Resume Direct Resto Naufal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

RESUME

BIDANG ILMU KONSERVASI GIGI


RESTORASI DIRECT KOMPOSIT KLAS V

Dosen Pembimbing:
drg. Aris Aji Kurniawan, M.H

Disusun oleh :
Naufal Khawana Masenaldi
G4B018008

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2020
A. Pendahuluan
Karies merupakan penyakit pada jaringan keras gigi yang disebabkan
oleh aktivitas mikroorganisme yang ditandai dengan terjadinya demineralisasi
email dan dentin serta diikuti dengan kerusakan jaringan organik. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), disebutkan bahwa prevalensi karies aktif
di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 43,4%. Salah satu upaya
penatalaksanaan karies adalah dengan penumpatan gigi menggunakan bahan
restorasi yang berfungsi untuk memperbaiki dan mengembalikan fungsi gigi
(Triwardhani, dkk., 2014).
Resin komposit memiliki karakteristik warna yang menyerupai warna
gigi. Oleh karena itu, resin komposit awalnya hanya digunakan sebagai
restorasi pada gigi anterior. Seiring dengan meningkatnya kekuatan mekanis
resin komposit seperti kekuatan tarik dan tekan yang tinggi, material ini
menjadi alternatif sebagai bahan restorasi pada gigi posterior. Meski
demikian, resin komposit juga memiliki kekurangan. Di antaranya rentan
mengalami kebocoran tepi akibat penyusutan selama polimerisasi, dan
cenderung bersifat hidrofilik sehingga dapat menyebabkan perubahan warna
restorasi (Triwardhani, dkk., 2014).
B. Klasifikasi Karies
1. Klasifikasi Karies Berdasarkan Kedalamannya
Menurut Herijulianti dkk. (2002), berdasarkan stadium karies
(dalamnya karies gigi) dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
a. Karies Superfisial
Karies yang terjadi baru mencapai enamel (dentino enamel junction),
sedangkan dentin belum terpapar karies
b. Karies Media
Kavitas karies yang sudah mengenai dentin, namun belum melebihi
setengah dentin atau hanya pada sebgaian dentin yang terpapar.
c. Karies Profunda
Kavitas karies sudah mencapai lebih dari setengah dentin dan dapat
mengenai atap pulpa.

2. Klasifikasi Karies Menurut G.V Black


Berdasarkan klasifikasi G.V.Black, kavitas karies dibagi menajdi 5
klasifikasi, dengan ditandai pada permukaan gigi yang terkena karies dan
penomoran menggunakan angka romawi, diantaranya yaitu :
a. Klas I
Karies terdapat pada permukaan bagian Oklusal (pit dan fissure) dari gigi
posterior dan pada gigi anterior terdapat dibagian foramen caecum.
b. Klas II
Kavitas karies terdapat pada bagian proksimal dari gigi posterior.
c. Klas III
Kavitas karies yang terdapat pada bagian proksimal gigi anterior, namun
belum mencapai bagian insisal gigi.
d. Klas IV
Kavitas karies yang terdapat pada bagian proksmial gigi anterior dan
sudah mencapai bagian insisal gigi.
e. Klas V
Kavitas karies yang terdapat pada bagian servikal gigi, baik gigi anterior
maupun posterior
f. Klas IV
Kavitas karies pada klas VI bukan merupajan identifikasi yang ditemukan
oleh G.V Black, tetapi tipe kavitas menjadi bagian dari sistem
klasifikasinya, yaitu karies yang terjadi pada ujung cups gigi posterior.
3. Klasifikasi Karies Menurut G.J Mount
Berdasarkan klasifikasi G.J Mount, karies ditentukan berdasarkan
area (site) dan ukuran (size), dengan cara penulisan diawali menggunakan
tanda “#”, kemudian dilanjutkan dengan nomor “site”, dot atau “.”,
kemudian nomor “size” (Mount, 2009). Berikut klasifikasi karies menurut
G.J Mount :
a. Area (Site)
1) Area 1 : Karies pada permukaan pit dan fissure
2) Area 2 : Karies terdapat pada permukaan proksimal
3) Area 3 : Karies yang terjadi pada servikal
b. Ukuran (Size)
1) Ukuran 0 (No Cavity): Tahap karies awal atau terdapat lesi (white
spot)
2) Ukuran 1 (Minimum): Karies menyebar pada bagian dentin,
namun masih dianggap minimal penyebarannya.
3) Ukuran 2 (Moderate): Karies sudah menyebar luas pada area
dentin, namun masih dapat menahan beban kunyah.
4) Ukuran 3 (Enlarged): Karies menyebar luas pada jaringan keras
gigi, sehingga sudah tidak dapat menahan beban kunyah dan harus
dilakukan perluasan kavitas.
5) Ukuran 4 (Extensive): Hilangnya struktur gigi pada cusp atau
insisal akbiat karies
4. Klasifikasi karies menurut ICDAS (International Caries Detection and
Assessment System)
ICDAS mengklasifikasikan karies berdasarkan tingkat kedalaman karies
tersebut. Menurut ICDAS, karies terbagi menjadi 7, yaitu (Ismail, dkk.
2007):
a. D0: gigi yang sehat
b. D1: dalam keadaan gigi kering, terlihat lesi putih pada permukaan gigi.
c. D2: dalam keadaan gigi basah, sudah terlihat adanya lesi putih pada
permukaan gigi.
d. D3: terdapat kerusakan email tanpa keterlibatan dentin (karies email).
e. D4: lesi email dalam. Tampak bayangan gelap dentin atau lesi sudah
mencapai bagian dentino enamel junction (DEJ).
f. D5: lesi telah mencapai dentin.
g. D6: lesi telah mencapai pulpa
5. Klasifikasi karies menurut WHO
Menurut WHO, karies terbagi menjadi 4, yaitu (Campus, dkk. 2019):
a. D1: karies pada email pada permukaan gigi yang utuh, belum
terbentuk lubang
b. D2: karies pada email
c. D3: karies pada email dan dentin
d. D4: karies mencapai pulpa

C. Cara Diagnosis
Perawatan yang tepat diawali dengan menegakan diagnosis . Hasil
diagnosis ditentukan oleh peran dokter gigi dalam mendalami ilmu
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman. Diagnosis yang tepat dapat
dilakukan dengan mengunakan beberapa cara pemeriksaan, diantaranya yaitu
pemeriksaan subjektif, pemeriksaan objektif dan pemeriksaan penunjang.
Ketiga pemeriksaan tersebut dapat menghasilkan berbagai informasi
diagnosis, kemudian dapat menjadi pertimbangan interpretasi informasi,
sehingga menghasilkan diagnosis yang tepat dan merencanakan perawatan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
1. Pemerikasaan subjektif
Pemerikasaan subjektif merupakan pemeriksaan yang didasarkan
pada informasi pasien melalui riwayat penyakit pasien meliputi gejala-
gejala dan intensitas penyakit. Pemeriksaan subjektif biasanya dilakukan
dengan menggunakan anamnesa. Anamnesa merupakan wawancara atau
komunikasi antara dokter dengan pasien mengenai riwayat penyakit.
2. Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan objektif merupakan pemeriksaan yang dilakukan
terhadap pasien dengan melakukan berbagai uji atau test. Pemeriksaan
objektif diantaranya yaitu :
a. Pemeriksaan Visual
Pemeriksaan visual dilakukan dengan menggunakan penglihatan
baik disadari oleh pasien ataupun tidak. Pemeriksaan visual meliputi
pemeriksaan ekstra oral dan intra oral. Pemeriksaan ekstra oral diantarnya
kondisi fisik, asimetris wajah, keadaan pasien dan tingkah laku pasien.
b. Palpasi
Pemeriksaaan secara palpasi yaitu bertujuan untuk menentukan
adanya inflamasi yang mencapai periapikal atau jaringan periodontal.
Palpasi dilakukan dengan menggunakan jari yang dipijat atau disentuhkan
pada organ yang akan diperiksa. Macam-macam palpasi meliputi, bagian
jaringan periodontal seperti gingiva, palpasi kelenjar saliva, palpasi TMJ
dan palpasi lymphonodes.
c. Perkusi
Perkusi merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan
menggunakan bantuan ujung instrument yang dipukul dengan frekuensi
dan intensitas yang rendah. Fungsi dari pemeriksaan secara perkusi
mengevaluasi status periodonsium atau rangsangan jaringan periodontal.
d. Tes Mobilitas
Tes mobilitas merupakan tes yang dilakukan untu mengevaluasi
tingkat mobilitas gigi dalam tulang alveolar akibat trauma atau kelaianan.
Cara melakukan tes mobilitas dengan menggerakan gigi ke arah
labiolingual dengan menggunakan jari atau instrument. Derajat mobilitas
gigi dikelompokan sebagai berikut :
a. Grade 1 : Adanya mobilitas yang dapat dirasakan oleh dokter
b. Grade 2 : Dirasakan dengan ditandai pergeseran labiolingual
sekitar 1 mm
c. Grade 3 : Pergeseran labiolingual lebih dari 1 mm

e. Tes Vitalitas Gigi


Tes vitalitas gigi bertujuan untuk mengetahui vitalitas pada gigi
terutama pada bagian pulpa gigi. Macam-macam tes vitalitas yaitu tes
elektris, tes termal, tes kavitas dan tes jarum.
1) Tes elektris dilakukan dengan menggunakan alat yaitu electric pulp
tester (EPT) yang dapat mengeluarkan arus listrik menuju pulpa.
Respon positif ditandai dengan rasa panas atau hantaran listrik,
menandakan gigi vital, sedangkan respon negative tidak adanya reaksi
sehingga dapat disimpulkan gigi sudah mengalami non vital.
2) Tes termal yaitu terdapat dua cara dengan menggunakan suhu yang
tinggi (panas) atau suhu rendah (dingin). Tes panas dapat dilakukan
dengan menggunakan gutta pecha, burnisher panas atau instrument
yang dapat menghantarkan temperatur yang terkontrol, kemudian
diditempelkan pada permukaan sepertiga bukal mahkota. Tes dingin
dapat dilakukan dengan menggunakan cholr ethyl, es atau dikloro-
difluoro metan. Tes termal positif apabila bereaksi nyeri terhadap
panas atau dingin.
3) Tes kavitas dilakukan apabila gigi tidak memberikan respon ketika
diberi tes termal dan tes elekris. Penggunaan tes kavitas dengan
menggunakan bur yang tajam tanpa anastesi, pada gigi vital tes
kavitas akan menimbulkan rasa sakit yang tajam, namun jika tidak
menimbulkan respon maka gigi sudah non vital.
4) Tes jarum merupakan tes yang dilakukan ketika gigi terdapat
perforasi, akibat karies atau hasil dari tes kavitas. Tes jarum dilakukan
dengan menggunakan jarum K-file ukuran kecil atau jarum miller
yang dimasukan kedalam saluran akar. Indikasi gigi vital ketika jarum
dimasukan sedalam 1/3 saluran akar terdapat respon, namun ketika
jarum dimasukan lebih dalam sekitar ½ saluran akar tidak
menimbulkan respon maka gigi non vital.

D. Kasus

https://www.instagram.com/arisajikurniawan/
https://www.instagram.com/p/BUjs7d6hDmi/

E. Klasifikasi Karies Pasien


Hasil pemeriksaan intraoral terdapat karies pada bagian labio servikal
gigi 23 dengan kedalaman mencapai dentin, maka dapat diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, G.V Black dan G.J Mount (Herijulianti, dkk. 2002).
a. Klasifikasi Berdasarkan Kedalaman yaitu Karies Media
b. Klasifikasi Karies Menurut G.V Black termasuk Klas V
c. Klasifikasi Karies Menurut G.J Mount termasuk #3.1.
d. Klasifikasi Karies Menurut ICDAS termasuk D4
e. Klasifikasi Karies Menurut WHO termasuk D3

F. Rencana Perawatan
Perawatan yang diberikan berupa restorasi direct komposit klas V

G. Tahapan Kerja
1. Prinsip Preparasi Kavitas (G.V Black)
a. Outline Form
Outline form yaitu suatu tindakan untuk memperluas dari
dinding eksternal, dengan kedalaman tertentu untuk mencegah
terjadinya gigi atau tumpatan yang rusak.
b. Resistance Form
Resistance form adalah bentuk preparasi kavitas yang dibuat
sesuai dengan kebutuhan, sehingga sisa gigi dapat menahan daya
kunyah dan tidak pecah. Salah satu faktor resistance form yaitu jenis
restorasi yang akan digunakan. Restorasi komposit atau GIC minimal
ketebalan 2,5 mm.
c. Retention Form
Retention form adalah bentuk dari preparasi kavitas yang dapat
menahan, sehingga tumpatan tahan terhadap pergeseran atau tidak
dapat terpengaruh oleh gaya dorong dan daya angkat. Macam-macam
retention diantaranya yaitu undercut, paralielisme dinding kavitas,
dovetail, groove, pin hole, frictional wall retention.
d. Convenience Form
Convenience form adalah memporoleh suatu akses
kenyamanan untuk menuju kavitas yang akan menjadi penempatan
bahan tumpatan. Salah satu faktor convenience form adalah
menggunakan instrument yang sesuai lebar kavitas dan memperluas
preparasi kavitas.
e. Removal of Caries
Removal of caries merupakan tindakan untuk menghilangkan
karies yang berada pada jaringan gigi terutama pada jaringan dentin
yang lunak. Jaringan gigi yang terinfeksius karies, namun tidak
dipreparasi seluruhnya maka dapat menyebabkan terjadinya karies
sekunder.
f. Finish of the Preparation Wall
Finish of the preparation wall atau menghaluskan dasar dan
dinding kavitas, sehingga dapat meningkatkan kekuatan struktur gigi
dan restorasi pada saat diberi tumpatan.
g. Toilet of Cavity
Toilet of cavity yaitu membersihkan kavitas dari debris, cairan
darah, dan saliva. Keuntungan dari toilet of cavity dapat meningkatkan
adaptasi bahan restorasi pada dinding kavitas. Pembersihan dapat
menggunakan udara, cotton pellet atau comersial cleaner
(Cholorhexidine Gluconat 2%).

2. Tahapan Preparasi dengan Komposit


1. Mempersiapkan gigi yang akan direstorasi dengan menghilangkan
plak, kalkulus dan debris.
2. Memilih jenis komposit yang akan digunakan, sesuai dengan
kebutuhan apakah pasien menginginkan hasil estetik atau kekuatan,
serta memilih komposit sesuai dengan warna gigi yang akan
diprestorasi.
3. Mengisolasi gigi yang akan direstorasi menggunakan rubber dam,
cotton rol dan saliva ejector.
4. Melakukan preparasi bentuk modifikasi dengan menggunakan round
bur.
5. Mengaplikasikan bahan etsa yaitu asam fosfat 35-50%, yang berfungsi
pada enamel untuk membuka enamel rods, sehingga terbentuk
microundercut dan pada dentin berfungsi untuk menghilangkan smear
layer untuk mempersiapkan tubulus dentin yang mengandung serabut
kolagen dalam proses pengikatan dengan resin bonding. Etsa pada
enamel selama 20 detik sedangkan pada dentin 15 detik.
6. Mengalirkan udara agar kavitas berada pada kondisi moist.
7. Mengaplikasikan bahan bonding yaitu Bis-GMA menggunakan
instrument microbrush, dan dilakukan penyinaran dengan light cure
selama kurang lebih 20 detik.
8. Mengaplikasikan komposit dengan teknik incremental layer by layer
ketebalan mencapai 2 mm menggunakan instrument plastic filling,
serta lakukan penyinaran dengan light cure selama 40 detik setiap
lapisan komposit sehingga dapat terpolimerisasi dengan baik. Lakukan
sampai kavitas terisi penuh dengan komposit.
9. Lakukan finishing dan polishing memperhalus permukaan restorasi
dengan menggunakan rubber polishing strip.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, G.F., Mulay, S., 2015, Pulpitis: A Review, Journal of Dental and Medical
Sciences, Vol.14(8):92-97.
Campus, G., Cocco, F., Ottolenghi, L., Cagetti, M.G., 2019, Comparison of ICDAS,
CAST, Nyvad’s Criteria, and WHO-DMFT for Caries Detection in a Sample
of Italian Schoolchildren, International Journal of Environmental Research
and Public Health Article , 16: 1-15.
Herijulianti, E., Nurjannah, N., Putri, M.H., 2002, Ilmu Pencegahan Penyakit
Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi, EGC : Jakarta.
Ismail, A., Sohn, W., Tellez, M., Williem, J.M., Betz, J., Lepkawski, J., 2007, Risk
Indicator For Dental Caries Using ICDAS, Community Dentistry and Oral
Epidemiology, 36: 55-68.
Mount, G. J., 2009, Minimal Intervertion Dentistry : Cavity Classification &
Preparation, International Dentistry Sa.Vol.12( 3):54-62.
Triwardhani, L., Mozartha, M., Trisnawaty, 2014, Klinis restorasi resin komposit
pada kavitas klas I pasca penumpatan tiga tahun, Cakradonya Dental Journal,
6(2): 678-744.

Anda mungkin juga menyukai