Pedoman Standar Pelayanan Instalasi Farmasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 115

Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang
mempunyai misi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna,
bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Rumah sakit
dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan mengutamakan kegiatan
penyembuhan penderita dan pemulihan cacat jiwa yang dilaksanakan
secara terpadu dengan upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan
(preventif) serta melaksanakan rujukan sehingga terwujudnya derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Siregar, 2003).
Pelayanan kesehatan di rumah sakit meliputi pelayanan medis,
penunjang medis, dan pelayanan non medis. Salah satu bentuk pelayanan
penunjang medis adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Pelayanan
farmasi di rumah sakit merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem
pelayanan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan
pasien. Pekerjaan kefarmasian ini dilakukan oleh IFRS yang bertugas
sebagai penyedia, pengelola, peracikan, penyimpanan, dan penyaluran
obat-obatan serta alat-alat kesehatan berdasarkan tugas, fungsi dan teknis
pengelolaan, maka IFRS dipimpin oleh seorang apoteker dibantu oleh
sejumlah staf sesuai dengan kebutuhan dan keahliannya. Karena itu profesi
kefarmasian dituntut untuk dapat melakukan pelayanan yang
bertanggungjawab terhadap terapi obat agar diperoleh hasil yang optimal
yang akan meningkatkan kualitas hidup pasien (Siregar, 2003).
Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama
(drugoriented) ke paradigma baru (patientoriented) dengan filosofi
pelayanan kefarmasian (pharmaceuticalcare).
Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu
dengan tujuan mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah
obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
1
Farmasi di Rumah Sakit menegaskan adanya pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam melaksanakan pelayanan farmasi di rumah sakit.
Pelayanan kefarmasian dewasa ini mulai berkembang menuju
patientoriented, namun tetap belum bisa dilaksanakan secara optimal di
RSUD dr. Sayidiman. Mengingat beberapa kendala antara lain jumlah
tenaga kefarmasian yang masih sedikit.
Sebagai wujud nyata tugas dan fungsi IFRS, maka dipandang perlu
adanya suatu Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Farmasi di Instalasi
Farmasi RSUD dr. Sayidiman Magetan, sehingga diharapkan pengelolaan
perbekalan farmasi yang efektif dan efisien dapat terwujud, dan adanya
pelayanan asuhan kefarmasian dapat meningkatkan kualitas/mutu
pelayanan kesehatan di RSUD dr. Sayidiman Magetan.

B. TUJUAN
1. Tujuan pelayanan farmasi :
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam
keadaan biasa maupun dalam keadaan gawatdarurat, sesuai
dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan professional
berdasarkan prosedur kefarmasian dan etikprofesi.
c. Melaksanakan KIE (Komunikas iInformasi dan Edukasi)
mengenai obat.
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan
yang berlaku.
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa,
telaah dan evaluasi pelayanan.
f. Mengawasi dan member pelayanan bermutu melalui analisa,
telaah dan evaluasi pelayanan
g. Mengadakan penelitian dibidang farmasi dan peningkatan
metoda.

2
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

2. Fungsi pelayanan farmasi :


1) Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan
rumah sakit.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada
perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang
berlaku.
d. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku.
e. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian.
f. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit.
2) Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat
Kesehatan
a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien.
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan
obat dan alat kesehatan.
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan
obat dan alatkesehatan.
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan
alatkesehatan.
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan,
pasien/keluarga.
f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga.
g. Melakukan pencampuran obat suntik.
h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral.
i. Melakukan penanganan obat kanker.
j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah.
k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan.
l. Melaporkan setiap kegiatan.

3
C. RUANG LINGKUP
1. Mengembangkan formularium Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan
obat untuk dimasukkan dalam formularium harus didasarkan pada
evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga
obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok
dan produk obat yang sama.
2. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau
menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota
staf medis.
3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di Rumah Sakit dan
yang termasuk dalam kategori khusus.
4. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan
obat di Rumah Sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal
maupun nasional.
5. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di Rumah Sakit dengan
mengkaji medicalrecord dibandingkan dengan standar diagnosa dan
terapi. Tinjauan ini dimaksudkan meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional.
6. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
7. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf
medis dan perawat.

D. BATASAN OPERASIONAL
Hal-hal yang diatur dalam Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Sayidiman ini meliputi :

1. Kebijakan Pelayanan Farmasi Di RSUD dr Sayidiman Magetan.


2. Standar Prosedur Operasional (SPO) Pelayanan Farmasi RSUD Dr.
Sayidiman Magetan.

4
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

E. LADASAN HUKUM
1. Undang-undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1045/Menkes/SK/XI/2006
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 436/Menkes/SK/V/1993
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis
di Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
7. Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Struktur Organisasi
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Sayidiman Magetan.
8. Keputusan Bupati Magetan Nomor 188/Kept/403.013/2009 tanggal 31
Juli 2009 tentang Penetapan Status Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) penuh pada Rumah Sakit Umum Daerah dr. Sayidiman
Magetan.

5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian


yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai
sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Ketersediaan jumlah
tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi
sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan
oleh Menteri.
A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari :
1) Apoteker
2) Tenaga Teknis Kefarmasian
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari :
1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
2) Tenaga Administrasi
3) Pekarya/Pembantu Pelaksana
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam
penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi yang
disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan
tanggung jawabnya.

6
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

Berikut ini adalah daftar kualifikasi SDM di unit kerja Instalasi Farmasi
RSUD dr. Sayidiman Magetan :
Tabel 1. Daftar kualifikasi SDM Instalasi Farmasi RSUD dr Sayidiman
No Nama Jabatan Pendidikan Sertifikasi Jumlah
1 Kepala Instalasi S1, Apoteker STRA, SIPA 1
Farmasi
2 Penanggung Jawab S1, Apoteker STRA, SIPA 4
Depo Farmasi
3 Asisten Apoteker SMF, D3 STRTTK, 22
Farmasi SIKAA
4 Kasir SMA 2
5 Administrasi SMA 1

B. PERSYARATAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)


Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah sumber daya
manusia yang melakukan pekerjaan kefarmasian di Rumah sakit yang
termasuk dalam bagan organisasi rumah sakit dengan persyaratan :
 Terdaftar di Departemen Kesehatan.
 Terdaftar di Asosiasi Profesi
 Mempunyai Izin Kerja
 Mempunyai SK penempatan
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga
farmasi profesional yang berwewenang berdasarkan undang-undang,
memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan,
kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus
menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan
pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan dengan
beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta perkembangan
dan visi Rumah Sakit.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh seorang Apoteker
yang merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun.
7
C. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Pengaturan tenaga di Instalasi Farmasi RSUD dr. Sayidiman Magetan
berdasarkan non shift/shift. Tenaga kerja di Instalasi Farmasi saat ini
berjumlah 29 orang yang memegang tanggung jawab masing-masing.
Instalasi Farmasi memiliki 5 Depo Farmasi, yaitu :
1. Depo Farmasi Gawat Darurat (IGD)
Depo Farmasi Gawat Darurat mempunyai 9 tenaga, 1 Apoteker
sebagai Koordinator dan 8 orang Asisten Apoteker yang masuk shift.
Depo Farmasi Gawat Darurat melakukan pelayanan 24 jam dengan 3
shift.
2. Depo Farmasi Rawat Jalan
Depo Farmasi Rawat Jalan mempunyai 2 tenaga, 1 orang Asisten
Apoteker dan 1 orang kasir. Pelayanan Depo Farmasi rawat Jalan
hanya melayani pasien Umum Rawat Jalan/Klinik dan pasien Jaminan
Kesehatan Daerah (JKD).
3. Depo Farmasi BPJS
Depo Farmasi BPJS mempunyai 4 tenaga, 1 Apoteker sebagai
Koordinator, 2 orang Asisten Apoteker, dan 1 orang staf administrasi.
4. Depo Farmasi Rawat Inap
Depo Farmasi Rawat Inap mempunyai 7 tenaga, 1 orang Apoteker
sebagai Koordinator, 1 orang kasir, dan 5 orang Asisten Apoteker
untuk melakukan pelayanan. Depo Farmasi Rawat Inap melayani
seluruh pasien rawat inap yang ada di RSUD dr. Sayidiman Magetan.
5. Depo Farmasi Paviliun
Depo Farmasi Paviliun mempunyai 4 tenaga, 1 orang Apoteker
sebagai Koordinator dan 3 orang Asisten Apoteker. Depo Farmasi
Paviliun melayani pasien rawat inap yang ada di Paviliun Wijaya
Kusuma dan pasien rawat jalan di Klinik Paviliun Wijaya Kusuma.

Pelayanan Farmasi selain dilakukan di Depo, juga dilakukan di Gudang


Farmasi. Pelayanan di Gudang Farmasi dilakukan oleh 3 orang Asisten
Apoteker. Pelayanan di Gudang Farmasi bertujuan untuk memenuhi
8
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

kebutuhan Obat dan Alat Kesehatan di seluruh Depo Farmasi RSUD dr.
Sayidiman Magetan. Petugas Gudang Farmasi melakukan pelayanan dan
penyiapan Obat dan Alat Kesehatan terhadap permintaan Obat dan Alat
Kesehatan dari Depo Farmasi.
Pengaturan tenaga kerja RS dr. Sayidiman Magetan di Instalasi Farmasi
berdasarkan sistem sift dan non shift dapat dilihat di bawah ini :
a. Karyawan Shift
Senin – Minggu
 Shift 1 : 07.00 – 14.00 WIB
 Shift II : 14.00 – 20.00 WIB
 Shift III : 20.00 – 07.00 WIB
b. Karyawan Non Shift
Senin – Sabtu : 07.00 – 14.00 WIB

D. BEBAN KERJA DAN KEBUTUHAN


a. Beban Kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu :
1) Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR);
2) Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen,
klinik dan produksi);
3) Jumlah resep atau formulir permintaan obat (floor stock) per hari;
dan
4) Volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai.
b. Perhitungan Beban Kerja
Perhitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi
klinik dengan aktifitas pengkajian resep, penelusuran riwayat
penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat, pemantauan terapi Obat,
pemberian informasi Obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya
dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien.

9
RSUD dr. Sayidiman memiliki 222 tempat tidur, dengan adanya rasio
beban kerja Apoteker 1:30 maka jumlah Apoteker untuk Pelayanan
Kefarmasian di rawat inap adalah 8.
Perhitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi
manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian
Resep, penyerahan Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan
konseling, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1:50 (1
Apoteker untuk 50 pasien). Untuk Pasien rawat jalan di RSUD dr.
Sayidiman Magetan Tahun 2014 yang rata-rata perhari 211 resep,
maka idealnya jumlah Apoteker untuk pelayanan rawat jalan adalah 5
orang.
Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat inap
dan rawat jalan, maka kebutuhan kebutuhan tenaga Apoteker juga
diperlukan untuk pelayanan farmasi yang lain seperti di unit logistik
medik/distribusi, unit produksi steril/aseptic dispencing, unit pelayanan
informasi Obat dan lain-lain tergantung pada jenis aktifitas dan tingkat
cakupan pelayanan yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi.
Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasianj di rawat
inap dan rawat jalan, diperlukan juga masing-masing 1 (satu) orang
Apoteker untuk kegiatan Pelayanan Kefarmasian di ruang tertentu,
yaitu :
1. Unit Gawat Darurat;
2. Intensive Care Unit (ICU)/ Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)/
Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/ Pediatric Intensive Care Unit
(PICU);
3. Pelayanan Informasi Obat;
c. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Setiap staf di Rumah Sakit harus diberi kesempatan untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya. Peran Kepala
Instalasi Farmasi dalam pengembangan staf dan program pendidikan
meliputi :

10
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

1. Menyusun program orientasi staf baru, pendidikan dan pelatihan


berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi SDM.
2. Menentukan dan mengirim staf sesuai dengan spesifikasi pekerjaan
(tugas dan tanggung jawabnya) untuk meningkatkan kompetensi
yang diperlukan.
3. Menentukan staf sebagai narasumber/ pelatih/ fasilitator sesuai
dengan kompetensinya.
Di Instalasi Farmasi RSUD dr. Sayidiman, pengembangan staf
dilakukan dengan mengirimkan pegawai Instalasi Farmasi (Asisten
Apoteker & Apoteker) secara bergantian tiap tahunnya untuk mengikuti
pelatihan dan seminar tentang kefarmasian.
d. Penelitian dan Pengembangan
Apoteker harus didorong untuk melakukan penelitian mandiri atau
berkontribusi dalam tim penelitian mengembangkan praktik Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Apoteker yang terlibat dalam tim
penelitian mengembangkan praktik Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit. Apoteker yang terlibat dalam penelitian harus mentaati prinsip
dan prosedur yang ditetapkan dan sesuai dengan kaidah-kaidah
penelitian yang berlaku.
Instalasi Farmasi harus melakukan pengembangan Pelayanan
Kefarmasian sesuai dengan situasi perkembangan kefarmasian terkini.

E. PENGATURAN JAGA
Pengaturan jaga (shift) di instalasi farmasi diatur berdasarkan unit
pelayanan teknis kegiatan fungsional. Instalasi farmasi RSUD Dr. Sayidiman
tidak mengenal pelayanan farmasi tutup.
Gudang farmasi, seluruh personalia yang terdiri dari apoteker dan tenaga
teknis kefarmasian (TTK) logistik masuk pagi (jam 07.00-14.00 WIB).
Unit pelayanan, yang terdiri dari 4 (empat) depo pendistribusian, yaitu
depo farmasi rawat inap,depo farmasi rawat jalan,depo farmasi paviliun dan
depo farmasi IGD. Jenis ketenagaan di unit pelayanan adalah apoteker, TTK
dan tenaga penunjang/non kefarmasian.

11
Depo farmasi rawat jalan (melayani pasien rawat jalan BPJS dan reguler)
masuk pagi (jam 07.00-14.00 WIB).
Depo farmasi rawat inap (melayani pasien rawat inap BPJS dan reguler), depo
farmasi Paviliun Wijaya Kusuma (melayani pasien paviliun), dan depo farmasi
IGD (melayani pasien IGD) melayani pasien selama 24 jam dan terbagi dalam 3
(tiga) shift jaga. Shift pagi (jam 07.00-14.00 WIB), shift siang (jam 14.00-20.00
WIB) dan shift malam (jam 20.00-07.00 WIB).
Untuk depo farmasi IBS (melayani pasien IBS) masuk pagi jam 08.00-jam 14.00

12
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan
dan perundang-undangankefarmasian yang berlaku :
a. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan Rumah Sakit.
b. Terpenuhinya luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan
kefarmasian di Rumah Sakit.
c. Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen,
pelayanan langsung pada pasien, dispensing serta ada penanganan
limbah.
d. Dipisahkan juga antara jalur steril, bersih dan daerah abu-abu, bebas
kontaminasi.
e. Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban,
tekanan dan keamanan baik dari pencuri maupun binatang pengerat.
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama
untuk perlengkapan dispensing

DENAH GUDANG FARMASI

13
DENAH DEPO FARMASI RAWAT INAP

14
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

DENAH DEPO FARMASI RAWAT JALAN

15
DENAH DEPO FARMASI PAVILIUM

16
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

DENAH DEPO FARMASI IGD

B. Standar Fasilitas
a. Ruang Kantor
Ruang Kantor/Administrasi terdiri dari :
- Ruang pimpinan
- Ruang staf
- Ruang kerja/administrasi
b. Ruang Produksi
Lingkungan kerja ruang produksi harus rapi, tertib, efisien untuk
menimalkan terjadinya kontaminasi sediaan dan dipisahkan antara:
- Ruang produksi produksi sediaan non steril
- Ruang produksi sediaan steril

17
c. Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai
Rumah Sakit harus mempunyai ruang penyimpanan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan, serta harus
memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, sinar/cahaya,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas, terdiri :
1. Kondisi Umum untuk Ruang Penyimpanan
 Obat jadi
 Obat produksi
 Bahan baku obat
 Alat kesehatan
2. Kondisi Khusus untuk Ruang penyimpanan
 Obat termolabil
 Alat kesehatan dengan suhu rendah
 Obat mudah terbakar
 Obat/bahan berbahaya
 Barang karantina
d. Ruang Distribusi/penyimpanan
Ruang distribusi harus cukup untuk seluruh kebutuhan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Rumah
Sakit.
Ruang distribusi meliputi :
- Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan (Apotik)
Ada ruang khusus/terpisah untuk penerimaan resep dan
persiapan/peracikan obat
- Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap, dapat secara
sentralisasi maupun desentralisasi di masing-masing ruang rawat
inap.
e. Ruang Konsultasi/ Konseling Obat
Sebaiknya ada ruang khusus untuk Apoteker memberikan konsultasi
pada pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan
18
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

kepatuhan pasien. Ruang konsultasi/konseling harus jauh dari hiruk


pikuk kebisingan lingkungan Rumah Sakit dan nyaman sehingga
pasien maupun konselor dapat berinteraksi dengan baik. Ruang
konsultasi/konseling dapat berada di Instalasi Farmasi rawat jalan
maupun rawat inap.
f. Ruang Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi Obat dilakukan diruang tersendiri dengan
dilengkapi sumber informasi dan teknologi komunikasi, berupa bahan
pustaka dan telepon. Sebaiknya tersedia ruangan sumber informasi
dan teknologi komunikasi dan penanganan informasi yang memadai
untuk mempermudah pelayanan informasi obat.
Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi obat :
 200 tempat tidur : 20 meter²
 400-600 tempat tidur : 40 meter²
 1300 tempat tidur : 70 meter²
g. Ruang Arsip Dokumen
Harus ada ruangan khususnyang memadai dan aman untuk
memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka menjamin agar
penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan tehnik
manajemen yang baik.
C. Peralatan
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama
untuk perlengkapan peracikan dan penyiapan baik untuk sediaan steril,
non steril, maupun cair untuk obat luar atau dalam. Fasilitas peralatan
harus dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan,
peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun.
Peralatan minimal yang harus tersedia:
a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik
nonsterilmaupun aseptik.
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip.
c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan
informasi obat.
d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika.
19
e. Lemari pendingain dan AC untuk obat yang termolabil.
f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah
yang baik.
g. Alarm.
Macam- macam Peralatan
1. Peralatan Kantor
- Furniture (meja, kursi, lemari buku/rak, filling cabinet,dll)
- Komputer
- Alat tulis kantor
- Telepon
2. Peralatan Sistem Komputerisasi
Sistem komputerisasi harus diadakan dan difungsikan secara optimal
untuk kegiatan sekretariat, pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Farmasi
Klinik. Sistem informasi Farmasi ini harus terintegrasi dengan sistem
informasi Rumah Sakit untuk meningkatkan efisiensi fungsi
manajerial dan agar data klinik pasien mudah diperoleh untuk
monitoring terapi pengobatan dan fungsi klinik lainnya. Sistem
komputerisasi meliputi :
1) Jaringan
2) Perangkat keras
3) Perangkat lunak (program aplikasi)
3. Peralatan Produksi
- Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan pembuatan
obat, baik nonsteril maupun steril/aseptik.
- Peralatan harus dapat menunjang persyaratan keamanan cara
pembuatan obat yang baik.
4. Peralatan Penyimpanan
- Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum
 Lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu, kelembaban
dan cahaya yang berlebihan.
 Lantai dilengkapi dengan palet.
- Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus
20
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

 Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil


Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi
secara berkala.
 Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat
psikotropika
 Peralatan untuk penyimpanan obat, penanganan dan
pembuangan limbah sitotoksik dan obat berbahaya harus
dibuat secara khusus untuk menjamin keamanan petugas,
pasien dan pengunjung.
5. Peralatan Pendistribusian/pelayanan
- Pelayanan rawat jalan (Apotik).
- Pelayanan rawat inap (Depo farmasi).
- Kebutuhan ruang perawatan /unit lain.
6. Peralatan Konsultasi
- Buku kepustakaan bahan-bahan leaflet dan brosur dan lain-lain.
- Meja, kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan, lemari untuk
menyimpan Medical record.
- Komputer.
- Telepon.
- Lemari arsip.
- Kartu arsip.
7. Peralatan Ruang Informasi Obat
- Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan
informasi obat.
- Peralatan meja, kursi, rak buku.
- Komputer.
- Telepon.
- Lemari Arsip.
- Kartu arsip.
8. Peralatan Ruang Arsip
- Kartu Arsip.
- Lemari Arsip.

21
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Manajemen obat mencakup sistem dan proses yang digunakan


rumah sakit dalam memberikan farmakoterapi kepada pasien. Pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
dilaksanakan secara multidisiplin dan terkoordinir dan menggunakan proses
yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya.
Peran para pemberi pelayanan kesehatan dalam manajemen obat
sangat sentral guna mencapai tujuan pengobatan dan sasaran
keselamatan pasien. Dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat
Kesehatan, Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu
pintu.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaam Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung
jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Dengan adanya kebijakan pengelolaan satu pintu, Instalasi Farmasi
sebagai satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga
Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal :
a. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
b. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
c. Menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai.
d. Pengendalian harga Sediaan farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.
22
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

e. Pemantauan terapi obat.


f. Penurunan resiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien).
g. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
medis Habis pakai yang akurat.
h. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit.
i. Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan
pegawai.
Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen
penggunaan obat yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang
sekurang-kurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu
Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem
mutu dan keselamatan penggunaan Obat yang berkelanjutan.
Rumah sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelola Obat untuk
meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu di waspadai (high
alert medication). High-alert medication adalah Obat yang harus diwaspadai
karena sering menyebabkan terjadinya kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat
yang Tidak Diinginkan (ROTD). Kelompok Obat high-alert diantaranya :
a. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
b. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang
lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan
magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
c. Obat-obat Sitostatika.

A. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai (BHP)
Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan satu siklus kegiatan,
dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi
dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
Pengelolaan ini termasuk juga pengelolaan BHP radiologi.
23
Tujuan :
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
b. Menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan.
c. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi.
d. Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat
guna.
e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
Fungsi :
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah
sakit
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan
yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan :
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan
terapi.
b. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
habis Pakai yang telah ditetapkan.
c. Pola penyakit.
d. Efektifitas dan keamanan.
e. Pengobatan berbasis bukti.
24
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

f. Mutu.
g. Harga.
h. Ketersediaan dipasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium
nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang
disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT)
yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis
Resep, pemberi Obat, dan penyedia obat di Rumah sakit.
Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara rutin
dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah
Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari
penggunaan Obat agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang
selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang
rasional.
Di Rumah Sakit dr. Sayidiman Magetan, Formularium Rumah
Sakit direvisi setahun sekali. Pengkajian dan revisi Formularium
Rumah Sakit dilakukan sesuai kebutuhan Rumah Sakit.
Tahapan penyusunan Formularium Rumah Sakit :
a. Membuat rekapitulasi usulan dari masing-masing Staf Medik
Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi dan standar
pelayanan medik.
b. Mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi.
c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan
Terapi(TFT), jika diperlukan dapat meminta masukan dari
pakar.
d. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi
dan Terapi (TFT), dikembalikan ke masing-masing SMF untuk
mendapatkan umpan balik.
e. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF.

25
f. Menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium
Rumah Sakit.
g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi , dan
h. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit
kepada staf dan melakukan monitoring.
Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit :
a. Mengutamakan penggunaan Obat generik.
b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita.
c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas.
d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
e. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh
pasien.
f. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
g. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium
Rumah Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan
terkait dengan penambahan atau pengurangan Obat dalam
Formularium Rumah Sakit dengan mempertimbangkan indikasi
penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya.

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)

Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili


hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi,
sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili
spesialisasispesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil
dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.

26
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

Tujuan :

a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat,


penggunaan obat serta evaluasinya
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan
pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan
penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan.
Organisasi dan Kegiatan :

Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang


dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan
kondisi rumah sakit setempat :

 Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari


3 (tiga) Dokter, Apoteker dan Perawat. Untuk Rumah Sakit yang
besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili
semua staf medis fungsional yang ada.
 Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di
dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli
farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah Farmakologi.
Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker
yang ditunjuk.
 Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara
teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit
besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat Panitia Farmasi
dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun
dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi
pengelolaan PFT
 Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia
Farmasi dan Terapi) diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan
dari hasil-hasil rapat.
 Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit
yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.

27
Fungsi dan Ruang Lingkup :

 Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya.


Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus
didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi,
keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan
duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.
 Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui
atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan
oleh anggota staf medis.
 Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan
yang termasuk dalam kategori khusus.
 Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan
terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturanperaturan mengenai
penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku
secara lokal maupun nasional.
 Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit
dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar
diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara
rasional.
 Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping
obat.
 Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat
kepada staf medis dan perawat.
Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi :

 Memberikan rekomendasi pada Pimpinan rumah sakit untuk


mencapai budaya pengelolaan dan penggunaanobat secara
rasional
 Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi,
formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan
lain-lain

28
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

 Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan


penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait
 Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan
memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut
Formularium Rumah Sakit :

Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh


Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat
direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan.

Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap


berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara Formularium itu
digunakan oleh staf medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi
mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat
yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan
pasien.

Tahapan Proses Penyusunan Formularium :

 Panitia Farmasi Dan Terapi mengadakan pertemuan dengan


Komite Medis membahas rencana adanya formularium baru, yang
harus di up date berdasarkan perkembangan terkini dan
kebutuhan pengadaan obat
 Proses penyusunan obat/alkes dimulai dari usulan setiap SMF,
berupa form lembar Usulan Formularium
 Usulan formularium tersebut harus sepengetahuan Ketua SMF
atau berdasarkan kesepakatan setiap SMF
 Usulan setiap SMF paling lambat 2 (dua) bulan harus diserahkan
kepada PFT
 Usulan usulan SMF oleh PFT, dibuatkan rekapitulasi berdasarkan
form penyusunan yang sudah disetujui oleh PFT
 Sekretaris PFT bertugas menyusun usulan setiap SMF sesuai
format yang ada
 Hasil rekapitulasi dibahas dan dievaluasi oleh seluruh anggota
PFT, dengan memperhatikan masukan dari Instalasi farmasi
29
 Dilakukan evaluasi lagi bila dipandang perlu oleh PFT
 PFT melakukan sosialisasi formularium kepada Komite Medis.
 Jika terdapat masukan atau saran dari Komite Medis, maka
dilakukan finalisasi formularium oleh PFT sebelum diusulkan
kepada Direktur untuk diberlakukan
 Direktur membuat Surat Keputusan tentang pemberlakuan
formularium yang baru di lingkungan RSUD Dr. Sayidiman
Magetan
Kriteria Penambahan/Penggantian Formularium :

- Obat-obat yang jarang digunakan (slow moving) akan dievaluasi.


- Obat-obat yang tidak digunakan (death stock) setelah waktu 3
(tiga) bulan maka akan diberikan informasi kepada dokter-dokter
terkait yang menggunakan obat tersebut oleh Instalasi Farmasi.

- Apabila pada 3 (tiga) bulan berikutnya tetap tidak dan/atau kurang


digunakan, maka obat tersebut diusulkan dikeluarkan dari buku
formularium.
- Obat-obat yang dalam proses penarikan oleh Pemerintah atau
BPOM atau dari pabrikan.
Proses Usulan Penggantian/Penambahan Formularium :

- Proses usulan penambahan atau penggantian formularium


dipandu dengan kriteria seperti diatas
- Review pengawasan dan evaluasi terhadap
penggunaan/penyerapan obat yang telah lalu, dilakukan setiap
bulan pada waktu stock opname
- Parameter yang digunakan adalah TOR dan DSO, yang berakibat
dapat diketahuinya jenis obat tersebut termasuk kategori fast,
slow atau death moving.
- Secara periodik, IFRS melaporkan kegiatan review penggunaan
obat kepada PFT dan bidang pelayanan penunjang

30
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

- PFT akan menindak lanjuti laporan tersebut, bila dipandang perlu


dan mendesak penanganannya, termasuk melakukan usulan
pengeluaran obat yang dimaksud dalam formularium.

Pedoman Penggunaan Formularium :

Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk


kepada dokter, apoteker, perawat serta petugas administrasi di
rumah sakit dalam menerapkan sistem formularium.

Meliputi :

- Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin


ilmu dengan Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan
kerangka mengenai tujuan, organisasi, fungsi dan ruang lingkup.
Staf medis harus mendukung Sistem Formularium yang diusulkan
oleh Panitia Farmasi dan Terapi.

- Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku


dengan kebutuhan tiap-tiap institusi.
- Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur
yang ditulis oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk menguasai
sistem Formularium yang dikembangkan oleh Panitia Farmasi dan
terapi.
- Nama obat yang tercantum dalam Formularium adalah nama
generik dan/paten
- Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di
Instalasi Farmasi.
- Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik
yang efek terapinya sama, seperti :
o Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat
generik yang sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai
produk asli yang diminta.
o Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu
harus didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi.
31
o Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan
sumber obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi
yang digunakan oleh dokter untuk mendiagnosa dan mengobati
pasien.
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan Kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan
pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat
jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat
dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia.
Pedoman Perencanaan :
a. Anggaran yang tersedia
b. Penetapan prioritas
c. Sisa persediaan
d. Data pemakaian periode yang lalu
e. Waktu tunggu pemesanan
f. Rencana pengembangan
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif
harus menjamin ketersediaan, jumlah dan waktu yang tepat
dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai
dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian
antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan,
pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan
proses pengadaan, dan pembayaran.
32
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara
lain :
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data
Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai harus mempunyai Nomor Izin Edar.
d. Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain).
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah
kekosongan Obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit
dan mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melaui :
a. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai
dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah :
1) Kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu
Obat.
2) Persyaratan pemasok.
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
dan
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan
waktu.
b. Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi sediaan
tertentu apabila:
1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
33
2) Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4) Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/
repacking;
5) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam
penyimpanan/harus dibuat baru (recenter paratus).
Instalasi Farmasi RSUD dr Sayidiman belum melaksanakan
kegiatan produksi.
c. Sumbangan / Dropping / Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan
terhadap penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sumbangan/dropping/hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai dengan cara
sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen
administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan
penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka
jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit.
Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada
pimpinan Rumah Sakit untuk mengembalikan/menolak
sumbangan/dropping/hibah sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai yang tidak bermanfaat bagi
kepentingan pasien Rumah Sakit.
4. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui
pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan.
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga
34
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi


fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang
harus tersimpan dengan baik.
Penerimaan merupakan kegiatan verifikasi
penerimaan/penolakan, dokumentasi dan penyerahan yang
dilakukan dengan menggunakan "check list" yang sudah
disiapkan untuk masing-masing jenis produk yang berisi antara
lain :

- kebenaran jumlah kemasan;


- kebenaran kondisi kemasan seperti yang disyaratkan
- kebenaran jumlah satuan dalam tiap kemasan;
- kebenaran jenis produk yang diterima;
- tidak terlihat tanda-tanda kerusakan;
- kebenaran identitas produk;
- penerapan penandaan yang jelas pada label, bungkus dan
brosur;
- tidak terlihat kelainan warna, bentuk, kerusakan pada isi
produk,
- jangka waktu kadaluarsa yang memadai
Penerimaan barang farmasi dilakukan oleh Panitia Penerima Hasil
Pekerjaan RSUD Dr. Sayidiman Magetan yang disertai dengan
berita acara dari Panitia Penerimaan Barang Medis.

Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi


yang diterima sesuai kontrak, baik spesifikasi mutu, jumlah
maupun waktu kedatangan.

Semua perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa meliputi

 Apakah faktur pembelian sesuai dengan spesifikasi order


pembelian rumah sakit (atau sesuai Surat Pesanan )
 Jumlah, harga dan kualitas/mutu barang
 Pemeriksaan waktu kadaluarsa
 Apakah sesuai dengan SPK/kontrak kerja
35
Setelah memenuhi syarat, semua perbekalan farmasi harus
ditempatkan dalam tempat persediaan di gudang
penyimpanan dengan melaksanakan administrasi pada kartu
gudang. Selanjutnya perbekalan farmasi disimpan sesuai
persyaratan penyimpanan yang baik.
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan
harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang
dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi,
cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain :
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan
obat diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama,
tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan
peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan
kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit
perawatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi
label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang
hati-hati; dan
d. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan
dapat diidentifikasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa obat disimpan
secara benar dan diinspeksi secara periodik.
Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang harus disimpan terpisah yaitu :
36
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

a. Bahan yang mudah terbakar (b3) disimpan dalam ruang tahan


api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi
penandaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis
gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah
dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung
gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi
keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dan disusun secara alfabetis dengan
menerapkan prinsip First Epired First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA,
Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus
diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan obat
emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat
penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin :
a. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi
yang telah ditetapkan;
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk
kebutuhan lain;
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
Penyimpanan terkait High Alert Medication :

37
Obat-obat dengan peringatan khusus (highalert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan,
disimpan di tempat khusus.
Obat high alert harus disimpan di tempat terpisah, akses terbatas
dan diberi label yang jelas. Penyimpanan obat high alert tidak
harus disimpan dalam lemari terkunci.
Contoh obat-obatan yang termasuk dalam high alert medication
adalah :
 Elektrolit pekat : KCl, MgSO4, Natrium bikarbonat, NaCl
3%.
 LASA (look a like sound a like) atau NORUM (nama obat
rupa ucapan mirip), yaitu obat-obatan yang terlihat dan
kedengarannya mirip.
Pengelolaan High Alert Medication:
 Penyimpanan di lokasi khusus dengan akses terbatas dan
diberi penanda yang jelas berupa stiker berwarna merah
bertuliskan “High Alert”, misalnya heparin, warfarin, insulin,
kemoterapi, narkotik opiat, neuro muscular blocking agents,
thrombolitik, dan agonis adrenergik.
 NaCl 3% dan KCl tidak boleh disimpan di ruang perawatan
kecuali di ruang perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU,
NICU), Kamar Operasi dan IGD dan harus disimpan di
Instalasi Farmasi.
 Ruang perawatan yang boleh menyimpan elektrolit pekat
harus memastikan bahwa elektrolit pekat disimpan di lokasi
dengan aman, terbatas bagi petugas yang diberi
wewenang.
 Obat diberi penandaan yang berupa stiker berwarna merah
bertuliskan “High Alert” dan untuk elektrolit pekat harus
diberi stiker yang dituliskan “elektrolit pekat harus
diencerkan sebelum digunakan”.

38
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

 Kelompok obat anti diabetes jangan disimpan tercampur


dengan obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara
terpisah.

Penyimpanan narkotika dan psikotropika :


Tujuan penyimpanan untuk menjamin mutu, keamanan dan
memudahkan pelayanan serta pengawasan.Penyimpanan
narkotika dan psikotropika, pada gudang Instalasi Farmasi atau
lemari penyimpanan di depo farmasi/apotek, yang aman dan
terkunci, gudang tidak boleh dimasuki orang tanpa izin
penanggung jawab.
Tata cara penyimpanan Narkotika dan Psikotropika :
 Penyimpanan atas dasar FIFO dan FEFO.
 Dilengkapi dengan kartu stok.
 Disimpan di tempat khusus sesuai persyaratan.
 Ruang penyimpanan mempunyai sirkulasi udara yang baik,
sehingga suhu dan kelembaban sesuai.
 Pada pergantian shift, kunci lemari penyimpanan akan
diserahkan kepada TTK yang bertugas.
 Narkotika atau psikotropika yang rusak/kadaluarsa
disimpan terpisah dengan penandaan dan dibuatkan
catatan yang jelas.
Persyaratan tempat menyimpan narkotika :
 Dibuat dari kayu atau bahan lain yang kuat.
 Harus mempunyai kunci yang kuat.
 Almari dibagi 2 masing_masing dengan kunci yang
berbeda, bagian I menyimpan morfin, petidin, dan garam
garamnya serta persediaan narkotika, bagian II untuk
menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari hari.
 Kunci lemari penyimpanan terdiri dari 2 kunci yang berbeda
dan dipegang oleh 2 orang TTK setiap shift

39
 Bila tempat khusus berupa almari berukuran kurang dari
40x80x100 cm, maka harus dibaut pada tembok atau lantai
agar tak mudah dipindahkan.
 Persyaratan tempat menyimpan psikotropika di lemari
terkunci 2 pintu dan kunci tidak boleh dibiarkan tergantung
di lemari.
Penyimpanan yang memerlukan suhu tertentu, beserta
pemantauannya :
Penyimpanan produk rantai dingin; suhu area terjaga
,penyimpanan < 25°C (sejuk) : disimpan dalam ruangan ber-AC,
penyimpanan dingin : disimpan dalam lemari pendingin (2-8°C)
untuk menyimpan vaksin dan serum.
Pemantauan suhu dilakukan secara rutin dan dicatat pada kartu
atau formulir monitoring suhu.
Penyimpanan bahan radioaktif (kontras media) dan obat
sampel :

 Penyimpanan di tempat yang terlindungi dari cahaya


(misalnya lemari)
 Penyimpanan untuk jangka waktu lama sebaiknya dijauhkan
dari sumber sinar X
 Penyimpanan pada suhu 15-250 C
 Diberi penanda “bahan radioaktif”
 Periksa kembali sebelum penggunaan : kejernihan larutan,
tidak ada perubahan warna, tidak keruh, tidak ada endapan
 Obat sampel dan bahan radioaktif tidak ada dalam
penyimpanan di RSUD Dr. Sayidiman Magetan.
Penyimpanan bahan beracun dan berbahaya :
 Simpan dalam tempat terpisah.
 Tersedia apar/pemadam api.
 Diberi label dan disesuaikan dengan klasifikasi B3.
Persyaratan tempat menyimpan bahan beracun dan
berbahaya adalah :
40
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

 Tempat penyimpanan tidak untuk aktivitas.


 Dekat dengan hydrant/safety shower.
 Ruangan cukup luas dapat melindungi mutu produk.
 Menjamin keamanan produk.
 Menjamin keamanan petugas.
 Terdapat rambu/tanda, denah lokasi atau jalur evakuasi.
 Bahan tidak diletakkan di lantai (letakkan diatas pallet, rak,
lemari).
 Jauh dari sumber listrik.
 Terdapat alat pengukur suhu dan kelembaban.
 Terdapat apar/alat pemadam kebakaran.
 Terdapat APD
Penyediaan obat di ruangan, termasuk ruangan khusus :
Untuk penanganan sitostatika, persyaratan ruang aseptik
diantaranya aliran serta partikel udara sangat dibatasi dan
terkontrol, mempunyai ruang cuci tangan, diperhatikan jendeka
antara ruang, LAF, kelengkapan APD (seperti baju, masker,
sarung tangan, sepatu), dan adanya biological safety cabinet
(BSC) yakni alat yang melindungi petugas, materi dan lingkungan
sekitar.
Penyimpanan bahan termolabil sesuai ketentuan :
Penyimpanan gas medis :
1. Disimpan terpisah dari tempat perbekalan farmasi.
2. Bebas dari sumber api.
3. Ventilasi harus baik.
Bahan mudah terbakar (alkohol 70% dan alkohol 96%) dan bahan
bersifat korosif dan oksidator (formalin 37% dan H 2O2 3%) harus
disimpan dalam ruangan khusus, dan sebaiknya disimpan di
bangunan khusus terpisah dari gudang induk.
Penyimpanan bahan habis pakai radiologi
Penyimpanan bahan habis pakai radiologi seperti Film X
Ray,developer,fixer berada di gudang instalasi radiologi,

41
sedangkan untuk media kontras (lopamiro 370-30 cc, lopamiro 50
cc) disimpan di instalasi farmasi berada dilemari high alert.
Penyimpanan produk nutrisi
Penyimpanan Nutrisi enteral oleh instalasi Gizi di gudang bahan
kering dengan kondisi penyimpanan di tempat yang sejuk (suhu 8°
- 15 ° C), kering dan bersih. Jika nutrisi enteral sudah dibuka
kemasannya, maka kemasan ditutup dengan rapat serta mencatat
tanggal dibukanya kemasan tersebut
Pelabelan pada tempat penyimpanan :
Tempat penyimpanan perbekalan farmasi (di gudang maupun di
apotek atau depo farmasi) harus diberi label atau tanda untuk
mempermudah pengambilan dan pencatatan.
Indikator penyimpanan obat :
a. Kecocokan antara barang dan kartu stok.
Indikator ini digunakan untuk mengetahui ketelitian petugas
gudang dan mempermudah dalam pengecekan obat,
membantu dalam perencanaan dan pengadaan obat, sehingga
tidak menyebabkan terjadinya akumulasi dan kekosongan
obat.
b. Turn Over Ratio (TOR)
Indikator ini digunakan untuk mengetahui kecepatan
perputaran obat, yaitu seberapa cepat obat dibeli, didistribusi,
sampai dipesan kembali. Nilai TOR akan berpengaruh pada
ketersediaan obat. TOR yang tinggi berarti mempunyai
pengendalian persediaan yang baik, demikian pula sebaliknya,
sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal.
c. Days Sales Order (DSO)
Indikator untuk mengetahui berapa lama persediaan berada di
gudang sebelum dilakukan pemesanan kembali.
Perhituingan DSO = jumlah hari dalam 1 tahun : TOR
Misal, jika DSO X adalah 27 hari, artinya rata-rata persediaan
X berada di gudang selama 27 hari, sebelum akhirnya
didistribusikan dan dilakukan pemesanan kembali.
42
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

d. Prosentase obat yang sampai kadaluarsa dan/rusak


e. Indikator ini digunakan untuk menilai kerugian rumah sakit
f. Sistem penataan gudang
g. Indikator ini digunakan untuk menilai sistem penataan gudang
standar adalah FIFO dan FEFO.
h. Prosentase death stock
i. Indikator ini digunakan untuk menunjukkan item persediaan
obat di gudang yang tidak mengalami transaksi dalam waktu
minimal 3 bulan.
j. Prosentase nilai stok akhir
Indikator ini digunakan untuk menunjukkan berapa besar
prosentase jumlah barang yang tersisa pada periode tertentu,
nilai prosentase stok akhir berbanding terbalik dengan nilai
TOR.
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan,
penyusunan, pencarian dan pengawasan perbekalan farmasi,
diperlukan tata ruang gudang dengan baik.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang
bangunan gudang adalah sebagai berikut :
a. Kemudahan bergerak
Untuk kemudahan bergerak, gudang perlu ditata sebagai
berikut :
- Gudang menggunakan satu lantai, jangan menggunakan
sekat-sekat karena membatasi pengaturan ruangan (jika
menggunakan sekat diperhatikan posisi dinding dan pintu
untuk mempermudah gerakan).
- Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran
perbekalan farmasi, ruang gudang dapat diatata
berdasarkan sistem arus garis lurus, arus U atau arus L.
b. Sirkulasi udara yang baik
Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari
perbekalan farmasi sekaligus bermanfaat dalam
memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya
43
dalam gudang yang tidak terlalu luas terdapat AC. Alternatif
lain dengan menggunakan kipas angin, dan jika belum
mencukupi perlu ventilasi melalui atap.

c. Rak dan palet


Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan
dapat meningkatkan sirkulasi udara dan perputaran stok
perbekalan farmasi.
Keuntungan penggunaan pallet :
- Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap
banjir.
- Peningkatan efisiensi penanganan stok.
- Dapat menampung perbekalan farmasi lebih banyak.
- Pallet lebih murah daripada rak.
d. Kondisi penyimpanan khusus
- Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam
lemari khusus dan selalu terkunci.
- Bahan mudah terbakar (alkohol 70% dan alkohol 96%) dan
bahan bersifat korosif dan oksidator (formalin 37% dan
H2O2 3%) harus disimpan dalam ruangan khusus, dan
sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari
gudang induk.
e. Pencegahan kebakaran
Dihindari penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar
seperti dus, karton. Alat pemadam kebakaran harus dipasang
pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah cukup.
Tabung pemadam kebakaran diperiksa secara berkala untuk
memastikan masih berfungsi atau tidak.
f. Penyusunan Stok Perbekalan Farmasi

44
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

Perbekalan farmasi disusun menurut bentuk sediaan dan


alfabetis. Untuk memudahkan pengendalian stok, IFRS Dr.
Sayidiman Magetan melakukan langkah-langkah :
- Menggunakan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan
FIFO (First In First Out).
- Menggunakan lemari khusus menyimpan narkotika.
- Menyusun perbekalan farmasi dalam kemasan besar
(infus-infus) di atas pallet secara rapi dan teratur.
- Menyimpan perbekalan farmasi yang dipengaruhi oleh
suhu, udara, cahaya pada tempat yang sesuai
(serum/albumin pada lemari es).
- Menyimpan perbekalan farmasi dengan rapi sesuai bentuk
sediaan dan ditempatkan kartu stok.
- Bila persediaan perbekalan farmasi cukup banyak,
dibiarkan tetap pada boks masing-masing, tidak perlu
dibuka untuk dikeluarkan.
- Perbekalan farmasi yang mempunyai batas waktu
penggunaan perlu dilakukan rotasi stok agar perbekalan
farmasi tidak selalu berada di belakang, sehingga dapat
dilihat masa kadaluarsanya.
- Jenis perbekalan farmasi yang sama ditempatkan pada
satu lokasi walaupun dari sumber anggaran yang berbeda.
Persyaratan Ruang Penyimpanan
 Memenuhi syarat utilitas
Ruang penyimpanan memiliki sumber listrik, air, AC dsb.
 Memenuhi syarat Communications
Ruang penyimpanan harus memiliki alat komunikasi,
misalnya telepon.
 Memenuhi syarat drainage
Ruang penyimpanan harus berada di lingkungan yang baik
dengan sistem sirkulasi yang baik.
 Memenuhi syarat Size

45
Ruang penyimpanan harus memiliki ukuran yang cukup
untuk menampung barang yang ada.
 Memenuhi syarat accessibility
Ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses.
 Memenuhi syarat suhu
 Suhu kamar (15°C – 25°C)
Sebagian perbekalan farmasi disimpan pada suhu
kamar (cairan, tablet, kapsul, injeksi, alkes, dsb).
 Untuk mencapai suhu diatas diperlukan AC, sebagai
alat monitoring suhu diperlukan termometer dan
blankomonitoring suhu.
 Suhu dingin pada perbekalan farmasi seperti
supositoria, vaksin, serum, albumin dan obat-obatan
injeksi tertentu harus disimpan dalam lemari
pendingin (2°C – 8°C). Sebagai alat monitoring
diperlukan termometer dan kartu monitoring suhu.
 Memenuhi syarat kelembaban
Ruang penyimpanan harus cukup kering dengan tingkat
kelembaban 45-75%, disertai higrometer dan blanko
pencatatan monitoring kelembaban
 Memenuhi syarat pencahayaan
Ruang penyimpanan harus cukup oleh pencahayaan lampu
dan harus terhindar dari cahaya matahari langsung.
 Memenuhi syarat keamanan (security)
Ruang penyimpanan harus aman dari resiko pencurian dan
penyalahgunaan serta hewan pengganggu
Kebijakan Penyimpanan Obat RSUD Dr. Sayidiman adalah :
Disesuaikan dengan bentuk sediaan dan jenisnya, suhu
penyimpanan dan stabilitasnya, sifat bahan, dan ketahanan
terhadap cahaya (lihat petunjuk penyimpanan masing-masing
obat) :
 Obat disusun alfabetis.

46
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

 Sistem FIFO (firstinfirstout) atau FEFO


(firstexpiredfirstout) .Obat-obatan dan bahan kimia yang
digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label : isi,
tanggal kadaluwarsa dan peringatan.
 Elektrolit pekat dilarang disimpan di unit pelayanan.
 Unit pelayanan tertentu yang dapat menyimpan elektrolit
konsentrat harus dilengkapi dengan SPO Khusus untuk
mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
 Obat highalert diberi stiker HIGH ALERT, obat
NORUM/LASA diberi stiker NORUM/LASA.
 Obat yang dibawa pasien dari rumah atau obat rujukan
harus dicatat dalam formulir rekonsiliasi obat dan disimpan
di instalasi farmasi.
Kebijakan Penyimpanan Obat Emergensi
 Tempat menyimpan obat emergensi : TROLI
KIT/LEMARI/KOTAK OBAT EMERGENSI.
 Akses terdekat dan selalu siap pakai.
 Terjaga isinya/aman menggunakan kunci.
 Isi sesuai standar di masing-masing unit.
 Tidak boleh dicampur obat lain.
 Dipakai hanya untuk emergensi saja dan sesudah dipakai
harus melaporkan untuk segera diganti.
 Di cek secara berkala apakah ada yang
rusak/kadaluwarsa.
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai
kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu,
stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus
menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya
pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan.
47
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk
dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan :
a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi
c. Sistem floor stok, resep individu, dispensing dosis unit atau
kombinasi.
Tujuan pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di
unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan tepat
jumlah.

 Pendistribusian Perbekalan Farmasi Untuk Pasien Rawat


Inap.
Kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di
RSUD Dr. Sayidiman Magetan, diselenggarakan secara
sentralisasi dengan sistem PODS (pelayanan obat dosis
sehari) dengan opsi pengembangan system unit dose
dispensing (UDD)

 Pendistribusian Perbekalan Farmasi Untuk Pasien Rawat


Jalan.
Kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di
RSUD Dr. Sayidiman Magetan diselenggarakan secara
sentralisasi di depo farmasi rawat jalan dengan sistem resep
perorangan.

 Pendistribusian Perbekalan Farmasi Di Luar Jam Kerja.


Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja
diselenggarakan oleh :

a. Depo farmasi yang buka 24 jam


b. Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi
emergensi

48
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

Sistem pelayanan distribusi perbekalan farmasi di RSUD Dr.


Sayidiman magetan

a. Sistem persediaan terbatas di ruangan (minimal floor stock)


 Pendistribusian perbekalan farmasi untuk persediaan di
ruang rawat merupakan tanggungjawab perawat ruangan
yang ditunjuk
 Pada sistem tersebut, pada setiap ruang rawat harus
mempunyai penanggungjawab obat.
 Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar &
dikontrol rutin oleh petugas farmasi.
b. Sistem resep perorangan (individual prescription).
Sistem pendistribusian resep perorangan bagi pasien rawat
jalan
c. Sistem PODS (pelayanan obat dosis sehari).
Pendistribusian obat-obatan melalui resep perorangan,
digunakan untuk satu hari pemakaian.

d. Sistem UDD (unit dose dispensing)


Sistem ini dikembangkan terus oleh IFRS dan disesuaikan
dengan kondisi rumah sakit. Yaitu sistem distribusi dosis unit
desentralisasi, yang dilakukan oleh beberapa depo farmasi.
Pada dasarnya sistem distribusi desentralisasi ini sama
dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruangan,
hanya saja dikelola seluruhnya oleh apoteker dan tenaga
teknis kefarmasian, yang sama dengan pengelolaan dan
pengendalian oleh IFRS.
Keuntungan sistem distribusi dosis unit :
- Pasien hanya membayar perbekalan farmasi yang
dikonsumsi saja
- Semua dosis yang diperlukan oleh unit keperawatan telah
disiapkan oleh IFRS
- Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi
- Mengurangi resiko kesalahan pemberian perbekalan farmasi
49
- Memperkuat cakupan dan pengendalian dan pemantauan
penggunaan perbekalan farmasi oleh IFRS, sejak dokter
menulis resep/order sampai pasien menerima dosis unit
- Sistem komunikasi pengorderan dan distribusi perbekalan
farmasi bertambah baik
- Apoteker dapat memberikan konsultasi perbekalan farmasi
kepada tim sebagai upaya perawatan pasien yang lebih baik
- Memberikan peluang untuk prosedur komputerisasi
Kerugian sistem distribusi dosis unit :
- Membutuhkan tenaga farmasi yang lebih banyak
- Meningkatnya beaya operasional
7. Permintaan Obat
Resep yang memenuhi syarat
Resep adalah permintaan tertulis seorang dokter, dokter gigi dan
dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku kepada apoteker untuk menyediakan dan
menyerahkan obat-obatan bagi penderita.
Sesuai dengan Permenkes RI No. 26/Menkes/Per/I/1984
menyebutkan resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap.
Sedangkan sesuai Kepmenkes RI No. 280/Menkes/SK/V/1984
menyebutkan bahwa pada resep (secara administratif) harus
dicantumkan :
a. Nama dan alamat penulis resep, serta nomor izin praktek
b. Tanggal penulisan resep
b. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
c. Dibelakang lambang R/ harus dituilis nama setiap obat
/komposisi obat
d. Tanda tangan atau paraf penulis resep
e. Nama pasien, jenis kelamin, alamat dan umur/BB
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan,
ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan
obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi.
50
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya


pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication
error).
Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila
ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada
dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep
sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat
jalan.
Persyaratan administrasi meliputi :
- Nama, umur, jenis kelamin,berat badan pasien dan tinggi
badan pasien.
- Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter.
- Tanggal resep.
- Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetis meliputi:
- Nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan.
- Dosis dan Jumlah obat.
- Stabilitas.
- Aturan, dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi :
- Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat.
- Duplikasi pengobatan.
- Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
- Kontraindikasi.
- Interaksi Obat.
Singkatan yang dilarang digunakan (do not use)
Singkatan yang dilarang digunakan dalam penulisan resep dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.

51
Tabel 2. Singkatan yang dilarang digunakan

Do Not Use Use Instead


U, u (unit) Ditulis “unit”
IU (international unit) Ditulis “international unit”
Q.D., QD, q.d., qd (daily) Ditulis “daily”
Q.O.D., QOD, q.o.d, qod (every other Ditulis “every other day”
day)
Trailing zero (X.0 mg) Ditulis “X mg”
Lack of leading zero (.X mg) Ditulis “0,X mg”
MS Ditulis “morfin sulfat”
MSO4 dan MgSO4 Ditulis “magnesium sulfat”

Penulisan resep yang jelas (illegible hand writing)


Ketentuan penulisan resep :
- Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap
- Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak
lengkap, apoteker wajib menanyakan kepada penulis resep
- Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat
kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteke
harus memberitahukan kepada dokter penulis resep
- Apabila dokter penulis resep tetap pada pendiriannya,
tanggungjawab sepenuhnya dipikul oleh dokter yang
bersangkutan (dokter wajib menyatakan secara tertulis atau
membutuhkan tanda tangan yang lazim diatas resep)
- Apabila apoteker menganggap pada resep terdapat kekeliruan
yang berbahaya dan tidak dapat menghubungi dokter penulis
resep, penyerahan obat dapat ditunda
- Untuk penderita yang memerlukan pengobatan segera, dokter
dapat memberikan tanda “cito/statim/urgent (segera), PIM

52
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

(periculum in mora) = berbahaya bila ditunda” pada bagian


kanan resep, dan harus didahulukan dalam pelayanannya
- Pada resep asli diberi tanda “n.i/ne iteratur” (tidak boleh
diulang), maka apotek tidak boleh mengulangi penyerahan
obat atas resep yang sama.
- Resep yang mengandung narkotik
o Tidak boleh ada iterasi (ulangan)
o Dituliskan nama pasien, tidak boleh m.i/mihi ipsi atau
u.p/usus propius (untuk pemakaian sendiri)
o Alamat pasien ditulis dengan lengkap dan jelas
o Aturan pakai (signa) ditulis dengan jelas, tidak boleh ditulis
s.u.c/signa usus cognitus (sudah tahu aturan pakai)
Telaah resep
- Sebelum obat diracik, harus dilakukan pemeriksaan dan
identifikasi atau skrining terhadap kesesuaian antara obat-alkes
yang ditulis dalam resep dengan obat-alkes yang akan
disiapkan.
- Proses skrining resep atau telaah resep, dilakukan oleh tenaga
teknis kefarmasian dengan supervisi apoteker depo
- Telaah resep meliputi : telaah secara administratif, secara
farmasetis dan secara klinis.
- Telaah resep menggunakan Prinsip 7 (tujuh) Benar
- Meliputi : prinsip benar pasien, dosis, waktu pemberian, cara
pemberian, obat, indikasi dan dokumentasi.
Polifarmasi
Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada
seorang pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional
dihubungkan dengan diagnosis yang diperkirakan. Istilah ini
mengandung konotasi yang berlebihan, tidak diperlukan, dan
sebagian besar dapat dihilangkan tanpa mempengaruhi outcome
penderita dalam hasil pengobatannya.

53
Mengandung juga pengertian mubazir, sehingga meninggikan
biaya pengobatan, tanpa justifikasi profesional. Yang lebih penting
lagi ialah bahwa diantara demikian banyak obat yang ditelan pasti
terjadi interaksi obat yang sebagian dapat bersifat serius dan
sering menyebabkan hospitalisasi atau kematian.

Kejadian ini lebih sering terjadi pada pasien yang sudah berusia
lanjut yang biasanya menderita lebih dari satu penyakit.

Bila semua obat memang benar dibutuhkan, hal ini tidak


digolongkan sebagai polifarmasi, walaupun berbedaan antara
memakai banyak obat bersamaan (multiple medications) dan
polifarmasi tidak selalu jelas (diperlukan dan ditopang eviden
based medicine)

8. Penyiapan Obat
Pemantauan Dispensing/CPOB
Dispensing obat adalah proses yang mencakup berbagai kegiatan
yang dilakukan apoteker, mulai : penerimaan dan validasi resep,
menginterpretasi maksud dokter penulis resep,
menyediakan/meracik dengan teliti, memastikan penyerahan obat
yang tepat bagi pasien, serta memastikan pasien mengkonsumsi
sendiri obat dengan baik.
Praktek dispensing yang baik adalah suatu proses praktek yang
memastikan bahwa suatu bentuk yang efektif dari obat dengan
benar, menggunakan prinsip 7 (Tujuh) Benar.
Penyiapan identitas pasien
Penyiapan identitas pasien dalam konteks penyiapan obat dapat
dilaksanakan jika tidak ada lagi permasalahan dalam hal
identifikasi pasien di catatan rekam medis pasien bersangkutan.
Dalam rekam medis pasien, identifikasi pasien dilakukan dengan
cara : memuat nama pasien dan tanggal lahir.

Penyiapan identitas pasien dilaksanakan juga pada waktu


memberi etiket/labelling sediaan farmasi secara jelas, sebelum
54
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

diserahkan kepada pasien. Pelabelan kemasan obat yang tidak


jelas sehingga berisiko dibaca keliru oleh pasien, dan merupakan
pemicu medication error. Etiket antara lain memuat nama pasien,
aturan pakai, nomor resep, tanggal resep, peruntukan obat luar
atau tidak.

9. Penyerahan Obat
Prosedur penyerahan obat dengan identifikasi
- Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan
pemeriksaan akhir dan identifikasi terhadap kesesuaian antara
obat dengan resep.
- Identifikasi dilakukan setelah melakukan telaah/pengkajian
resep dengan menggunakan Prinsip 7 (tujuh) Benar.
- Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga
kesehatan
- Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter
dilaksanakan, yang dapat dibantu oleh apoteker pendamping
dan/atau tenaga teknis kefarmasian
- Pemberian edukasi, beserta buktinya
- Apoteker harus memberikan informasi atau edukasi yang
benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis
bijaksana dan terkini
- Informasi atau edukasi obat pada pasien sekurangkurangnya
meliputi :
 cara pemakaian obat
 cara penyimpanan obat
 jangka waktu pengobatan
 aktivitas serta makanan serta minuman yang harus
dihindari selama terapi

55
Telaah obat
Sebelum obat diberikan obat harus melalui proses telaah obat
(verifikasi pesanan obat berdasarkan jumlah,dosis dan rute
pemberian )
Kriteria telaah obat meliputi :
1) Apakah obat yang diberikan sesuai dengan resep/pesanan
dokter.
2) Apakah jumlah atau dosis obat sudah sesuai dengan
resep/pesanan.
3) Apakah rute obat sudah sesuai dengan resep/pesanan.
4) Apakah waktu dan frekuensi pemberian obat sudah sesuai
dengan resep/pesanan.
5) Apakah obat diberikan sesuai dengan identitas pasien
10. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai bila :
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu.
b. Telah kadaluwarsa.
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan.
d. Dicabut jin edarnya.
Tahapan pemusnahan obat terdiri dari :
a. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang akan dimusnahkan.
b. Menyipkan berita acara pemusnahan.
c. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait.
d. Menyiapkan tempat pemusnahan.
56
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk


sediaan serta peraturan yang berlaku.
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan oleh BPOM atau pabrik asal. Rumah sakit harus
mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan prekusor Farmasi:
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
hanya dilakukan dalam hal :
a. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang
berlaku dan. Atau tidak dapat diolah kembali.
b. Telah kadaluwarsa.
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan/ atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
termasuk sisa penggunan.
d. Berhubungan dengan tindak pidana.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi
harus dilakukan dengan :
a. Tidak mencemari lingkungan.
b. Tidak membahayakan kesehatan masyarakat.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Kepala Instalasi Farmasi menyampaikan surat pemberitahuan
dan permohonan saksi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten
Magetan.
b. Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan menetapkan petugas di
lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan
surat permohonan sebagai saksi.
c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan.

57
d. Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi dalam bentuk
obat jadi harus dilakukan pemastian kebenaran secara
organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan.
e. Kepala Instalasi Farmasi yang menjadi penanggung jawab
yang telah melaksanakan pemusnahan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekusor Farmasi harus membuat Berita
Acara Pemusnahan.
f. Berita Acara Pemusnahan harus memuat, diantaranya :
1. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan.
2. Tempat pemusnahan.
3. Nama penanggung jawab pelayanan kefarmasian.
4. Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi , dan saksi
lain badan/sarana tersebut.
5. Nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor
Farmasi yang dimusnahkan..
6. Cara Pemusnahan
7. Tanda tangan Kepala Instalasi Farmasi(penanggung jawab
fasilitas pelayanan kesehatan) dan saksi
g. Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan
tembusannya disampaikan kepada Direktur Jendral dan
Kepala Badan/Kepala Balai.
11. Pengawasan
Untuk menjamin keamanan area penyimpanan maka:
a. Hanya petugas yang berkepentingan yang diperbolehkan
untuk masuk area tersebut
b. Hanya petugas farmasi yang boleh masuk ruang racik obat
c. Hanya petugas gudang dan petugas farmasi yang boleh
masuk ke dalam gudang farmasi
Pengawasan perbekalan farmasi
a. Pengawasan stock obat dilakukan oleh Koordinator tiap Depo
farmasi sebagai penanggung jawab.

58
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

b. Pengawasan dilakukan dengan sampling setiap minggu pada 3


item obat yang fast moving di masing-masing depo farmasi
oleh penanggung jawab.
c. Hasil sampling dilaporkan kepada kepala Instalasi farmasi
setiap bulan bersamaan dengan menyerahkan laporan stock
opname.
12. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan
dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan oleh Instalasi Farmasi dan harus bersama dengan Tim
Farmasi dan Terapi Obat (TFT) di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk :
a. Penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit.
b. Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi.
c. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan,
kadaluarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah :
a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
moving).
b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam
waktu tiga bulan berturut-turut (death stock).
Stock opname yang dilakukan secara periodik dan berkala
13. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan
untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
Kegiatan administrasi terdiri dari :
59
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian,
pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik
yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu
(bulanan, triwulanan, semester atau pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan
peraturan yang berlaku.
Pencatatan dilakukan untuk:

 persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;


 dasar akreditasi Rumah Sakit;
 dasar audit Rumah Sakit; dan
 dokumentasi farmasi.
Pencatatan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk monitoring
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di
lingkungan instalasi farmasi RSUD Dr.Sayidiman Magetan.
Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan
penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang sub standar dan
harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dilakukan dengan
menggunakan manual dan komputerisasi.

Fungsi pencatatan perbekalan farmasi :

- Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan


farmasi (penerimaan, pengeluaran, rusak atau kadaluarsa)
- Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data
mutasi 1 jenis perbekalan farmasi yang berasal dari 1 sumber
anggaran

60
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

- Data kartu stok digunakan untuk menyusun laporan,


perencanaan pengadaan dan pembanding terhadap keadaan
fisik dalam tempat penyimpanannya
Hal-hal yang diperhatikan dalam pencatatan perbekalan farmasi
adalah :

- Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan


perbekalan farmasi bersangkutan
- Pencatatan dilakukan secara rutin tiap hari
- Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan,
pengeluaran, rusak/kadaluarsa) langsung dicatat dalam kartu
stok
- Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada tiap akhir
bulan/stock opname
Informasi yang di dapat adalah :

- Jumlah perbekalan farmasi yang tersedia/sisa stok


- Jumlah perbekalan farmasi yang diterima
- Jumlah perbekalan farmasi yang keluar
- Jumlah perbekalan farmasi yang hilang/rusak/kadaluarsa
- Jangka waktu kekosongan perbekalan farmasi
Manfaat informasi yang didapat adalah :

- Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan


perbekalan farmasi
- Penyusunan laporan
- Perencanaan pengadaan dan distribusi
- Pengendalian persediaan
- Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan
pendistribusian
- Sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS

61
Pelaporan dilakukan sebagai :

 komunikasi antara level manajemen;


 penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai
kegiatan di Instalasi Farmasi; dan
 laporan tahunan.
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan
kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan.
Tujuan pelaporan adalah tersedianya data yang akurat sebagai
bahan evaluasi dan membuat perencanaan, tersedianya informasi
yang akurat dan arsip untuk laporan.

b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mengelola keuangan
maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan.

Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran,


pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi
keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang
berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara
rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan,
semesteran atau tahunan.

c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian
terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu
tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan
penghapusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur
yang berlaku.

62
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

B. PELAYANAN FARMASI KLINIK


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan
Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien
(quality of life) terjamin.

Tujuan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alkes/farmasi


klinik adalah :

 Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi


 Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat
 Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya
yang terkait dalam pelayanan farmasi
 Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka
meningkatkan penggunaan obat secara rasional
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi :

1. Pengkajian dan pelayanan Resep;


2. Dispensing;
3. Penelusuran riwayat penggunaan Obat;
4. Rekonsiliasi Obat;
5. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
6. Konseling;
7. Visite;
8. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
9. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
10. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
11. Dispensing sediaan steril; dan
12. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

63
1. Pengkajian/Skrining Dan Pelayanan Resep
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian Obat (medication error).
Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila
ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter
penulis Resep. Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis
baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi :

 nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;
 nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
 tanggal Resep; dan
 ruangan/unit asal Resep.
Persyaratan farmasetik meliputi :

 nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan;


 dosis dan Jumlah Obat;
 stabilitas; dan
 aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi :

 ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;


 duplikasi pengobatan;
 alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
 kontraindikasi; dan
 interaksi Obat.
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya
medication error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
64
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

- Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama, tanggal


lahir dan nomor rekam medik
- Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi
resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan
resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
- Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
o Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis
(alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu
mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat
dengan indeks terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
o Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-
tanda vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus
mengetahui data laboratorium yang penting, terutama untuk obat-
obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada
penurunan fungsi ginjal).
- Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
- Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-
prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah
disebutkan diatas.
- Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk
memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta
memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan
kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang
menerima permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah
mendapat konfirmasi (Prinsip : write back, read back and confirm)
2. Dispensing
Dispensing merupakan tindakan atau proses yang memastikan
ketepatan order/resep obat, ketepatan seleksi zat aktif yang memadai
dan memastikan bahwa pasien atau perawat mengerti penggunaan dan
pemberian yang tepat. Atau dengan definisi yang lain merupakan
65
kegiatan pelayanan di IFRS yang dimulai dari tahap validasi,
interpretasi, meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat
dengan disertai pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem
dokumentasi yang baik.

Tujuan dilakukan dispensing adalah :

 Mendapatkan dosis yang aman dan tepat


 Menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima
makanan secara oral atau parenteral
 Menyediakan sediaan farmasi sesuai permintaan dokter
 Menurunkan total beaya obat
Prinsip Dispensing

- Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP


- Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali :
pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari
wadah, pada saat mengembalikan obat ke rak.
- Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
- Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket,
aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat,
kesesuaian resep terhadap isi etiket.
Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi farmasi Rumah
sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas
produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta
menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
Dispensing sediaan steril bertujuan :
a. Menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan.
b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk.
c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya, dan
d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.

66
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

Kegiatan dispensing meliputi :


1. Pencampuran Obat Suntik
Melakukan pencampuran Obat steril sesuai kebutuhan pasien
yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas Obat maupun wadah
sesuai dengan dosis yang ditetapkan.
Kegiatan :
a. Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus.
b. Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan
pelarut yang sesuai.
c. Mengemas menjadi sediaan siap pakai.
Faktor yang perlu diperhatikan :
a. Ruang khusus.
b. Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet.
c. HEPA Filter.
2. Penyiapan Nutrisi Parenteral
Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang
dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis seswuai
kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula
standar dan kepatuhan prosedur yang menyertai.
Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus :
a. Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral
untuk kebutuhan perorangan.
b. Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.
Faktor yang perlu diperhatikan :
a. Tim yang terdiri dari dokter, Apoteker, perawat, ahli gizi.
b. Sarana dan peralatan.
c. Ruangan khusus.
d. Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet.
e. Kantong khusus untuk nutrisi parenteral.
3. Penanganan Sediaan Sitostatika
Penanganan sediaan sitostatika merupakan penanganan obat
kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai
kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan
67
pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas
maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi,
dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada
saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada
pasien sampai pembuangan limbahnya.
Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus
sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang
memadai.
Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi :
a. Melakukan perhitungan dosis secara akurat.
b. Melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut yang sesuai.
c. Mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan protokol
pengobatan.
d. Mengemas dalam kemasan tertentu.
e. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku.
Faktor yang perlu diperhatikan :
a. Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai.
b. Lemari pencampuran Biological Safety cabinet.
c. HEPA filter.
d. Alat Pelindung Diri (APD).
e. Sumber daya manusia yang terlatih, dan
f. Cara pemberian Obat kanker.
Dispensing sediaan steril tidak dilakukan Instalasi farmasi Rumah
Sakit dr Sayidiman Magetan
4. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain
yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat
diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan
penggunaan Obat pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat :

68
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

a. Membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam


medik/pencatatan penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan
informasi penggunaan Obat.
b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh
tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika
diperlukan.
c. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD).
d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat.
e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan
Obat.
f. Melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan.
g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang
digunakan.
h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat.
i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat.
j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu
kepatuhan minum Obat (concordance aids).
k. Mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter.
l. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan
alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.

Kegiatan :
a. Penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya.
b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan pen ggunaan Obat pasien.
Informasi yang harus didapatkan :
a. Nama Obat (termasuk Obat non resep), dosis, bentuk sediaan,
frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat.
b. Reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi.
c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang
tersisa).

69
5. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication eror)
seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi
obat. Kesalahan Obat (medication eror) rentan terjadi pada
pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar
ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke
layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan :
- Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan
pasien.
- Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
instruksi dokter.
- Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi
dokter.
Tahap proses rekonsiliasi obat yaitu :
a. Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan
digunakan pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai
diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta
efek samping obat, dicatat tanggal kejadian, obat yang menyebabkan
terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat
keparahan.
Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien,
daftar obat pasien, obat yang ada pada pasien, dan rekam
medik/medication chart. Data obat yang dapat digunakan tidak lebih
dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang
dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah
bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan antar data-data
tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang hilang,
70
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang


didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat
bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan resep
maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu
adanya perbedaan pada saat menuliskan resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi.
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24
jam. Hal lain yang harus dilakukan Apoteker adalah:
1. Menentukan bahwa adanya perbedaaan tersebut disengaja atau
tidak disengaja.
2. Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti.
3. Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya
rekonsiliasi obat.
d. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau
perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker
bertanggung jawab terhadap informasi obat yang diberikan.
6. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien dan
pihak lain di luar Rumah Sakit.
Tujuan PIO :
- Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah
Sakit.
- Menyediakan informasi antuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi.
- Menunjang terapi obat yang rasional.

71
Kegiatan PIO :
- Menjawab pertanyaan.
- Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.
- Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi
sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.
- Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap.
- Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya.
- Melakukan penelitian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalaim PIO :
- Sumber daya manusia
- Tempat
- Perlengkapan
7. Konseling
penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
Secara khusus konseling obat ditujukan untuk :
- Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien.
- Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien.
- Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan
obat dengan penyakitnya.
- Meningkatkan kepatuhan pasien dalam mejalani pengobatan.
- Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat.
- Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan massalahnya dalam
hal terapi.
- Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan.
- Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga
dapat mencapai tujuan pengobatan dan eningkatkan mutu pengobatan
pasien.
Kegiatan dalam konseling obat meliputi :
- Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien

72
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

- Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat


melalui Three Prime Questions.
- Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
- Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat.
- Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman
pasien.
- Dokumentasi.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling obat :
1. Kriteria Pasien
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu
hamil dan menyusui).
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, Epilepsi,
dan lain-lain).
c. Pasien yang menggunakan obat0obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering Down/off).
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
phenytoin).
e. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).
f. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
2. Sarana dan Peralatan
a. Ruangan atau tempat konseling.
b. Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).
8. Visite
Merupakan kegiatan kunjungan pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk
mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan
menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional
kesehatan lainnya.

73
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah
sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program
Rumah Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di
rumah (Home Pharmacy Care).
Sebelum melakukan kegiatan Visite Apoteker harus mempersiapkan
diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan
memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.
9. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional
bagi pasien.
Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan
risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi :
a. Pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons
terapi, Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat.
c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Tahapan PTO :
a. Pengumpulan data pasien.
b. Identifikasi masalah terkait Obat.
c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat.
d. Pemantauan, dan
e. Tindak lanjut.
Faktor yang harus diperhatikan :
a. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti
terkini dan terpercaya (Evidence best Medicine).
b. Kerahasiaan informasi.
c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
10. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang
terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan
74
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek samping Obat adalah reaksi Obat
yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
MESO bertujuan :
a. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama
yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan
yang baru saja ditemukan.
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO.
d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak
dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:
a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki
(ESO).
b. Mengidentifikasi Obat-obatan dan pasienyang mempunyai risiko
tinggi mengalami ESO.
c. Mengevaluasi laporan ESO dengan alogaritme Naranjo.
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Tim
Farmasi dan Terapi.
e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan :
a. Kerjasama dengan Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat.
b. Ketersediaan Formulir Monitoring Efek Samping Obat.

11. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara
kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan EPO :
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat.
b. Membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu.
c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat.
75
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.
Kegiatan praktek EPO :
a. Mengevaluasi penggunaan Obat secara kualitatif.
b. Mengevaluasi penggunaan Obat secara kuantitatif.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
a. Indikator peresepan.
b. Indikator pelayanan.
c. Indikator fasilitas.
12. Pemantauan kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi
hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu aras permintaan dari dokter
yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari
Apoteker kepada dokter.
PKOD bertujuan :
a. Mengetahui Kadar Obat dalam darah.
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.
Kegiatan PKOD meliputi :
a. Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
b. Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
c. Menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) dan
memberikan rekomendasi.
C. Manajemen Risiko Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai.
Manajemen risiko merupakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian yang
dilakukan untuk identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko terjadinya
kecelakaan pada pasien, tenaga kesehatan dan keluarga pasien, serta
risiko kehilangan dalam suatu organisasi.
Manajemen risiko pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis pakai dilakukan melalui beberapa langkah yaitu :
1. Menentukan konteks manajemen risiko pada proses pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
76
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

2. Mengidentifikasi Risiko
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain :
a. Ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai selama periode
tertentu.
b. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai tidak melalui jalur resmi.
c. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang belum/tidak teregistrasi.
d. Keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
e. Kesalahan pemesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai seperti spesifikasi (merek, dosis,
bentuk sediaan) dan kuantitas.
f. Ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak terhadap
pemenuhan/ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
g. Ketidaktepatan penyimpanan yang berpotensi terjadinya
kerusakan dan kesalahan dalam pemberian.
h. Kehilangan fisik yang tidak mampu telusur.
i. Pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap.
j. Kesalahan dalam pendistribusian.
3. Menganalisa Risiko
Analisa Risiko dapat dilakukan kualitatif, semi kuantitatif, dan
kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan memberikan
deskripsi dari risiko yang terjadi. Pendekatan kuantitatif memberikan
paparan secara statistik berdasarkan data sesungguhnya.
4. Mengevaluasi Risiko
Membandingkan risiko yang telah dianalisis dengan kebijakan
pimpinan Rumah sakit (contoh peraturan perundang-undangan,
Standar Operasional Prosedur, Surat Keputusan Direktur) serta
menentukan prioritas masalah yang harus segera diatasi. Evaluasi
77
dapat dilakukan dengan pengukuran berdasarkan target yang telah
disepakati.
5. Mengatasi Risiko
Mengatasi risiko dilakukan dengan cara :
a. Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit.
b. Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko.
c. Menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis).
d. Menganalisa risiko yang mungkin masih ada.
e. Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari
risiko, mengurangi risiko, memindahkan risiko, menaham risiko,
dan mengendalikan risiko.
D. Kegiatan Yang Tidak Dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
dr Sayidiman Magetan
1. Pengelolaan obat kemoterapi (sitostika)
2. Produksi
3. Pengelolaan obat sampel
4. Pengelolaan radioaktif
5. Dispensing sediaan steril
6. Total Nutrisi Parenteral

78
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

BAB V

LOGISTIK

Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan


sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin
kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian
yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya,
kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

Komponen yang harus diperhatikan antara lain:

a) Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi
label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan
dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus;
b) elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting;
c) elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hati-hati; dan
d) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara
benar dan diinspeksi secara periodik.

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus
disimpan terpisah yaitu:

a. bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi
tanda khusus bahan berbahaya

79
b. gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan
untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan
tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya.
Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup
demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan da jenis sediaan farmasi, alkes dan BMHP dan disusun secara
alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan sediaan
farmasi, alkes dan BMHP yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA,
Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi
penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.

Ada beberapa jenis obat yang karena risikonya tinggi (obat-obatan


radioaktif), lingkungan yang tidak biasa (dibawa oleh pasien), kemungkinan
untuk penyalahgunaan (abuse,misuse), misal obat sample dan obat emergency
atau sifat yang khusus (produk nutrisi), perlu didukung oleh kebijakan sebagai
pedoman untuk penyimpanan dan pengendalian dalam penggunaannya.
Kebijakan mengatur proses penerimaan, identifikasi pengobatan/medication
dan bila perlu, cara penyimpanan dan setiap distribusi.

Obat-obatan emergensi tersedia, dimonitor dan aman bilamana disimpan


di luar farmasi. Bila terjadi kegawatdaruratan pasien, akses cepat terhadap obat
emergensi yang tepat adalah sangat penting/ kritis. Setiap rumah sakit
merencanakan lokasi obat emergensi dan obat yang harus disuplai ke lokasi
tersebut. Contoh, bahan untuk pemulihan anestesi berada di kamar operasi.
Lemari, meja troli, tas atau kotak/box emergensi dapat digunakan untuk
keperluan ini.

Untuk memastikan akses ke obat emergensi bilamana diperlukan, rumah


sakt menyusun suatu prosedur untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian
atau kehilangan terhadap obat dimaksud. Prosedur ini memastikan bahwa obat
diganti bilamana digunakan, rusak atau kadaluwarsa. Jadi rumah sakit

80
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

memahami keseimbangan antara akses kesiapan dan keamanan dari tempat


penyimpanan obat emergensi.

Rumah sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan obat


emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah
diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.

Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin :

 jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah
ditetapkan;
 tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
 bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
 dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
 dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain
Rumah sakit mempunyai proses untuk mengidentifikasi, menarik kembali
(recall) dan mengembalikan atau memusnahkan dengan cara yang aman dan
benar obat-obatan yang ditarik kembali oleh pabrik atau supplier. Ada kebijakan
atau prosedur yang mengatur setiap penggunaan atau pemusnahan dari obat
yang diketahui kadaluwarsa atau ketinggalan jaman (outdated).

Obat bisa disimpan dalam tempat penyimpanan, di dalam pelayanan


farmasi atau kefarmasian, atau di unit asuhan pasien pada unit-unit farmasi
atau di nurse station dalam unit klinis. Berikut ini adalah mekanisme
pengawasan bagi semua lokasi dimana obat disimpan dengan jelas :

7. Obat disimpan dalam kondisi yang sesuai untuk stabilitas produk;


8. Bahan yang terkontrol (controlled substances) dilaporkan secara
akurat sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku
9. Obat-obatan dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan
obat diberi label secara akurat menyebutkan isi, tanggal kadaluwarsa
dan peringatan;
10. Elektrolit pekat konsentrat tidak disimpan di unit asuhan kecuali
merupakan kebutuhan klinis yang penting dan bila disimpan dalam

81
unit asuhan dilengkapi dengan pengaman untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hati-hati
11. Seluruh tempat penyimpanan obat diinspeksi secara periodik sesuai
kebijakan rumah sakit untuk memastikan obat disimpan secara benar
12. Kebijakan rumah sakit menjabarkan cara identifikasi dan penyimpanan
obat

82
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem yang
membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Maksud dari sasaran Keselamatan Pasien adalah
mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien ini menyoroti
bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan
memberikan bukti serta solusi dari konsensus para ahli atas permasalahan
ini. Dalam pelayanan farmasi sasaran keselamatan pasien adalah
keamanan obat yang perlu diwaspadai.

B. Tujuan
Tujuan “Patient Safety” adalah
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat.
3. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Rumah Sakit dalam
penggunaan obat.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dalam pemakaian
obat.

C. Tata Laksana Keselamatan


Pelaksaanaan “Patient Safety” meliputi :
1. Membuat daftar obat-obatan baik yang aman maupun yang harus
diwaspadai.
2. Memberi label yang jelas pada obat-obat yang harus diwaspadai.

83
3. Membatasi akses masuk dan hanya orang tertentu yang boleh
masuk ke dalam tempat penyimpanan obat yang perlu diwaspadai
untuk mencegah pembelian tidak sengaja/kurang hati-hati.
4. Obat/konsentrat tinggi tidak boleh diletakkan di dalam ruang
pelayanan.
5. Tempat pelayanan obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya
mirip tidak diletakkan di dalam 1 rak/disandingkan.
Tanggung jawab
- Tanggung jawab tahapan proses diatas dipegang oleh kepala
Instalasi farmasi setiap unit yang terkait.
- Apabila yang tersebut diatas tidak ada maka tanggung jawab
dialihkan ke kepala masing-masing instalasi atau staf pengganti
yang telah ditunjuk.

D. Keselamatan Pasien Dalam Pelayanan Kefarmasian


Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah yang perlu
difahami dan disepakati bersama. Istilah-istilah tersebut diantaranya
adalah:

 Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)


 Kejadian Nyaris Cedera/KNC (Near Miss)
 Kejadan Sentinel
 Adverse Drug Event
 Adverse Drug Reaction
 Medication Error
 Efek samping obat
Menurut Nebeker JR dkk. dalam tulisannya Clarifying Adverse Drug
Events: A Clinician’s Guide to terminology, Documentation, and Reporting,
serta dari Glossary AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality)
dapat disimpulkan definisi beberapa istilah yang berhubungan dengan
cedera akibat obat sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 1.

84
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

Tabel 3 . Ringkasan definisi yang berhubungan dengan cedera akibat obat

Istilah Definisi Contoh

Terjadi cedera

Kejadian cedera pada pasien Iritasi pada kulit karena


selama proses
terapi/penatalaksanaan medis. penggunaan perban.

Kejadian yang tidak Penatalaksanaan medis Jatuh dari tempat tidur.


diharapkan mencakup seluruh aspek
pelayanan, termasuk diagnosa,
(Adverse Event)
terapi, kegagalan diagnosa/terapi,
sistem, peralatan untuk
pelayanan. Adverse event dapat
dicegah atau tidak dapat dicegah.

Reaksi obat yang Kejadian cedera pada pasien Steven-Johnson


tidak diharapkan selama proses terapi akibat Syndrom : Sulfa, Obat
(Adverse Drug penggunaan obat. epilepsi dll
Reaction)

Kejadian tentang Respons yang tidak diharapkan  Shok anafilaksis


obat yang tidak terhadap terapi obat dan pada penggunaan
diharapkan mengganggu atau menimbulkan antbiotik
golonganpenisilin
cedera pada penggunaan obat
(Adverse Drug  Mengantuk pada
dosis normal. Reaksi Obat Yang penggunaan CTM
Event) Tidak Diharapkan (ROTD) ada
yang berkaitan dengan efek
farmakologi/mekanisme kerja
(efek samping) ada yang tidak
berkaitan dengan efek
farmakologi (reaksi
hipersensitivitas).

Efek obat yang tidak Respons yang tidak diharapkan  Shok anafilaksis
diharapkan terhadap terapi obat dan pada penggunaan
mengganggu atau menimbulkan antbiotik golongan
(Adverse drug penisilin.
cedera pada penggunaan obat
 Mengantuk pada
dosis lazim. Sama dengan ROTD penggunaan CTM
effect)
tapi dilihat dari sudut pandang
obat. ROTD dilihat dari sudut
pandang pasien.

Cedera dapat
terjadi / tidak terjadi

Medication Error Kejadian yang dapat dicegah Peresepan obat yang


akibat penggunaan obat, yang tidak rasional.
menyebabkan cedera.
Kesalahan perhitungan

85
dosis pada peracikan.

Ketidakpatuhan pasien
sehingga terjadi dosis
berlebih.

Efek Samping Efek yang dapat diprediksi, sebaiknya istilah ini


tergantung pada dosis, yang
bukan efek tujuan obat. Efek dihindarkan)
samping dapat dikehendaki, tidak
dikehendaki, atau tidak ada
kaitannya.

Apoteker harus mampu mengenali istilah-istilah di atas beserta


contohnya sehingga dapat membedakan dan mengidentifikasi kejadian-
kejadian yang berkaitan dengan cedera akibat penggunaan obat dalam
melaksanakan program Keselamatan pasien. Berdasarkan laporan IOM
(Institute of Medicine) tentang adverse event yang dialami pasien,
disebutkan bahwa insiden berhubungan dengan pengobatan menempati
urutan utama. Disimak dari aspek biaya, kejadian 459 adverse drug event
dari 14732 bernilai sebesar $348 juta, senilai $159 juta yang dapat
dicegah (265 dari 459 kejadian). Sebagian besar tidak menimbulkan
cedera namun tetap menimbulkan konsekuensi biaya.

Atas kejadian tersebut, IOM merekomendasikan untuk :

a. Menetapkan suatu fokus nasional terhadap isu tersebut


b. Mengembangkan suatu sistem pelaporan kesalahan secara nasional
c. Meningkatkan standar organisasi
d. Menciptakan sistem keselamatan dalam organisasi kesehatan.
Penelitian terbaru (Allin Hospital) menunjukkan 2% dari pasien masuk
rumah sakit mengalami adverse drug event yang berdampak
meningkatnya Length Of Stay (LOS) 4.6 hari dan meningkatkan biaya
kesehatan $ 4.7000 dari setiap pasien yang masuk rumah sakit. Temuan
ini merubah tujuan pelayanan farmasi rumah sakit tersebut : a fail-safe
system that is free of errors. Studi yang dilakukan Bagian Farmakologi
Universitas Gajah Mada (UGM) antara 2001-2003 menunjukkan bahwa
medication error terjadi pada 97% pasien Intensive Care Unit (ICU) antara
86
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

lain dalam bentuk dosis berlebihan atau kurang, frekuensi pemberian


keliru dan cara pemberian yang tidak tepat.

Lingkup perpindahan/perjalanan obat (meliputi obat, alat kesehatan,


obat untuk diagnostik, gas medis, anastesi) : obat dibawa pasien di
komunitas, di rumah sakit, pindah antar ruang, antar rumah sakit, rujukan,
pulang, apotek, praktek dokter.

Multidisiplin problem, dipetakan dalam proses penggunaan obat :


pasien/care giver, dokter, apoteker, perawat, tenaga asisten apoteker,
mahasiswa, teknik, administrasi, pabrik obat. Kejadian medication error
dimungkinkan tidak mudah untuk dikenali, diperlukan kompetensi dan
pengalaman, kerjasama-tahap proses.

Tujuan utama farmakoterapi adalah mencapai kepastian keluaran


klinik sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien dan meminimalkan
risiko baik yang tampak maupun yang potensial meliputi obat (bebas
maupun dengan resep), alat kesehatan pendukung proses pengobatan
(drug administration devices). Timbulnya kejadian yang tidak sesuai
dengan tujuan (incidence/hazard) dikatakan sebagai drug mis-
adventuring, terdiri dari medication errors dan adverse drug reaction.

Ada beberapa pengelompokan dalam medication error sesuai


dengan dampak dan proses (tabel 2 dan 3). Konsistensi pengelompokan
ini penting sebagai dasara analisa dan intervensi yang tepat.

Tabel 4. Indeks medication errors untuk kategorisasi errors (berdasarkan


dampak)

Errors Kategor Hasil


i
No error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan
Error, no harm B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien

C Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum/digunakan


pasien tetapi tidak membahayakan pasien
D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat harus
dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien
Error, harm E Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut
diperlukan dan kesalahan ini memberikan efek yang buruk
yang sifatnya sementara
87
F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus dirawat
lebih lama di rumah sakit serta memberikan efek buruk
yang sifatnya sementara
G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk yang
bersifat permanen
H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa pasien,
contoh syok anafilaktik
Error, death I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia

Tabel 5. Jenis-jenis medication errors (berdasarkan alur proses pengobatan)

Tipe medicatipon errors Keterangan

Unauthorized drug Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien padahal


diresepkan oleh bukan dokter yang berwenang
Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai dengan
yang dimaskud dalam resep
Wrong dose preparation Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang tidak
method sesuai

Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara pemberian
yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di dalam
resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang keliru
yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan,
mengabaikan penolakan pasien atau keputusan klinik yang
mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang
bersangkutan
Extra dose Memberikan duplikasi obat pada waktu yang berbeda
Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah diberikan
secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak
berkompeten
Wrong administration Menggunakan cara pemberian yang keliru termasuk
technique misalnya menyiapkan obat dengan teknik yang tidak
dibenarkan (misalkan obat im diberikan iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian atau
diluar jadwal yang ditetapkan

JCAHO (2007) menetapkan tentang keamanan terhadap titik kritis


dalam proses manajemen obat : sistem seleksi (selection), sistem
penyimpanan sampai distribusi (storage, distribution), sistem permintaan
obat, interpretasi dan verifikasi (ordering and transcribing), sistem
penyiapan, labelisasi/etiket, peracikan, dokumentasi, penyerahan ke
pasien disertai kecukupan informasi (preparing dan dispensing), teknik
penggunaan obat pasien (administration), pemantauan efektifitas
penggunaan (monitoring). Di dalamnya termasuk sistem kerjasama
88
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

dengan tenaga kesehatan, terkait baik kompetensi maupun


kewenangannya, sistem pelaporan masalah obat dengan upaya
perbaikan, informasi obat yang selalu tersedia, keberadaan apoteker
dalam pelayanan, adanya prosedur khusus obat dan alat yang
memerlukan perhatian khusus karena dampak yang membahayakan.

WHO dalam developing pharmacy practice-a focus on patient care


membedakan tentang praktek farmasi (berhubungan dengan pasien
langsung) dan pelayanan farmasi (berhubungan dengan kualitas obat dan
sistem proses pelayanan farmasi)

 Praktek pekerjaan kefarmasian meliputi obat-obatan, pengadaan


produk farmasi dan pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh
apoteker dalam sistem pelayanan kesehatan.
 Pelayanan kefarmasian meliputi semua pelayanan yang diberikan oleh
tenaga farmasi dalam mendukung pelayanan kefarmasian. Di luar
suplai obat-obatan, jasa kefarmasian meliputi informasi, pendidikan
dan komunikasi untuk mempromosikan kesehatan masyarakat,
pemberian informasi obat dan konseling, pendidikan dan pelatihan
staf.
 Pekerjaan kefarmasian meliputi penyediaan obat dan pelayanan lain
untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan manfaat yang
terbaik.
Klasifikasi aktivitas apoteker (American Pharmacists
Association/APha)

a) Memastikan terapi dan hasil yang sesuai


 Memastikan farmakoterapi yang sesuai
 Memastikan kepahaman atau kepatuhan pasien terhadap
rencana pengobatannya
 Monitoring dan pelaporan hasil
b) Dispensing obat dan alat kesehatan

 Memproses resep atau pesanan obat


 Menyiapkan produk farmasi
89
 Mengantarkan obat atau alat kesehatan
c) Promosi kesehatan dan penanggulangan penyakit

 Pengantaran jasa penanggulangan klinis


 Pengawasan dan pelaporan issue kesehatan masyarakat
 Promosi penggunaan obat yang aman dalam masyarakat
d) Manajemen sistem kesehatan

 Pengelolaan praktek
 Pengelolaan pengobatan dalam sistem kesehatan
 Pengelolaan penggunaan obat dalam sistem kesehatan
 Partisipasi dalam aktivitas penelitian
 Kerjasama antardisiplin
Pada tahun 1998, FIP menerbitkan suatu statemen tentang
Standard profesional mengenai kesalahan pengobatan yang
berhubungan dengan peresepan obat dengan tujuan mendefinisikan
istilah "kesalahan pengobatan" dan untuk menyarankan suatu tatanama
standard untuk mengkategorikan hal-hal seperti kesalahan dan disain
sistemnya untuk meningkatkan keselamatan dalam pabrikasi,
pemesanan, pelabelan, penyiapan, administrasi dan penggunaan obat.

Dalam, relasi antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker


sebagi penyedia obat (pelayanan tradisional farmasi), dokter dipercaya
terhadap hasil dari farmakoterapi. Dengan berubahnya situasi secara
cepat di system kesehatan, praktek asuhan kefarmasian diasumsikan
apoteker bertanggung jawab terhadap pasien dan masyarakat tidak
hanya menerima asumsi tersebut. Dengan demikian apoteker
bertanggung jawab langsung pada pasien tentang biaya, kualitas, hasil
pelayanan kefarmasian.

Dalam aplikasi praktek pelayanan kefarmasian untuk keselamatan


pasien terutama medication error adalah : menurunkan risiko dan promosi
penggunaan obat yang aman.

90
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

Berbagai metode pendekatan organisasi sebagai upaya


menurunkan medication error yang jika dipaparkan menurut urutan
dampak efektifitas terbesar adalah :

a. Mendorong fungsi dan pembatasan (forcing function & constraints)


suatu upaya mendesain sistem yang mendorong seseorang
melakukan hal yang baik, contoh : sediaan potasium klorida siap
pakai dalam konsentrasi 10% NaCl 0.9%, karena sediaan di pasar
dalam konsentrasi 20% (>10%) yang mengakibatkan fatal (henti
jantung dan nekrosis pada tempat injeksi)
b. Otomasi dan komputer (Computerized Prescribing Order Entry) :
membuat statis /robotisasi pekerjaan berulang yang sudah pasti
dengan dukungan teknologi, contoh : komputerisasi proses penulisan
resep oleh dokter diikuti dengan ”/tanda peringatan” jika di luar
standar (ada penanda otomatis ketika digoxin ditulis 0.5g)
c. Standard dan protokol, standarisasi prosedur : menetapkan standar
berdasarkan bukti ilmiah dan standarisasi prosedur (menetapkan
standar pelaporan insiden dengan prosedur baku). Kontribusi
apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi serta pemenuhan
sertifikasi/akreditasi pelayanan memegang peranan penting.
d. Sistem daftar tilik dan cek ulang : alat kontrol berupa daftar tilik dan
penetapan cek ulang setiap langkah kritis dalam pelayanan. Untuk
mendukung efektifitas sistem ini diperlukan pemetaan analisis titik
kritis dalam sistem.
e. Peraturan dan Kebijakan : untuk mendukung keamanan proses
manajemen obat pasien. contoh : semua resep rawat inap harus
melalui supervisi apoteker
f. Pendidikan dan Informasi : penyediaan informasi setiap saat tentang
obat, pengobatan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang
prosedur untuk meningkatkan kompetensi dan mendukung kesulitan
pengambilan keputusan saat memerlukan informasi

91
g. Lebih hati-hati dan waspada : membangun lingkungan kondusif untuk
mencegah kesalahan, contoh : baca sekali lagi nama pasien sebelum
menyerahkan.

E. PERAN APOTEKER DALAM MEWUJUDKAN KESELAMATAN PASIEN


Penggunaan obat rasional merupakan hal utama dari pelayanan
kefarmasian. Dalam mewujudkan pengobatan rasional, keselamatan
pasien menjadi masalah yang perlu di perhatikan. Dari data-data yang
termuat dalam bab terdahulu disebutkan sejumlah pasien mengalami
cedera atau mengalami insiden pada saat memperoleh layanan
kesehatan, khususnya terkait penggunaan obat yang dikenal dengan
medication error. Di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya,
kejadian medication error dapat dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi
klinik dari apoteker yang sudah terlatih.
Saat ini di negara-negara maju sudah ada apoteker dengan
spesialisasi khusus menangani medication safety. Peran Apoteker
Keselamatan Pengobatan (Medication Safety Pharmacist) meliputi :
1) Mengelola laporan medication error
 Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk
 Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi
2) Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin
medication safety
 Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan
medication error
 Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
 Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan
insiden yang sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis
3) Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek
pengobatan yang aman
 Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan
medication safety dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada
4) Berpartisipasi dalam komite yang berhubungan dengan medication
safety
92
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

 Komite Keselamatan Pasien RS


 Dan komite terkait lainnya
5) Terlibat dalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan
obat
6) Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan
Pasien yang ada
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua
aspek yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi
pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan
distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan
IT). Sedangkan aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau
bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian
informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi. Kegiatan farmasi klinik
sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima pengobatan
dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan
perlu didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik
terbukti memiliki konstribusi besar dalam menurunkan insiden/kesalahan.
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :
1) Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat
diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan
obat-obat sesuai formularium.
2) Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif dan
sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor
resmi.
3) Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk
menurunkan kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat :
 Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike,
sound-alike medication names) secara terpisah dengan
penandaan LASA

93
 Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di
tempat khusus dengan penandaan. Misalnya :
- menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin,
warfarin, insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular
blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik.
- kelompok obat antidiabetes jangan disimpan tercampur dengan
obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
 Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4) Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya
medication error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
 Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama
dan tanggal lahir/nomor rekam medik/ nomor resep,
 Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan
interpretasi resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan
atau ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter penulis
resep.
 Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting
dalam pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
- Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data
klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya,
Apoteker perlu mengetahui tinggi dan berat badan pasien
yang menerima obat-obat dengan indeks terapi sempit untuk
keperluan perhitungan dosis.
- Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium,
tanda-tanda vital dan parameter lainnya). Contohnya,
Apoteker harus mengetahui data laboratorium yang penting,
terutama untuk obat-obat yang memerlukan penyesuaian
dosis dosis (seperti pada penurunan fungsi ginjal).
 Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
 Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan
dengan penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem
94
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

komputerisasi (e-prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien


seperti sudah disebutkan diatas.
 Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam
keadaan emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang
untuk memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja
nama obat serta memastikan dosisnya. Informasi obat yang
penting harus diberikan kepada petugas yang
meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima
permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah
mendapat konfirmasi.
5) Dispensing
 Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SPO.
 Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga
kali : pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil
obat dari wadah, pada saat mengembalikan obat ke rak.
 Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda (assembly line
process)
 Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket,
aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat,
kesesuaian resep terhadap isi etiket.
6) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-
hal yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang
harus diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :
 Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan
bagaimana menggunakan obat dengan benar, harapan setelah
menggunakan obat, lama pengobatan, kapan kembali ke dokter
 Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat
dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
 Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction –
ADR) yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus

95
mendapat edukasi mengenai bagaimana cara mengatasi
kemungkinan terjadinya ADR tersebut
 Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk
mengenali obat yang sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika
melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai
kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang
terlewatkan pada proses sebelumnya.
7) Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh
pasien rawat inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan
lainnya, bekerja sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang
perlu diperhatikan adalah prinsip 5 (Lima) Benar :
 Benar pasien
 Benar obat
 Benar dosis
 Benar waktu pemberian
 Benar cara pemberian
8) Monitoring dan Evaluasi
Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk
mengetahui efek terapi, mewaspadai efek samping obat,
memastikan kepatuhan pasien. Hasil monitoring dan evaluasi
didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan
dan mencegah pengulangan kesalahan.
Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus
terlibat didalam program keselamatan pasien khususnya medication
safety dan harus secara terus menerus mengidentifikasi masalah
dan mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan
keselamatan pasien.
Faktor-faktor lain yang berkonstribusi pada medication error antara
lain :
a) Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi)
Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan sumber utama
terjadinya kesalahan. Institusi pelayanan kesehatan harus
96
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

menghilangkan hambatan komunikasi antar petugas kesehatan


dan membuat SOP bagaimana resep/permintaan obat dan
informasi obat lainnya dikomunikasikan.
Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan petugas
kesehatan lainnya perlu dilakukan dengan jelas untuk
menghindari penafsiran ganda atau ketidak lengkapan
informasi dengan berbicara perlahan dan jelas. Perlu dibuat
daftar singkatan dan penulisan dosis yang berisiko
menimbulkan kesalahan untuk diwaspadai
b) Kondisi lingkungan
Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi
lingkungan, area dispensing harus didesain dengan tepat dan
sesuai dengan alur kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan
pencahayaan yang cukup dan temperatur yang nyaman. Selain
itu area kerja harus bersih dan teratur untuk mencegah
terjadinya kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu disiapkan
dalam nampan terpisah.
 Gangguan/interupsi pada saat bekerja
Gangguan/interupsi harus seminimum mungkin dengan
mengurangi interupsi baik langsung maupun melalui telepon.
 Beban kerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk
mengurangi stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat
menurunkan kesalahan.
 Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat
dalam menurunkan insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat
memainkan peran penting ketika dilibatkan dalam sistem
menurunkan insiden/kesalahan.
Apoteker di rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lainnya
dapat menerapkan 7 (Tujuh) Langkah Menuju Keselamatan Pasien Pada
Pelayanan Kefarmasian yang mengacu pada buku Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) (diterbitkan oleh
Depkes tahun 2006) :
97
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil
- Adanya kebijakan Instalasi Farmasi RS/Sarana Pelayanan
Kesehatan lainnya tentang Keselamatan Pasien yang meliputi
kejadian yang tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera
(KNC), Kejadian Sentinel, dan langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh apoteker dan tenaga farmasi, pasien dan keluarga
jika terjadi insiden.
- Buat, sosialisasikan dan penerapan SOP sebagai tindak lanjut
setiap kebijakan
- Buat buku catatan tentang KTD, KNC dan Kejadian Sentinel
kemudian laporkan ke atasan langsung
2. Pimpin dan Dukung Staf Anda
Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan
pasien di tempat pelayanan (instalasi farmasi/apotek)
- Adanya suatu tim di Instalasi Farmasi/Apotek yang bertanggung
jawab terhadap keselamatan pasien (sesuai dengan kondisi)
- Tunjuk staf Instalasi Farmasi/Apotek yang bisa menjadi
penggerak dan mampu mensosialisasikan program (leader)
- Adakan pelatihan untuk staf dan pastikan pelatihan ini diikuti oleh
seluruh staf dan tempatkan staf sesuai kompetensi. Staf farmasi
harus mendapat edukasi tentang kebijakan dan SOP yang
berkaitan dengan proses dispensing yang akurat, mengenai nama
dan bentuk obat-obat yang membingungkan, obat-obat
formularium/non formularium, obat-obat yang ditanggung
asuransi/non-asuransi, obat-obat baru dan obat-obat yang
memerlukan perhatian khusus. Disamping itu petugas farmasi
harus mewaspadai dan mencegah medication error yang dapat
terjadi.
- Tumbuhkan budaya tidak menyalahkan (no blaming culture) agar
staf berani melaporkan setiap insiden yang terjadi
3. Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko

98
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko serta lakukan


identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah
- Buat kajian setiap adanya laporan KTD, KNC dan Kejadian
Sentinel
- Buat solusi dari insiden tersebut supaya tidak berulang dengan
mengevaluasi SOP yang ada atau mengembangkan SOP jika
perlu
4. Kembangkan Sistem Pelaporan
- Pastikan semua staf Instalasi Farmasi/Apotek dengan mudah
dapat melaporkan insiden kepada atasan langsung tanpa rasa
takut
- Beri penghargaan pada staf yang melaporkan
5. Libatkan dan Komunikasi Dengan Pasien
Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
- Pastikan setiap penyerahan obat diikuti dengan pemberian
Informasi yang jelas dan tepat
- Dorong pasien untuk berani bertanya dan mendiskusikan dengan
apoteker tentang obat yang diterima
- Lakukan komunikasi kepada pasien dan keluarga bila ada insiden
serta berikan solusi tentang insiden yang dilaporkan
6. Belajar dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien
Dorong staf untuk melakukan analisis penyebab masalah
- Lakukan kajian insiden dan sampaikan kepada staf lainnya untuk
menghindari berulangnya insiden
7. Cegah KTD, KNC dan Kejadian Sentinel dengan cara :
- Gunakan informasi dengan benar dan jelas yang diperoleh dari
sistempelaporan, asesmen risiko, kajian insiden dan audit serta
analisis untuk menentukan solusi
- Buat solusi yang mencakup penjabaran ulang sistem (re-design
system), penyesuaian SOP yang menjamin keselamatan pasien
- Sosialisasikan solusi kepada seluruh staf Instalasi Farmasi/Apotek

F. TATA LAKSANA KESELAMATAN PASIEN


99
1. Pelaporan Insiden Dan Prosedur Pelaporan Insiden
Di Indonesia data tentang Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian
Nyaris Cedera (KNC) dan Kejadian Sentinel masih sangat langka. Setiap
kegiatanpelayanan kefarmasian baik di rumah sakit maupun di komunitas
diharapkan melakukan pencatatan dan pelaporan semua kejadian terkait
dengan keselamatan pasien meliputi KTD, KNC, dan Kejadian Sentinel.
Pelaporan di rumah sakit dilakukan sesuai dengan Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) dan Pedoman
Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang dikeluarkan oleh
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit - Persatuan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (PERSI). Kejadian terkait dengan keselamatan pasien
dalam pelayanan farmasi komunitas di Indonesia belum mempunyai
panduan pelaporan, sehingga kegiatan yang dilakukan adalah pencatatan
untuk monitoring dan evaluasi. Tujuan dilakukan pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien adalah untuk menurunkan Insiden Keselamatan
Pasien yang terkait dengan KTD, KNC dan Kejadian Sentinel serta
meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
Sistem pelaporan mengharuskan semua orang dalam organisasi
untuk peduli terhadap bahaya/potensi bahaya yang dapat terjadi pada
pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya
pencegahan terjadinya kesalahan sehingga diharapkan dapat mendorong
dilakukannya investigasi lebih lanjut. Pelaporan akan menjadi awal proses
pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
Setiap kejadian dilaporkan kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
menggunakan formulir yang sudah disediakan di rumah sakit untuk
diinvestigasi.
Prosedur pelaporan insiden, sebagai berikut :
- Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi,
potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi.
- Laporan insiden dapat dibuat oleh siapa saja atau staf farmasi yang
pertama kali menemukan kejadian atau terlibat dalam kejadian.
- Pelaporan dilakukan dengan mengisi “Formulir Laporan Insiden”
yang bersifat rahasia
100
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

2. Alur Pelaporan Insiden Ke Tim Keselamatan Pasien (KP) Di RS


(Internal)
a) Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/Kejadian Sentinel) terkait
dengan pelayanan kefarmasian, wajib segera ditindaklanjuti
(dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak/ akibat yang tidak
diharapkan.
b) Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan
mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada
Apoteker penanggung jawab, jangan menunda laporan (paling lambat
2 x 24 jam)
c) Laporan segera diserahkan kepada Apoteker penanggung jawab
d) Apoteker penanggung jawab memeriksa laporan dan melakukan
grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan.
e) Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisis yang
akan dilakukan :
- Grade biru : Investigasi sederhana oleh Apoteker penanggung
jawab, waktu maksimal 1 minggu
- Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Apoteker penanggung
jawab, waktu maksimal 2 minggu
- Grade kuning : Investigasi komprehensif/Root Cause Analysis
(RCA) oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
- Grade merah : Investigasi komprehensif/Root Cause Analysis
(RCA) oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
f) Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil
investigasi dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS.
g) Tim KP di RS akan menganalis kembali hasil investigasi dan Laporan
insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan
Root Cause Analysis (RCA) dengan melakukan Regrading Untuk
Grade kuning/merah, Tim KP di RS akan melakukan Root Cause
Analysis (RCA)
h) Setelah melakukan Root Cause Analysis (RCA), Tim KP di RS akan
membuat laporan dan Rekomendasi untuk perbaikan serta

101
“pembelajaran” berupa : Petunjuk/Safety alert untuk mencegah
kejadian yang sama terulang lagi
i) Hasil Root Cause Analysis (RCA), rekomendasi dan rencana kerja
dilaporkan kepada Direksi
j) Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan umpan
balik kepada instalasi farmasi.
k) Apoteker penanggung jawab akan membuat analisis dan tren kejadian
di satuan kerjanya
l) Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.
3. Analisa Matriks Grading Risiko
Penilaian matriks risiko bertujuan untuk menentukan derajat risiko
suatu insiden berdasarkan dampak dan probabilitasnya.
a. Dampak
Penilaian dampak adalah seberapa berat akibat yang dialami
pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal, seperti
tabel berikut.

Tabel 6. Penilaian Dampak Klinis/Konsekuensi/Severity

Tingkat
Deskripsi Dampak
resiko
1 Tidak signifikan Tidak ada cedera

2 Minor  Cedera ringan mis. Luka lecet


 Dapat diatasi dengan pertolongan pertama
 Cedera sedang mis. Luka robek
 Berkurangnya fungsi motorik/sensorik/ psikologis
3 Moderat atau intelektual (reversibel), tak berhubungan
dengan penyakit
 Setiap kasus yang memperpanjang waktu perawatan
 Cedera luas/berat mis. cacat, lumpuh
4 Mayor  Kehilangan fungsi motorik / sensorik/ psikologis atau
intelektual (irreversibel), tidak berhubungan dengan
penyakit
5 Katastropik Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan
102
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

penyakit

(Sumber : Pedoman Pelaporan IKP PERSI)

i. Probabilitas
Penilaian tingkat probabilitas adalah seberapa seringnya insiden
tersebut terjadi, seperti tabel berikut.

Tabel 7. Penilaian Probabilitas/Frekuensi

Tingkat
Deskripsi
Resiko
1 Sangat jarang / Rare (>5 thn/kali)

2 Jarang / Unlikely (2-5 thn/kali)

3 Mungkin / Possible (1-2 thn/kali)

4 Sering / Likely (beberapa kali/thn)

5 Sangat sering / Almost certain (tiap minggu/bulan)

(Sumber : Pedoman Pelaporan IKP PERSI)

Setelah nilai dampak dan probabilitas diketahui, masukkan dalam


Tabel Matriks Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan
mencari warna brands risiko.

3.1. Skor Risiko


Untuk menentukan skor risiko, digunakan matriks grading risiko
seperti tabel berikut.

 Tetapkan frekuensi pada kolom kiri


 Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan
 Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara
frekuensi dan dampak
Tabel 8. Matriks Grading Risiko

Tidak
Minor Moderat Mayor Katastropik
Probabilitas signifikan
2 3 4 5
1

Sangat sering Moderat Moderat Tinggi Ekstrem Ekstrem

103
terjadi

(tiap
minggu/bulan)

Sering terjadi

(beberapa
Moderat Moderat Tinggi Ekstrem Ekstrem
kali/thn)

Mungkin terjadi

(1-2 thn/kali) Rendah Moderat Tinggi Ekstrem Ekstrem

Jarang terjadi

(2-5 thn/kali) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrem

Sangat jarang
terjadi
Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrem
(> 5 thn/kali)

(Sumber : Pedoman Pelaporan IKP PERSI)

Skor risiko akan menentukan prioritas risiko. Jika pada penilaian


risiko ditemukan dua insiden dengan hasil skor risiko yang
nilainya sama, maka untuk memilih prioritasnya, dapat
menggunakan warna bands risiko.
Skala prioritas bands risiko adalah :
Bands Biru : Rendah / Low
Bands Hijau : Sedang / Moderat
Bands Kuning : Tinggi / High
Bands Merah : Sangat Tinggi / Ekstreme
3.2. Bands Risiko
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat
warna yaitu :

104
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

Biru, Hijau, Kuning dan Merah, dimana warna akan menentukan


investigasi yang akan dilakukan.
 Bands Biru dan Hijau : Investigasi sederhana
 Bands Kuning dan Merah : Investigasi Komprehensif / RCA
Tabel 9. Tindakan sesuai Tingkat dan Bands risiko

Levels/Bands Tindakan

Ekstrim (sangat Risiko ekstrim, dilakukan RCA paling lama 45 hari


Membutuhkan tindakan segera, perhatian sampai ke
tinggi)
Direktur
High (tinggi) Risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari
Kaji dengan detil & perlu tindakan segera serta
membutuhkan perhatian top manajemen
Moderat (sedang) Risiko sedang, dilakukan investigasi sederhana paling
lama
2 minggu.
Manajer/Pimpinan klinis sebaiknya menilai dampak
terhadap biaya dan kelola risiko
Low (rendah) Risiko rendah, dilakukan investigasi sederhana, paling
lama 1 minggu, diselesaikan dengan prosedur rutin
(Sumber : Pedoman Pelaporan IKP PERSI)

4. Peran Apoteker Dalam Penyusunan Laporan


Idealnya setiap KTD/KNC/Kejadian Sentinel yang terkait dengan
penggunaan obat harus dikaji terlebih dahulu oleh apoteker yang
berpengalaman sebelum diserahkan kepada Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit. Tujuan pengkajian untuk memastikan bahwa laporan
tersebut sudah sesuai, nama obat yang dilaporkan benar, dan
memasukkan dalam kategori insiden yang benar.
Kategori kesalahan dalam pemberian obat adalah :
 Pasien mengalami reaksi alergi
 Kontraindikasi
 Obat kadaluwarsa
 Bentuk sediaan yang salah
 Frekuensi pemberian yang salah
 Label obat salah / tidak ada / tidak jelas
 Informasi obat kepada pasien yang salah / tidak jelas
 Obat diberikan pada pasien yang salah

105
 Cara menyiapkan (meracik) obat yang salah
 Jumlah obat yang tidak sesuai ADR ( jika digunakan berulang )
 Rute pemberian yang salah
 Cara penyimpanan yang salah
 Penjelasan petunjuk penggunaan kepada pasien yang salah
5. Permasalahan Dalam Pencatatan dan Pelaporan
Yang bertangggungjawab dalam pencatatan laporan adalah :
 Staf IFRS/Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya yang pertama
menemukan kejadian atau supervisornya
 Staf IFRS/ Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya yang terlibat
dengan kejadian atau supervisornya
 Staf IFRS/ Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya yang perlu
melaporkan kejadian
Masalah yang dihadapi dalam pencatatan dan pelaporan kejadian
 Laporan dipersepsikan sebagai ”pekerjaan perawat”
 Laporan sering tidak diuraikan secara rinci karena takut disalahkan
 Laporan terlambat
 Laporan kurang lengkap (cara mengisi form salah, data kurang
lengkap)
Hal-hal yang perlu dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan :
a. JANGAN melaporkan insiden lebih dari 24 jam
b. JANGAN menunda laporan insiden dengan alasan belum
ditindaklanjuti atau ditandatangani
c. JANGAN menambah catatan medis pasien bila telah tercatat dalam
laporan insiden
d. JANGAN meletakan laporan insiden sebagai bagian dari rekam
medik pasien
e. JANGAN membuat salinan laporan insiden untuk alasan apapun
f. CATATLAH keadaan yang tidak diantisipasi
Hambatan dalam pencatatan dan pelaporan :
- Pandangan bahwa kesalahan adalah suatu kegagalan dan kesalahan
dibebankan pada satu orang saja.

106
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

- Takut disalahkan karena dengan melaporkan KTD, KNC, dan


Kejadian sentinel akan membeberkan keburukan dari personal atau
tim yang ada dalam rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan lain.
- Terkena risiko tuntutan hukum terhadap kesalahan yang dibuat.
- Laporan disebarluaskan untuk tujuan yang merugikan
- Pelaporan tidak memberi manfaat langsung kepada pelapor
- Kurangnya sumber daya
- Kurang jelas batasan apa dan kapan pelaporan harus dibuat
- Sulitnya membuat laporan dan menghabiskan waktu
6. Dokumentasi
Semua laporan yang telah dibuat harus didokumentasikan di Instalasi
Farmasi/ sarana pelayanan kesehatan lain untuk bahan monitoring,
evaluasi dan tindak lanjut.
2. Monitoring dan Evaluasi
Sebagai tindak lanjut terhadap Program Keselamatan Pasien,
Apoteker perlu melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi di unit
kerjanya secara berkala. Monitoring merupakan kegiatan pemantauan
terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian terkait Program
Keselamatan Pasien. Evaluasi merupakan proses penilaian kinerja
pelayanan kefarmasian terkait Program Keselamatan Pasien.
Tujuan dilakukan monitoring dan evaluasi agar pelayanan
kefarmasian yang dilakukan sesuai dengan kaidah keselamatan pasien
dan mencegah terjadinya kejadian yang tidak diinginkan dan berulang
dimasa yang akan datang.
Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap :
- Sumber daya manusia (SDM)
- Pengelolaan perbekalan farmasi (seleksi, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan dan distribusi/penggunaan)
- Pelayanan farmasi klinik (pengkajian resep, penyerahan obat,
pemberian informasi obat, konseling obat, rekonstitusi obat kanker,
iv.admixture, total parenteral nutrition, therapeutic drug monitoring)
- Laporan yang didokumentasikan.

107
Dari hasil monitoring dan evaluasi dilakukan intervensi berupa
rekomendasi dan tindak lanjut terhadap hal-hal yang perlu diperbaiki
seperti perbaikan kebijakan, prosedur, peningkatan kinerja SDM, sarana
dan prasarana ataupun organisasi. Hasil dari rekomendasi dan tindak
lanjut ini harus diumpan balikkan ke semua pihak yang terkait dengan
program keselamatan pasien rumah sakit.
Untuk mengukur keberhasilan program kegiatan yang telah ditetapkan
diperlukan indikator, suatu alat/tolok ukur yang menunjuk pada ukuran
kepatuhan terhadap prosedur yang telah ditetapkan.
Indikator keberhasilan program dapat dilihat dari :
a) Menurunnya angka kejadian tidak diinginkan (KTD), kejadian nyaris
cedera (KNC) dan kejadian sentinel.
b) Menurunnya KTD, KNC dan Kejadian Sentinel yang berulang.

108
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Farmasi rumah sakit merupakan unit pelaksana fungsional yang


bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
secara menyeluruh di rumah sakit dalam ruang lingkup pengelolaan
perbekalan farmasi.

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Terlaksananya kesehatan dan keselamatan kerja di instalasi farmasi
agar tercipta pelayanan kefarmasian dan produktivitas kerja yang
optimal.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan perlindungan kepada pekerja farmasi, pasien, dan
pengunjung.
b. Mencegah kecelakaan kerja, paparan bahan berbahaya,
kebakaran dan pencemaran lingkungan.
c. Mengamankan peralatan kerja, sediaan farmasi.
d. Menciptakan cara kerja yang baik dan benar.

B. Tahapan Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Untuk terlaksananya K3 IFRS secara optimal secara optimal maka perlu
dilakukan tahapan sebagai berikut :
1. Identifikasi, Pengukuran dan Analisis :
Identifikasi, Pengukuran dan analisis sumber-sumber yang dapat
menimbulkan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja seperti :
a. Kondisi fisik pekerja:
Hendaklah dilakukan pemeriksaan kesehatan sebagai berikut:
 Sebelum dipekerjakan,
 Secara berkala, paling sedikit setahun sekali,

109
 Secara khusus, yaitu sesudah pulih dari penyakit infeksi
pada saluran pernafasan (TBC) dan penyakit menular lain,
terhadap pekerja terpapar di suatu lingkungan Diana terjadi
wabah, dan apabila dicurigai terkena penyakit akibat kerja.
b. Sifat dan Beban Kerja
Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus dipikul oleh
pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan lingkungan
kerja yang tidak mendukung merupakan beban tambahan bagi
pekerja tersebut.
c. Kondisi Lingkungan Kerja
Lingkungan kegiatan IFRS dapat mempengaruhi kesehatan kerja.
d. Kecelakaan Kerja di Lingkungan IFRS seperti, tersengat listrik,
terjepit pintu
 Di tangga : terpeleset, tersandung, terjatuh.
 Di gudang : terpeleset, tersandung, terjatuh, kejatuhan
barang.
 Di ruang pelayanan : terpeleset, tersandung, terjatuh,
tersengat listrik.
 Di ruang produksi : luka bakar, ledakan, kebakaran.
 Di ruang penanganan sitostatik.
 Di ruang TPN (total Parenteral Nutrition).
e. Penyakit akibat kerja di rumah sakit.
 Tertular pasien.
 Alergi obat.
 Keracunan obat.
 Resistensi obat.
2. Pengendalian
a. Legislatif kontrol.
b. Administrasi kontrol.
c. Media kontrol.
d. Engineeriong kontrol.

110
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Agar setiap pelayanan farmasi memenuhi standar pelayanan yang
ditetapkan dan dapat memuaskan pelanggan.
2. Tujuan Khusus
- Menghilangkan kinerja pelayanan yang substandar.
- Terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektivitas obat
dan keamanan pasien.
- Meningkatkan efisiensi pelayanan.
- Meningkatkan mutu obat yang diproduksi di rumah sakit sesuai
CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
- Meningkatkan kepuasan pelanggan.
- Menurunkan keluhan pelanggan atau unit kerja terkait.

B. EVALUASI
Pelaksanaan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian dilakukan
melalui kegiatan Monitoring dan evaluasi yang harus dapat dilaksanakan
oleh instalasi Farmasi sendiri atau dilakukan oleh tim audit internal.
Monitoring dan evaluasi merupakan suatu pengamatan dan penilaian
secara terencana, sistematis dan terorganisir sebagai umpan balik
perbaikan sistem dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.
Monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan terhadap seluruh proses
tata kelola Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai ketentuan yang berlaku.
1. Jenis Evaluasi
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi tiga jenis program
evaluasi:
a. Prospektif : program dijalankan Sebelum pelayanan dilaksanakan.
Contoh : pembuatan standar, perijinan.

111
b. Konkuren : program dijalankan bersamaan dengan pelayanan
dilaksanakan.
Contoh : memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan resep
oleh Asisten Apoteker.
c. Retrospektif : program pengendalian yang dijalankan setelah
pelayanan dilaksanakan.
Contoh : survei konsumen, laporan mutasi barang.
2. Metoda Evaluasi
a. Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai
standar.
b. Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber
daya, penulis resep.
c. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau
wawancara.
d. Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan antrian, ketepatan penyerahan
obat.

C. PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu merupakan mekanisme kegiatan pemantauan dan
penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan
sistematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu
serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil. Melalui
pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan
mutu Pelayanan Kefarmasian yang berkesinambungan.
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang
dapat dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang
sudah berlalu. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui Monitoring dan
evaluasi. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menjamin Pelayanan
Kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan
112
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

upaya perbaikan kegiatan yang akan datang. Pengendalian mutu


Pelayanan Kefarmasian harus reintegrasi dengan program pengendalian
mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi :
1. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara Monitoring dan
evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.
2. Pelaksanaan, yaitu :
- Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja)
- Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
3. Tindakan hasil Monitoring dan evaluasi, yaitu :
- Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang
ditetapkan
- Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Tahapan program pengendalian mutu :
a. Mendefinisikan kualitas Pelayanan Kefarmasian yang diinginkan
dalam bentuk kriteria.
b. Penilaian kualitas Pelayanan Kefarmasian yang sedang berjalan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
c. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila
diperlukan.
d. Penilaian ulang kualitas Pelayanan Kefarmasian.
e. Up Date kriteria.
Langkah-langkah dalam aplikasi program pengendalian mutu, meliputi :
a. Pemilihan subjek dari program
b. Menentukan jenis Pelayanan Kefarmasian yang akan dipilih
berdasarkan prioritas.
c. Mendefinisikan kriteria suatu Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan
kualitas pelayanan yang diinginkan.
d. Mensosialisasikan kriteria Pelayanan Kefarmasian yang dikehendaki.

113
e. Dilakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada semua
personil serta menjalin konsensus dan komitmen bersama untuk
mencapainya.
f. Melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang berjalan
menggunakan kriteria.
g. Apabila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari
kekurangan tersebut.
h. Merencanakan formula untuk menghilngkan kekurangan.
i. Mengimplementasikan formula yang telah direncanakan.
j. Revaluasi dari mutu pelayanan.
Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan
indikator, suatu alat/tolok ukur yang hasil menunjuk pada ukuran
kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Indikator dibedakan
menjadi :
a. Sesuai dengan tujuan
b. Informasinya mudah didapat
c. Singkat, jelas, lengkap dan tidak menimbulkan berbagai interpretasi
d. Rasional

114
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi

BAB IX
PENUTUP

Perkembangan dan adanya tuntutan masyarakat terhadap


pelayanan kesehatan yang komprehensif dapat menjadi peluang sekaligus
merupakan tantangan bagi Apoteker untuk meningkatkan kompetensinya.
Dengan ditetapkannya pedoman Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
dr. Sayidiman Magetan tidaklah berarti semua permasalahan tentang
pelayanan kefarmasian di rumah sakit menjadi mudah dan selesai. Dalam
pelaksanaannya di lapangan, pedoman pelayanan farmasi di rumah sakit
ini sudah barang tentu akan menghadapi berbagai kendala, antara lain
sumber daya manusia/tenaga farmasi di rumah sakit, kebijakan
manajemen rumah sakit serta pihak-pihak terkait yang umumnya masih
dengan paradigma lama yang melihat pelayanan farmasi di rumah sakit
hanya mengurusi masalah pengadaan dan distribusi obat.
Apoteker yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan
perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi
orientasi pasien untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara
kontinu agar perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan,
sehingga dalam rangka mencapai keberhasilan pelaksanaan Pedoman
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah sakit diperlukan komitmen, kerja
sama dan koordinasi yang lebih baik antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Organisasi Profesi serta seluruh pihak terkait.

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


dr. SAYIDIMAN MAGETAN

dr. YUNUS MAHATMA, Sp. PD


Pembina Tk.1
NIP. 19640104 199509 1 001

115

Anda mungkin juga menyukai