Materi Pertemuan XIV - Akt. Syariah
Materi Pertemuan XIV - Akt. Syariah
Materi Pertemuan XIV - Akt. Syariah
13
AUDIT DAN KONTROL
BANK SYARIAH
Perkembangan Bank Syariah di Indonesia pada saat ini begitu cepat, terbukti dengan adanya
perkembangan dari bank-bank konvensional untuk membuka bank yang menerapkan
prinsip syariah. Industri perbankan syariah dijalankan berdasarkan prinsip dan sistem
syariah, karena itu semua perbankan yang beroperasi dengan sistem syariah wajib memiliki
institusi internal yang independen yang secara khusus bertugas memastikan bank tersebut
berjalan sesuai syariah Islam. Bagian yang bertugas mengawasi operasional bank syariah
dikenal dengan nama Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS ini sangat berperan dalam
mengawasi oparasi bank syariah agar tetap memenuhi prinsip-prinsip syariah. Oleh karena
itu, DPS harus secara aktif dan rutin melakukan pengawasan terhadap bank syariah.
Anjuran untuk melakukan suatu pengawasan telah diajarkan dalam Islam yang tertuang
dalam Al Quran dan Hadits.
Anjuran untuk melakukan suatu audit atau pemeriksaan telah diajarkan dalam Islam yang
tertuang dalam Al Quran dan Hadits.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi
saksi dengan adil….” (Al-Maidah : 8)
Audit dan kontrol bank syariah diperlukan untuk mengawasi jalannya operasi bank apakah
telah sesuai dengan prinsip syariah dan pemantauan setiap aktivitas operasi perusahaan
sehingga tidak terjadi penyalahgunaan dan dana masyarakat dapat diamanahkan dalam
bank syariah. Audit adalah proses sistematis dalam mengumpulkan dan menilai bukti-bukti
dari suatu kegiatan entitas (perusahaan) dengan tujuan pelaporan tingkat perbedaan antara
informasi keuangan dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya yang dilakukan oleh
orang-orang yang independen dan kompeten.
Tujuan audit yaitu memperoleh opini auditor atas laporan keuangan yang disusun apakah
dalam seluruh aspek yang material telah sesuai dengan prinsp-prinsip dan ketentuan syariah
serta prinsip akuntansi yang berlaku umum.
B. Jenis-Jenis Audit
a) Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Yaitu audit atas laporan keuangan yang dilakukan oleh pihak independen yang fungsinya
nuntuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran penyajian dan pengungkapan
laporan keuangan.
b) Operasional Audit (Management Audit)
Yaitu audit atas bagian-bagian organisasi untuk menilai kehematan, efisiensi dan
efektivitas pelaksanaan operasi.
c) Audit Kepatuhan (Compliance Audit)
Yaitu audit yang dilakukan untuk menilai apakah rencana kebijakan, metode dan
prosedur-prosedur yang ditetapkan telah di taati oleh auditee (yang diperiksa) dan
tujuannya adalah untuk memberikan saran perbaikan.
Kata pengawasan dipakai sebagai arti harfiah dari kata controlling. Dengan demikian
pengertian pengawasan meliputi segala kegiatan penelitian, pengamatan dan pengukuran
terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan, penafsiran dan
perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta, melakukan tindakan koreksi
penyimpangan, dan perbandingan antara hasil (output) yang dicapai dengan masukan
(input) yang digunakan.
Pengawasan pada bank syariah ini dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Sesuai
dengan UU No. 10/1998 disebutkan bahwa bank syariah mesti memiliki Dewan Pengawas
Syariah. Dewan Pengawas Syariah ini merupakan badan internal yang independen yang
memiliki beberapa tugas sesuai dengan Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-
98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI Masa Bhakti tahun 2000-2006,
yaitu sebagai berikut:
1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah.
2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan
lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang
diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.
Bank syariah dalam melaksanakan fungsi auditnya dilandasi oleh lapisan audit yaitu sebagai
berikut:
1. Auditor Internal
Untuk dapat meyakinkan bahwa telah ada pengendaliam diri dan pengendalian
menyatu yang memadai, perlu adanya suatu ukuran dan penilaian dari pihak
yang tidak terkait dengan kegiatan tersebut (independen). Selain itu, manajemen
juga harus mempunyai kemampuam dalam menganalisis efektivitas fungsi-fungsi
kontrol yang ada melalui suatu auditor yang dibuat berlapis-lapis.
a. Bagian Pengawasan Data
Bagian ini sering juga disebut sebagai verificator, yaitu pemeriksa seluruh
transaksi yang terjadi, dimana salah satu produknya adalah program zero
defect, yaitu suatu program audit yang memberikan peringatan kepada
pelaksana atas kesalahan-kesalahan pembukuan yang terjadi. Dengan
demikian, secara bertahap kesalahan yang ada dapat terus ditekan dan
mengarah pada kesalahan nol (tidak ada kesalahan lagi). Disamping itu,
bagian pengawasan data ini juga melaksanakan audit keuangan atas laporan
keuangan, khususnya melakukan pembuktian kebenaran material setiap pos
yang ada yaitu dengan melakukan cash count, stock opname, rekonsiliasi
bank/RAK, proofing, dan lain-lain.
Hasil dari auditor ini berupa evaluasi/gambaran atas kondisi yang ada di lapangan
dan praktik sehari-hari yang berlangsung dalam kegiatan bank. Auditor juga
memberi masukan kepada manajemen dalam hal diperlukannya pembenahan,
perbaikan, koreksi baik yang menyangkut sumber daya insani, sistem prosedur,
maupun aspek manajerial. Dalam kegiatan sehari-hari, semua unsur pengawasan
tetap tunduk dan patuh serta menjalankan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern
Bank (SPAIB).
2. Eksternal Auditor
Pengaudit eksternal memberikan masukan kepada manajemen bank mengenai
kondisi bank yang bersangkutan. Dari audit eksternal diharapkan adanya suatu
penilaian yang sangat netral terhadap objek-objek yang diperiksa. Audit eksternal
yang melakukan pemeriksaan antara lain Bank Indonesia, Akuntan Publik,
maupun pihak lainnya. Auditor eksternal sendiri memiliki tugas untuk
memastikan bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku di Indonesia.
Dewan Syariah nasional (DSN) merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank,
asuransi dan reksadana. Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi dan pakar dalam
bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah. Anggota DSN
ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. DSN merupakan satu-satunya
badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk
dan jasa keuangan syariah serta mengawasi penerapan fatwa oleh lembaga-lembaga
keuangan syariah di Indonesia. Di samping itu DSN juga mempunyai kewenangan untuk:
1. Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota
DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.
2. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah
dan menjadi dasar tindakan hukum pihak yang terkait.
3. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Bapepam.
4. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan
penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.
5. Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila
peringatan tidak ditanggapi.
Harus diakui, bahwa perbankan syariah sangat rentan terhadap kesalahan-kesalahan yang
bersifat syar’i. Tuntutan target, tingkat keuntungan yang lebih baik, serta penilaian kinerja
pada setiap cabang syariah, yang masih dominan didasarkan atas kinerja keuangan, akan
dapat mendorong kacab dan praktisi yang oportunis untuk melanggar ketentuan syariah.
Hal ini akan semakin rentan terjadi pada bank syariah dengan tingkat pengawasan syariah
yang rendah. Oleh karenanya, tidak heran, jika masih banyak ditemukannya pelanggaran
aspek syariah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga perbankan syariah, khususnya
perbankan yang konversi ke syariah atau membuka unit usaha syariah. Yang juga
mengherankan lagi adalah sering kali kasus-kasus yang menyimpang dari syariah Islam di
bank syariah lebih dahulu diketahui oleh Bank Indonesia daripada oleh DPS, sehingga DPS
baru mengetahui adanya penyimpangan syariah setelah mendapat informasi dari bank
Indonesia. Demikianlah lemahnya pengawasan DPS di bank-bank syariah. Bank syariah
harus menyadari bila mereka sering mengabaikan kepatuhan prinsip syariah, mereka akan
menghadapi risiko reputasi (reputation-risk).