Kelompok 8 - 2D - Pengujian Aktivitas Analgetik Pada Mencit

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN

PERCOBAAN IV

PENGUJIAN AKTIVASI ANALGETIK METODE INDUK KIMIA

(METODE SIEGMUND) & METODE TERMIK

KELOMPOK 8

Fitria Ramadhany (31119185)

Rarashanty (31119190)

Tira Fratiwi (31119193)

Refi Tazhqiyatul Fadilah (31119196)

2D Farmasi

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA

PRODI FARMASI

2021
I. Tujuan Praktikum
1. Menentukan daya potensi obat uji terhadap rasa nyeri zat
efektivitasnya
2. Mengetahui pengujian analgetik dengan metode siegmud dan termik.
II. Dasar Teori
Obat-obat analgetik adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi rasa nyeri terhadap rangsang nyeri mekanik,
termik listrik dan kimia dipusat dan perifer atau dengan cara menghambat
pembentukan prostaglandin sebagai mediator sensasi nyeri. Kelompok
obat ini terbagi kealam golongan analgetik kuat (analgetik narkotik) yang
bekerja sentral terhadap sistem saraf pusat dan golongan analgetik lemah
(abalgetik non narkotik) yang bekerja secara perifer. Uji metode aktivitas
analgetik
A. Metode uji aktivitas analgetik
1) Metode geliat
Penialaian obat dilakukan berdasarkan kemampuan dalan
menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi secara
kimia pada hewan percobaan mencit. Rasa nyeri pada mencit
diperhatikan dalam bentuk respon gerakan geliat yaitu kedua
pasang kaki kedepan dan kebelakang serta peru menekan lantai,
yang muncul dalam waktu maksimal lima menit setelah induksi
(kelompok kerja ilmiah, 1993). Zat kimia yang digunakan
pertama kali adalah fenil p-benzokuinon. Selain fenil p-
benzokuinon, digunakan juga zat lain seperti asetilkolin, asam
asetat, adrenalin, dan lain-lain (Le bars, Gozoriu % Cadden, 2001;
Marlyne,2012). Beberapa bahan kimia dilaporkan dapat
menghasilkan efek geliat tetapi hanya asam asetat dan fenil p-
benzokinon yang sering digunakan sebagai iritan.
2) Metode rantall-selitto
Suatu alat untuk mengetahui kemampuan obat analgetik yang
mempengaruhi ambang reaksi terhadap rangsanfan tekanan
mekanis di jaringan inflamasi. Inflamasi yang terjadi diukur
dengan suatu obat yang menggambarkan adanya peningkatan
ambang nyeri.
3) Metode formalin
Untuk mengetahui analgetik obat pada nyeri kronik diinjeksikan
secara subkutan pada permukaan tangan atau kaki tikus yang akan
menimbulkan respon berupa menjinjit kaki dan menjilat kai.
Respon dinilai dengans koring dari skala 0-3
B. Metode dengan induksi nyeri menggunakan cara mekanik
Memberikan tekanan pada pangkal ekor hewan uji.
C. Metode dengan induksi nyeri menggunakan car listrik
Arus listrik dialirkan kebagian tubuh tertentu dari hewan uji dengan
tegangan listrik yang ditinggikan secara bertahap. Hewan uji akan
memberikan respon berupa gerakan.
D. Metode dengan induksi menggunakan cara panas
Hewan percobaan diletakkan diatas plat panas dengan suhu tetap
sebagai stimulus nyeri, memberikan respon dalam bentuk mengangkat
atau menjilat kaki depan atau mencot.
E. Metode penapisan analgetik untuk nyeri sendi
Sediaan uji dinyatakan bersifat analgetik untuk nyeri sendi, jika hewan
uji tidak mencicit kesakitan oleh gerakan fleksi yang dipaksakan, pada
waktu setelah pemberian sediaan uji.

III. Alat dan Bahan


 Alat
o Spuit 1 ml
o Sonde
o Stopwatch
o Timbangan
o Wadah atau toples
 Bahan
o Asam asetat 3%
o Asam dosis 100 mg
o PGA 1%
o Baham alam
IV. Prosedur Kerja
a. Hewan percobaan ditimbang diberi penandaan serta dicatat
b. Hewan percobaan dibagi menjadi lima kelompok
c. Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai
kelompoknya secara oral
d. Kelompok 1 (kontrol negatif diberi suspensi PGA 1%)
e. Kelompok 2 (pembanding diberi aspirin 500 mg)
f. Kelompok 3 ( dosis uji 1 : aspirin 250 mg)
g. Kelompok 4 (dosis uji 2 : aspirin 750 mg)
h. Kelompok 5 (dosisuji 3 : aspirin 1000 mg)
i. Setelah 30 menit hewan diberi asam asetat 3% secara
intraperitonial
j. Gerakan geliat hewan diamati
k. Jumlah geliat dmeniticatat setiap 5 menit selama interval 60 menit
l. Daya proteksi obat uji terhadap rasa nyeri dan efektivitas
analgesiknya dihitung

V. Perhitungan Dosis
Kelompok 1&6 (kontrol negatif : suspensi PGA 1%)
Kelompok 2&7 (kontrol positif : aspirin 500mg)
Kelompok 3&8 (dosis uji 1 : aspirin 250 mg)
Kelompok 4&9 (dosis uji 2 : aspirin 750 mg)
Kelompok 5&10 (dosis uji 3 : aspirin 1000 mg)

1. Kontrol negatif
1 gr
Suspensi PGA 1% = x 10 ml = 0,1 gr/10ml
100 ml

2. Kontrol positif
Aspirin 500 mg
Konversis dosis mencit = 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg/20 gr BB mencit
Pembuatan larutan stok (misal 10 ml), maka :
10 ml
x 1,3 ml = 6,5 mg
0,2 ml

Bobot aspirin yang ditimbang :


1,3
x 220 mg = 0,572 mg
500

3. Dosis uji 1 (aspirin 250 mg)


Konversi dosis mencit = 250 x 0,0026 = 0,65 mg/ 20kg BB mencit
10 ml
Pembuatan larutan stok 10 ml = x 0,65 ml = 32,5 mg
0,2 ml
0,65
Bobot aspirin yang di timbang = x 220 = 0,572 mg
250 mg

4. Dosis uji 2 (aspirin 750 mg)


Konversi dosis mencit = 750 x 0,0026 = 1,95 mg/ 20kg BB mencit
10 ml
Pembuatan larutan stok 10 ml = x 1,95 ml = 97,5 mg
0,2 ml
1,95
Bobot aspirin yang di timbang = x 220 = 0,572 mg
750 mg

5. Dosis uji 3 (aspirin 1000 mg)


Konversi dosis mencit = 1000 x 0,0026 = 2,6 mg/ 20kg BB mencit
10 ml
Pembuatan larutan stok 10 ml = x 2,6 ml = 130 mg
0,2 ml
2,6
Bobot aspirin yang di timbang = x 220 = 0,572 mg
1000

rata−rata jumlah geliat kelo mpok uji


% proteksi analgetika = 100 – x 100
rata−rata jumlah geliat kel . kontrol negatif
%
% proteksi kel uji
% efektifitas analgetika = x 100%
% proteksi aspirin

Berikut untuk perhitungan persen proteksi dan efektifitas analgetika kami


mengambil dari salah satu jurnal yang kami ambil
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan tentang
pengujian analgetik metode induksi mimia (seigmund) dan metode termik,
yang bertujuan untuk mengentukan daya potensi obat uji terhadap rasa
nyeri zat efektivitasnya dan juga mengetahui pengujian analgetik dengan
metode seigmund dan metode termik. Untuk bahan yang digunakan pada
praktikum kali ini yaitu PGA 1%, aspirin dengan berbagai dosis, asam
asetat.
Metode induksi merupakan cara-cara menginduksi nyeri atau
inflamasi ke dalam hewan percobaan. Adapun hewan percobaan yang
digunakan adalah mencit (Mus musculus). Metode induksi nyeri cara
termik. Induksi nyeri cara termik ini dilakukan dengan menempatkan
mencit di atas pelat panas dengan suhu tetap yaitu 55 C sebagai stimulus
nyeri dan mencit akan memberikan respon dalam bentuk menjilat kaki
belakang atau meloncat. Selang waktu antara pemberian stimulus nyeri
dan terjadinya respon disebut waktu reaksi. Waktu reaksi ini dapat
diperpanjang oleh obat-obat analgetik. Perpanjangan waktu reaksi ini
selanjutnya dapat dijadikan sebagai ukuran dalam mengevaluasi aktivitas
analgetik (Turner, 1965; Sirait dkk., 1993).

Asam asetat merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi


dalam tubuh. Pemberian sediaan asam asetat terhadap hewan
percobaan akan merangsang sekresi prostaglandin untuk menimbulkan
rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi karena
efek iritatif yang diberikan oleh asam asetat. Prostaglandin
meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik
dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan
hiperalgesia (perasaan berlebihan terhadap nyeri),kemudian mediator
kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan
menimbulkan nyeri yang nyata. Setelah pemberian asam asetat maka
efek obat pada masing-masing kelompok diamati. Gejala sakit pada
mencit sebagai akibat pemberian asam asetat adalah adanya kontraksi
dari dinding perut, kepala dan kaki ditarik kebelakang sehingga
abdomen menyentuh dasar dari ruang yang ditempatinya, gejala
ini dinamakan geliat (writhing). Fungsi asam asetat yaitu sebagai zat
yang dapat menginduksi rasa nyeri pada mencit. Asam asetat dapat
menginduksi rasa nyeri karena tubuh akan mengalami asidosis dan
menyebabakan gangguan pada sistem saraf sehingga memberikan respon
rasa nyeri.

PGA digunakan sebagai kontrol negatif, atau untuk mengetahui


pengaruh dari pembawa obat. Asam asetil salisilat yang lebih dikenal
sebagai asetosal atau aspirin merupakan analgesik, anti inflamasi,
antipiretik, dan inhibitor agregasi platelet (Dollery, C., 1999). Aspirin
merupakan senyawa standar yang digunakan dalam menilai efek obat
sejenis (Dipalma, J. R. dan Digregorio, G. J., 1990). Aspirin merupakan
salah satu obat yang paling sering digunakan untuk meredakan nyeri
ringan sampai sedang (Katzung, B. G., 2001). Asetosal merupakan
analgetika yang efektif, dengan durasi kira-kira 4 jam (Neal, M. J., 1997).
Asetosal akan diabsorbsi selama 5-30 menit setelah pemberian oral dan
pada dosis tunggal akan mencapai kadar plasma puncak etelah 1-3 jam.
Dosis yang biasa digunakan antara 325-650 mg (McEvoy, G. K., 2005).
Aspirin menghambat sintesis prostaglandin, melalui asetilasi.
Asetosal menghambat enzim siklooksigenase dengan mengasetilasi gugus
aktif serin dari enzim ini sehingga konversi asam arakhidonat menjadi
prostaglandin dan tromboksan akan terganggu, sehingga rasa nyeri dapat
berkurang (Dollery, C., 1999).
Persentase daya analgetik kelompok perlakuan terhadap kontrol
berbanding terbalik dengan jumlah kumulatif geliat, berarti pada jumlah
geliat besar akan memberikan persentase daya analgetik yang kecil dan
sebaliknya, karena semakin banyak zat aktifnya, maka akan meningkatkan
kemampuan ekstrak untuk menghambat nyeri (Kardoko dan Eleison,
1999). Persentase efektivitas analgetik berguna untuk mengetahui
keefektifan ekstrak umbi teki dalam berbagai dosis yang diduga dapat
bermanfaat sebagai obat analgetik dan dibandingkan dengan asetosal
karena asetosal sudah terbukti sebagai obat analgetik yang dianggap paling
efektif dalam menanggulangi rasa nyeri.
Respon nyeri setelah induksi cara termik pada mencit ditunjukkan
dalam bentuk menjilat kaki belakang, termasuk ke dalam nyeri kedua yang
reseptornya terletak di kulit dan mediator nyeri yang spesifik untuk nyeri
ini adalah prostaglandin. Parameter yang diukur pada induksi nyeri cara
termik ini adalah waktu reaksi yaitu selang waktu antara pemberian
stimulus nyeri sampai terjadinya respon. Waktu reaksi ini dapat
diperpanjang oleh obat-obat analgetik. Perpanjangan waktu reaksi ini
dapat dijadikan ukuran dalam mengevaluasi aktivitas analgetik (Turner,
1965; Sirait dkk., 1993).
Untuk nilai persentase proteksi analgetik dan efektifitasnya kami
mengambil dan akan membahas dari jurnal yang telah kami pelajari bahwa
Ketiga kelompok dosis perlakuan senyawa AEW1 dan kelompok kontrol positif
(asetosal 65 mg/KgBB) menunjukkan adanya perbedaan ratarata jumlah geliat
dibandingkan kelompok kontrol negatif sebesar 99,5; 51,5; 47,75; dan 43,75
sedangkan pada kelompok kontrol negatif sebesar 132. Hal ini menunjukkan
adanya efek analgesik dari senyawa AEW1 dan asetosal. Kelompok yang paling
sedikit menghasilkan rata-rata jumlah geliat adalah kelompok kontrol positif
(asetosal 65 mg/KgBB), sedangkan dari ketiga dosis senyawa AEW1 yang
memiliki rata-rata jumlah geliat terbaik adalah dosis 3 (dosis 28 mg/KgBB).
Semakin sedikit jumlah rata-rata geliat yang dihasilkan maka semakin baik efek
analgesik yang ditimbulkan (Puspitasari, et al., 2003).
Hasil uji dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan analisis
statistik. Hal yang pertama dilakukan adalah uji normalitas menggunakan analisis
Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas menggunakan analisis Levene.
Persentase proteksi analgesik terbesar ditunjukkan pada kelompok
kontrol positif, yaitu sebesar 66,86%. Pada ketiga kelompok dosis senyawa
AEW1, dosis 2 (14 mg/KgBB) dan dosis 3 (28 mg/KgBB) menunjukkan
persentase proteksi yang hampir setara dengan kelompok kontrol positif, yaitu
sebesar 60,1% dan 63,83%. Persentase proteksi analgesik kelompok bahan uji
terhadap kelompok kontrol berbanding terbalik dengan jumlah rata-rata geliat.
Hal ini berarti semakin besar jumlah rata-rata geliat, maka persentase proteksi
analgesik yang diperoleh semakin kecil dan begitupun sebaliknya (Puspitasari, et
al., 2003). Setelah diperoleh nilai persentase proteksi analgesik, maka selanjutnya
dilakukan perhitungan persentase efektivitas analgesik untuk mengetahui
keefektifan senyawa uji dalam memberikan efek analgesik terhadap kontrol
positif (asetosal 65 mg/KgBB). Persentase efektivitas analgesik diperoleh dengan
membandingkan persentase proteksi analgesik kelompok senyawa uji terhadap
persentase proteksi analgesik kelompok kontrol positif (asetosal) (Wahyuni, et
al., 2012). Hasil persentase efektivitas analgesik dapat dilihat pada Tabel 4.

VII. Kesimpulan
a. Persentase proteksi analgesik kelompok bahan uji terhadap kelompok kontrol
berbanding terbalik dengan jumlah rata-rata geliat.
b. semakin besar jumlah rata-rata geliat, maka persentase proteksi analgesik
yang diperoleh semakin kecil dan begitupun sebaliknya

VIII. Daftar Pustaka


Anief, Moh. 1995. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta
: Gadjah Mada University

Gunawan,G dan Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV.


Jakarta: FK-UI

Katzung, B.G. 1998.Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI.


Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

HESTI PUSPITASARI., et al. 2003. Aktivitas Analgetik Ekstrak Umbi


Teki (Cyperus rotundus L.) pada Mencit Putih (Mus musculus L.) Jantan.
Biofarmasi 1 (2): 50-57

Anda mungkin juga menyukai