F. 2013. Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Jurnal Foundry. 3: 25-
30.
Stefan, C. S., E. R. Chiriac, O. Dragostin, E. L. Lisa &M. Cioroi. 2017. Study of
Benzoic Acid Solubility in Imidazolium Formate as Pure Ionic Liquid
and Its Binary Aqueous Mixtures. Revista de Chimie.68: 2256-2260.
Snyder, L.R., J. J. Kirkland & J. W. Dolan. 2010. Introduction to Modern Liquid
Chromatography.John Wiley & Sons Inc, New Jersey.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. ITB, Bandung.
Widodo, D. S& R.A. Lusiana. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
PERCOBAAN IV
PENETAPAN KADAR THIAMIN HCL DENGAN METODE
ARGENTOMETRI
I. Tujuan
Mahasiswa dapat memahami prinsip-prinsip metode analisi argentometri dan
dapat menetapkan kadar Thiamin HCl secara argentometri.
41
Sebagai indicator dapat digunakan kalium kromat yang mengahasilkan warna
merah dengan adanya kelebihan ion Ag+.
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode
Volhard, Metode K. Fajans dan metode leibig.
1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida
danbromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan
penambahan larutan kalium kromat sebagai indicator. Kerugian metode ini
untuk idodida dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan karena
endapan perak iodide atau perak tiosianat akan mengadsorbsi ion kromat yang
menimbulkan titik akhir kacau, adanya ion seperti sulfida, fosfat dan arsenat
juga akan mengendap, titik akhir kurang sensitive jika menggunakan larutan
yang encer serta ion-ion yang diserap dari sampel dapat terjebak dan untuk
membebaskannya diperlukan penggojokan yang kuat mendekati titik akhir
titrasi.
2. Metode Volhard
Dalam metode ini perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana
asam dengan larutan kalium atau ammonium tiosianat. Metode volhard dapat
digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromide, dan iodide dalam
suasana asam. Caranya dengan menambahkan larutan baku perak nitrat
berlebih, kemudian kelebihan larutan baku perak nitrat dititrasi kembali
dengan larutan baku tiosianat.
3. Metode K. Fajans
Pada metode ini digunakan indicator adsorbs yang mana pada titik
ekivalen, indicator terabsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan
perubahan warna kepada larutan tetapi pada permukaan endapan.
4. Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indicator
akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Cara leibig hanya
mengahasilkan titik akhir yang memuaskan apabila pemberian pereaksi pada
42
saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan. Cara leibig ini tidak dapat
dilakukan pada keadaan amoni-akalis karena ion perak akan membentuk
kompleks Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan
sedikit larutan kalium iodide.
Dalam farmakope Indonesia titrasi argentometri digunakan untuk
penentuan kadar ammonium klorida, fenoterol hidrobromida, kalium klorida,
klorbutanol, melfalan, metenamin mandelat dan sediaan tabletnya, natrium
klorida, natrium nitroprusida, sistein klorida dan tiamfenikol (Gandjar, 2007).
Bahan
Aquades, AgNO3, Besi (III) ammonium sulfat, K2CrO, NaCl, NH4CNS,
Thiamin HCL
43
Penetapan Kadar Thiamin HCL
- Masukkan 30 mg Thiamin HCl kedalam Erlenmeyer
- Tambahkan aquades secukupnya, hingga larut
- Tambahkan 5 ml HNO3 dan indicator NH4Fe(SO4) sebanyak 1 ml
- Titrasi dengan NH4CNS lakukan pengulangan sebanyak dua kali
- Amati hasil yang didapat dan catat volume yang digunakan
44
V. HASIL
5.1 Standarisasi Larutan Baku Standar
No Perlakuan Reaksi Hasil Dokumentasi
Perubahan warna
larutan dari bening
1. Titrasi pertama 10 Ag+(aq) + Cl-
menjadi adanya
ml NaCl endapan berwarna
(aq) AgCl (s)
ditambahkan kuning
K2CrO4 sebanyak
2 tetes dan dititrasi
2Ag+(aq)
dengan AgNO3
+CrO42-(aq)
sebanyak 22,9 ml
Ag2CrO4(s)
Perubahan warna
dari bening
2. Titrasi kedua 10 Ag+(aq) + Cl-
menjadi adanya
ml (aq) endapan berwarna
NaClditambahkan kuning
AgCl (s)
K2CrO4 sebanyak
2 tetes dan dititrasi
dengan AgNO3
2Ag+(aq)
sebanyak 24,5 ml
+CrO42-(aq)
Ag2CrO4(s)
45
Perubahan warna
larutan dari bening
1. Titrasi pertama 30 Ag+(aq) + Cl-
menjadi merah
mg thiamin HCl (aq) dengan endapan
dilarutkan dengan berwarna kuning
AgCl (s)
10 ml aquades,
ditambahkan
K2CrO4 sebanyak 2
2Ag+(aq)
tetes dan dititrasi
+CrO42-(aq)
dengan AgNO3
sebanyak 19,3 ml Ag2CrO4(s))
Perubahan warna
larutan dari bening
2. Titrasi pertama 30 Ag+(aq) + Cl-
menjadi merah
mg thiamin HCl (aq) dengan endapan
dilarutkan dengan berwarna kuning
AgCl (s)
10 ml aquades,
ditambahkan
K2CrO4 sebanyak 2
2Ag+(aq)
tetes dan dititrasi
+CrO42-(aq)
dengan AgNO3
sebanyak 3,0 ml Ag2CrO4(s)
46
VI. PERHITUNGAN
6.1 Pembuatan Larutan Baku Standar
4 ml
1. 10 ml
3,8 .ml
2. 10 ml
1. 0,20 g 0,8 ml
2. 0,20 g 2,4 ml
47
6.4 Pembakuan Larutan AgNO3 dengan NaCl
Replikasi 1
N1AgNO3 x V1AgNO3 = N2NaCl x V2NaCl
N1AgNO3 x …ml = …. N x … ml
N1AgNO3 = …. N x …..ml = ….. N
….. ml
Replikasi 2
N1AgNO3 x V1AgNO3 = N2NaCl x V2NaCl
N1AgNO3 x …. ml = ….. N x ….. ml
N1AgNO3 = ….. N x …. ml = …. N
….. ml
N 1+ N 2 … … N +… . ….. N
X= = = ….. N
2 2
6.5 Penetapan Kadar Thiamin HCl dengan AgNO3
Kadar I = V1AgNO3 − Vblanko x NAgNO3 x 35,45 x 1000
ml sampel
= …… ml − ……. x 35,45 x 1000
10
= ….. ppm
Kadar II = V2AgNO3 − Vblanko x NAgNO3 x 35,45 x 1000
ml sampel
= ….. ml − ……. x 35,45 x 1000
10
= ……. ppm
Kadar I + Kadar II … … . ppm+… … … ppm
X=
2
= 2
=………. ppm
Kadar Rata−rata
Kadar Sebenarnya = x V Thiamin HCl
1000
48
……………….
= x ……
1000
= ……. mg/…. ml
= ……………..%
49
VII. PEMBAHASAN
Judul dari praktikum kali ini adalah penetapan kadar Thiamin HCl dengan
metode argenometri. Agrenometri biasa disebut dengan metode pengendapan karena
argentometri memerlukan senyawa yang tidak larut atau mebentuk endapan (Gandjar
& Rohman, 2007). Prinsip dari argentometri yaitu selama reaksi pengendapan
mencapai kesetimbangan setiap penambahan titrasi, tidak ada pengotor yang
mengganggu penitrasan dan diperlukan indicator untuk melihat titik akhir titrasi
(Knopkar, 1990).
Metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode Volhard,
metode K. Fajans dan metode Leibig. Metode mohr yaitu metode yang digunakan
untuk menetapkan kadar klorida dan bromide dalam Susana netral dengan larutan
baku perak nitrat dengan penambahan kalium kromat sebagai indicator.prinsip kerja
nya yaitu menentukan konsentrasi ion klorida terapat di NaCl dengan menggunakan
larutan AgNO dengan kalium kromat sebagai indicator (Yusmita, 2017). Mrtode
volhard yaitu menetapkan Ag dalam Susana asam dengan kalium atau amonium
tiosulfat, dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromide dan iodide
dalam Susana asam. Metode K. fajans yaitu metode yang menggunajan indicator
adsorpsi, dimana titik ekuivalen, indicator teradsorpsi oleh endpan. Prinsip kerjanya
larutan tidak boleh terlalu encer karena endapan yang terbentuk sangat sedikit hingga
perubhan warna tidak jelas (Gandjar & Rohman,2007). Metode leibig yaitu metode
yang titik akhit titrasinya tidak dengan indicator melainkan dengan terjadinya
kekeruhan. Dalam praktikum ini metode yang digunakan yaitu metode Mohr,
dikarenakan praktikum ini menggunakan larutan baku perak nitrat dan kalium kromat
sebagai indicator untuk menentukan titik akhir titrasi.
Hasil yang didapatkan pada praktikum kali ini yang pertama pada standarisasi
larutan baku sekunder, setelah NaCl dan kalium kromat dititrasi dengan AgNO3 pada
replikasi 1 didapatkan volume yang dapat membentuk endapan sebanyak 4 ml, pada
50
replikasi 2 sebanyak 3,8 ml dan rata-ratanya 3,9 ml. kemudian pada penetapan kadar
thiamin HCl yang dititrasi dengan AgNO, volume yang membentuk larutan
mengendap dan berwarna adalah sebanyak 3,9 ml, pada replikasi 2 sebanyak 3,9 ml
dan rata-ratanya 3,9 ml. sehingga diperoleh kadar replikasi 1 yaitu -535,732 ppm dan
replikasi 2 -535,732 ppm dan rata-ratanya -535,732 ppm. Kadar % b/b dari thiamin
HCl diperoleh nilai sebesar 7,49 %. Titrasi argentometri digunakan untuk
menetapkan kadar dari thiamin HCl yang merupakan golongan halogen dan jika ingin
menetapkan kadarnya harus dititrasi dengan perak nitrat hingga terbentuk garam yang
sukar larut atau endapan, Karena itulah titrasi ini dapat digunakan pada percobaan
kali ini.
51
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah
1. Argentometri adalah metode pengendapan kaarena memerlukan senyawa yang
membentuk endapan
2. Metode atgentometri yang digunakan pada percobaan ini adalah metode mohr,
karena digunakannya larutan perak nitrat dan kalium kromat sebagai indicator
3. Hasil yang didapat pada praktikum kali ini pada standarisasi larutan baku
standar volume yang dibutuhkan membuat endapan sebanyak 4 ml dan 3,8 ml
4. Kadar yang diperoleh yaitu pada replikasi 1 -535,732 ppm dan replikasi 2
-535,732 ppm. Kadar % b/b nya 7,49 %.
8.2 Saran
Sarannya pda percobaan kali ini hendak;ah praktikan lebih teliti dan berhati-
hati
52
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, O & M. T. Mashuri. 2016. Perancangan dan Uji Kualitas Alat Destilasi
Sederhana sebagai Langkah Kreatif Mewujudkan Kemandirian Laboratorium.
Al Ulum Sains dam Teknologi. 1: 132-135.
Day, R. A. & A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Gandjar, I. G & A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi Kelima. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press, Jakarta.
Nakiboglu, N & C. Nakiboglu. 2016. An Investigation of Universty Chemistry
Students’ Understanding of Precipitation Titrations and Related Concepts
Thorough Vee-diagrams. The Eurasia Proceedings of Educational & Social
Sciences. 4: 564-567.
Sari, N. P. Y. P., I. M. O. A. Prawatha & I. A. M. Parthasutema. 2014. Pengaruh Ion
Tiosulfat terhadap Pengukuran Kadar Klorida Metode Argentometri.
Chemistry Laboratory. 1: 83-91.
Singh, A & R. Duggal. 2016. Ion Analysis of Groundwater of Some Rural Pockets of
Barmer (Rajasthan), India. International Journal of Research Science &
Management. 3: 10-14.
53
PERCOBAAN V
TITRASI REDOKS
(PENETAPAN KADAR ANTALGIN DENGAN METODE TITRASI IODO-
IODIMETRI)
I. TUJUAN
1. Memahami prinsip-prinsip metode penetapan kadar secara iodo-iodimetri
2. Menetapkan kadar Antalgin dengan metode iodo-iodimetri.
54
Na2S2O3 + I2 → NaI + Na2S4O6
Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk
membakukan larutan natrium tiosulfat. DDeteksi titik akhir pada iodimetri
ini dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan
memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir. Dalam Farmakope
Indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan kadar : asam
askorbat; natrium askorbat; metampiron; dan natrium tiosulfat.
b. Titrasi tidak langsung (Iodometri)
Merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa yang mempunyai oksidasi lebih besar dari sistem iodium-
iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4 5H2O.
Pada Iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium
iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi
dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan
sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan dan setara dengan
banyaknya sampel. Prinsip penetapannya yaitu bila zat uji (oksidator) mula-
mula direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi
dititrasi dengan larutan tiosulfat.
Reaksinya :
oksidator + KI → I2
I2 + 2 Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6
Pada metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya pH
larutan lebih kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan
hidroksida (OH-) menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya
menghasilkan ion iodat. Sehingga apabila ini terjadi maka potensial
oksidasinya lebih besar daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi
tiosulfat (S2O32-) tapi juga menghasilkan sulfat (SO42-) sehingga menyulitkan
perhitungan stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh karena itu,
pada metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat.
III. ALAT DAN BAHAN
55
A. Alat
Alat alat yang digunkn pada praktikum kali ini adalah batang pengaduk,
buret, corong kaca, erlenmeyer 250 mL, gelas beaker 250 mL, gelas ukur 10
mL, kaca arloji, pipet tetes, pipet ukur 10 mL, pro pipet, sendok tanduk.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, kalium iodat , kertas
saring, larutan asam klorida 0,2 N, larutan asam sulfat 2 N, larutan iodium,
larutan kalium iodide 10%, larutan natrium tiosulfat, pati, sampel antalgin
56
2. Tambahkan 100 mL aquades dan kocok hingga homogen.
3. Titrasi dengan Na2S2O3 hingga warnanya menjadi kuning pucat.
4. Tambahkan 2 mL indicator dan titrasi kembali hingga warna birunya
hilang.
5. Catat volume akhir titrasi. Lakukan 2 kali replikasi
Penetapan Kadar tablet Antalgin Secara Iodimetri
1. Masukkan 500mg serbuk dalam labu Erlenmeyer.
2. Larutkan dengan 5 mL aquades.
3. Tambahkan 5 mL asam klorida 0,01 N ke dalam labu Erlenmeyer.
4. Titras dengan larutan iodium hingga terjadi perubahan warna dari biru
ke bening.
5. Catat volume akhir titrasi. Lakukan 2 kali replikasi.
V. HASIL
57
5.1 Pembuatan Larutan Baku Sekunder Na2SO3 dengan Larutan KIO3
5ml KIO3 + 5ml KI 10% Titran Na2SO3 + analit Titrasi dengan Na2SO3
+ 2 tetes H2SO4 2N indicator amilum
58
5.2 Pembuatan Larutan Baku Iodium dengan Larutan Na2S2O3
2S
O3
59
VI. PERHITUNGAN
Mr V
massa x 1000
0, 1 N = x6
214 x 100
massa x 1000 x 6
0, 1N =
21400
0,1 x 21400
massa = = 0,356 gram
6000
Replikasi 1
N1 x V1 = N2 x V2
0,1 x5 mL = N2 x 8 mL
0,1 x 5
N2 =
8
N2 = 0,625 N
Replikasi 2
60
N1 x V1 = N2 x V2
0,1 x5 mL = N2 x 10 mL
0,1 x 5
N2 =
10
N2 = 0,05 N
0 , 0625 N + 0.05 N
xNiodium = = 0,050 N
2
6.3 PembakuanLarutan Baku Tersier Iodium dengan Na2S2O3
Replikasi 1
N1 x V1 = N2 x V2
0,056 x5 mL = N2 x 1,5 mL
0,056 x 5
N2 =
1.5
N2 = 0,187 N
Replikasi 2
N1 x V1 = N2 x V2
0,056 x5 mL = N2 x 1.7 mL
0,056 x 5
N2 =
1.7
N2 = 0,165 N
0 ,189 N +0,165 N
xNiodium = = = 0,176 N
2
61
= 47, 41%%
x% b/b = %b/bI + %b/bII
2
56,68 %+ 47,41%
= = 52,09%
2
SD = √ ∑ (x−¿ x )¿ 2
n-1
= √ (x 1−x)2 + ( x 2−x)2
2-1
= √21,53 + 21,437
= √42,967
= 6,55
SD
RSD = x 100%
rata−rata
6,55
=
52,04
= 12,76 %
x x 100 %
% Recovery =
100
32,04
= x 100%
100
=52,04 %
62
VII. PEMBAHASAN
Judul pada praktikum kali ini adalah titrasi redoks (penetapan) kadar antalgin
deangan metode titrasi iodo-iodimetri. Titrasi iodimetri (lanhsung) adalah titrasi
langsung terhadap zat-zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari system iodo-
iodi, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium. Titrasi iodimetri (tidak
langsung) adalah titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-
senyawa yang mempunyai oksidasi lebih besar dari system iodo-iodi atau senyawa
yang bersifat oksidator.
Cara kerja pada praktikum kali ini dimulai dengan pembuatan indicator
amilum, pertama siapkan alat dan bahan. Aquades dididihkan dalam gelas beker llau
haluskan amilum dan dimasukkan kedalam air mendiidh, diaduk, didinginkan dan
disaring. Pembuatan larutan baku primer KIO3 0,1 N pertama-tama siapkan alat dan
bahan lalu ditimbang kalium iodide dilarutkan dalam aquades lalu masukkan kedalam
labu ukur 100 ml sampai tanda batas lalu digojog hingga homogeny. Pembuatan
larutan baku sekunder pertama siapkan alat dan bahan, KIO3 dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer lalu 4 ml KI 10% ditambahkan kedalam labu Erlenmeyer. Setelah itu
masukkah H2SO4 kedalam Erlenmeyer lalu titraskan dengan Na2SO3 hingga
warnanya berubah menjadi kuning pucat llau tambahkan indicator 2 ml dititrasikan
sampai warna birunya hilang, dicatat volume akhirnya dan lakukan relikasi.
Pembuatan larutan baku tersier iodium dengan larutan NAso3 pertama-tama siapkan
alat dan bahan, masukkan 10 ml iodium kedalam Erlenmeyer lalu masukkan 100 ml
63
aquades lalu digojog hingga homogeny. Dititrasi dengan Naso3 hingga warnanya
menjadi kuning pucat lalu tambahkan 2 ml titrasi kembali dengan Na2so2 hingga
warna birunya hilang, dicatat volume akhir dan dilakukan replikasi. Pembuatan untuk
penetapan kadar antalgin pertama-tama siapkan alat dan bahan lalu antalgin tablet
ditimbang, digerus sampai halus lalu timbang lagi. Lalu dimasukkan kedalam labu
Erlenmeyer dan dilakukan dengan aquades 5 ml km=emudian masukkan HCl 5 ml
krdalam Erlenmeyer, diaduj sampai homogeny dan dititrasi dengan larutan iodium
hingga terjadi perubahan warna biru ke bening, dicatat volume akhirnya. Diantara
semua prosedur kerjaterdapat alasan perlakuanny dimasukkan 5 ml KI 10% bertujuan
agar mebebaskan iodium dari KIO3 llau ditambhak H2SO4 untuk membuat larutan
menajdi asam. Penambahan indicator juga bertujuan untuk mendapatkan titik akhir
tirasinya.
Kelebihan dari metode ini adalah penitratan berlangsung lebih cepat, warna tiitk akhir
juga lebih mudah terurai oleh cahaya, dalam keadaan asam, larutan dapat teroksidasi
oleh udara. Oleh Karena itu seharusnya tabung reaksi dibungkus dengan aluminium
foil agar kualitasnya terjaga. Hasil yang didapat pada percobaan ini yaitu diperoleh
kadar antalgin pada reratanya sebeasar 52,04 % dengan nilai SD nya 6,55 dan RSD
nya 12,586 % serta % recovery 52,04 %. Jika dibandingkan dengan literature,
kandungan kadar dari antalgin tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 105%
(Depkes RI, 1995). Sehingga kadar yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur.
Untuk penetapan kadar, digunakan larutan iodium dengan volume 5,5 ml pada
replikasi 1 dan pada replikasi 2 terjadi kesalahan yang menyebabkan tidak adanya
haisl, hal ini dikarenakan mungkin bahan yang digunakan telah rusak serta semua
pengenceran yang terkena langsung oleh cahaya, padahal seharusnya titrasi ini sangat
rentan akan cahaya dan harus dibungkus dengan aluminium foil.
64
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
8.2 Saran
Saran pada percobaan kali ini adalah diharapkan praktikan lebih teliti dan berhati-hati
serta sebelum dimulai praktikum dipastikan bahan yang digunakan masih memiliki
kualitas yang baik
65
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J., R. C. Denney, G.H & J. Mendhom. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia: Analisa
Kuantitatif Anorganik. EGC, Jakarta.
Brady, J.E & Humiston. 1999. General Chemistry Principle and Structure. John
Willey & Sons,Inc, New York.
Cairns, D. 2004.Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC,
Jakarta.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep Dasar Inti Edisi III. Erlangga, Jakarta.
Day, R. A & A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Erlangga, Jakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. DepartemenKesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Filayati, M. R & Rusmini. 2012. Pengaruh Massa Bentonit Teraktivasi
H2SO4terhadap Daya Adsorpsi Iodium. UNESA. J. Chem. 1: 59-67.
Gandjar, I. G & A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Meile, K., A. Zhurinsh, L. Briede & A. Viksna. 2018. Investigation of the Sugar
Content in Wood Hydrolysated with Iodometric Titration and UPLC-ELSD.
Agromony Research. 16: 1-9.
McEvoy, G. K. 2002. American Hospital Formulary Service Drug Information.
American Society of Health- System Pharmacists Inc., Bethesda.
66
Novitriani, K & D. Sucianawati. 2014. Analisa Kadar Iodium pada Telur Asin.
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. 12: 236-241.
Petrucci, R. H. 1993. Prinsip dan Terapan Modern Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Pursitasari, I. D. 2014. Kimia Analitik Dasar dengan Strategi Problem Solving.
Alfabeta, Bandung.
Rahmawati, S & B.Bundjali. 2012. Kinetics of the Oxidation of Vitamin C. Jurnal
Indo J. Chem.12: 291-296.
Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Salim, E., C. Fatimah & D. Y. Fani. 2017. Analgetic Activity of Cep-cepan
(Saurauia cauliflora DC.) Leaves Extract. Jurnal Natural. 17: 31-38.
Samsuar, F. Mariana & M. Setyowati. 2017. Analisis Kadar Klorin (Cl2) Sebagai
Pemutih pada Rumput Laut (Eucheuma cottonii) yang Beredar di Lampung.
Jurnal Farmasi Lampung. 6: 13-22.
Sari, B. L., N. Susanti & Sutanto. 2015. Skrining Fitokimia dan Aktivitas
Antioksidan Fraksi Etanol Alga Merah Eucheuma spinosum. Journal
Pharmaceutical Sciences Research. 2:59-67.
Sastrohamidjojo, S. 2012. Kimia Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
67