Evy Nurinayah - 030846784
Evy Nurinayah - 030846784
Evy Nurinayah - 030846784
DI INDONESIA
Disusun Oleh:
EVY NURINAYAH 030846784
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini guna melengkapi tugas yang
diberikan oleh Dosen Pengampu kami, Ibu Tahura Malagano, SH.,MH., pada Mata Kuliah
Teori Perundang-undangan di Univeristas Terbuka. Di samping itu, saya juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah ini berisi materi tentang “Judicial Review”. Inti sari dari makalah ini akan
dijabarkannya penjelasan tentang Pengujian peraturan Undang-undang Judicial Review dalam
politik hukum nasional, dan beserta uraian-uraian yang berkaitan. Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas Teori Perundang-undangan. Di
samping itu juga dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pemahaman yang lebih
mendalam bagi para pembaca tentang Judicial Review.
Dari hati yang terdalam, saya mengutarakan permintaan maaf atas
kekurangan dalam makalah ini, karena makalah yangkami buat masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami berharap kritikan, saran, dan masukan yang membangun
dari pembaca guna penyempurnaannya ke depan. Akhir kata saya ucapkan terimakasih dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat sesuai dengan fungsinya.
Evy Nurinayah
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................3
2.3 Perspektif Ideal Judicial Review Dimasa yang Akan Datang ..............................................5
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................9
3.2 Saran......................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ajar Triharso, Buku Modul Kuliah Kewarganegaraan, Universitas Airlangga, Surabaya, 2013, hlm. 5
2
Indonesia, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal. 1
3
Lutfil Ansori, “Politik hukum Judicial review ketetapan MPR”, Al-daulah : jurnal hukum dan perundangan
islam, Vol. 6 No. 1, april 2016, hlm. 29
4
. Nur Sholikin, Perbaikan Prosedur Peraturan Perundang-Undangan di Mahkamah Agung, Jurnal Hukum dan
Peradilan, PSHK, Vol. 3 No. 2 Juli 2014, hlm. 149
1
negara untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang apabila terdapat
undang- undang yang merugikan hak konstitusional warga negara. Pengujian untuk
tingkat undang-undang merupakan sistem yang baru, sebelumnya dalam sistem
Perundang-Undangan Indonesia telah diterapkan pengujian peraturan Perundang-
Undangan di bawah undang-undang yang merupakan kewenangan Mahkamah Agung.5
Dasar ide akan adanya mekanisme Judicial Review adalah bagaimana caranya memaksa
pembentuk peraturan perundangan-undangtan agar taat terhadap norma hukum yang
tertuang dalam peraturan tingkat atasnya dan agar terbentuk peraturan Perundang-
Undangan yang selaras dengan ketentuan dalam konstitusi. Dibentuknya MK adalah
dimaksudkan dalam rangka menyempurnakan sistem dan meknaisme serta model
kewenangan Judicial Review di Indoensia. Hanya saja dalam praktiknya bahwa model
pengaturan yang demikian justru rentan menimbulkan sejumlah persoalan hukum.6
5
Ibid
6
Janpatar Simamora, Analisa Yuridis Terhadap Model Kewenangan Judicial review di Indoensia, Mimbar
Hukum, Vol. 25 No. 3 Oktober 2013 hlm. 389-390
2
BAB II
PEMBAHASAN
7
Ibid,h.188.
8
Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Sinar Grafika, Jakarta, 2010. Hlm 8
3
Judicial Review di Indonesia sendiri dijalankan oleh dua lembaga Negara yakni
Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung (MA). Dalam pembagian tugasnya di
bagian Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi diamanatkan dalam Pasal 24C ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahuun 1945 yang mana MK
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji UU terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahuun
1945. Sedangkan Judicial Review di MA diatur dalam Pasal 24A ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahuun 1945 yang menyatakan “mahkamah
agung berwenang mengadili pada tingat kassasi, Dengan demikian maka Indonesia
merupakan negara ke-78 yang mengadopsi gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi
yang berdiri sendiri setelah Austria pada 1920, Italia pada 1947 dan Jerman pada 1945.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi disahkan pada
tanggal 13 Agustus 2003 inilah yang ditetapkan sebagai hari lahirnya MK.
2.3 Perspektif Ideal Judicial Review Indonesia Dimasa Yang Akan Datang
Dengan model pengaturan Judicial Review yang meletakkan kewenangan melakukan
Judicial Review pada dua lembaga Negara yakni Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah
Agung masih rentan dengan timbulnya permasalahan hukum, setidaknya ada dua
permasalalah yang terjadi karena model pengaturan ini:
1. Kewenangan Pengujian Peraturan Perundang-undangan di Dua Lembaga Negara
Adanya dua kelembagaan dalam menguji peraturan perundang-undangan tersebut
dapat menimbulkan permasalahan tersendiri, karena dengan demikian akan
menimbulkan tidak tegas dan integralnya visi serta konsepsi hukum yang akan
dibangun dalam kerangka pembaharuan hukum di Indonesia. Hal itu disebabkan,
karena kedua lembaga dapat dipastikan memiliki tolak ukur yang berbeda, tentang
visi hukum. Selain itu, desain tersebut membuka ruang inkonsistensi putusan yang
dikeluarkan antara MA dan MK.. Penting untuk ditelaah ulang tentang eksistensi MA
sebagai penguji peraturan di bawah undang-undang.
Berdasarkan Pasal 8 BAB VI Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji
Materil disebutkan bahwa dalam 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan MA
tersebut dkirim kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengenluarkan
peraturan perundang-undangan tersebut ternyata pejabat yang bersangkutan tidak
melaksanakan kewajibannya, demi hukum peraturan perundang-undangn yang
bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum.9 Berangkat dari ketetuan ini, maka
peluang terjadinya persoalan dalam hal kewenangan Judicial Review antara MA dan
MK semakin terbuka. Dengan adanya ketetuan ini maka badan atau pejabat tat usaha
negara memiliki kesempatan untuk tidak melaksanakan putuan MA seketika sejak
putusan dibacakan sampai tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak pembacaan
putusan. Dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari dimana badan tau pejabat
tata usaha negara belum menjalanakan putusan terkait perkara Judicial Review yang
dikeluarkan MA, sangat terbuka kemungkinan adanya pihak- pihak lain yang
9
Indoenesia, Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Hak Uji Materil psl 8.
5
menajukan perkara Judicial Review kepada MK dengan objek persoalan ketentuam
umdamg-undang yang telah dijadikan MA sebagai dasar hukum Judicial Review
terhadap peraturan ditingkat bawahnya.
Kemudian sebagaimana diketahui bahwa proses berperkara di MK tidak memerlukan
waktu yang relatif lama, artinya bahwa bisa saja MK memutus perkara yang diajukan
tanpa melebihi batas waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak keluarnyya putusan MA
terkait perkaa Judicial Review yang mana batu uji yang diperguanakan sednag diuji di
MK. Dengan demikian maka Badan Atau Pejabat Tata Usaha Negara bisa saja
mengesampingkan putusan MA sebelumnya atau mengartikulaskan putusan MK
sebagai putusan yang menggugurkan putusan MA sebelumnya. Pelaksanaan
Pemeriksaan Perkara di Mahkamah Agung Tidak Terbuka
Persoalan lain yang muncul dari aspek normatif pengaturan pengujian peraturan
perundang- undangan di MA adalah mengenai pemeriksaan permohonan. Selama
ini, proses pemeriksaan permohonan tidak melibatkan para pihak secara langsung
dalam persidangan. Pemohon maupun termohon hanya berhubungan secara surat
dengan Mahkamah Agung pada saat pengajuan permohonan oleh pemohon dan
penyampaian jawaban oleh termohon.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan Mahkamah Agung
untuk melakukan pengujian peraturan perundang- undangan di bawah undang-undang
tidak mengatur secara rinci mengenai prosedur atau hukum acara pengujian ini.
Pengaturan mengenai prosedur pengujian peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang disinggung dalam UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Beberapa materi yang diatur dalam Undang-Undang tersebut antara lain mengenai
subyek pemohon, waktu dimulainya pemeriksaan, amar putusan, dan pemuatan
putusan dalam berita negara. Selanjutnya. prosedur mengenai penanganan atau
hukum acara pengujian peraturan perundang- undangan diatur melalui Peraturan
Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil.
10
Albert P. Melon dan George Mace, Judicial review and American Democracy, United States, Iowa State
University Press, 21.
11
Ibid, hlm 205.
12
Ibid, hlm 204
7
pengadilan biasa dan hanya jika pengadilan yang sedang menangani kasus tersebut
mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi untuk dinilai konstitusionalitasnya.
Hakim pada pengadilan umum dapat memohon sidang jika hakim memiliki kecurigaan
yang berasalan mengenai konstitusionalitas suatu peraturan. Jika permohonan itu
diajukan, kegiatan pada pengadilan biasa yang bersangkutan ditunda hingga ada
keputusan dari Mahkamah Konstitusi . Tetapi jika pengadilan merasa perlu, kegiatan
diluar memutuskan hasil akhir dari perkara tersebut dapat dilakukan. Ketentuan yang
hanya memberikan wewenang kepada pengadilan untuk mengajukan konstitusionalitas
suatu peraturan tidak berpengaruh signifikan, karena pada akhirnya tergantung dari
keaktifan dari pengadilan.13
13
Ibid hlm 25
14
M. Nur Sholikin, Perbaikan Prosedur Peraturan Perundang-Undangan di Mahkamah Agung, Jurnal Hukum
dan Peradilan Op cit.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penjelasan tersebut diatas maka kesimpulan yang dapat ditarik dari
penelitian ini adalah: pertama, pengaturan tentang Judicial Review sudah tercantum
dalam beberapa peraturan perundang-undangan namun tentunya belum sempurna dan
masih terdapat beberapa kekurangan baik secara konsep penganturn maupun teknis.
Kedua, Pelaksanaan Judicial Review yang dilaksanakan oleh dua lembaga peradilan yakni
MA dan MK terdapat beberapa kelemahan dan persoalan sehingga kedepannya bisa di
rekonsepsikan pengaturan tentang kewenangan Judiccial Review yang lebih ideal yakni
dengan melimpahkan kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang ke Mahkamah Konstitusi.
3.2 Saran
Mengenai dasar pengaturan Judicial Review di indonesia meliputi beberapa peraturan
perundang-undangan namun peramasalahan yang terjadi terdapat pada landasan
konseptual dari pengaturan Judicial Review ini sendiri, sehingga penysusun sarankan agar
ditinjau kembali mengenai model kewenangan Judicial Review di Indonesia Kemudian
terkait dengan konsep ideal Judicial Review dimasa yang akan datang penyusun sarankan
agar kewenangan untuk melakukan Judicial Review diintegrasikan menjadi satu atap
yakni ke Mahkamah Konstitusi, yakni dengan mengamandemen ketentuan BAB IX
tentang kekuasaan kehakiman pada Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
9
DAFTAR PUSTAKA
Ajar Triharso, Buku Modul Kuliah Kewarganegaraan, Universitas Airlangga, Surabaya, 2013
Albert P. Melon dan George Mace, Judicial review and American Democracy, United States,
Iowa State University Press
Janpatar Simamora, Analisa Yuridis Terhadap Model Kewenangan Judicial review di
Indoensia, Mimbar Hukum, Vol. 25 No. 3 Oktober 2013
Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Sinar Grafika, Jakarta,
2010.
Lutfil Ansori, “Politik hukum Judicial review ketetapan MPR”, Al-daulah : jurnal hukum
dan perundangan islam, Vol. 6 No. 1, april 2016.
M. Nur Sholikin, Perbaikan Prosedur Peraturan Perundang-Undangan di Mahkamah Agung,
Jurnal Hukum dan Peradilan, PSHK, Vol. 3 No. 2 Juli 2014,
10