Materi Pertemuan XIV - Akt. Syariah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

BAB

13
AUDIT DAN KONTROL
BANK SYARIAH

Perkembangan Bank Syariah di Indonesia pada saat ini begitu cepat, terbukti dengan adanya
perkembangan dari bank-bank konvensional untuk membuka bank yang menerapkan
prinsip syariah. Industri perbankan syariah dijalankan berdasarkan prinsip dan sistem
syariah, karena itu semua perbankan yang beroperasi dengan sistem syariah wajib memiliki
institusi internal yang independen yang secara khusus bertugas memastikan bank tersebut
berjalan sesuai syariah Islam. Bagian yang bertugas mengawasi operasional bank syariah
dikenal dengan nama Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS ini sangat berperan dalam
mengawasi oparasi bank syariah agar tetap memenuhi prinsip-prinsip syariah. Oleh karena
itu, DPS harus secara aktif dan rutin melakukan pengawasan terhadap bank syariah.
Anjuran untuk melakukan suatu pengawasan telah diajarkan dalam Islam yang tertuang
dalam Al Quran dan Hadits.

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik


membawa suatu berita, periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu
itu.” (Al Hujaraat: 6)

“Barang siapa diantaramu melihat kemungkaran, hendaklah ia


mengubahnya dengan tangan (kekuasaan)-Nya. Apabila tidak
sanggup, dengan ucapannya. Apabila tidak sanggup, dengan hatinya,
dan itulah selemah-lemahnya iman.” (Al-Hadits)

Untuk meyakinkan kewajaran suatu laporan keuangan maka diperlukanlah suatu


audit/pemeriksaan yaitu proses sistematis dalam mengumpulkan dan menilai bukti-bukti
dari suatu kegiatan entitas (perusahaan) dengan tujuan pelaporan tingkat perbedaan antara
informasi keuangan dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya yang dilakukan oleh
orang-orang yang independen dan kompeten.

Anjuran untuk melakukan suatu audit atau pemeriksaan telah diajarkan dalam Islam yang
tertuang dalam Al Quran dan Hadits.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi
saksi dengan adil….” (Al-Maidah : 8)

“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam


kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh, dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.”
(Al-Ashr:1-3)

“Katakanlah kebenaran itu sekalipun pahit.” (Al-Hadits)

Audit dan kontrol bank syariah diperlukan untuk mengawasi jalannya operasi bank apakah
telah sesuai dengan prinsip syariah dan pemantauan setiap aktivitas operasi perusahaan
sehingga tidak terjadi penyalahgunaan dan dana masyarakat dapat diamanahkan dalam
bank syariah. Audit adalah proses sistematis dalam mengumpulkan dan menilai bukti-bukti
dari suatu kegiatan entitas (perusahaan) dengan tujuan pelaporan tingkat perbedaan antara
informasi keuangan dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya yang dilakukan oleh
orang-orang yang independen dan kompeten.

Tujuan audit yaitu memperoleh opini auditor atas laporan keuangan yang disusun apakah
dalam seluruh aspek yang material telah sesuai dengan prinsp-prinsip dan ketentuan syariah
serta prinsip akuntansi yang berlaku umum.

A. Prinsip Umum Audit


a) Auditor harus mematuhi kode etik
b) Auditor harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan Standar Audit
c) Auditor harus merencanakan dan melaksanakan audit dengan:
 kompetensi professional
 due care

B. Jenis-Jenis Audit
a) Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Yaitu audit atas laporan keuangan yang dilakukan oleh pihak independen yang fungsinya
nuntuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran penyajian dan pengungkapan
laporan keuangan.
b) Operasional Audit (Management Audit)
Yaitu audit atas bagian-bagian organisasi untuk menilai kehematan, efisiensi dan
efektivitas pelaksanaan operasi.
c) Audit Kepatuhan (Compliance Audit)

Yaitu audit yang dilakukan untuk menilai apakah rencana kebijakan, metode dan
prosedur-prosedur yang ditetapkan telah di taati oleh auditee (yang diperiksa) dan
tujuannya adalah untuk memberikan saran perbaikan.
Kata pengawasan dipakai sebagai arti harfiah dari kata controlling. Dengan demikian
pengertian pengawasan meliputi segala kegiatan penelitian, pengamatan dan pengukuran
terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan, penafsiran dan
perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta, melakukan tindakan koreksi
penyimpangan, dan perbandingan antara hasil (output) yang dicapai dengan masukan
(input) yang digunakan.

C. Tujuan Pemantauan dan Pengawasan yang Dilakukan Bank


Syariah
a) Kekayaan bank syariah akan selalu terpantau dan menghindari adanya penyelewengan-
penyelewengan baik oknum dari luar maupun dari dalam bank syariah.
b) Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi
c) Untuk memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang
peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan.
d) Kebijakan manajemen bank syariah akan dapat lebih rapi.

Pengawasan pada bank syariah ini dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Sesuai
dengan UU No. 10/1998 disebutkan bahwa bank syariah mesti memiliki Dewan Pengawas
Syariah. Dewan Pengawas Syariah ini merupakan badan internal yang independen yang
memiliki beberapa tugas sesuai dengan Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-
98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI Masa Bhakti tahun 2000-2006,
yaitu sebagai berikut:
1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah.
2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan
lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang
diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.

D. Audit Sistem Berlapis (Multilyer System Audit) dalam Bank


Syariah
Kegiatan bank mempunyai risiko tinggi karena berurusan dengan uang dalam jumlah yang
sangat besar sehingga dapat menimbulkan niat orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk
melakukan kecurangan. Kalau kekhawatiran itu terjadi tentu dapat mengakibatkan kerugian
bagi bank. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kontrolnya perlu diciptakan suatu sistem
kontrol yang berlapis-lapis (multilyer audit system).

Bank syariah dalam melaksanakan fungsi auditnya dilandasi oleh lapisan audit yaitu sebagai
berikut:

a) Pengendalian Diri Sendiri (Self Control)


Pengendalian atas diri sendiri (self control) merupakan lapisan utama dan utama
dalam diri setiap karyawan bank syariah sehingga peran bagian sumber daya insani
dalam memilih karyawan yang tepat merupakan syarat mutlak adanya peran lapisan
control yang pertama ini secara optimal. Di samping itu, setiap sumber daya insani
harus meyakini dan mengimani bahwa semua perbuatannya selalu direkam secara
cermat (audit trail) oleh Allah SWT dan malaikat. Kelak di akhirat, perbuatan itu
pasti akan diminta pertanggungjawabannya.

b) Pengendalian Menyatu (Built-in Control)


Selain self control, karyawan dalam melaksanakan tugas sehari-hari tidak terlepas
dari prosedur dan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam sistem dan prosedur
yang diciptakan, secara tidak disadari oleh setiap karyawan, dimasukkan unsur-
unsur kontrol yang menyatu dengan prosedur tersebut (Built-in Contorl). Unsur-
unsur yang harus dipenuhi dalam menciptakan pengendalian menyatu yang baik
adalah adanya dual control, dual custodian, maker checker approval, limitation,
segregation of duties, verifikasi, dan lain-lain.

1. Auditor Internal
Untuk dapat meyakinkan bahwa telah ada pengendaliam diri dan pengendalian
menyatu yang memadai, perlu adanya suatu ukuran dan penilaian dari pihak
yang tidak terkait dengan kegiatan tersebut (independen). Selain itu, manajemen
juga harus mempunyai kemampuam dalam menganalisis efektivitas fungsi-fungsi
kontrol yang ada melalui suatu auditor yang dibuat berlapis-lapis.
a. Bagian Pengawasan Data
Bagian ini sering juga disebut sebagai verificator, yaitu pemeriksa seluruh
transaksi yang terjadi, dimana salah satu produknya adalah program zero
defect, yaitu suatu program audit yang memberikan peringatan kepada
pelaksana atas kesalahan-kesalahan pembukuan yang terjadi. Dengan
demikian, secara bertahap kesalahan yang ada dapat terus ditekan dan
mengarah pada kesalahan nol (tidak ada kesalahan lagi). Disamping itu,
bagian pengawasan data ini juga melaksanakan audit keuangan atas laporan
keuangan, khususnya melakukan pembuktian kebenaran material setiap pos
yang ada yaitu dengan melakukan cash count, stock opname, rekonsiliasi
bank/RAK, proofing, dan lain-lain.

b. Auditor Wilayah (Resident Auditor) dan Inspektur Pengawasan


Kedua pengawas ini berfungsi melakukan operasional audit, di samping audit
keuangan. Titik berat audit yang dilakukan adalah pengujian secara
menyeluruh atas berjalannya SPIN (Sistem Pengendalian Intern) yang antara
lain meliputi: aspek organisasi, memadai tidaknya sumber daya insani,
praktik bank yang sehat, dan unsur SPIN lainnya. Auditor wilayah adalah
kepanjangan tangan inspektur pengawasan yang ada di kantor pusat.
Sekalipun keberadannya di kantor cabang namun ia bertanggung jawab ke
kantor pusat.

Hasil dari auditor ini berupa evaluasi/gambaran atas kondisi yang ada di lapangan
dan praktik sehari-hari yang berlangsung dalam kegiatan bank. Auditor juga
memberi masukan kepada manajemen dalam hal diperlukannya pembenahan,
perbaikan, koreksi baik yang menyangkut sumber daya insani, sistem prosedur,
maupun aspek manajerial. Dalam kegiatan sehari-hari, semua unsur pengawasan
tetap tunduk dan patuh serta menjalankan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern
Bank (SPAIB).

2. Eksternal Auditor
Pengaudit eksternal memberikan masukan kepada manajemen bank mengenai
kondisi bank yang bersangkutan. Dari audit eksternal diharapkan adanya suatu
penilaian yang sangat netral terhadap objek-objek yang diperiksa. Audit eksternal
yang melakukan pemeriksaan antara lain Bank Indonesia, Akuntan Publik,
maupun pihak lainnya. Auditor eksternal sendiri memiliki tugas untuk
memastikan bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku di Indonesia.

E. Jenis Audit, Teknik Audit, dan Hal-hal Khusus dalam


Pemeriksaan
a) Jenis Audit dan Teknik Audit
Audit keuangan dan audit operasi (compliance test) juga dilaksanakan dalam
pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor untuk bank syariah. Khusus untuk
pengujian kepatuhan, disamping peraturan-peraturan (internal dan eksternal),
fatwa-fatwa dan notulen Dewan Pengawas Syariah juga dijadikan acuan. Teknik audit
yang dilaksanakan oleh auditor untuk bank syariah secara umum sama dengan
teknik audit yang telah ada. Misalnya penggunaan teknik audit rekonsiliasi untuk
memeriksa rekening bank lain, menggunakan cash/stock opname untuk hal-hal yang
dapat dihitung secara fisik seperti kas, investasi, dan lain-lain. Pada dasarnya audit
internal melakukan dua pola pemeriksaan yaitu pemeriksaan pasif melalui
pemantauan laporan-laporan yang ada dan pemeriksaan aktif melalui
penyelenggaran audit di tempat. Tanggung jawab internal audit adalah besar, untuk
memberikan keyakinan kepada para nasabah tentang kebijakan proteksi kepentingan
mereka. Peraturan Bank Indonesia dewasa ini telah mengarah kepada pelaksanaan
pola multi layer control. Setiap bank harus memiliki seorang direktur kepatuhan
(compliance director) yang bertugas memastikan bahwa segala keputusan dan
tindakan manajemen tidak melanggar ketentuan hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

b) Hal-Hal Khusus atas Pemeriksaan Bank Syariah


Secara garis besar beberapa hal yang secara khusus dilakukan dalam audit atas bank
syariah, adalah sebagai berikut:
a. Di samping pengungkapan kewajaran penyajian laporan keuangan, juga
diungkapkan Unsur kepatuhan syariah.
b. Perbedaan akunting yang menyangkut aspek produk, baik sumber dana maupun
pembiayaan.
c. Pemeriksaan distribusi profit.
d. Pengakuan pendapatan cash basis serta riil.
e. Pengakuan beban yang secara accrual basis.
f. Dalam hubungan dengan bank koresponden, khususnya koresponden depository,
pengakuan pendapatan tetap harus menggunakan prinsip bagi hasil. Jika tidak,
pendapatan bunga tidak boleh dicatat sebagai pendapatan.
g. Adanya pemeriksaan atas sumber dan penggunaan zakat.
h. Revaluasi atas valuta asing dapat diakui apabila posisi devisa neto dalam posisi
square.
i. Ada tidaknya transaksi yang mengandung unsur-unsur yang tidak sesuai dengan
syariah.

F. Laporan Auditor (Auditor’s Report)


a. Jenis-Jenis Laporan Audit
a. Unqualified Opinion yaitu laporan wajar tanpa pengecualian. Syaratnya:
 Tidak ada pembatasan audit
 Auditor bekerja independen
 Laporan keuangan disajikan sesuai SAK
 SAK diterapkan secara konsisten
 Tidak ada pos-pos yang tidak pasti
b. Qualified Opinion yaitu laporan wajar dengan pengecualian. Pendapat ini
diberikan secara keseluruhan masih wajar tetapi ada persyaratan tertentu yaitu:
 Adanya inkonsistensi penerapan SAK
 Adanya pembatasan audit
c. Disclaimer Opinion yaitu tidak memberikan pendapat jika:
 Auditor tidak independent
 Adanya inkonsistensi yang bersifat materil
 Adanya pembatasan audit
 Adanya ketidakpastian
d. Adverse Opinion yaitu menolak memberikan pendapat. Opini ini diberikan jika
laporan keuangan disajikan tidak sesuai SAK.

b) Elemen Dasar Laporan Auditor


Hasil akhir pekerjaan auditor dilaporkan dalam laporan auditor, yaitu mengenai
pendapat atau opini auditor atas kewajaran pengungkapan laporan keuangan.
Elemen-elemen dasar laporan auditor yaitu:
a. Judul
b. Pihak yang dituju
c. Paragraf pembuka atau pengantar
d. Paragraf ruang lingkup (menggambarkan sifat audit)
e. Referensi standar audit
f. Gambaran pekerjaan yang dilakukan auditor
g. Paragraf opini
h. Tanggal laporan
i. Alamat auditor
j. Tanda tangan auditor
Contoh Laporan Auditor:
a. Laporan Auditor Independen
b. Laporan No. XXXX
c. Direksi
d. PT. Bank Syariah XXX
e. Kami telah mengaudit neraca PT Bank Syariah XXX tanggal 31 Desember 20X1
dan 20X0, serta laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas,
laporan perubahan investasi terikat, laporan sumber dan penggunaan dana ZIS,
dan laporan sumber dana penggunaan dana Qardhul hassan untuk tahun yang
berakhir pada tanggal-tanggal tersebut. Laporan keuangan dan Bank Syariah
XXX yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah adalah tanggung jawab
manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami terletak pada pernyataan pendapat
atas laporan keuangan berdasarkan audit kami.
f. Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan
Akuntan Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan
melaksanakan audit agar kami memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan
keuangan bebas dari salah saji material. Suatu audit meliputi pemeriksaan, atas
dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan
dalam laporan keuangan. Audit juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi
yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh manajemen, serta
penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Kami yakin
bahwa audit kami memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat.
g. Menurut pendapat kami, laporan keuangan tersebut di atas menyajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan PT Bank Syariah XXX
pada tanggal 31 Desember 20X1 dan 20X0, serta hasil usaha, perubahan ekuitas,
arus kas, perubahan investasi terikat, sumber dan penggunaan dana ZIS, dan
sumber dan penggunaan dana Qardhul Hassan untuk tahun yang berakhir pada
tanggal-tanggal tersebut sesuai dengan prinsip dan ketentuan syariah yang
ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional dan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
h. Nama KAP
i. NIU-KAP XX.X.XXXX
j. Nama Rekan
k. NIAP xx.x.xxxx
l. 6 Maret 2002

c) Pengetesan Kepatuhan Terhadap Prinsip dan Ketentuan


Syariah
a. Auditor harus mengumpulkan bukti yang cukup untuk mendapatkan keyakinan
memadai Bank Syariah patuh terhadap prinsip syariah
b. Auditor harus memiliki pengetahuan mengenai prinsip syariah
c. Fatwa, aturan dan pedoman yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional sebagai
dasar kriteria (acuan) penilaian
d. Auditor tidak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi anggota DSN
e. Auditor akan menyelesaikan laporan auditor setelah ada draft laporan DSN
mengenai kepatuhan Bank Syariah terhadap prinsip syariah

G. Optimalisasi Pengawasan Dewan Pengawas Syariah


Bank syariah dalam menjalankan operasi dan praktek bank syariahnya harus dijalankan
sesuai dengan prinsip dan sistem syariah. Oleh karena itu, semua bank yang menjalankan
prinsip sesuai dengan prinsip syariah harus memiliki institusi internal yang independen
yang secara khusus bertugas memastikan bank tersebut berjalan sesuai syariah islam. Sesuai
dalam UU No. 10/1998 bahwa bank syariah mesti memiliki Dewan Pengawas Syariah.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan
Syariah Nasional (DSN) pada bank. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang
syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum bidang perbankan. Persyaratan
anggota DPS ditetapkan oleh DSN. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, DPS wajib
mengikuti fatwa mengenai kesesuaian produk dan jasa bank dengan ketentuan dan prinsip
syariah. Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang
dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Berbeda dengan auditor
eksternal yang memiliki kode etik profesional auditor dalam menjalankan tugasnya, DPS
tidak memiliki prosedur kontrol yang memadai dalam menjalankan tugasnya agar
memuaskan. DPS dalam menjalankan tugasnya hanya dipandu oleh nilai-nilai moral dan
agama yang ada dalam diri DPS tersebut, Selain itu, DPS juga mempunyai fungsi:
1. Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan
pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.
2. Sebagai mediator anatara bank dan DSN dalam mengomunikasikan usul dan saran
pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
3. Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank. DPS wajib melaporkan kegiatan
usaha serta perkembangan bank syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-
kurangnya satu kali dalam setahun. Bank yang akan membentuk DPS dalam rangka
perubahan kegiatan usaha atau membuka kantor cabang syariah untuk pertama kalinya
dapat menyampaikan permohonan penempatan anggota DPS kepada DSN.

Dewan Syariah nasional (DSN) merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank,
asuransi dan reksadana. Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi dan pakar dalam
bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah. Anggota DSN
ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. DSN merupakan satu-satunya
badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk
dan jasa keuangan syariah serta mengawasi penerapan fatwa oleh lembaga-lembaga
keuangan syariah di Indonesia. Di samping itu DSN juga mempunyai kewenangan untuk:
1. Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota
DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.
2. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah
dan menjadi dasar tindakan hukum pihak yang terkait.
3. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Bapepam.
4. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan
penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.
5. Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila
peringatan tidak ditanggapi.

Proses pengawasan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:


a. Menentukan standar sebagai ukuran pengawasan.
Dalam kegiatan pengawasan, yang pertama kali harus dilakukan adalah menentukan
standar yang menjadi ukuran dan pola untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan produk
yang dihasilkan. Standar itu harus jelas, wajar, objektif sesuai dengan keadaan dan
sumber daya yang tersedia.
b. Pengukuran dan pengamatan terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah
ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan operasional harus selalu diawasi dengan cermat.
Untuk keperluan tersebut harus pula dibuat catatan sebagai laporan perkembangan
proses manajemen. Berdasarkan catatan tersebut hendaknya dilakukan pengukuran
prestasi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hasil evaluasi itu dijadikan bahan
laporan untuk dievaluasi lebih lanjut.
c. Penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta.
Prestasi pekerjaan harus diberikan penilaian dengan memberikan penafsiran, apakah
sesuai dengan standar, sejauh mana terdapat penyimpangan dan apa saja faktor-faktor
penyebabnya.
d. Melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan.
Tindakan koreksi, selain untuk mengetahui kesalahan, juga menerangkan apa yang
menyebabkan terjadinya penyimpangan dan memberikan cara bagaimana cara
memperbaikinya agar kembali kepada standar dan rencana yang seharusnya.
e. Perbandingan hasil akhir dengan masukan.
Setelah proses pelaksanaan pekerjaan selesai segera diberikan pengukuran dengan
membandingkan hasil yang diperoleh dengan sumber daya yang diberikan serta standar
yang ditetapkan. Hasil pengukuran ini akan memperlihatkan tingkat efesiensi kerja dan
produktivitas sumber yang ada.
Untuk melakukan pengawasan, anggota DPS harus memiliki kualifikasi keilmuan yang
integral, yaitu ilmu fiqh muamalah dan ilmu ekonomi, keuangan Islam modern.
Kesalahan besar perbankan syariah saat ini adalah mengangkat DPS karena kharisma
dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena keilmuannya di bidang
ekonomi dan perbankan syariah. Masih banyak anggota DPS yang belum mengerti
mengenai teknis perbankan dan LKS, apalagi ilmu ekonomi keuangan Islam, seperti
akuntansi akibatnya pengawasan dan peran-peran strategis lainnya sangat tidak optimal.
DPS juga harus memahami ilmu yang terkait dengan perbankan syariah seperti ilmu
ekonomi moneter. Karena minimnya ilmu yang dimiliki oleh anggota DPS, maka sudah
dipastikan fungsi pengawasan DPS tidak optimal, akibatnya penyimpangan dan praktik
syariah menjadi hal yang mungkin dan sering terjadi.
Berdasarkan hasil penelitian oleh peneliti ada kelemahan Dewan
Pengawas Syariah yaitu:
1. Hingga kini tidak ada hukum khusus yang dipakai
sebagai referensi bagi pengawasan khusus perbankan syariah.
2. DPS hanya digunakan sebagai objek pelengkap dalam sebuah lembaga perbankan
syariah yang ada, struktur dapat diisi tanpa kriteria yang khusus berbasis keahlian.
3. Anggota DPS ditunjuk sebagai tokoh yang memiliki karisma dan popularitas di
kalangan masyarakat, bukan karena keahlian pengetahuan mereka dalam bidang
ekonomi dan perbankan syariah.
4. Anggota DPS dilantik dan diberikan gaji oleh bank syariah yang diawasinya,
menjadikannya kurang bebas dan tidak objektif dalam pengawasan;
5. Anggota DPS adalah orang-orang yang sibuk dengan profesi utamanya, jadi ia tidak
memiliki waktu yang cukup untuk menjalankan pengawasan. Pengawasan terhadap
perbankan syariah hanya dilakukan sebagai pekerjaan sambilan.
6. DPS tidak ada kebebasan untuk bertindak tegas terhadap hasil pengawasannya. DPS
hanya dapat memberikan peringatan tetapi tidak boleh menutup usaha perbankan yang
bermasalah, maka pengawasan oleh DPS cenderung diabaikan.
7. Perbankan syariah adalah sangat rentan terhadap kesalahan yang dibagikan.
8. Kelemahan taraf sah bagi penilaian kepatuhan syariah oleh DPS karena
ketidakefektifan dan ketidakefisienan mekanisme pengawasan syariah dalam
perbankan syariah.
9. Terbatasnya kemahiran DPS dalam hal audit, akuntansi, ekonomi, dan hukum bisnis.
10. Tidak adanya mekanisme dan struktur kerja efektif DPS dalam menjalankan fungsi
kontrol internal syariah di bank syariah.
11. Masih terdapat banyak kasus pelanggaran (Darul Ehsan;2016)

Harus diakui, bahwa perbankan syariah sangat rentan terhadap kesalahan-kesalahan yang
bersifat syar’i. Tuntutan target, tingkat keuntungan yang lebih baik, serta penilaian kinerja
pada setiap cabang syariah, yang masih dominan didasarkan atas kinerja keuangan, akan
dapat mendorong kacab dan praktisi yang oportunis untuk melanggar ketentuan syariah.
Hal ini akan semakin rentan terjadi pada bank syariah dengan tingkat pengawasan syariah
yang rendah. Oleh karenanya, tidak heran, jika masih banyak ditemukannya pelanggaran
aspek syariah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga perbankan syariah, khususnya
perbankan yang konversi ke syariah atau membuka unit usaha syariah. Yang juga
mengherankan lagi adalah sering kali kasus-kasus yang menyimpang dari syariah Islam di
bank syariah lebih dahulu diketahui oleh Bank Indonesia daripada oleh DPS, sehingga DPS
baru mengetahui adanya penyimpangan syariah setelah mendapat informasi dari bank
Indonesia. Demikianlah lemahnya pengawasan DPS di bank-bank syariah. Bank syariah
harus menyadari bila mereka sering mengabaikan kepatuhan prinsip syariah, mereka akan
menghadapi risiko reputasi (reputation-risk).

Anda mungkin juga menyukai