Laporan Efek Obat Kolinergik Dan Antikolinergik - Gol V - Kelompok 3
Laporan Efek Obat Kolinergik Dan Antikolinergik - Gol V - Kelompok 3
Laporan Efek Obat Kolinergik Dan Antikolinergik - Gol V - Kelompok 3
Disusun oleh :
KELOMPOK 3
Burhanuddin 2443018073
ASISTEN PRAKTIKUM :
Kak Mario
Golongan Farmakologi
Pilokarpin Nitrat
Golongan kolnergik kerja langsung ini meliputi ester kolin (asetilkolin, metakolin,
karbamoilkolin, dan betanekol) dan alkaloid alamaiah (muskarin, pilokarpin,
nikotin, lobelin). Diantara anggota-anggota subkelas ini, terdapat perbedaan dalam
spectrum efek (potensi stimulasi muskarinik dan nikotinik) dan
farmakokinetiknya. Kedua macam perbedaan ini memengaruhi penggunaan
kliniknya (FKUS, 2004).
Atropine Sulfat
Atropin adalah antikolinergik dan antispasmodik. Atropin memblokir reseptor a-
tylcholine di situs parasimpatis pada otot polos, kelenjar sekretorik, dan SSP.
Dapat meningkatkan output jantung dan mem-antagonis histamin dan serotonin
(Munoz , et al., 2008).
Farmakokinetik
Atropin mudah diserap melalui sistem saluran penceranaan, melalui membrane
mukosa, mata dan sampai bagian tertentu melalui kulit. Obat ini secara cepat
melewati pembuluh darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Melintasi sawar
darah otak. Obat ini dimetabolisme secara tidak sempurna didalam hati dan
diekskresikan melalui urin sebagai obat dan metabolit yang tidak berubah. Waktu
paruhnya mencapai 4 jam, atropine melewati placenta dan dapat dikeluarakan
melalui asi. Bentuk garam ammonium quarterner dari atropine, seperti methonitrat,
kurang begitu diabsorpsi setelah pemberian oral. Garam ini mengalami ionisasi
dalam cairan tubuh, kurang larut dalam lemak, dan tidak melewati sawar darah
otak (Sweetman, 2009).
Farmakodinamik
Atropin sebagai prototip antimuskarinik dan antimuskarinik lain akan disebut bila
ada perbedaan. Hambatan oleh atropin bersifat reversibel dan dapat diatasi dengan
pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase.
Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh
lebih kuat terhadap yang eksogen. Skopolamin memiliki efek depresi sentral yang
lebih besar daripada atropin, sedangkan efek perifer terhadap jantung, usus dan
otot bronkus lebih kuat dipengaruhi oleh atropin. Kelenjar eksokrin yang paling
jelas dipengaruhi oleh atropin ialah kelenjar liur dalam mulut serta bronkus. Untuk
menghambat aktivitas kelenjar keringat diperlukan dosis yang lebih besar; kulit
menjadi kering, panas dan merah terutama dibagian muka dan leher. Hal ini
menjadi lebih jelas lagi pada keracunan yaitu seluruh suhu badan meningkat. Efek
terhadap kelenjar air mata dan air susu tidak jelas (Gunawan, et al., 1995).
Efek Samping
Pilokarpin Nitrat
- Efek samping pilokarpin dengan penggunaan oral; berkeringat, hipertensi,
sembelit yang paradoksal, kebingungan dan peningkatan frekuensi kencing.
- Pilokarpin dengan penggunaan okular lebih baik daripada antikolinergik, akan
tetapi secara miotik dapat menghasilkan spasme ciliary, nyeri dan iritasi mata,
penglihatan kabur, lachrymation, miopi.
- Asma
- Dementia
- Glukoma
(Sweetman, 2009).
Atropine Sulfat
Pada orang muda, efek samping berupa mulut kering, gangguan miksi, meteorisme
sering terjadi, tetapi tidak membahayakan. Pada orang lanjut usia dapat terjadi efek
sentral terutama berupa sindrom demensia. Memburuknya retensi urin pada pasien
hipertrofi prostat dan memburuknya pengelihatan pada pasien glaukoma
menyebabkan obat ini kurang diterima. Muka merah setelah pemberian atropin
bukan reaksi alergi melainkan akibat kompensasi pembuluh darah di wajah. Alergi
terhadap atropin jarang ditemukan (Guanawan , et al., 2016).
Atropine Sulfat
Dosis:
Oral 3 kali sehari 0,4-0,6 mg (sulfat), maksimal 4 mg/sehari. Larutan okuler 0,5-
1% (Tjay & Rahardja , 2015).
Indikasi:
Atropin juga memiliki daya kerja atas SSP dan efek bronchodilatasi ringan
berdasarkan perbedaan otot polos bronchi (Tjay & Rahardja , 2015).
1,68 𝑚𝑔
- Volume pemberian mencit 21 gram = 𝑥 1 𝑚𝑙 = 0,0168 𝑚𝑙
100 𝑚𝑔
0,05 𝑚𝑙
FP = 0,0168 𝑚𝑙 = 2,97 𝑘𝑎𝑙𝑖 ~ 3 kali
0,11 𝑚𝑔
- Volume pemberian pilokarpin = 200 𝑥100 𝑚𝑙 = 𝟎, 𝟎𝟓𝟓 𝒎𝒍
𝑚𝑔
0,1 𝑚𝑔
- Volume pemberian pilokarpin = 200 𝑥100 𝑚𝑙 = 𝟎, 𝟎𝟓 𝒎𝒍
𝑚𝑔
0,005 𝑚𝑔
- Volume pemberian Atropin Sulfat = 𝑥100 𝑚𝑙 = 0,002 𝑚𝑙
250 𝑚𝑔
0,05 𝑚𝑙
FP= 0,002 𝑚𝑙 = 25 𝑘𝑎𝑙𝑖
0,105 𝑚𝑔
- Volume pemberian pilokarpin = 𝑥100 𝑚𝑙 = 𝟎, 𝟎𝟓𝟐𝟓 𝒎𝒍
200 𝑚𝑔
0,00525 𝑚𝑔
- Volume pemberian Atropin Sulfat = 𝑥100 𝑚𝑙 = 0,0021 𝑚𝑙
250 𝑚𝑔
0,05 𝑚𝑙
FP= 0,0021 𝑚𝑙 = 23,81 𝑘𝑎𝑙𝑖 ~ 24 kali
Saliva yang diekskresikan akan keluar dari mulut mencit dan membasahi
kertas saring (catat saat muncul efek salivasi) selama 5 menit.
Diameter saliva mencit diukur untuk mengukur luas area saliva yang
tertampung.
Kelompok Obat Luas area saliva Luas area saliva Waktu mencit
5 menit pertama 5 menit kedua tertidur (menit)
1 I. Kontrol - - 23
II. Kontrol
2 I. Pilokarpin 4,5 cm 5,9 cm 22
II. Pilokarpin
3 I. Pilokarpin 3,5 cm 2,4 cm 48
II. Atropin Sulfat
4 I. Atropin Sulfat - 2,2 cm 16
II. Pilokarpin
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengujian aktivitas obat kolinergik dan antikolinergik
pada pengeluaran saliva dengan digunakan hewan percobaan mencit. Pengujian dengan
obat kolinergik yaitu digunakan obat pilokarpin dan sebagai obat antikolinergik yaitu
atropin sulfat. Kedua obat tersebut disuntikan secara bergantian setelah lima menit sesuai
dengan rute pemberian obat yang telah ditentukan, sedangkan sebagai kontrol hanya
digunakan aquades dan fenobarbital. Pemberian fenobarbital digunakan untuk meberikan
efek hipnotik pada mencit. Pengamatan pemberian efek obat kolinergik dilakukan dengan
mengukur luas area saliva yang dikeluarkan oleh mencit dengan menggunakan kertas
saring yang telah dicampur dengan metilen blue pada bagian bawahnya, sehingga air liur
yang dikeluarkan mencit akan membasahi kertas saring dan berubah warna menjadi biru
untuk memudahkan pengukuran luas area saliva.
Dari hasil praktikum yang didapatkan dapat diuraikan bahwa pada mencit kelompok 1
sebagai kontrol sehingga tidak disuntikkan obat kolinergik (Pilokarpin) maupun
antikolinergik(Atropin Sulfat) maka tidak didapatkan hasil luas area saliva oleh mencit.
Pada mencit kelompok 2 setelah disuntikkan fenobarbital kemudian disuntikkan
pilokarpin setelah 5 menit pertama dan diukur luas area saliva didapatkan hasil 4,5 cm
sebagai hasil pertama, kemudian disuntikkan lagi dengan pilokarpin pada menit kedua
dan didapatkan hasil luas area saliva bertambah yaitu 5,9 cm, hal ini dikarenakan
pemberian obat pilokarpin dapat meningkatkan ekskresi kelenjar yang mengakibatkan
pembuluh kelenjar mengalami dilatasi. Dengan meningkatnya pemberian pilokarpin dapat
menyebabkan hipersalivasi atau meningkatnya ekskresi saliva.
Pada mencit kelompok 3 setelah di disuntikkan fenobarbital kemudian disuntikkan
pilokarpin setelah 5 menit pertama dan diukur luas area saliva didapatkan hasil 3,5 cm
sebagai hasil pertama, kemudian disuntikkan lagi dengan atropin sulfat pada 5 menit
kedua dan didapatkan hasil luas area saliva berkurang yaitu 2,4 cm. hasil luas area saliva
pada pemberian pilokarpin memiliki perbedaan hasil yang signifikan, hal ini diakibatkan
karena pada saat pengukuran luas area saliva karena atropin tidak merangsang
pengeluaran kelenjar saliva.
Pada mencit kelompok 4 penyuntikan pertama dengan atropin sulfat tidak didapatkan
hasil luar are saliva, hal ini dikarenakan atropin sulfat tidak merangsang pengeluaran
kelenjar saliva, kemudian disuntikkan obat kedua yaitu pilokarpin dan didapatkan hasil
luas are saliva sebesar 2,2 cm, hal ini dikarenakan pilokarpin dapat merangsang
pengeluaran saliva atau salivasi oleh mencit.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar bobot hewan percobaan, maka volume pemberian obat semakin besar.
Obat pilokarpin sebagai zat kolinergik yang dapat meningkatkan sekresi saliva.
2. Obat atropin sulfat sebagai zat antikolinergik yang mampu menginhibisi hipersaliva
pada hewan percobaan.
3. Semakin tinggi dosis atropine sulfat yang diberikan terhadap hewan percobaan,
semakin sedikit saliva yang dikeluarkan oleh hewan percobaan
Akbar, B., 2010. Tumbhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi Sebagai
Bahan Antifertilitas. Jakarta: Adabia Press.
Anon., 2014. Farmakope Indonesia. 5th ed. Jakarta: Kementrian Kesehata Respublik
Indonesia .
FKUS, S. P. D. F., 2004. Kumpulan Kulah Farmakologi. 2nd ed. Jakarta: EGC.
Gautam, D., Heard, T. S., Cui, Y. & Miller, G., 2004. Cholinergic Stimulation of Salivary
Secretion Studied with M1 adn M3 Muscarinis Receptor Single- and Double- Knockout Mice.
Molecular Pharmacology, 66(2), pp. 260-267.
Guanawan , S. G., Setiabudy, R., N. & I., 2016. Farmakologi dan Terapi. 6th ed. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI.
Gunawan, S. G., Setiabudy, R., N. & I., 1995. Farmakologi dan Terapi. 4th ed. Jakarta :
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI.
Munoz , R., Schmitt, C. G., Roth, S. J. & Cruz , E. D., 2008. Handbook of Pediatric
Cardiovaskulr Drugs. London : Eds Cruz E.D.
Poorten, T. V. d. & Hert, M. D., 2019. The Sublingual Use of Atropine in The Treatment of
Clozapine-induces Sialorrhea : A systemis Review. Clinical Case, pp. 1-6.
Sweetman, S. C., 2009. The Complete Drug Reference. 36th ed. London, Chicago:
Pharmaceutical Press.
Tjay , H. T. & Rahardja , K., 2015. Obat-Obat Penting : Khasiat, Pengguaan dan Efek-Efek
Sampingnya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, Gramedia.
LAMPIRAN