BAB 3 KP - Della Fatria

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 37

BAB III

TUGAS KHUSUS

3.1 Judul Tugas Khusus


“Evaluasi Kinerja Alat Pre Heater 6-7 CDU IV ditinjau dari nilai Fouling
Factor (Rd) di PT Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong.”

3.2 Latar Belakang


Heat exchanger adalah peralatan penting yang digunakan pada hampir
seluruh industri (kimia, energi, migas, makanan, dan industri proses yg lain),
merupakan suatu alat yang menghasilkan perpindahan panas dari suatu fluida,
baik yang digunakan dalam proses pemanasan maupun proses pendinginan.
Kondisi operasi yang tepat dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan yang
diinginkan dari suatu proses baik yang berkaitan dengan temperatur maupun
tekanan proses, untuk memperoleh temperatur yang diinginkan dari suatu proses,
maka bahan zat yang direaksikan, dipisahkan, atau dalam proses penyimpanan
harus dipanaskan atau didinginkan terlebih dahulu (Mariska, 2019).

Gambar 3.1. Flowsheet Pre Heater 6-7 pada Crude Distiller Unit IV

60
61

Pada crude distillation unit IV di PT Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai


Gerong, crude oil sebelum dimasukkan ke dalam stabilizer dipanaskan terlebih
dahulu di cold preheat train untuk meringankan beban dari furnace dalam
memanaskan crude, terdiri dari lima buah HE jenis shell and tube dengan aliran
counter current, yaitu HE 6-2, HE 6-1, HE 6-3/4/5/6, HE 6-11/12, dan HE 6-7/8.
Laporan kali ini yang akan dibahas adalah HE 6-7 yang termasuk pre heater
dengan fluida panas (residue) dialirkan di shell dan fluida dingin (crude oil)
dialirkan di tube (Mariska, 2019)..
Pre heater 6-7 merupakan suatu alat operasi di industri yang berfungsi untuk
menukar panas dari suatu fluida dan memanaskan umpan sebelum dipanaskan
lebih lanjut oleh furnace. Penggunaan pre heater selain untuk meningkatkan
temperatur umpan yang akan masuk ke furnace, juga untuk menghemat energi
atau bahan bakar serta meringankan beban kerja dari furnace, tentunya ada jangka
waktu tertentu, kapan alat tersebut masih dikatakan berfungsi dengan baik sesuai
dengan desain awalnya. Waktu tersebut merupakan variabel, tergantung dari
fluida yang masuk ke pre heater tersebut juga komposisi di dalam fluida tersebut,
jika fluida banyak mengandung kotoran (partikel padat atau komponen pengotor)
maka semakin cepat alat tersebut harus dibersihkan, karena tentu saja kotoran
akan banyak mengendap di alat tersebut yang dapat mengakibatkan terjadi
penurunan efisiensi dan performanya (Mariska, 2019).

3.3 Tujuan
Adapun tujuan dari tugas khusus ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengevaluasi kinerja alat pre heater 6-7 CDU IV
2. Untuk mengetahui nilai fouling factor (Rd) pada pre heater 6-7.

3.4 Manfaat

Adapun manfaat dari tugas khusus ini adalah sebagai berikut :


1. Mengenal unit dan peralatan industri pada crude distiller IV di Crude
Distillation & Gas Plant terutama pre heater 6-7.
2. Mengetahui sistem dan kondisi operasi pre heater 6-7.
3. Menambah wawasan tentang pre heater 6-7 secara umum.
4. Dapat mengetahui kondisi peralatan dari aspek perpindahan panasnya.
62

3.5 Perumusan Masalah


Pada CDU (crude distiller unit) IV kilang CD & GP heat exchanger yang
digunakan sebagai pre heater salah satunya adalah heat exchanger 6-7 tipe
horizontal untuk meningkatkan temperatur umpan yang akan masuk ke stabilizer,
menghemat energi atau bahan bakar, serta meringankan beban kerja dari furnace.
Permasalahan yang dapat diambil adalah mengevaluasi bagaimana kinerja alat
secara aktual ditinjau dari fouling factor (Rd). Data yang digunakan adalah data
aktual rata-rata selama 1 bulan.

3.6 Tinjauan Pustaka


3.6.1. Pengertian Perpindahan Panas
Perpindahan kalor atau panas (heat transfer) merupakan ilmu yang
berkaitan dengan perpindahan energi karena adanya perbedaan suhu diantara
benda atau material. Dimana energi kalor akan berpindah dari temperatur media
yang lebih tinggi ke temperatur media yang lebih rendah. Perbedaan temperatur
menjadi daya penggerak untuk terjadinya perpindahan kalor. Proses perpindahan
panas akan terus berlangsung sampai ada kesetimbangan temperatur yang terjadi
pada kedua media tersebut. Proses terjadinya perpindahan panas dapat terjadi
secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

Macam – macam proses perpindahan panas


Proses perpindahan panas yang terjadi di dalam proses-proses kimia dapat
berlangsung dengan tiga cara yaitu (Holman, 1995) :
1. Perpindahan Panas Secara Konduksi
Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas antara
molekul-molekul yang saling berdekatan antara satu sama lain dan tidak diikuti
oleh perpindahan molekul-molekul secara fisis. Perpindahan secara konduksi
ini dapat berlangsung pada benda padat yang tidak tembus cahaya, seperti
dinding bata pada tungku atau dinding logam pada tabung.

2. Perpindahan Panas secara Konveksi


Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi
dari suatu tempat ke tempat lain dengan gerakan partikel secara fisis.
Perpindahan panas secara konveksi menurut terjadinya ada dua macam, yaitu:
63

a. Konveksi bebas (natural convection)


Proses perpindahan panas yang berlangsung secara alamiah, dimana
perpindahan panas molekul-molekul dalam zat yang dipanaskan terjadi
dengan sendirinya tanpa adanya tenaga dari luar.

b. Konveksi paksa (forced convection)


Proses perpindahan panas yang terjadi karena adanya tenaga dari luar,
misalnya pengadukan, jika dalam suatu alat dikehendaki pertukaran panas,
maka perpindahan panas terjadi secara konveksi paksa karena laju panas
yang dipindahkan naik dengan adanya aliran atau pengadukan.

3. Perpindahan Panas secara Radiasi


Radiasi adalah istilah yang digunakan untuk perpindahan energi panas
melalui ruang oleh gelombang elektromagnetik. Perambatan gelombang
elektromagnetik dapat berlangsung baik dalam suatu medium maupun dalam
ruang hampa (vacuum).
Jika radiasi berlangsung melalui ruang hampa, maka partikel – partikel
tidak ditransformasikan menjadi kalor atau bentuk lain dari energi, dan tidak
pula terbelok dari lintasannya, sebaliknya apabila terdapat zat pada lintasannya,
maka radiasi akan terjadi transmisi, refleksi, dan absorpsi.

3.6.2. Pengertian Heat Exchanger


Heat exchanger adalah suatu alat penukar panas yang digunakan untuk
memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida yang dipindahkan lainnya
melalui proses yang disebut proses perpindahan panas. Pada shell and tube heat
exchanger, fluida yang satu mengalir dalam pipa-pipa kecil (tube) dan fluida yang
lain mengalir melalui selongsong (shell), perpindahan panas dapat terjadi di antara
kedua fluida, dimana panas akan mengalir dari fluida bersuhu lebih tinggi ke
fluida bersuhu lebih rendah, aliran fluidanya paralel atau berlawanan sehingga
untuk membuat aliran fluida dalam shell and tube heat exchanger menjadi cross
flow biasanya ditambahkan penyekat atau baffle dan membuat luas kontak fluida
dalam shell dengan dinding tube makin besar, sehingga perpindahan panas di
antara kedua fluida meningkat, selain untuk mengarahkan aliran agar menjadi
cross flow, baffle juga berguna untuk menjaga supaya tube tidak melengkung
64

(berfungsi sebagai penyangga) dan mengurangi kemungkinan adanya vibrasi atau


getaran oleh aliran fluida (Mariska, 2019).

3.6.3 Klasifikasi Heat Exchanger


Heat exchanger dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam, yaitu
(Kern,1966) :
1. Heat Exchanger berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi :
a. Shell and Tube Exchanger
Heat exchanger yang terdiri dari suatu pipa besar yang berisi sejumlah
tube yang lebih kecil, dapat digunakan untuk mendinginkan atau
memanaskan fluida proses.
b. Double Pipe Exchanger
Heat exchanger ini adalah jenis yang paling sederhana yang hanya
terdiri atas pipa besar dan kecil yang disusun secara konsentris, biasanya
digunakan untuk mendinginkan atau memanaskan fluida proses.
c. Plate and Frame Exchanger
Heat exchanger yang terdiri atas plate-plate yang dipasang sebagai
penyekat antara fluida dingin dan fluida panas.
d. Air Cooled Exchanger
Digunakan untuk mendinginkan suatu cairan dengan udara sebagai
fluida pendinginnya, cairan disalurkan kedalam pipa dan udara dialirkan
kebagian luar pipa tersebut.
e. Box Cooler
Heat exchanger yang memiliki susunan pipa-pipa atau beberapa
bundle pipa dimasukkan ke dalam box berisi air. Alat pendingin ini terdiri
dari suatu coil pipa yang direndam dalam sebuah tangki terbuka (segi
empat).

2. Heat Exchanger berdasarkan jenis alirannya dibedakan menjadi :


a. Counter Current
Heat exchanger jenis ini memiliki karakteristik; kedua fluida (panas
dan dingin) masuk ke heat exchanger dengan arah berlawanan, mengalir
dengan arah berlawanan dan keluar pada sisi yang berlawanan.
65

Gambar 3.2. Counter-Current Flow


(Geankoplis, 1993)

b. Co-Current
Pertukaran panas jenis ini, kedua fluida (dingin dan panas) masuk
pada sisi Heat exchanger yang sama, mengalir dengan arah yang sama,
dan keluar pada sisi yang sama. Karakter Heat exchanger jenis ini,
temperatur fluida dingin yang keluar dari Heat exchanger tidak dapat
melebihi temperatur fluida panas yang keluar, sehingga diperlukan media
pendingin atau media pemanas yang banyak.

Gambar 3.3. Co-Current Flow


(Geankoplis, 1993)

c. Aliran Kombinasi (gabungan)


Satu fluida masuk dari satu sisi kemudian berbagi arah ke arah sisi
masuk, sedangkan fluida lainnya masuk dan keluar dari sisi yang
berlainan.
66

Temperatur
Jarak sepanjang HE
Gambar 3.4. Aliran Kombinasi
(Mc Cabe, 1993)

d. Aliran Silang (Cross flow)


Dua fluida yang mengalir di heat exchanger tipe ini memiliki arah
yang saling tegak lurus atau bersilangan, saling memotong arah dengan
media pendinginnya, memiliki efisiensi perpindahan panas yang lebih
rendah secara termodinamik daripada tipe counter flow tetapi lebih tinggi
daripada tipe paralel flow.

Gambar 3.5. Aliran Cross Flow


(Mc Cabe, 1993)

(a )Heat exchanger tipe plat, (b) Heat exchanger tipe single tube

3.6.4 Shell and Tube Heat Exchanger


Heat Exchanger tipe shell dan tube pada dasarnya terdiri dari berkas tube
(tube bundles) yang dipasangkan di dalam shell yang berbentuk silinder. Bagian
ujung dari berkas tube dikencangkan pada dudukan tube yang disebut tube sheet
dan sekaligus berfungsi untuk memisahkan fluida yang mengalir di sisi shell dan
di sisi tube. Pada shell and tube exchanger satu fluida mengalir didalam tube
67

sedang fluida yang lain mengalir di ruang antara tube bundle dan shell (Mariska,
2019).

Komponen penyusun Heat exchanger jenis shell and tube

Gambar 3.6. Komponen Penyusun Heat Exchanger Jenis Shell and Tube
(Kern, 1983)

a) Shell
Merupakan bagian tengah alat penukar panas dan tempat untuk tube
bundle. Antara shell dan tube bundle terdapat fluida yang menerima atau
melepaskan panas.
b) Tube
Merupakan pipa kecil yang tersusun di dalam shell yang merupakan
tempat fluida yang akan dipanaskan ataupun didinginkan. Tube tersedia
dalam berbagai bahan logam yang memiliki harga konduktivitas panas besar
sehingga hambatan perpindahan panasnya rendah. . Jenis tube yang umum
digunakan yaitu :
- Tube yang mempunyai strip pada bagian luar tube (finned tube);
- Tube dengan permukaan yang rata (bare tube).
c) Tube sheet
Komponen ini adalah suatu flat lingkaran yang fungsinya memegang
ujung-ujung tube dan juga sebagai pembatas aliran fluida di sisi shell dan
tube sehingga menjadi satu bagian (tube bundle), secara strukturnya
bergantung terhadap tube (tube hole dan tube pitch), jika jarak tube kecil
maka tube hole tidak dapat dilubangi terlalu dekat dengan jarak paling dekat
antar 2 tube disebut clearence dan ligament, yang mempunyai ukuran standar
di dalam suatu shell pada heat exchanger.
68

d) Tube pitch
Tube pitch adalah jarak center-to-center diantara tube-tube yang
berdekatan. Lubang tube tidak dapat dibor dengan jarak yang sangat dekat,
karena jarak tube yang terlalu dekat akan melemahkan struktur penyangga
tube. Jarak terdekat antara dua tube yang berdekatan disebut clearance. Tube
diletakkan dengan susunan bujur sangkar atau segitiga seperti terlihat pada
gambar berikut:

Gambar 3.7. Tubes Layout yang Umum pada HE


(Kern, 1983)

e) Channel cover
Merupakan bagian penutup pada konstruksi heat exchanger yang dapat
dibuka pada saat pemeriksaan dan pembersihan alat.
f) Pass divider
Komponen ini berupa plat yang dipasang di dalam channel untuk
membagi aliran fluida tube.
g) Baffle
Pada umumnya tinggi segmen potongan dari baffle adalah seperempat
diameter dalam shell yang disebut 25% cut segemental baffle. Baffle tersebut
berlubang-lubang agar bisa dilalui oleh tube yang diletakkan pada rod-baffle.
Baffle digunakan untuk mengatur aliran lewat shell sehingga turbulensi yang
lebih tinggi akan diperoleh.

Gambar 3.8. Segmental Baffle


(Kern, 1983)
69

h) Tie Rods
Tie rods adalah komponen yang berfungsi untuk memasang baffle dan
tube support pada jarak tertentu, jumlahnya tergantung dari ukuran dan
konstruksi heat exchanger.

Keuntungan shell & tube exchanger (Parameshelly, 2019):


1. Memiliki permukaan perpindahan panas per satuan volume yang lebih besar;
2. Mempunyai susunan mekanik yang baik dengan bentuk yang cukup baik
untuk operasi bertekanan;
3. Tersedia dalam berbagai bahan konstruksi;
4. Prosedur pengoperasian dan perancangan lebih mudah;
5. Metode perancangan yang lebih baik telah tersedia;
6. Pembersihan dapat dilakukan dengan mudah;
7. Konfigurasinya memberikan luas permukaan yang besar dengan volume yang
kecil;
8. Teknik pembuatannya lebih mudah;
9. Dapat digunakan untuk berbagai jenis bahan proses;
10. Dapat dibuat dari berbagai jenis bahan.

3.6.5 Kategori Penukar Panas Berdasarkan Penggunaannya


Berdasarkan jenis penggunaannya alat penukar panas dapat dikategorikan
sebagai berikut (Mariska, 2019) :
1. Preheater
Alat ini digunakan untuk mentransfer panas dari fluida yang masih
bersuhu tinggi ke fluida yang bersuhu rendah yang bertujuan untuk
dimanfaatkan oleh fluida yangbersuhu rendah sebelum masuk ke furnace, yang
mana bertujuan agar kerja furnace lebih ringan.
2. Condensor
Alat ini digunakan untuk menurunkan suhu dari uap atau vapour sampai
mencapai titik pengembunan atau kondensasi ke suhu cair dengan mentransfer
panasnya ke fluida lain, biasanya air, dapat air tawar ataupun air laut.
70

3. Reboiler
Alat ini digunakan untuk memproduksi uap dari liquid, dimana liquid
tersebut dipanaskan dengan melewatkan uap air yang ada pada tube bundle,
yang mana media pemanas biasa digunakan adalah steam. Perpidahan panas
yang terjadi juga disertai perubahan fase, tetapi dari bentuk liquid menjadi
vapour dengan sumber panas dari fluida proses maupun sistem.

4. Cooler
Alat ini digunakan untuk mendinginkan liquid yang panas sampai
mencapai suhu tertentu yang dikehendak, perpindahan panas yang terjadi
tanpa perubahan fase.
5. Chiller
Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida pada suhu yang lebih
rendah, media pendingin yang biasanya digunakan berupa air, propane, freon,
ataupun ammonia.
6. Evaporator
Alat ini digunakan untuk menguapkan fluida cair dengan menggunakan
steam atau media pemanas lainnya.
7. Cooling tower
Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida dengan menggunakan
hembusan udara.
8. Furnace
Alat ini digunakan bertujuan untuk menaikan suhu feed sampai temperatur
tertentu sebelum diproses di kolom.

3.6.6 Tipe Penukar Panas


1. Direct
Pada peralatan tipe direct, kedua fluida yang akan dipertukarkan
panasnya bercampur menjadi satu.
2. Indirect
Pada peralatan tipe indirect, kedua fluida yang akan dipertukarkan
panasnya tidak bersentuhan langsung sehingga perpindahan panasnya
terjadi melalui dinding pemisah.
71

3.6.7 Pemilihan Fluida yang Dilewatkan pada Shell dan Tube


1. Fluida yang kotor (mudah menimbulkan kerak)
a. Melalui tube karena tube-tube dengan mudah dibersihkan.
b. Melalui shell, bila tube tidak dapat dibersihkan atau sejumlah besar
dari coke ada yang dapat terkumpul di shell dan dapat dihilangkan
melalui tempat pembuangan.
2. Fluida bertekanan tinggi, corrosive, dan water dilewatkan melalui tube
karena ketahanan terhadap korosif, relatif murah, dan juga kekuatan
dari shell diameter tube melebihi shell.
3. Fluida yang mempunyai volume besar dilewatkan melalui tube karena
adanya cukup ruangan, sedangkan fluida yang mempunyai volume kecil
dilewatkan melalui shell karena dapat dipasang baffle untuk menambah
transfer rate tanpa menghasilkan kelebihan pressure drop.
4. Fluida yang viscous atau yang mempunyai low transfer rate dilewatkan
melalui shell karena dapat digunakan baffle.

3.6.8 Fouling pada Pre Heater


Fouling adalah akumulasi endapan yang tidak diinginkan pada permukaan
perpindahan panas. Pada shell and tube heat exchanger, fouling dapat terjadi baik
pada bagian dalam (inner) tube maupun luar (outside) tube dan dapat terjadi pula
pada bagian dalam (inner) shell. Fouling juga dapat menyebabkan pengurangan
cross sectional area, dan meningkatkan pressure drop, sehingga dibutuhkan
energi ekstra untuk pemompaan. Walaupun tidak secara umum, masalah
peningkatan pressure drop lebih serius daripada peningkatan thermal resitance
atau tahanan panas (Setyoko, 2008).
1. Tipe Fouling pada Pre Heater
Atmospheric residue biasanya masih banyak mengandung metal nikel (Ni),
vanadium (V), dan carbon (C) dalam jumlah yang tinggi. Hal tersebut dapat
menyebabkan timbulnya coke. Lapisan tebal coke ditemukan pada dinding tube
dalam zone yang temperaturnya tinggi sangat keras dan kuat menempel dan
seringkali mempunyai ketebalan lebih dari 2-5 mm. Lapisan ini bertambah
seiring dengan waktu. Tipe deposit yang ditemukan tergantung pada
(Parameshelly, 2019):
72

a. Lokasi dalam heat exchanger;


b. Temperatur;
c. Waktu tinggal dari deposit.

2. Lokasi Fouling
Fouling yang paling sering terjadi yaitu didalam tube dengan yang
dikarenakan temperatur dinding yang tinggi dan kecepatan yang rendah.

3. Penyebab Fouling pada Pre Heater


Penyebab utama terjadinya fouling pada tube side pada unit ini adalah
terjadinya fraksi berat yang mengkerak yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai
berikut :
a. Temperatur operasi yang tinggi.
Temperatur permukaan sangat berpengaruh dalam pembentukan
fouling. Pada normal solubility salt solution (kelarutan normal larutan
garam) peningkatan konsentrasi garam akan naik seiring dengan naiknya
temperatur, contohnya adalah NaCl dan NaNO3. Untuk garam yang
memiliki karakteristik inverse solubility (kelarutan terbalik), kelarutan
garam-garam tersebut akan turun ketika temperatur naik atau kelarutan
garam akan naik bila temperatur diturunkan, contohnya adalah garam-garam
CaCO3, Ca(OH)2, Ca3(PO4)2, CaSO4, CaSiO3, LiCO3, Mg(OH)2, NaSO4, dan
lain-lain.
b. Waktu tinggal yang lama, terutama pada daerah yang temperaturnya tinggi.
c. Flow velocity.
Dengan kecepatan yang tinggi dapat meminimalkan pembentukan
fouling (untuk segala jenis fouling), namun yang harus diperhatikan juga
bahwa menjalankan STHE (shell and tube heat exchanger) pada kecepatan
alir tinggi dapat menyebabkan tingginya pressure drop, kecepatan tinggi
juga dapat mengakibatkan erosi dan juga memerlukan energi pemompaan
yang besar.
d. Material konstruksi dan permukaan yang halus.
Pemilihan material tube sangat penting, beberapa tipe biofouling dapat
terhambat pembentukannya dengan menggunakan copper-bearing alloy,
73

permukaan bahan atau materi tube yang halus dapat mengurangi laju
pembentukan fouling. Copper dan alloy-nya dapat mengurangi
pembentukan biofouling dikarenakan materi atau bahan ini bersifat racun
terhadap organisme tersebut.

4. Kerugian yang Disebabkan Fouling


Berikut beberapa kerugian yang disebabkan oleh fouling (Parameshelly, 2019):
a. Peningkatan capital cost pre heater dengan fouling yang tinggi akan
menyebabkan pengurangan overall coefficient pre heater sehingga
dibutuhkan luas area perpindahan yang lebih (bila dibandingkan dengan
fouling yang lebih rendah) namun dapat mengakibatkan peningkatan cost.
b. Energi tambahan sehubungan dengan peningkatan energi pompa dan
efisiensi termodinamika yang rendah pada kondensasi dan siklus refrigerasi.
c. Maintenance cost untuk anti foulant, chemical treatment dan untuk
pembersihan. Permukaan perpindahan panas yang tertutup oleh fouling.
d. Pengurangan output atau keluaran (rate) dikarenakan pengurangan cross
sectional area.
e. Downtime cost (downtime adalah kerugian waktu produksi yang diakibatkan
oleh peralatan tidak dapat dioperasikan dengan semestinya dikarenakan oleh
maintenance, power failure atau power trip, breakdown).

5. Cara Mengurangi Terjadinya Fouling


Pemilihan Pre Heater yang tepat dapat mengurangi pembentukan fouling
dikarenakan area dead space yang lebih sedikit dibandingkan dengan tipe yang
lainnya, seperti plate dan spiral pre heater, namun pre heater tersebut hanya
dapat menangani desain pressure sampai 20-25 bar dan desain temperatur
2500C (plate) dan 4000C (spiral). Untuk penggunaan tipe shell and tube ada
beberapa ketentuan, yaitu :
a. Fluida yang ditempatkan pada tube.
- Gunakan diameter tube yang lebih besar. STHE umumnya didesain
dengan ukuran tube dari 20 mm/25mm, untuk penggunaan fluida yang
kotor (fouling resistance > 0,0004 h-m2 0C/kal) gunakan tube dengan
outside diameter, OD minimum 25 mm.
74

- Kecepatan tinggi, dengan mengoperasikan Pre Heater dengan kecepatan


yang tinggi mengakibatkan pressure drop lebih cepat daripada kenaikan
koefisien perpindahan panas maka perlu dicari kecepatan yang optimum
b. Fluida yang ditempatkan pada shell.
- Gunakan U-Tube atau floating head. Kelemahan penggunaan U-Tube
adalah kesulitan pembersihan pada bagian U.
- Gunakan susunan tube secara square atau rotate square. Susunan square
menyediakan akses yang lebih sehingga cleaning Pre heater secara
mechanical dengan menggunakan rodding atau hydrojetting baik pada
susunan triangel, namun tube yang disusun secara square memberikan
koefisien heat transfer yang rendah, maka rotate square dapat
digunakan.
- Meminimalisasikan dead space dengan desain baffle secara optimum.
STHE lebih mudah mengalami fouling dikarenakan adanya dead space,
sehingga penentuan jarak antar baffle (baffle spacing) dan baffle cut
sangat penting, kedua variabel tersebut sangat berpengaruh dalam
penentuan besar kecilnya koefisien perpindahan panas pada shell.
- Gunakan tube pitch yang lebih besar untuk fouling yang lebih sangat
tinggi. Umumnya tube pitch yang digunakan adalah sebesar 1,25 kali dari
OD untuk triangular pitch dan 6 mm lebih dari OD untuk square.

6. Metode Cleaning
Ada 3 tipe cleaning yang mungkin dilakukan pada pre heater ini adalah
sebagai berikut (Mariska, 2019) :
a. Chemical / physical cleaning;
b. Mechanical cleaning;
c. Gabungan dari keduanya.

6.1 Chemical/Physical Cleaning


Chemical cleaning adalah suatu metode dimana pembersihan dilakukan
dengan mensirkulasikan agent melalui peralatan. Salah satu cara metode ini
adalah dengan flushing (Mariska, 2019).
Keuntungannya :
75

1. Tidak perlu membongkar alat sehingga menghemat waktu dan buruh;


2. Tidak ada kerusakan mekanik pada tube.

Kerugiannya :
1. Pembersihan beberapa tipe deposit, dalam hal ini coke sukar dilakukan;
2. Tube yang tersumbat penuh disarankan dilakukan mechanical cleaning terlebih
dahulu, karena sirkulasi dari cleaning agent tidak mungkin dilakukan;
3. Sangat sukar untuk meyakinkan bahwa peralatan benar-benar telah bersih;
4. Deposit kemungkinan dapat terakumulasi di tempat dimana aliran relatif
lambat.

6.2 Mechanical Cleaning


Ada 3 tipe mechanical cleaning yang biasa dilakukan yakni (Mariska, 2019):
1. Drilling atau Turbining
Pembersihan ini dilakukan dengan mendrill deposit yang menempel
pada dinding tube. Pembersihan ini paling dianjurkan untuk tube yang
tertutup total dan paling baik dilakukan secara bertahap dengan kenaikan
mata bor.
2. Hydrojetting
Pembersihan ini dilakukan dengan cara menyemprotkan air ke dalam
tube pada tekanan yang tinggi, dipilih untuk jenis deposit lunak.
3. Sandblasting
Pembersihan ini dilakukan dengan cara menyemprotkan campuran air
dengan pasir ke dalam tube pada tekanan tinggi.

6.3 Gabungan dari Keduanya


Cara yang paling umum untuk metode ini adalah chemical cleaning
diikuti dengan mechanical cleaning.

3.7 Pemecahan Masalah


Pre heater 6-7 pada crude distiller IV unit CD & GP di PT Pertamina
(Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong merupakan suatu alat penukar panas
yang digunakan untuk memanaskan crude oil dengan media pemanasnya
76

berupa residue. Untuk menghitung kinerja alat pre heater 6-7 dilakukan
beberapa tahap penyelesaian.

3.7.1. Pengumpulan Data


Pengumpulan data-data yang dibutuhkan untuk perhitungan dilakukan
dengan meninjau kondisi operasi pre heater 6-7 crude distiller IV di ruang
kontrol bagian CD & GP kilang CD IV di PT Pertamina (Persero) RU III
Plaju-Sungai Gerong. Adapun data-data yang diambil adalah sebagai berikut :
1. flowrate inlet (W) untuk long residu di control room;
2. flowrate inlet (w) untuk crude oil di control room;
3. spesific gravity untuk long residu di control room;
4. spesific gravity untuk crude oil di control room;
5. Temperatur inlet (T1) dan outlet (T2) untuk long residu di lapangan;
6. Temperatur inlet (t1) dan outlet (t2) untuk crude oil di lapangan;
7. Data spesifikasi untuk Pre Heater 6-7 di Process Engineering (PE).

3.7.2. Metode Perhitungan


1. Menentukan Pysical properties Fluida pada bagian shell dan tube
(Cp,µ,k).
Untuk menghitung fouling factor (Rd) diperlukan data property fisis
fluida, yaitu : viskositas (µ), kapasitas panas (cp), konduktivitas termal (k).
Data property fisis fluida untuk fluida nonviskos (µ < 1cp) dihitung pada suhu
rata-rata (Kern, 1983).
(T 1+T 2 )
Tavg = ...........................................................................(Kern, 1983)
2
Dimana :
Tavg = Temperatur rata-rata
T1 = Temperatur masuk
T2 = Temperatur keluar
a. Menentukan kapasitas panas (Cp)
Penentuan kapasitas panas (Cp) dapat dilihat dari Gambar 3 (Lampiran C)
Kern, 1983.
77

b. Menentukan viskositas (µ)


Penentuan viskositas (µ) dapat dilihat dari Gambar 1 (Lampiran C)
Maxwell, 1977.
c. Menentukan konduktivitas thermal (k)
Penentuan konduktivitas thermal (k) dapat dilihat dari Gambar 2 (Lampiran
C), Kern 1983.

2. Menghitung neraca panas fluida (Qs = Qt)


Q Shell = U x A x ∆T............................................................ (Kern, 1983)
Q Tube = U x A x ∆t.............................................................. (Kern, 1983)
Dimana :
Q = Kalor jenis (Btu/hr);
U = Design Overall Coefficient (Btu/hr.ft2.oF), Tabel 1. (Lampiran
C), Kern 1983
A = Luas permukaan (ft2);
∆T = Beda temperatur fluida panas (°F);
∆t = Beda temperatur fluida dingin (°F).

3. Menghitung beda temperature rata-rata logaritmik (∆t)


∆t = FT x LMTD.............................................................. (Kern.1983)

( T 1 −t2 ) −(T 2−t 1)


LMTD = (T 1−t 2) ....................................................(Kern, 1983)
ln
(T 2−t 1)
(T 1−t 2) ( t 2−t 1 )
R = ; S= ..................................(Kern, 1983)
(T 2−t 1) (T 1−t 1)
FT = Gambar 6 (Lampiran C), Kern 1983

4. Menghitung Temperatur Kalorik (Tc dan tc)


Temperatur kalorik ditafsirkan sebagai temperatur rata-rata fluida yang
terlibat dalam pertukaran panas di dalam penukar panas.
Tc = T2 + Fc (T1-T2) ................................................................ (Kern, 1983)
tc = t1 + Fc (t2-t1) ..................................................................... (Kern, 1983)
78

Dari Gambar 5 (Lampiran C), Kern 1983, didapat harga Kc dan Fc dengan
perbandingan
∆ tc T 2−t 1
= .................................................................................. (Kern, 1983)
∆ th T 1−t 2

5. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas pada bagian Tube (hi dan hio)
a. Menghitung daerah aliran yang tegak lurus di dalam tube (at)
Nt x a' t
at 
144 x n .................................................................. (Kern, 1983)
Dimana :
NT = Jumlah Tube;
a’t = Flow area per tube (in2), didapat dari Tabel 2. (Lampiran C),
Kern 1983;
n = Jumlah tube passes.

b. Menghitung laju alir fluida dingin (Gt)


w
Gt 
at (Kern, 1983)
Dimana :
Gt = mass velocity fluida dingin (lb/hr.ft2)

c. Menghitung Reynold number (Ret)


D x Gt
Re t 
 .................................................................. (Kern, 1983)

Dimana :
Ret = Bilangan Reynold pada bagian tube (tidak bersatuan);
D = ID tube (ft), diperoleh dari Tabel 2. (Lampiran C), Kern 1983.

d. Mencari nilai jH (Faktor Perpindahan Panas)


jH shell = Gambar 10 (Lampiran C), Kern 1983;
jH tube = Gambar 7 (Lampiran C), Kern 1983.

e. Menghitung nilai Thermal Function (Prandl Number)


cp x 
( )
k 1/3
................................................................... (Kern, 1983)
79

Dimana :
cp = kapasitas dingin (Btu/lb oF);
µ = viskositas (lb/ft.hr);
k = konduktivitas thermal (Btu/hr.ft.oF).

f. Perhitungan Inside Film Coefficient (hio/ɸt)


1/ 3
k  c 
 
hi = jH D  k  Фt
hio hi ID
 x
t  t OD .......................................................... (Kern, 1983)

Dimana :
jH = Faktor untuk Heat Exchanger (tidak bersatuan);
ID = Diameter bagian dalam shell (ft);
OD = Diameter bagian luar tube (ft);
hio = Inside film coefficient (Btu/hr.ft °F).

6. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas pada Bagian Shell (ho)


a. Menghitung cross flow area pada bagian shell (as)
ID x C' x B
as 
PT ............................................................ (Kern, 1983)
Dimana :
ID = Diameter bagian dalam shell (ft);
C’ = Clearance = PT – OD tube (ft);
PT = Tube Pitch (ft);
B = Baffle Spacing (ft).

b. Menghitung laju alir fluida dingin (Gs)


w
Gs = as ........................................................................ (Kern, 1983)
Dimana :
Gs = mass velocity fluida pada sisi bagian shell (lb/hr.ft2);
as = cross flow area pada bagian shell (ft2).
80

c. Menghitung Reynold Number (Res)


De x Gs
Re s 
μ ............................................................. (Kern, 1983)
Dimana :
Res = Bilangan Reynold pada bagian shell (tidak bersatuan)
De = Shell side equivalent diameter (ft).

d. Mencari nilai jH (Faktor Perpindahan Panas)


jH = Gambar 8 (Lampiran B), Kern 1983.
e. Menghitung nilai Thermal Fuction (Prandl Number)
Cp x μ 1 / 3
( )
k .................................................................... (Kern, 1983)
Dimana :
Cp = kapasitas panas (Btu/lb oF);
µ = viskositas (lb/ft.hr);
k = konduktivitas thermal (Btu/hr.ft.oF).
f. Perhitungan Outside film Coefficient (ho/ɸs)
1/ 3
k  c 
 
ho = jH De  k  Фs ................................................................................... (Kern, 1983)
Dimana :
ho = Outside film coefficient (Btu/hr.ft 0F);
jH = Faktor untuk Heat Exchanger (tidak bersatuan);
De = Shell side equivalent diameter (ft).

7. Menghitung Corrected Coeficient ho dan hio pada tw


- Shell side
0,14
  
 

Φs =  w
ho
ho = s x Φs .........................................................(Kern, 1983)
81

- Tube side
0,14
  
 

Φt =  w

hio
hio = t x Φt ........................................................ (Kern, 1983)

8. Menghitung koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk permukaan


bersih (Uc)
Uc merupakan overall heat transfer coefficient jika tidak terjadi
fouling/kerak.
hio x ho
UC = hio  ho ...................................................... (Kern, 1983)
Dimana :
UC = Overall coefficient of clean coefficient (Btu/hr.ft2 oF).

9. Menghitung koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk permukaan


kotor (UD)
UD merupakan overall heat transfer coefficient jika terjadi fouling
atau terdapat kerak.
Q
UD = Axt .................................................................... (Kern, 1983)
A = a’’x L x Nt
Dimana :
UD = Overall coefficient of design coefficient (Btu/hr.ft2 oF).
Q = Jumlah panas yang dikeluarkan (Btu/hr);
A = Luas permukaan (ft2);
L = Panjang tube (ft);
Nt = Jumlah tube (buah);
a’’ = Tabel 2 (Lampiran C), Kern 1983.
82

10. Menghitung fouling factor (Rd)


UC  U D
Rd = U C x U D ..................................................................(Kern, 1983)
Dimana :
Rd = Fouling factor (hr.ft2.oF/ Btu)

11. Perhitungan Pressure Drop


- Shell side:
2
f x Gs x Ds x N  1
ΔPs = 5,22 x10 De x s x  s
10
............................... (Kern,1983)
Dimana :
ΔPs = Total Pressure drop pada Shell (psi);
f = Friction factor Shell (ft2/in2) Gambar 11 (Lampiran C), Kern
1983;
Gs = Mass velocity (lb/hr.ft2);
s = Spec. Gravity;
N + 1 = jumlah lintasan aliran melalui baffle.

- Tube side:
2
f x Gt x L x n
ΔPt = 5,22 x 10 D x s x  t
10
................................... (Kern, 1983)
Dimana :
ΔPt = Pressure drop pada tube (psi);
f = Friction factor tube (ft2/in2) Gambar 8 (Lampiran C), Kern
1983;
Gt = Mass velocity (lb/hr.ft2);
Spgr = Spec. Gravity;
D = Inside diameter (ft);
n = jumlah pass Tube.
83

4 x n V2
x
ΔPr = s 2 g ........................................................ (Kern, 1983)

Dimana :
ΔPr = Return Pressure drop pada tube (psi);
V2
2 g = Velocity head (psi); diperoleh dari Gambar 9 (Lampiran C),

Kern 1983
s = Spec.gravity.

Maka :
ΔPT = ΔPt + ΔPr ......................................................... (Kern, 1983)
Dimana :
ΔPT = Total Pressure Drop pada tube (psi).

Uc = Clean overall coeficient (Btu/hr.ft2.°F);


Rd = Dirt factor (hr.ft2.°F/Btu) ............................... (design)

3.8 Data dan Perhitungan


3.8.1 Data Pengamatan
1. Data Aktual Pre Heater 6-7
Tabel 3.1 Data Aktual Proses Ammonia Condenser U-EA-404A
Shell (Residu) Tube (Crude Oil)
Tanggal
Laju Alir T in T out Laju Alir T in T out
o o o
(T/D) ( C) ( C) (T/D) ( C) (oC)

2 November
2037 254,9 176,4 2872 69,9 92,4
2020
9 November
1682,4 243,5 187,7 2890 79,4 97,2
2020
16 November
1626,3 252,4 197,3 2859 78,6 98,9
2020
23 November
1566 264,5 207,7 2899 68,2 96,7
2020
84

30 November
1505,7 226,3 188,7 2828 72,4 96,9
2020
(Control Room Unit CD IV PT Pertamina (Persero) RU III, 2020)

3.8.2 Perhitungan
Untuk perhitungan data aktual pada tanggal 2 November 2020
Diketahui :
Konversi Laju Alir Ammonia Gas dan Cooling Water
ton 2205lb 1day
 W Residu = 2037 day x 1ton x 24 hr

= 187149,375 lb/hr

ton 2205lb 1day


 W Crude Oil = 1682,4 day x 1ton x 24 hr

= 263865 lb/hr

Konversi Temperatur In dan Out Ammonia Gas dan Cooling Water


9
 T in residu = 254,9 oC x + 32 = 490,82 oF
5
9
 T out residu = 176,4 oC x + 32 = 349,52 oF
5
9
 T in crude oil = 69,9 oC x + 32 = 157,82 oF
5
9
 T out crude oil = 92,4 oC x + 32 = 198,32 oF
5
Tabel 3.2 Data Desain Kontruksi Tube Side
Data Panjang (mm) Panjang (in) Panjang (ft)
ID 800 mm 31,52 in 2,626 ft
OD 25,4 mm 1in 0,0834 ft
L 4000 mm 157,480 in 13,123 ft
Nt 350 - -
BWG 12 - -
PT 32 mm 1,25 in 0,1049 ft
N 2 2 -
a’t 0,479 in2 - -
C” 6,35 mm 0,25 in 0,02 ft
(Control Room Unit CD IV PT Pertamina (Persero) RU III, 2020)
85

Tabel 3.3 Data Desain Kontruksi Shell Side


Data Panjang (mm) Panjang (in) Panjang (ft)
ID 800 mm 31,496 in 2,264 ft
L 4000 mm 157,480 in 13,123 ft
N (Pass) 4 pass - -
Baffle 160,02 mm 6,3 in 0,525 ft
(Control Room Unit CD IV PT Pertamina (Persero) RU III, 2020)

1. Neraca Panas (Heat Balance)


a. Pada Shell
Diketahui:
W = 187149,375 lb/hr
Cp = 0,48 Btu/lb.℉ (Lampiran A, Gambar 2)
Tavg = (T1 + T2)/2 = (490,82 ℉ + 349,52 ℉ ¿/2
= 420,17 ℉
T1 - T2 = 490,82 ℉ - 349,52 ℉
= 141,30 ℉
Q1 = W x Cp x (T1 - T2)
= 187149,375 lb/hr x 0,48 x 141,30
= 12693219 Btu/hr
b. Pada Tube
Diketahui :
W = 263865 lb/hr
Cp = 0,45 Btu/lb.℉ (Lampiran A, Gambar 2)
Tavg = (T1 + T2)/2 = (157,82 ℉ + 198,32 ℉ ¿/2
= 178,07 ℉
t1 - t2 = 198,32 ℉ - 157,82 ℉
= 40,5 ℉
Q1 = W x Cp x (t1 - t2)
= 263865 lb/hr x 0,45 x 40,5
= 4808940 Btu/hr
86

2. Menghitung LMTD dan ∆t


Hot Fluid Cold Fluid
Differences
(°F) (°F)
T1 490,82 Higher Temp. t2 198,32 292,5
T2 349,52 Lower Temp. t1 157,82 191,7
141,3 Differences 40,5 100,8
∆ t −∆ t 1
LMTD = 2
ln ¿ ¿ ¿
( 292,5−191,7 ) ° F
= = 238,56 °F
ln (¿ 292,5/191,7)° F ¿

R =T 1−T 2 =141,3° F = 3,48


t 2−t 1 40,5 ° F
t −t
S =2 1 =40,5 ° F = 0,12
T 1−t 1 333 ° F

Berdasarkan data desain Pre Heater 6-7 yang merupakan HE dengan 2


SHELL PASSES, 4 TUBE PASSES, maka didapatkan :
Faktor koreksi (Ft) = 0,99 (Lampiran A, Gambar 5)
CMTD = LMTD x Ft
= 238,56 ˚F x 0,99
= 236,1756 ˚F

3. Menghitung Temperatur Rata-Rata

490,82+349,52
Tav = T 1 +T 2 = = 420,12 ˚F
2 2

tav =t 1 +t 2 = 69,9+92,4 = 178,07 ˚F


2 2

4. Menghitung Luas Penampang (Flow Area)


a. Flow Area pada Shell Side

ID × C' ' × B
144 × P T
87

as =
dimana,
ID = 31,496 in
OD = 1 in
B = 6,3 in
PT = 1,25 in
C” = PT – OD = 1,25 in – 1 in = 0,25 in
Maka :
ID × C' ' × B
as =
144 × P T

31,496∈×0,25∈× 6,3∈ ¿ ¿
= 144 ×1,25∈¿ ¿

= 0,27555 ft2

b. Flow Area pada Tube Side

at =N t ×a ' t
DImana, 144 ×n
Nt = 350
n =4
a’t = 0,479 in2 (Lampiran A, Tabel 1)
Maka,
N t ×a ' t
at =
144 ×n

0,479∈¿2
=350 × ¿
144 ×4

= 0,291 ft2

5. Menghitung Kecepatan Massa (Mass Velocity)


a. Kecepatan massa pada shell side
Diketahui :
Ws = 187149,375 lb/hr
as = 0,27555 ft2
maka :
88

Ws
Gs =
as

187149,375   lb / hr   
=
0,27555   ft² 

= 679172,4773 lb/hr ft2

b. Kecepatan Massa pada Tube Side


Diketahui :
Wt = 263865 lb/hr
at = 0,291 ft2
maka :
Gt = Wt
at
263865 lb/hr  
=
0,291 ft² 

= 906568,6848 lb/hr ft2

6. Menghitung Re (Reynold Number)


a. Pada Shell Side (Res)
Diketahui :
Tav = 420,17 °F
µ = 0,44 Cp x 2,42 = 1,0648 lb/ft hr (Lampiran A, Gambar 11)
Gs = 679172,4773 lb/hr ft2
De = 0,99/12 = 0,0825 ft
Maka :
De× Gs
Res =
μ

0,0825
= ft ×679172,4773 lb /hr . ft ²
1,0648 lb /ft . hr

= 52621,8345

b. Pada Tube Side (Ret)


Diketahui :
89

tav = 178,07 °F
µ = 0,64 Cp x 2,42 = 1,5488 lb/ft hr (Lampiran A, Gambar 11)
Dt = 0,782/12 = 0,0652 ft
Gt = 906568,6848 lb/hr ft2
Maka :
Dt × G t
Ret =
μ

= 0,0652 ft × 906568,6848 lb /hr . ft ²


1,5488 lb/ft . hr

= 38144,40812

7. Menentukan Nilai Faktor Perpindahan Panas


a. Pada Shell Side
Diketahui :
Res = 52621,8345
Maka :
JH = 160 (Lampiran A, Gambar 10)
b. Pada Tube Side
Diketahui :
Ret = 38144,40812
Maka :
JH = 110 (Lampiran A, Gambar 10)

8. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas (Prandtl Number)


a. Pada Shell Side
Diketahui :
Tc = 411,692 °F
c = 0,48 Btu/lb.°F (Lampiran A, Gambar 2)
k = 0,067 Btu/hr ft2(.°F/ft) (Lampiran A, Gambar 1)
μ = 1,0648 lb/ft hr (Lampiran A, Gambar 11)
Maka :
1
0,48 Btu /lb . ° F x 1,0648lb/ ft . hr
(c μ/k )1/ 3
= ( 0,067 /(hr )(ft 2 )(° F /ft ) ) 3
90

= 1,96
b. Pada Tube Side
Diketahui :
tc = 177,665 °F
c = 0,45 Btu/lb.°F (Lampiran A, Gambar 2)
k = 0,077 Btu/hr ft2(.°F/ft) (Lampiran A, Gambar 1)
μ = 1,5488 lb/ft hr (Lampiran A, Gambar 11)
Maka :
1
0,52 Btu /lb .° F x 1,5488lb/ft . hr
(c μ/k )1/ 3
= ( 0.077 Btu /(hr )( ft 2)(° F/ ft) ) 3

= 2,084

9. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas (ho dan hi)


a. Pada Shell Side
Diketahui :
jH = 160 (Lampiran A, Gambar 10)
k = 0,067 Btu/hr ft2 (°F/ft) (Lampiran A, Gambar 1)
De = 0,0825 ft
k/D = 0,8121 Btu/(hr)(ft2)(°F)
(c μ/k )1/ 3 = 1,968
Maka :
1/ 3
k c .μ
ho/Φ t =jH . .
D k ( )
= 160 x 0,8121 Btu/(hr)(ft2)(°F) x 1,968
= 255,7912 Btu/(hr)(ft2)(°F)

b. Pada Tube Side


Diketahui :
jH = 110 (Lampiran A, Gambar 10)
k = 0,077 Btu/hr ft2 (°F/ft) (Lampiran A, Gambar 1)
Dt = 0,0652 ft
k/D = 1,1815 Btu/(hr)(ft2)(°F)
(c μ/k )1/ 3 = 2,0840
91

Maka :
1/ 3
k c .μ
hi/Φ t = jH . .
D k ( )
= 110 x 1,1815 Btu/(hr)(ft2)(°F) x 2,0840
= 270,8716 Btu/(hr)(ft2)(°F)

10. Menentukan Nilai hio


Diketahui :
hi/Φ t = 211,8216 Btu/(hr)(ft2)(°F)
ID = 0,782 in
OD tube = 1 in
Maka :
hio = hi × ID
Φt OD ¿ ¿
= 270,8716 Btu /(hr)(ft 2)(° F)× 0,782∈
1∈¿ ¿
= 211,8216 Btu/(hr)(ft2)(°F)

11. Menentukan Clean Overall Coeficient (Uc)


Diketahui :
ho = 203,4232 Btu/(hr)(ft2)(°F)
hio = 304,6446 Btu/(hr)(ft2)(°F)
maka :

304,6446   Btu/( hr )(ft 2 )(°F)  × 203,4232   Btu/( hr )(ft 2)(°F)   


Uc = 304,6446 Btu/(hr)(ft 2 )(°F)  +203,4232  Btu/( hr )(ft2 )(°F)   

= 121,9754Btu/(hr)(ft2)(°F)

12. Menghitung Design Overall Coeficient (Ud)


Diketahui :
a” = 0,2618 ft2/lin ft (Lampiran A, Tabel 1)
Nt = 350
L = 13,1233 ft
Q = Btu/hr
92

CMTD = 16,19 ° F
Maka :
A = a” x Nt x L
= 0,2618 ft2/in ft x 350 x 13,1233 ft
= 1202,487979 12693219ft2
Q
Ud =
A x CMTD

12693219 Btu/hr
=
1202,487979 ft 2 x 236,1756° F

= 44,6946 Btu/(hr)(ft2)(°F)

13. Fouling Factor (Rd)


Diketahui :
Uc = 121,9754 Btu/(hr)(ft2)(°F)
Ud = 44,6946 Btu/(hr)(ft2)(°F)
Maka :
U c −U D
Rd =
Uc× UD
121,9754−44,6946
=
121,9754 x 44,6946

= 0,0141 Btu/hr ft2 °F

Untuk perhitungan Pre Heater 6-7 dengan menggunakan metode Kern


pada data yang lain dilakukan dengan cara yang sama. Hasil dari perhitungan
dapat dilihat pada Lampiran B.

Table 3.4 Data Fouling Factor Pre Heater 6-7


Fouling Factor Desain Fouling Factor Aktual
Tanggal
(hr)(ft2)(°F) / Btu (hr)(ft2)(°F) / Btu

2 November 2020 0,03 0,01417565

9 November 2020 0,03 0,02851293

16 November 2020 0,03 0,0312569


23 November 2020 0,03 0,036978981

30 November 2020 0,03 0,051698695


93

3.9 Hasil dan Pembahasan


3.9.1 Proses Perpindahan Panas Pada Alat Pre Heater 6-7
Pre heater 6-7 merupakan alat heat exchanger jenis shell and tube yang terdapat
pada proses crude distiller di (CD IV) PT PERTAMINA Palembang. Pre heater 6-7
pada crude distiller IV (CD IV) berfungsi untuk memanaskan atau menaikkan
temperatur umpan minyak mentah (crude oil). Setelah melewati pre heater 6-7, umpan
akan masuk ke unit stabilizer. Proses pemanasan ini dilakukan untuk meningkatkan
temperatur umpan dan menurunkan temperatur media pemanas sehingga dapat
mengurangi beban kerja furnace. Dengan berkurangnya beban furnace, maka bahan
bakar juga menjadi lebih efisien. Pre heater 6-7 menggunakan crude oil sebagai fluida
dingin mengalir pada bagian tube, sedangkan residue sebagai media pemanas yang
mengalir dan melewati baffle yang terpasang pada bagian shell. Ketika kedua fluida
tersebut kontak tak langsung melalui dinding tube dengan rambatan secara konduksi
dan konveksi maka terjadi proses pertukaran panas antara residue dan crude oil.
Proses perpindahan panas konduksi dan konveksi ini terjadi secara bersamaan pada
dinding shell dan tube, dikarenakan fluida yang masuk dalam shell mengalir
berlawanan arah dengan fluida yang berada di dalam tube. Residue akan mengalami
penurunan temperatur akibat pertukaran panas dengan crude oil. Panas berpindah
karena adanya aliran zat yang dipanaskan sehingga terjadi perbedaan massa jenis
(berat jenis). Massa jenis bagian yang dipanaskan lebih kecil daripada massa jenis
bagian zat yang memanaskan, perpindahan panas akan lebih cepat dengan adanya
baffle yang berfungsi untuk menturbulensikan aliran pada shell.

Crude Oil Crude Oil


(Outlet) (Inlet)

Residu Residu
(Outlet) (Inlet)
94

Gambar 3.9 Skema Pre Heater 6-7


Pada proses pertukaran panas di Pre Heater 6-7, fluida panas masuk ke
bagian shell yang merupakan Residu dengan temperatur masuk kisaran 220-260oC
dan temperatur keluar kisaran 170-200oC. Sedangkan fluida dingin masuk pada
bagian tube yang merupakan Crude Oil dengan temperatur masuk kisaran 60-70
o
C dan temperatur keluar kisaran 90 oC.
Dari perhitungan yang telah dilakukan dengan metode Kern terhadap data
aktual dalam 1 bulan, maka diperoleh grafik nilai yang berkaitan dengan kinerja
Pre Heater 6-7 yaitu Fouling Factor yang dapat dilihat pada Gambar 3.10.
0.06

0.05
(hr)(ft2)(°F) / Btu

0.04
Fouling Factor

0.03 Rd
Rd
0.02 Desain

0.01

0
1 2 3 4 5
Minggu

Gambar 3.10. Grafik Fouling Factor pada Minggu ke-1 hingga ke-5.

3.9.2 Pembahasan
Dari perhitungan yang telah dilakukan dengan metode Kern terhadap data
aktual selama 5 pekan, maka diperoleh beberapa nilai fouling factor-nya
Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukkan hambatan akibat
adanya kotoran atau deposit yang terbawa oleh fluida selama mengalir dalam heat
exchanger. Fouling factor berpengaruh terhadap proses perpindahan panas,
semakin besar fouling factor maka pergerakan aliran fluida akan terhambat,
selama heat exchanger ini dioperasikan pengaruh pengotoran pasti akan terjadi.
Nilai fouling factor dipengaruhi oleh suhu, dimana semakin tinggi suhu akan
semakin tinggi pula terbentuk kerak pada pipa. Dan semakin banyak laju alir yang
95

terjadi di dalam pipa pre heater makan akan semakin banyak pula impurities yang
terikut sehingga menyebabkan kotoran tersebut menempel pada alat maupun pada
pipa. Hal ini yang membuat perpindahan panas menjadi terganggu.
Pada Gambar 3.10. menunjukkan harga fouling factor sempat berada di
bawah nilai desain alat yaitu 0,03 hr.ft2.oF/Btu pada minggu pertama dan kedua,
penurunan nilai fouling factor ini disebabkan oleh adanya perubahan beda
temperatur rata-rata (CMTD) yang rendah dan memengaruhi nilai koefisien
perpindahan panas menyeluruh akibat adanya pengotor pada dinding pipa (UD).
Nilai fouling factor terbesar ialah 0,051698695 hr.ft2.oF/Btu pada data
minggu kelima, perbedaan ini dipengaruhi oleh flowrate dan temperatur keluar
pada shell yang tinggi. Berdasarkan TEMA (Tubular Exchanger Manufacturers
Association), nilai fouling factor yang lebih besar dari nilai desain membuat
waktu cleaning menjadi singkat sehingga mengakibatkan investasi yang harus
dikeluarkan lebih besar dan membuat pre heater bersifat overdesign. Meskipun
banyak pre heater beroperasi bertahun-tahun tanpa pembersihan, akan lebih baik
untuk mencegah menumpuknya fouling yang terbentuk dilakukanlah pembersihan
secara berskala sehingga pabrik tidak akan mengeluarkan biaya perawatan yang
lebih besar untuk proses pembersihan alat. Fouling factor mulai mengalami
kenaikan pada minggu kedua yang menandakan akan menurunnya nilai kinerja
alat.

3.10 Kesimpulan dan Saran


3.10.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan perhitungan terhadapan kinerja dari pre heater 6-7
pada Crude Distiller Unit IV (CD IV), dapat diperoleh beberapa kesimpulan
berupa :
1. Pre heater 6-7 merupakan alat heat exchanger di unit crude distiller IV (CD
IV) yang berfungsi untuk memanaskan atau menaikkan temperatur umpan
minyak mentah (crude oil). Setelah melewati pre heater 6-7, umpan akan
masuk ke unit stabilizer. Proses pemanasan ini dilakukan untuk
meningkatkan temperatur umpan dan menurunkan temperatur media pemanas
sehingga dapat mengurangi beban kerja furnace.
96

2. Fouling factor (Rd) yang didapat melewati batas desain yaitu 0,03
hr.ft2.oF/Btu, disebabkan adanya flowrate dan temperatur keluar shell yang
tinggi.
3. Nilai fouling factor (Rd) dari tiap minggunya mengalami kenaikan, sehingga
dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan alat pre heater 6-7 ini bekerja
dalam kondisi kurang maksimal, karena masih mengandung beberapa kotoran
baik dalam pipa maupun alat.

3.10.2 Saran
Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada pre heater 6-7, dapat diberikan
saran yaitu nilai fouling factor (Rd) harus tetap dijaga agar tidak melebihi nilai
desain sehingga proses perpindahan panas pada pre heater 6-7 dapat berlangsung
secara optimal. Pada pre heater 6-7 ini kondisinya kurang baik, namun sebaiknya
dilakukan pembersihan rutin alat sebelum dilakukan proses turn around untuk
membersihkan coke yang terbentuk serta kembali meningkatkan performa dari
pre heater.

Anda mungkin juga menyukai