Hasil Laporan Tak

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN HASIL KEGIATAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) “ART

DRAWING”
DI BANGSAL SRIKANDI
RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Program Profesi Ners Stase Keperawatan Jiwa

Oleh :

1. Nur Eliyun J230205001


2. Astantika Afri A J230205011
3. Aulia Ulfa J230205012
4. Ricy Fatmala Sary J230205013
5. Dewi Nur Fatimah J230205014
6. Shara Oktavia J230205016
7. Siti Mutiah J230205017
8. Bela Arfitasari J230205022
9. Sakila Indah Mawarni J230205023

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021

1
A. Analisis Situasi
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di
dunia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis
dan sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas
manusia untuk jangka panjang [ CITATION Dep16 \l 1057 ].
Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari WHO
sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. Skizofrenia adalah
gangguan jiwa yang ditandai dengan gangguan pikiran, bahasa, persepsi, dan sensasi
mencakup pengalaman psikotik berupa gejala positif dan negatif (WHO, 2015).
Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7% per 1.000 penduduk
(Depkes, 2016). Peningkatan proporsi gangguan jiwa pada data yang didapatkan
Riskesdas 2018 cukup signifikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, naik dari
1,7% menjadi 7% (Depkes, 2018).
Menurut Riskesdas 2018, Di Indonesia gangguan jiwa skizofrenia/ psikosis
berjumlah 7% per mil. Sedangkan di Jawa Tengah 9% per mil. Sedangkan cakupan
pengobatan penderita gangguan jiwa skizofrenia atau psikosis, yang berobat 84,9% dan
tidak berobat 15,1%.
Berdasarkan data dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta jumlah penderita
gangguan jiwa pada tiga tahun terakhir cukup tinggi. Jumlah pasien skizofrenia pada
tahun 2014 tercatat sebanyak 1.559 orang, pada tahun 2015 menjadi 2.136 kemudian
pada tahun 2016 sebanyak 2.034 orang. Adapun data yang diambil dari bulan Januari -
April 2017 di semua ruangan pasien rawat inap dengan skizofrenia menunjukan angka
43-77%.
Ruang Srikandi terletak di bagian belakang gedung RSJD dr. Arif Zainudin
Surakarta dekat dengan ruang Gatotkaca. Kondisi ruang Srikandi cukup luas, bersih, dan
tertata rapi serta terdapat halaman dengan luas kurang lebih 4x4 m² di belakang.
Kapasitas ruangan Srikandi dapat ditempati oleh 28 pasien dengan bed pribadi, terdapat
1 TV, kipas angin, lemari, meja, kursi, dsb. Ruang srikandi memiliki kamar mandi
khusus pegawai dan khusus pasien, serta terdapat 2 ruang perawat.

2
Rata-rata usia pasien di Ruang Srikandi yaitu 30-40 tahun dengan lama rawat ±3-4
minggu tergantung kondisi pasien. Jumlah pasien 22 orang dan diruang ini merupakan
sebuah ruang rawat dewasa kelas 3. Pelayanan RS yang didapat oleh masing-masing
pasien yaitu pelayanan kebersihan diri, makan sehari-hari, obat-obatan, rehabilitasi,
pemeriksaan laboratorium bagi pasien baru, pemeriksaan EKG untuk pasien dengan usia
diatas 40 tahun dan tindakan fisioterapi serta ECT bagi pasien yang terindikasi. Tidak
terdapat jadwal kegiatan harian yang pasti di Ruang Srikandi, hanya saja keramas rutin
semua pasien dilakukan di hari Sabtu.
Penyakit yang paling banyak terdapat diruang ini yaitu Skizofrenia tak terinci.
Penanganan pasien skizofrenia dengan masalah halusinasi dapat dilakukan dengan
kombinasi psikofarmakologi dan intervensi psikososial seperti psikoterapi, terapi
keluarga, dan terapi okupasi yang menampakkan hasil yang lebih baik (Tirta dan Putra,
2008). Tindakan keperawatan pada pasien dengan halusinasi difokuskan pada aspek
fisik, intelektual, emosional, dan sosio spiritual. Satu diantaranya penanganan pasien
skizofrenia dengan halusinasi adalah terapi okupsi aktivitas menggambar.
B. Permasalahan Mitra
Kegiatan Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) di bangsal Srikandi kurang aktif di
aplikasi dikarenakan ketidakkecukupan tenaga kerja perawat dan keterbatasan waktu
untuk mendampingin pasien melakukan terapi aktivitas kelompok, pasien yang banyak
di ruang Srikandi juga termasuk kendala kurang aktifnya dilakukan terapi aktivitas
kelompok dan alat-alat atau bahan untuk melakukan terapi aktivitas kelompok diruangan
tersebut. Oleh karena itu, kelompok tertarik untuk melakukan kegiatan Terapi Aktifitas
Kelompok (TAK) “Art Drawing” di Ruang Srikandi, dengan rencana kegiatan
dilaksanakan pada hari Senin, 22 Februari 2021 pukul 10.30-12.00 WIB. Ruang Srikandi
merupakan tempat strategis sehingga dipilih sebagai tempat untuk Terapi Aktivitas
Kelompok “Art Drwaing” karena suasana yang tenang, nyaman, pasien sudah
kooperatif atau dalam maintenance, serta dilengkapi fasilitas yang dibutuhkan untuk
mendukung kegiatan TAK agar berjalan dengan lancar.
Peserta Terapi Aktivitas Kelompok berjumlah 6 orang dipilih dari ruang Srikandi
yang berdasarkan kriteria inklusi menurut jurnal pedoman yang diaplikasikan.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk menurunkan gejala-gejala yang muncul pada pasien skizofrenia,
mengekspresikan perasaan dan melatih keterampilan kogntif

3
2. Tujuan khusus
a. Meningkatkan fungsi kerja otak karena membuat visualisasi dalam bentuk gambar
dibutuhkan kemampun kerja otak untuk mengorganisir kerja otot tangan
b. Mengungkapkan hal berkesan dan menggambarkannya
c. Menjelaskan dan mengekspresikan gambar tersebut
d. Menstimulasi kerja otak kanan
D. Metode Pelaksanaan
1. Pasien
a. Kriteria inklusi
1) Bersedia mengikuti terapi
2) Pasien dengan diagnosa medis skizofrenia
3) Pasien kooperatif
b. Kriteria eksklusi
1) Pasien yang mengalami kegawatan mendadak.
2) Pasien dengan resiko prilaku kekerasan
3) Pasien komordibitas dengan gangguan bipolar, demensia dan kecanduan obat
2. Metode yang akan dilakukan dalam terapi ini adalah:
a. Tanya jawab
b. Demonstrasi oleh fasilitator
c. Redemonstrasi secara langsung yang dilakukan oleh pasien sesuai dengan instruksi
yang diberikan.
d. Terapi bersama dan dilakukan secara berkelompok (leader, fasilitator, observer,
pasien)
E. Media
1. Buku gambar
2. Pensil warna
3. Pensil
4. Spidol
5. Nama tag perawat dan pasien

4
F. Rencana Kegiatan

5
No. Kegiatan Waktu Subyek Terapi
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi Mempersiapkan alat
b. Membuat kontrak dengan klien 10 dan pasien
menit.
c. Mempersiapkan alat dan tempat
pertemuan (termasuk menulis nama
dada)
Pembukaan acara oleh leader
a. Memberi salam terapeutik
b. Evaluasi atau validasi: Menanyakan 5 menit Menjawab salam
perasaan klien saat ini Menjawab
c. Menjelaskan tujuan kegiatan pertanyaan
d. Menjelaskan aturan main Memperhatikan
1) Jika ada yang ingin meninggalkan
kelompok, harus izin kepada terapis.
2) Lama kegiatan 20 menit.
3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari
awal sampai selesai.
2. Kegiatan inti
Sesi 1: Memperkenalkan Diri:
a. Jelaskan kegiatan, yaitu kaset CD Memperhatikan
Player pada CD Player akan
dihidupkan serta bola diedarkan
berlawanan dengan arah jarum jam dan
pada saat musik dihidupkan maka
anggota kelompok yang memegang
bola memperkenalkan diri.
b. Hidupkan kembali musik dan edarkan 10 menit
bola berlawanan dengan arah jarum Memperkenalkan
jam. diri
c. Pada saat musik dihidupkan anggota
kelompok yang memegang bola
mendapat giliran untuk menyebutkan:
salam, nama lengkap, nama panggilan, Menulis
hobi, dan asal dimulai oleh terapis
sebagai contoh.
d. Ulangi sampai semua anggota
kelompok mendapat giliran. 6
e. Beri pujian untuk keberhasilan setiap
anggota kelompok dan memberi tepuk
G. Susunan Pelaksana
No Peran Tugas
.
1. Leader : Dewi Nur Fatimah
Tugas a. Memimpin jalannya terapi aktifitas kelompok.
b. Merencanakan, mengontrol, dan mengatur jalannya
terapi.
c. Membuka acara.
d. Menyampaikan materi sesuai tujuan TAK.
e. Membacakan tata tertib
f. Menutup acara diskusi.
2. Co Leader : Ricy Fatmala Sary
Tugas : a. Mendampingi leader
b. Mengambil alih posisi leader jika leader blocking
c. Menyerahkan kembali posisi kepada leader
3. Fasilitator 1 : Nur Eliyun
Fasilitator 2 : Astantika Afri A
Fasilitator 3 : Shara Oktavia
Fasilitator 4 : Siti Mutiah
Fasilitator 5 : Bela Arfitasari
Fasilitator 6 : Sakila Indah Mawarni
Tugas : a. Ikut serta dalam kegiatan kelompok
b. Memberikan stimulus dan motivator pada anggota
kelompok untuk aktif mengikuti jalannya terapi
c. Menjadi pola model
d. Membantu leader dalam pelaksanaan TAK
4. Observer : Aulia Ulfa
Tugas : a. Mencatat serta mengamati respon klien
b. Mengawasi jalannya aktivitas kelompok dari mulai
persiapan, proses, hingga penutup.
c. Melaporkan hasil observasi TAK
d. Mengatur alur permainan (Menghidupkan dan
mematikan musik)
e. Timer (Mengatur waktu).
H. Setting Tempat

7
Keterangan :
: Fasilitator :Observer

: Leader : Pasien

: Co Leader

8
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran Teori
A. Skizofrenia
1. Pengertian
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah atau
pecah dan phren yang berarti jiwa, terjadi pecahnya/ ketidakserasian antara afek,
kognitif, dan perilaku jadi skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan
gangguan utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek
atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena
waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi, afek
dan emosi inadekuat, serta psikomotor yang menunjukkan penarikan diri,
ambivalensi dan perilaku bizar namun kesadaran dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang
dikemudian hari, skizofrenia berlangsung selama minimal 6 bulan dan mencakup
setidaknya 1 bulan gejala fase aktif [ CITATION Fad16 \l 1057 ].
2. Penyebab
a. Faktor organobiologik (genetika, virus, & malnutrisi janin),
b. Psikoreligius
c. Psikososial (termasuk diantaranya adalah psikologis, sosiodemografi, sosio-
ekonomi, sosio-budaya, migrasi penduduk, dan kepadatan penduduk di
lingkungan pedesaan dan perkotaan) .
d. Menurut Aini (2014), presentase faktor pemicu oleh lingkungan merupakan
yang dominan yaitu sebesar 85% dari pada faktor individu dan keluarga 15%.
Terdapat beberapa faktor psikososial di dalam keluarga yang dapat
mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa seperti penerimaan keluarga dan
konflik keluarga. Orang yang hidup dalam lingkungan keluarga dengan
konflik berkepanjangan lebih rentan mengalami gangguan jiwa [ CITATION
Agu16 \l 1057 ].
e. Efendi (2009), menjelaskan pola asuh keluarga mempengaruhi perkembangan
perilaku sosial anak. Perlakuan pola asuh yang salah (pola asuh patologis)
seperti perlakuan kekerasan dapat menimbulkan trauma pada anak dan dapat
menjadi faktor timbulnya gangguan jiwa [ CITATION Agu16 \l 1057 ].

9
3. Jenis dan tanda gejala
a. Skizofernia paranoid
Skizofernia paranoid meupakan subtipe skizofrenia yang ditandai dengan
adanya satu atau lebih waham dengan halusinasi yang sering muncul.
Tanda gejala:
1) Waham
2) Halusinasi auditorik
b. Skizofernia hebefrenik
Skizofernia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofernia dengan perubahan
dengan perubahan afektif yang tampak jelas dan secara umum juga dijumpai
waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta terputus-putus
Tanda gejala:
1) Waham
2) Halusinasi
3) Perasaan dangkal dan inappropriate, seringkali disertai cekikikan, atau
perasaan puas diri
4) Senyum sendiri
5) Sikap yang akuh/agung
6) Tertawa menyerangi
7) Ungkapan kata yang diulang-ulang
c. Skizofernia katatonik
Skizofernia katatonik merupakan skizofernia yang ditemukan pada gangguan
afektif atau gangguan suasana perasaan dan ensefalopati karena gangguan
metabolik, alkohol, atau obat-obatan
Tanda gejala:
1) Stupor (amat berkurangnya reaktivitas terhadp lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan)
2) Kegelisahan (aktivitas motor yang tampak tidak bertujuan, yang tidak
diperngaruhi oleh stimuli eksternal)
3) Berpose (secara sukarela mengambil dan mempertahankan sikap tubuh
tertentu yang tidak wajar atau bizarre)
4) Negativisme (perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua intruksi atau
upaya untuk digerakkan, atau bergerak ke arah yang berlawanan)

10
5) Rigiditas (mempertahankan sikap tubuh yang kaku melawan upaya untuk
menggerakaannya)
d. Skizofernia tak terinci
Skizofernia tak ternici merupakan skizofernia yang tidak dapat
diklasifikasikan pada subtipe paranoid, hebefrenik, maupun katatonik. Atau,
pasien memperlihatkan gejala lebih dari satu subtiper tanpa gambaran
predominasi yang jelas untuk suatu kelompok diagnosis yang khas
Tanda dan gejala:
1) Memenuhi kriteria diagnosis untuk skizofernia
2) Tidak memnuhi kriteria untuk skizofernia paranoid, hebefrenik, dan
katatonik
3) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofernia residual atau depresi pasca-
skizofernia
e. Depresi pasca skizofrenia
Suatu episode depresif yang berlangsung lama dan timbul sesudah suatu
serangan skizoprenia.
Tanda gejala:
1) Pasien telah menderita skizoprenia selama 12 bulan terakhir
2) Gejala skizofrenia sebelumnya masih tetap ada
3) Gejala depresi menonjol dan mengganggu memenuhi sedikitnya kriteria
untuk suatu episode depresi dan telah ada untuk waktu sedikitnya dua
pekan
f. Skizofrenia residual
Diagnosisi yang di pakai untuk pasien yang memiliki setidaknya satu episode
psikosis.
Tanda dan gejala:
1) Gejala negatif yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotor, aktivitas
menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif,
kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan
2) Komunikasi nonverbal yang buruk seperti ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, sikap tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk
3) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikosis yang jelas di masa lampaqu
yang memenuhi kriteria diagnosis untuk skizofrenia

11
4) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang dan telah muncil gejala negatif skizofrenia
5) Tidak terdapat demensia dan gangguan otak organik lain, depresi kronik
atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan gejala negatif tersebut
g. Skizofrenia simpleks
Gambaran klasik dari tipe skizofrenia ini adalah penurunan fungsi atau
penarikan diri secara sosial dan okupasi atau yang berhubungan dengan
pekerjaan.
Tanda dan gejala:
1) Halusinasi yang parah, waham yang menetap biasanya tidak didapatkan
pada pasien ini
2) Timbul tanpa didahului gejala psikosis yang posistif
3) Kemunduran sosial
4) Pendiam, malas, tanpa tujuan [ CITATION Sur18 \l 1057 ]

12
B. Terapi Aktivitas Kelompok
1. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas dan terapi
non farmakologi yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang
mempunyai masalah keperawatan yang sama. Terapi aktivitas kelompok dibagi
menjadi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi, terapi aktivitas
kelompok stimulasi sensoris, terapi aktivitas kelompok sosialisasi dan terapi
aktivitas kelompok orientasi realitas. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan
kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika
interaksi yang sering bergantung, saling membutuhkan dan menjadi tempat klien
berlatih perilaku baru yang adiktif untuk memperbaiki perilaku lama yang
maladaptif. Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan.
Lancester mengemukakan beberapa aktivitas digunakan pada terapi aktivitas
kelompok, yaitu menggambar, membaca puisi, mendengarkan musik,
mempersiapkan meja makan dan kegiatan sehari-sehari lainnya. Beberapa
keuntungan yang diperoleh individu untuk klien melalui terapi yang dapat
diperoleh individu oleh klien melalui terapi aktivitas kelompok meliputi dukungan
(support), pendidikan meningkat pemecahan masalah, meningkatkan hubungan
interpersonal dan juga meningkatkan uji realitas (reality testing) pada klien
dengan gangguan orientasi realitas [ CITATION Placeholder1 \l 1057 ].
2. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok mempunyai aktivitas kelompok secara umum
adalah meningkatkan kemampuan dan menguji kenyataan melalui komunikasi
serta umpan balik dengan atau dari orang lain, membentuk sosialisasi,
meningkatkan fungsi psikologis, membangkitkan motivasi, bagi kemajuan fungsi-
fungsi psikologis, seperti kognitif dan afektif [ CITATION Kel12 \l 1033 ].
Manfaat Terapi aktivitas kelompok secara khusus yaitu dapat meningkatkan
identitas diri, menyalurkan emosi secara konstruktif, meningkatkan ketrampilan
hubungan social untuk diterapkan sehari- hari, bersifat rehabilitatif yang berupa
peningkatan kemampuan ekspresi diri, ketrampilan social, kepercayaan diri,
kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang masalah- masalah
kehidupan dan pemecahannya [ CITATION Kel12 \l 1033 ].

13
3. Macam- Macam Terapi Aktivitas Kelompok
Ada beberapa TAK yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan klien, antara
lain:
a. Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi merupakan terapi
yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan
atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Adapun tujuan dari TAK
persepsi adalah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah
yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya.
b. Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori adalah TAK yang diadakan
dengan memberikan stimulus tertentu kepada klien sehingga terjadi perubahan
perilaku. Bentuk stimulus ini dapat berupa stimulus suara (music), stimulus
visual (gambar), stimulus gabungan visual dan suara (melihat tv dan video).
c. Terapi aktivitas kelompok orientasi realita adalah upaya untuk
mengorientasikan keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain,
lingkungan atau tempat atau waktu.
d. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan terapi untuk meningkatkan
kemampuan klien dalam melakukan interaksi social maupun berperan dalam
lingkungan social.
[ CITATION Iyu13 \l 1033 ].
C. Art Therapy
1. Pengertian Art Therapy
Art therapy dapat menjadi cara untuk mengungkapkan emosi, seperti: perasaan
marah, takut ditolak, cemas dan rendah diri. kegiatan yang diperoleh dalam art
therapy itu sendri salah satunya adalah menggambar. Kegiatan menggambar
merupakan kegiatan yang menyenangkan dan dapat dilakukan oleh siapa pun
sekalipun individu tersebut tidak dapat menggambar. Melalui media gambar
tersebut, dapat membantu memahami persepsi dan perasaan yang terjadi pada
individu dan mencoba membantu menggali bagaimana cara menyelesaikan
masalah dan harapan untuk dapat membantu untuk hidup lebih baik serta tidak
terjebak dalam masa lalu [ CITATION SNA11 \l 1057 ].
2. Tujuan Art Therapy
Tujuan dari art therapy adalah menekankan kebebasan untuk berkomunikasi
melalui bentuk-bentuk artistik seperti menggambar, melukis, menempel, dan
membuat bentuk dengan menggunakan plastisin [ CITATION Sar13 \l 1057 ].

14
3. Pengertian Art Drawing
Menggambar dengan tema tertentu dapat memberikan efek yang
menenangkan. Gambar yang dilihat, dibayangkan ataupun digambar dapat
mengaktifkan bagian visual korteks pada otak. Proses membuat gambar yang
sangat mudah dapat menimbulkan aktvitas kompleks pada beberapa bagian di
otak. Pada seseorang yang mengalami kecemasan terletak pada proses kreatif
dalam art therapy dapat memfasilitasi untuk mengungkapkan ekspresi diri dan
mengeksplorasi diri. pengalaman dalam menggambar, melukis, atau aktivitas
artistik lainnya melibatkan proses di otak dan terlihat melalui reaksi tubuh. Proses
pembuatan gambar mengaktifkan visual korteks pada otak sehingga tubuh akan
memberikan respon yang sama ketika menghadapi situasi yang nyata. Sebagai
contoh pembuatan gambar dengan tema tertentu yang berkaitan dengan peristiwa
atau kondisi tertentu dapat mempengaruhi emosi dan pikiran [ CITATION Sar13 \l
1057 ].

15
Hasil Kegiatan
Evaluasi TAK Art Drawing
Sesi 1: Kemampuan Memperkenalkan Diri
a. Kemampuan Verbal
No Nama Klien
Aspek yang dinilai
. SF W M R SUH SUM YE
1. Menyebutkan nama dengan lengkap      

2. Menyebutkan nama panggilan      

3. Menyebutkan asal      

4. Menceritakan hobi      

No Nama Klien
Aspek yang dinilai
. R SUY AR TR
1. Menyebutkan nama dengan lengkap    

2. Menyebutkan nama panggilan    

3. Menyebutkan asal    

4. Menceritakan hobi    

b. Kemampuan Non Verbal

Nama Klien
No
Aspek yang dinilai SF W M R SUH SU YE
.
M
1. Kontak mata      

2. Duduk tegak      

3. Menggunakan bahasa tubuh yang      


sesuai
4. Mengikuti kegiatan dari awal sampai      
akhir

No Nama Klien
Aspek yang dinilai
. R SUY AR TR
1. Kontak mata    

2. Duduk tegak    

16
3. Menggunakan bahasa tubuh yang    
sesuai
4. Mengikuti kegiatan dari awal sampai    
akhir

Petunjuk:
1. Di bawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut TAK.
2. Untuk setiap klien, semua aspek dimulai dengan memberi tanda () jika ditemukan
pada klien atau tanda (-) jika tidak ditemukan.
3. Jumlahkan kemampuan yang ditemukan, jika nilai 3 atau 4 klien mampu, dan jika
nilai 0, 1, atau 2 klien belum mampu.

Sesi 2: Kemampuan memberi respon terhadap menggambar

Nama Pasien
No. Aspek yang dinilai
SF W M R SUH SUM YE
1. Mengikuti kegiatan dari awal      
sampai akhir TAK.
2. Mampu menceritakan perasaan      
sekarang (express feeling).
3. Mampu mengekspresikan dengan      
menggambar sampai selesai.
4. Menceritakan makna gambar.      

Nama Pasien
No. Aspek yang dinilai
R SUY AR TR
1. Mengikuti kegiatan dari awal    
sampai akhir TAK.
2. Mampu menceritakan perasaan    
sekarang (express feeling).
3. Mampu mengekspresikan dengan    
menggambar sampai selesai.
4. Menceritakan makna gambar.    -

17
Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk setiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengikuti, berespon,
memberi pendapat, dan menyampaikan perasaan tentang musik yang didengar. Beri
tanda () jika klien mampu dan tanda (-) jika klien tidak mampu.

Pada umumnya kegiatan TAK berjalan secara lancar meskipun ada tambahan pasien yang
ikut (situasioal). Pelaksanaan di lakukan sesuai jam di mulai yaitu 10.30 dan di akhiri 11.30.
untuk awal pelaksanaan TAK diawali persiapan selama 5 menit meliputi persiapan alat dan
pasien, dilanjutkan kegiatan inti selama 45 menit meliputi memperkenalkan diri perawat dan
pasien, mulai mengambar dan mewarnai, menjelaskan gambar yang telah dibuat, dan
memberikan apresiasi kepada pasien, kemudian dilanjutkan kegiatan penutup 10 menit.

Keterangan :
: Fasilitator :Observer

: Leader : Pasien

: Co Leader

18
19
LAMPIRAN

20
21
FOTO KEGIATAN

22
DAFTAR PUSTAKA

Adriyani, S. N., & Satriadarma, N. P. (2011). Efektivitas Art Therapy dalam Mengurangi
Kecemasan Pada Remaja Pasien Leukimia. Indonesian Journal Of Cancer , 5(1), 31-
47.
Aris, A. (2016). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)-Stimulus Sensori Terhadap
Tingkat Depresi Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Brlokasi
Di Babat Kabupaten Lamongan. Surya , vol. 08,no 02, Agustus 2016.
Arisandi, W., & Sunarmi. (2018). Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
Berhubungan dengan Kemampuan Pasien dalam Mengontrol Perilaku Kekerasan.
Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Aisyiyah , Vol 14 No 1 Hal 83-90.
Arisandy, W., & Sumarni. (2018). Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi berhubungan
dengan kemampuan pasien dalam mengontrol prilaku kekerasan . Jurnal Keperawatan
dan Kebidanan Aisyiyah , vol 14, No. 1, Juni 2018, pp. 83-90.
Ashturkar, M. D., & Dixit, J. V. (2013). Selected Epidemiological Aspects Of Schizophrenia:
A Cross Sectional Study At Tertiary Care Hospital In Maharashtra. National Journal of
Community Medicine , Vol. 4 Issue 1 Page: 65-69.
Aviani, C. C., Rochmawati, D. H., & Sawab. (2015). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Sensori Menggambar Terhadap Peningkatan Harga Diri Pada Pasien Harga
Diri Rendah Di RSJ Dr. Amino Gondo Utomo Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan (JIKK) , Hal 1-9.
Depkes. (2016). Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa Masyarakat.
http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-dukung-kesehatan-
jiwa-masyarakat.html. Diakses tanggal 7 Nopember 2018 jam 23.50 WIB.
Depkes. (2018). Potret Sehat Indonesia dari Riskesdas 2018.
http://www.depkes.go.id/article/view/18110200003/potret-sehat-indonesia-dari-
riskesdas-2018.html. Diakses tanggal 7 Nopember 2018 jam 23.50 WIB.
Direja, A. H. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Etika, A. N. (2016). Intervensi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Menurunkan
Depresi Pada Lansia. NurseLine Journal , Vol. 1 No. 1 Mei 2016 ISSN 2540-7937.
Hendarsyah, F. (2016). Diagnosis dan Tatalaksana Skizofrenia Paranoid dengan Gejala-
Gejala Positif. J Medula Unila , Volume 4 Nomer 3 Halaman. 57-62.
Keliat, B. A., & Akemat. (2012). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta:
EGC.
Kirana, S. A. (2018). Gambaran Kemampuan Interaksi Sosial Pasien Isolasi Sosial Setelah
Pemberian Social Skills Therapy Di Rumah Sakit Jiwa. Jurnal Ilmiah Kesehatan ,
Vol.13 No. 1 Hal: 85-91.

23
Ozdemir, A. A., Gultekin, A., & Budak, F. (2017). Complementary Treatment in
Schizophrenia Patients in Turkey. Journal of Schizophrenia Research , Vol 4 Issue 1
Pages 1-4.
Putri, A. W., Wibhawa, B., & Surya, G. A. (2015). Kesehatan Mental Masyarakat Indonesia
(Pengetahuan, Dan Keterbukaan Masyarakat Terhadap Gangguan Kesehatan mental).
Prosding KS: Riset & PKM , Vol. 2 No. 2 Hal: 147-300 ISSN: 2442-4480.
Depkes, RI (2012). Profil Kesehatan Indonesia: Masalah Gangguan Jiwa Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Riskesdas. (2013). Profil Kesehatan: Gangguan Jiwa Indonesia.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018) Hasil Utama Riskesdas.
https://www.google.com/search?
safe=strict&sxsrf=ACYBGNSD3AnxyeX64bm1f9nrSO6UGzUVaw
%3A1577685876645&ei=dJMJXpaTJ8y7rQH-9YT4Ag&q=riskesdas+2018

Sarah, & Hasanat, N. U. (2013). Kajian Teoritis Pengaruh Art Therapy Dalam Mengurangi
Kecemasan Pada Penderita Kanker. Buletin Psikologi , Vol. 10 No. 1 Hal: 29-35.
Setiadi. (2012). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Subu, M. A., Holmes, D., & Elliot, J. (2016). STIGMATISASI DAN PERILAKU
KEKERASAN PADA ORANG DENGAN. Jurnal Keperawatan Indonesia , Vol. 3 No.
3 Hal: 191-199.
Tirta I Gusti Rai & Putra Risdianto Eka. 2008. Terapi Okupasi pada Pasien Skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Townsend, M. C. 2011. Psychiatric M
Wahyudi, A., & Fibriana, A. I. (2016). FAKTOR RESIKO TERJADINYA
SKIZOFRENIA(Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Pati II). Public Health
Perspective Journal , Volume 1, Nomer 1 Halaman 1-12.
Yosep, I. (2013). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Yudhantara, S., & Istiqamah, R. (2018). Sinopsis Skizoprenia Untuk Mahasiswa Kedokteran.
Malang: UB Press.

24

Anda mungkin juga menyukai