Laporan Efek Obat Kolinergik Dan Antikolinergik - Gol V - Kelompok 3

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 28

PENGUJIAN AKTIVITAS OBAT KOLINERGIK DAN ANTIKOLINERGIK

Disusun oleh :

KELOMPOK 3

Burhanuddin 2443018073

Kristina V. Tanbora 2443018221

Yohana Imelda Siga 2443018225

Yunia Sara Aditia Koilmo 2443018237

Anastasia Rayuni Helmon 2443018253

ASISTEN PRAKTIKUM :

Kak Mario

PROGRAN STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum
1. Memahami efek obat kolinergik pada kelenjar ludah.
2. Memahami efek obat antikolinergik pada kelenjar ludah.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori Obat Uji
 Struktur Obat

Gambar 1. Struktur Pilokarpin


Nama kimia : Pilokarpin mononitrat [148-72-1]
Rumus molekul : C11H16N2O2.HNO3
Berat molekul : 271,27
Pemerian : Hablur, putih, mengkilat, stabil di udara, dipengaruhi oleh
cahaya.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol; tidak
larut dalam kloroform dan dalam ester. Larutan dalam air
bereaksi asam terhadap kertas lakmus.
Kadar bahan aktif : Tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0%
C11H16N2O2.HNO3.
Golongan obat : Obat kolinergik
(Anon., 2014).

Gambar 2. Struktur Atropin Sulfat


Nama kimia : Garam sulfat (2.1) monohidrat IaH,5a1-f-tropan-3-aol(±)-
tropat(ester).
Rumus molekul : (C17 HNO3)2.H2SO4.H20)
Berat molekul : BM 694,83
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur; putih; tidak berbau;
mengembang di udara kering; perlahan-lahan terpengaruh
oleh cahaya.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol,
terlebih dalam etanol mendidih; mudah larut dalam gliserin.
Kadar bahan aktif : Tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0%,
C17H23NO3)2.H2SO4.
Golongan obat : Antikolinergik dan antispasmodic
(Anon., 2014).

 Golongan Farmakologi
 Pilokarpin Nitrat
Golongan kolnergik kerja langsung ini meliputi ester kolin (asetilkolin, metakolin,
karbamoilkolin, dan betanekol) dan alkaloid alamaiah (muskarin, pilokarpin,
nikotin, lobelin). Diantara anggota-anggota subkelas ini, terdapat perbedaan dalam
spectrum efek (potensi stimulasi muskarinik dan nikotinik) dan
farmakokinetiknya. Kedua macam perbedaan ini memengaruhi penggunaan
kliniknya (FKUS, 2004).
 Atropine Sulfat
Atropin adalah antikolinergik dan antispasmodik. Atropin memblokir reseptor a-
tylcholine di situs parasimpatis pada otot polos, kelenjar sekretorik, dan SSP.
Dapat meningkatkan output jantung dan mem-antagonis histamin dan serotonin
(Munoz , et al., 2008).

 Farmakokinetik dan Farmakodinamik


Pilokaripin Nitrat
 Farmakokinetik
Pilokarpin memiliki waktu paruh eliminasi rata-rata 0,76-1,35 jam setelah dosis
oral berulang masing-masing 5 mg dan 10 mg hidroklorida. Inaktivasi pilokarpin
terjadi pada sinaps neuron dalam plasma. Dosis oral pilokarpin diekskresikan
dalam urin dan metaboliknya yang tidak aktif termasuk asam pilokarpik, dan 70%
sisanya tidak diketahui. Data dari penelitian pada hewan menunjukkan bahwa
pilokarpin dapat didistribusikan ke dalam ASI dengan konsentrasi yang sama yang
ada di plasma (Sweetman, 2009).
 Farmakodinamik
Pilokarpin juga memperlihatkan efek nikotinik. Efek nikotinik ini juga terlihat
setelah diadakan denervasi. Pilokarpin terutama menyebabkan rangsangan
terhadap kelenjar keringat, kelenjar air mata dan kelenjar ludah. Produksi keringat
dapat mencapai tiga liter. Efek terhadap kelenjar keringat ini terjadi karena
perangsangan langsung (elek muskarinik) dan sebagian karena perangsangan
ganglion (efek nikotinik). Suatu kekhususan dari kelenjar keringat ialah bahwa,
secara anatomi kelenjar ini termasuk sistem simpatik, tetapi neurotransmitornya
asetilkolin. Ini yang menjelaskan terjadinya hiperhidrosis oleh zat kolinergik. Pada
penyuntikan lV biasanya teriadi kenaikan tekanan darah akibat efek ganglionik
dan sekresi katekolamin dari medula adrenal; terjadi juga hipersekresi pepsin dan
musin. Sekresi bronkus meningkat, dan bersama dengan timbulnya konstriksi
bronkus dapat menyebabkan udem Paru (Gunawan, et al., 1995).
Atropine Sulfat

 Farmakokinetik
Atropin mudah diserap melalui sistem saluran penceranaan, melalui membrane
mukosa, mata dan sampai bagian tertentu melalui kulit. Obat ini secara cepat
melewati pembuluh darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Melintasi sawar
darah otak. Obat ini dimetabolisme secara tidak sempurna didalam hati dan
diekskresikan melalui urin sebagai obat dan metabolit yang tidak berubah. Waktu
paruhnya mencapai 4 jam, atropine melewati placenta dan dapat dikeluarakan
melalui asi. Bentuk garam ammonium quarterner dari atropine, seperti methonitrat,
kurang begitu diabsorpsi setelah pemberian oral. Garam ini mengalami ionisasi
dalam cairan tubuh, kurang larut dalam lemak, dan tidak melewati sawar darah
otak (Sweetman, 2009).
 Farmakodinamik
Atropin sebagai prototip antimuskarinik dan antimuskarinik lain akan disebut bila
ada perbedaan. Hambatan oleh atropin bersifat reversibel dan dapat diatasi dengan
pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase.
Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh
lebih kuat terhadap yang eksogen. Skopolamin memiliki efek depresi sentral yang
lebih besar daripada atropin, sedangkan efek perifer terhadap jantung, usus dan
otot bronkus lebih kuat dipengaruhi oleh atropin. Kelenjar eksokrin yang paling
jelas dipengaruhi oleh atropin ialah kelenjar liur dalam mulut serta bronkus. Untuk
menghambat aktivitas kelenjar keringat diperlukan dosis yang lebih besar; kulit
menjadi kering, panas dan merah terutama dibagian muka dan leher. Hal ini
menjadi lebih jelas lagi pada keracunan yaitu seluruh suhu badan meningkat. Efek
terhadap kelenjar air mata dan air susu tidak jelas (Gunawan, et al., 1995).

 Efek Samping
 Pilokarpin Nitrat
- Efek samping pilokarpin dengan penggunaan oral; berkeringat, hipertensi,
sembelit yang paradoksal, kebingungan dan peningkatan frekuensi kencing.
- Pilokarpin dengan penggunaan okular lebih baik daripada antikolinergik, akan
tetapi secara miotik dapat menghasilkan spasme ciliary, nyeri dan iritasi mata,
penglihatan kabur, lachrymation, miopi.
- Asma
- Dementia
- Glukoma
(Sweetman, 2009).
 Atropine Sulfat
Pada orang muda, efek samping berupa mulut kering, gangguan miksi, meteorisme
sering terjadi, tetapi tidak membahayakan. Pada orang lanjut usia dapat terjadi efek
sentral terutama berupa sindrom demensia. Memburuknya retensi urin pada pasien
hipertrofi prostat dan memburuknya pengelihatan pada pasien glaukoma
menyebabkan obat ini kurang diterima. Muka merah setelah pemberian atropin
bukan reaksi alergi melainkan akibat kompensasi pembuluh darah di wajah. Alergi
terhadap atropin jarang ditemukan (Guanawan , et al., 2016).

 Dosis dan Indikasi


Pilokarpin Nitrat
 Dosis dan Indikasi:
- Pada glukoma 2-4 dd 1-2 tetes larutan 1-2% (klorida, nitrat).
(Tjay, T.H., Rahardja, K., 2015)
- Pilokarpin nitrat yang digunakan, yaitu sebagai obat tetes mata untuk
menimbulkan miosis dengan larutan 0,5 - 3%.
- Obat ini digunakan juga sebagai dialoretik dan untuk menimbulkan salivasi,
diberikan per oral dengan dosis 7,5 mg.
(Gunawan, et al., 1995).

Atropine Sulfat
 Dosis:
Oral 3 kali sehari 0,4-0,6 mg (sulfat), maksimal 4 mg/sehari. Larutan okuler 0,5-
1% (Tjay & Rahardja , 2015).
 Indikasi:
Atropin juga memiliki daya kerja atas SSP dan efek bronchodilatasi ringan
berdasarkan perbedaan otot polos bronchi (Tjay & Rahardja , 2015).

2.2 Landasan Teori Metode Pengujian Obat


Parameter yang diukur dalam pengamatan efek obat kolinergik dan antikolinergik
adalah peningkatan peningkatan sekresi air mata, frekuensi buang air besar (BAB), dan
peningkatan sekresi saliva. Pada praktikum ini parameter yang digunakan adalah
pengamatan pada peningkatan sekresi saliva. Kelenjar saliva terdiri dari tiga yaitu
sublingual, submandibular, dan kelenjar parotis yang diinversi oleh sistem saraf
parasimpatis dan simpatis. Aktivasi dari saraf parasimpatetik menginversi kelenjar saliva
untuk menghasilkan saliva, yang dimediasi oleh induksi aktifitas Ach pada respetor M1
dan M2 (Gautam, et al., 2004). Salah satu obat yang digunakan untuk menginduksi
pengeluaran saliva dalam paraktikum ini adalah pilokarpin. Metode pengujian diawali
dengan melakukan anastesi dengan fentobarbital. Setelah itu dilakukan pemberian obat
kolinergik dan kemudia hewan coba diletakkan pada Whatman paper filter selama waktu
tertentu (Gautam, et al., 2004). Pengukuran sekresi saliva dapat diukur secara objektif
dengan cara mengukur diameter dari saliva pada kertar saring maupun dengan cara
mengukur berat dari kertas tersebut atau dengan menggunakan cotton balls (Poorten &
Hert, 2019).
BAB III
METODE PENGUJIAN
3.1 Alat dan Bahan
 Alat :
- Alat suntik dan jarum suntik
- Kaca pembesar
- Kerats saring (dicampur metilen blue)
 Bahan :
- Fenobarbital Natrium 80 mg/kgbb (i.p) (10%)
- Pilokarpin Nitrat 5 mg/kgbb (i.m) (0,2%)
- Atropine Sulfat 0,25 mg/kgbb (i.p) (0,25%)

3.2 Klasifikasi Hewan Coba


Mencit (Mus musculus L.) termasuk mamalia pengerat (rodensia) yang cepat
berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak, variasi genetiknya cukup
besar sertasifat anatomisnya dan fisiologinya terkarakteristik dengan baik. Mencit yang
sering digunakan dalam penelitian di laboratorium merupakan hasil perkawinan tikus
putih “inbreed” maupun “outbread”.
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Species : Mus Musculus L.
Mencit memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil, berwarna putih, memiliki siklus
estrus yang teratur yaitu 4-5 hari. Kondisi ruang untuk pemeliharaan mencit harus bersih,
kering dan jauh dari ke bisingan dan suhu ruang pemeliharaan sekitar 18-190C serta
kelembapan udara antara 30-70% (Akbar, 2010).

3.3 Cara Perhitungan Dosis dan Pengenceran Larutan


OBAT FENOBARBITAL
Dosis Fenobarbital : 80mg/kgBB (ip)
Phenobarbital injeksi yang tersedia di Lab : 100mg/ml.
21 𝑔𝑟𝑎𝑚
- Dosis pemberian mencit 21 gram = 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 80 𝑚𝑔 = 𝟏, 𝟔𝟖 𝒎𝒈

1,68 𝑚𝑔
- Volume pemberian mencit 21 gram = 𝑥 1 𝑚𝑙 = 0,0168 𝑚𝑙
100 𝑚𝑔

0,05 𝑚𝑙
FP = 0,0168 𝑚𝑙 = 2,97 𝑘𝑎𝑙𝑖 ~ 3 kali

Vp setelah pengenceran = 0,0168 ml x 3 kali = 0,0504 ml

KELOMPOK 1 (BB 18 gram)


Kontrol : WFI 0,05 ml

KELOMPOK 2 (BB 22 gram)


Obat yang diinjeksikan : Pilokarpin 0,2% 5mg/kgBB (i.m)
22 𝑔𝑟𝑎𝑚
- Dosis pemeberian untuk mencit 22 gram = 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 5 𝑚𝑔 = 𝟎, 𝟏𝟏 𝒎𝒈

0,11 𝑚𝑔
- Volume pemberian pilokarpin = 200 𝑥100 𝑚𝑙 = 𝟎, 𝟎𝟓𝟓 𝒎𝒍
𝑚𝑔

KELOMPOK 3 (BB 20 gram)


Obat yang diinjeksikan : Pilokarpin 0,2% 5mg/kgBB (i.m) dan Atropin Sulfat 0,25%
0,25mg/kgBB (i.p)
Obat Pilokarpin
20 𝑔𝑟𝑎𝑚
- Dosis pilokarpin mencit 20 gram = 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 5 𝑚𝑔 = 𝟎, 𝟏 𝒎𝒈

0,1 𝑚𝑔
- Volume pemberian pilokarpin = 200 𝑥100 𝑚𝑙 = 𝟎, 𝟎𝟓 𝒎𝒍
𝑚𝑔

Obat Atropin Sulfat


20 𝑔𝑟𝑎𝑚
- Dosis Atropin Sulfat mencit 20 gram = 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 0,25 𝑚𝑔 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟓 𝒎𝒈

0,005 𝑚𝑔
- Volume pemberian Atropin Sulfat = 𝑥100 𝑚𝑙 = 0,002 𝑚𝑙
250 𝑚𝑔

0,05 𝑚𝑙
FP= 0,002 𝑚𝑙 = 25 𝑘𝑎𝑙𝑖

Vp setelah pengenceran = 0,002 ml x 25 = 0,05 ml

KELOMPOK 4 (BB 21 gram)


Obat yang diinjeksikan : Pilokarpin 0,2% 5mg/kgBB (i.m) dan Atropin Sulfat 0,25%
0,25mg/kgBB (i.p)
Obat Pilokarpin
21 𝑔𝑟𝑎𝑚
- Dosis untuk mencit 21 gram = 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 5𝑚𝑔 = 𝟎, 𝟏𝟎𝟓 𝒎𝒈

0,105 𝑚𝑔
- Volume pemberian pilokarpin = 𝑥100 𝑚𝑙 = 𝟎, 𝟎𝟓𝟐𝟓 𝒎𝒍
200 𝑚𝑔

Obat Atropin Sulfat


21 𝑔𝑟𝑎𝑚
- Dosis untuk mencit 21 gram = 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 0,25 𝑚𝑔 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟓𝟐𝟓 𝒎𝒈

0,00525 𝑚𝑔
- Volume pemberian Atropin Sulfat = 𝑥100 𝑚𝑙 = 0,0021 𝑚𝑙
250 𝑚𝑔

0,05 𝑚𝑙
FP= 0,0021 𝑚𝑙 = 23,81 𝑘𝑎𝑙𝑖 ~ 24 kali

Vp setelah pengenceran = 0,0021 ml x 24 = 0,0504 ml


3.4 Skema Kerja

Mencit disedasikan dengan fenolbarbital (i.p) ditunggu 15-


30 menit atau sampai menit tertidur.

Pilokarpin disuntikkan (i.m) dan dicatat waktu penyuntikan.

Mencit ditidurkan pada kertas saring yang telah


dicampur dengan serbuk metilen blue.

Saliva yang diekskresikan akan keluar dari mulut mencit dan membasahi
kertas saring (catat saat muncul efek salivasi) selama 5 menit.

Diameter saliva mencit diukur untuk mengukur luas area saliva


yang tertampung.

Dengan segera atropin sulfat disuntikkan pada mencit.

Mencit ditidurkan dikertas saring yang baru selama 5 menit.

Diameter saliva mencit diukur untuk mengukur luas area saliva yang
tertampung.

Luas area setelah pemberian pilokarpin dan


atropin dibandingkan.
BAB IV

HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Praktikum

Kelompok Obat Luas area saliva Luas area saliva Waktu mencit
5 menit pertama 5 menit kedua tertidur (menit)

1 I. Kontrol - - 23
II. Kontrol
2 I. Pilokarpin 4,5 cm 5,9 cm 22
II. Pilokarpin
3 I. Pilokarpin 3,5 cm 2,4 cm 48
II. Atropin Sulfat
4 I. Atropin Sulfat - 2,2 cm 16
II. Pilokarpin

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengujian aktivitas obat kolinergik dan antikolinergik
pada pengeluaran saliva dengan digunakan hewan percobaan mencit. Pengujian dengan
obat kolinergik yaitu digunakan obat pilokarpin dan sebagai obat antikolinergik yaitu
atropin sulfat. Kedua obat tersebut disuntikan secara bergantian setelah lima menit sesuai
dengan rute pemberian obat yang telah ditentukan, sedangkan sebagai kontrol hanya
digunakan aquades dan fenobarbital. Pemberian fenobarbital digunakan untuk meberikan
efek hipnotik pada mencit. Pengamatan pemberian efek obat kolinergik dilakukan dengan
mengukur luas area saliva yang dikeluarkan oleh mencit dengan menggunakan kertas
saring yang telah dicampur dengan metilen blue pada bagian bawahnya, sehingga air liur
yang dikeluarkan mencit akan membasahi kertas saring dan berubah warna menjadi biru
untuk memudahkan pengukuran luas area saliva.
Dari hasil praktikum yang didapatkan dapat diuraikan bahwa pada mencit kelompok 1
sebagai kontrol sehingga tidak disuntikkan obat kolinergik (Pilokarpin) maupun
antikolinergik(Atropin Sulfat) maka tidak didapatkan hasil luas area saliva oleh mencit.
Pada mencit kelompok 2 setelah disuntikkan fenobarbital kemudian disuntikkan
pilokarpin setelah 5 menit pertama dan diukur luas area saliva didapatkan hasil 4,5 cm
sebagai hasil pertama, kemudian disuntikkan lagi dengan pilokarpin pada menit kedua
dan didapatkan hasil luas area saliva bertambah yaitu 5,9 cm, hal ini dikarenakan
pemberian obat pilokarpin dapat meningkatkan ekskresi kelenjar yang mengakibatkan
pembuluh kelenjar mengalami dilatasi. Dengan meningkatnya pemberian pilokarpin dapat
menyebabkan hipersalivasi atau meningkatnya ekskresi saliva.
Pada mencit kelompok 3 setelah di disuntikkan fenobarbital kemudian disuntikkan
pilokarpin setelah 5 menit pertama dan diukur luas area saliva didapatkan hasil 3,5 cm
sebagai hasil pertama, kemudian disuntikkan lagi dengan atropin sulfat pada 5 menit
kedua dan didapatkan hasil luas area saliva berkurang yaitu 2,4 cm. hasil luas area saliva
pada pemberian pilokarpin memiliki perbedaan hasil yang signifikan, hal ini diakibatkan
karena pada saat pengukuran luas area saliva karena atropin tidak merangsang
pengeluaran kelenjar saliva.
Pada mencit kelompok 4 penyuntikan pertama dengan atropin sulfat tidak didapatkan
hasil luar are saliva, hal ini dikarenakan atropin sulfat tidak merangsang pengeluaran
kelenjar saliva, kemudian disuntikkan obat kedua yaitu pilokarpin dan didapatkan hasil
luas are saliva sebesar 2,2 cm, hal ini dikarenakan pilokarpin dapat merangsang
pengeluaran saliva atau salivasi oleh mencit.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar bobot hewan percobaan, maka volume pemberian obat semakin besar.
Obat pilokarpin sebagai zat kolinergik yang dapat meningkatkan sekresi saliva.
2. Obat atropin sulfat sebagai zat antikolinergik yang mampu menginhibisi hipersaliva
pada hewan percobaan.
3. Semakin tinggi dosis atropine sulfat yang diberikan terhadap hewan percobaan,
semakin sedikit saliva yang dikeluarkan oleh hewan percobaan

5.2 Usulan Penelitian


Melalukan penelitian dengan merubah dosis pemberian untuk mengetahui efek yang
ditimbulkan pada bagian lain selain saliva atau menggantikan obat yang digunakan.
Misalkan untuk obat kolinergik diganti dnegan bethanecol dan untuk antikolinergik
diganti dengan obat fentonium.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, B., 2010. Tumbhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi Sebagai
Bahan Antifertilitas. Jakarta: Adabia Press.

Anon., 2014. Farmakope Indonesia. 5th ed. Jakarta: Kementrian Kesehata Respublik
Indonesia .

FKUS, S. P. D. F., 2004. Kumpulan Kulah Farmakologi. 2nd ed. Jakarta: EGC.

Gautam, D., Heard, T. S., Cui, Y. & Miller, G., 2004. Cholinergic Stimulation of Salivary
Secretion Studied with M1 adn M3 Muscarinis Receptor Single- and Double- Knockout Mice.
Molecular Pharmacology, 66(2), pp. 260-267.

Guanawan , S. G., Setiabudy, R., N. & I., 2016. Farmakologi dan Terapi. 6th ed. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI.

Gunawan, S. G., Setiabudy, R., N. & I., 1995. Farmakologi dan Terapi. 4th ed. Jakarta :
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI.

Munoz , R., Schmitt, C. G., Roth, S. J. & Cruz , E. D., 2008. Handbook of Pediatric
Cardiovaskulr Drugs. London : Eds Cruz E.D.

Poorten, T. V. d. & Hert, M. D., 2019. The Sublingual Use of Atropine in The Treatment of
Clozapine-induces Sialorrhea : A systemis Review. Clinical Case, pp. 1-6.

Sweetman, S. C., 2009. The Complete Drug Reference. 36th ed. London, Chicago:
Pharmaceutical Press.

Tjay , H. T. & Rahardja , K., 2015. Obat-Obat Penting : Khasiat, Pengguaan dan Efek-Efek
Sampingnya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, Gramedia.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai