TUGAS AGAMA KATOLIK (3) - Ringkasan BAB2 & BAB3

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 13

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS NEGERI MANADO


Alamat : Kampus UNIMA, Tondano 55223 Telepon (0431) 321845, Fax : (0431) 321866

Dosen Mata Kuliah : Dr. Theodorus Pangalila,S.Fils,M.Pd


Mata Kuliah : Pendidikan Agama Katolik

Nama Mahasiswa : Christian Beckham Liuw


Program Studi : Ilmu Geografi – Fakultas Ilmu Sosial
NIM : 20601009
Dosen pembimbing Akademik : Prof. Dr.Maxi Tendean, M.Si

TUGAS :
Ringkasan pokok :
BAB II :
“ RELASI MANUSIA DENGAN DIRI SENDIRI, SESAMA, LINGKUNGAN,
DAN TUHAN “.

BAB III :
“ AGAMA DAN IMAN DIHIDUPI DALAM PLURALITAS “
BAB II :
“ RELASI MANUSIA DENGAN DIRI SENDIRI, SESAMA,
LINGKUNGAN, DAN TUHAN “

A. Proses Menelusuri Relasi Manusia dengan Diri Sendiri, Sesama dan


Tuhan.
B. Persoalan Dasar dalam Membangun Relasi dengan Diri Sendiri, Sesama,
Lingkungan, dan Tuhan.
C. Menggali sumber dan Argumentasi Relasi Manusia dengan Diri Sendiri,
Sesama, Lingkungan dan Tuhan.
1. Hubungan manusia dengan Dirinya Sendiri.
Manusia diciptakan Allah dengan segala daya kemampuan agar manusia
mampu mengembangkan hidupnya dan mencapai kebahagiaannya
sendiri. Dalam perjalanan hidupnya manusia seringkali lupa diri akan
kodratnya. Kesombongan manusia mengakibatkan hubungan dengan
dirinya sendiri menjadi terganggu, contonya ketersaingan dalam diri
manusia itu sendiri, menjadikan manusia asing terhadap dirinya sendiri.
Segala sesuatu yang diciptakan Tuhan dimuka bumi mempunyai kaitan,
hubungan dan saling ketergantungan. Barang siapa mengenal dirinya,
sungguh dia akan mengenal Tuhannya, sebab dengan pengenalan itu,
manusia mengetahui bahwa selain Tuhan, tidak ada makhluk lain yang
bisa menciptakan dirinya dan alam semesta menuju kesempurnaan.

2. Hubungan Manusia dengan Sesamanya.


Manusia berperan sebagai makhluk individu dan sosial yang dapat
dibedakan melalui hak dan kewajibannya. Hubungan manusia sebagai
individu dengan masyarakat terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan. Masyarakat merupakan wadah bagi para individu
mengadakan interaksi sosial dan interelasi sosial. Dalam kehidupan
sosial terjadi bermacam-macam hubungan atau kerjasama. Sebagai
makhluk sosial, manusia dikaruniai oleh sang pencipta antara lain sifat
rukun dengan sesama manusia. Sebagai pribadi sosial, hidup dalam
kebersamaan memang tidak mudah, karena seringkali terjadi konflik
kepentingan antara satu dengan yang lain karena masing-masing saling
berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu,
dibutuhkan sikap untuk saling pengertian, menghormati, dan kerjasama
menuju suatu tatanan hidup bersama yang baik. Kehidupan yang
berdasar pada ketidakseimbangan melahirkan kebencian, permusuhan
bahkan pembunuhan manusia oleh manusia sendiri. Ketika terjadi
kompetisi relasi antarsesama pun berubah menjadi hukum rimba, siapa
kuat dia menang, homo homoni lupus, bahkan manusia menjadi serigala
terhadap sesamanya.
Sifat egoisme menjadikan manusia tidak menghargai manusia dan
kemanusiaan sebagai karya ciptaan Allah yang mulia. Harus disadari 2
hal penting yaitu orang lain bukanlah ancaman terhadap pribadi kita dan
harus mengakui sesama sebagai “ Engkau “ yang dipanggil bersama
membangun relasi personal. Sikap dasar yang ideal dalam kehidupan
bersama adalah cinta yang hakikatnya merangkum segala-galanya dan
mendasari sikap solidaritas dan subsidiaritas antar sesama manusia. Kita
dipanggil membangun hubungan berdasarkan sikap saling menghormati
dan dengan disertai kerelaan melayani Tuhan dengan sesama.

3. Hubungan Manusia dengan Lingkungannya.


Tuhan memberi kuasa kepada manusia untuk menaklukan alam agar
manusia dapat hidup, dan kehidupan manusia tetap ada dan terus
berlangsung. Ketergantungan manusia – alam dan alam – manusia,
menjadikan manusia menggunakan hasil alam untuk keberlangsungan
hidup dan kehidupannya. Dalam perkembangannya, manusia
mengeksploitasi serta mengeksplorasi alam untuk mencapai keinginan
dan tujuannya. Semuanya itu, menjadikan bumi pada suatu sisi tertata
dengan baik namun disisi lain juga bumi dibiarkan dalam keadaan
berantakan karena ketidakpedulian manusia. Sifat dan sikap egois dan
keserakahan pada umumnya telah mendorong manusia mengeksploitasi
alam sehingga keharmonisan ekosistem menjadi terganggu dan rusak.
Kemajuan IPTEK memandang bahwa alam adalah objek yang perlu
dieksploitasi sehingga sumber daya alam habis dikeruk untuk
kepentingan segelintir manusia. Kerusakan dan ketidakseimbangan
alam semakin parah dengan penggunaan hasil teknologi yang tidak
ramah lingkungan, berdampak pada perubahan iklim dan musim, serta
kerusakan pada alam. Masalah lingkungan hidup menjadi semakin
kompleks sehingga dituntut perhatian yang penuh, keterlibatan total,
baik pada taraf ilmu maupun dalam keputusan-keputusan politik
pembangunan. Relasi manusia dengan alam tidak sekedar hubungan
fungsional. Relasi tersebut dapat menghantar manusia dalam
pengalaman religius yang membuat manusia semakin mensyukuri
keindahan alam dan keagungan Allah sang pencipta alam semesta.

4. Hubungan Manusia dengan Tuhan


Manusia diciptakan Tuhan dimuka bumi sebagai makhluk yang paling
sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui kesempurnaanya
itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha dan bisa menentukan
mana yang baik dan mana yang benar. Di sisi lain, manusia meyakini
bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Hubungan yang utuh
dan benar dengan Allah. Manusia dibahasakan sebagai salah satu
ciptaan dalam relasinya dengan Allah yang merupakan satu-satunya
sang pencipta. Dalam relasi yang demikian, manusia menikmati hidup
yang penuh harmoni, keseimbangan, kebebasan dan damai sejahtera
serta kasih. Agar manusia kembali mengenal hakikatnya sebagai
gambaran Allah, Allah sendirilah yang harus hadir. Ia hadir dalam
bahasa dan bentuk yang dikenal oleh manusia : Allah menjadi manusia.
Inilah substansi dari ajaran inkarnasi dalam iman kristen : bukan
manusia menjadi Allah tetapi Allah yang menjadi manusia agar manusia
kembali pada posisinya semula sebagai manusia yang mempunyai
martabat yang luhur,

Pada hakikatnya manusia memiliki hubungan yang perlu dijalankan


yaitu hubungan vertikal dan horizontal. Hubungan vertikal berarti
hubungan manusia kepada Tuhan, hubungan ini sangat pribadi,
individual dan spiritual. Manusia dalam relasi dengan Tuhan kadang
kurang jujur, takut membuka jati diri yang sebenarnya. Relasi inilah
yang harus dipulihkan kembali agar manusia dapat hidup dan berelasi
dengan Tuhan. Relasi yang jujur, terbuka dan apa adanya dengan segala
kekurangan dan keterbatasan manusia datang kepada Tuhan untuk
mencari dan menemukan apa kehendak Tuhan dalam dirinya.

D. Mengomunikasikan Relasi Manusia dengan Diri Sendiri, Sesama,


Lingkungan dan Tuhan.
Manusia mampu terbuka pada hal-hal yang bersifat ilahi, bahkan yang
membuatnya mampu mencari dan mengakui adanya Tuhan serta
mengimaninya. Keterbukaan transendental ini memperlihatkan dengan jelas
bahwa manusia memiliki orientasi hidup yang tidak hanya terbatas pada
lingkup dirinya sendiri, sesama dan dunia fana, melainkan mengatasinya.
Dengan keterbatasan dan keterarahan yang demikian, manusia masuk dalam
pencarian yang tidak pernah bisa dia lakukan sepenuhnya. Itulah sebabnya
usaha pencarian manusia menjadi sebuah sikap tunduk dan penyerahan
kepada sang gaib. Gaib dalam pembahasan ini adalah sesuatu yang
dipercayai manusia sebagai sesuatu yang nyata adanya namun tidak
kelihatan oleh mata atau yang dimaksud disini adalah hal-hal yang bersifat
supranatural, adikodrati, suatu realitas yang melampaui kenyataan duniawi
semata, yang dalam pengertian kepercayaan manusia primitif, maupun
dalam pengertian kepercayaan manusia beragama modern disebut Tuhan
atau Allah.

Ada banyak pengalam hidup manusia yang tidak dapat ditangkap dan
diterangkan secara rasio semata. Pengalamn-pengalaman tersebut telah
mengantar manusia pada keterbukaan, dan bahkan kepada pengakuan
adanya kekuatan lain yang melampaui kekuatannya sendiri dan segala
kekuatan yang mengatasi dirinya, selain memperlihatkan ketakberdayaan
dan keterbatasan manusia, sekaligus juga memperlihatkan keistimewaan
manusia sebagai makhluk religius. Inilah cikal bakal muncul dan
berkembangnya kepercayaan manusia dalam membangun relasi dengan
Tuhan.

Pengalaman akan keterbatasan manusia membuka hati dan jiwa manusia


untuk berelasi dengan sesamanya, dengan lingkungan hidupnya, dan dengan
sang kuat kuasa yang mengatasi dirinya yaitu Tuhan. Keterbukaan hati
manusia terhadap hal-hal yang bersifat adikodrati adalah suatu kenyataan
dalam hidup manusia adanya pengalaman eksistensial-transendental
manusia. Keterbukaan manusia membangun relasi dengan sesama
merupakan ungkapan dari sikap berlaku baik dengan diri sendiri. Semua
relasi yang baik pada akhirnya akan mendorong tumbuhnya sikap yang baik
terhadap dunia nyata yakni dalam memperlakukan alam tempat kita berpijak
serta penyerahan manusia kepada Tuhan.

E. Rangkuman dan Afirmasi Relasi Manusia dengan Diri Sendiri, Sesama,


Lingkungan dan Tuhan.
Membuka hati terhadap sesama berarti bahwa kita tersentuh oleh
penderitaan atau harapan atau kebutuhannya dan kerena itu, tanpa
pertimbangan apakah itu menguntungkan bagi kita sendiri, dalam
solidaritas, kita membantu agar orang tersebut mendapat keadilan. Orang
yang membuka hati dan tanganya kepada saudaranya menyadari bahwa itu
sebagai kewajiban moral. Suara hatilah yang merupakan kesadaran moral
berhadapan dengan situasi konkret. Membangun relasi dengan diri sendiri,
sesama, lingkungan, dan Tuhan membutuhkan hati nurani sebagai
pedoman. Hati nurani menyuarakan tuntutan mutlak untuk selalu memilih
yang baik dan menolak yang buruk. Dengan kata lain, siapa yang mengikuti
suara hatinya, dia akan taat pada tuntutan mutlak untuk memilih yang baik
dan menolak yang buruk sehingga dapat bertumbuh dalam mengembangkan
relasi dengan diri sendiri, sesama, lingkungan dan Tuhan. Manusia
diberikan kemampuan untuk bertindak bijaksana dalam mengatasi
persoalan dasar yang sulit, tidak hanya sekedar menggunakan kemampuan
berpikir rasional-intelektual semata. Kebijaksanaan membuat seseorang
terhindar dari berbuat kesalahan dalam memutuskan atau melakukan
sesuatu.

Ada hal-hal yang memerlukan kemampuan spiritual atau kebijaksanaan.


Orang bijaksana akan lebih mampu memberikan pertimbangan yang
mengatasi berbagai pertimbangan lain. Orang bijaksana akan lebih tahu apa
yang terutama diharapkan dari dirinya serta sebaliknya ia dapat bertindak
atau melakukan apa dalam situasi atau kondisi tertentu. Semua agama
didunia berusaha menjawab kerinduan hati manusia dengan cara
beranekaragam, agama bukan merupakan tujuan akhir dari kecenderungan
rohani manusia, melainkan jalan ketujuan hidup manusia, yaitu Tuhan.
BAB III :
“ AGAMA DAN IMAN DIHIDUPI DALAM PLURALITAS “

A. Pluralitas Agama
1. Pengalaman Religius
a. Menelusuri pemahaman tentang pengalaman religius
b. Menanya tentang pengalaman religius
c. Menggali ajaran gereja tentang pengalaman religius
1) Makna Pengalaman Religius
Menurut buku Iman Katolik (KWI 1996), pengalaman
religius berarti bahwa manusia mengakui hidupnya sendiri
sebagai pemberian dari Allah. Dengan mengakui hidup
sebagai pemberian, ia mengakui Allah sebagai pemberi
hidup. Memandang hidup sebagai pemberian merupakan
penafsiran yang secara positif mengartikan hidup sebagai
sesuatu yang pantas disyukuri, sebagai anugerah yang
menggembirakan. Dalam berefleksi tentang pengalam
pribadi, manusia harus mengakui bahwa ia memang
mempunyai hidup, tetapi ia tidak berkuasa atas hidupnya
sendiri. Manusia mengalami hidupnya sendiri dalam
keterarahan kepada kepenuhan, yang disebut Allah.
Pengalaman yang membawa manusia percaya kepada Allah
sebagai hakikat tertinggi adalah pengalaman religius.

2) Macam-macam Pengalaman Religius


a) Pengalaman eksistensial yang dalam dirinya belum
menyatakan hubungan secara langsung dengan Allah.
b) Pengalaman eksistensial yang dalam dirinya mulai
mengarah kepada Allah.
c) Pengalaman eksistensial yang dalam dirinya
menunjukkan hubungan yang erat antara manusia
dengan Allah.

3) Pandangan beberapa Filsuf tentang Pengalaman Religius


a) Pengalaman eksistensial menurut Paul Tillich
Dalam perasaan takut manusia kehilangan pegangan
hidup, sehingga manusia menjadi tak berdaya. Dalam
keadaan yang tidak berdaya dan mencekam tersebut
manusia mengharapkan pertolongan dari luar dirinya,
pertolongan tersebut berasal dari Allah.
b) Pengalaman eksistensial menurut Levinas
Pada dasarnya manusia diciptakan saling berbeda satu
dengan yang lain, masing-masing mempunyai keunikan.
Perbedaan itu bersifat komplementer, yaitu berbeda
untuk saling membuka hati, saling melengkapi,
menyempurnakan dan mencintai. Menurut hakikatnya
manusia terarah kepada sesuatu yang berlainan sama
sekali dengan dirinya yang jauh melebihi dirinya yaitu
kearah Allah. Jadi cinta manusia kepada sesamanya
menjadi dasar untuk mencintai Allah.
c) Pengalaman eksistensial menurut Teilhard de Chardin
Dari tahap ke tahap suatu organisme dan alfa ke omega
selalu mengalami perkembangan atau perubahan. Begitu
pula organisme manusia dari tahap ke tahap selalu
mengalami perubahan. Allah berada diluar organisme
manusia, karena Allah adalah alfa sekaligus omega, yaitu
Allah sebagai asal dari manusia sekaligus tujuan
manusia.
d) Pengalaman eksistensial menurut Rudolf Otto
 Allah dihayati sebagai transenden sekaligus
Allah dihayati sebagai Imanen.
 Allah yang transenden/jauh. Allah adalah misteri,
manusia tidak bisa menjangkau Allah secara
keseluruhan.
 Allah yang imanen/dekat. Manusia merasakan
karya Allah dalam kehidupan sehari-hari, maka
dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas
dari campur tangan Allah.
 Allah dihayati sebagai mysterium tremendum
sekaligus sebagai mysterium fascinosum.
Mysterium tremendum, Allah dihayati sebagai
misteri yang mahabesar, mahakuasa,
mahadasyat, menggetarkan dan menakutkan
sehingga manusia merasa kecil dan lemah
dihadapan Allah sebagai yang mahakuasa,
mahabesar, mahasempurna. Sedangkan
mysterium fascinosum, Allah dihayati sebagai
yang suci, yang penuh kebaikan, penuh belas
kasihan, yang menarik, menggembirakan,
membahagiakan, sehingga manusia merasakan
Allah sebagai yang mahakasih, mahacinta,
maharahim, mahabijaksana, dan maha
pengampun.

d. Membuat argumen tentang pengalaman religius.


Pengalaman-pengalaman religius menyangkut seluruh manusia.
Pengalaman adalah menganai apa yang tidak dapat dikatakan, yang
merupakan dasar dari segalanya, dan sekaligus melebihi segala-
galanya. Pengalaman hanya dapat disebut pengalaman religius jika
sungguh-sungguh disadari hubungan dengan rahasia hidup itu.
Memang dalam pengalaman semacam itu Allah tidak hadir sebagai
objek sehingga dapat dimengerti dalam ide yang terang, akan tetapi
sebagai apa yang dituju saja. Mungkin juga nama Allah tidak
diberikan pada tujuan pengalaman-pengalaman itu.

e. Mendeskripsikan/mengomunikasikan pengalaman religius


f. Rangkuman
Menurut ajaran Konsili Vatikan II beriman berarti dengan bebas
menyerahkan seluruhnya kepada Allah (DV 5). Inti pokok iman
terdapat dalam hubungan pribadi dengan Allah, bukan dalam
pengetahuan mengenai Allah. Pengetahuan dan penyerahan terjadi
bersama-sama, tetapi tidak berarti bahwa pengetahuan dan
penyerahan sama saja. Pengalaman religius berpangkal pada
manusia sendiri sedangkan pengalaman iman bertolak dari sabda.
g. Proyek.

2. Agama, Wahyu, dan Iman


a. Menelusuri pemahaman tentang makna agama, wahyu dan iman.
b. Menanya tentang makna agama, wahyu dan iman.
c. Menggali sumber ajaran gereja tentang agama, wahyu dan iman
1) Agama
a) Pengertian
Agama adalah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh
penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan-
kekuatan nonempiris yang dipercayainya dan
didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi
mereka dan masyarakat luar umumnya.

Pengertian agama sangat luas dan hampir selalu diwarnai


oleh pandangan keagamaan dari orang yang mengusahakan
pembatasan mengenai agama itu. Secara fenomenologis atau
secara lahiriah agama mencakup gejala-gejala yang
berkaitan dengan hubungan khusus antara manusia dan yang
melampaui manusia atau yang kudus. Agama biasanya
mencakup segala perwujudan dan bentuk hubungan manusia
dengan yang suci.

b) Tujuan agama
(1) Permasalahan
Pengalaman umum dari kehidupan beragama
menampakkan adanya kesenjangan antara tujuan yang
akan dicapai dalam hidup beragama dengan realitas
kehidupan beragama itu sendiri. Hal ini tampak dari
kesan bahwa hal-hal yang menyenangkan,
menggembirakan dalam kehidupan beragama secara
kualitas pada umumnya jauh lebih kecil dibandingkan
dengan hal-hal yang membebani, menyesakkan dan yang
membosankan dari kehidupan beragama.
(2) Keselamatan, masuk surga
Keselamatan atau masuk surga sebagai tujuan hidup
beragama adalah hidup dekat atau damai dengan Allah
sang pencipta dan sesama. Tata cara hidup yang pantas
dan baik dihadapan Allah yang bersumberkan pada
wahyu Allah inilah yang saat ini disebut agama.
Menghayati hidup beragama adalah mewujudkan dan
mengembangkan hidup selamat atau hidup surgawi.
Orang beragama dan beriman akan menjadi pengasih
Allah, pengasih sesama manusia dan penyayang alam
raya ciptaan Allah ini.

c) Dimensi – dimensi agama


(1) Dimensi praktis-ritual
Dimensi ini tampak dalam upacara atau tindak ritual
yang dibuat oleh manusia sebagai ungkapan simbolis
mengenai hubungan manusia dengan dasar muasal
hidup, dengan Allah yang penuh misteri.
(2) Dimensi emosional-eksperiensial
Dimensi ini menunjuk pada perasaan dan pengalaman
para -penganut agama yang bervariasi.
(3) Dimensi naratif-mitis
Dimensi ini menyajikan kisah atau cerita suci untuk
direnungkan dan dipetik maknanya.
(4) Dimensi filosofis-doktrinal
Dimensi ini menyajikan pemikiran rasional, argumentasi
dan penalaran terutama menyangkut ajaran agama,
pendasaran hidup dan pengertian dari konsep yang
dianut oleh agama itu.
(5) Dimensi legal-etis
Dimensi ini menyangkut perwujudan keyakinan dalam
bentuk perilaku moral dalam arti luas.
(6) Dimensi sosial-institusional
Dimensi ini menyangkut penguyuban dari pemeluk
agama.
(7) Dimensi material
Dimensi ini menyangkut barang-barang, benda, alat dan
sarana yang digunakan untuk pemujaan atau untuk
pelaksanaan kehidupan agama.

2) Wahyu
Manusia dapat mencapai pengetahuan tentang Tuhan karena
wahyu Tuhan. Wahyu Allah bukan informasi, melainkan
komunikasi yang mengundang partisipasi. Manusia diajak
bertemu dengan Allah dan hidup dalam kesatuan dengannya.
Hubungan pribadi dengan Allah itulah intisari wahyu.

3) Iman
Dilihat dari pihak manusia yang menanggapi wahyu dan
menyerahkan diri kepada Allah, iman adalah pertemuan yang
sama. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan
kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada
Allah yang mewahyukan dan dengan sukarela menerima sebagai
kebenaran, wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya.

4) Agama dan wahyu


Wahyu mencakup pandangan antara lain tentang yang ilahi itu
sendiri, tentang kehendaknya, tentang arti kehidupan manusia
dan asal usulnya, tentang akhirat, tentang jalan mencapai
keselamatan didunia ini dan sesudahnya, tentang tuntutan
akhlak/moral serta tentang cara beribadat. Rasa keagamaan
membuat manusia insaf akan adanya suatu kekuasaan, yang
melebihi segalanya dan sangat penting bagi keselamatannya.

5) Agama dan iman


Agama merupakan ungkapan lahiriah dan konkret dari
hubungan batin manusia dengan Allah atau lebih tepat
(sekurang-kurangnya untuk tradisi Yudeo-Kristiani): jawaban
batin manusia terhadap hubungan yang diprakarsai Allah.
Agama ada demi iman yang pada intinya adalah sikap pribadi
orang beragama.
Menyangkut iman, ada beberapa hal yang menurut ajaran iman
katolik kiranya perlu sungguh disadari :
(a) Ketaatan iman terhadap wahyu Allah yang diterima dengan
bebas dan sukarela.
(b) Iman merupakan suatu karunia
(c) Unsur pengetahuan dan iman
(d) Iman dan rasio
6) Agama dan kebajikan utama : Iman, Harap, Kasih
Hampir semua agama mengajarkan dan melandasi diri dengan
ajaran dan penghayatan akan iman, harap dan kasih. Ketiganya
merupakan kebajikan utama bnyak agama. Gereja katolik
menyebut diri sebagai persekutuan iman, harapan dan cinta
kasih. Iman yang menggerakkan hidup, memberi dasar kepada
harapan dan menyatakan dalam kasih.

7) Agama dan budaya


Sejauh agama berupa lembaga sosial, terjadi pengaruh timbal
balik antara agama dan masyarakt. Beberapa bentuk lahiriah dan
cara mengekspresikan keyakinan keagamaan sudah digunakan
secara turun temurun, sehingga bentuk tersebut dianggap
sebagai suatu yang mutlak tidak terpisahkan dari iman. Dunia
kini mengalami perubahan sosial yang paling besar dalam
riwayatnya. Agama-agama diharapkan sanggup menafsirkan
kenyataan ini bersumber pada wahyu yang diimani dan
diamalkan.

8) Agama dan politik


Kini pengaruh agama sebagai agama (bukan sebagai ideologi)
sangat kurang. Para pemeluk agama besar mudah mengalah pada
kebiasaan jelek seperti korupsi, kurang bertanggung jawab dan
ikut menindas golongan lain. Dalam multi krisis pada pengertian
milenium pemeluk agama hampir tidak ada yang berperan
positif dalam kehidupan bermasyarakat.

Agama sebagai kelompok dapat memperkembangkan


pendangannya tentang hubungan antara masyarakat dan negara.
(a) Pandangan ontokratis, pandangan masyarakat tradisional,
yang pranata sosialnya merupakan pranata keagamaan.
(b) Pandangan teo-nomis, pandangan yang melihat adanya
kesatuan antara agama dan politik, antara hal rohani dan
jasmani.
(c) Pandangan yang memisahkan antara agama dan negara
(d) Pandangan keterlibatan kritis, pandangan yang muncul dari
teologi politik baru / teologi politik kritis dan teologi
pembebasan.
d. Membuat argumen tentang agama wahyu dan iman
e. Mendeskripsikan/mengomunikasikan tentang agama, wahyu dan
iman
f. Rangkuman
g. Proyek
B. Dialog Antarumat Beragama
1. Menelusuri Pemahaman tentang Dialog antarumat Beragama
2. Menanya tentang Dialog antarumat Beragama
3. Menggali Ajaran Gereja tentang kerukunan
Gereja universal telah merancang perspektif baru dalam membangun
relasi dengan agama lain melalui momentum Konsili Vatikan II. Dekrit
penting dalam Konsili Vatikan II yang menandai sikap gereja terhadap
agama lain didunia adalah Nostra Aetate. Melalui dekrit ini gereja
menggagas babak baru sejarah pengakuan realitas pluralisme religius
dan inginmembuka diri membangun diri terhadap kebenaran yang
terdapat dalam agama nonkristen. Oleh Konsili Vatikan II, dialog antara
gereja katolik dan agama lain sangat didorong dan dimajukan. Dalam
pertemuan dengan agama lain, justru karena berbeda, orang digugah dari
kelesuan rutin supaya menemukan arah yang sesungguhnya dari iman
dan kepercayaan. Gereja katolik mempunyai pandangan yang positif
mengenai agama atau tradisi keagamaan nonkristen, sebagaimana
tampak dalam dokumen-dokumen Konsili Vatikan II. Menurut gereja,
agama apapun pada dasarnya merupakan pengungkapan hidup jiwa dari
manusia. Bagi gereja, agama dan tradisi keagamaan merupakan hasil
rahmat Allah, yang tidak selalu harus eksplisit melalui kepercayaan
kepada kristus. Gereja katolik mengakui dan memandang positif agama
lain dan nilai-nilai keselamatan yang ditampilkan sebagai karya Roh
Kudus yang aktif, real dan universal.
Bentuk – Bentuk Dialog Antarumat Beragama
1) Dialog kehidupan
Segala kesusahan dan kesulitan masyarakat adalah bagian dari kehidupan
gereja. Karena itu, umat kristiani terpanggil untuk membantu masyarakat
keluar dari persoalannya bahkan lebih dari itu kita perlu membangun
persaudaraan sejati.
2) Dialog tindakan
Setiap pemeluk agama bekerjasama untuk mengusahakan keadilan dan
perdamaian. Salah satu bentuk kerjasama konkret antara gereja katolik
dengan pemeluk agama lain setidaknya bisa dilihat dari usaha-usaha untuk
menyerukan perdamaian.
3) Dialog pengalaman religius
Dialog antara orang yang berakar secara mendalam dalam tradisi religius
mereka dan berusaha untuk mensheringkan pengalaman relligius itu untuk
saling memperkaya.
4. Membuat argumen tentang dialog antarumat beragama
5. Mendeskripsikan / mengomunikasikan tentang dialog antar umat
beragama
6. Rangkuman
7. Proyek
C. Kerjasama Antarumat Beragama di Indonesia untuk Membangun
Persaudaraan Sejati
1. Menelusuri pemahaman kerja sama antarumat beragama di Indonesia
2. Menanya kerja sama antarumat beragama di Indonesia
3. Menggali sumber ajaran tentang kerjasama antarumat beragama di
Indonesia untuk membangun persaudaraan sejati
a. Ajaran/pandangan Gereja Katolik
1) Kitab suci
Gereja berpedoman pada sikap Yesus. Semasa hidupnya Yesus
menyapa dan bersahabat dengan siapa saja apapun keyakinan dan
agamanya. Itulah persaudaraan sejati, persaudaraan sejati manusia
sesama makhluk Tuhan. Persaudaraan sejati tidak dibatasi oleh ikatan
darah, suku, atau agama. Setiap manusia siapapun dia sungguh harus
dikasihi sebagai saudara dan sesama.
2) Konsili Vatikan II
Dalam dokumen Nostra Aetate No.1 dan 2 mengatakan bahwa kita
hendaknya menghormati agama dan kepercayaan lain, sebab dalam
agama itu terdapat pula kebenaran dan keselamatan.
b. Usaha – usaha untuk membangun persaudaraan sejati antarpemeluk agama-
agama
1) Usaha-usaha untuk menghindari kerusuhan, salah satunya adalah kita
menjaga supaya jangan smapai terjadi pencemaran terhadap simbol-
simbol agama manapun.
2) Usaha-usaha positif mengadakan pelbagai bentuk dialog dan kerjasama
a) Dialog kehidupan
Dalam hidup bersama, tentu perlu berusaha untuk bertegus sapa,
bergaul dan saling membantu serta mendukung satu sama lain.
b) Dialog karya
Bekerjasama dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, sosial karikatif,
rekreatif dan dalam kegiatan seperti itulah dapat saling mengenal
dan menghargai lebih dalam.
c) Dialog iman
Dari agama dan aliran kepercayaan kita dapat belajar tentang
kedekatan mereka dengan lingkungan hidup. Dalam hal hidup
beriman kita dapat saling memperkaya, walaupun kita berbeda
agama. Banyak ajaran iman yang sama, ada banyak visi dan misi
agama pula yang sama. Kita berharap akan terus ada persaudaraan
sejati antar pemeluk agama jika selalu terjalin kerjasama yang baik
seperti ini.
4. Membuat argumentasi kerjasama antarumat beragama
5. Mendeskripsikan kerjasama antarumat beragama di Indonesia
6. Rangkuman
7. Projek

Anda mungkin juga menyukai