Hukum Waris Adat Sunda
Hukum Waris Adat Sunda
Hukum Waris Adat Sunda
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
Aep Saifullah
NIM: 103044128018
SKRIP SI
Diajukan Kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
Aep Saifullah
103044128018
Di Bawah Bimbingan :
~;i~
Drs, H. Husni Thoyyar, M.Ag
NIP 150 050 919
PANITIA UJIAN
karena atas ridla-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam
tauladannya, penulis dapat melewati masa-masa tersulit dalam penulisan skripsi ini.
Selama masa perkuliahan hingga tahap akhir penyusunan skripsi ini, banyak
pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis. Oleh karena itu,
dalam tulisan ini penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas
2. Bapak Drs. H. A. Basiq Jalil, SH, MA. dan Bapak Kamarusdiana, MH., selaku
3. Bapak Drs, H. Husni Thoyyar, M.Ag., selaku Dasen Pembimbing skripsi, penulis
4. Ayahanda H. Mukhtarudin dan Ibunda Hj. Nurohmah (Sri Sumiati), kedua orang
tua tercinta yang telah berkorban tak kenal lelah dalarn menyelesaikan studi
kuliah, hingga ananda dapat meraih ilmu yang bermanfaat. Kasihmu tak lupa
sepanjang hayat.
5. Kakanda Yunan Abdul Haris dan adinda Ainun Jariah beserta keluarga besar di
6. Bapak Ir. Herman Khoeron, M.Si., selaku Tokoh Muda Cirebon yang peduli
terhadap kaum muda, atas dorongan dan spiritnya telah banyak membantu
Cirebon yang selalu memberikan doa dan menaruh harapan kepada penulis
kelas B yang telah banyak membantu serta bertukar pikiran, baik selama belajar
9. Tak terlupakan, terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam
kelancaran penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga segala kebaikan dan sumbangsihnya dicatat oleh Allah SWT sebagai
Penulis
DAFTARISI
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... .. ..... .. .. ... .... .. ...... ........ .... 1O
ISLAM............................................................................................. 15
SUND A............................................................................................. 44
Kewarisan Islam.......................................................................... 58
Islam............................................................................................ 62
A. Kesimpulan .. .. .... .... .... ... ................................... ... ... .... ....... ... .. .... . 88
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 92
LAMPIRAN
BABI
PENDAHULUAN
dari sejarah Islam itu sendiri. Membicarakan hukum Islam sama artinya dengan
. "fik
s1gm 1 an I .
wujud segala perintah dan larangan Allah dan Rasul·-Nya. Selain itu dimensi
konkrit dalam wujud perilaku membangun apa yang menjadi titah tersebut yang
. 12 .
pranata sosia
sumber ajaran Islam sepe1ii yang temmktub dalam Al-·Quran dan hadis. Kedua
sumber ini lalu dijadikan rujukan dalam menata hubungan antara manusia dengan
1
Amiur Nuruddin, dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No l/1974 sampai KHI. (Jakarta, Prenada Media,
2004). h.2
2
Cik Hasan Bisri. Pilar-pi/ar Hukum Islam dan Pranata Sosial. (Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2004) h. 38
2
suatu sistem sosial yang bersifat otonom, seperti umat Islam atau masyarakat
bangsa. Secara sosiologis hukum dan pranata dipandang sebagai pola interaksi
yang menjadi salah satu struktur dalam sistem sosial. Adapun secara antropologis,
hukum dan pranata dipandang sebagai sistem norma atau kelakuan yang dijadikan
maupun teritorial. Ada hukum yang memiliki daya atur dan daya ikat yang
longgar dan ada pula yang ketat, di samping itu ada yang memiliki daya paksa
walaupun dalam batas-batas tertentu. Hukum Islam sebagai suatu pranata sosial
memiliki dua fungsi pertama, sebagai kontrol sosial (social of control) dan kedua
Maka dari itu hukum Islam dituntut akomodatif terhadap persolan umat
3
Amin Abdulah. Studi Agama: Normatifitas atau Historisitas? (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
1996). Cet. Pertama. h. 65
4
Ahmad Syafi'i Ma'arif. Islam dan lv!asa!ah Kenegaraan, (Jakarta, LP3S, 1996) Cet.
Pertama. h. 45
5
Mochtar Kusumaatmadja. Pembinaan H11k11m Dalam Rangka Pembangunan Nasional
(Bandung, Binacipta, 1986), h. 25
3
masyarakat juga, yang ditelaah dari suatu sudut tertentu yang selanjutnya disebut
hubungan satu sama lain yang didorong dengan motif untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa hukum itu tidak
penerapan norma-norma hukum yakni manusia. Karena itu manusia atau orang
7
Mun'im A Sirry. Sejarah Fiqh Islam; Sebuah Pengamar (Surabaya, Risalah Gusti, 1995). h.
157
8
C.K Allen. law in the Making. (Oxford, The Clanrendon Press, 1957). h. 67-68
4
hubungan proses hukum, maka dapat dikatakan hukum sebagai karya atau produk
masyarakat dibagi menjadi dua bentuk. Pertama, masyarakat non konflik yakni
masyarakat konflik. 9
yang menarik adalah justru hukum senantiasa tertinggal di belakang objek yang
diatumya. Karena tak dapat dipungkiri bahwa hukum selalu erat kaitannya dengan
akan terjadi apabila dua unsurnya bertemu pada satu titik singgung. Unsur
tersebut adalah (I) keadaan atau kondisi barn yang timbul. (2) kesadaran
masyarakat '0
hukum yang berlaku. Hukum bagi masyarakat perkotaan dan hukum bagi
sama, tetapi antusias dan minat masyarakat dalam eksekusi di lapangan jauh
8
Hardjawijaya J. Hukum Perdata (Buku Kesatu Tentang Perorangan dan Hukum Keluarga)
(Malang, PHPM Unibraw, 1979). h. 25
9
Chambliss dan Seidman. law. Order, and Power Reading. (Massachusetts, Addisaon-
Wesley Publishing Company, 1971) h. 17
10
Hugo Sinzhemer. De Taak der Rechtssocio/ogie. (Haarlem, tp. 1935) h. 8
5
berbeda. Hal ini dapat terjadi mengingat antara kota dan desa sangat berbeda
Hal ini selaras dengan teori Marx Weber tentang tipe-tipe ideal dari sistem
hukum yang terbentuk oleh masyarakat yaitu irrasional dan rasional 11. Seperti
yang diketahui bersama bahwa dalam masyarakat selain terdapat hukum Islam,
hukum positif juga terdapat hukum adat atau tradisi yang berkembang di
sangat tergantung kepada tokoh atau ulan1a (kyai) setempat, masyarakat desa
Kata adat berasal dari bahasa Arab yang berarti custom, kebiasaan.
Pendapat lain menyatakan, bahwa adat sebenarnya berasal dari bahasa sansekerta,
a (berarti "bukan") dan data (yang miinya"sifat"). Dengan demikian maka adat
Belanda Prof. Snouck Hourgronye (1857-1936) yakni orang yang ahli dalam
11
Menurut Weber ada beberapa tipe ideal dalam pembentukan hukum yang kemudian
dipakai oleh masyarakat sebagai acuan, yakni :
a. 1-lukum irrasional dan material, yaitu dimana pembentukan hukum didasarkan semata mata
alas nilai emosional tanpa menunjuk suatu kaidah apapun.
b. 1-lukum irrasional dan fom1al, yakni pembentukan hukum yang berpedoman pada kaidah-
kaidah di luar aka!, oleh karena berdasarkan pada wahyu atau ramalan.
c. Hukum rasional dan material yakni dimana pembentukan hukum merujuk pada suatu kitab
suci, kebijaksanaan penguasa atau ideology.
d. Hukum rasional dan formal, yakni dimana hukum dibentuk atas dasar konsep abstrak dan
ilmu hukum. (Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum (Jakat1a, Raja Grafindo
Persada, 2003) h. 56
6
agama dan hukum Islam dalam bukunya The Atjeh yang selanjutnya
Bznu Jadi istilah hukum adat dikenal di Indonesia pasca terbitnya buku tersebut.
Salah satu dari konsepnya adalah tentang Teori Receptie yang berbunyi "Hukum
is/am tidak ada, baru ada apabila sudah diterima oleh masyarakat adat dan
Hukum adalah gejala masyarakat yang universal, ubi sociotes ibi ius
(dimana ada masyarakat disitu pula terdapat hukum). Namun karena suasana dan
lingkungan serta cara hidup masing-masing daerah yang berbeda, misalnya kota
dan desa. Tentu tiap daerah tersebut memiliki corak dan khas berbeda yang tidak
Bila dilihat dari kaca mata hukum Islam dan hukum positif sangat
antara laki-laki dan perempuan mendapat 2: 1 juga sama dalam Kompilasi Hukum
Islam (KHI) tertera demikian. Namun ini tidak berlaku bagi masyarakat di daerah
khususnya adat Sunda, pembagian tersebut dianggap oleh mereka tidak sesuai
mereka pembagian harus dibagi imbang yakni I : I sehingga antar satu sama
13
Muhammad Daud Ali. Hukum Islam Peradilan Agama dan Masalahnya, dalam, Hukum Islam
Di Indonesia; Pemikiran dan Praktik (Bandung, Rosdakarya, 1991 ). h. 69
7
dengan pembagian harta kekayaan orang yang meninggal dnnia kepada ahli
warisnya. Bahkan seringkali terjadi perselisihan antara para ahli waris dalam
pembagiannya. Hal ini disebabkan fitrah manusia yang lebih cenderung serakah,
matrelistis, dan rela mengorbankan hak-hak orang lain demi kepentingan dan
ambisi pribadinya. Oleh karena itu perlu ada sebuah sistem hukum untuk
Salah satu dari sistem hukum itu adalah hukum kewarisan yang dalam Islam
beraneka ragan1 sistem kewarisan yang berlaku yakni : Sistem Hukum Kewarisan
Perdata Baral (Eropa) yang tertuang dalam Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-
undang Hukum Perdata) disingkat KUHPer, sistem hukum Kewarisan Adat yang
beraneka ragam pula sistemnya yang dipengaruhi oleh bentuk etnis di berbagai
daerah lingkungan hukum adat, dan sistem hukum Kewarisan Islam yang terdiri
13
dari pluralisme ajaran bersifat religi .
yang mana yang akan dipilih dipakai (hak opsi). Pelaksanaan hak opsi dalam
1J M. Idris Ramulyo, 11ukun1 Ke..,varisan !sla111, Studi Kasus Perbandingan Ajaran Syafi'i
(patrilinial) dan Hazairin (bilateral) praktek di PA dan KUHPer (BW), (Jakarta, Ind. Hill, 1987) h. I
8
pembagian waris"
Hak opsi merupakan hak untuk memilih sistem hukum apa yang akan
dipergunakan dalam pembagian waris. Hak opsi hanya dapat digunakan apabila
Yahya Harahap pemberlakuan hak opsi dalam perkara waris tersebut dianggap
menentukan ketetapan yang memberikan bagian yang sama besar antara laki-laki
dan perempuan. 14
Senada dengan itu Abdul Gani Abdullah berpendapat, bahwa asas pilih
agama masing-masing. Dengan kata lain, asas pilihan hukum ini keluar atau
14
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (UU No 7 Tahun
1989), (Jakarta, Pustaka Kartini, 1997), h. 32
15
Abdul Gani Abdulllah, Dalam Sepuluh Tahun Undang-undang Peradilan Agama (Jakarta,
Ditbinpera, 1999), h. 52
9
yaitu 17 :
yang ditarik menurut garis orang tua (bapak-ibu) dimana kedudukan pria dan
wanita tidak ada perbedaan dalam pewarisan. Dalam pembagiannya tidak ada
pemilahan secara beda, sistem ini lebih menitik beratkan atas asas kekeluargaan
pembagian klmsus terhadap harta peninggalan (tirkah) dari pewaris kepada ahli
perempuan dua berbanding satu. Tentu ha! ini sangat berbeda bila dibandingkan
secara kekeluargaan. Karena kebiasaan ini sering dilakukan, maka lambat laun
17
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional
(Bandung, Binacipta, 1976) h. 72
10
menjadi jurisprudensi dan ketetapan hukum setempat kemudian menjadi adat atau
lanjut dan mencoba mengabadikannya dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi
mengingat pembahasan yang begitu luas mengenai hukum kewarisan adat Sunda
dengan hukum kewarisan Islam khususnya, maka perlu dibatasi ruang lingkupnya
agar lebihjelas dan rinci bahasannya. Hukum adat Sunda yang merupakan bagian
dari kebudayaan Jawa Barat, memiliki daerah yang cukup luas, dan sunda sendiri
Ciamis, Garut di!), Sunda Banten (Pandeglang, Lebak di!), Sunda Bogar (Bogar,
Sukabumi, Cianjur di!) dan Sunda Cikuning Maja Ayu ( Cirebon, Kuningan,
Dalam ha! ini agar lebih jelas pembahasannya, hukum kewarisan adat
Sunda yang dimaksud pembahasan ini adalah Sunda di daerah desa Cibingbin
skripsi ini, penulis membatasi mengenai hukum kewarisan adat Sunda yang ada di
11
daerah Kuningan Jawa Barat. Adapun rumusan dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut :
I. Apa perbedaan dan persamaan yang mendasar antara Hukum Kewarisan Adat
I. Tersedia data tentang penyelesaian perkara waris secara hukum Islam atau
sosialiasi hukum Islam dan hukum adat Sunda yang berkaitan dengan
kewarisan.
artikel dan karya ilimah lainnya yang berkenaan dengan tema bahasan ini.
Data yang diperoleh tersebut disusun secara teratur dan sistematis lalu
dianalisis secara kualitatif, dengan demikian jenis penelitian dalam kaiya ilmiah
buku "Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari 'ah dan Hukum UJN Syarif
17
Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. (Jakarta, Rajawali Pers, 2003). Cet.
Ke-5. h. 102
18
Burhan Ashshofa. Metode Penelitian Hukum. (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2004). Cet. Ke-4.
h. 21
13
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Ada pun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab Pertama Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan
Bab Kedua Berisi tentang tinjauan umum tentang hukum kewarisan Islam
kewarisan Islam.
Bab Ketiga Berisi tentang tinjauan umum tentang hukum kewarisan adat
adat sunda.
Bab Keempat Pada bab ini membahas tentang analisa perbandingan terhadap
Bab Kelima Bab ini merupakan bab penutup, clalmn bab ini berisikan
Mawarits dalam pengertian etimologi adalah bentuk jamak dari kata tunggal
"mirats" yang artinya harta pusaka atau warisan 1• Agar lebih jelas lagi
( \i :\'VI J,Jll)
Artinya:
Dan Sulaifnan telah me1varisi Daud, dan dia berkata: uHai rnanusia, kami telah diberi
pengerlian tentang suara burung dan katni diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (sen1ua) ini
benar-benar suatu karunia yang nyata".
kenabian dan kerajaan Nabi Daud AS. serta mewarisi ilmu pengetahuan dan
1
Mahmud Yunus, Ka1nus Arab Indonesia, (Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penterjernah
Penlafsir Al-Qur'an, IJ?3), Cet ke-J, h. 496
16
kitab Zabur yang diturunkan kepadanya" 2 • Melihat dari susunan kata tersebut
b<
Pada kalimat di atas terdapat kata (GJ..'.,,) yang bila disesuaikan dengan
manusia berupa segala kenikmatan dunia dan kenikmatan akhirat yaitu surga
Artinya:
Yang akan niewarisi Aku dan 1ne1varisi sebahagian keluarga Ya'qub; danjadikanlah fa,
Ya Tuhanku, seorangyang diridhai".
Dari tiga pengertian waris secara bahasa di atas ada tiga macam arti
2
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Te1jemahannya, (Surabaya, Mekar Jaya, 2004), h.
532
17
mengingat tiga arti tersebut selaras dengan pengertian waris a tau kewarisan. 3
Selain itu warisan mempunyai arti yaitu pindahnya sesuatu dari orang lain atau
arti warisan adalah pindahnya hak milik orang lain yang meninggal, baik yang
bagian-bagian yang diterima dari harta peninggalan untuk setiap yang berhak.
3
Ahmad Rafiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2000), h.
3556
4
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hukum Warisan Dalam Syariat Islam (terjemah)
(Bandung, CV. Diponegoro, 1988), h. 40
5
Luwis Ma'luf, Al-Munjid fl al-Luhah wa al-'Alam, (Beirut, Dar al-Masyrik, 1984), Cet-
27 h. 895
18
peraturan-peraturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban dari harta yang
ditinggalkannya. 6
atas bahwa banyak definisi dan istilah kewarisan yang diutarakan oleh para
ulama secara hakikat adalah sama namun hanya berbeda pada redaksi. Dalam
2. Warits (ahli waris), yaitu orang yang mempunyai hubungan dengan orang
bagian tertentu dari harta peninggalan si mayit yang ditetapkan oleh nash
dan ijma'.
5. 'Ashabah, yaitu kelompok ahli wans yang berhak menenma dari s1sa
bagian.
6. Dzawil Arham (ulu al-arham), yaitu kerabat pewaris yang tidak termasuk
6
M. Idris Ramu Iyo, Hukwn Kewarisan Islam, (Jakarta, Ind. Hill, I 998), h. I
7
Hasbi Ash Shiddiqy, Fiqhul Mmvaris, (Jakarta, Bulan Bintang, 1973), Cet ke-1, h. 18
8
Sayuti Thalib, Hukum Kewarisan di Indonesia, (Jakarta, Bina Aksara, J981), Cet ke-I, h.
59
19
7. Mawali, yakni ahli waris karena penggantian yaitu orang yang menjadi ahli
waris karena tidak ada lagi penghubung antara mereka dengan pewaris, ini
Hukum kewarisan dikenal juga dengan istilah ilmu faraid 10. Dalam
dari ahli waris yang diatur secara rinci dalam al-Quran 11 . Dalam Kompilasi
Hukum Islam (KHI) dapat disimpulkan pula bahwa hukum kewarisan adalah
(tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan
orang yang meninggal dunia (pewaris), harta yang ditinggalkan (warisan) dan
orang yang mengurusi harta peninggalan dan berhak a1as harta peninggalan
tersebut (ahli waris). 13 Hukum waris juga termasuk hukum benda, seperti
9
1-Iazairin, Hukunz Kei.11arisan Bilateral Menurut al-Qur'an dan Hadits, (Jakarta, Tinta
Mas. 1967), cet ke-4, h. 28
'° Sayyid Sabiq, Fiqh a/-Sunnah, (Beirut, Dar al-Fikr, 1983), cet ke-4, h. 424
11
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta, PT Raja Grafindo, 1995), cet ke-2, h. I
12
Kompilasi Hukum Islam (KH!) lnpres No 1Tahun1991 Pasal 171 (a)
13
Menurut M. Idris Ramu Iyo yang dimaksud harta warisan atau hai1a peninggalan ialah
haita kekayaan dari seseorang yang meningal dunia berupa :
20
dalam KUH Perdata dijelaskan bahwa salah satu cara untuk mendapatkan hak
Islam yang turun dalam kurun waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari, dalam
upaya merevisi atau memperbaharui tatanan hukum dalam wilayah Arab pada
hukum kewarisan Islam. Islam turun pada saat yang tepat baik membawa
Dalam hal sejarah kewarisan Islan1 pun turut mewarnai kehidupan ketika itu.
datang diwarnai penuh oleh kultur Badui yang sering disebut dengan istilah
diukur dari kekuatan fisik atau tenaga yang hanya dimiliki oleh kaum laki-
laki saja. Sistem seperti ini sangat memberikan pengaruh cukup kuat dalam
I. Harta kekayaan yang terwujud yang dapat dinilai dengan uang tennasuk di dalamnya piutang
yang hendak ditagih
2. Harta kekayaan yang merupakan hutang-hutang yang harus dibayar pada saat meningal dunia
3. Harta kekayaan yang masih bercampur dengan harta bawaan masing-masing suami isteri (lihat
M. Idris Ramulyo, ibid, h. I 06
21
ketika itu. Bahkan hingga masa awal-awal Islam, kebiasaan tersebut masih
berlanjut. Satu ha! yang aneh bahwa yang diwariskan itu tidak hanya dalam
ha! harta peninggalan saja, melainkan juga istrinya asalkan istrinya itu
bukan ibu kandung dari anak yang mewarisi. Mereka juga memberi warisan
Pada saat itu ada seorang laki-laki bernama Mihsan Ibn Qais al-
janda tersebut tidak mendapat apa pun. Kemudian Mihsan pun berhasrat
untuk mengawini janda ayahnya itu, namun ibunya tidak segera memberi
jawaban, kemudian turunlah firman Allah SWT dalam QS. al-Nisa (4): 19
14
Ismuha, Penggantian Ten1pat Da!a1n Hukun1 Waris Menurut Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, Hukum Adat, dan Hukum Islam (Jakarta, Bulan Bintang, 1978), Cet ke-1, h. 27
22
,,, /
( \ ~ : £ /.,WI)~
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita
dengan jalan paksa 15 dan jangan/ah kamu menyusahkan mereka karena hendak
mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecua/i bi/a
mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara
patut. Kemudian bi/a kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
(.
u Lb ,~I; JL li L: ~I;-,w\
/ ) )
pernbahan. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada masa-masa awal Islam
15
Ayat ini tidak menunjukkan bahwa mewariskan wanita tidak dengan jalan paksa dibolehkan.
Menurut adat sebahagian Arab Jahiliyah apabila seorang meninggal dunia, Maka anaknya yang
tertua atau anggota keluarganya yang lain mewarisi janda itu. janda tersebut boleh dikawini sendiri
atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris atau tidak dibolehkan
kawin lagi.
16
Ibid, h. 361
23
bagi pemeluknya yaitu mentauhidkan Allah SWT Yang Maha Esa, Ini
Allah. Melihat realitas masyarakat yang belum siap itu, ayat-ayat yang
mengatur tentang kewarisan belum cukup kuat dan tepat untuk diterapkan.
Tuhan dalam bentuk Al-Quran dan hadis nabi yang terdiri dari ucapan,
perbuatan, dan hal-hal yang didiamkannya. Dasar kewarisan itu ada yang
secara tegas mengatur, dan ada yang tersirat bahkan hanya berisi pokok-
pokoknya saja.
Anshor, bernama Aus Bin Tsabit dan meninggalkan seorang isteri, empat
orang anak perempuan dan dua orang anak pamannya. Lalu anak pamannya
Istri Aus merasa bahwa hukum tersebut tidak sesuai dengan prinsip
suami saya bernama Aus telah meninggal dunia dan meninggalkan harta
Artinya:
Bagi orang /aki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-
bapak dan kerabatnya, baik sedikit a/au banyak menurut bahagian yang te/ah ditetapkan.
25
waris yang berlaku pada sebelumnya yang menetapkan bahwa wanita dan
anak laki-laki yang masih kecil tidak menerima warisan. Kemudian pada
1. Al-Qur'an
17
Anwar Sitompul, Dasar-dasar Praktis Pembagian Harta Peninggalan Menurut Hukum
Waris Islam, (Bandung, Armico, 1984), h. 15
26
c.,,,.,,_. J,- ,,"'t J}t,,, .,,,, ,,.... JJ ___ t }J-,.. & "',,.,,'?- J
ltl:,•<10_g\' '\·0 '..U':J"-<''Ll\'".<'•L:,\; ·.:i 11· -~,
..-"'" · ..r ("+.! -'.J r-' ·-' r-' · ;,i· -' '-1; L¢'Y- ~-'
( ' ' : £ ;.w1) ~ 1:.:c 0t?:&l01 "¥i ::._; ~.;,1}
Artinya:
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
yaitu : bahagian seorang anak lelaki sa1na dengan bagahian dua orang anak perempuan;
dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh
separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-n1asingnya seperenarn dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi o/eh ibu··bapanya (saja), Maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya
mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di alas) sesudah dipenuhi wasiat
yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang ruamu dan anak-
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekar (banyak)
manfaatnya bagimu. lni ada/ah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Artinya:
Dan baghnu (suan1i-suan1i) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterilnu, jika 1nereka tidak n1en1punyai anak. jika Jsteri-isterilnu itu 1nempunyai anak,
Maka kan1u 1nendapat seperempal dari harta yang ditingga/kannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh
seperen1pat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak 1nernpunyai anak. jika katnu
niernpunyai anak, Maka para isteri me1nperoleh seperdelapan dari harta yang kan1u
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-
hutangmu. jika seseorang mati, baik !aki-!aki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
!aki-/aki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-
masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu
itu !ebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat {kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at
yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
} } .... .,t
11.ft~' .. f-=, ... ,\
I -
Artinya:
Bagi tiap-tiap harta peningga!an dari harta yang ditingga/kan ibu bapak dan
karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. dan Oika ada) orang-orang yang kamu
telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya.
Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
28
( \Vi
Artinya:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang ka/a/ah 18). Katakanlah: "Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia
tidak tnen1punyai anak dan me1npunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki
mempusakai (se/uruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi
jika saudara perempuan itu duo orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan o/eh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-
saudara laki don perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak
bahagian duo orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu,
supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
kurang dari empat puluh enam hadits dan Imam Muslim menyebut hadits-
hadits kewarisan kurang lebih dua puluh hadis. Namun pada bahasan kali
ini perincian hadits tersebut tidak akan dikutip semua, hanya yang pokok
18
Kala/ah ialah : seseorang mati yang ticlak meninggalkan ayah dan anak
29
(4.).y ~) _?~ ~)
"' "'
J'/j..__j ~ :;~t.:._;
,,
,..
~~ ~\~llJ.kl-1
... ,, ,, ,..
Artinya:
"Berikan hart a pusaka kepada pemiliknya (orang yang menerima fardlu}. Sisa
dari hartanya diberikan kepada orang laki-laki yang paling dekat kepada orang yang
meninggal." (Muuafaq A/aihi}
Artinya:
Dari Usamah bin Zaid r.a bahwa nabi SAW bersabda: "Orang is/am tidak
rneivarisi orang kafir, den1ikian juga orang kajir tidak me1varisi orang isla1n. 11 (Muttafaq
Alaihi} 20
"
(~)...U\) ~L:J\ o\JJ) ~~ ~\~\
Artinya:
Dari 'Amr bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya dari nabi Muhammad SAW
telah bersabda: "Pen1bunuh itu tidak dapat 1neivarisi sesuatu pun dari yang terbunuh".
(HR. Nasai dan Daruquthni} 21
19
Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani, Nail al-Author, (Azhar, Maktabatul
Iman, t.th) Ji lid Ke-5, h. 60
20
Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajr Al-Asqalani, Bulug/111/ Maram, (Mesir, Dar al-Hadis, t.th) h.
162
21
Ibid, h. 163
30
diperbolehkan bagi yang satu agarna (Islam), dan terakhir juga menjelaskan
tentang ahli waris yang tidak mendapatkan harta pusaka karena membunuh.
3. Ijma'
telah disepakati oleh para sahabat dan ularna maka ijma' dijadikan sebagai
4. Ijtihad
hal pembagian warisan yang belum atau tidak disepakati. Yang dimaksud
22
Tengku Muhammad Hasby Ash-Shidiqy, Fiqh Mawarits (Semarang, Pustaka Rizki Putra,
1999), Cet ke-1, h. 303
31
1. Muwarits, yaitu orang yang meninggal, atau disebut juga dengan pewaris.
2. Warits (ahli waris), yaitu orang yang memiliki hubungan dengan pewaris
3. Muruts (harta atau pusaka) yakni harta dari orang yang meninggal.
a. Mali Haqiqi, yaitu kematian yang nyata disaksikan oleh panca indera.
kuat.
kematian bayi dalam pemt ibunya karena minum racun atau pemukulan
terhadap ibunya.
2. Hidupnya ahli waris di saat kematian muwaris, ahli waris yang telah mati
disaat kematian muwaris tidak berhak menerima warisan. Karena dari segi
kecakapan hukum, orang yang mati tidak lagi menerima warisan tetapi
peninggalannya.
32
muwar1s.
hak budak.
yang menggugurkan hak seseorang untuk mewarisi harta pusaka. Adapun yang
2. Berlainan agama, yang menjadi penghalang adalah apabila antara ahli waris
23
Fatchur Rahman, I/mu Waris, (Bandung, PT Al Ma'arif, 1987), h. 50
33
yang dapat waris-mewarisi adalah ahli waris. Ahli waris yaitu orang yang
Artinya:
Jika anak peren1puan itu seorang saja, Maka ia me1nperoleh separo dari
hart a.
perempuan)
c. Saudara perempuan :
Artinya:
Dan bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya
24
!kin Sadikin, Tanya Jawab Hukum Ke/uarga dan Waris, (Bandung, Armico, 1982), h.
72
34
d. Suami (duda)
mempunyai anak atau cucu (laki-laki atau perempuan) dari anak laki-
Artinya:
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditingga/kan o/eh
isteri-isterimu, sjika 1nereka tidak 1nempunyai anak
a. Suami, apabila isterinya ada dan terdapat anak atau cucu dari anak laki-
-~ , ~. ~
~ ~;u--
}.:-r'-' ,
L__,<
J
k., »t1\ ~ ~\~ ".I- ~ ~I~ Lb · ~
c;..r r-- ...\JJ ~ (.) (.);
Artinya:
"Para isteri memperoieh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu
tidak 1ne111punyai anak 11
35
Artinya:
".Jika kamu rnempunya; anak, Maka para isteri 1nen1peroleh seperdelapan dari
harta yang kan1u tinggalkan11
a. Dua orang anak perempuan atau lebih, apabila ticlak acla anak laki-laki.
Artinya:
" Maka jika anak itu semuanya perempuan !ebih dari dua, Maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditingga!kan"
b. Dua orang cucu perempuan atau lebih clari anak laki-laki, apabila anak
Artinya:
"Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua
pertiga dari harta yang ditingga!kan o/eh yang meninggal.
cl. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak (Surat. An Nisa
4: 176)
36
a. Ibu, apabila anak yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu
perempuan) yang sebapak atau seibu (sekandung). Firman Allah QS. al-
Nisa (4):11:
Artinya:
"Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi a/eh ibu-
bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenan1
b. Dua orang saudara atau lebih (laki-laki atau perempuan) yang seibu.
~ # - / J ? J." _, ,- ? t G } / ,-
a. Ibu, apabila anaknya meningal itu tidak mempunyai anak atau cucu
c. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), apabila ibu tidak ada, ha! ini
berkata:
Artinya:
"Sesungguhnya Nabi saw re/ah menetapkan bagian nenek seperenam (116)
bagian dari harta warisan." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi kecua/i an-
Nasai).
d. Cucu perempuan (seorang atau lebih) dari anak laki-laki, apabila orang
Artinya:
11
Nabi telah men-1berikan seperenan1 bagian unruk cucu perernpuan dari anak
/aki-laki, serta (ada) anak perempuan." (HR. Bukhari)
yang berkenaan dengan peralihan hak atau kewajiban atas harta kekayaan
25
seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya.
Asas hukum kewarisan Islam yang dapat disalurkan dari Al-Quran dan
1. Asas Ijbari
harta seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan
25
Keputusan Seminar Hukum Waris Islam yang diselenggarakan oleh Proyek Pembinaan
Sadan Peradilan Agama, tanggal 5-8 April 1982, di Cisarua Bogor, (Jakarta, Depag RI, t.th)
39
hukum kewarisan Islam terutama terlihat dari segi ahli waris harus (tidal
Adanya asas ijbari dalam hukum kewarisan Islam dapat dilihat dari:
Asas ijbari ini dapat dilihat pada Kompilasi Hukum Islam (KI-II)
dalam Bab I tentang ketentuan umum pasal 171 huruf a sampai f, Bab II
tentang ahli waris pasal 172 sampai 175 dan Bab III tentang besarnya
2. Asas Bilateral
Asas ini yaitu bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari kedua
belah pihak baik keturunan laki-laki maupun perempuan. Asas ini dapat
dilihat dalam surat An-Nisa ayat 7, 11, 12 dan 176. Dalam ayat 7 surat
mendapat warisan dari orang tuanya secara bilateral. Asas bilateral dapat
dilihat dalam KHI pada pasal 174, Bab III tentang besamya bagian, pasal
176-191, dan bab IV tentang Aul dan Rad pasal 192 dan 193.
26
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar !/mu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004) Cet ke-4, h. 14 I
40
3. Asas Individual
kemudian dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak sesuai kadar
masing-masing. Dalam hal ini setiap ahli waris berhak atas bagian yang
sudah ditentukan.
dan kewajiban, baik hak yang diperoleh dengan kewajiban yai1g harus
diterima oleh ahli waris pada hakikatnya adalah pelanjutan tanggung jawab
KHI merumuskannya dalam pas al 183, yaitu : para ahli waris dapat
kepada orang lain disebut dengan kewarisan, terjadi setelah orang yang
mempunyai harta meninggal dunia. Ini berarti harta seseorang tidak dapat
beralih kepada orang lain selama ia masih hidup sedangkan dalam KHI
merumuskannya dalam pasal 211, yaitu : peralihan harta dengan jalan hibah
orang lebih dekat kekerabatannya dengan pewaris. Dalam KHI pasal 174
ayat (2) disebutkan : apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak
terdiri dari : ayah, anak dan saudara laki-laki, paman dan kakek. Kedua,
golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak dan saudara perempuan dan
nenek. Dari golongan laki-laki, saudara terhalang oleh ayah. Dari golongan
saling waris mewarisi. Dalam KHI dirumuskan pada pasal 171 huruf b :
peninggalan". Huruf c : "ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal
pewaris, beragama islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi
ahli waris".
menyatakan: 27
memperbanyak ahli waris agar harta warisan itu tidak te1timbun oleh
27
Abdul Qadir Jaelani, Keluarga Sakinah (Surabaya, Bina Ilmu, I 995) h. 277
43
28
Mustafa Husni as-Siba'i, Kehidupan Sosial Menurut Islam (Bandung, Diponegoro,
1981), h. 161
29
Mahmud Syaltut, Islam, Aqidah Dan Syari'ah (Jakarta, Pustaka Amani, 1986), h. 353
BAB III
Daerah Kuningan merupakan salah satu dari wilayah Jawa Barat yang
hingga kini masih kental nuansa agamis khususnya dalam masalah kewarisan.
Hal ini mengingat adat atau tradisi di daerah ini sudah terpatri sejak sebelum
dan merupakan daerah otonom yang masuk wilayah kerajaan Sunda yang
pada tahun 1389 M masuk bagian dari kerajaan Pajajaran. Kata sunda sendiri
memiliki arti aneka ragam, antara lain jamal, indah, atau elok. Lambat laun
kata ini selain itu sebagai salah satu suku atau bahasa di Jawa Barat. 2
yang sangat taat pada ajaran agamanya. Sehingga hal ini membuat kuatnya
1
• Sejarah Ringkas Kabupalen Daerah TK. fl Kuningan, (Kuningan, Dinas Pariwisata
Daerah, 2000), h. 1
2• Ajip Rosyidi, Kesusaslraan Sunda Dewasa lni, (Cirebon, t.p, 1966), h. 107
45
peninggalan, secara adat masih berlaku hingga kini. Menurut istilah adat sunda
yang dikemukakan oleh Saini KM, hukum waris ialah peraturan hukurn yang
mengatur pemindahan hak milik barang-barang, harta benda dari generasi yang
berangsur mati (generasi tua) kepada generasi muda (ahli waris) yang masih
hidup, baik dari bapak kepada anak, dari anak kepada cu cu dan seterusnya. 4
lepas dari kehidupan keagamaan orang Sunda. Mayoritas agama yang dipeluk
Kehidupan agama tersebut juga tampak amat kuat bagi orang Sunda. Apabila
2. Ahli waris, adalah orang yang ada hubungannya dengan orang yang telah
dengan syarat-syarat kewarisan Islam, hanya perbedaan istilah saja yang beda
antara lain :
I. Pewaris, artinya orang yang mewariskan. Dalam ha! ini pewarisan baru
itu dihitung seperti yang dinyatakan oleh keputusan hakim, bukan tanggal
5
• Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta, Djambatan, 1979),
Cet ke-4, h. 311
47
meninggal dunia, dan ahli waris tersebut berhak memperoleh harta pusaka
Walaupun dua syarat telah dipenuhi yakni syarat (1) dan (2), namun
salah seorang dari mereka tidak dapat mewarisi harta peninggalannya kepada
yang lain jika terdapat salah satu dari macam penghalang yang mewarisi.
a. Sedarah dan tidak sedarah, ahli waris yang sedarah terdiri dari anak
kandung, orang tua, saudara dan cucu. Sedangkan ahli waris tidak
akad nikah yang sah dengan perempuan, maka di antara keduanya telah
'. Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung, Alumni, 1983), Cet ke-2, h. 109
48
kepada desa atau Baitul Mal atau kepada orang yang tidak mampu atau
ampunan secara nyata dalam ucapan atau prilakusebelum atau ketika proses
keluarga pewaris.
I. Ahli Waris
mana adat dan mana agama. Biasanya kedua unsur ini terjalin erat menjadi
laki dengan anak perempuan ialah dua berbanding satu (2; I). Di adat
Sunda, Jawa Barat ha! itu berlainan, karena menurut adat baik anak laki-
ciri-ciri bilateral dan generasional. Dilihat dari sudut ego, orang sunda
mengenal istilah tujuh generasi ke atas dan tujuh generasi ke bawah, yakni :
Ke Atas KeBawah
a. Ko lot a. Anak
b. Embah b. Incu
c. Buyut c. Buyut
d. Bao d. Bao
e. Janggawareng e. Janggawareng
f. Udeg-udeg f. Udeg-udeg
7
• Kosoh S, dkk, Sejarah Daerah Jawa Baral, (Jakarta, Proyek Inventarisasi dan
dokumentasi Sejarah nasional, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Dirjen Kebudayaan,
Depdikbud, 1994), eel ke-2, h. 127
50
laki tidak berbeda dengan sebutan kekerabatan bagi kerabat pihak wanita.
Apabila kita melihat istilah kekerabatan orang Sunda, maka tampak istilah
yang dipergunakan untuk kedua generasi ke atas dan ke bawah dilihat dari
sudut ego seperti: ayah dengan sebutan apa, bapa, pa. Ibu dengan sebutan
ema, ma. Kakak laki-laki dengan sebutan kakang, kaka, akang, atau kang.
Kakak perempuan dengan sebutan ceuceu, euceu, ceu. Kakak laki-laki ayah
atau ibu dengan sebutan uwa. Adik laki-laki ayah atau ibu dengan sebutan
mamang, emang, atau mang. Adik perempuan ayah atau ibu dengan
anggapan bahwa dua generasi keatas dan kebawah itu masih mempunyai
maupun ibu) yang umum di daerah adat Sunda, semua harta benda
ahli waris yang mendapatkan, dan ha! itu dapat dikelompokkan kepada
meninggalkan anak-anak.
sama rata kepada ahli waris yang mendapatkan, baik itu anak-anaknya,
yang masih hidup. Harta pusaka dalam aturan tertib ini senantiasa terdiri
dari harta milik sendiri dari yang meninggal ditambah dengan harta
terbagi pada 2 macam cara yang dibagi kepada generasi muda yaitu :
52
Yang dimaksud generasi tua disini ialah bapak dan ibu dari
dilakukan atas persetujuan antara suami dan istri. Bisa juga suami
keluarga mereka sendiri, tanpa dihadiri dari pihak luar manapun baik
apabila kedua orang tua ibu dan bapak dari waris setelah meninggal.
53
Apabila bapak saja yang meninggal sedangkan ibu masih hidup, hak
kekuasaan atas semua hmta jatuh kepada ibu (istrinya), dan ini yang
meninggal itu.
(turun reki), apakah termasuk anak sulung, bungsu atau bontot. Anak
sulung atau pertama mendapatkan bagian warisan lebih besm· dari adik-
keluarga.
Dalam ha! kedua orang tua meninggal dari ahli warisnya, maka
diatur oleh laki-laki yang tertua dari ahli waris sa111pai mendapatkan
kitab faroid.
(way of life). Tetapi bukan semata-mata terdapat asas kerukunan dan asas
kesa111aan hak dalam pewarisan, na111un terdapat pula asas-asas hukum yang
terdiri dari :
55
1. Asas Ketuhanan
Asas ketuhanan ini adalah sila ketuhanan yang maha esa dengan
artian setiap orang, tiap anggota keluarga yang percaya dan taqwa kepada
Bahwa rejeki dan kekayaan manusia yang dapat dikuasai dan dimilikinya
sangat diutamakan mengingat, bahwa sesuatu yang ada di muka bumi ini
adalah milik Tuhan. Sebelum harta pusaka dibagikan kepada ahli waris,
kemanusiaan yang adil dan beradab, dengan artian hak atas warisan yang
peninggalan (warisan) dapat sesuai po rs inya. Dan tidak ada yang merasa
bagian yang setara atau sama rata. Sedangkan dalam pembagian warisan
56
mendapatkan bagian sesuai dengan cara tersebut yakni melihat garis silsilah
keturunan.
Dengan sila persatuan ini dalam ruang lingkup yang kecil seperi
pewaris wafat bukanlah tuntutan atas harta warisan yang harus segera
rukun dan damai dengan adanya hruia warisan itu. Diharapkan dengan asas
tanggung jawab yang sama dan atau hak dan kewajiban yru1g sama
ahli waris dalam pembagian tirkah dari pewaris. Pada umumnya dalam adat
meninggal, maka asas ini menjadi solusi akhir bagi tercapainya ahli waris
Dengan adanya rasa keadilan ini maka dalam hukum waris adat
tidak berarti membagi pemilikan atau pemakaian hmia warisan yang sama
adat, yaitu asas welas kasih terhadap para ahli waris, yang dikarenakan
Asas keadilan ini mewakili dari tujuan adanya bagi waris. Antara
tua mereka. Begitu juga dalam pembagian setelah generasi tua meninggal,
8
. Ter Haar BZN, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Penerjemah K. Ng. Soebakti
Peosponoto (Jakarta, Pradnya Paramita, 1999), Cet. Ke-12, h.10.
BAB IV
ANALISA PERBANDINGAN HUKUM KEWARISAN ADAT SUNDA
Islam
sama, yaitu ada kematian seseorang yang meninggalkan harta waris dan
penyelesaian hutang-hutangnya.
hukum adat Sunda pada dasarnya mempunyai arti yang sama, misalnya
hukum kewai'isan Islam yang membedakan adalah asal kata dari hukum
adat sunda berasal dari bahasa Sunda. Dalam kewarisan Islam seperti
bapak (i.,il), kakek (4), bapaknya kakek (:i..,JI i.,il), kakeknya kakek (:i..,JI 4)
dll. Adapun dalam kewarisan adat Sunda terdapat istilah kolot (bapak),
2. Harta Warisan
a. Harta warisan
dikeluarkan).
4) Wasiat si pewaris.
karena tradisi atau adat setempat, maka tidak dibiayai dari harta
hutang-hutang si mayat.
60
apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang beralih kepada abli warisnya.
mewarisi, yaitu :
61
meningal dunia.
2) Ada ahli waris, yaitu orang yang berhak menerima warisan yakni
b. Syarat mewarisi
Dalam hukum kewarisan adat Sunda ada dua ha! yang menjadi
dunia. Kedua, ahli waris yang hendak mewarisi masih hidup atau ada saat
dua syarat di atas ditan1bah lagi tidak ada penghalang untuk menerima
warisan.
adalah ahli waris yang dipersalahkill1 karena telah membunuh atau mencoba
atau memalsukan surat wasiat atau dengill1 memakai kekerasru1 atau ill1Camill1
kehendaknya. Selain itu juga ahli waris yang berpaling dari agama Islam
(murtad).
62
tidak menerima warisan adalah ahli waris yang telah membunuh pewaris, ahli
waris yang berlainan agama dengan si pewaris, ahli waris yang keluar dari
waris, adalah bersifat imparsial yang tidak membedakan dari pada asas
adat Batak bersifat patrilinial, sedangkan hukum adat Sunda dipakai kedua-
duanya. Hal tersebut selaras dengan Islam, yakni kalau seseorang meninggal
wansan.
kebenarannya dijamin oleh Allah SWT, dan siapa pun tidak bisa meragukan
kedua hukum itu. Adapun hukum kewarisan adat Sunda juga bersumber dari
menganut agama Islam. Selain itu terdapat aturan yang sudah menjadi tradisi
setempat seperti pembagian turun reki {pembagian yang ditinjau dari silsilah
keluarga). Namun ha! terakhir ini merupakan buatan manusia yang amat
kewarisan adat Sunda, bahwa Islam adalah sebuah kepercayaan orang Sunda
2. Ahli Waris
Dalam hukum kewarisan Islam, seorang ahli waris dapat dan berhak
4) Tidak terhijab
tidak terdapat aturan tentang tersebut, baik menerima secara murni atau pun
I) Ahli waris "Asha bu/ Furudh", yaitu ahli waris yang menerima bagian
yang besar kecilnya telah ditentukan dalam al-Qur'an seperti 1/2, 1/3 atau
116.
2) Ahli waris "Ashabah", yaitu bagian sisa setelah diberikan kepada ahli
waris ashabul furudh. Dengan kata lain, ashabah juga berarti mereka yang
berhak atas semua peninggalan bila tidak didapatkan seorang pun di antara
ashabul furud.
3) Ahli waris "Dzawil Arham", yaitu kekerabatan secara mutlak baik dari
semua anak-anaknya.
anak-anak.
dalam menerima warisan, yaitu menerima secara mumi dan menerima secara
bersyarat.
Ahli waris yang menerima dengan secara mumi berarti ahli war1s
menerima harta warisan dengan mengajukan syarat, artinya ahli waris tersebut
3. Sebab Mewarisi
perkawinan. Sedangkan dalam hukum kewarisan Islam ada satu ha! lagi yang
menjadi sebab mewarisi, yakni yaitu al-wala, yakni kekerabatan yang timbul
karena membebaskan (memberikan) hak budak. Namun ha! tersebut pada saat
ini tidak ada karena sudah tidak relevan dalam konteks sekarang. Apabila
antara hukum kewarisan Islam dan hukum kewarisan adat Sunda. Menurut
hukW11 kewarisan Islam, laki-laki mendapat bagian dua kali lipat dari
perempuan (2; I), sedangkan menurut hukum kewarisan adat sunda, antara
laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan, semuanya mendapat sama rata
duda, sebab janda sebagai ahli waris dari mendiang suaminya memperoleh
seperdelapan (1/8) bagian dari harta pusaka jika terdapat anak. Apabila tidak
terdapat anak maka bagian janda mendapat seperempat (1/4) bagian dari harta
peninggalan.
66
warisan, jika tidak terdapat anak ia mendapat setengah (1/2) bagian. Berbeda
dan duda dalam posisi sama sebagai ahli waris dari yang meninggal.
kewarisan adat Sunda bahwa kakek baik dari pihak ibu maupun dari pihak
sedangkan kakek termasuk golongan ke-III. Selagi ada golongan ke-II, maka
golongan ke-III (dalam hal ini kakek), tidak dapat tampil mewarisi harta
peninggalan.
keturunan keluarga perempuan yang tidak berhak mewarisi kecuali tidak ada
sama sekali dzawil furudh dan ashabah. Sedangkan nenek dapat mewarisi
menggantikan ibu seperenam (116) , dan berbagi sanm rata atas seperenam
(1/6) bila dua orang atau lebih dengan tidak membedakan nenek dari pihak
1. Pembahasan Teori
a. Sistem hukum kewarisan perdata barat (eropa) yang tertuang dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (BW).
b. Sistem hukum kewarisan adat yang beraneka ragam yang dipengaruhi oleh
bentuk etnis.
c. Sistem hukum kewarisan Islam yang juga terdiri dari pluralisme ajaran dan
pemahaman.
Hukum kewarisan ini berlaku bagi orang-orang Indonesia yang beragama
1
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al Qir'an dan Hadits, (Jakarta: Tinta mas,
198 l) h. l
69
2. Aspek Sosiologis
suku, yang dalam ha! ini kedudukan adat sangat kuat. Namun walaupun
demikian masih terdapat ketentuan dan peraturan yang tegas bahwa adat dapat
Hurgronye tentang hubungan hukum adat dengan hukum Islam, yang ada
hukum Islam4 .
3. Aspek filosofis
dari kehidupan ini, begitu pula dengan hukum kewarisan yang sudah diatur
keharusan (<las so lien) untuk ditaati yang kemudian dalam praktek kehidupan
4
. Sayuti Thalib, Receptio a Contrario (hubungan-hubungan hukum adat dengan hukum
Islam) (Jakarta, Academika, 1980) h, 7
70
Jawa Baral, penulis mengambil data dari sejumlah ahli waris yang telah
mulai dari bulan Januari sampai Oktober 2007. Yang menjadi catatan di sini
yaitu data yang diambil adalah perkara bagi waris yang dapat terdeteksi dan
teridentifikasi. Artinya, yang akan dianalisis sebagai data dalam penelitian ini
Apakah lebih cenderung memakai hukum kewarisan Islam ataukah adat Sunda
pada umumnya praktek pembagian warisan pada keluarga sangat tertutup dan
ekslusif, para ahli waris tidak mau dipublikasikan karena bersifat private dan
meajadi pewaris, sehingga akan sulit mencari data yang diharapkan. Mengenai
Kabupaten Kuningan dalam rentang waktu dari bulan Januari hingga Oktober
Nama Keterangan
No Bulan Alam at Pembagian
Almarhum/ah Bagi Waris
I Januari - - - -
Tidak
2 Februari Rustam Efendi Blok Manis Tertutup
Diketahui
Tidak
3 Maret Juju Junaedi Blok Pahing Tertutup
Diketahui
4 April - - - -
5 Mei - - - -
Blok Musyawarah
6 Juni Eddi Ruhaedi Diketahui
Kliwon Keluarga
7 Juli - - - -
Musyawarah
8 Agustus Yayat Hidayat Blok Manis Diketahui
Keluarga
9 September - - - -
10 Oktober - - - -
Jumlah 4 orang
Sumber: Laporan Bulanan Bagian Data/Arsip Desa Cibingbin, Kuningan
Diambil Tanggal 15 Oktober 2007
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perkara bagi waris yang diambil
jadi sample selama tahun 2007, tetapi karena dalam penelitian ini tidak
jumlah perkara dalam setiap tahunnya untuk dijadikan sampel. Penulis hanya
mengambil data yang ditemukan saja dan yang dapat mewakili perkara bagi
"alamat" sebagai identitas dari mana yang meninggal berasal. Adapun kolom
"keterangan bagi waris" isinya berupa hasil observasi penulis dalam mencari
data dari ahli waris . Sedangkan kolom "pembagian" isinya adalah hasil final
Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa sekalipun orang yang
meninggal bervariatif, terlihat dari subjek pewaris bukan hanya dari pihak laki-
laki tetapi juga terdapat pihak perempuan. Sehingga dalam kajian hukumnya
dapat diselesaikan menurut cara yang disepakati dari ahli waris, selain jalur
yang ditetapkan dalam hukum kewarisan Islam yang tertuang dalam Al-Qur' an,
hukum positif (KHI), ahli waris kadang lebih leluasa memakai hukum adat
dapat di ketahui dan diselesaikan prosesnya, tetapi ha! ini membuktikan bahwa
tidak setiap perkara bagi haiia wai·isai1 dapat diselesaikan dengan ketentuan
pembagiannya sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 176-191 KHI, tetapi ada
alternatif pembagian lain dari ahli waris yakni melalui jalur musyawarah
mufakat keluarga.
melalui label, penulis juga akan menganalisis beberapa hasil pembagian waris
a. Kasus I
meninggal pada hari Minggu tanggal 10 Juni 2007 akibat serangan jantung
yang dialaminya sejak dua tahun terakhir. Setelah menjalani beberapa kali
dengan istri yang bernama Nunung Nmjannah pada bulan November tahun
1989. Selama perkawinan almarhum telah dikaruniai dua orang anak (satu
enam tahun ( 15 Mei 1999). Selain itu, almarhum juga meninggalkan sanak
74
Mereka itu adalah Bapak Warto, Ibu Ina, Ibu Hj Uni dan Bapak Waryo.
2) Satu buah kios warung alat-alat besi berukuran 3x5 No. 55 yang terletak
1 buah kios warung besi yang terletak di Jakarta, diberikan semua kepada 2
Bayyinusysyafaat.
75
apa. Semua haiia warisan dilimpahkan untuk 2 anak untuk di jaga dan
dikelola.
berusia 6 tahun yang baru duduk di kelas 2 SD. Sementara posisi janda
mendiang hanya numpang sementara atau ikut sama ke-2 anaknya sampai
lagi dengan orang lain, dia tetap harus tinggal dengan mereka dan tetap
merawat rumah dan usaha kiosnya sampai posisi anak-anak dewasa atau
berkeluarga.
kesepakatan keluarga, dan yang paling utama ha! demikian pula sudah
parental (susunan pertalian menurut garis ayah maupun ibu) yang berlaku di
adat Sunda, kedua anak tersebut termasuk kategori generasi pertama yang
(selaku istri almarhum) dianggap tidak adil, karena kalau memakai cara
76
pembagian hukum Islan1 atau syariah tentu ia dapat bagian dari warisan.
Tetapi, akhirnya bagaimanapun dia harus terima dan ikhlas dengan hasil
(faroidl) atau yang sesuai dengan aturan KHI, tentu sangat berbeda bahkan
j auh dari hasil apa yang disebut diatas. Seperti dalarn Pasal 176-191 KHI
adanya anak.
27/24
2 sdr (lk)
: } Mahjub/terhalang
2 sdr (lk)
77
penyebut (27) menjadi 27, berarti menjadi 27 /27. maka pembagian warisan
tersebut adalah :
Analisis Praktek
berbeda dengan harta bersama atau gono gini yang diperebutkan bila terjadi
kyai/tokoh dan aparat desa . Selain sudah menjadi adat dan tradisi setempat,
akibat warisan.
sepihak, tidak dipertanyakan kepada salah satu ahli waris yakni sang janda
(istri almarhum) cara atau hukum apa yang akan digunakan. I-Ianya dari
mufakat. Karena pada dasarnya, sang janda pun dalam kenyataannya ingin
Memang haiia peninggalan tersebut tidak begitu banyak tapi ha! ini
bukan tanpa alasan, mengingat semasa hidupnya almarhum, sang istri telah
akhirnya hak bagian istri harus terhapus dengan hasil keputusai1 mufakat
keluarga.
terse but, pertama, hak janda (isteri almarhum) tergadaikan dengan memakai
hukum secara adat yang otomatis tidak mendapatkan hak bagiannya. Kedua,
-tidak ada istilah bekas anak- dalam ha! ini posisi janda kalau memang
mengedepankan ego dan kepentingan pribadi, bisa saja tidak mau mengurus
menurut ilmu Faroidl (hukum Islam) otomatis akan berbeda jauh hasilnya.
Karena kedudukan istri masuk pada kategori Furudl Al- Muqaddaroh sesuai
yang ditentukan dalam Al-Qur'an dan Hadits. Pasal 176-191 KHI juga
79
hukum dalam pembagian waris diatas tidak diprioritaskan. Hak opsi hukum
diterima dan dijalankan oleh para ahli waris. Dengan kata lain hukwn Islam
b. Kasus II
rumah kediaman akibat gejala penyakit tipes yang barn dideritanya selama 6
dengan istri yang bernama Ida Nuraida pada bulan April tahun 1969.
(lahir 15 September 1980), dan Ita Purnamasari yang berusia 20 tahun (lahir
13 Maret 1990). Selain itu, almarhum juga meninggalkan isteri tercinta Ida
15.000.000,-
3. Satu buah kios warung nasi berukuran 5xl0 No. 06 yang terletak di
4. Satu unit motor merk Honda Supra tahun 2005 wama hitam No. Pol. E
Rp 12.000.000,-
yang terletak di pasar, dan I unit sepeda motor merk Honda tahun 2005
warung nasi dan sepeda motor, Dewi Rahmawati mendapat 1 bidang tanah
dan bapak Abdul Hakim selaku kakek, tidak mendapatkan apa-apa dari
bagian harta warisan. Semua harta warisan dilimpahkan untuk 3 anak untuk
kebiasaan adat di Sunda dan tradisi disanai Sama seperti kasus pertama,
82
dalam tertib parental (susunan pertalian menurut garis ayah maupun ibu)
yang berlaku di adat Sunda, kedua anak tersebut termasuk kategori generasi
tidak diinginkan seperti iri dengki, gugatan harta warisan di!. Musyawarah
ini berjalan lancar walau tidak melibatkan kyai, tokoh atau aparat desa. -
hukum Islam (faroidl), atau yang sesuai dengan aturan KHI, tentu sangat
tidak sama bahkan jauh dari basil apa yang disebut diatas. Seperti dalam
Bab III Pasal 176-191 KHI tentang pembagian masing-masing ahli waris,
(1/8) dari haiia peninggalan, bapak Abdul Hakim kedudukan sebagai kakek
!ta yang merupakan anak pererl).puan mendapat seperempat (1/4) dari harta
pus aka.
berikut:
83
peninggalan dikurangi jumlah dari istri dan kakek. Maka sisa Rp.
(2;1), maka bagian 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan adalah (2; 1+1)=
4. Maka:
Dengan demikian bila memakai ilmu faroidl dari tiap ahli waris
Rp. 12.000.000,- Anang mendapat Rp. 25.500.000 Dewi dan Ita masing-
Analisis Praktek
terjadi emosi atau pikiran tak terkendali gara gara berebut harta
peninggalan.
hukum mana yang dipakai. Maksudnya tidak ada pihak yang merasa
84
dirugikan baik dari istri almarhum, kakek bahkan anak-anaknya. Semua abli
waris legowo dan menerima dengan keputusan mufakat tersebut. Hal ini
keluarga, ibarat kata berapapun harta pasti kan dibeli demi terjaganya
harmonisasi keluarga.
kerabat keluarga dan tidak mendatangkan dari kyai/ularna atau aparat desa.
fitrah manusia tetap saja ingin meguasai bagiannya dan mendapatkan paling
besar. Tapi ha! tersebut tidak terdetik di pikiran ahli waris, dan prosesnya
Apabila dilihat dalam pasal 176-191 KHI, posisi isteri, kakek dan
waris tersebut dalam hukum Islam pun sudah jelas ketentuannya masuk
hukum dalam pembagian waris di atas tidak diutamakan. Hak opsi akan
85
dijalankan.
lain yang dalam hal ini kyai/ulama, tokoh atau aparat pemerintah.
Apabila ditarik benang merah antara kajian hukum secara teoritis (law in
book) dengan kajian hukum dalam tataran praktis (law in action) mengenai
permasalahan pembagian harta warisan, banyak hal yang harus dicatat untuk
yang berhak. Dalam Islam istilah ini sering disebut Fiqh Mawarits atau Faroidl.
Dalam KHI Pasal 171 ayat a juga dijelaskan hukum kewarisan yaitu : "Hukum
pewaris, menentukan siapa siapa yang berhak dan berapa bagiannya msing-
masmg.
Adapun dari pengertian adat Sunda, hukum kewarisan hampir tidak jauh
beda pengertiannya dengan menurut Islam dan KHI, yaitu peraturan hukum
yang mengatur pemindahan hak milik barang-barang atau harta benda dari
generasi tua (mayit/almarhum) kepada generasi muda (ahli waris) yang masih
hidup baik dari bapak kepada anak, anak kepada cucu dan seterusnya.
warisan, seperti rukun, syarat, sebab, asas dan bagiannya. Semuanya sudah
tersurat dan tersirat secara jelas dalam hukum waris Islam dan adat Sunda.
warisan masih digunakan dalam penyelesaiannya oleh ahli waris. Dari beberapa
keberadaan dan eksistensi antara hukum kewarisan Islam clan hukum kewarisan
dijadikan tradisi dan adat setempat walau pun tidak sesuai dengan hukum Islam.
Hal ini menurut penulis bukan suatu problem, karena antar keduanya
terdapat asas dan prinsip yang sama, meskipun dalam pembagiannya sangat
agar keluarga tidak terpecah dan terjadinya sengketa keluarga akibat warisan.
Hal ini didukung dari hasil wawancara dengan para ahli waris, tokoh/ulama dan
ha! demikian dilegalkan selama memang tidak menyimpang dari jalur hukum
dan agama. Pada pasal 183 KHI menyebutkan "para abli waris dapat bersepakat
menyadari bagiannya".
sesuatu yang tetap dan baku, masyarakat khususnya adat sunda dapat memilab
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan penelitian dengan kajian dari berbagai sumber, penulis
1. Hukum kewarisan Adat Sunda dan hukum kewaristm Islam pada prinsipnya
sama. Persamaaan dan perbedaan yang mendasar dari kedua sistem hukum
kewarisan.
Sunda tetap dilestarikan dan masih dipakai bahkan berlangsw1g hingga kini.
Bagi setiap orang Islam hendaknya berpegang teguh kepada prinsip hukum
masyarakat Sunda yang tetap memakai ketentuan sesuai adatnya dalam ha!
ada aturan yang mengharuskan seseorang memakai sistem hukum mana dalam
mufakat antara ahli waris, setelah segala tanggungan dari orang yang
yang menjadi latar belakang penulisan skripsi ini. Sekalipun dalam prosesnya
dalam bentuk skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis, umumnya
B. REKOMENDASIATAUSARAN
Dengan penulisan skripsi ini, penulis dapat mengetahui perbandingan
antara Hukum Kewarisan Adat Sunda dengan Hukum Kewarisan Islam di Desa
2. Hendaknya para hakim Pengadilan Agama dan Negeri maupun para tokoh
suatu aturan hukum mengenai ketentuan hukum kewarisan dalam KHI dan
ketidakpastian hukum.
Agar penetapan hukum bersumber kepada satu sumber hukum yang tertata
disosialisasikai1 oleh para praktisi hukum Islam dan para ulama kepada
tersebut. Bagi yang ingin melaksanakan peraturan dan ketentuan sesuai adat,
kemudian hari, masalah harta harta pusaka ini dapat diselesaikan dengan
Al-Quran al-Karim.
Al-Bukhari, Abdullah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari, Beirut, Dami Fikr,
1981,juz 8.
Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam : Pengantar llmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. Ke-4.
Allen, C.K, Law in the Making, Oxford, The Clanrendon Press, 1957.
Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2004, Cet.
Ke-4.
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Seminar Hukum Adat dan Pembinaan
Hukum Nasional, Bandung, Binacipta, 1976.
Bisri, Cik Hasan, Pilar-pilar Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakai1a, Raja
Grafindo Persada, 2004.
92
Chambliss dan Seidman. Law, Order, and Power Reading, Massachusetts, Addisaon-
Wesley Publishing Company, 1971.
Darhan, Adaby dan Wahid, Abdul, Antara Saung, Warung, dan Tajug: Transformasi
Ekonomi dan Prilaku Agama Komunitas Pedagang Di Cibingbin, Jawa Barat,
Jogjakarta, Lembaga Penelitian UGM, 2004.
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Surabaya, Mekar Jaya, 2004.
Hardjawijaya J Prof, SH. Hukum Perdata, Buku kesatu tentang perorangan dan
hukum keluarga, Malang, PHPM Unibraw, 1979.
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur'an dan Hadits, Jakarta, Tinta
Mas, 1967, Cet. Ke-4.
lbnu Hajjaj, Al-Imam Abi Husain Muslim, Shahih Muslim, Beirut, Darul Fikr, Juz II,
t.th.
K.M, Saini, Adat lstiadat Daerah Jawa Barat, Proyek Penelitian dan Pencatatan
Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1980.
Kosoh S, dkk, Sejarah Daerah Jawa Barat, Jakarta, Proyek Inventarisasi dan
dokumentasi Sejarah nasional, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional,
Dirjen Kebudayaan, Depdikbud, 1994, Cet. Ke-2.
Ma'arif, Ahmad Syafi'i, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta, LP3S, 1996, Cet.
Ke-I.
Ma'luf, Luwis, Al-Murifidfi al Lughoti Wa al'Alam, Beirut, Darul Masyriq, 1984, Cet.
Ke-27.
Nuruddin, Amiur, dan Akmal Tarigan, Azhari, Hukum Perdata Islam di Indonesia;
Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 111974 sampai
KHl, Jakarta, Prenada Media, 2004.
Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama, Keputusan Seminar Hukum Waris Islam,
tanggal 5-8 April 1982, Cisarua, Bogor, Jakarta, Depag RI.
Rafiq, Alunad, Fiqh Mawaris, Jakarta, PT Raja Grafindo, 1995, Cet. Ke-2.
Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah, Beirnt, Darul Fikr, 1983, Cet. Ke-4.
Sadikin, !kin, Tanya Jawab Hukum Keluarga dan Waris, Bandung, Armico, 1982.
Sirry, Abdul Mun'im, Sejarah Fiqh Islam; Sebuah Pengantar, Surabaya; Risalah
Gusti, 1995.
Syaltut, Mahmud, Islam, Aqidah Dan Syariah, Jakarta, Pustaka Amani, 1986.
Thalib, Sayuti, Hukum Kewarisan di Indonesia, Jakarta, Bina Aksara, 1981, Cet. Ke-
!.
Ter Haar BZN, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Te1j. K. Ng, Soebakti
Poesponoto Jakarta, Pradnya Paramita, 1999, Cet. Ke-12.
I. T : Kapan Ibu menikah dan berapa lama usia pcrnikahan anda dengan
almarhum?
J : Saya menikah dengan Bapak Eddy Ruhaedi (almarhum) bulan November
1989, tanggalnya saya agak lupa. Berarti usia pernikahan saya dengan beliau ada
sekitar 18 tahun
7. T : Kalau tidak ada yang sctuju dengan proses pembagiannya yang sudah
dilakukan, bagaimana antisipasi ha! terscbut ?
J : lnsya Allah tidak ada yang dirugikan, karena kami memutuskan dengan cara
mufakat keluarga dengan saling menerima masing-masing demi kemaslabatan
keluarga terutama ke-2 anak kami. Bilamana terjadi ketidak-puasan yang
akhimya dapat menyebabkan sengketa, kan1i berusaba meminimalisimya dengan
cara dimusyawarabkan kembali antar keluarga. Mungkin juga dengan diberikan
penjelasan dan pemahaman oleh sepuh keluarga bahkan tokoh masyarakat.
( Nunung Nurjan ah )
5. T : Apa perbedaan dan persamaan yang mendasar antara Hukum
Kewarisan Adat Sunda dengan Hukum Kewarisan Islam ?
J : Keduanya sama sama membagi harta warisan kepada ahli waris. Perbedaanya
hanya kepada cara dan porsi bagian yang ditentukan masing-masing. Hukum
Islam sudah menentukan bagiannya (Furudl Al- Muqaddarah) yang ditetapkan
dalam Al-Quran dan Hadits. Adapun Hukum Adat Sunda pembagiannya
disesuaikan dengan keputusan musyawarah mufakat keluarga. Kedua hukum ini
mengandung prinsip-prinsip yang sepadan antara lain prinsip keadilan, individual,
kesamaan agama dll.
8. T : Dilihat dari kuantitas, lebih banyak mana keluarga ahli waris yang
memakai sistem kewarisan Islam atau adat ?
J : Sepanjang saya ketahui masyarakat condong dominan memakai tradisi. Ya ..
saya lebih cenderung memakai kata mufakat keluarga bukan adat, biasanya bagi
orang yang mengerti lebih condong tidak memakai hukum adat tetapi hukwn
islam yang nota bene 2 banding' I
( KH Asep Syarifuddin )
HASIL WA WANCARA
1 T : Kapan orang tua menikah dan berapa lama usia pernikahan almarhum ?
J : Orang tua saya menikah bulan April tahun 1969, tanggalnya saya kurang ingat
persis. Berarti usia pernikahan mereka sekitar 3 8 tahun
7. T : Kalan tidak ada yang setuju dengan proses pembagiannya yang sudah
dilakukan, bagaimana antisipasi ha! tersebut ?
J : Saat pembagiannya kami sudah sepakat. Kayaknya enggak deh, itu udah
diantisipasi. Kedepan Insya Allah tidak ada yang dirngikan, karena kami
memutuskan dengan cara musyawarah keluarga dengan sating menerima masing-
masing demi kemaslahatan keluarga kami. Kalaupun terjadi iri dengki atau
ketidak-puasan yang ujungnya menyebabkan keretakan, kami bernsaha
meminimalisimya dengan cara dimusyawarahkan kembali antar keluarga.
Mungkin juga dengan diberikan penjelasan dan pemahaman oleh sepuh keluarga
bahkan tokoh masyarakat. Dan memang ketika musyawarah, tidak ada dari pihak
luar (Kyai atau aparat pemerintah) yang hadir. Cukup keluarga kami aja yang
rembuginnya.
8. T : Sejauh mana pemahaman bapak sebagai ahli waris almarhum, terhadap
hukum kewarisan, apakah di jalani sesuai ketentuan Hukum Islam atau
lebih mengutamakan adat dan tradisi?
J : Sedikit-sedikit Insya Allah saya tahu kalau dalam hukum Islamkan, antara
lakilaki dan perempuan bagiannya 2 berbanding 1, juga kerabat dari yang
meninggal pun mendapatkan bagian. Tapi karena sudah menjadi tradisi disini,
pembagian warisannya pun memakai mufakat keluarga
7. T : Apakah tiap ada pembagian warisan, aparat pemerintah barns tahu dan
dilibatin?
J : Seyogyanya demikian, dan yang sudah-sudah, aparat desa kan hadir bila
dibutuhkan oleh pihak keluarga. Kalau tidak ada ya ... cukup dari ulama/kayi saja
yang memberesinya. Soalnya kalau ada dari pihak pemerintah, takut pihak
keluarga menjadi malu.
( H Choeruddin )