Rezza Aditya Putra K - Makalah Green Marketing MPL

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MANAJEMEN PEMASARAN LANJUTAN

GREEN MARKETING PADA PRODUK AVANI ECO

Disusun oleh :

Rezza Aditya Putra Kurniawan / 7311418141

Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Semarang

Tahun Ajaran 2020/2021


Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami yang
berjudul “Green Marketing Pada Produk Avani Eco” tepat pada waktunya. Makalah ini
diajukan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Pemasaran Lanjutan serta
untuk menambah wawasan saya mengenai Green Marketing itu sendiri.

Saya juga ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Wahyono MM., selaku
dosen pengampu mata kuliah Manajemen Pemasaran Lanjutan yang telah memberikan tugas
ini sehingga saya dapat menambah pengetahuan serta wawasan sesuai dengan bidang studi
yang sedang saya tekuni saat ini.

Adapun makalah ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Namun tidak
lepas dari semua itu, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan
makalah ini baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainnya. Oleh karena itu, dengan
lapang dada dan tangan terbuka saya membuka selebar-lebarnya bagi siapapun untuk
menyampaikan kritik dan sarannya guna menyempurnakan makalah ini.

Semarang, 26 November 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah green marketing ataupun pemasaran hijau muncul ke permukaan karena


permasalahan yang dihadapi bumi seperti pemanasan global. Green marketing adalah
strategi baru yang digunakan oleh para pelaku usaha yang memikirkan tentang aspek
lingkungan. Bisnis yang mereka jalankan nantinya tidak hanya berpusat pada profit
perusahaan tetapi juga bagaimana tanggung jawab yang diemban perusahaan pada
alam. Dan pada akhirnya, green marketing menjadi peluang strategi perusahaan untuk
memasuki pasar. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa adanya ketakutan perusahaan
untuk memasuki pasar green marketing. Hal ini disebabkan oleh target pasar mereka
yang belum terorentasi.

Hal itulah yang menyebabkan pertumbuhan green marketing terkesan lambat.


Green marketing juga bagian dari strategi korporat dari keseluruhan karena harus
menerapkan bauran pemasaran konvensional (marketing mix) yang terdiri dari
produk, harga, tempat atau saluran distribusi dan promosi yang tidak merusak
lingkungan (Pride dan Farel, 1993). Alat pemasaran hijau terdiri dari eco-label, eco-
brand dan iklan yang bertema lingkungan (Setiyaningrum, Udaya dan Efendi, 2016).
Di sisi lain perusahaan yang menerapkan konsep green marketing harus menggunakan
pesan tentang lingkungan atau sosial untuk mendapatkan konsumen dengan pesan
mengenai lingkungan (Nagaraju dan Thejaswini, 2014).

Produk yang diharapkan oleh konsumen bukanlah produk yang benarbenar


“hijau”, namun produk yang dapat mengurangi dampak buruk untuk lingkungan dan
alam. Konsumen hijau adalah konsumen yang menghindari produk berbahaya bagi
kesehatan dirinya dan orang lain, produk yang proses produksinya menyebabkan
bahaya bagi lingkungan, produk yang diproduksi dengan menggunakan energi yang
tidak proporsional, produk yang menghasilkan limbah yang tidak dapat terurai, dan
produk dengan penggunaan bahan baku yang berasal dari binatang atau tumbuhan
yang hampir punah (Setiyaningrum, Udaya dan Efendi, 2016).

Perusahaan yang menjual produknya tentunya juga akan mempertimbangkan


target pasar mereka, dimana dari target pasar tersebut perusahaan dapat mengetahui
seberapa besar transaksi pembelian yang dilakukan pada perusahaan tersebut.
Keputusan pembelian konsumen pada sebuah perusahaan menjadi hal yang sangat
penting, dikarenakan pembelian akan dimulai ketika pembeli menyadari suatu
masalah atau kebutuhan yang dipicu oleh kebutuhan internal ataupun eksternal.
Keputusan pembelian sebagai rasa percaya diri yang kuat pada diri konsumen yang
merupakan keyakinan bahwa keputusan pembelian atas produk yang diambilnya
adalah benar (Astuti dan Cahyadi, 2007).

Green marketing atau pemasaran hijau digalakkan karena kondisi bumi saat ini
sedang dilanda oleh suatu permasalahan yang cukup serius yaitu mengenai terjadinya
pemanasan global. Pemanasan global menjadi masalah yang 3 sangat penting saat ini.
Pemanasan global sendiri dapat diartikan yaitu peristiwa meningkatnya suhu rata-rata
pada lapisan atmosfer dan permukaan bumi. Menurut berbagai penelitian, pada saat
ini suhu di permukaan bumi sudah menunjukkan peningkatan yang sangat drastis
yaitu sekitar 0,6°C yang terjadi dalam satu abad terakhir. Peningkatan yang terbilang
dan terlihat kecil, namun dampak pemanasan global sangat besar bagi bumi dan
kehidupan di bumi. Dalam gejala-gejala atau tanda-tanda terjadinya pemanasan global
dapat kita amati dan rasakan. Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan
adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan,
dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan
bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain.

Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa,
jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan
pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekwensi-konsekwensi
yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani
dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas
rumah kaca. Penyebab pemanasan global juga bermacam-macam. Mulai dari hal-hal
terkecil yang kita lakukan seperti seringnya membuka lemari es hingga hal besar
seperti hasil pembakaran dari perusahaan. Bukan hanya lingkungan yang terancam
oleh dampak negatif dari pemanasan global, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa
kesehatan manusia juga akan terganggu.

Masyarakat telah memiliki kesadaran tinggi untuk menjaga kelestarian


lingkungan. Hal ini dikarenakan masyarakat memiliki kekhawatiran tersendiri akan
terjadinya bencana lingkungan yang akan mengancam hidup generasi yang akan
datang. Bukti-bukti yang ditunjukan para ilmuwan dan pemerhati lingkungan, seperti
penipisan lapisan ozon yang secara langsung memperbesar prevelensi kanker kulit dan
berpotensi mengacaukan iklim dunia serta pemanasan global, memperkuat alasan
kekhawatiran tersebut. Berdasarkan data statistic, bahwa peringkat kedua penghasil
sampah domestic terbesar adalah Indonesia yang memproduksi sampah plastik
sebesar 5,4 juta ton per tahun (Antara News, 2014).

Avani Eco adalah perusahaan eco-technology yang memproduksi bioplastik atau


plastik ramah lingkungan yang terbuat dari pati singkong, tebu, dan jagung sebagai
bahan subsitusi plastik yang tidak berbahaya bagi makluk hidup. Produk ini, selain
dapat terdegradasi secara biologis, juga dapat dijadikan kompos, dapat didaur ulang,
lolos uji toksisitas oral (tidak berbahaya bila dikonsumsi oleh hewan), kuat, dan
memiliki biaya bioplastik terendah. Konsep yang digunakan Avani Eco sangat
menarik karena salah satu isu pencemaran lingkungan terbesar didunia saat ini berasal
dari sampah plastik yang susah terurai oleh tanah. Avani Eco sendiri dapat dikatakan
melakukan revolusi dimana mereka menciptakan plastik yang berbahan dasar alami
sehingga produk plastik dari Avani Eco ini sejalan dengan seruan Go Green di seluruh
dunia.

Avani Eco didirikan pada tahun 2014 silam oleh Kevin Kumala. Ide ini bermula
dari hobi Kevin itu sendiri, yaitu diving. Suatu hari Kevin merasa terpukul saat diving
di laut Bali dan menemukan kenyataan dirinya diving diantara sampah-sampah plastik
yang mengapung di laut Bali yang terkenal indah dengan kehidupan bawah lautnya.
Dari situ, pria yang memiliki latar belakang S1 Biologi di Amerika Serikat ini
berinovasi menciptakan bahan subsitusi plastik yang tidak berbahaya bagi makluk
hidup. Kevin dan tim menciptakan plastik berbahan pati singkong yang diberi nama
Avani.

Avani dapat menggantikan penggunaan plastik dengan bioplastik, misalnya


limbah serat tebu menjadi kemasan makanan kompos dan pati jagung menjadi jerami.
Dari bioplastik, Kevin mengembangkan berbagai jenis cutlery ramah lingkungan yang
berasal dari pati singkong, pati jagung, dsb. Bisnisnya semakin berkembang karena ia
mensupply kebutuhan di luar negeri dan kini, produk Avani mulai diterima oleh usaha
F&B di Indonesia. Avani juga memproduksi berbagai produk lain seperti tas belanja,
polybag, celemek, kantong sampah, sarung tangan, tas laundry, jas hujan, sprei,
kemasan, topi mandi, sarung jok, dan lainnya.

Melalui Avani, Kevin berupaya mengurangi pencemaran sampah plastik yang


sudah mencapai tingkat mengkhawatirkan. Dia menjelaskan ada sekitar 2,5 miliar
metrik ton limbah padat yang dihasilkan di seluruh dunia, dan 275 juta metrik ton di
dalamnya adalah limbah plastik. Tak hanya itu, setiap tahun delapan metrik ton
sampah plastik masuk ke lautan. Hal ini dapat menjadi ancaman yang sangat
berbahaya yaitu polusi mikro-plastik. Hingga tahun 2016, Avani telah memberikan
dampak lingkungan yang cukup signifikan. Avani telah berhasil memasok 100%
produk ramah lingkungan untuk menggantikan 197,3 ton atau 1.433,5 m3 bahan
berbahaya dan tidak ramah lingkungan.

Akan tetapi, masalah juga dihadapi oleh perusahaan ini yaitu masalah harga dan
umumnya masyarakat tidak dapat membedakan mana produk ramah lingkungan dan
produk biasa karena perbedaannya tidak begitu terlihat jelas. Hanya dengan
menyertakan logo atau pernyataan bahwa produk tersebut saja tidak akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat. Selain itu masyarkat juga mendapatkan
kesulitan untuk mendapatkan produk dari Avani Eco karena tidak dijual di berbagai
tempat, hanya beberapa tempat saja yang menggunakan produk dari Avani Eco seperti
Eiger, Burj Al Arab, Alila Hotel, dan lain lain.

Konsep green marketing yang diusung Avani Eco mengarah pada kebutuhan,
keinginan, dan kesadaran konsumen dalam pemeliharaan dan pelestarian lingkungan
hidup. Green Marketing di Avani Eco meliputi empat elemen dari bauran pemasaran
(produk, harga, promosi, dan distribusi) untuk menjual produk dan layanan yang
ditawarkan dari keuntungan keunggulan pemeliharaan lingkungan hidup yang
dibentuk dari pengurangan limbah, peningkatan efisiensi energi, dan pengurangan
pelepasan emisi beracun.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah penerapan green marketing mix pada Avani Eco?


2. Apa saja produk Avani Eco yang mengusung konsep green marketing?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kajian Teori

1. Green Marketing
a. Pengertian Green Marketing
Menurut Haryadi (2009) istilah green marketing mulai dikenal pada
akhir 1980-an dan awal 1990-an, namun ternyata hal tersebut telah
didiskusikan lebih awal. The American Marketing Associate(AMA) pada
tahun 1975 mengadakan seminar pertama tentang “Ecological Marketing” di
mana seminar ini menghasilkan buku pertama tentang green marketing
berjudul “Ecological Marketing”(Henion dan Kinnear, 1978 dalam Haryadi,
2009).
Mintu & Lozada (1993), Lozada (2000) dalam Haryadi (2009)
mendefinisikan green marketing sebagai aplikasi dari alat pemasaran untuk
memfasilitasi perubahan yang memberikan kepuasan organisasidan tujuan
individual dalam melakukan pemeliharaan, perlindungan,dan konservasi pada
lingkungan fisik. Aktivitas green marketing membutuhkan lebih dari sekedar
pengembangan citra (Henion &Kinnear, 1976; Lozada & Mintu–Wimsatt,
1998 dalam Haryadi, 2009).
Charter (1992) dalam Haryadi (2009) memberikan definisigreen
marketing merupakan holistik, tanggung jawab strategik proses manajemen
yang mengidentifikasi, mengantisipasi, memuaskan dan memenuhi kebutuhan
stakeholders untuk memberi penghargaan wajar,yang tidak menimbulkan
kerugian kepada manusia atau kesehatan lingkungan alam.
b. Keunggulan Green Marketing
Czinkota & Ronkainen (1992), Lozada (2000) dalam Haryadi (2009)
mengatakan bahwa perusahaan akan memperoleh solusi pada tantangan
lingkungan melalui strategi marketing, produk, dan pelayanan agar dapat tetap
kompetitif. Hal ini termasuk pada:
1. Teknologi baru untuk menangani limbah dan polusi udara.
2. Standarisasi produk untuk menjamin produk yang ramah lingkungan.
3. Menyediakan produk yang ‘benar-benar’ alami.
4. Orientasi produk lewat konservasi sumber daya dan yang lebih
memperhatikan kesehatan.
Solusi ini memastikan peran serta perusahaan dalam memahami
kebutuhan masyarakat dan sebagai kesempatan perusahaan untuk mencapai
keunggulan dalam industri (Murray & Montanari, 1986; Lozada, 2000 dalam
Haryadi, 2009). Mereka juga menggunakannya sebagai kesempatan potensial
untuk pengembangan produk atau pelayanan.
Walaupun demikian, banyak juga yang memandang perubahan tersebut
sebagai ancaman atau sesuatu yang potensial menambah pengeluaran
perusahaan. Menurut Smith (1998), Anja Schaefer (2005) dalam Haryadi
(2009), green marketing dianggap gagal karena tidak terbukti dapat mengatasi
krisis. Di samping itu, seringkali di saat manajemen menginginkan perusahaan
diarahkan agar memperhatikan masalah lingkungan, hal tersebut tidak dapat di
terima oleh para pemegang saham (Mathur & Mathur, 2000 dalam Haryadi,
2009).

2. Produk Ramah Lingkungan


Secara eksplisit, Joel Makower et al. (1993) dalam buku “The Green
Consumer” menerangkan bahwa terdapat kriteria yang dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu produk ramah atau tidak terhadap lingkungan, yaitu:
a. Tingkat bahaya produk bagi kesehatan manusia atau binatang.
b. Seberapa jauh produk dapat menyebabkan kerusakan lingkungan selama di
pabrik, digunakan atau dibuang.
c. Tingkat penggunaan jumlah energi dan sumberdaya yang tidak proporsional
selama dipabrik, digunakan atau dibuang.
d. Seberapa banyak produk menyebabkan limbah yang tidak berguna ketika
kemasannya berlebihan atau untuk suatu penggunaan yang singkat.
e. Seberapa jauh produk melibatkan penggunaan yang tidak ada gunanya atau
kejam terhadap binatang.
f. Penggunaan material yang berasal dari spesies atau lingkungan yang
terancam.

3. Atribut Merek Hijau


Atribut merek hijau (green brand attribute) didefinisikan dengan atribut
spesifik merek dan relasi manfaatnya mengurangi dampak terhadap lingkungan
serta persepsi merek tersebut bertema lingkungan (Roozen dan De Pelsmacker,
1998 dalam Hartman et al., 2005).
Berkaitan dengan hal ini, pemasar perlu memberikan penjelasan detail berupa
kalimat ataupun simbol-simbol ramah lingkungan (green brand attribute),
misalnya dalam cetakan kemasan produk, dalam kandungan produk, bahkan
dalam proses produksi yang tercetak pada label produknya. Strategi atribut merek
hijau berdasarkan fungsi utama merek hijau bertujuan untuk membangun asosiasi
merek dengan menyampaikan informasi atribut produk bertema lingkungan.
Strategi ini tergantung seberapa relevan keuntungan produk ramah lingkungan
tersebut bila dibandingkan dengan produk konvensional lainnya ditinjau dari
proses produksi, manfaat produk dan/atau eliminasi produk (Meffert dan
Kirchgeorg, 1993; Peattie, 1995 dalam Hartman et al., 2005).
Dikarenakan tidak semua konsumen mendapat manfaat langsung dari produk
ramah lingkungan sebagai faktor motivasi membeli, maka sebagai strategi
alternatif atau strategi komplementer, atribut merek hijau dapat juga diasosiasikan
dengan tiga jenis konsep tentang manfaat merek secara emosional:
a. Perasaan berbuat baik (warm glow) terasosiasi dengan sebuah perilaku
altruistic way. Konsumen mendapat pengalaman kepuasan pribadi 17
dengan berkontribusi untuk sebuah lingkungan yang lebih baik (Ritov dan
Kahnemann, 1997).
b. Ekspresi otomatis yang diperoleh melalui pengamatan sosial mengkonsumsi
green brands. Ada kepuasan tersendiri dengan memamerkan kebiasaan
tersebut kepada orang lain (Belz dan Dyllik, 1996).
c. Hasrat alami yang timbul dari sensasi dan perasaan pengalaman normal
ketika kontak dengan alam. Hasilnya seperti sensasi mencintai lingkungan
atau menyatu dengan alam (Kals et al., 1999).

4. Green Marketing Mix


Hal serupa juga diungkapkan oleh Haryadi (2009) yang menyatakan bahwa
green marketing memanipulasi empat elemen dari bauran pemasaran (produk,
harga, promosi, dan distribusi) untuk menjual produk dan pelayanan yang
ditawarkan dari keuntungan-keuntungan keunggulan pemeliharaan lingkungan
hidup yang dibentuk dari pengurangan limbah, peningkatan efisiensi energi, dan
pengurangan pelepasan emisi beracun.
Melihat pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa elemen dari green
marketing sama dengan marketing mix yaitu product, price, promotion, dan place.
Namun dalam green marketing, 4P mempunyai istilah tersendiri yaitu green
product, green price, green promotion dan green place.
Menurut Al-Bakry (2007) unsur-unsur dari green marketing adalah sebagai
berikut:
1. Green Products
2. Green Pricing
3. Green Distributif
4. Green Promotion
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Rajeshkumar (2012) yang
menyatakan bahwa green marketing mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
1. Product
2. Price
3. Place
4. Promotion
Melihat dari pernyataan dari Al Bakry dan Rajeshkumar tersebut, dapat
disimpulkan bahwa elemen dari green marketing ada 4, yaitu:
1. Green product adalah produk yang dapat memenuhi keinginan dan
kebutuhan konsumen namun tidak melanggar aturan-aturan tentang
lingkungan. Dalam penerapannya, Avani Eco selalu menghadirkan
produk-produk yang ramah lingkungan. Produk tersebut antara lain
adalah Cassava bag (plastik yang terbuat dari singkong), Straw (Sedotan
yang bahan utamanya dari kertas), Food Container (tempat makan yang
terbuat dari sari tebu), Poncho (jas hujan yang terbuat dari jagung,
kedelai, dan juga biji bunga matahari), PLA Cutlery (terdapat alat makan
seperti sendok, garpu, dan pisau yang terbuat dari PLA atau polyactic
acid atau tepung jagung), dan Paper Cup (terdapat gelas, piring, dan
mangkok yang terbuat dari kertas yang mempunyai sertifikasi FSC
sehingga dijamin lebih ramah lingkungan).
2. Green Pricing adalah harga yang ditentukan oleh perusahaan dengan
pertimbangan lingkungan, biasanya harga untuk produk green lebih
mahal. Hal ini dibuktikan dengan harga produk dari Avani yang sedikit
lebih mahal daripada produk serupa yang tidak menggunakan bahan
ramah lingkungan. Produk Avani Eco memasang tarif diatas produk
komersil lainnya dikarenakan resource yang digunakan harus terjamin
ramah lingkungan dan teknologi yang digunakan berbeda dengan
produsen produk serupa sehingga menimbulkan biaya produksi yang
lebih tinggi dan berdampak pada harga produk Avani yang sedikit lebih
mahal.
3. Green Place adalah menempatkan produk pada pasar yang tepat yaitu
konsumen yang sadar akan lingkungan. Produk Avani saat ini telah
digunakan oleh beberapa brand besar yang sadar akan lingkungan, seperti
Marriof International, Heineken, Barneys Network, Accor Hotels, Mr.
DIY, Eiger, Alila Hotels, Virgin Megastore, HYATT, Burj Al Arab,
Dufry, Archipelago International, Stuja Coffee, Fipper, dan Sensatia.
4. Green Promotion adalah cara promosi yang berkaitan dengan bagaimana
perusahaan mengubah persepsi masyarakat tentang produk yang ramah
lingkungan. Avani Eco sebagai perusahaan yang ramah lingkungan,
mereka melakukan pemasaran mereka sembari menyerukan kampanye
hijau. Hal tersebut sekaligus mengubah persepsi masyarakat bahwa
produk yang terbuat dari bahan organik juga memiliki sustainability yang
tinggi dan tidak kalah dengan produk non-organik. Pernyataan tersebut
dapat dibuktikan dengan kualitas produk yang dijanjikan Avani Eco akan
setara dengan produk non-organik lainnya namun tetap mengusung tema
ramah lingkungan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Green marketing merupakan konsep pemasaran yang sedang berkembang saat ini, seiring
dengan semakin maraknya isu pemanasan global.
Oleh karena itu, Avani Eco merupakan salah satu perusahaan yang dapat membuat
perubahan karena telah mengurangi limbah plastik dan menemukan barang substitusi yang
lebih ramah lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai