WVTR Hary
WVTR Hary
WVTR Hary
240210150107
permeabilitas air kemasan maka daya tembus uap air semakin kecil, begitupun
sebaliknya. Nilai permeabilitas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat kimia
polimer, struktur dasar polimer, sifat komponen permanen. Nilai permeabilitas film
kemasan berguna untuk memperkirakan daya simpan produk (Gunasoraya, 2001
dalam Wulandari dkk., 2013).
Besarnya laju transmisi uap air atau dikenal dengan istilah Water Vapor
Transmission Rate (WVTR). WVTR menyatakan besarnya laju transmisi uap pada
kondisi seimbang (steady). Satuan WVTR adalah gram per hari per m 2 luasan Faktor
utama yang mempengaruhi WVTR adalah ketebalan film. Jika ketebalan film OPP
pada desain produk yang sama dua kali lebih tebal daripada yang lain, maka nilai
WVTR akan menjadi setengahnya. (Rizvi, 1992 dalam Lastriyanto et al, 2007).
WVTR dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
berat rata−rata ( jumlah gas per air ) x ketebalan
WVTR=
area x waktu x ∆ P
Praktikum pengujian permeabilitas kemasan ini akan menguji permeabilitas
dari kemasan berbahan PE, PP, HDPE dan Cling Wrap. Masing-masing dari plastik
terlebih dahulu akan diukur ketebalannya dan diukur diameter cawan yang akan
ditutupinya. Cawan kemudian akan diisi dengan menggunakan 10 gram desikan,
kemudian ditutup dengan menggunakan kemasan plastik yang diuji. Cawan yang
telah diisi desikan dan ditutup kemasan plastik kemudian ditimbang untuk
mendapatkan berat awal dan kemudian cawan disimpan dalam desikator. Pengamatan
terhadap perubahan berat dilakukan setiap hari selama 4 hari.
Desikan yang digunakan dalam pengujian permeabilitas adalah silika gel.
Silika gel merupakan salah satu bahan kimia berbentuk padatan yang banyak
dimanfaatkan sebagai adsorben. Hal ini disebabkan oleh mudahnya produksi dan juga
beberapa kelebihan yang lain, yaitu: sangat inert, hidrofilik, mempunyai kestabilan
termal dan mekanik yang tinggi serta relatif tidak mengembang dalam pelarut organik
jika dibandingkan dengan padatan resin polimer organik. Prinsip dari silika gel adalah
menyerap uap air biasanya dalam proses ditambahkan senyawa kobalt sebagai
Harryara Sitanggang
240210150107
indikator untuk mengetahui kapasitas uap air yang terserap (Sulastri dan
Kristianingrum, 2010).
Data yang telah dikumpulkan selama 4 hari kemudian diinterpolasikan dan
kemudian dihitung nilai WVTR-nya. Berikut adalah tabel hasil pengamatan
permeabilitas berbagai jenis kemasan plastik:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Permeabilitas Uap Air dari Film/ Plastik kloter B2
Berat Hari Ke- (gram)
Jenis WVTR
Ketebala D(cm) 0 1 2 3 4
Plasti Kondisi
n
k
(mm)
K 5,8876 5,9733 6,0563 5,9639 5,9855 6,93
S 8,7804 8,8386 8,8631 8,8916 8,9226 10,06
PP 0,04 6
A 7,3658 6,7557 6,7234 6,1547 5,7768 -112,46
K 4,9322 4,9851 2,1391 4,9441 4,9348 0,18
HDPE 0,01 6 S 8,2058 8,2908 8,4129 8,3917 8,4246 15,48
A 7,2894 7,1525 7,1391 7,9114 7,0860 -14,39
K 4,4316 4,8010 4,8007 4,8022 4,8018 26,20
PE 0,02 6 S 8,4657 8,6756 8,9327 8,9416 8,9585 34,88
A 13,4296 12,5490 12,3698 12,3496 12,2952 -80,28
6,5 K 4,6515 4,6545 4,6545 4,6557 4,6558 0,30
Cling- 0,01 6 S 8,3021 8,6789 8,9125 8,9602 8,9828 48,17
wrap
5,5 A 6,2772 6,8132 6,0304 4,6557 5,8012 -33,69
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018
Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat dilihat bahwa terdapat nilai WVTR
dari kemasan yang memiliki tanda negative. Hasil negative ini didapat akibat terjadi
penyusutan berat keseluruhan cawan beserta isinya di mana pada hari terakhir
penimbangan berat cawan dan desikannya lebih rendah dibanding hari pertama
penimbangan. Hal yang paling mungkin terjadi adalah terjadinya penguapan air dari
desikan baik itu silica gel ataupun larutan garam melalui kemasan plastik akibat
kandungan air yang lebih tinggi dari desikan dibandingkan RH atau kelembaban dari
desikator tempat penyimpanan cawan melalui kemasan. Namun, mengingat nilai
Harryara Sitanggang
240210150107
WVTR yang bernilai negative hanya ditemukan pada cawan dengan desikan larutan air
garam jenuh, tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan akibat human error selama
penyimpanan terutama pada desikan larutan garam jenuh. Larutan garam yang sudah
jenuh menunjukkan semua air bebas sudah tidak dapat ditemukan lagi pada larutan
garam karena telah jenuh berikatan dengan garam menjadi komponen air terikat
sehingga sulit untuk diuapkan.
4.1.1. PP (Polypropylene)
Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya
juga serupa (Brody, 1972). Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus
uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi
dan cukup mengkilap (Winarno dan Jenie, 1983). Monomer polypropilen diperoleh
dengan pemecahan secara thermal naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propylene
dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur
rendah. Dengan menggunakan katalis Natta-Ziegler polypropilen dapat diperoleh dari
propilen (Bierley, et al., 1988).
Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat diketahui bahwa nilai WVTR pada
plastic PP dengan menggunakan desikan silica adalah 10,06 dan dengan akuades
adalah -112,46 dengan nilai kontrol sebesar 6,93. Hal ini menunjukkan bahwa pada
cawan dengan silica, air masuk melewati kemasan sehingga terjadi penambahan berat
dan pada cawan dengan akuades, air keluar dari kemasan. Hal ini terjadi karena isi
kemasan bermigrasi untuk menyeimbangkan kelembapan dalam kemasan dan diluar
kemasan.
Polipropilen memiliki daya tembus uap air yang rendah. Contoh produk yang
dikemas dengan menggunakan plastic PP adalah roti dimana roti yang mengandung
humektan membutuhkan kemasan yang kedap air. Biskuit dan makanan kering
lainnya biasanya menggunakan selulosa yang berlapis (PP).
Harryara Sitanggang
240210150107
4
1 2 3 4
kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1970). Salah satu
contoh jenis pangan yang dikemas dalam plastik jenis PE (polietilen) yaitu daging
unggas.
dan pada cawan dengan akuades, air keluar dari kemasan. Hal ini terjadi karena isi
kemasan bermigrasi untuk menyeimbangkan kelembapan dalam kemasan dan diluar
kemasan.
HDPE dibandigkan dengan kemasan-kemasan plastic lainnya memiliki
permeabilitas yang paling rendah sebab jika dibandingkan dengan LDPE, HDPE
memiliki nilai kristalin sebesar 80% sedangkan LDPE hanya 50%. Daerah kristalin
inilah yang merupakan penghambat difusi molekul gas dan molekul kecil sehingga
memiliki permeabilitas uap dan gas yang lebih rendah dibandingkan LDPE
(Smallman and Bishop, 2000).
2
1 2 3 4
4
1 2 3 4
Jika diurutkan, kemasan plastic dengan nilai WVTR yang paling kecil ke
paling besar adalah berturut-turut PP, PE, Cling Wrap dan HDPE. Semakin besar
nilai WVTR dari kemasan plastic maka semakin tidak permeable suatu kemasan
plastik. Menurut Buckle et al (1987), daya tembus plastik tipis fleksible terhadap uap
air dari kemasan PE, HDPE, PP dan Cling wrap adalah 800, 130, 680 dan 75000
cm3/cm2/mm/det/cmHg. Kemasan plastic dengan permeablitas terendah menurut
Buckle (1987) adalah HDPE lalu PP, PE, PVC, dan terakhir Cling wrap. Hal ini
Harryara Sitanggang
240210150107
menunjukkan bahwa hasil pengujian yang dilakukan sudah sesuai dengan literature
yang ada.
Menurut Mareta (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas uap
air bahan kemasan antara lain: ketebalan, luas area permukaan dan jenis bahan
kemasan, khususnya dalam hal densitas.
Ketebalan kemasan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
kecepatan migrasi bahan pangan. Migrasi merupakan salah satu mekanisme yang
digunakan untuk menjelaskan interaksi antara kemasan dengan produk terkemas.
Walaupun migrasi dapat berasal pula dari bahan pangan ke dalam kemasan, yang
lebih dikhawatirkan adalah migrasi dari bahan kemasan ke dalam pangan (Retno
2010).
Potensi migrasi meningkat seiring dengan meningkatnya lama kontak, suhu
kontak, dan luas permukaan kontak, semakin tinggi konsentrasi komponen aditif
dalam bahan kemasan, dan adanya bahan pangan yang agresif. Potensi migrasi
menurun bila bahan kemasan berbobot molekul tinggi, kontak antara pangan dan
kemasan tidak langsung atau kering, daya difusi bahan kemasan rendah (inert), dan
adanya lapisan pembatas yang inert (Retno 2010). Kemasan plastik yang baik
sebaiknya dilengkapi dengan bahan-bahan tersebut untuk mengantisipasi terjadinya
migrasi.
PE merupakan jenis plastik yang tahan terhadap larutan lemak dan minyak,
asam namun tidak tahan pada larutan asam sitrat pekat, dan basa. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa pada PE perubahan beratnya yaitu sebesar -3,82%; 3,472%;
-2,85% dan -73,86% berturut-turut pada pelarut Larutan sabun 1%, Asam sitrat 10%,
NaOH 10%, dan H2O2 10%.
Perubahan berat yang paling banyak terjadi pada plastik PE adalah yang
dengan menggunakan pelarut minyak goring yaitu dengan nilai 495,555%. Menurut
Nurminah (2002), hal ini terjadi karena sifat PE yaitu tahan terhadap asam, basa,
alkohol dan deterjen, tetapi tidak cocok untuk digunakan mengemas bahan berlemak
atau mengandung minyak sehingga ekstraksi bahan PE paling besar terjadi pada
penggunakan pelarut minyak goreng.
4.2.3. HDPE (High Density Polyetylene)
Plastik HDPE memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap berbagai jenis
pangan yaitu :
- terhadap lemak dan minyak : sangat baik
- terhadap basa : sangat baik
- terhadap asam : sangat baik, namun pada asam sitrat pekat HDPE
tidak tahan (Syarief, dkk. 1988).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, tidak terjadi perubahan
berat yang signifikan pada HDPE terhadap berbagai macam pelarut yaitu 0%; 2,22%;
17,391%; -87,647% dan -53,191 % berturut-turut pada pelarut Larutan sabun 1%,
Asam sitrat 10%, NaOH 10%, H2O2 10% dan minyak goreng.
HDPE (High Density Poly Ethylene) bersifat tahan terhadap basa dan asam
karena memiliki kerapatan yang baik. HDPE biasanya dapat digunakan untuk suhu
tinggi sampai 1200C, kurang transparan, dan dapat dibuat sebagai kantung plastik.
(Sacharow dan Griffin, 1970). Kemasan ini kurang cocok untuk mengemas bahan
pangan yang memiliki kandungan komponen lemak yang tinggi karena tidak tahan
terhadap oksigen sehingga dapat mengoksidasi lemak yang dikemas.
4.2.4. PET (Poly Ethylene Theraphalate)
Harryara Sitanggang
240210150107
PET merupakan kemasan plastik yang kurang baik digunakan pada bahan
pangan terutama pada suhu tinggi karena dapat melelehkan polimer plastiknya dan
mengeluarkan senyawa yang bersifat karsinogenik (Nurminah, 2002)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada PET, perbedaan berat antara
sebelum dan sesudah perendaman dengan larutan, tidak terlalu besar yaitu sebesar
0,184%; 0,302%; -0,7839%; 0,504% dan 2,359% berturut-turut pada pelarut larutan
sabun 1%, Asam sitrat 10%, NaOH 10%, H2O2 10% dan minyak goreng.
Menurut Herudiyanto (2008) menyebutkan jika plastik jenis PET tidak tahan
terhadap asam kuat, tahan terhadap asam lemak, alkalis, dan alcohol, tidak tahan
terhadap panas. Hal tersebut sesuai dengan hasil praktikum, yaitu plastik PET
mengalami perubahan berat terkecil terhadap minyak goreng.
4.2.5. PS (Poly Styrene)
Stiren merupakan plastik yang memiliki berat jenis paling ringan dari semua
plastik yang diuji pada praktikum ini. Hal tersebut terjadi karena butiran (granular)
styrofoam mempunyai berat jenis sangat kecil yaitu berkisar antara 13-16 kg/m3.34
MPa. (Saccharow, 1970)
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa Polystyrene atau
Styrofoam memiliki presentase pertambahan berat yang paling tinggi dibandingkan
dengan jenis kemasan plastik lainnya dengan perubahan sebesar 95,9%; 44,201%,
102,21%; 33,046% dan 231,552% berturut-turut pada pelarut larutan sabun 1%,
Asam sitrat 10%, NaOH 10%, H2O2 10% dan minyak goreng. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kemasan plastik styrofoam memiliki tingkat penyerapan pelarut
yang paling tinggi dibandingkan dengan kemasan plastik lainnya.
Stiren paling banyak menyerap larutan karena styrene yang merupakan bahan
dasar styrofoam bersifat larut dalam lemak dan alcohol sehingga kemasan ini tidak
cocok untuk mengemas bahan pangan yang memiliki kadar lemak yang tinggi.
lebih tahan terhadap minyak dan lemak. Daya penetrasi lemak pada kertas adalah
kemampuan minyak untuk dapat melewati dan mengisi bagian pori-pori kertas.
Pengertian penetrasi adalah besaran yang menyatakan sifat penyerapan kertas dan
karton terhadap zat cair standar, dihitung berdasarkan kebalikan panjang hasil jalur
cetakan pada pengujian, dinyatakan dalam satuan 1000/nm, yang diukur
menggunakan alat uji cetak IGT pada kondisi standar. Kertas tahan minyak adalah
kertas dengan porositas rendah atau yang telah mengalami perlakuan tahan minyak
dengan lapisan film atau bahan penahan minyak (Erliza dan Sutedja, 1987).
Pada uji terpentine test tersebut, digunakan kertas stensil atau kertas buram
sebagai indicator untuk melihat tembusnya minyak pada kertas agar terlihat jelas. Jika
tidak menggunakan kertas stensil, minyak akan langsung tembus pada gelas kaca dan
kemungkinan hal ini tidak akan terlihat jelas. Oleh karena itulah, digunakan kertas
stensil agar tembusnya minyak pada kertas terlihat jelas.
Selain menggunakan kertas stensil, pada uji ini juga menggunakan pasir
kuarsa. Pasir kuarsa bersifat halus dan tidak menyerap minyak. Berdasarkan sifat-
sifat itulah, maka pada uji terpentine test ini digunakan pasir kuarsa yang dapat dicuci
ulang setelah selesai pemakaian. Tujuan penggunaan pasir kuarsa ini yaitu sebagai
penghambat agar minyak tidak langsung menyerap pada kertas, tetapi minyak
tersebut harus melewati butiran-butiran pasir kuarsa terlebih dahulu sehingga dapat
dihitung waktu penetrasinya. (Herudiyanto, 2008)
Sampel kertas yang digunakan kertas minyak dan kertas roti. Pengujian
terpentine test ini untuk membedakan daya penetrasi minyak dari masing-masing
bahan pengemas untuk mengemas dan menentukan kertas mana yang lebih tahan
terhadap minyak dan lemak.
Prosedur yang perlu dilakukan adalah memotong kertas buram (stensil) dan
kertas sampel dengan ukuran 6 x 6 cm sebanyak 6 lembar, kemudian diletakkan di
atas kaca. Pengamatan dilakukan terhadap menghitung waktu saat tetesan terakhir
dan berhenti saat mulai muncul bercak rembesan minyak pada kertas stensil. Waktu
dari penuangan terpentin sampai terbentuknya spot pada kertas stensil pertama kali,
adalah waktu yang menunjukkan tingkat ketahanan kertas terhadap minyak. Waktu
Harryara Sitanggang
240210150107
5.1. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari pelaksanaan praktikum kali ini
adalah sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Berikan contoh- contoh ”grease proof paper” / kertas tahan minyak! (Jelaskan
secara singkat)
Jawaban :
Kertas Perkamen (biasanya digunakan untuk mengemas mentega, margarine,
keju, ikan, daging, dll. Sifat kertas ini adalah tahan terhadap lemak,
permukaan tidak berserat, tidak berbau, tidak berasa, transparan, dan
mempunyai kekuatan basah yang baik.
Kertas lilin adalah kertas yang dilapisi oleh paraffin. Kertas ini dapat
menghambat air, tahan terhadap minyak, dan daya rekatnya baik.
Kertas plastik (pouch) yaitu kertas yang daya sobek dan ketahanan lipat yang
baik, tidak tembus minyak, tidak mengalami perubahan bila terjadi perubahan
nilai RH, tahan terhadap kapang, dan dapat dicetak dengan suhu pencetakan
yang tidak terlalu tinggi (800C)
2. Proses apakah yang membuat kertas menjadi tahan/ resistan terhadap minyak?
Jawaban :
Proses yang membuat kertas menjadi resistan terhadap minyak yaitu karena
proses pembuburan, filler, pelapisan lilin, dan perlakuan akhir atau calendering yang
dilakukan berbeda-beda pada setiap kertas. Pada kertas minyak, dibuat dengan proses
sulfat dan mempunyai permukaan licin karena proses pengecetan. Oleh karena itulah,
kertas minyak resistan terhadap minyak atau lemak.