Permasalahan Gizi Pada Remaja

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 14

PERMASALAHAN STATUS GIZI PADA REMAJA: PROBLEM SOLVING CYCLE

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Status Gizi Ibu dan Anak : Penilaian, Deteksi Dini, dan Solusi Masalah

Dosen Pengampu : Dr. Eti Poncorini P., dr., M.Pd.


Disusun Oleh :
Atik Handariati (S022008011)
Feny Oktaviyani (S022008023)
Izdihar Azzah P. (S022008030)
Riski Anisa (S022008050)
Ruliyani Yuni NH (S022008052)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Anemia pada Remaja : Problem
Solving Cycle” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dr. Eti Poncorini
Pamungkasari, dr., M.Pd pada mata kuliah Status Gizi Ibu dan Anak- Penilaian, Deteksi Dini dan
Solusi Masalah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang anemia
pada remaja.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Eti Poncorini Pamungkasari, dr., M.Pd
selaku dosen mata kuliah Status Gizi Ibu dan Anak – Penilaian, Deteksi Dini dan Solusi Masalah
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang penulis pelajari.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Surakarta, 25 Mei 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4

1.2 Tujuan............................................................................................................................... 4

BAB II SIKLUS PEMECAHAN MASALAH ............................................................................... 5

2.1 Analisis Situasi ................................................................................................................. 5

2.2 Identifikasi dan Prioritas Masalah .................................................................................... 6

2.3 Alternatif Pemecahan Masalah......................................................................................... 7

2.4 Rencana Operasional ........................................................................................................ 8

2.5 Pelaksanaan .................................................................................................................... 10

2.6 Monitoring dan Evaluasi ................................................................................................ 11

BAB III KESIMPULAN............................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Remaja di Indonesia, dihadapkan pada tiga beban gizi dengan ko-eksistensi antara gizi
kurang, gizi lebih dan kekurangan zat gizi mikro. Sekitar seperempat remaja usia 13-18 tahun
mengalami stunting atau pendek, 9 persen remaja bertubuh kurus atau memiliki indeks massa
tubuh rendah, sedangkan 16 persen remaja lainnya mengalami kegemukan dan obesitas. Selain
itu sekitar seperempat remaja putri mengalami anemia. Masalah gizi pada remaja memiliki
implikasi serius bagi kesehatan kaum muda, berdampak pada kesejahteraan generasi saat ini
dan masa depan, serta ekonomi dan kesehatan negara. Secara khusus, status gizi remaja putri
terkait erat dengan hasil kehamilan dan kesehatan serta kelangsungan hidup ibu dan anak.
Masalah gizi juga berkaitan dengan isu gender, dimana ada prevalensi anemia yang lebih tinggi
pada remaja putri dan prevalensi kurus dan stunting yang lebih tinggi pada remaja putra
(UNICEF, 2021).

Saat ini mulai tumbuh kesadaran bahwa gizi remaja merupakan bidang yang membutuhkan
perhatian dan investasi lebih besar di Indonesia. Intervensi spesifik dan sensitif gizi dipadukan
menjadi respon multisektoral yang terintegrasi untuk mencapai status gizi remaja yang optimal
dengan memobilisasi dukungan dari berbagai kementerian, terutama bidang kesehatan,
pendidikan, agama, dan sosial (UNICEF,2021).

Berdasarkan hal tersebut, tim penulis tertarik menulis terkait tahapan-tahapan Problem
Solving Cycle pada permasalah status gizi pada remaja di Indonesia.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui siklus pemecahan masalah status gizi pada
remaja di Indonesia.

4
BAB II
SIKLUS PEMECAHAN MASALAH
(PROBLEM SOLVING CYCLE)

2.1 Analisis Situasi


Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam
rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
(BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah (Ellysa, 2017).
Menurut BPS, jumlah penduduk usia 10 – 19 tahun di Indonesia sebanyak 44,3 juta, atau
sekitar 16% dari jumlah penduduk (BPS, 2019).

Remaja merupakan periode pertumbuhan anak-anak menuju proses kematangan manusia


dewasa ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat (growth spurt) dan perkembangan.
Pada middle adolescent (remaja tengah, usia 15-17 tahun) terjadi peningkatan kecepatan
tumbuh yang disebut dengan growth spurt dimana growth spurt ini mengawali periode
percepatan pertumbuhan. Masalah gizi akan timbul ketika susunan makanan yang salah dalam
kuantitas atau kualitas dan ketidakseimbangan antara konsumsi makanan dengan kebutuhan
kalori yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.

Remaja di Indonesia, dihadapkan pada tiga beban gizi dengan ko-eksistensi antara gizi
kurang, gizi lebih dan kekurangan zat gizi mikro. Sekitar seperempat remaja usia 13-18 tahun
mengalami stunting atau pendek, 9 persen remaja bertubuh kurus atau memiliki indeks massa
tubuh rendah, sedangkan 16 persen remaja lainnya mengalami kegemukan dan obesitas.
Selain itu sekitar seperempat remaja putri mengalami anemia (UNICEF, 2021).

Tabel 1. Status gizi remaja Indonesia (Riskesdas, 2018)


Umur/Gender Pendek Kekurusan Kegemukan
Prevalensi dalam %
13-15 tahun
 Laki-laki 26,5 11,7 16
 Perempuan 24,9 5,4 16

5
16-18 tahun
 Laki-laki 28,8 11,8 11,3
 Perempuan 25 4,3 15,9

Masalah gizi yang terjadi pada masa remaja di Yogyakarta diantaranya gizi kurang,
overweight, dan obesitas, remaja pendek, dan anemia pada remaja. Untuk usia 13-15 tahun,
prevalensi remaja sangat pendek di DIY 1,1% dan pendek 8,2%. Sedangkan prevalensi remaja
sangat kurus di DIY 0,8% dan remaja kurus 8%. Selanjutnya remaja yabg tergolong gemuk
di DIY sebesar 12,6% dan obesitas 8%. Untuk usia 16-18 tahun, prevalensi remaja sangat
pendek yaitu 2,3% dan pendek 14,9. Kemudian, prevalensi remaja sangat kurus di DIY
sebesar 1,2% dan kurus 6,4%. Prevalensi remaja gemuk di DIY yaitu 8,2% dan obesitas 6,2%
(Riskesdas, 2018). Data Dinas Kesehatan Provinsi DIY tahun 2018 menyebutkan prevalensi
anemia pada remaja putri sebesar 19,3%.

Anemia merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan penderitanya mengalami


kelelahan, letih dan lesu sehingga akan berdampak pada kreativitas dan produktivitasnya. Tak
hanya itu, anemia juga meningkatkan kerentanan penyakit pada saat dewasa serta melahirkan
generasi yang bermasalah gizi. Angka kejadian anemia di Indonesia terbilang masih cukup
tinggi. Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi anemia pada remaja sebesar 32%, artinya
3-4 dari 10 remaja menderita anemia. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan asupan gizi
yang tidak optimal dan kurangnya aktifitas fisik.

2.2 Identifikasi dan Prioritas Masalah


Urgency, Seriousness, Growth (USG) adalah salah satu alat untuk menyusun urutan
prioritas isu yang harus diselesaikan. Caranya dengan menentukan tingkat urgensi,
keseriusan, dan perkembangan isu dengan menentukan skala nilai 1 – 5 atau 1 – 10. Isu yang
memiliki total skor tertinggi merupakan isu prioritas. Urgency dilihat dari tersedianya waktu,
mendesak atau tidak masalah tersebut diselesaikan. Seriousness dilihat dari dampak masalah
tersebut terhadap produktifitas kerja, pengaruh terhadap keberhasilan, dan membahayakan
sistem atau tidak. Growth dilihat dari seberapa kemungkinannya isu tersebut menjadi

6
berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin memburuk kalau
dibiarkan.

Masalah U S G Total Prioritas masalah

Remaja kurus 3 4 4 11 III

Remaja gemuk/obesitas 5 4 4 13 II

Remaja pendek 4 3 3 10 IV

Remaja anemia 4 5 5 14 I

2.3 Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan prioritas masalah tersebut maka alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan upaya untuk pencegahan anemia remaja ke sekolah-sekolah di daerah dengan
prevalensi anemia yang cukup tinggi. Untuk meningkatkan pengetahuan pada remaja di
Yogyakarta tentang pencegahan dan bahaya anemia pada remaja dilakukan kegiatan :
a. Kegiatan penyuluhan dengan metode yang digunakan adalah “student friendly” ini adalah
dengan metode ceramah dan tanya jawab. Metode ceramah digunakan saat memberikan
materi-materi yang diperlukan untuk program “student friendly” yang meliputi :
 Pengertian anemia
 Penyebab anemia
 Klasifikasi anemia
 Tanda dan akibat anemia pada remaja
 Kriteria anemia
 Penanggulangan anemia
 Pengobatan anemia
 Bahaya anemia
b. Pemeriksaan kadar haemoglobin dan pemberian suplemen zat besi dan folat pada remaja.
c. Penyuluhan tentang vitamin dan mineral yang penting sebagai pencegahan terjadinya
anemia.

7
d. Penyuluhan tentang makanan bergizi yang dapat meningkatkan kadar hemoglobin.
e. Pelatihan tentang pengukuran tinggi badan, berat badan dan menghitung IMT untuk mengetahui status gizi.
f. Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) di sekolah

2.4 Rencana Operasional


Rencana Operasional atau Plan of Action suatu dokumen penyusunan rencana pelaksanaan program kesehatan yang disusun
berdasarkan kegiatan-kegiatan dengan memperhitungkan hal-hal yang telah ditetapkan dalam proses sebelumnya serta semua potensi
sumber daya yang ada. Berikut adalah rencana operasional untuk pemecahan masalah :

Kegiatan Tujuan Sasaran Rincian Kegiatan Waktu Tempat Media Penanggung


(lama) Jawab
1. Penyuluhan - Meningkatkan Siswa - Persiapan @ 45-60 Sekolah -Leaflet UPT
tentang pemahaman remaja alat dan menit masing- anemia Puskesmas
anemia dan tentang putri di bahan masing remaja setempat
asupan gizi masalah SMP dan - Permohonan -Power Point
untuk anemia SMA izin pada
pencegahan - Meningkatkan Yogyakarta sekolah
anemia pemahaman - Penyampaian
dengan tentang materi
metode asupan tentang
yang makanan anemia dan
digunakan bergizi yang

8
adalah meningkatkan asupan gizi
“student kadar yang
friendly” hemoglobin - Tanya jawab
- Dapat - Evaluasi
mengetahui - Penutup
akibat
kekurangan
zat besi
- Pentingnya
mengonsumsi
tablet Fe
2. Pemeriksaan - Mengetahui Siswa - Kegiatan Ruangan menggunakan UPT
Kadar Hb Kadar HB remaja dilakukan 1 aula alat HB Puskesmas
terhadap Remaja putri putri SMP hari sekolah digital setempat
568 remaja yang ada di dan SMA kemudian dengan merk
putri (siswi) SMP dan Yogyakarta setelah Easy Touch
di 14 SMA di penyuluhan
sekolah Yogyakarta
3. Pemberian - Meningkatkan Siswa - Pemberian Setelah Sekolah - UPT
Tablet Fe capaian anak remaja dilakukan kegiatan masing- Puskesmas
remaja putri SMP setelah masing setempat

9
utamanya dan SMA kegiatan pemeriksaan
remaja putri Yogyakarta penyuluhan kadar Hb
mendapat
tablet Fe

2.5 Pelaksanaan
a. Kegiatan Penyuluhan tentang anemia dan asupan gizi untuk pencegahan anemia dilakukan dengan memberikan penyuluhan
dikelas – kelas yang sebelumnya telah melaksanakan proses administrasi dan perizinan kepada pihak sekolah
b. Pemeriksaan Kadar Hb terhadap 568 remaja putri (siswi) di 14 sekolah. Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar Hb terhadap 568
remaja putri (siswi) di 14 sekolah, menunjukkan 219 (38.5%) remaja putri kadar Hb < 10 gr %.
c. Pemberian Kegiatan Tablet Fe sebagai berikut:
1. Persiapan
Penyusunan kepanitiaan yang kemudian ditetapkan melalui SK kepala Puskesmas, Penyusunan Standar Operasional
Prosedur (SOP) mengenai pemberian TTD, Penyusunan jadwal pelaksanaan kegiatan, Menginformasikan kepada pihak
sekolah melalui surat tentang jadwal kegiatan TTD.
2. Pendistribusian
Pelaksanaan distribusi TTD dilakukan tiap minggu pertama sampai dengan minggu kedua tiap bulannya. satu hari bisa 2
sekolah yang didistribusikan sesuai dengan jadwal. Petugas menyerahkan TTD kepada guru UKS yang kemudian akan
dibagikan kepada siswi di sekolahnya.
3. Pemantauan
Pemantauan TTD ini hanya berupa pelaporan data dari petugas pelaksana tiap bulannya. Data tersebut berasal dari
pernyataan dari guru UKS saja mengenai jumlah TTD yang telah didistribusikan
10
4. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan TTD dilaksanakan tiap bulannya dan dilaporkan kepada
tim administrasi manajemen dan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Pencatatan
TTD dari guru UKS hanya berupa jumlah obat yang diterima dan hanya dilaporkan
kepada puskesmas melalui verbal

2.6 Monitoring dan Evaluasi


Tujuan Monitoring Evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kemajuan
asupan gizi pada remaja dalam melaksanakan praktek peningkatan HB pada anak remaja
putri yang ada di kota Yogyakarta.

a. Monitoring
Memonitor pemahaman tentang masalah anemia pada remaja putri di SMP yang ada di
Yogyakarta. Memonitor pemberian tablet tambah darah kepada remaja putri dengan
pemberian 1 tablet sekali seminggu yang diberikan kepada guru bagian UKS.
b. Evaluasi
Mengevaluasi pemahaman tentang masalah anemia terhadap remaja putri. Lakukan
pemeriksaan kembali kadar Hb terhadap 568 remaja putri (siswi) di 14 sekolah.

Dalam teknis pelaksanaannya masih terdapat ketidaksesuaian yaitu Puskesmas Bengkuring


melakukan distribusi TTD 1 kali setiap bulan. Hal ini tidak sesuai karena berdasarkan buku
pedoman pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri dan wanita usia subur
(WUS) (2016) yang menyatakan bahwa TTD diberikan di sekolah setiap minggu. Pada tahap
pemantauan juga masih belum sesuai karena petugas hanya bertanya jumlah TTD yang
diberikan. Seharusnya yang dilakukan adalah pemantauan kepatuhan remaja puteri
mengkonsumsi TTD dan perlu dilakukan pemantauan dari kadar hemoglobin darah minimal
6 bulan sekali.

Pada tahap pencatatan dan pelaporan dilakukan setiap bulannya kepada Dinas Kesehatan
Kota Yogyakarta melalui laporan gizi. Hal ini merupakan kinerja program yang baik karena
berdasarkan buku pedoman pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri dan
wanita usia subur (WUS) (2016) yang menyatakan bahwa pelaporan dilakukan setiap 3 bulan
sekali. Pada tahap pelaporan, untuk meningkatkan capaian program TTD di bulan

11
berikutnya, harus disertakan juga analisis dari permasalahan dalam proses kegiatan tersebut
serta feed back kepada pihak terkait seperti sekolah dan dinas kesehatan Kota Yogyakarta.

Pada tahap pencatatan disini bukan hanya menjadi tanggung jawab dari petugas Puskesmas
namun juga keterlibatan dari pihak sekolah berupa pemantauan pencatatan kartu
suplementasi TTD dan pencatatan ke dalam buku rapor kesehatan, karena sejak tahun 2015
semua peserta didik telah memiliki buku rapor kesehatan yang dikeluarkan oleh Kementerian
kesehatan Republik Indonesia. Kegiatan pencatatan dan pelaporan merupakan fungsi dan
wewenang yang wajib dilakukan berdasarkan Permenkes No. 75 tahun 2014 untuk
mewujudkan pembangunan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas.

12
BAB III
KESIMPULAN

Masalah gizi yang terjadi pada masa remaja di Yogyakarta diantaranya gizi kurang,
overweight, dan obesitas, remaja pendek, dan anemia pada remaja. Anemia merupakan masalah
kesehatan yang menyebabkan penderitanya mengalami kelelahan, letih dan lesu sehingga akan
berdampak pada kreativitas dan produktivitasnya. Tak hanya itu, anemia juga meningkatkan
kerentanan penyakit pada saat dewasa serta melahirkan generasi yang bermasalah gizi. Dampak
kekurangan anemia dapat disebabkan beberapa hal, seperti asupan makanan yang rendah zat besi
atau mungkin zat besi dalam makanan terdapat dalam bentuk yang sulit untuk diserap.

Upaya untuk pencegahan anemia pada remaja, dengan dilakukannya penyuluhan yang
diadakan di sekolah-sekolah di daerah Yogyakarta dengan prevalensi anemia yang cukup tinggi,
untuk meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan bahaya anemia pada remaja dilakukan
kegiatan Penyuluhan Asupan Gizi, Pemeriksaan Kadar Hb, dan Pemberian Tablet Fe.

13
DAFTAR PUSTAKA

BPS. (2019). Jumlah Penduduk Indonesia Diproyeksikan Mencapai 270 Juta pada 2020.
Databooks, 2045. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/13/jumlah-penduduk-
indonesia-diproyeksikan-mencapai-270-juta-pada-2020

Dinas Kesehatan Provinsi DIY. (2018). Evaluasi anemia pada remaja di DIY. Yogyakarta: Dinas
Kesehatan Provinsi DIY

Ellysa. (2017). Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. In Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Utama Riskesdas.

UNICEF. (2021). Strategi Komunikasi Perubahan Sosial Dan Perilaku: Meningkatkan Gizi
Remaja Di Indonesia. Jakarta: UNICEF Indonesia

14

Anda mungkin juga menyukai