Makalah Pengantar Ilmu Pertanian

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Makalah Pengantar Ilmu Pertanian

KAITAN PERTANIAN DENGAN KEHIDUPAN,

SEJARAH PERTANIAN SEJAK JAMAN PRA SEJARAH

HINGGA REVOLUSI HIJAU DAN MODERNISASI

PERTANIAN

oleh:
NAMA : MOHAMAD HALID DIKO

NIM : 641420023

KELAS : A_ITP/1(GANJIL)

PROGRAM STUDI S1 ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

T.A 2020/2021
1.Kaitan Pertanian Dengan Kehidupan
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang
dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri,
atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.

Hubungan pertanian dan kehidupan adalah hal yang tak bisa dipisahkan.
Orang-orang tani adalah orang yang mengenali perhitungan waktu, kalau
dalam bahasa jawa disebut mangsa, serta bagaimana mereka mengenali
musim, selalu dikaitkan dengan tanda-tanda alam yang ada. Mereka
mengenali astronomi dan perbintangan untuk urusan bercocok tanam dan
pertimbangan jenis tanaman apa yang akan mereka tanam. Begitu pula
dengan tradisi dan upacara-upacara yang ada di dalam pertanian. Upacara-
upacara ini masih berkaitan erat dengan bagaimana hubungan alam dikaitkan.
Alam memberikan kita berkah, keselamatan, dan juga tumbuhnya tanaman
kita. Maka dari itu, kita pun wajib bersyukur dan membaginya pada alam.
Maka kita mengenali upacara-upacara menjelang panen di sawah-sawah kita.
Sebut saja upacara yang ada pada suku badui. Ada upacara nyacar, yaitu
upacara untuk mulai membersihkan lahan sebelum ditanami.
Upacara ngadruk untuk membakar lahan,dan upacara ngaseuk untuk mulai
menanam (Maryoto,2009:31).

 Dunia pertanian memang tak bisa dilepaskan dengan bagaimana


kepercayaan masyarakat membentuk perilaku dan kebiasaan dalam
mengolah tanah pertanian mereka. Begitupun orang-orang suku Alune yang
ada di pulau Seram. Mereka memiliki khazanah, ilmu pengetahuan tentang
nama-nama tanaman yang tak bisa dilepaskan dari kepercayaan. Tidak hanya
itu, nama-nama tempat dan desa merupakan kesatuan dengan nama-nama
tanaman yang ada disana. Suku Alune Lumoli memiliki pengetahuan dan
persepsi yang khas tentang lingkungan mereka. Pengetahuan yang diwarisi
dari leluhur dan yang diwariskan dari generasi ke generasi tersebut,terus-
menerus mempengaruhi praktik-praktik terhadap lingkungan mereka,
khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam
2.Sejarah Pertanian Sejak Jaman Pra Sejarah Hingga Revolusi
Hijau dan Modernisasi Pertanian
A.Sejarah Pertanian Jaman Pra Sejarah
Berdasarkan bukti-bukti peninggalan artefak, para ahli prasejarah saat ini
bersepakat bahwa praktik pertanian pertama kali berawal di daerah "bulan
sabit yang subur" di Mesopotamia sekitar 8000 SM. Pada waktu itu daerah ini
masih lebih hijau daripada keadaan sekarang. Berdasarkan suatu kajian, 32
dari 56 spesies biji-bijian budidaya berasal dari daerah ini. Daerah ini juga
menjadi satu dari pusat keanekaragaman tanaman budidaya (center of origin)
menurut Nikolai Vavilov. Jenis-jenis tanaman yang pertama kali
dibudidayakan di sini adalah gandum, jelai (barley), buncis (pea), kacang
arab (chickpea), dan flax (Linum usitatissimum).

Di daerah lain yang berjauhan lokasinya dikembangkan jenis tanaman lain


sesuai keadaan topografi dan iklim. Di Tiongkok, padi (Oryza sativa)
dan jewawut (dalam pengertian umum sebagai padanan millet) mulai
didomestikasi sejak 7500 SM dan diikuti dengan kedelai, kacang hijau,
dan kacang azuki. Padi (Oryza glaberrima) dan sorgum dikembangkan di
daerah Sahel, Afrika 5000 SM. Tanaman lokal yang berbeda mungkin telah
dibudidayakan juga secara tersendiri di Afrika Barat, Ethiopia, dan Papua.
Tiga daerah yang terpisah di Amerika (yaitu Amerika Tengah, daerah Peru-
Bolivia, dan hulu Amazon) secara terpisah mulai
membudidayakan jagung, labu, kentang, dan bunga matahari.

Kondisi tropika di Afrika dan Asia Tropik, termasuk Indonesia, cenderung


mengembangkan masyarakat yang tetap mempertahankan perburuan dan
peramuan karena relatif mudahnya memperoleh bahan pangan. Migrasi
masyarakat Austronesia yang telah mengenal pertanian ke wilayah kepulauan
Indonesia membawa serta teknologi budi daya padi sawah serta perladangan.

Asal-mula pertanian
Berakhirnya zaman es sekitar 11.000 tahun sebelum Masehi (SM)
menjadikan bumi lebih hangat dan mengalami musim kering yang lebih
panjang.[2] Kondisi ini menguntungkan bagi perkembangan tanaman semusim,
yang dalam waktu relatif singkat memberikan hasil dan biji atau umbinya
dapat disimpan. Ketersediaan biji-bijian dan polong-polongan dalam jumlah
memadai memunculkan perkampungan untuk pertama kalinya, karena
kegiatan perburuan dan peramuan tidak perlu dilakukan setiap saat.
Berbagai teori dan hipotesis mengemuka mengenai bagaimana manusia
berpindah dari budaya berburu ke budaya bercocok tanam.

Hipotesis Oasis dikemukakan oleh Raphael Pumpelly pada tahun 1908 dan


dipopulerkan oleh Vere Gordon Childe yang merangkum hipotesis tersebut ke
dalam buku Man Makes Himself. Hipotesis ini menyatakan bahwa ketika iklim
menjadi lebih kering, komunitas populasi manusia mengerucut ke oasis dan
sumber air lainnya bersama dengan hewan lain. Domestikasi
hewan berlangsung bersamaan dengan penanaman benih tanaman.
Hipotesis Lereng Berbukit (Hilly Flanks) dikemukakan oleh Robert
Braidwood pada tahun 1948 yang memperkirakan bahwa pertanian dimulai
di lereng berbukit pegunungan Taurus dan Zagros, yang berkembang dari
aktivitas pengumpulan biji-bijian di kawasan tersebut.
Hipotesis Perjamuan dikemukakan oleh Brian Hayden yang memperkirakan
bahwa pertanian digerakkan oleh keinginan untuk berkuasa dan dibutuhkan
sebuah perjamuan besar untuk menarik perhatian dan rasa hormat dari
komunitas. Hal ini membutuhkan sejumlah besar makanan.
Teori Demografik diusulkan oleh Carl Sauer pada tahun 1952, yang
diadaptasikan oleh Lewis Binford dan Kent Flannery. Mereka menjelaskan
bahwa peningkatan populasi akan semakin mendekati kapasitas penyediaan
oleh lingkungan sehingga akan membutuhkan makanan lebih banyak dari
yang bisa dikumpulkan. Berbagai faktor sosial dan ekonomi juga mendorong
keinginan untuk mendapatkan makanan lebih banyak.
Hipotesis Evolusioner oleh David Rindos mengusulkan bahwa pertanian
merupakan adaptasi evolusi bersama antara tumbuhan dan manusia. Diawali
dengan perlindungan terhadap spesies liar, manusia lalu menginovasikan
praktik budi daya berdasarkan lokasi sehingga domestikasi terjadi.

B.Sejarah Terjadinya Revolusi Hijau


Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk
menggambarkan perubahan fundamental dalam penggunaan
teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-
an di banyak negara berkembang, terutama di Asia.
Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan)
sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu
kekurangan persediaan pangan (pokok),seperti
India,Bangladesh,Tiongkok,Vietnam,Thailand,serta Indonesia,untuk menyebut
beberapa negara.Norman Borlaug,penerima penghargaan novel perdamaiaan
1970,adalah orang yang dipandang sebagai konseptor utama gerakan ini.
Revolusi Hijau merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut
sebuah program peningkatan produksi pangan per hektar lahan yang dimulai
pertama kali di Meksiko pada 1940-an. Revolusi hijau diawali oleh Ford dan
Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di Meksiko (1950)
dan padi di Filipina (1960). Selanjutnya bukan hanya beras dan gandum saja
yang produksinya ditingkatkan dengan mekanisme revolusi hijau,melainkan
juga sorgum, jagung, millet, ubi bayu, dan buncis.
Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas
(bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan
produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut
dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau
dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga
komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disebut Panca
Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta
adanya dukungan kredit dan infrastruktur.Gerakan ini berhasil
menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.

Revolusi hijau di Indonesia


Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan
Indonesia dijalankan sejak rezim Orde Baru berkuasa. Sejak awal
pemerintahannya, melalui program Revolusi HIjau, Presiden Soeharto telah
menekankan terkait ketersediaan bahan pangan sebagai salah satu cara untuk
menciptakan stabilitas yang diperlukan dalam proses pembangunan nasional.
Sehingga Gerakan ini dianggap merupakan sebuah usaha yang tepat untuk
meningkatkan ketersediaan pangan utama yaitu gandum dan beras. Gerakan
Revolusi Hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak mampu
untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang
berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima
tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga
telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan
karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang
memiliki tanah lebih dari setengah hektare, dan petani kaya di pedesaan, serta
penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau
dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah
timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah
mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965.
Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting: penyediaan air
melalui sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal,
penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu,
dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Melalui
penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman
pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam
setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya
tidak mungkin terjadi.
Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan
kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang
parah. Oleh para pendukungnya, kerusakan dipandang bukan karena Revolusi
Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan teknologi yang tidak
memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Kritik lain yang muncul
adalah bahwa Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara
berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di Afrika.

Dampak positif revolusi hijau


Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan
(karbohidrat) meningkat. Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor beras
mampu swasembada dan bisa mengekspor beras ke India. Selain itu dengan
adanya revolusi hijau dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan
petani.
Permasalahan dan dampak negatif

1. Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia


(sebagai sumber karbohidrat) tidak diimbangi pengembangan pangan
sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi sawah.
2. Penurunan keanekaragaman hayati.
3. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan
tanaman pada pupuk.
4. Penggunaan pestisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang
resisten.
5. Petani yang terlibat hutang untuk membayar paket program intensif
pertanian. 
C.Modernisasi Pertanian
Modernisasi pertanian merupakan arah yang kita tempuh dalam
pembangunan pertanian di Indonesia. Dimana dapat diartikan juga sebagai
perubahan “tradisional” menuju ke arah “modern”. Sebagai contoh sebelum
dilakukannya modernisasi pertanian, para petani membajak sawahnya
dengan menggunakan bantuan kerbau, namun setelah pertanian mengalami
kemajuan lalu sebagian para petani meninggalkan kebiasaan tersebut dengan
menggantinya menggunakan traktor. Tentunya penggunaan traktor tersebut
dapat memudahkan para petani dan lebih mengefisienkan waktu, namun
masih ada petani yang enggan menggunakan traktor, karena alasan tertentu
seperti traktor tidak ramah lingkungan, ataupun tidak tahu bagaimana
menggunakan alat tersebut.
Selain itu juga modernisasi pertanian dapat dilihat dari penggunaan mesin
penggiling padi, dimana sebelumnya para petani masih menggunakan timbul
padi. Beberapa modernisasi padi lainnya yaitu, penggantian pupuk dari pupuk
kandang menjadi pupuk urea, pemakaian bibit padi dari bibit local menjadi
bibit unggul, penerapan teknik irigasi baru.
Dari adanya modernisasi pertanian ini, menimbulkan dampak positif dan
juga negatif diantaranya yaitu ; lebih mempercepat pekerjaan petani dengan
adanya perkembangan teknologi, hasi pertanian lebih bagus, merusak
lingkungan.
Perkembangan Pertanian
Pada sebagian besar Negara Sedang Berkembang, teknologi baru di bidang
pertanian dan inovasi-inovasi dalam kegiatan-kegiatan pertanian meruapakan
prasyarat bagi upaya-upaya dalam peningkatan output dan produktivitas. Ada
3 tahap perkembangan modernisasi pertanian. Modernisasi pertanian dari
tahap tradisional menuju peranian modern membutuhkan banyak upaya lain
selain pengaturan kembali struktur ekonomi pertanian atau penerapan
teknologi pertanian yang baru.
1.Pertanian Tradisional
Dalam pertanian tradisional, produksi pertanian dan konsumsi sama
banyaknya dan hanya satu atau dua macam tanaman saja yang merupakan
sumber pokok bahan makanan. Produksi dan produktivitas rendah karena
hanya menggunakan peralatan yang sangat sederhana. Penanaman atau
penggunaan modal hanya sedikit sekali, sedangkan tanah dan tenaga kerja
manusia merupakanfaktor produksi yang dominan. Pertanian tradisional
bersifat tak menentu.
2.Tahap Pertanian Tradisional Menuju Pertanian Moderen
Penganekaragaman pertanian merupakan suatu langkah pertama yang cukup
logis dalam masa transisi dari pertanian tradisional ke pertanian moderen.
Pada tahap ini, tanaman-tanaman pokok tidak lagi mendominasi produk
pertanian, karena tanaman-tanaman perdagangan yang baru seperti; buah-
buahan, kopi, teh dan lain-lain sudah mulai dijalankan bersama dengan usaha
pertenakan yang sederhana. Keberhasilan atau kegagalan usaha-usaha atau
mentransformasikan pertanian tradisional tidak hanya tergantung pada
ketrampilan dan kemampuan para petani dalam meningkatkan
produktivitasnya, tetapi juga tergantung pada kondisi-kondisi sosial,
komersial dan kelembagaan.
Pertanian Modern
Pertanian modern atau dikenal juga dengan istilah pertanian spesialisasi
menggambarkan tingkat pertanian yang paling maju. Dalam pertanian
modern (spesialisasi), pengadaan pangan untuk kebutuhan sendiri dan
jumlah surplus yang bisa dijual, bukan lagi tujuan pokok. Keuntungan
komersial murni merupakan ukuran keberhasilan dan hasil maksimum
perhektar dari hasil upaya manusia dan sumber daya alam merupakan tujuan
kegiatan pertanian.
Pertanian modern (spesialisasi) berbeda-beda dalam ukuran dan fungsinya.
Mulai dari jenis pertanian buah-buahan dan sayur-sayuran yang ditanam
secara intensif, sampai kepada pertanian gandum dan jagung yang sangat
besar. Untuk mencapai semua tujuan, pertanian moderen praktis tidak
berbeda dalam konsep atau operasinya denga perusahaan industri yang
besar. Sistem pertanian moderen yang demikian itu sekarang dikenal dengan
agri-bisnis.

Anda mungkin juga menyukai