MAKALAH ASKEP CRANIATOMY Adisya - KOREKSI

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn.

DENGAN MASALAH POST CRANIOTOMY

DISUSUN OLEH :

ADISYA ARINDITHA DG SALAE


G3A019192

PRAKTIK KEP. MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada
manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. Tindakan bedah
tersebut bertujuan untuk membuka tengkorak sehingga dapat mengetahui dan
memperbaiki kerusakan yang ada di dalam otak. Penelitian terakhir membuktikan
bahwa nyeri merupakan masalah yang biasa timbul setelah tindakan kraniotomi.
Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama akibat
pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua
setelah proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi,
dimana terjadi pelepasan mediator seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin,
substansi P, dan histamin oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat
kimia yang dilepaskan inilah yang berperan pada proses transduksi dari nyeri.
Menurut Thibault M, et al sekitar 76 % pasien pasca kraniotomi mengalami nyeri
moderat hingga berat. Nyeri tersebut paling sering terjadi pada 48 jam pertama
setelah tindakan operasi dilakukan. Saat ini nyeri pasca kraniotomi masih dianggap
sebagai nyeri berat sehingga membutuhkan analgetik kuat. Analgetik yang sering
digunakan berasal dari golongan opioid.
Fentanyl intravena merupakan salah satu obat yang sangat bermanfaat untuk
manajemen nyeri akut pasca operasi dan merupakan obat yang golongan opioid yang
banyak digunakan sebagai anti nyeri. Obat tersebut merupakan analgetik narkotik
kuat mempunyai onset cepat dan durasi singkat, tidak mengganggu pulih sadar dan
tidak menyebabkan pelepasan histamin. Penggunaan opioid kuat tersebut juga
memiliki beberapa kekurangan diantaranya mual, muntah, sedasi, retensi urin, serta
depresi napas.
Obat seperti parasetamol sangat dibutuhkan untuk mengurangi efek samping dari
fentanyl. Parasetamol tergolong sebagai obat analgetik antipiretik dengan efek anti
inflamasi minimal dan bekerja dengan melakukan inhibisi sintesis prostaglandin.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Elia N, et al di tahun 2005 menunjukan
multimodal analgesi dengan parasetamol , obat-obat non steroid anti inflamasi, atau
penghambat selektif siklooksigenase-pada pasien yang diberi analgesi opioid yaitu
morfin memberi lebih banyak keuntungan seperti mengurangi dosis dan dibandingkan
dengan pasien yang hanya diberi morfin saja.
Hal itu menyebabkan parasetamol digunakan sebagai opioid sparing. Penelitian
oleh Maund menunjukkan bahwa parasetamol memiliki efek opioid sparing sehingga
mengurangi kebutuhan opioid untuk analgetik pasca operasi. Penggunaan
parasetamol intravena sebagai multimodal analgesi dengan fentanyl memberi
beberapa keuntungan. Penelitian yang dilakukan oleh Chouduri AH, et al
membuktikan bahwa efek samping dari fentanyl seperti sedasi, depresi sistem
respirasi, retensi urin serta nausea dapat berkurang dengan digunakannya parasetamol
sebagai opioid sparing pada operasi laparoskopi kolesistektomi.
Penelitian mengenai pengaruh pemberian parasetamol terhadap penggunaan
fentanyl pada operasi kraniotomi menarik untuk dilakukan. Perlu diketahui efek
parasetamol sebagai analgetik antipiretik dalam operasi tersebut

II. Rumusan masalah


Rumusan masalah Apakah pemberian parasetamol intravena periopratif dapat
menurunkan kebutuhan fentanyl pada pasien kraniotomi?
III. Tujuan penelitian
a. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh pemberian parasetamol intravena perioperatif terhadap
penggunaan fentanyl pada pasien kraniotomi.
b. Tujuan khusus
1) Mengetahui pengaruh pemberian parasetamol intravena perioperatif
terhadap kebutuhan fentanyl pada pasien kraniotomi.
2) Mengetahui pengaruh pemberian parasetamol intravena perioperatif
terhadap skor nyeri Visual Analog Scale pada pasien kraniotomi.
3) Mengetahui pengaruh pemberian parasetamol intravena terhadap kejadian
mual muntah pasien pasca kraniotomi.
IV. Manfaat penelitian
a. Sebagai bahan pertimbangan bagi petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada operasi kraniotomi dengan terapi parasetamol sebagai
multimodal analgesi.
b. Penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan` untuk penelitian lebih lanjut
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. KONSEP DASAR
a. Definisi
Craniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan
untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan
untuk menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah
dan mengontrol hemoragi. (Brunner and Suddarth).
b. Anatomi dan fisiologi
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan
serebelum.Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut
sebagai tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang
yang berhubungan membentuk tulang tengkorak; tulang frontal, parietal,
temporal dan oksipital.
1) Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Keempat
lobus tersebut adalah :
a) Lobus frontal
Merupaka lobus terbsar, terletak pada fosa anterior,
fungsinya untuk mengontrol prilaku individu, membuat
keputusan, kepribadian dan menahan diri.
b) Lobus pariental : lobus sensai
Fungsinya : menginterpretasi sensasi. Mengatur individu
mampu mengatahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
c) Lobus temporal
Fungsinya : mengintegrasikan sensi kecap, bau dan
pendengaran. Ingitan jangka pendek sangat bepengaruh
dengan daerah ini.
d) Lobus oksipital : terletak pada lobus posterior hemisfer
serebri.
Fungsinya : bertanggung jawab menginterpretasi
penglihatan.
2) Batang otak
Batang terletak pada fosa anterior. Bagian-bagian batang
otak ini terdiri dari otak tengah, pons, dan medula oblongata, otak
tengah (midbrasia) menghubungkan pons dan sereblum dengan
hemisfer cerebrum, bagian ini berisi jalus sensorik dan motorik dan
sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan.
3) Serebelum
Terletak pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer
cerebral, lipatan durameter tentorium serebelum. Serebelum
mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan menghambat dan
tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus.
Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi d
an mengintegrasikan input sensorik.
c. Etiologi
Penyebab ceder kepala ada 2, yaitu :
1. Besifat terbuka : menembus melalui dura meter (peluru, pisau)
2. Bersifat tertutup : trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura
(kecelakaan lalu lintas, jatuh, cedera olahraga).
d. Patoisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera kulit
kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Bebera
pa variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah sebagai berikut:
1. Lokasi dan arah dari penyebab dari benturan.
2. Kecepatan kekuatan yang dating
3. Permukaan dari kekuatan yang menimpa
4. Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan

Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak. Luka
terbuka dari dari tengorokan ditandai kerusakan otak. Luasnya luka bukan
merupakan indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera kepala
dari tinggak ringan samapi tingkat berat adalah edema otak, deficit densori dan
motoric, peningkatan intra kranial. Kerusahan selanjutnya timbul hermiasi otak,
isoheni otak dan hypoxia.

Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung
pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau
keluaran yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma
langsung bila kepala langsung terluka. Semua ini berakibat terjadinya akselerasi-
deselerasi dan pembentuksn rongga (dilespasnya gas, dari cairan lumbal, darah,
dan jaringan otak). Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan
isinya, rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan.

Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang
bergerak dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari
kekuatan akselerasi, kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal, batang,
otak dan cerebelum dapat terjadi.

Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-lokasi
tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral, intraventricular. Hematom
subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut :

1. Akut : terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.


2. Sub akut : terjadi dalam 48 jam samapi 2 minggu.
3. Kronis ; terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya
cedera.

Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau


temporal. Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang disebabkan
oleh kerusakan dan disertai destruksi primer pusat vital. Edema otak merupakan
penyebab utama peningkatan TIK. Klasifkasi cedera kepala:

1. Conscussion/comosio/memar 
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilan
gnya kesadaran, perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala:
sakit kepala, pusing, disorientasi.
2. Contusio cerebri.
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan
edema. Dapat terlihat pada lobus frontal jika dilakukan lumbal
pungkri maka lumbal berdarah.
3. Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi
tidak sarah/pingsan, hemiphagia, dilatasi pupil.
e. Manifestasi klinik
1. Perubahan dan kesadran/perubahan perilaku.
2. Gangguan penglihatan dan berbicara.
3. Mual dan muntah.
4. Pusing.
5. Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan telinga.
6. Hemiparesis.
7. Terjadi peningkatan intracranial
f. Pemeriksaan penunjang
1. CT Scan (tanpadengan kontras)
Tujuan : mengidentifikasi adanya syok hemoragik. Menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada
iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca
trauma.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaning)
3. Angiopati serebral
Tujuan : menunjukan kelainan sirkulasi cerebral, seperti
pengeseran jaringan otak akibat edema, perderahan, trauma.
g. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
2. Mempercepat penyembuhan
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti
sebelumoperasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien
5. Mempersiapkan pasien pulang

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian fokus
1. Primary Survey
a. Airway
1) Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah
dilakukan pembedaan akibat pemberian anestesi.
2) Potency jalan nafas, meletakan tangan di atas mulut atau hidung,
3) Auscultasi paru keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
b. Breathing
1) Kompresi pada batang otak akan mangakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berubapa Cheyne strok atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stritor, ronkhi, wheezing (kemungkinan
karena aspira), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas,
2) Perubahan pernfasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR<10 X/menit
depresi narcotis, respiran cepat, dangkal gangguan
cardiovasulair atau rata-rata metabolism yang meningkat.
3) Inspeksi : pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi strena efek anathesi yang berlebihan,
obstruksi,
c. Circulating
1) Efek peningkatan tekanan intrakranil terhaadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkakan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, distrimia).
2) Inpeksi membrane mukosa : warna dan kelembahan, turgor kulit,
balutan,
d. Disaability : befokus pada status neurologi
1) Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon
motoric dan tanda-tanda vital.
2) Ispeksi respon terhadapa rangsangan, masalah bicara, kesulitan
menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan
gelisah.
e. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
2. Secondary survey
Pemeriksaan fisik pasien Nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah,
kesadaran somnolent, apatis, GCS 15, TD 120/80 mmHg, Nadi 98x/m, Sb
37ºC, Rr 20x/m.
a. Abdoman abdomen
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,
dan limpa tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14x/menit.
distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus
dilakukan pada gastrointestinal.
b. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4 - 4
dan ektremitas bawah 4 – 4, akral dingi pucat.
c. Integument
Kulit keriput, pucat, turgor sedang.
3. Tersiery survery
a. Kardiovaskuler
Klien Nampak lemah, kulit dan konjungtiva pucat dan akral hangat.
Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 120x/m, kapiler refille 2 detik.
Pemeriksaan lanoratorium : HB 9.9 gr %, HCT 32 dan PLT 235
b. Brain
Klien dalam keadaan sadar , GCS : 4-5-6 (total = 15), klien nampak
lemah, reflex dalam batas normal.
c. Bladder
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning
kecoklatan.

B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gygiene luka yang buruk.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
6. Pola nafas infektif berhubungan dengan efek anastesi.
7. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.
8. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek anastesi.
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah.
C. Intervensi keperawatan

No Diagnose Kriteria Intervensi Rasional


keperawatan Hasil/Tujuan keperawatan
1. Gangguan rasa Tujuan : 1.kaji nyeri, catat 1.Berguna dalam
nyaman nyeri
berhubungan Setelah dilakukan lokasi, karakteriskan, pengawasan
dengan luka tindakan skala (0-10). Selidiki keefektifan obat,
insisi
keperawatan rasa dan laporkan kemajuan
nyeri dapat teratasi perubahan nyeri peyembuhan
atau tertangani dengan tepat. - perubahan pada
dengan baik. kareteristik nyeri
Kriteria hasil : menunjukkan
Melaporkan rasa terjadinya abses
nyeri hilang atau 2.pertahanan posisis 2.Mengurungi
terkontrol. istirahat semi fowler. tegangan abdomen
Mengungkapkan yang bertambah
metode pemberian dengan posisi
menghilang rasa 3.dorong ambulasi telentang.
nyeri. diri. 3.meningkatkan
Mendemonstrasikan normalisasi fungsi
pengunaan teknik organ, contoh:
relaksasi dan merangsang
aktivitas hiburan 4.berikan kantong es peristaltie dan
sebagai penghilang pada abdomen kelancaran flaturs
rasa nyeri. dan menurunkan
ketidkan
5.berikan analgesic nyamanan
sesuaian indikasi abdomen.
4.menghilang dan
mengurangi nyeri
melalui
penghilangan
ujung saraf
Catatan : jangan
lakukan kompres
panas karena dapat
menyebabkan
kongesti jaringan
5.menghilangkan
nyeri
mempermudah
kerja sama dengan
intervensi terapi
lain.
2. Kerusakan Tujuan : setelah 1.kaji dan catat 1.Mengidentifikasi
integritas diberikan tindakan ukuran warna, terjadinya
kulit pasien tidak keadaan, luka, dan komplikasi.
berhubungan mengalami kondisi sekitar luka.
dengan luka gangguan integritas 2.lakukan kompres 2.Merupakan
insisi kulit. Kriteria basah dan sejuk atau tindakan protektif
hasil : terapi irendaman. yang dapat
-menunjukan mengurangi nyeri.
penyembuhan luka 3.lakukan perawatan 3.Memungkingkan
tepat waktu. luka dan hygiene pasien lebih bebas
-pasien menunjukan sesudah mandi, lalu bergerak dan
perilaku untuk keringkan kulit meningkatkan
meningkatkan dengan hati-hati. kenyamanan
penyembuhan dan pasien.
mencegah 4.berikan prioritas 4. Mempercepat
komplikasi. untuk meningkatakan proses
kenyamanan pasien. penyembuhan dan
rehabilitasi pasien,
3. Resiko tinggi Tujuan : 1.Awasi tanda-tanda 1.Deteksi dini
infeksi Setelah dilakukan vital, perhatian adanya infeksi.
berhubungan tindakan deman, menggigil, 2.Memberikan
dengan keperawatan. berkeringat dan deteksi dini terjadi
hygiene luka Pasien diharapkan perubahan, mental proses infeksi.
yang buruk tidak mengalami dan peningkatan 3.Menurunkan
infeksi. nyeri abdomen. penyebaran
Kriteria hasil: 2.Lihat luka insisi bakteri.
Tidak menunjukkan dan balutan. Catat 4.Mungkin
adanya tanda Karakteristik, diberikan secara
infeksi. Tidak drainase luka. profilaktif untuk
terjadi infeksi 3.Lakukan cuci menurunkan
tangan yang baik. jumlah organisme,
Dan lakukan dan untuk
perawatan luka menurunkan
aseptic penyebaran dan
4.Berikan antibiotic pertumbuhanya.
sesuai indikasi
4. Gangguan Tujuan : 1.Observasi 1.Tirah bariang
perfungsi setelah dilakukan ektremitas terhadap lama dapat
jaringan perawatan tidak pembengkakan, dan mecetuskan statis
berhubungan terjadi gangguan eritmia. vena dan
dengan prfungsi jaringan, meningktkan
perdarahan kriteria hasil : 2.Evaluasi status resiko
-Tanda-tanda vital mental. Perhatian pembentukan
stabil. terjadinya trombosisi
-kulit klien hangat hemaparalis, afasia, 2. Indikasi yang
dan kering kejang, munah dan menunjukan
-nadi perifer ada peningkatan TTD embolisasi
dan kuat. sistemik pada otak
-masukan atau
haluaran seimbang.
5. Kekurangan Tujuan : 1.Awasi intake dan 1.Memberikan
volume caira Setelah dilakukan output cairan. infoemasi tentang
berhubungan tindkan penggantian
dengan keperawatan pasien kebutuhan dan
perdarahan menunjukkan fungsi organ.
post operasi. keseimbangan 2.Awasi TTV, kaji 2.Indikator
cairan yang adekuat membrane mukosa, keadekuatan
-Tanda– tanda vital turgor kulit, mebrane volume
stabil. mukosa,nadi perifer, sikulasi/perfusi.
-Mukosa lembab dan pengisian kapiler.
-Turgoe
kulit/pengisian 3.Awasi pemeriksaan 3.Memberikan
kapiler baik. laboratorium. informasi tentang
-Haluaran urine volume sirklasi,
baik. keseimbangan
cairan dan
elektrolit.
4.Berikan cairan IV 4.Mempertahankan
atau produksi darah volume sirkulasi
sesuai indikasi.
D. Patwey Craniotomy

Pembedahan “craniotomy”

Prosedur operasi invasif Perdarahan Otak Prosedur Anastesi

Luka insisi buruk Trauma jaringan Kerusakan Aliran darah ke otak Penekanan pada Susunan Saraf
neuromuskular menurun Pusat
Aktivasi reseptor nyeri Penurunan
kelembaban luka Paralisis Tonus otot↓ Penurunan Penekanan Penekanan
Melalui saraf asendence suplai O2 pusat system
Kelemahan Perubahan pernafasan cardiovaskular
Infasi Bakteri
persepsi
Merangsang thalamus sensori Gangguan
Kontraktur Penurunan Penurunan
Resiko Infeksi metabolisme
kerja organ cardiac output
Muncul sensasi inyeri nafas
Gangguan
mobilitas Peningkatan Hiposia Suplai darah
fisik asam laktat jaringan Penurunan berkurang
Gangguan rasa nyaman
ekspansi paru
nyeri
Penurunan
Oedem aotak Penurunan
aliran darah
RR Suplai O2
tidak adekuat
Gangguan Polanafas Gangguan
perfusi tidak efektif perfusi
jaringan jaringan
DAFTAR PUSTAKA

A.K. Muda, Aham. 2003. Kamus Lengka Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Gitamedia Press.
Capenito, Lynda Jull RN.1999. Diagonsa dan Rencana Keperawatan Ed 3. Jakarta : Media
Aesculappius.
Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). KapitanSelekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi
BAB III
RESUME ASKEP

Seorang pasien (19 tahun) di rawat di bangsal bedah saraf dengan diagnose medis post
craniotomy setelah sebelumnya mengalami kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
subdural hematoma pada region temporalis. Saat ini pasien post craniotomy hari ke-4,
dari hasil pengkajian ditemukan pasien semakin sulit untuk dibangunkan, nilai GCS turun
dari 10 ke 5, tanda nuchal rigidity (+), tanda-tanda vital: tekanan darah 110/60 mmHg,
HR 114 x/menit, suhu 39oC. Luka post operasi tertutup balutan, balutan bersih. Therapi
Ceftriaxone 1x2 mg, Tramal 3x100 mg, Transamin 3x1 amp, IVFD NaCl 20 tts/ menit.

1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama : Nn.M
Umur : 19 tahun
Pekerjaan : Pelajar

2. KELUHAN UTAMA :
Penurunan kesadaran

3. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG:


pasien (19 tahun) di rawat di bangsal bedah saraf dengan diagnose medis post craniotomy
setelah sebelumnya mengalami kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan subdural
hematoma pada region temporalis. Saat ini pasien post craniotomy hari ke-4, dari hasil
pengkajian ditemukan pasien semakin sulit untuk dibangunkan, nilai GCS turun dari 10
ke 5, tanda nuchal rigidity (+), tanda-tanda vital: tekanan darah 110/60 mmHg, HR 114
x/menit, suhu 39oC. Luka post operasi tertutup balutan, balutan bersih

4. ANALISA DATA

N DATA ETIOLOGI MASALAH


O
1 DS : Cedera kepala Gangguan perfusi
- Penurunan kesadaran serebral tidak efektif

DO :
- pasien semakin sulit
untuk dibangunkan
- pasien tampak lemah
terbaring di tempat tidur
- nilai GCS turun dari
10 ke 5
- tanda-tanda vital:
tekanan darah 110/60
mmHg, HR 114
x/menit, suhu 39oC.

2 DS : Penurunan kesadaran Intoleransi aktivitas


- Penurunan kesadaran

DO :
- pasien semakin sulit
untuk dibangunkan
- ADL pasien semua
tampak di bantu perawat
dan keluarga
- Pasien terbaring lemah
di tempat tidur
- tanda-tanda vital:
tekanan darah 110/60
mmHg, HR 114
x/menit, suhu 39oC
3 DS : Luka post op Resiko infeksi
- Penurunan kesadaran craniotomy
Penurunan pertahanan
DO : primer tubuh
- Terdapat luka post (kerusakan integritas
operasi tertutup kulit karena luka
balutan operasi)
- tanda-tanda vital:
tekanan darah 110/60
mmHg, HR 114
x/menit, suhu 39oC
4 DS : Gangguan Defisit perawatn diri
- Penurunan kesadaran neuromuskuler,
DO : kelemahan
- ADL pasien semua
tampak di bantu perawat
dan keluarga
- Pasien terbaring lemah
di tempat tidur
- tanda-tanda vital:
tekanan darah 110/60
mmHg, HR 114
x/menit, suhu 39oC
5. DS : Penurunan Mobilitas Risiko Gangguan
- Penurunan Kesadaran Integritas Kulit/Jaringan

DO :
- ADL pasien semua
tampak di bantu perawat
dan keluarga
- Pasien terbaring lemah
di tempat tidur

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. gangguan perfusi serebral berhubungan dengan cedera kepala
2. intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kesadaran
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post op craniotomy
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan Gangguan neuromuskuler
5. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan Penurunan Mobilitas

6. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. gangguan perfusi serebral berhubungan dengan cedera kepala
a. Intervensi Utama :
 Manajeman peningkatan tekanan intracranial
 Pemantauna tekanana intracranial
b. Intervensi Pendukung :
 Edukasi prosedur tindakan
 Pemantauna TTV
 Pemberian obat intravena
 Pemberian obat intrdermal
 Pemebrian obat inhalasi
 Pengontrolan infeksi
 Pencegahan perdarahan
2. intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kesadaran
a. intervensi utama :
 Manajemen energy
 Terapi aktivitas
b. Intervensi pendukung :
 Dukungan Ambulasi
 Edukasi Latihan Fisik
 Edukasi pengukuran nadi radialis
 Pemantauna TTV
 Promosi dukungan keluarga
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post op craniotomy
a. Intervensi Utama :
 Pecegah infeksi
 Manajmen imunisasi/Vaksin
b. Intervensi Pendukung
 Pemantauan TTV
 Edukasi Pencegahan luka tekan
 Pemerian obat intravena
 Pengaturan posisi
 Perawatan luka
 Perawatan luka tekan
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan Gangguan neuromuskuler
a. Intervensi Utama :
 Dukunganperawatan diri
b. Intervensi pendukung
 Dukungan pengambilan keputusan
 Pengaturan posisi
 Promosi latihan fisik
 Reduksi asietas
 Pencegah jatuh
5. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan Penurunan Mobilitas
a. Intervensi Utama :
 Perawatan Integritas Kulit
 Perawatan Luka
b. Intervensi Pendukung
 Dukungan Perawatan diri
 Edukasi Perawatan diri
 Latihan Rentang Gerak
 Pemberian Obat Kulit
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDANCE BASED NURSING RISET
JUDUL
(EFEKTIFITAS ALIH BARING DENGAN MASASE PUNGGUNG TERHADAP RESIKO
DEKUBITUS PADA PASIEN TIRAH BARING)

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Nn. M
Umur : 19 tahun
Pekerjaan : Pelajar
B. DATA FOKUS
Ds :
- Penurunan kesadaran
- Pasien Semakin Sulit untuk Dibangunkan
Do :

- ADL pasien semua tampak di bantu perawat dan keluarga

- Pasien terbaring lemah di tempat tidur

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan Penurunan Mobilitas
D. ANALISA SINTESA/ALASAN PENERAPAN EVIDANCE BASED NURSING

Faktor Tekanan, toleransi jaringan

Tekanan Eksternal

Alirah darah kejaringa

Jaringan hipoksia

Cidera Iskemik

Iskemia jaringan

Decubitus

Perubahn Temperatur Kulit

Hilang Sebagian Lap.kulit


dan terjadi luka

Risiko Kerusakan Integritas


Kulit/Jaringan

Massage punggung

Why massage punggung dapat


mencegah decubitus
Kerusakan Integritas Kulit

E. Mekanisme Penerapan EBN


1. Pasien yang mengalami cedera kepala(craniotomy) . pasien dengan usia 19 tahun.
2. Standar prosedur operasional
a. Persiapan Pasien dan Tempat
Pasien mengalami penurunan kesadaran selama 4 hari. Dan melakukan melakukan
tindakan keperawatan mandiri berupa masase punggung terhadap resiko dekubitus dan
tempat disiapkan yaitu di bed pasien.
b. Pengkajian Awal
Riwayat kesehatan yang dialami pasien saat ini
c. Melakukan tindakan mandiri berupa masase punggung pada pasien tirah baring
1) Memberitahukan kepada keluarga pasien untuk di lakukan tindakan mandiri berupa
masase punggung terhadap resiko decukbitus
2) Edukasi prosedur tindakan pada keluarga pasien, jelaskan maksud dan tujuan
melakukan tindakan tersebut, dan lakukan masase punggung pada pasien secara
perlahan selama 3-5 menit dengan beberapa prosedur Antara lain remasan, selang
seling tangan, gesekan, eflurasi, petriasi, dan tekanan menyikat..
BAB IV
PEMBAHASAN APLIKASI EVIDANCE BASED NURSING

A. HASIL YANG DICAPAI

Berdasarkan hasil dari penerapan EBN, Hal ini menunjukkan bahwa responden
mengalami penurunan tingkat resiko dekubitus dengan dilihat dari penilaian skala Braden
yang menunjukkan terdapat penurunan tingkat kelembaban, gesekan dan peningkatan
mobilitas. Sedangkan untuk intervensi alih baring dengan masase punggung menunjukkan
bahwa sebelum diberikan perlakuan sebagian besar megalami tingkat resiko tinggi sebanyak
14 responden (46,7%) dan paling sedikit mengalami resiko sangat tingggi sebanyak 3
responden (10,0%).

Setelah dilakukkan intervensi alih baring dengan masase punggung menunjukkan


responden paling banyak mengalami resiko rendah sebanyak 14 orang (46,7%) dan tidak ada
responden yang beresiko sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat resiko dekubitus
yang dialami oleh responden mengalami penurunan

Pasien tirah baring beresiko mengalami dekubitus dikarenakan penurunan aktivitas,


gaya gesek dan kelembaban kulit. Penurunan aktivitas dan gaya gesek mengakibatkan tekanan
terutama pada area penonjolan tulang. Tekanan tersebut menyebabkan iskemia dan
hipoksemia pada jaringan yang terkena karena aliran darah ke area tersebut berkurang
(Kowalak, 2014, hlm.633)

B. KELEBIHAN DAN MANFAAT:

Kelebihan masase punggung dari pada terapi lain dalam EBN ini addalah :

1. masase punggung selama 3-5 menit dapat memberikan efek relaksasi dan mengurangi
tekanan pada tubuh
2. memperbaiki sirkulasi, metabolisme, melepaskan pelekatan dan melancarkan peredaran
darah sebagai cara pengobatan
3. meningkatkan fungsi kulit, meningkatkan fungsi jaringan otot, meningkatkan
pertumbuhan tulang dan gerak persendian, dan meningkatkan fungsi jaringan syaraf
Kekurangan/ hambatan yang ditemukan selama aplikasi EBN
Selama aplikasi EBN tidak terdapat kekurangan/hambatan apa pun.

Evaluasi  Hal2 yang perlu dievaluasi setelah massage punggung

BAB 5?

Anda mungkin juga menyukai