Kel.3 Kesehatan Mental - Child Abuse

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PERLAKUAN SALAH PADA ANAK (CHILD ABUSE)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

KESEHATAN MENTAL

Dosen Pengampu:

Al Riza Ayurinanda, M.A

Disusun Oleh Kelompok 3:

1. Risa Intania Tri Cahyani (12306183045)


2. Nunung Yekti Rahayu (12306183050)
3. Muhammad Makhadir (12306183054)

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

MARET 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
inayah serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami diberi kelancaran untuk
menyelesaikan tugas makalah kami yang berjudul “Perilaku Salah Pada Anak
(Child Abuse)” dapat selesai seperti waktu yang telah kami rencanakan, dan tak
lupa sholawat serta salam kami limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari pihak yang telah
memberikan bantuan secara materil dan moril, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag, selaku Rektor IAIN Tulungagung.

2. Ibu Lilik Rofiqoh, S.Hum, M.A, selaku Ketua Jurusan Bimbingan


Konseling Islam.

3. Ibu Al Riza Ayurinanda, M.A, selaku Dosen Pengampu mata kuliah


Kesehatann Mental.

4. Orang tua serta teman-teman yang telah membantu dan memberikan


dorongan semangat agar makalah ini dapat diselesaikan.

Selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan penyusun, makalah ini


disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Kesehatan Mental”, dan
semoga dengan pembahasan yang ada di dalam makalah ini memberikan
informasi yang bermanfaat bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan
kami mohon kritik dan saran guna perbaikan penyempurnaan makalah ini.

Tulungagung, 28 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1

C. Tujuan Pembahasan ................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Perilaku Salah Pada Anak (Child Abuse) .............................. 3

B. Tindakan-Tindakan yang Tergolong Dalam Perilaku Salah Pada Anak .. 6

C. Kaitan Antara Perilaku Salah Pada Anak Dengan Dampaknya Terhadap


Kesehatan Mental ......................................................................................... 9

D. Membuat Program Preventif Maupun Treatment Terhadap Korban


Perilaku Salah Pada Anak ........................................................................... 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................ 11

B. Saran ....................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Child abuse atau perlakuan salah pada anak adalah kesalahan atau
kesemenaan memperlakukan anak-anak yang seharusnya diposisikan
sebagai amanat Tuhan. Amanat dari-Nya itu seharusnya dijaga, dilindungi,
atau diberi pendidikan agar mereka dapat menjalani masa depan dengan
bekal yang cukup. Perlakuan salah pada anak (child abuse) itu dapat
berbentuk kekerasan fisik dan psikis berupa perlakuan yang tidak
mencerminkan kasih sayang. Sangat sukar dipercaya ada orang tua yang
melakukan penganiayaan terhadap anaknya sampai perlu dirawat di rumah
sakit atau sampai meninggal dunia. Tidak hanya orang tua atau keluarga
saja yang melakukan perlakuan salah pada anak melainkan masyarakat
bahkan pendidik sekalipun dapat melakukan tindakan tersebut. Contohnya
adalah kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan, penculikan, dan
berbagai bentuk ancaman yang dapat menciptakan ketakutan di jiwa
mereka. Apabila tidak segera ditanggulangi, tentunya hal itu akan
meenambah panjang daftar korban jiwa anak-anak yang merupakan bibit-
bibit harapan mengeksiskan bangsa, negara dan agama kedapnnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perilaku yang salah pada anak (child abuse) itu?
2. Apa saja tindakan-tindakan yang tergolong dalam perilaku salah pada
anak?
3. Apa saja dampak perilaku salah pada anak terhadap kesehatan mental?
4. Bagaimana cara mencegah dan mengobati korban perilaku salah pada
anak?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian perilaku salah pada anak.


2. Untuk mengetahui tindakan-tindakan yang tergolong dalam perilaku
salah pada anak.
3. Untuk mengetahui dampak perilaku salah pada anak terhadap kesehatan
mental.
4. Untuk mengetahui cara mencegah dan mengobati korban perilaku salah
pada anak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perilaku Salah Pada Anak (Child Abuse)

Secara harfiah kekerasan diartikan sebagai "sifat atau suatu hal


yang keras; kekuatan; paksaan". Sedangkan secara terminologi kekerasan
berarti "perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan
cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau
barang orang lain".1 Segala macam perbuatan yang menimbulkan
penderitaan baik itu berupa fisik atau menyebabkan kerusakan bagi orang
lain dapat diartikan sebagai kekerasan.
Menurut WHO (World Health Organization) kekerasan adalah
menggunakan kekuatan fisik atau kekuasaan, ancaman atau perlakuan
kasar dengan mengakibatkan kematian, trauma, meninggalkan kerusakan,
menyebabkan luka, atau pengambilan hak. Kekuatan fisik dan
penggunaaan kekuasaan termasuk kekerasan meliputi penyiksaan fisik,
penelantaran, dan seksual.2
Fontana pada tahun 1971 menyatakan bahwa termasuk child abuse
yaitu malnutrisi dan menelantarkan anak merupakan awal dari gejala
perlakuan salah dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang
paling berat dari tingkatan perlakuan salah oleh orang tuanya atau
pengasuhnya. Yang dimaksud dengan child abuse dan neglect adalah
perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak, menelantarkan pendidikan
dan kesehatannya dan terjadinya kekerasan seksual pada anak.3 Kekerasan
dalam keluarga, kasus bullying di sekolah dan di lingkungan masyarakat
bukanlah hal yang baru, karena sering terjadi kasus kekerasan dan
korbannya pun bisa siapa saja. Anak-anak yang dianggap lemah sehingga
sering menjadi korban keke rasan.

1
Abdul Qadir Shaleh, Agama Kekerasan, (Yogyakarta: PRISMASHOPIE Press, 2003),
hlm. 59.
2
Ferry Efendi dan Makhfudi, Keperawatan Kesehatan Komunitas, (Jakarta: Salemba
Medika, 2009), hlm. 40.
3
Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak, (Jakarta: EGC, 1995), hlm. 156.
3
Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode, yaitu awal masa
kanak-kanak, sekitar umur 2-6 tahun dan akhir masa kanak-kanak sekitar
umur 6-12 tahun. Sedangkan Menurut UU no.4/1979 tentang
kesejahteraan anak, UU no. 23/2002 tentang Perlindungan anak, UU
no.3/1997 tentang Pengadilan anak, definisi anak menurut undang-undang
tersebut adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk bayi
dalam kandungan.4
Abuse (kekerasan) seringkali terjadi dalam keluarga. Hal ini terjadi
disebabkan akibat dari keluarga tidak bisa berfungsi sebagaimana
mestinya. Kriteria keluarga yang tidak sehat adalah :
1. Keluarga tidak utuh, broken home by death (kematian), divorce
(perceraian).

2. Kesibukan orang tua sehingga jarang berada di rumah, ketidakberadaan


dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah sehingga anak
hampir tidak diperhatikan oleh orang tua.

3. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang


tidak baik. Suami istri yang sering bertengkar, ketidak-akuran saudara
satu dengan yang lain, hubungan orang tua dan anak yang juga tidak
saling berbicara.

4. Subsitusi ungkapan kasih sayang orang tua kepada anak, dalam bentuk
materi daripada kejiwaan (psikologis). Orang tua lebih banyak
memberikan harta yang berlimpah dari pada memberikan sedikit
perhatian. Anak tercukupi kebutuhan materinya tetapi dia tidak pernah
diberi perhatian mengenai perkembangan sekolahnya atau sekedar
bertanya sudah makan atau belum.5

Ciri-ciri keluarga yang beresiko melakukan child abuse adalah:


1. Kekerasan lain dalam rumah, seperti abuse (kekerasan) terhadap
pasangan. Suami bersikap kasar dan juga memukul istri.

4
A Patra M. Zen dan Daniel Hutagalung, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia,
(Jakarta: YLBHI dan PSHK, 2006), HLM. 105.
5
Dadang Hawari, Our Children Our Future, (Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007), HLM.
89.
4
2. Orang tua atau pengasuh yang menggunakan alkohol atau
penyalahgunaan obat-obatan lainnya.

3. Orang tua yang depresi atau mengalami gangguan mental.

4. Menjadi orang tua tiri.

5. Tekanan atau stres keluarga berkaitan dengan kehilangan pekerjaan,


banyak tugas dan beban kerja, masalah keuangan, kemiskinan,
penyakit, kematian, perpisahan atau perceraian.

6. Anggota keluarga dewasa ada yang mengalami abuse (kekerasan)


ketika masih anak-anak.

Terjadinya kekerasan disebabkan juga oleh berbagai faktor, yaitu :


1. Faktor anak
Kekerasan fisik pada anak berhubungan dengan perilaku menyimpang
termasuk kenakalan anak. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
anak nakal dilaporkan mengalami kekerasan fisik dibanding teman
sebayanya yang tidak nakal. Yang disebut perilaku menyimpang adalah
semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku
dalam masyarakat (norma agama, etika, peraturan sekolah dan keluarga
dan lain-lain). Jika penyimpangan ini terjadi terhadap norma-norma
hokum pidana maka disebut kenakalan seperti perkelahian,
perampokan, pencurian, pemerasan, perusakan dan lain-lain. Menurut
Graham, faktor yang dapat menyebabkan perilaku menyimpang adalah:
a. Faktor lingkungan: malnutrisi, kemiskinan, migrasi karena
urbanisasi, masalah sekolah, problem keluarga, kematian orang
tua, orang tua sakit berat atau cacat, hubungan antar anggota
keluarga tidak harmonis.

b. Faktor pribadi seperti faktor bakat yang mempengaruhi


temperamen (menjadi pemarah, hiperaktif) cacat tubuh,
ketidakmampuan menyesuaikan diri.

2. Faktor orang tua dan keluarga

5
Faktor-faktor yang menyebabkan orang tua melakukan kekerasan pada
anak antara lain:
a. Praktek-praktek budaya yang merugikan anak yaitu kepatuhan anak
kepada orang tua dan anak dilarang menolak.
b. Saat masih kecil, orang tua juga mengalami kekerasan, sehingga
nantinya dia juga akan melakukan kekerasan terhadap anak-
anaknya.
c. Orang tua mengalami gangguan mental, sehingga dia juga mudah
melakukan kekerasan.
d. Belum mencapai kematangan fisik, emosi maupun sosial, terutama
sekali mereka yang mempunyai anak sebelum berusia 20 tahun.
e. Orang tua merupakan pecandu minuman keras dan narkoba.
3. Faktor lingkungan sosial/komunitas
Faktor lingkungan sosial yang dapat menyebabkan kekerasan
diantaranya :
a. Kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan materialistis
b. Kondisi sosial ekonomi yang rendah
c. Adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak adalah milik orang tua
sendiri. Sehingga jika ada orang tua yang melakukan kekerasan
pada anaknya, masyarakat membiarkan karena itu adalah hak orang
tua dalam mendidik anaknya.
d. Status wanita yang dipandang rendah
e. Nilai masyarakat yang terlalu individualistis (tidak memperdulikan
lingkungan sekitar) dan sebagainya.

B. Tindakan-Tindakan yang Tergolong Dalam Perlakuan Salah Pada


Anak
Berbagai perilaku menyimpang dan faktor-faktor resiko tersebut
harus secepatnya dikenali sehingga dapat dilakukan tindakan preventif dan
menyelesaikan masalah segera agar tidak terjadi problem lebih lanjut yang
dapat merusak proses tumbuh kembangnya. Kekerasan tidaklah hanya

6
diartikan sebagai perlakuan fisik saja, berikut ini kategori child abuse,
yaitu :
1. Physical abuse (perlakuan salah secara fisik), adalah ketika anak
mengalami pukulan, tamparan, gigitan, pembakaran, atau kekerasan
fisik lainnya. Seperti bentuk abuse lainnya, physical abuse biasanya
berlangsung dalam waktu yang lama. Atau tindakan yang dilakukan
dengan niat untuk menyakiti fisik anak seperti: memukul, menendang,
melempar, menggigit, menggoyang-goyang, memukul dengan sebuah
obyek, menyulut tubuh anak dengan rokok, korek api, menyiram anak
dengan air panas, mengikatnya, tidak memberi makanan yang layak
untuk anak dan sebagainya.
2. Sexual abuse (perlakuan salah secara seksual), adalah ketika anak
diikutsertakan dalam situasi seksual dengan orang dewasa atau anak
yang lebih tua. Kadang ini berarti adanya kontak seksual secara
langsung seperti persetubuhan, atau sentuhan atau kontak genital
lainnya. Tetapi itu juga bisa berarti anak dibuat untuk melihat tindakan
seksual, melihat kelamin orang dewasa, melihat pornografi, atau
menjadi bagian dari produksi pornografi. Anak biasanya tidak dipaksa
ke dalam situasi seksual, sebaliknya mereka dibujuk, disogok, ditipu,
atau dipaksa. Atau tindakan-tindakan yang menyangkut masalah
seksual, seperti mencium atau menyentuh organ kemaluan anak,
menyuruh anak menyentuh alat vital orang lain, bersenggama dengan
anak, memperlihatkan alat vital kepada anak, memaksa anak untuk
membuka pakaiannya, memaksa anak untuk berhubungan seks dengan
orang lain, menjadikan anak objek pornografi seperti di dalam internet
atau video, menceritakan anak cerita jorok.
3. Neglect (diabaikan/dilalaikan) adalah ketika kebutuhan-kebutuhan dasar
anak tidak dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan
makanan bergizi, tempat tinggal yang memadai, pakaian, kebersihan,
dukungan emosional, cinta dan afeksi, pendidikan, keamanan. Atau
tindakan yang bersangkut masalah tumbuh kembang anak, seperti tidak
menyenangkan rumah dan memberi pakaian yang layak, mengunci anak

7
di dalam kamar atau kamar mandi, meninggalkan anak di dalam periode
waktu yang lama, menempatkan anak di dalam situasi yang
membahayakannya. Apabila orang tua tidak dapat memenhi kebutuhan
baik dalam hal kebutuhan fisik, psikis ataupun emosi, tidak
memberikan perhatian dan sarana untuk berkembang merupakan
tindakan penelantaran. Termasuk di dalam penelantaran anak adalah:
a. Penelantaran untuk mendapatkan perawatan kesehatan misalnya
mengingkari adanya penyakit serius pada anak.
b. Penelantaran untuk mendapatkan keamanan, misalnya cedera yang
disebabkan kurangnya pengawasan dan situasi rumah yang
membahayakan.
c. Penelantaran emosi, yaitu tidak memberikan perhatian kepada
anak, menolak kehadiran anak.
d. Penelantaran pendidikan. Anak tidak mendapatkan pendidikan
seusai usianya, tidak membawa anak ke sarana pendidikan atau
menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga terpaksa
putus sekolah.
e. Penelantaran fisik, yaitu bila anak tidak terpenuhi kebutuhan
makan, pakaian atau tempat tinggal yang layak untuk mendapat
sarana tumbuh kembang yang optimal.6
4. Emotional abuse, (perlakuan salah secara emosi) adalah ketika anak
secara teratur diancam, diteriaki, dipermalukan, diabaikan, disalahkan,
atau salah penanganan secara emosional lainnya, seperti membuat anak
menjadi lucu dan ditertawakan, memanggil namanya dengan sebutan
tidak layak, dan selalu dicari-cari kesalahannya. Atau terjadi bila orang
dewasa mengacuhkan, meneror, menyalahkan, mengecilkan, dan
sebagainya yang membuat anak merasa inkonsisten dan tidak berharga.
Perlakuan mempermalukan, mencaci, memaki dan memanggil dengan
sebutan negatif dilakukan terus menerus sehingga anak merasa bahwa

6
Soetjonongsih, Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya, (Jakarta: Sagung
Seto, 2004), hlm. 257.

8
dirinya adalah apa yang diucapkan kepadanya. Anak yang terus dimaki
merasa dirinya tidak berguna dan menganggap memang dirinya buruk.7

C. Dampak Perilaku Salah Pada Anak Terhadap Kesehatan Mental


APA Public Interest Initiatives (2002) dan Hwang (1999)
menyebutkan gejala-gejala atau tanda-tanda terjadinya abuse dalam jangka
pendek antara lain:
1. Gambaran diri yang buruk
2. Sexual acting out
3. Tingkah laku agresif, mengganggu dan kadang-kadang illegal
4. Marah dan gusar, atau perasaan-perasaan kesedihan atau gejala-gejala
lain yang merupakan tanda depresi
5. Tingkah laku merusak diri atau menyalahgunakan diri sendiri, pikiran-
pikiran bunuh diri
6. Tingkah laku pasif atau menarik diri
7. Kecemasan atau ketakutan, atau terkenanang pengalaman masa lalu
dan mimpi buruk
8. Masalah-masalah atau kegagalan-kegagalan sekolah
9. Patah tulang atau memar-memar
10. Kehilangan minat pada sekitarnya
11. Mengalami masalah dalam belajar
Anak biasanya tidak mengatakan kepada orang tua atau orang
dewasa lainnya mengenai sexual abuse yang mereka alami. Oleh karena
itu orang sekitar harus menyadari perubahan tingkah laku pada anak
seperti berikut:
1. Takut pada tempat atau orang tertentu
2. Reaksi-reaksi ysng tidak biasanya terhadap pertanyaan apakah mereka
telah disentuh orang
3. Ketakutan yang tidak beralasan terhadap pemeriksaan fisik
4. Menunjukkan gambar-gambar yang menunjukkan tingkah laku seksual

7
Siswanto, Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan dan Perkembangannya (Yogyakarta:
ANDI, 2007), hlm. 124-125.

9
5. Perubahan tingkah laku seperti, mengompol Kembali atau prestasi
yang rendah di sekolah
6. Kesadaran yang berlebihan terhadap tingkah laku dan kata-kata
seksual
7. Tanda-tanda fisik berkaitan dengan sexual abuse, seperti penyakit
menular seksual, memar atau lecet
8. Mencoba mengajak anak-anak lain untuk memperlihatkan tingkah laku
seksual
Sedangkan akibat jangka Panjang pada anak korban abuse yang
timbul pada berbagai segi kehidupan diantaranya adalah:
1. Masalah relasional, seperti:
a. Kesulitan untuk menjalin hubungan atau persahabatan
b. Merasa kesepian
c. Sulit mempercayai diri sendiri dan orang lain
d. Menjalin hubungan yang tidak sehat, misalnya tergantung atau
terlalu mandiri
e. Mudah curiga dan terlalu hati-hati terhadap orang lain
f. Kesulitan menyesuaikan diri
g. Lebih suka menyendiri
2. Masalah emosional, seperti:
a. Merasa bersalah, malu
b. Menyimpan perasaan dendam
c. Depresi
d. Tidak mampu mengekspresikan kemarahan secara konstruktif atau
positif
e. Tidak mampu menghadapai tuntutan kehidupan dengan segala
masalahnya
f. Merasa bingung dengan identitasnya
g. Tidak mampu menghadapi tuntutan kehidupan dengan segala
masalahnya
3. Masalah kognisi, seperti:
a. Memiliki persepsi negative terhadap kehidupan

10
b. Timbul pikiran negative teentang diri sendiri yang diikuti oleh
tindakan yang cenderung merugikan diri sendiri
c. Memberikan penilaian yang rendah terhadap kemampuan atau
prestasi diri sendiri
d. Sulit berkonsentrasi dan menurunnya prestasi di sekolah
e. Memiliki citra diri yang negative
4. Masalah perilaku, seperti:
a. Muncul perilaku berbohong,mencuri, bolos sekolah
b. Perbuatan criminal atua kenakalan
c. Menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak wajar dan dibuat-buat
untuk mencari perhatian
d. Muncul keluhan sulit tidur
e. Muncul perilaku seksual yang tidak wajar
f. Kecanduan minum obat bius, minuman keras dan sebagainya
g. Muncul perilaku makan yang tidak normal seperti anorexia atau
bumilia8

D. Program Preventif Maupun Treatment Terhadap Korban Perlakuan


Salah Pada Anak
1. Penanganan atau treatment terhadap child abuse
Melihat efek jangka Panjang terhadap korban abuse yang tidak
hanya mengenai diri korban tetapi juga berpotensi untuk
membahayakan lingkungan di sekitarnya, maka mengupayakan adanya
treatment bagi korban abuse dan lingkungannya merupakan suatu
keharusan. Sama seperti pada assessment, treatment mestinya
dilakukan secara multidisiplin juga dengan melibatkan professional
yang berkaitan seperti dokter, psikolog, pekerja sosial, dan keluarga.
Demikian pula, fokus treatment bukan saja pada korban abuse
(anak) tetapi juga melibatkanorang tua dan lingkungan sekitar. Melihat
betapa luasnya treatment yang harus dilakukan, menunjukkan banyak

8
Siswanto, Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan dan Perkembangannya (Yogyakarta:
ANDI, 2007), hlm. 137-139.

11
hal yang bisa dilakukan untuk mengenai masalah abuse ini. Terdapat
bebrbagai macam treatment yang diperlukan antara lain:
a. Medis, bila anak-anak mengalami luka-luka fisik
b. Untuk menghilangkan trauma akibat abuse, korban perlu
mendapatkan penanganan psikologis melalui konseling dan
psikoterapi. Bentuk konseling dan psikoterapi ini bermacam-
macam, disesuaikan dengan kondisi anak. Misalnya pada anak
kecil bisa menggunakan bentuk terapi bermain, modifikasi
perilaku, support group, dll.
c. Orang tua dan keluarga juga perlu dilibatkan dengan memberikan
pelatihan yang dibutuhkan, memberikan ketrampilan baru agar
lebih mampu untuk melakukan coping
d. Terkadang berdasarkan situasi dan kondoso, anak perlu dipisahkan
dari keluarga dan kemudian baru mendapatkan treatment yang
memadai.
2. Pencegahan atau prevensi abuse
Sebelum Tindakan abuse terjadi, perlu dicari penyebab terjadinya
abuse dapat menjadi informasi yang berguna untuk menghindarkan
anak dari Tindakan abuse. Ada beberapa penyebab terjadinya abuse
yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak:
a. Kehilangan control Ketika mereka menghadapi masalah mereka
sendiri
b. Tidak tahu cara mendisiplinkan anak
c. Mengharapkan tingkah laku yang tidak realistis, yang sesuai
dengan usaha dan kemampuan anak.
d. Pernah menjadi korban abuse oleh orang tua mereka atau pasangan
e. Mengalami kesulitan finansial
f. Kehilangan kendali Ketika menggunakan alcohol dan obat-obatan
lainnya
Mengetahui penyebab orang dewasa melakukan abuse sangat
berguna untuk melakukan usaha-usaha preventif sehingga Tindakan
abuse bisa dikurangi bahkan dieliminir. Berdasarkan Tindakan-

12
tindakan tersebut, orang dewasa bisa diajarkan atau dilatih ketrampilan
bagaimana menguasai emosi (kemarahan), diberi pengetahuan
mengenai perkembangan anak, ketrampilan mengenai cara pengasuhan
dan pendisiplinan yang sehat, menjalani konseling dan psikoterapi
untuk mengliminir dampak abuse yang mereka alami sebelumnya dan
sekaligus menyembuhkan luka batin dan lain-lain, sesuai dengan
penyebabnya. Khusus terhadap anak-anak yang rawan terhadap sexual
abuse, Tindakan preventif yang perlu dilakukan supaya mereka dapat
menghindari kejadian tersebut adalah:
a. Mengajari anak mengenal bagian-bagian tubuh yang sifatnya
pribadi
b. Mendengarkan dengan baik Ketika anak mencoba untuk
mengatakan sesuatu, khususnya bila itu terlihat berat atau sulit
baginya untuk mengatakannya
c. Memberi anak cukup waktu dan perhatian
d. Mengetahui dan mengawasi dengan siapa anak bermain. Berhati-
hati bila mengijinkan anak menghabiskan waktu di tempat yang
jauh dengan orang dewasa atau anak yang lebih tua lainnya.
Kunjungi pengasuh anak tanpa pemberitahuan sebelumnya
e. Membicarakan mengenai abuse dengan anak
f. Mengatakan kepada orang lain yang memiliki otoritas bila ada
dugaan anak mengalami abuse
Berikut ini adalah petunjuk mengenai topik yang sesuai untuk
didiskusikan dengan anak mengenai masalah seksualitas
Umur Pencegahan
18 bulan Mengajari anak bagian tubuh secara benar
3-5 tahun Mengajari anak mengenai bagian-bagian tubuh yang
pribadi sifatnya dan bagaimana mengatakan “tidak”
terhadap godaan/bujukan seksual. Berikan jawaban yang
jelas mengenai seks
5-8 tahun Bicarakan mengenai cara-cara yang aman bila berada di
luar rumah dan perbedaan antara disentuh pada bagian

13
tubuh yang pribadi (bagian tubuh yang ditutupi dengan
pakaian dalam). Beri dukungan anak untuk berbicara
mengenai pengalaman yang menakutkan.
8-12 tahun Tekankan pada keamanan pribadi dan berikan contoh-
contoh tempat-tempat yang mungkin menjadi masalah,
seperti swalayan, tempat-tempat sepi, dan tempat-tempat
yang jauh dari rumah. Mulai untuk membahas aturan-
aturan perilaku seksual yang diterima dalam keluarga
13-18 tahun Tekanakan sekali lagi mengenai keamanan pribadi dan
tempat-tempat yang menjadi masalah. Bicarakan mengenai
pemerkosaan, pacarana perkosaan, penyakit menular
seksual dan kehamilan yang tidak dikehendaki.

Melakukan perubahan-perubahan terhadap lingkungan juga dapat


dilakukan untuk mencegah terjadinya abuse dan bahkan mengubah
lingkungan dapat menjadi katalisator terjadinya pemulihan bagi korban
abuse. Perubahan tersebut misalnya meliputi:
a. Penciptaan aturan yang jelas dan disiplin yang konsisten
sehingga tidak membingungkan anak
b. Menjauhkan anak dari media yang berpotensi menimbulkan
abuse seperti mematikan program-program televisi yang berisi
adegan kekerasan
c. Memberikan kegiatan-kegiatan yang positif dan dilakukan
secara Bersama-sama (banyak orang)
d. Membentuk kelompok-kelompok pendukung dan bentuk-
bentuk lain pemberdayaan masyarakat9

9
Siswanto, Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan dan Perkembangannya (Yogyakarta:
ANDI, 2007), hlm.140-142.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perlakuan salah pada anak merupakan fenomena umum yang
semakin disadari memiliki kaitan erat terhadap erajat Kesehatan mental
masyarakat. Child abuse terjadi karena pada umumnya orang tua kurang
memahami perkembangan anak serta ketrampilan pengasuhan yang baik.
Perlakuan salah pada anak dibagi menjadi empat yaitu fisik, emosional,
seksual dan neglect atau pengabaian. Tindakan abuse bisa diketahui dari
berbagia gejala serta akibat yang muncul dalam perilaku anak. Penanganan
persoalan child abuse membutuhkan berbagia pendekatan multi disiplin.
Berbagai pihak perlu terlibat dan dilibatkan untuk terjun langsung karena
child abuse berdampak pada derajat Kesehatan mental masyarakat secara
keseluruhan. Pemerintah, LSM, pskolog, dokter, pekerja sosial dan
berbagai pihak memiliki akses pada keluarga dan anak semestinya mulai
mengatur Langkah Bersama untuk menghadapi kasus child abuse ini.

B. Saran
Penulis menyadari akan kekurangan makalah ini, maka dari itu
penulis mengharap dengan sangat kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk kebaikan dan pengembangan makalah ini agar lebih baik
ke depannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Ferry dan Makhfudi. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Jakarta:


Salemba Medika.

Hawari, Dadang. 2007. Our Children Our Future, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Patra, A. M Zen., dan Daniel Hutagalung. 2006. Panduan Bantuan Hukum di


Indonesia. Jakarta: YLBHI dan PSHK.

Shaleh, Abdul Qadir. 2003. Agama Kekerasan. Yogyakarta: PRISMASHOPIE


Press.

Siswanto. 2007. Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan dan Perkembangannya.


Yogyakarta: ANDI.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak, Jakarta: EGC.

Soetjonongsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:


Sagung Seto.

16

Anda mungkin juga menyukai