Modul PDTK
Modul PDTK
Modul PDTK
Nama :…………………………………
NIM : ………………………………..
Kelompok : ………………………………..
rta
ya ia
modul pertama berkaitan dengan proses yang bersifat difusional, sedangkan enam modul
og im
ka
terakhir berkaitan dengan proses mekanis. Adapun sistematika tiap modul terdiri atas latar
belakang, tujuan, dasar teori, alat-bahan, cara kerja, serta tabel kerja praktikum.
" Y ik K
Tentu saja masih ada kekurangan dalam penyusunan modul praktikum ini. Oleh
karena itu, penyusun sangat berharap adanya kritik, saran, serta masukan terhadap modul ini.
an n
Besar harapan penyusun agar modul praktikum ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-
er ek
besarnya baik bagi penyusun sendiri maupun segenap mahasiswa dan asisten laboratorium
yang menggunakan modul praktikum ini.
et T
"V an
Tim Penyusun
s
PN ru
Ju
U
rta
ya ia
MODUL 5 COOLING TOWER ................................................................................. 38
og im
MODUL 6 LEACHING ............................................................................................. 45
ka
MODUL 7 ALIRAN FLUIDA................................................................................... 53
" Y ik K
MODUL 8 MIXING TIME ......................................................................................... 64
MODUL 9 FILTRASI ............................................................................................... 72
an n
MODUL 10 SEDIMENTASI..................................................................................... 82
er ek
MODUL 1
PENGERINGAN
MODUL 1 PENGERINGAN
A. Latar Belakang
Proses pengeringan zat padat merupakan operasi teknik kimia yang paling banyak
dijumpai di industri, terutama pada industri bahan makanan. Pengeringan bertujuan untuk
mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan mikroorganisme terhambat
sehingga bahan yang dikeringkan memiliki waktu simpan lebih lama. Dalam mempelajari
proses pengeringan, perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain variasi bentuk dan ukuran
rta
ya ia
bahan, jenis bahan serta metode pemberian kalor yang dibutuhkan untuk penguapan, dari
og im
ka
hal tersebut ditentukan kondisi fisik bahan dan operasi.
Proses pengeringan dilakukan dengan cara penguapan air. Cara tersebut dilakukan
" Y ik K
dengan mengalirkan udara panas ke sekeliling bahan sehingga tekanan uap air bahan lebih
besar daripada tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan ini menyebabkan perpindahan
an n
massa uap air dari bahan ke udara. Kemampuan udara membawa uap air semakin besar
er ek
apabila perbedaan kelembapan udara dan bahan semakin besar. Faktor lain yang
mempercepat proses pengeringan adalah kecepatan udara yang mengalir.
et T
"V an
B. Tujuan Percobaan
a. Menentukan hubungan antara kadar air dalam bahan dengan waktu pengeringan (x vs t)
s
bahan (R vs x)
d. Menentukan koefisien kecepatan pengeringan (KG)
C. Dasar Teori
U
keseimbangan dengan udara, zat padat akan menyerap kebasahan dari udara sehingga
tercapai keseimbangan.
Pengeringan (drying) zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair
lain dari bahan padat sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam bahan padat
itu sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima (Mc. Cabe, 1993). Pengeringan
merupakan suatu cara mengurangi kandungan air suatu bahan dengan jalan
memasukkannya ke dalam alat pengering atau oven sehingga terjadi penguapan dari zat
cair yang ada dalam bahan tersebut. Tidak semua pengeringan dilakukan didalam oven.
rta
Ada beberapa cara pengeringan atau menghilangkan air yang tidak termasuk dalam
ya ia
operasi pengeringan yaitu dengan cara penekanan (Treyball, 1985).
og im
ka
Secara umum, kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh faktor-faktor di bawah ini :
1. Luas transfer massa ( A )
" Y ik K
Air yang menguap melalui permukaan bahan. Adapun air di bagian tengah
akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian menguap. Salah satu cara
an n
2. Kelembapan ( H )
Jika suhu lebih tinggi dan kelembapan lebih rendah maka kecepatan
s
PN ru
pengeringan akan lebih cepat. Udara lembab akan menurunkan kecepatan penguapan
sehingga pengering akan berjalan lama.
Ju
3. Tekanan ( P )
Semakin kecil tekanan udara maka semakin besar kemampuan udara untuk
mengangkut air selama pengeringan, dengan semakin kecilnya tekanan berarti
kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak tertampung
U
dan disingkirkan dari bahan pangan. Jika tekanan udara semakin besar maka udara
disekitar pengeringan akan lembab, sehingga kemampuan menampung uap air
terbatas dan menghambat proses atau laju pengeringan.
Dalam proses pengeringan dapat dibuat suatu kurva hubungan sebagai berikut :
a. Hubungan antara kadar air (x) dan waktu pengeringan (t)
rta
ya ia
og im
Gambar 5. Kurva hubungan antara kadar air (x) dengan waktu (t)
ka
Keterangan :
A’
A–B
" Y ik K
: Daerah permukaan bagian atas yang basah
: Periode yang terjadi setelah analisa pengeringan
B–C : Daerah bagian kecepatan yang konstan, setelah ditambah kelembapannya
an n
D–E : Daerah pada saat kecepatan pengeringan mulai menurun lebih cepat dari sebelumnya
et T
E : Daerah dengan kadar air bahan padat sudah mendekati kandungan air pada
kesetimbangan, setelah pengeringan dapat dihentikan karena keadaan telah konstan.
"V an
Dari grafik dapat dapat diketahui bahwa semakin lama waktu pengeringan (t) yang
dilakukan maka semakin berkurang kadar air ( X ) dalam suatu bahan
s
PN ru
Gambar 6. Kurva hubungan antara kecepatan pengeringan (R) dengan kadar uap air (x)
Keterangan :
A – B: Kecepatan pengeringan mungkin naik atau turun tergantung kandungan airnya
B : Kecepatan pengeringan konstan
B – C: Proses pengeringan terjadi, yaitu cairan yang terdapat dalam bahan padat teruapkan
C – D: Periode dengan kadar air semakin kecil
rta
ya ia
og im
ka
" Y ik K
an n
Keterangan :
A – B : Daerah laju pengeringan naik jika laju ditingkatkan
et T
C : Titik saat kecepatan konstan berakhir dan kecepatan pengeringan mulai turun
C – D : Kecepatan pengeringan turun drastis
s
PN ru
2. Bahan
a. Silinder berlubang kotak
b. Silinder berlubang bulat
c. Bola pejal
Keseluruhan material berbahan dasar kayu.
Gambar 8. (a) Silinder Berlubang Kotak (b) Silinder pejal, dan (c) Bola pejal
rta
ya ia
3. Rangkaian Alat
og im
Keterangan : 7 1
ka
Oven
" Y ik K
Tdry
Twet
an n
Pompa Vakum
er ek
Heater
2
Termostat 5 6 3 4
et T
E. Cara Kerja
PN ru
Langkah Kerja
Ju
Analisis Perhitungan
1. Luas Permukaan Bahan
a. Luas permukaan silinder berlubang kotak
= ( )+( ) [( )+8 ]…………………………….(1)
b. Luas permukaan silinder pejal
=2 +2 ………………………………(2)
c. Luas permukaan bola pejal
=4 ………………………………(3)
2. Kecepatan pengeringan (R)
rta
ya ia
= ………………………………(4)
og im
ka
3. Kandungan air (X%)
=
an n
………………………………(6)
er ek
a. Mencari Pai
Twet diketahui (dari Wet bulk Termometer)
et T
= ................................................ (7)
"V an
b. Mencari Pa
Ju
………………………………(8)
Untuk mencari Ya digunakan gambar 5-6, halaman 158 diagram
kelembaban system udara uap air pada tekanan 1 atm dari diktat OTK II Ir.
Harjono dengan mengetahui terlebih dahulu Tdry dan Twet.
U
Daftar Simbol:
Wn = Berat bahan sebelum dikeringkan (gr)
Wn+1 = Berat bahan setelah dikeringkan (gr)
A = Luas permukaan aktif bahan (cm2)
T = Selang waktu (menit)
Wd = Berat kering (gr)
R = Kecepatan pengeringan (gr/cm2 menit)
F. Daftar Pustaka
rta
ya ia
Hardjono, Ir. 1989, Operasi Teknik Kimia II, edisi ke-1, hal. 192-240, Universitas Gadjah
og im
ka
Mada, Yogyakarta
McCabe, W.L., Smith, J.C., and Harriot, P., 1993, Operasi Teknik Kimia, Jilid 2, edisi 4,
" Y ik K
hal 204, 249-267, Erlangga, Jakarta
Perry, R.H., 1984, Chemical Engineer’s Handbook, 6th ed. McGraw Hill Book Company,
an n
Treybal, R.E. 1981, Mass Transfer Operation, 4th ed, p. 668, McGraw-Hill Book
Company, Tokyo.
et T
"V an
s
PN ru
Ju
U
HASIL PERCOBAAN:
1. SILINDER BERLUBANG PERSEGI
Berat bahan sebelum direndam : gram
Jari-jari luar (r) : cm
Jari-jari dalam (s) : cm
Panjang Silinder (L) : cm
Luas Permukaan : cm2
rta
o
ya ia
Twet mula-mula : C
o
Tdry mula-mula : C
og im
ka
Berat bahan setelah direndam air : gram
Suhu Oven " Y ik K : °C
2.
3.
et T
4.
5.
"V an
6.
7.
s
8.
PN ru
9.
10.
Ju
11.
12.
13.
14.
15.
U
16.
17.
18.
19.
20.
2. SILINDER PEJAL
Berat bahan sebelum direndam : gram
Jari-jari (r) : cm
Panjang Silinder (L) : cm
Luas Permukaan : cm2
o
Twet mula-mula : C
o
Tdry mula-mula : C
Berat bahan setelah direndam air : gram
Suhu Oven : °C
rta
ya ia
og im
No. Waktu (s) Berat Bahan (gram) Twet Tdry W
ka
1.
2.
3.
" Y ik K
4.
an n
5.
6.
er ek
7.
8.
et T
9.
"V an
10.
11.
s
12.
PN ru
13.
14.
Ju
15.
16.
17.
18.
19.
U
20.
3. BOLA PEJAL
Berat bahan sebelum direndam : gram
Diameter Bola : cm
Luas Permukaan : cm2
o
Twet mula-mula : C
o
Tdry mula-mula : C
Berat bahan setelah direndam air : gram
Suhu Oven : °C
rta
ya ia
No. Waktu (s) Berat Bahan (gram) Twet Tdry W
og im
1.
ka
2.
3.
4.
" Y ik K
5.
an n
6.
7.
er ek
8.
9.
et T
10.
"V an
11.
12.
s
13.
PN ru
14.
15.
Ju
16.
17.
18.
19.
20.
U
MODUL 2
HETP (HIGH EQUIVALENT OF THEORITICAL PLATE)
rta
untuk bahan-bahan yang terdiri dari cairan-cairan, yaitu dengan menggunakan menara
ya ia
pemisah, baik jenis dengan bahan isian maupun dengan plate.
og im
ka
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan campuran bahan kimia
berdasarkan perbedaan kemudahan menguap (volatilitas) bahan dengan titik didih yang
" Y ik K
berbeda. Distilasi menggunakan panas sebagai agen pemisah campuran, campuran zat
dididihkan hingga menguap dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk
an n
cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu
er ek
Konsep HETP pada dasarnya merupakan distilasi yang dipakai untuk mencari
tinggi kolom bahan isian yang ekuivalen dengan satu plate teoritis. Konsep HETP juga
et T
dipergunakan untuk membandingkan suatu efisiensi menara isian, kecepatan dan sifat
"V an
fluida, keadaan operasi pada umumnya oleh variasi keadaan dispersi cairan dipermukaan
bahan isian.
s
PN ru
B. Tujuan percobaan
Ju
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan perbandingan tinggi kolom bahan isian
yang ekuivalen terhadap satu plate teoritis.
C. Dasar Teori
Untuk mengetahui tinggi bahan isian yang harus digunakan untuk menghasilkan
U
produk dengan komposisi yang sama dengan satu plate teoritis pada menara bertingkat
digunakan dengan istilah HETP (High Equivalent of Theoritical Plate). HETP adalah
tinggi bahan isian yang akan memberikan perubahan komposisi yang sama dengan
perubahan komposisi yang diberikan satu plate teritis. Variabel yang mempengaruhi
HETP antara lain: tipe dan ukuran bahan isian, kecepatan aliran masing-masing fluida,
konsentrasi fluida, diameter menara, sifat fisis bahan di fraksinasi. (Treybal, R.E., 1981)
HETP dalam penggunaannya sering digunakan dalam perhitungan menara distilasi dengan
bahan isian.
Di dalam distilasi ada beberapa cara untuk menentukan jumlah plate teoritis sebagai plate
minimum, yaitu dengan cara:
Metode McCabe-Thiele
Komposisi uap dan cairan di dalam kolom distilasi dianggap mencapai kesetimbangan
dan memenuhi persamaan berikut:
ab .X a
Ya
1 ab 1 Xa
rta
ya ia
Di mana :
Ya = fraksi mol uap
og im
ka
Xa = fraksi mol air
" Y ik K
Syarat syarat metode McCabe Thiele :
Apabila sistem campuran yang disuling menghasilkan diagram komposisi uap jenuh
dan cair jenuh atau garis operasi mendekati garis lurus atau sejajar.
an n
Jika persyaratan a) dapat dipenuhi, maka Ln/Vn+1 pada seksi rektifikasi dan Lm/Vm+1
er ek
pada seksi striping bernilai tetap. Keadaan semacam ini dikenal sebagai “Constant
et T
Persamaan garis operasi untuk seksi enriching / rektifikasi (Garis Operasi Atas):
Ju
R Xd
Yn 1 Xn
R 1 R 1
Sedangkan persamaan garis operasi dari seksi striping (Garis Operasi Bawah)
L B
U
Y Xm Xb
V V
Penentuan jumlah plate minimum (N pmin) dilakukan dengan asumsi refluks total di
mana seluruh uap yang terembunkan dalam kondensor dikembalikan ke dalam kolom
sebagai refluks sehingga tidak ada hasil distilat (D = 0). Perbandingan refluks (Lo/D)
adalah tak terhingga. Pada kondisi ini, slope dari garis operasi atas = 1.
rta
ya ia
Ya 1 X a
ab
X a (1 Ya )
og im
ka
Di mana:
" Y ik K
Y = mol fraksi uap
X = mol fraksi cairan
Untuk mendapatkan Nmin dengan logaritma menghasilkan:
an n
Xd 1 Xb
er ek
log
Xb 1 Xd
N min 1
log ab
et T
Jika perubahan nilai ab dari dasar kolam tidak terlalu menyolok, maka untuk ab
"V an
digunakan rata-ratanya
s
P alkohol
d , pada suhu puncak (td)
PN ru
P aquades
P
Ju
alkohol
w , pada suhu bawah (tw)
P aquades
HETP sering digunakan untuk perhitungan menara distilasi dengan memakai bahan
isian. Dengan metode di atas, jumlah plate minimum dapat diketahui, sehingga harga
HETP dapat dihitung:
Tinggi packing kolom bahan isian
HETP
Jumlah plate minimum
Manfaat dari HETP adalah untuk menghitung tinggi kolom bahan isian dengan terlebih
dahulu menentukan jumlah plate teoritis.
rta
ya ia
g. Tabung reaksi
2. Bahan
og im
ka
a. Alkohol
b. Aquades " Y ik K Gambar 1. Rangkaian alat HETP
an n
E. Cara Kerja
er ek
Langkah Kerja
et T
volume 150 ml: 200 ml ; 175 ml:175 ml dan 200 ml:150 ml.
s
3. Masukkan umpan ke dalam labu leher tiga, usahakan jangan sampai tumpah.
PN ru
Hidupkan pendingin balik dan pemanasnya. Atur kran pada posisi refluks total.
4. Catat secara periodik perubahan suhu residu dan destilat, sehingga dapat diketahui
Ju
berapa lama dicapai suhu keduanya tetap. Setelah suhu destilat dan residu konstan,
ambil distilat dengan memutar kran refluks, kemudian amati indeks biasnya. Setelah
cukup, kran dikembalikan ke posisi refluks total.
5. Matikan pemanas, ambil residu dan tampung seperti pada pengambilan destilat. Amati
U
indeks biasnya.
6. Hidupkan pemanas seperti semula.
7. Amati indeks bias distilat dan indeks bias residu dengan refraktomer.
8. Ulangi percobaan mulai dari langkah ke-3.
Analisis Perhitungan
a. Penentuan densitas alkohol
Menera piknometer sebagai berikut:
Berat piknometer kosong = A gram
Berat piknometer + aquadest = B gram
Berat aquadest (B-A) = C gram
Dari tabel 2-28 pada buku Perry’s Chemical Engineering Handbook 7th edition,
didapatkan densitas aquadest sebesar aquadest gram/mL sehingga:
rta
ya ia
Menentukan densitas alkohol:
og im
ka
Berat piknometer + alkohol = D gram
" Y ik K
Berat alkohol (D-A) = E gram
=
an n
er ek
Dengan mengetahui densitas alkohol pada suhu T, maka dari tabel 2-110 pada buku Perry’s
Chemical Engineering Handbook 7th edition akan didapatkan kadar alkohol sebesar K%.
"V an
Untuk membuat grafik standar antara fraksi mol dengan indeks bias diperlukan
PN ru
dengan data-data:
Kadar alkohol :K%
Alkohol : L ml
Aquadest : M ml
U
Densitas alkohol
dari harga fraksi mol alkohol tersebut dan indeks bias dapat dibuat grafik standar.
d. Penentuan fraksi mol destilat dan residu sampel
Dengan mengetahui indeks bias sampel dan dengan menggunakan grafik standar,
didapat fraksi mol destilat dan residu.
e. Penentuan sifat penguapan (volatilitas) rata – rata ( ab)
rta
ya ia
°
= ° ; P pada suhu tw
og im
ka
=
" Y ik K
Pº alkohol dan aquadest dapat dilihat pada fig. 543, p. 583, G.G. Brown, “Unit
Operation”.
f. Penentuan HETP
an n
Terlebih dahulu hitung jumlah plate minimum (Npmin). Npmin pada percobaan ini
er ek
Metode ini menggunakan grafik antara fraksi mol uap (Y) vs fraksi mol cairan
"V an
Xd 1 Xb
Ju
log
Xb 1 Xd
N min 1
log ab
Maka harga HETP :
HETP = Tinggi kolom bahan isian/ Npmin
U
F. Daftar Pustaka
Brown, G.G., 1978 ,”Unit Operation”, 14th ,John Willey and Sons, New York
Perry, R.H.,1984,“Chemical Engineers Handbook”,7th edition,Mc Graw Hill Book
Company Inc., New York
Treyball, R.E., 1981,”Mass Transfer Operation”, 4th edition, Mc Graw Hill Book
Company Inc., Tokyo
Hasil Pengamatan
Suhu Aquades : °C
Berat piknometer kosong : gram
Berat piknometer + aquades : gram
Berat aquades : gram
Berat piknometer + alcohol : gram
Berat alkohol : gram
Densitas aquades : gr/ml
Volume piknometer : ml
rta
ya ia
Densitas alkohol : gr/ml
og im
Tinggi bahan isian : cm
ka
Tabel indeks bias larutan standar:
No Alkohol
" Y ik K
Aquades Mol Mol Fraksi Mol Indeks
(ml) (ml) Alkohol Aquades Alkohol (X) Bias (n)
1
an n
2
er ek
3
et T
4
5
"V an
6
s
7
PN ru
8
Ju
9
10
MODUL 3
DIFUSIVITAS INTEGRAL
MODUL 3 DIFUSIVITAS INTEGRAL
A. Latar Belakang
Fenomena transfer massa banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai
contoh, pergerakan asap dari cerobong mengepul ke udara sekeliling dengan jalan difusi.
Begitu pula dengan gula yang dimasukkan ke air, maka gula akan melarut dengan
menyebar di dalam air teh dengan jalan difusi. Difusi adalah peristiwa mengalirnya atau
rta
ya ia
berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian yang berkonsentrasi tinggi ke bagian
og im
ka
yang berkonsentrasi rendah. Faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi yaitu ukuran
partikel, kecepatan partikel bergerak, luas suatu area, jarak antara dua konsentrasi, dan
" Y ik K
suhu. Dengan mengetahui difusivitas (koefisien difusi) suatu zat, dapat diketahui
kemampuan penyebaran massa zat tersebut ke dalam fase zat lain. Semakin besar harga
an n
difusivitas suatu zat, maka zat tersebut dikatakan mempunyai kemampuan transfer massa
er ek
yang besar pula. Dalam industri kimia, koefisien difusi berperan dalam perhitungan waktu
proses yang selanjutnya digunakan dalam perancangan kapasitas alat.
et T
B. Tujuan Percobaan
"V an
dengan waktu dalam satuan cm2/detik dari larutan asam oksalat yang berbeda.
PN ru
C. Dasar Teori
Ju
Difusi adalah perpindahan molekul dari konsentrasi tinggi ke rendah. Oleh karena
itu, perpindahan komponen atau molekul terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi
(Singh and Heldman, 2001). Difusi dapat diartikan sebagai salah satu bentuk transfer
massa yang disebabkan oleh adanya gaya dorong (driving force) yang timbul karena
U
gerakan-gerakan molekul atau elemen fluida. Difusivitas cairan tergantung pada sifat –
sifat komponen, temperatur serta konsentrasi cairan tersebut. Namun, dalam pelaksanaan
percobaan ini faktor temperatur diabaikan. Hal ini karena perbedaan temperatur yang kecil
menyebabkan perbedaan densitas yang kecil, sehingga massa tidak berubah secara
signifikan. Walaupun penyebab difusi umumnya adalah gradien konsentrasi, difusi dapat
juga terjadi akibat gradien tekanan, gradien suhu, ataupun medan gaya yang diterapkan
dari luar (seperti pada pemisah sentrifugal). Difusi molekuler yang terjadi karena gradien
tekanan (bukan tekanan parsial) disebut difusi tekanan (pressure diffusion). Adapun yang
disebabkan oleh gradien suhu disebut difusi termal (thermal diffusion), sedangkan yang
disebabkan oleh medan gaya dari luar disebut difusi paksa (forced diffusion).
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi, yaitu :
b. Ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel tersebut
bergerak, sehingga kecepatan difusi semakin tinggi.
c. Ketebalan membran. Semakin tebal membran, semakin lambat kecepatan difusi.
d. Luas suatu area. Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan difusinya.
e. Jarak. Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat kecepatan
rta
ya ia
difusi.
og im
f. Suhu. Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk bergerak lebih
ka
cepat.
" Y ik K
Dalam teori kinetik yang disederhanakan, sebuah molekul bergerak secara garis
lurus dengan kecepatan yang seragam. Pada saat molekul tersebut bertumbukan dengan
molekul lain, maka terjadi perubahan kecepatan baik besarnya maupun arahnya.
an n
Molekul bergerak secara zig–zag, tetapi tetap menuju arah tertentu sesuai dengan
er ek
perbedaan konsentrasi yang menjadi gaya pendorongnya. Karena gerakan yang berliku
et T
– liku, waktu difusi menjadi lama. Adapun pengaruh dari tekanan dan temperature,
dengan adanya penurunan tekanan, jumlah tumbukan akan berkurang sehingga
"V an
gerakan molekul semakin cepat. Mekanisme terjadinya difusi dari sistem biner (dua
PN ru
A B
U
CA CB
Gambar 1. Mekanisme terjadinya difusi dari sistem biner
B akan bertambah. Apabila proses difusi berlangsung dalam waktu yang relatif lama,
maka konsentrasi A dan B akan seimbang atau CA = CB.
Difusivitas/koefisien difusi adalah suatu faktor perbandingan antara fluks massa
terhadap gradien konsentrasi zat yang mendifusi. Zat yang terlarut akan mendifusi dari
daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah berkonsentrasi rendah. Difusivitas/koefisien
difusi merupakan sifat spesifik sistem yang tergantung pada suhu, tekanan dan
komposisi sistem. DAB adalah koefisien difusi untuk komponen A yang mendifusi
melalui komponen B. Hubungan dasar difusi molekuler di atas pertama kali ditemukan
oleh Fick untuk sistem isotermal dan isobarik.
rta
ya ia
Koefisien difusi dapat dijumpai pada persamaan hukum Fick:
og im
dC A
ka
J Ax D AB (1)
dx
" Y ik K
Tanda negatif menunjukkan bahwa difusi terjadi dengan arah yang sejalan dengan
penurunan konsentrasi.
Neraca massa pada suatu proses difusi:
an n
dC A dC A dC A
A. D AB A. D AB 0 A. x. (2)
et T
dx x
dx x x
dx
"V an
d dC A dC A
D AB (3)
s
dx dx dx
PN ru
d 2C A dC A
DAB (4)
Ju
dx 2 dx
d 2C A 1 dC A
(5)
dx 2 D AB dx
Konsentrasi asam oksalat mula – mula dalam pipa kapiler adalah CA0 pada :
x=x
t=0
CA = CA0
Konsentrasi asam oksalat dalam pipa kapiler pada waktu t = ~ :
x=x
t=~
CA = 0
Pada ujung pipa kapiler yang tertutup tidak ada transfer massa :
x=0
t=t
d 2C A
0
dx 2
Konsentrasi asam oksalat pada ujung pipa kapiler pada setiap saat :
x = L ; t = t ; CA = CA
rta
4 1 2n L 2n 1 D AB t
ya ia
CA . cos . exp (6)
n 1 2n 1 2L 4 L2
og im
ka
Menghitung asam oksalat setelah difusi :
N = CA . V " Y ik K
dN = CA . dV + V . dCA ; CA = tetap
dN = CA . A .dx
an n
N= CA . A . dx
er ek
No = CAo .A. L
"V an
N
s
E x100 % (7)
N0
PN ru
L
Ju
A C A dx
0
E x100% (8)
C A0 AL
L
CA
E .dx.100% (9)
C A0 L
U
Untuk DAB yang tetap dan DAB .t/L2 kecil, maka persamaan (6) dapat didekati dengan:
D AB .t
E 100 200 (11)
L2
D AB .t
100 E 200 (12)
L2
1 t
log 100 E log 200 D AB log 2 (13)
2 L
t
2 log 100 E 2 log 200 D AB log (14)
L2
t
Sehingga persamaan dapat dibuat grafik hubungan antara log terhadap
L2
2 log 100 E dan juga persamaan diatas dapat diselesaikan dengan metode least
rta
ya ia
square, dengan persamaan pendekatan secara garis lurus sebagai berikut:
y a bx (16)
og im
ka
Di mana:
y " Y ik K
2 log 100 E
a 2 log 200 D AB .
an n
t
x log
er ek
L2
b = tan = gradient = 1
et T
dengan:
"V an
b. Termometer j. Corong
c. Timbangan analitik k. Penggaris
d. Tangki penampung air
e. Bak difusi
f. Pipa-pipa kapiler
g. Buret
h. Statif dan klem
2 Bahan
a. Aquades d. Larutan asam Standar
b. Indikator PP e. Larutan asam oksalat (H2C2O4)
c. Larutan NaOH
rta
3
ya ia
og im
5
ka
" Y ik K
4
an n
er ek
4. Pipa Kapiler
PN ru
5. Outlet
Ju
D. Cara Kerja
Langkah Kerja
a. Penentuan Volume Pipa Kapiler
U
rta
ya ia
4. Catat volume NaOH yang dibutuhkan.
og im
5. Ulangi langkah di atas
ka
6. Ulangi percobaan untuk asam oksalat (X2)
" Y ik K
d. Percobaan difusi,
1. Isi pipa kapiler dengan asam oksalat dan usahakan tidak ada gelembung udara.
an n
2. Susun pipa kapiler ke dalam bak difusi dengan mengurutkan dari posisi tinggi
er ek
ke rendah
3. Alirkan air dan atur kran agar terbentuk aliran laminer.
et T
4. Pada saat air mencapai puncak pipa kapiler catat waktu sebagai t=0 (x).
"V an
5. Ambil asam oksalat yang terdapat pada pipa kapiler menggunakan jarum suntik
6. Masukkan asam oksalat tersebut ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan
s
Analisis Perhitungan
Penentuan volume pipa
U
=
Keterangan: V = Volume pipa (ml)
m = massa aquadest (g)
= densitas aquadest (gr/ml)
Penentuan normalitas NaOH
1 1 = 2 2
= 100%
rta
ya ia
Keterangan : E = persentase sisa asam oksalat (%)
og im
No = Normalitas asam oksalat sebelum difusi (N)
ka
N = Normalitas asam oksalat setelah difusi (N)
" Y ik K
Penentuan difusivitas
Data n ditentukan dari rumus :
an n
= 100 200
er ek
a = tan = gradient = 1
PN ru
= log ( / 2)
E = persentase sisa asam oksalat (%)
t = waktu (detik)
L = panjang pipa kapiler (cm)
= koefisien difusivitas (cm2/detik)
U
Penentuan % kesalahan
= 100%
F. Daftar Pustaka
Brown, G.G., 1950, Unit Operation, John Willey and Sons, Inc. New York
Hardjono. 1989. Diktat Kuliah Operasi Teknik Kimia II . Hal 1 – 4. Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia. UGM Yogyakarta.
Perry .J.H. 1984.Chemical Engineering Hand Book,6th edition. Mc Graw Hill Book
Company, New York.
Treyball. RE, 1995. Mass Transfer Operation. Mc. Graw Hill Book Company. New York
rta
ya ia
og im
ka
" Y ik K
an n
er ek
et T
"V an
s
PN ru
Ju
U
rta
ya ia
2.
og im
ka
3.
4.
" Y ik K
an n
1.
s
PN ru
2.
Ju
3.
2.
rta
ya ia
3.
og im
ka
4.
" Y ik K
b. Volume NaOH sebelum dan setelah difusi Asam Oksalat (X1)
Asam
No setelah difusi
Sebelum Sesudah Oksalat Sebelum Sesudah
et T
(menit) sebelum
difusi difusi (ml) difusi difusi
pengenceran
"V an
1.
s
2.
PN ru
3.
Ju
4.
U
MODUL 4
KOEFISIEN TRANSFER MASSA
MODUL 4 KOEFISIEN TRANSFER MASSA
A. Latar Belakang
Dalam industri kimia, operasi transfer massa dari satu fase ke fase yang lain
digunakan sebagai operasi dasar pemisahan komponen dari campurannya. Sebagai
contoh, penerapan proses transfer massa dalam pemurnian belerang dengan
menghembuskan udara untuk menghilangkan kotorannya.
rta
ya ia
Percobaan ini dilakukan menggunakan kapur barus atau naftalena (C10H8) yang
dikontakkan dengan udara. Naftalena merupakan senyawa hidrokarbon aromatik yang
og im
ka
memiliki rumus sebagai berikut:
" Y ik K
an n
er ek
Dalam hal ini, terjadi transfer massa dari fase padat (naftalena) ke fase gas (udara) yang
"V an
b. Menentukan hubungan antara koefisien transfer massa (kca) dengan tinggi tumpukan
naftalena (L)
C. Dasar Teori
Transfer massa merupakan perpindahan suatu komponen dari campuran yang
U
rta
ya ia
semakin lama karena untuk mencapai kesetimbangan yang merata dibutuhkan
og im
ka
waktu yang lebih lama.
4. Waktu " Y ik K
Semakin lama waktu penyubliman, laju pergerakan transfer massa semakin
lambat. Hal ini karena perbedaan konsentrasi yang semakin kecil dengan
an n
berjalannya waktu.
er ek
5. Porositas
Porositas adalah ukuran dari ruang kosong antara material, dan merupakan
et T
fraksi dari volume ruang kosong terhadap volume total, yang bernilai antara 0 dan
"V an
1, atau sebagai persentase antara 0-100%. Semakin besar atau semakin banyak pori
pada bahan maka semakin cepat transfer massanya. Hal ini karena semakin banyak
s
PN ru
terbakar. Naftalena paling banyak dihasilkan dari distilasi tar batubara dan sedikit dari
hasil fraksinasi minyak bumi.
Sifat-sifat fisik:
Massa molar : 128,17052 gr
Kepadatan : 1,14 gr/cm3
Titik lebur : 80,26oC = 353 K = 424oF
Titik didih : 218oC = 491 K = 424oF
rta
ya ia
og im
ka
" Y ik K
Gambar 2. Diagram Fasa
an n
menjadi gas. Pada proses penyubliman kapur barus/naftalena pada fixed bed, fase padat
et T
dilalui gas secara kontinu. Bila konsentrasi antarmuka kedua fase lebih besar daripada
konsentrasi gas yang mengalir, maka terjadi transfer massa secara langsung dari fase
"V an
Reaktor fixed bed adalah reaktor yang menggunakan katalis padat yang diam
PN ru
dan zat pereaksi berfasa gas. Butiran-butiran katalis yang biasa dipakai dalam reaktor
fixed bed adalah katalisator yang berlubang di bagian tengah, karena luas permukaan
Ju
per satuan berat lebih besar dibandingkan butiran katalis berbentuk silinder, dan aliran
gas lebih lancar (Nunulasa, 2011).
Pada keadaan steady state, kecepatan perpindahan massa dari padat ke fase gas:
U
dN A
k c a * C As C Ag (1)
dt
Dengan kca adalah nilai transfer massa per satuan luas per satuan beda konsentrasi dan
biasanya didasarkan kecepatan mulai yang seragam (McCabe,1983).
Dengan menganggap diameter zat padat konstan pada elemen volume tertentu pada
kondisi steady state dapat ditulis :
Neraca kecepatan
rta
ya ia
Kecepatan masuk kecepatan keluar = kecepatan akumulasi
og im
ka
G * A * C Ag G * A * C Ag kc a * C As C Ag * A z (2)
z z z
" Y ik K
Persamaan (2) dibagi dengan elemen volume (V = A* z), dan dengan mengambil lim z
0, sehingga diperoleh:
an n
G * C Ag G * C Ag
z z z
lim kc a * C As C Ag (3)
er ek
z 0 z
et T
dC Ag
G k c a * C As C Ag (4)
dz
"V an
s
Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan cara pemisahan variabel dan kemudian
PN ru
C Ag 2 z L
dC Ag kc a
dz (5)
C Ag 1
C As C Ag G z 0
C As C Ag 2 G
Pada suatu aliran masuk (gas) belum ada zat padat yang terikut sehingga CAg dianggap
nol, sehingga:
C As L
ln kc a (7)
C As C Ag 2 G
Kecepatan perpindahan massa zat padat dalam gas ekuivalen dengan perubahan berat
zat per satuan waktu, sehingga dapat ditulis:
m
G * A * C Ag 2 C Ag1 (8)
t
Dengan m adalah perubahan jumlah mol naftalena yang diukur pada selang waktu
tertentu. Kemudian, karena CAg1 = 0, maka
m
G * A * C Ag 2 (9)
t
sehingga
rta
m
ya ia
C Ag 2 (10)
G * A*t
og im
ka
Persamaan (10) disubstitusikan ke persamaan (7) dan diperoleh:
" Y ik K
G C As
kc a ln (11)
L m
an n
C As
G * A*t
er ek
et T
a. Timbangan
b. Gelas
s
c. Stopwatch
PN ru
2. Bahan
Ju
Keterangan gambar:
U
E. Cara Kerja
Langkah Kerja
1. Masukkan dan susun naftalena ke dalam tabung gelas dengan tinggi 2 cm dengan
posisi vertikal
2. Timbang naftalena dan catat sebagai berat awal
3. Susun kembali naftalena ke dalam tabung gelas sebagaimana langkah (a).
4. Hidupkan blower dan mematikan setelah selang waktu 100 detik.
5. Timbang kembali naftalena. Catat sebagai berat akhir dan berat awal untuk
pengukuran berikutnya.
rta
ya ia
6. Lakukan percobaan sebanyak 5 kali dengan selang waktu yang sama.
og im
7. Ulangi langkah di atas dengan tinggi tumpukan 4 cm dan 6 cm
ka
" Y ik K
Analisis Perhitungan
a. Penentuan luas penampang
an n
Luas penampang tabung gelas =
er ek
G'
G
"V an
Ap
G C As
kc a ln
Ju
L m
C As
G * A*t
d. Menghitung persen (%) kesalahan
y data-y hitung
% kesalahan= x 100%
y data
U
Daftar simbol :
Ap = Luas penampang pipa (cm2)
A = Luas penampang tabung gelas (cm2)
CAg = Konsentrasi zat pada setiap saat (gmol/cm3)
CAs = Konsentrasi jenuh zat pada interface (gmol/cm3)
Dp = Diameter pipa (cm)
Dt = Diameter dalam tabung gelas (cm)
rta
Charles E.Tuttle Company, Tokyo.
ya ia
Chemisty of Unja, 2011, “Naftalena”, http://kimia-master.blogspot.co.id/2011/11
og im
ka
/definisi-naftalena-adalah-hidrokarbon.html (diakses pada tanggal 2 Juni 2017,
pukul 17.51 WIB).
" Y ik K
Hardjono, 1989, “Operasi Teknik Kimia II”, Teknik Kimia UGM , Yogyakarta.
Mc.Cabe,W.L., 1983,”Operasi Teknik Kimia”’hal.140., edisi keempat, jilid 2, Erlangga,
Jakarta.
an n
HASIL PERCOBAAN
Kecepatan udara masuk = cm3/detik
Konsentrasi jenuh naftalena = gmol/cm3
Berat molekul naftalena = g/gmol
Diameter tabung = cm
Luas penampang tabung = cm2
Diameter pipa = cm
rta
ya ia
Luas penampang pipa = cm2
Selang waktu = menit = detik
og im
ka
TABEL
" Y ik K
1. Hubungan antara waktu dengan perubahan berat ( W) dan m pada L = cm
Massa kapur barus
t W m
No (gram)
an n
1
et T
2
"V an
3
4
s
5
PN ru
Ju
1
2
3
4
5
rta
ya ia
og im
ka
" Y ik K
an n
er ek
et T
"V an
s
PN ru
Ju
U
MODUL 5
COOLING TOWER
MODUL 5 COOLING TOWER
A. Latar Belakang
Dalam industri kimia, air pendingin sangat dibutuhkan sebagai media pengambil
panas fluida yang terjadi di dalam suatu heat exchanger, atau lebih spesifik disebut sebagai
cooler. Pertukaran panas tersebut menyebabkan air dingin mengalami perubahan
temperatur. Temperatur air pendingin tersebut naik karena panas yang dibawa oleh suatu
rta
ya ia
fluida diserap oleh air tersebut. Air yang mengalami perubahan temperatur tersebut tidak
dapat langsung digunakan kembali sebagai pendingin. Selain itu, air ini tidak dapat
og im
ka
dibuang ke sungai maupun ke lingkungan karena temperatur air masih sangat tinggi dan
" Y ik K
tidak memenuhi syarat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Proses pendinginan air tersebut dapat dilakukan dalam suatu menara pendingin
yang disebut cooling tower. Proses pendinginan dapat terjadi dengan bantuan udara luar
an n
serta alat tertentu untuk mempercepat pendinginan tersebut. Alat yang biasa digunakan
er ek
dalam industri kimia adalah kipas (fan). Penggunaan teknologi cooling tower di dalam
et T
dunia industri sangat penting dalam rangka efisiensi dan konservasi energi. Oleh karena
itu, pemahaman tentang prinsip kerja atau operasi cooling tower sangat diperlukan.
"V an
s
B. Tujuan Percobaan
PN ru
c. Mempelajari pelajari karakteristik menara atau kolom yaitu bilangan satuan transfer unit
Ju
C. Dasar Teori
Menara pendingin (cooling tower) adalah suatu menara yang digunakan untuk
mendinginkan air pendingin yang telah mengalami kenaikan suhu pada proses pertukaran
panas. Proses ini dilakukan sehingga air pendingin dapat digunakan kembali untuk proses
selanjutnya.
Prinsip kerja dari cooling tower adalah kontak langsung antara permukaan air dengan
udara kering. Apabila air panas berkontak dengan udara yang lebih dingin maka air akan
mengalami penurunan temperatur. Penurunan temperatur ini disebabkan oleh penguapan
sebagian cairan dan kehilangan panas terindera (sensible heat). Sebaliknya udara akan
menjadi panas dan mengalami pelembaban (Hardjono, 1989).
Dalam menara pendingin, kontak antara aliran air panas dengan aliran udara kering
berlangsung dengan arus yang berlawanan (countercurrent). Air panas dimasukkan dari atas
menara dan dikeluarkan dari bagian dasar menara. Pada bagian atas menara, panas ditransfer
dari air panas ke udara. Terjadi gradien temperatur, yaitu temperatur air lebih tinggi daripada
rta
ya ia
lapisan film antarmuka gas-cair (interface) dan temperatur antarmuka lebih tinggi daripada
og im
temperatur udara. Panas terindera ini dipindahkan dari air ke udara. Pada bagian dasar
ka
menara, temperatur air dan antarmuka bisa jadi lebih rendah daripada udara dan panas
" Y ik K
terindera ditransfer dari cairan dan udara ke lapisan antarmuka. Panas ini kemudian diserap
sebagai panas laten dalam proses penguapan air (Brown, 1978).
an n
Muatan panas (air panas) pada bagian atas kolom dinyatakan sebagai L (lb/jam.ft2),
sedangkan pasokan air make-up dinyatakan sebagai Lo (lb/jam.ft2). Jika Q adalah laju panas
er ek
(BTU/jam) melewati kondensor, maka kita dapat mendefinisikan muatan panas per ft2
et T
sebagai q/A, dengan A adalah luas penampang aliran dalam menara pendingin (Kern, D.Q.,
1989).
"V an
L, T1
s
PN ru
Ju
U
Persamaan ini menggunakan temperatur referensi pada °F udara kering, dengan panas
uap masuk dalam lb udara kering. (Kern, D.Q., 1989)
rta
ya ia
Dalam menara pendingin, udara digunakan untuk mendinginkan air panas. Air yang
og im
ka
telah melewati kolom memiliki temperatur yang lebih rendah dari temperatur kering (dry
" Y ik K
bulb temperature) udara masuk, tetapi tidak akan lebih rendah daripada temperatur bola
basah (wet-bulb temperature) udara masuk.
Pada area teratas dari kolom, air panas mula-mula berkontak dengan udara kering
an n
yang lebih dingin dari air panas. Penurunan entalpi air total atau pertambahan entalpi
er ek
dq = d ( LCpT ) = G dH (5)
"V an
Aliran udara yang melewati menara pendingin adalah tetap karena dinyatakan
dalam basis udara kering. Namun, aliran air tidak konstan karena ada yang hilang oleh
s
penguapan. Dengan nilai penguapan yang lebih kecil dari sirkulasi (2%), dapat
PN ru
LCpdT = G dH = k ( H’ – H ) a dV (8)
o
Di mana Cp air diasumsikan = 1 Btu/lb F
Data-data dalam menara pendingin sering digambarkan dalam bentuk ka. K/L Vs L/G untuk
variasi temperatur cooling tower .
Hubungan antara NTU dengan L/Ga dapat didekati dengan persaman polinomial yaitu:
2
y = ax + bx + c; y = NTU ; x = L/Ga.
rta
5. Menara kolom isian
ya ia
6. Tangki air dingin
7. Tdry
og im
ka
8. Twet
9. Tair keluar menara
10. Baskom air
" Y ik K 11. Kompor
12 Kipas exhaust
an n
er ek
E. Cara Kerja
"V an
Langkah Kerja
1. Periksa rangkaian alat mengenai kesesuaiannya.
s
PN ru
2. Periksa dan catat suhu yang terbaca pada termometer bola basah (Twm) dan termometer
bola kering (Tdm) sebagai Twm dan Tdm awal.
Ju
3. Masukkan air ke dalam tangki pemanas air, panaskan sampai suhu tertentu kemudian
suhu dijaga konstan.
4. Hidupkan kipas exhaust dan pompa secara bersamaan. Atur rotameter pada skala
tertentu dan atur keran yang menuju menara pendingin.
U
5. Pada percobaan pertama, catat Twm, Tdm dan Tair keluar menara pada kecepatan aliran
yang konstan.
6. Pada percobaan kedua, lakukan hal yang sama untuk laju alir yang bervariasi dengan
suhu masuk yang konstan.
Analisis Perhitungan
a. Menghitung harga (L/Ga)
1. Menghitung harga L
Dengan diameter pipa (Dp) dihitung luas penampang pipa (Ap) untuk menghitung
debit air.
Q = Lv . Ap
Kecepatan massa air dihitung dengan rumus :
m= air .Q
rta
ya ia
1. Menghitung harga Ga
2
og im
Dengan mengetahui Twm dari percobaan, maka dapat dicari Vs (ft udara/lb udara
ka
kering) dari tabel 12.4 Perry Chemical Engineer’s Handbook. Kemudian dihitung,
dimana :
" Y ik K
= dalam cuft udara/lb udara
an n
er ek
Dengan data diameter kolom, dihitung harga luas penampang kolom (Ak) dan Ga
dengan rumus :
et T
"V an
Ak = (Dk)2
s
PN ru
G.
Ga
Ak
Berdasarkan rumus :
U
T2
Ka dT
NTU
V T1
H' H
( )
Di mana :
m = faktor bahan isian
n = nilai prestasi menara pendingin
harga m dan n dihitung dengan cara Least Square
rta
ya ia
a = log m
og im
ka
b=n
x = log (L/Ga)
" Y ik K
4. Menghitung persen kesalahan
an n
% 100%
er ek
et T
F. Daftar Pustaka
"V an
Brown, G.G., 1978, Unit Operation, Fourteenth Printing, John Wiley and Sons, New York.
Hardjono, 1989, Operasi Teknik Kimia II, Teknik Kimia UGM, Yogyakarta.
s
Herlambang, RB. 2014. Menara Pendingin, Universitas Diponegoro. Diakses pada 4 Juni
PN ru
Kern, D.Q., 1989, Process Heat Transfer, Mc Graw Hill Book Company, Inc., Japan.
Perry, R.H. , 1984, Chemical Engineer’s Handbook, 6th edition, Mc Graw HillBook
Company, Inc., New York.
Treybal, R.E., 1968, Mass Transfer Operation, 2nd edition, Mc Graw Hill Book
U
rta
ya ia
Percobaan I
og im
ka
Tabel: Variasi Laju air masuk menara (L) pada suhu air masuk menara (T) konstan
No. (L)
" Y ik K
Kecepatan air
Suhu air
Suhu air
keluar
Udara keluar
masuk (°C) Tw (°C) Td (°C)
Skala (°C)
1
an n
2
er ek
3
et T
4
"V an
5
s
PN ru
Percobaan II
Tabel: Variasi Laju air masuk menara (L) pada suhu air masuk menara (T) konstan
Ju
3
4
5
MODUL 6
LEACHING
MODUL 6 LEACHING
A. Latar Belakang
Ekstraksi padat cair (leaching) merupakan salah satu unit operasi yang sudah lama
dipakai dalam industri kimia dan memegang peranan penting terutama dalam satu unit
pemisah. Teknik pemisahan ini berguna untuk pemisahan secara cepat dan efektif, baik
untuk zat organik maupun anorganik. Metode ini didasarkan pada perbedaan koefisien
distribusi zat terlarut dalam dua larutan yang berbeda fasa dan tidak saling bercampur.
rta
ya ia
Leaching dilakukan dengan pertimbangan beberapa faktor yaitu kemudahan dan
kecepatan proses, kemurnian produk yang tinggi, rendah polusi, dan efektivitas dan
og im
ka
selektivitas yang tinggi.
" Y ik K
Leaching banyak digunakan dalam industri mineral atau tambang. Senyawa
mineral di alam biasa ditemukan dalam keadaan yang tidak murni atau tercampur dengan
senyawa lain. Untuk dapat dimanfaatkan, senyawa tersebut diperlukan dalam keadaan
an n
murni sehingga perlu adanya pemisahan dari senyawa-senyawa pengotor lain. Leaching
er ek
banyak digunakan pula dalam industri metalurgi seperti pemrosesan alumunium, cobalt,
et T
mangan, nikel, dan timah. Teknik ini digunakan pula dalam industri kopi, minyak kedelai,
teh dan juga pembuatan gula.
"V an
s
B. Tujuan Percobaan
PN ru
1. Mempelajari hubungan antara kadar garam (NaCl) dalam larutan dengan waktu
Ju
leaching.
2. Mempelajari hubungan antara persentase garam (%NaCl) yang terekstraksi terhadap
garam mula-mula (efisiensi leaching) dengan waktu leaching.
3. Menentukan koefisien transfer massa pada proses leaching.
U
C. Dasar Teori
Ekstraksi zat padat (leaching) merupakan suatu proses pemisahan zat padat yang
terlarut (solute) dari suatu campuran dengan padatan lain yang tidak terlarut (inert)
menggunakan suatu pelarut (pelarut). Proses pemisahan suatu komponen campuran dari
zat atau cairan dengan bantuan pelarut cair dapat digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu:
1. Leaching atau ekstraksi zat padat (solid extraction), teknik ini digunakan untuk
melarutkan zat yang dapat larut, dari campurannya dengan zat padat yang tidak dapat
larut.
2. Ekstraksi zat cair (liquid extraction), teknik ini digunakan untuk memisahkan dua zat
cair yang saling bercampur, menggunakan suatu pelarut yang melarutkan salah satu zat
dari campuran tersebut.
Leaching tidak banyak berbeda dari pencucian zat hasil filtrasi. Dalam leaching,
kuantitas zat mampu larut (soluble) yang dikeluarkan lebih banyak dibandingkan dengan
pencucian filtrasi biasa, dan sifat-sifat zat padat mungkin mengalami perubahan dalam
rta
ya ia
operasi leaching. Umpan yang berbentuk kasar, keras dan berupa butiran-butiran besar
og im
dapat terpecah menjadi bubur atau lumpur bila bahan mampu larut yang terkandung
ka
didalamnya dikeluarkan. (McCabe, 1999)
" Y ik K
Proses leaching terdiri atas dua tahap yaitu:
1. Terjadinya kontak antara zat padat yang akan dipisahkan dengan pelarut, sehingga akan
an n
terjadi perpindahan massa dari butiran zat padat ke pelarut.
er ek
2. Terjadinya pemisahan yang akan menghasilkan suatu larutan dan residu campuran
padatan. (Brown G.G., 1978)
et T
dihasilkan kelarutan tertinggi suatu padatan dalam pelarut. Selain itu, pada suhu tinggi,
viskositas suatu cairan lebih rendah dan difusivitasnya lebih tinggi sehingga efektivitas
s
proses leaching meningkat. (Treybal,1981). Faktor lain yang berpengaruh pada proses
PN ru
leaching adalah luas permukaan bidang kontak padat-cair. Makin besar luas permukaan
Ju
bidang kontak antara padatan dengan pelarut, maka padatan yang terekstraksi lebih
banyak atau proses leaching berlangsung lebih efektif.
Leaching dapat dilakukan secara batch dan kontinu. Pada umumnya proses
leaching terdiri atas tiga langkah:
U
1. Pencampuran zat padat dengan campuran yang akan dipisahkan dari zat penyusun.
2. Penambahan zat terlarut pada langkah pertama yang menyebabkan fase campuran
yang sempurna sehingga perpindahan massa dan panas berlangsung baik.
3. Pemisahan kedua fase yang telah membentuk kesetimbangan
Agar proses leaching berjalan dengan baik, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Campuran padatan harus mempunyai densitas yang lebih besar dibandingkan pelarut.
2. Campuran padatan bersifat selektif permeabel aktif sehingga terjadi kontak antara
pelarut yang membawa partikel-partikel.
rta
ya ia
menghindari kerusakan alat dan gangguan dalam proses. Di samping itu, faktor lain yang
og im
mempengaruhi proses leaching adalah faktor tekanan dan suhu, terutama efeknya terhadap
ka
kelarutan zat terlarut. Namun, pengaruh tekanan terhadap kelarutan zat terlarut relatif
" Y ik K
kecil dan dapat diabaikan, kecuali pada tekanan tinggi.
Apabila suatu bahan akan dipisahkan dari padatan menuju pelarut, maka laju
an n
transfer massa dari permukaan zat padat menuju cairan menjadi faktor pembatas. Laju
er ek
transfer massa zat terlarut A yang akan dipisahkan terhadap larutan dengan volume (m3)
adalah :
et T
NA K L A(C As CA ) (1)
"V an
di mana:
s
PN ru
dengan:
M in M out M reaksi M akumulasi
dC A
0 K L A C AS CA 0 V
dt
dCA
V K L A C AS CA
dt
dC A KL A
dt
C AS C A V
Dengan mengintegralkan kedua ruas dari t = 0 t = t dan CA = CA0 CA =
CA , diperoleh
CA
dC A KL A t
dt
C A0
C AS C A V 0
C AS C A0 K L At
ln
C AS C A V
rta
Asumsi-asumsi yang digunakan untuk persamaan di atas adalah:
ya ia
1. Ukuran benda padat berpori tetap
og im
ka
2. Luas permukaan kontak tiap satuan volume padatan tetap
" Y ik K
Ada dua faktor penting yang harus diperhatikan dalam operasi ekstraksi:
1. Partikel
Ukuran partikel mempengaruhi kecepatan ekstraksi. Semakin kecil ukuran
an n
partikel maka luas bidang kontak antara padatan terhadap cairan membuat terjadinya
er ek
2. Temperatur
Pada banyak kasus, kelarutan material akan meningkat dengan temperatur dan
"V an
1. Pemanas
2. Termometer
a. titik didih
b. titik embun
3. Labu leher tiga
4. Isolasi
5. Pendingin
6. Tabung pengaman
7. Penjepit
8. Tabung pemanas
9. Pompa vakum
10. Statif
11. Labu penampung
rta
ya ia
og im
ka
" Y ik K Gambar 1. Rangkaian alat ekstraksi leaching
an n
E. Cara Kerja
er ek
Langkah Kerja
1. Timbang piknometer kosong dan lakukan peneraan suhu piknometer pada saat
et T
ditimbang.
"V an
2. Timbang pasir dan garam dapur dengan berat masing-masing 15 gram dan 10 gram.
3. Campur pasir dan garam dapur serta bungkus dengan kertas saring dan ukur
s
4. Isi labu leher 3 dengan aquades sampai volume 350 mL setelah itu hidupkan pemanas
Ju
dan pendingin balik sampai aquades mendidih dan menguap hingga uap melewati
pendingin balik dan mengembun.
5. Catat titik embun, titik didih dan waktu mula-mula leaching (t = 0) pada saat embun
atau tetesan pertama menetes kedalam tabung sampel.
U
10. Dari hasil pengukuran, hitung rapat massa atau densitas larutan garam. Kembalikan
larutan yang dimasukkan dalam piknometer ke dalam labu leher tiga. Lakukan
langkah di atas hingga diperoleh densitas yang konstan.
11. Langkah tersebut diulangi setiap selang waktu 5 menit.
Analisa Perhitungan
a. Perhitungan untuk peneraan piknometer
Suhu aquadest : t °C
Berat piknometer kosong : a gr
rta
ya ia
Berat piknometer + aquadest : b gr
og im
Berat aquades : b-a gr
ka
Densitas aquadest pada suhu t oC : c gr ml
" Y ik K
Volume aquadest = volume piknometer :
)
ml
an n
)
Densitas larutan garam : gr/ml
)
s
PN ru
F. Daftar Pustaka
Brown, G.G., 1978,”Unit Operation”, 3rd edition, Jhon Willey and sons, Inc.,New
York.
Hardjono,1980,”Diktat Operasi Teknik Kimia”, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
McCabe, Warren L & Smith, J.C. 1999. “Operasi Teknik Kimia”. Alih Bahasa Jasiji,
E.Ir. Edisi ke-4. Penerbit Erlangga : Jakarta.
Perry, J.H., 1984,”Cheemical Engineering Hand Book”, 6th edition, Mc Graw Hill
Book Company, New York.
Treyball, 1981,”Mass Transfer Operation”, 3rd edition, Mc Graw Hill Book Company,
rta
ya ia
New York.
og im
ka
" Y ik K
an n
er ek
et T
"V an
s
PN ru
Ju
U
rta
ya ia
Volume piknometer : ml
og im
Diameter padatan : cm
ka
Suhu aquades : °C
" Y ik K
Tabel Hasil Pengamatan
an n
No. Waktu Tdidih Tembun Berat pikno+larutan Berat larutan Densitas larutan
er ek
2
"V an
3
4
s
PN ru
5
6
Ju
7
8
9
10
U
11
12
MODUL 7
ALIRAN FLUIDA
rta
ya ia
dijumpai menggunakan transportasi fluida baik dengan closed duct (pipa tertutup)
og im
maupun open channel (saluran terbuka). Adapun pengangkutan zat padat dapat
ka
dilakukan secara fluidized, artinya zat padat tersebut dimasukkan ke dalam fluida
" Y ik K
sehingga terbentuk campuran dua fasa dan zat padat tersebut dapat diangkut dengan
metode transportasi fluida. Aliran fluida terjadi karena adanya perbedaan tekanan dan
an n
elevasi (pengaruh gravitasi). Alat- alat yang digunakan untuk mengukur beda tekanan
er ek
fluida dan kecepatan aliran fluida antara lain manometer dan rotameter.
et T
B. Tujuan
1. Mempelajari karakteristik pompa yaitu hubungan antara debit aliran (Q) dengan
"V an
keran (oK).
Ju
C. Dasar Teori
U
Berdasarkan rezim alirannya, jenis aliran fluida dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu:
a. Aliran laminar (Re < 2100), dalam jenis ini partikel- partikel fluida mengalir secara
sejajar dengan sumbu media alir.
b. Aliran turbulen (Re > 2300), dalam jenis ini partikel-partikel fluida tidak lagi
mengalir secara beraturan dan mempunyai komponen kecepatan tegak lurus dengan
arah aliran.
c. Aliran transisi, pada aliran ini fluida dapat mengalir secara laminar atau turbulen,
tergantung kondisi setempat.
Jika fluida mengalir dari sebuah pipa tertutup, maka akan terjadi perbedaan
rezim aliran, yang dapat ditentukan dengan bilangan Reynolds (Re):
Du
Re (1)
di mana :
= massa jenis cairan [kg/m3]
u = kecepatan aliran [m/det]
rta
ya ia
D = diameter pipa [m]
og im
ka
= viskositas [kg/(m.det)]
" Y ik K
Persamaan kontinuitas dapat dipergunakan untuk menyelasaikan permasalahan
dalam aliran fluida.
Asumsi: 1 = 2
an n
Maka: (2)
er ek
(3)
"V an
Hubungan energi pada fluida atau zat material yang mengalir melintasi pipa
dapat ditentukan dengan kesetimbangan energi. Energi dibawa oleh fluida yang
s
1. Energi dalam (E), yaitu energi yang disebabkan oleh gerakan molekul atom atau
elektron yang mempunyai sifat-sifat khusus dari fluida, tanpa memperhatikan
lokasi atau tempat relatifnya atau posisinya.
2. Energi yang dibawa oleh fluida karena kondisi aliran atau posisinya
U
c. Energi tekanan (Et) adalah energi untuk melakukan kerja melawan tekanan
yang dibawa oleh zat karena alirannya, dari awal masuk media alir sampai
keluar.
Adapun energi yang ditransfer antara fluida atau sistem dalam aliran dan sekelilingnya
ada dua jenis:
1. Energi panas (q), yaitu energi yang diserap oleh zat alir dari sekelilingnya selama
aliran.
2. Energi kerja (W), yaitu kerja yang diterima atau dihasilkan atau yang dilakukan
oleh zat yang mengalir ke sekeliling selama aliran dan sering disebut “shaft
rta
ya ia
work”.
og im
Selain itu ada juga yang disebut energi friksi (F) yaitu energi yang hilang karena
ka
gesekan. Kehilangan energi tersebut pada sambungan, pipa lurus atau penampang
" Y ik K
yang tidak sama. (Brown, G.G., 1978).
Neraca energi untuk sistem aliran fluida untuk setiap satuan massa yaitu:
an n
u2
E g z PV q Ws (6)
er ek
2
Bila aliran isothermal (E = 0) dan fluida incompressible, sedangkan volumenya
et T
u2 P
g z q Ws (7)
2
s
u2 P
g z Ws F (8)
2
keterangan :
P = Beda tekanan posisi 2 dan 1 (lbf/ft2)
U
rta
ya ia
c. Orifice meter
og im
Orifice meter adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur perbedaan
ka
tekanan. Prinsip orifice ini adalah penurunan luas penampang aliran akan
" Y ik K
menyebabkan tinggi tekan kecepatan (velocity head) meningkat tetapi tinggi tekan
tekanan (pressure head) menurun. Persamaan Bernoulli memberikan dasar untuk
an n
mengkorelasikan kedua variabel tersebut.
er ek
d. Rotameter
Rotameter adalah alat untuk fluida yang area alirannya berubah-ubah.
et T
Rotameter terdiri dari tabung gelas yang bentuknya kerucut (tappered glass tube),
"V an
yang di dalamnya terdapat pelampung (float) yang bergerak naik turun. Bila
alirannya besar, float akan terangkat dan sebaliknya.
s
PN ru
Ju
U
Gambar 1. Rotameter
e. Manometer
Manometer adalah piranti yang berfungsi dalam mengukur beda tekanan.
Pada gambar berikut ini adalah bentuk manometer. (Mc Cabe, 1976)
rta
ya ia
og im
ka
" Y ik K A
Gambar 2 Manometer untuk pompa
B
an n
F =0
"V an
Ws (9)
PN ru
air air
PA P1 . Y .g . h.g (10)
Ju
air Hg
PB P2 air
. Y h .g (11)
Karena tekanan di A = tekanan di B, maka dapat dihitung nilai P1 P2
P2 P1 Hg air . h.g (12)
U
Maka diperoleh
g air h.g
Ws (13)
air
Di mana:
H = head pompa (cm)
rta
ya ia
u1 = u2 , karena luas penampang sama
og im
ka
Ws = 0 , karena tidak ada kerja
Maka persamaan (8) menjadi:
" Y ik K P g air
F h.g (15)
air
an n
f .Le.u 2
F (16)
2D
et T
di mana:
"V an
0,5
f 0.0056 (17)
( Re) 0, 32
s
PN ru
Maka:
Ju
f .Le.u 2 Hg air
F h.g (18)
2D air
2.D air
2 gD( Hg air ) h
Le 2
(20)
f .u air
di mana:
Le = panjang ekuivalen (cm)
g = percepatan gravitasi (cm/det 2)
D = diameter pipa (cm)
f = faktor gesekan
u = kecepatan (cm/det)
Panjang ekivalen (Le) adalah panjang pipa lurus yang memberikan gesekan yang
sama atau ekivalen dengan gesekan yang diberikan oleh fitting yang
bersangkutan.
Perhitungan untuk manometer pada orifice
Bila:
Z1 = Z2 , karena tidak ada beda ketinggian
Ws = 0 , karena tidak ada kerja
Maka persamaan (8) menjadi:
rta
ya ia
u2 P
F (21)
og im
2
ka
" Y ik K u 22 u12 2 F (22)
A2
Sehingga diperoleh:
et T
2 F
"V an
u1 (25)
A12 / A22 1
s
Dengan mengasumsikan:
PN ru
P P
F Co 2 (26)
Ju
2
u1 Co
U
A12 / A22 1
A12 / A22 1
Co u1 (33)
2( )
2 4
A1 D1
Karena persamaan 2 4
, maka persamaan (18) menjadi :
A2 D2
4 4
air
D1 / D2 1
Co u1 ( 34 )
2( )
Diketahui :
P ( Hg air ). h. g (35)
Maka diperoleh:
4 4
1 D1 / D2
air
Co u1 (36)
2 Hg air
h.g
Di mana :
Co = Coefficient of discharge
D1 = Diameter pipa (cm)
rta
D2 = Diameter orifice (cm)
ya ia
og im
ka
D. Alat dan Bahan
" Y ik K
Rangkaian alat percobaan ditunjukkan pada Gambar 3.
an n
er ek
9
1
et T
2 5
6 8
"V an
s
PN ru
Ju
3 4 7
5. Kran
Gambar 3. Rangkaian alat percobaan aliran fluida
E. Cara Kerja
Langkah Kerja
1. Periksa rangkaian alat.
2. Isi air kedalam tangki dan hidupkan pompa.
3. Buka kran dengan derajat pembukaan penuh kemudian hidupkan pompa hingga
rta
ya ia
keadaan aliran konstan (steady state).
4. Setelah aliran konstan, catat kedudukan dari beda tinggi manometer pompa,
og im
ka
manometer kran, manometer orificemeter dan tinggi float pada rotameter.
" Y ik K
5. Tutup kran dengan sudut 120 dari kedudukan semula. Setelah mencapai keadaan
steady state, ulangi langkah seperti nomor 4
6. Ukur debit aliran dengan alat penampung dan stopwatch.
an n
9. Ukur :
a. Temperatur air
"V an
Analisis Perhitungan
Ju
1. Menentukan karakteristik pompa, yaitu hubugan antara debit (Q) dan Head pompa
Ws = H =
V=
Re =
c. Panjang ekuivalen
2 gD( Hg air ) h
Le 2
f .u air
F. Daftar Pustaka
Brown, G.G., 1978. Unit Operasi 3rd edition John Wiley & Sons inc. New York
McCabe, W.L. and Smith, J.C., 1976, Unit Operation of Chemical Engineering,
International Student Edition, McGraw Hill, Kogakusha, Tokyo
rta
Perry, H.R. and Don Green, 1973, Perry’s Chemical Engineer’s Handbook, 6th ed.,
ya ia
McGraw Hill Book Company Inc., New York
og im
ka
" Y ik K
an n
er ek
et T
"V an
s
PN ru
Ju
U
Data Percobaan
Temperatur = °C
Diameter orifice = cm
Diameter pipa dalam = cm
Diameter pipa luar = cm
Berat piknometer kosong = gr
Berat piknometer kosong + aquades = gr
Berat aquades = gr
Suhu aquades = °C
rta
Volume piknometer = ml
ya ia
Densitas aquades = gr/ml
og im
Berat piknometer kosong + air = gr
ka
Berat air = gr
Densitas air
Densitas Hg
" Y ik K =
=
gr/ml
gr/ml
Manometer Tinggi
an n
Keran Volume Waktu Q
Pompa Keran Orifice Float
er ek
MODUL 8
MIXING TIME
rta
ya ia
Pencampuran (mixing) adalah peristiwa penyebaran bahan-bahan secara acak
og im
di mana bahan yang satu menyebar ke dalam bahan yang lain dan sebaliknya.
ka
Sedangkan bahan-bahan itu sebelumnya terpisah dalam dua fase atau lebih. Di sini
" Y ik K
sangat penting sekali diketahui waktu pencampuran yang sangat tepat agar diperoleh
produk yang baik.
an n
Dalam praktikum kali ini digunakan fase zat cair-padat, antara aquadest dan
er ek
gula, adapun dipih jenis ini karena memiliki efisiensi yang tinggi, sederhana serta
fluida yang mudah bercampur.
et T
B. Tujuan Percobaan
"V an
C. Dasar Teori
Mixing time adalah waktu yang diperlukan untuk mencampur bahan-bahan
yang mudah larut yang terdapat pada fase yang berbeda sehingga diperoleh fase yang
homogen konsentrasi yang sama di setiap titik (McCabe, 1987). Dalam pencampuran,
U
adanya turbulensi yang intensif. Pada saat aliran melambat karena membawa zat cair
lain dan mengalir ke sepanjang dinding, terjadi pencampuran radial. Pada arah
menjauhi impeller, pusaran-pusaran(vortex) besar pecah menjadi pusaran kecil. Fluida
akan mengalami suatu sirkulasi penuh dan kembali ke pusat impeller, di mana terjadi
lagi pencampuran yang intensif.
Karakteristik fluida menentukan berhasil tidaknya sutu pencampuran. Fluida
polar tidak akan bercampur dengan fluida nonpolar, misal air dengan minyak. Adapun
fungsi sekat (baffle) adalah untuk mengurangi aliran putar dan merintangi aliran rotasi
tanpa mengganggu aliran radial atau longitudinal. Sekat yang sederhana namun efektif
rta
ya ia
dapat dibuat dengan memasang sekat vertikal terhadap dinding tangki.
og im
ka
" Y ik K
an n
er ek
Gambar 4. Pembentukan vorteks dan pola aliran sirkulasi dalam bejana aduk.
et T
kecepatan di daerah itu. Timbulnya vortex pada tangki atau bejana karena terdapat
aliran tangensial. Hal ini terutama terjadi karena pada tangki yang tidak bersekat. Bila
s
PN ru
bejana dipasang sekat, pencampuran akan lebih cepat dan lebih banyak energi yang di
berikan untuk pencampuran secara radial. (Brown, G.G, 1978).
Ju
3
2
Keterangan gambar :
1. Beaker glass
1 2. Pengaduk (impeller)
rta
ya ia
3. Motor Pengaduk
og im
4. Statif
ka
5 4
5. Sekat ( Baffle )
" Y ik K
an n
E. Cara Kerja
Langkah Kerja
"V an
1. Timbang gula seberat 1 gram; 2 gram; 3 gram; 4 gram; 5 gram; 6 gram; 7 gram;
PN ru
5. Pada selang waktu 30 detik, ambil sampel pada posisi tertentu dan amati indeks
biasnya menggunakan refraktometer selama beberapa menit hingga konstan
6. Ulangi percobaan dengan berat gula 20 gram dan 25 gram
Analisis Perhitungan
1. Cari indeks bias larutan standar dengan refraktometer
2. Hitung konsentrasi gula (dalam molalitas) untuk grafik standar :
beratGula 1000 gr
Molalitas =
MR grPelarut
rta
ya ia
3. Buat grafik larutan standar antara konsentrasi gula vs indeks bias
4. Buat persamaan garis grafik standar
og im
ka
5. Cari indeks bias larutan biner, kemudian menentukan kadar gula dalam larutan
" Y ik K
biner dengan mengeplotkan pada grafik larutan standar
6. Buat grafik hubungan antara waktu pencampuran vs konsentrasi gula
7. Buat persamaan garis larutan biner
an n
Ydata - Yhitung
et T
F. Daftar Pustaka
Mc. Cabe, W.L., and Smith, J.C., 1987 Unit Operation of Chemical Engineering,
s
Treyball, R. E., 1986, Mass Transfer Operation, 2nd Edition, Mc. Graw Hill, New
Ju
York
U
rta
1. Larutan standar
ya ia
Tabel 1 Hubungan antara konsentrasi gula (molalitas) dengan indeks bias
og im
ka
No Berat Gula (gr) Volume Aquadest (ml) Indeks Bias Molalitas
" Y ik K
an n
er ek
et T
"V an
s
PN ru
Ju
U
rta
ya ia
og im
ka
" Y ik K
an n
er ek
et T
"V an
s
PN ru
Ju
U
rta
ya ia
og im
ka
" Y ik K
an n
er ek
et T
"V an
s
PN ru
Ju
U
rta
ya ia
og im
ka
" Y ik K
an n
er ek
et T
"V an
s
PN ru
Ju
U
MODUL 9
FILTRASI
MODUL 9 FILTRASI
A. Latar Belakang
Dalam dunia industri terdapat banyak macam bahan baku, baik yang berfase
padat, cair, gas atau kombinasi dari ketiga fase bahan baku tersebut. Ada kalanya zat
yang bercampur satu sama lain perlu dipisahkan. Untuk memisahkan padatan dengan
cairan dapat digunakan metode operasi filtrasi. Contoh proses filtrasi dalam dunia
industri adalah pada proses pengolahan limbah. Di dalam pengelolaan limbah industri,
rta
ya ia
sebelum dibuang, limbah harus dipisahkan terlebih dahulu antara yang berfasa padat
dan cair. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan dampak pencemaran lingkungan.
og im
ka
B. Tujuan Percobaan " Y ik K
1. Mempelajari hubungan antara volume filtrasi (V) dengan kecepatan filtrasi (dV/dt).
2. Mempelajari hubungan antara volume air cucian (Vw) dengan konsentrasi air cucian
an n
(Cw).
er ek
3. Mencari harga :
et T
c. Volume Optimum(Vopt)
s
d. Waktu Optimum(topt)
PN ru
Ju
C. Tinjauan Pustaka
Filtrasi adalah proses pemisahan pada suatu campuran heterogen antara padatan
dan cairan dari suatu larutan melalui suatu medium filter. Pada proses filtrasi ini, fasa
cairan akan terus mengalir melewati medium filter, sedangkan fasa padatan tertahan.
U
Medium ini adalah cake yang terbentuk oleh fasa padatan yang terkumpul akibat
tertahan oleh medium filter primer (kain penyaring). Fluida dapat berupa zat cair atau
gas. Medium filter pada setiap filtrasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Harus dapat menahan zat padat yang akan disaring dan menghasilkan filtrat yang
cukup bening.
2) Tidak mudah tersumbat.
3) Harus tahan baik secara kimia maupun fisika dalam kondisi proses.
4) Harus memungkinkan penumpukan ampas/cake secara total dan bersih.
72
Filtrasi
Selama pembentukan filter cake, hubungan aliran laminar dan kecepatan linier
dari cairan tiap saat (v) diberikan oleh persamaan sebagai berikut :
1 dV K Pc
v (1)
A dt L
rta
ya ia
Di mana :
og im
= Permeabilitas cake (cm2)
ka
K
v = Kecepatan linier fluida (cm3/detik)
V
" Y ik K
= volume filtrat (ml)
A = Luas medium filtrasi, (cm2)
an n
µ = Viskositas, (gr/cm.detik)
L = ketebalan cake (cm)
et T
V X .L. A .x
1 X L. A. (2)
PN ru
s
1 x
Di mana :
Ju
Dari neraca massa ini dapat diperoleh hubungan untuk nilai ketebalan cake (L), yaitu:
V . .x
L (3)
A s 1 X 1 x .x. X
persamaan (3) menunjukkan hubungan antara volume filtrat (V) dan ketebalan cake (L),
ini digunakan untuk mengeliminasi L dari persamaan (1), sehingga diperoleh :
dV A2 Pc
(4)
dt 2CvV
73
Filtrasi
dengan
. .x
Cv (5)
2K s 1 X 1 x .x. X
Rumus di atas berlaku untuk tekanan awal penyaringan = nol. Namun, karena kain
saring digunakan sebagai filter medium primer, maka pada waktu dimulai penyaringan
sudah terdapat tekanan pada kain saring. Apabila Ve (volume ekuivalen) adalah volume
filtrat yang memberi cake dengan ketebalan tertentu pada saat tekanan pada cake =
tekanan pada kain saring:
Vt = V + Ve (6)
rta
ya ia
sehingga rumus (V) menjadi :
og im
ka
dV dVt A2 Pc
(7)
dt dt 2C v V Ve
" Y ik K dt 2Cv
V
2Cv
Ve (8)
2 2
dV A Pc A Pc
an n
Untuk cake yang non-compressible, harga Cv konstan sehingga filtrasi dilakukan pada
er ek
tekanan konstan, grafik yang diperoleh merupakan garis lurus seperti gambar berikut.
et T
"V an
(dt/dV)
s
PN ru
Ju
V
Gambar 4. Hubungan antara dt/dV dengan V
Grafik diatas merupakan garis lurus yang mempunyai persamaan :
U
Y = aX + b
2C v 2C v
Dengan slope : a 2
; intercept : b 2
Ve
A Pc A Pc
Waktu optimum yaitu waktu filtrasi yang memberikan waktu siklus per satuan volume
filtrat minimum.
74
Filtrasi
Bila filtrasi dijalankan pada tekanan rendah sehingga cake yang terbentuk non-
compressible, maka dengan menyelesaikan persamaan (9) didapat rumus untuk waktu
filtrasi sebagai berikut :
C vV
tf V 2.Ve (13)
A2 Pc
Dalam pencucian cake, kecepatan pencucian dianggap sama dengan kecepatan filtrasi,
sehingga didapat :
C vVw
tw V 2Ve (14)
rta
2
ya ia
A Pc
Sehingga tsiklus dapat dihitung sebagai berikut:
og im
ka
Cv V Vw V 2.Ve
ts tp (15)
di mana:
" Y ik K A2
Pc
ts tp (16)
A2 Pc
tp
s
ts C v 1 K V 2.Ve
(17)
PN ru
V A2 Pc V
Volume filtrat optimum diperoleh jika ts/V minimum dan ts/V akan minimum bila :
Ju
d ts
V
0 (18)
V
Cv 1 K tp
U
0 (19)
A2 Pc V2
tp Cv 1 K
2
(20)
V A2 Pc
Maka diperoleh
tp A2 Pc
Vopt (21)
1 K Cv
75
Filtrasi
rta
ya ia
og im
D. Alat dan Bahan
ka
1. Bahan yang digunakan
a. CaCO3
" Y ik K
b. Air
an n
c. Methyl orange (MO)
er ek
e. Manometer k. Timbangan
PN ru
76
Filtrasi
Keterangan gambar :
1. Tangki penampung air cucian 5. Pompa
2. Tangki penampung suspensi CaCO3 6. Manometer
3. Pengaduk listrik 7. Filter plate
4. a. Kran air cucian 8. Filter cloth
b. Kran suspensi 9. Filter frame
c. Kran by pass 10. Penampung filtrat.
d. Kran pembuangan
rta
ya ia
E. Cara Kerja
og im
Langkah Kerja
ka
a. Proses filtrasi
1.
" Y ik K
Buat suspensi CaCO3 dengan berat tertentu ke dalam air yang telah ditambahkan
methyl orange
an n
2. Ukur diameter internal frame filter press.
er ek
5. Lakukan uji kebocoran dengan cara membuka kran 4a, menghidupkan pompa
dan membuka kran 4c untuk mengatur tekanan dan kecepatan aliran. Bila terjadi
s
kebocoran, matikan pompa untuk bongkar dan pasang kembali rangkaian alat
PN ru
filter. Tutup kran 4a setelah tidak terjadi kebocoran, sedangkan kran yang lain
Ju
b. Proses Pencucian
1. Isi tangki 1 dengan air, tutup kran 4b dan buka kran 4a, sedangkan posisi kran
yang lain tetap.
2. Hidupkan pompa menampung air dalam tabung reaksi setiap kelipatan tertentu
yang keluar dari lubang filter frame . Catat waktunya.
3. Matikan pompa setelah air cucian habis.
77
Filtrasi
Analisis Perhitungan
1. Menentukan hubungan antara volume filtrat dengan laju filtrasi.
dt 2Cv 2Cv
V Ve
dV A2 Pc A2 Pc
2. Menentukan konstanta filtrasi (Cv) dengan menggunakan slope (a) dari persamaan
hubungan antara volume filtrat dengan kecepatan filtrasi.
rta
2C v
ya ia
Slope = a 2
A Pc
og im
ka
A2 Pc a
Cv
2
" Y ik K
3. Menentukan volume ekivalen (Ve) dengan menggunakan intercept (b) dari
persamaan hubungan antara volume filtrat dengan kecepatan filtrasi.
an n
2Cv
Intercept = b Ve
er ek
2
A Pc
A2 Pc b
et T
Ve
2Cv
"V an
2
A Pc
PN ru
Cv 2
tf 2
Vf 2.V f Ve
A Pc
6. Menentukan waktu siklus (tsiklus).
tsiklus = tf + tw + tp
U
9. Menentukan hubungan antara konsentrasi air cucian dengan volume air cucian.
78
Filtrasi
Y ae bx
ln Y ln a bX
F. Daftar Pustaka
Brown, G.G., 1978, Unit Operation, 3rd ed, p.p. 242-247, John Wiley and Sons Inc,
New York.
Mc Cabe, Smith, 1980, Operasi Teknik Kimia, jilid 2, Erlangga, Jakarta.
rta
Perry, R.H., 1973, Chemical Engineering Handbook, 6th ed, McGraw Hill Book
ya ia
Company, Singapore.
og im
ka
" Y ik K
an n
er ek
et T
"V an
s
PN ru
Ju
U
79
Filtrasi
rta
ya ia
Jumlah filter frame = buah
Tekanan pompa = psig
og im
ka
Waktu filtrasi = detik
Waktu pencucian " Y ik K
= detik
t (detik) V (ml)
(ml) (detik) (detik/ml)
er ek
1
et T
2
3
"V an
4
s
5
PN ru
6
Ju
7
8
9
10
U
11
12
13
14
15
80
Filtrasi
rta
ya ia
8
og im
9
ka
10
11
" Y ik K
12
an n
13
er ek
14
15
et T
"V an
s
PN ru
Ju
U
81
Sedimentasi
MODUL 10
SEDIMENTASI
MODUL 10 SEDIMENTASI
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai proses yang melibatkan zat
padat dan cairan, baik yang sejenis ataupun yang berbeda jenis, serta dengan diameter
padatan yang berbeda-beda. Salah satu proses yang berlangsung adalah pemisahan zat
padat dengan zat cair sebagai efek dari gaya gravitasi, yang disebut sebagai
“sedimentasi”. Jadi, sedimentasi dapat diartikan sebagai suatu proses pemisahan
rta
ya ia
suspensi menjadi cairan dan padatan yang lebih pekat menggunakan prinsip
pengendapan berdasarkan gaya gravitasi.
og im
ka
Proses sedimentasi banyak diterapkan dalam dunia industri pada unit
" Y ik K
pemisahan karena prosedur pelaksanaan yang sederhana dan memberikan hasil yang
baik. Misal pada proses penjernihan air dan proses pengambilan senyawa magnesium
dari air laut. Selain itu, proses sedimentasi digunakan untuk memisahkan bahan
an n
buangan dari bahan yang akan diolah. Hal ini dapat dilihat pada pabrik gula untuk
er ek
memisahkan material buangan dari cairan yang akan diolah menjadi gula.
et T
B. Tujuan Percobaan
"V an
2. Membuat grafik hubungan antara tinggi bidang batas bening keruh (Z) dengan
Ju
waktu pengendapan ( ).
3. Membuat grafik hubungan antara kecepatan pengendapan (V1) dengan konsentrasi
slurry (C1).
U
C. Dasar Teori
Sedimentasi adalah pemisahan campuran padatan dan cairan yang berupa
suspensi menjadi cairan bening (supernatant) dan suspensi yang lebih pekat (slurry)
karena gaya berat padatan itu sendiri. Proses pemisahan ini terjadi secara mekanis dan
berdasarkan pada perbedaan densitas pada temperatur yang sama, terjadi antara
padatan dan fluida. Dalam pelaksanaannya, sedimentasi dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu: Secara batch dan secara kontinu. Sedimentasi di dalam industri biasanya
menggunakan proses kontinu di dalam tangki besar, dan menggunakan air sebagai zat
82
Sedimentasi
rta
ya ia
og im
ka
" Y ik K Gambar 1. Mekanisme sedimentasi secara batch
(Coulson J.M, 1968)
Keterangan gambar:
Slurry berada dalam keadaan konsentrasi butiran yang sama diseluruh bagian (B)
an n
er ek
seragam
PN ru
Bagian dengan partikel padatan yang lebih berat akan mengendap terlebih dahulu (D).
Di atasnya terdapat bagian yang terdiri atas distribusi berbagai ukuran dan konsentrasi
partikel yang tidak seragam (C). Bagian (B) adalah bagian dengan partikel-partikel
yang berukuran hampir sama, dan mempunyai konsentrasi yang seragam. Di atasnya
adalah bagian yang terdiri dari cairan bening (A). Selama sedimentasi berlangsung,
ketinggian tiap bagian akan berubah (Gambar 1b, 1c,1d) dan akhirnya akan dicapai
suatu keadaan saat bagian B dan C hilang dan semua padatan akan mengendap
(Gambar 1e).
83
Sedimentasi
Di mana :
Fg = gaya gravitasi (gr.cm/s2)
m = massa partikel (gr)
rta
ya ia
g = percepatan gravitasi (cm/s2)
og im
ka
2. Gaya apung dengan arah ke atas
Fb .V s .g (2)
" Y ik K
Di mana :
Fb = gaya apung (gr.cm/s2)
an n
C d .v 2 . . A
Fd (3)
2
s
PN ru
Di mana :
Fd = gaya gesek (gr.cm/s2)
Ju
84
Sedimentasi
rta
s
ya ia
g 1 (6)
d 4 s Dp
og im
ka
Pada terminal velocity, dv/dt = 0, sehingga:
" Y ik K 3 Cd v 2 s
g 1 (7)
4 s Dp
4 g .D p
er ek
s
vt (8)
3C d
et T
Harga Cd dapat dicari dengan grafik Dp vs NRc pada buku “Perry’s Chemical
Engineer’s Handbook” edisi 7.
"V an
24 24
Cd (9)
vD p / N Rc
s
PN ru
s g .D p2
vt (10)
18
Di mana :
g = percepatan gravitasi (cm/s2)
U
Cd = koefisien gesek
A = luas proyeksi partikel terhadap arah gerakan (cm2)
85
Sedimentasi
rta
ya ia
og im
ka
L
" Y ik K
Gambar 3. Hubungan antara tinggi batas bening keruh (z) dan waktu ( )
Kecepatan sedimentasi dapat dicari dari slope garis singgung kurva. Contoh
pada gambar (3).
an n
er ek
y z1 zL
vL slope tan (11)
x L
et T
(v + dv + vL) dC
PN ru
Ju
C, v + vL
Di mana :
C = konsentrasi padatan pada lapisan
vL = kecepatan pengandapan dari partikel pada lapisan
(v+dv+vL) = kecepatan padatan masuk ke dalam lapisan dilihat dari permukaan
lapisan
(C – dC) = konsentrasi padatan masuk ke dalam lapisan.
(v+vL) = kecepatan padatan ke luar lapisan dilihat dari permukaan lapisan.
86
Sedimentasi
rta
ya ia
pada lapisan dari penyelesaian secara batch.
og im
Jumlah padatan yang melewati lapisan sama dengan jumlah padatan total
ka
karena lapisan ini mempunyai konsentrasi yang mulai terbentuk dari bawah dan
" Y ik K
menuju ke bidang batas, sehingga :
C L AL L v vL C0 Z 0 A (14)
an n
Di mana:
er ek
A = luas silinder
"V an
ZL
vL (15)
L
Dari hasil plot dapat percobaan grafik Z vs diperoleh v sebagai slope dari kurva pada
L. Garis singgung kurva pada L memotong ordinat pada Zi. Slope dari garis
U
Harga CL dapat dicari dengan persamaan (14). Dengan asumsi AL = A, dan dengan
memasukkan persamaan (15) dan (16), maka diperoleh :
Co Z o
CL (17)
Zi
87
Sedimentasi
Dari data konsentrasi (CL) dan kecepatan sedimentasi (vL) dapat dibentuk sebuah
grafik vL = f(CL) sebagai berikut:
vL
vL = f(CL)
rta
ya ia
CL
og im
Gambar 5. Grafik hubungan CL vs vL
ka
" Y ik K
D. Alat dan Bahan
1. Alat – Alat
an n
2. Bahan
PN ru
a. CaCO3
b. Air
Ju
c. Methyl Orange
Keterangan :
1 2 3. Skala
88
Sedimentasi
E. Cara Kerja
Langkah Kerja
1. Ukur volume tabung kaca besar dan kecil dengan cara memasukkan air sampai
ketinggian tertentu, kemudian alirkan air tersebut dan tampung dalam beaker glass
kemudian ukur volume dengan gelas ukur
2. Buat slurry CaCO3 dengan cara menimbang CaCO3 sebanyak yang telah ditentukan
kemudian campurkan dengan air dan methyl orange dengan jumlah tertentu sampai
homogen.
3. Masukkan slurry CaCO3 yang telah homogen tersebut dalam tabung besar dan
rta
ya ia
tabung kecil secara bersamaan dengan tinggi permukaan yang sama sebagai tinggi
og im
awal (Z0).
ka
4. Ukur tinggi batas bening keruh untuk selang waktu 2 menit. Hentikan percobaan
" Y ik K
setelah mencapai tinggi bidang batas yang konstan
5. Ulangi percobaan untuk konsentrasi yang berbeda.
an n
Analisis Perhitungan
er ek
Analisa percobaan diperoleh tinggi batas bening keruh (Z) dan waktu
et T
pengendapan ( ). Harga Z yang telah diperoleh dari pembacaan skala sedangkan harga
(waktu) dari pembacaan stopwatch selama selang waktu 30 detik sehingga dari data
"V an
yang diperoleh dapat digunakan untuk mencari harga Zi, ZL, dan L. Harga vL dan CL
s
Co . Zo Zi - ZL
CL = dan vL =
Zi L
Ju
Persamaan hubungan antara vL degan CL dicari dengan cara Least Square dan kemudian
dibuat grafik vL vs CL.
U
F. Daftar Pustaka
Brown, G.G., 1978, Unit Operations, pp 110-114, Modern Asia Edition, John Wiley &
Sons, Inc, Tokyo.
Foust, A.S,1959, Principles of Unit Operation, 2nd ed,p.p.629-633, John Wiley and
Sons, Inc, New York.
89
Sedimentasi
rta
ya ia
1
2
og im
ka
3
4
5
6
" Y ik K
7
an n
8
er ek
9
10
et T
11
12
"V an
13
14
s
15
PN ru
16
17
Ju
18
19
20
21
22
U
23
24
25
90
Sedimentasi
B. Co = g/lt
Tinggi bidang batas bening keruh
No. Waktu (menit)
Tabung besar Tabung kecil
1
2
3
4
5
6
7
8
rta
ya ia
9
10
og im
ka
11
12 " Y ik K
13
14
15
an n
16
er ek
17
18
et T
19
20
"V an
21
22
s
23
PN ru
24
25
Ju
U
91
Sedimentasi
C. Co = g/lt
Tinggi bidang batas bening keruh
No. Waktu (menit)
Tabung besar Tabung kecil
1
2
3
4
5
6
7
8
rta
ya ia
9
10
og im
ka
11
12 " Y ik K
13
14
15
an n
16
er ek
17
18
et T
19
20
"V an
21
22
s
23
PN ru
24
25
Ju
U
92
Dinamika Proses: Pengosongan Tangki dan Pengukuran Suhu
MODUL 11
DINAMIKA PROSES: PENGOSONGAN TANGKI & PENGUKURAN SUHU
MODUL 11 DINAMIKA PROSES: PENGOSONGAN TANGKI & PENGUKURAN
SUHU
A. Latar Belakang
Dinamika proses merupakan salah satu ilmu terapan dalam teknik kimia yang bertujuan
memberikan :
1. Dasar pengetahuan sifat dinamis suatu sistem.
rta
2. Pengendalian sistem dengan pengenalan sepenuhnya terhadap kemungkinan adanya
ya ia
bahaya dari sistem.
og im
ka
Dinamika proses mempelajari respon sistem proses dengan adanya perubahan terhadap
" Y ik K
proses, baik berupa perubahan input maupun gangguan pada proses.
Variabel-variabel proses seperti laju alir, suhu, tekanan dan konsentrasi dalam
pengendalian proses kimia dapat dikelompokkan menjadi :
an n
1. Variabel input
er ek
a. Variabel termanipulasi
"V an
Variabel termanipulasi adalah variabel yang nilainya dapat diatur secara bebas
oleh operator atau mekanisme pengendalian.
s
PN ru
b. Gangguan
Gangguan adalah variabel yang nilainya bukan hasil pengaturan operator atau
Ju
mekanisme pengendalian.
2. Variabel output
Variabel output adalah variabel yang menunjukkan pengaruh proses terhadap
lingkungan. Variabel output dapat dibagi menjadi dua:
U
a. Variabel terukur
Variabel terukur adalah jika nilai variabel yang dapat diketahui dengan
pengukuran secara langsung.
b. Variabel tidak terukur
Variabel tidak terukur adalah nilai variabel yang tidak dapat diukur secara
langsung.
B. Tujuan
1. Mempelajari kelakuan proses dinamik yaitu proses pengosongan tangki
2. Menentukan parameter proses pengosongan tangki.
C. Dasar Teori
Dinamika proses merupakan variabel unjuk kerja proses dari waktu ke waktu
sebagai respon terhadapnya. Untuk mendapatkan kelakuan dinamik dari proses kimia,
persamaan keadaan yang digunakan untuk memodelkan harus diintegralkan. Sebagian
rta
ya ia
besar sistem proses adalah non linear, sehingga harus diubah menjadi sistem linear
og im
dengan pendekatan transformasi variabel yang tepat. Dinamika proses mempelajari
ka
respon sistem proses dengan adanya perubahan terhadap proses. Proses yang dinamik
" Y ik K
merupakan fungsi waktu. Perubahan terhadap sistem proses dapat kita lihat dari
gambar berikut :
an n
Gangguan eksternal
er ek
Variabel
"V an
dh
A F2 (3)
dt
Jika laju alir yang keluar dari tangki dimodelkan sebagai fungsi ketinggian muka air:
F2 k.h n (4)
Maka persamaan (4) diubah menjadi bentuk
dh
A k .h n (5)
dt
Adapun untuk neraca energi, persamaan yang berlaku adalah sebagai berikut:
rta
ya ia
d VC p T
UA TL T (6)
dt
og im
ka
Jika diasumsikan , V, U, A dan Cp konstan, maka persamaan (8) dapat diubah menjadi
bentuk: " Y ik K VC p dT
T TL (7)
UA dt
an n
Persamaan (9) diselesaikan dengan menentukan dua kondisi batas, yaitu T=T0 pada
er ek
t=0 dan T=T pada t=t, serta dengan mendefinisikan variabel-variabel berikut:
et T
VC p
Y=T-T0; X=TL-T0; dan (konstanta waktu)
UA
"V an
1 e (8)
X
PN ru
1. Alat
a. Tangki f. Pemanas
b. Termometer g. Gelas beaker
c. Stopwatch h. Ember
U
d. Meteran
e. Kran
2. Bahan
a. Air
b. Es
Keterangan :
1. Tangki
2. Kran
3. Meteran
h 1
2
Gambar 6. Rangkaian alat pengosongan tangki
rta
ya ia
1 Keterangan :
og im
1. Termometer
ka
2. Pemanas
3 " Y ik K 3 3. Gelas beker
2
an n
Gambar 7. Rangkaian alat dinamika pengukuran suhu
er ek
E. Cara Kerja
et T
Langkah Kerja
"V an
2. Buka kran dan secara bersamaan hidupkan stopwatch lalu hitung waktu
PN ru
3. Isi gelas beaker dengan air, kemudian panaskan hingga suhu 90 °C.
4. Masukkan es batu ke dalam wadah. Setelah air mendidih, catat suhunya
sebagai suhu awal termometer, kemudian pindahkan gelas beaker ke dalam
wadah berisi es batu. Hidupkan stopwatch.
5. Amati dan catat waktu untuk tiap perubahan suhu 5 °C.
Dingin Panas
1. Dinginkan air yang dipakai pada proses panas dingin hingga 10 °C. Catat
sebagai suhu awal.
2. Panaskan gelas beaker dan hidupkan stopwatch
3. Amati dan catat waktu untuk tiap perubahan suhu 5 °C hingga suhu akhir 90
°C.
Analisis Perhitungan
rta
ya ia
a. Luas permukaan tangki
og im
1 2
ka
A D (10)
4
" Y ik K
b. Perubahan ketinggian cairan setiap perubahan waktu
dh h2 h1
(11)
dt t2 t1
an n
dh h2 h1
er ek
(12)
dt 2
et T
x. y a x2 x.b (14)
s
Maka diperoleh :
PN ru
n x. y x. y
a 2
(15)
n x2
Ju
x .
y. x 2 x. y
b 2
(16)
n x2 x .
dengan : ( ); ( )
U
. (18)
dilinierisasi menjadi :
ln ln + ln (19)
(20)
dengan :
= ln (21)
= ln ; ; = ln
b. Penentuan konstanta waktu termometer
Persamaan (9) dilinearisasi menjadi:
Y 1
ln 1 t (9)
rta
X
ya ia
Kemudian digunakan metode least square untuk menentukan nilai konstanta
og im
ka
waktu tersebut dengan persamaan least square: y=ax, dengan
y " Y ik K
ln 1
Y
X
; a
1
; dan x = t
an n
F. Daftar Pustaka
er ek
Anonim. 2015. “Jangka Sorong, Pengertian, dan Cara Kerjanya”. Diakses dari
http://www.alatukur.web.id/jangka-sorong-pengertian-dan-cara-kerjanya/ pada
et T
Harriot, P., 1992. Proses Control, McGraw Hill Book Inc., New York.
Kumara, Ir.Tatang.2008. Dinamika Proses. Banten: Laboratorium Operasi Teknik
Ju
Suhu lingkungan : °C
Ketinggian tangki mula-mula : cm
Diameter tangki : cm
Jumlah keran : buah
Tabel 1. Hubungan antara waktu dengan perubahan diameter pipa pada proses
rta
ya ia
pengosongan tangki
og im
ka
H(cm) Waktu (detik)
No. " Y ik K
Manual Aktual D1 = cm D2 = cm D3 = cm
1
an n
2
er ek
3
4
et T
5
"V an
6
7
s
8
PN ru
9
Ju
10
U
MODUL 12
PEMANASAN TANGKI HORIZONTAL BERPENGADUK
MODUL 12 PEMANASAN TANGKI HORIZONTAL BERPENGADUK
A. Latar Belakang
Suatu pembangunan pabrik kimia didasarkan pada penyusunan atau perangkaian
dari sejumlah unit pengolahan yang saling berintegrasi satu sama lain secara sistematik
maupun rasional. Adapun tujuan dari pengoperasian pabrik secara keseluruhan adalah
mengubah (mengkonversi) bahan baku menjadi produk yang lebih bernilai guna.
rta
Namun di dalam pengoperasiannya pabrik akan selalu mengalami gangguan
ya ia
(disturbance) dari lingkungan eksternal. Selama beroperasi, pabrik harus terus
og im
ka
mempertimbangkan aspek keteknikan, keekonomisan, dan kondisi sosial (lingkungan
sekitar). " Y ik K
Perubahan atau fluktuasi Process Variables (PV) didalam suatu pabrik
mempengaruhi kinerja proses. Kelakuan dinamik dari Process Variables (PV) sangat
an n
penting untuk diketahui guna mendukung tercapainya tujuan proses. Selain itu,
er ek
temperatur dapat diperoleh model matematis yang sesuai dengam sistem pemanas tanki
horizontal berpengaduk, dan diperoleh respon suhu keluaran terhadap waktu.
Ju
B. Tujuan Percobaan
1. Menyusun persamaan matematis untuk mempelajari dinamika suhu pada sistem
tangki pemanas berpengaduk berbentuk horizontal (PTHB).
U
2. Mempelajari dinamika respon suhu (T) terhadap perubahan input (adanya gangguan).
3. Menghitung nilai gain process (Kp), gain process suhu umpan (K1), gain process
suhu gangguan (K2), konstanta waktu ( ), dan konstanta waktu proses ( p).
C. Dasar Teori
Dalam percobaan, fungsi dan transformasi Laplace tersebut digunakan untuk
menghitung dan mengetahui perubahan dinamik pada suhu air di dalam sistem PTHB
(Pemanas Tangki Horizontal Berpengaduk).
rta
ya ia
Penyelesaian persamaan diferensial dengan menggunakan transformasi Laplace
og im
beranggapan bahwa kondisi awal merupakan kondisi tunak (steady state) dan semua
ka
variabel dinyatakan dengan prosedur penyelesaian term deviasi. Sistematika
" Y ik K
transformasi Laplace:
1. Menyusun persamaan diferensial neraca massa atau neraca panas yang
terjadi pada sistem dalam keadaan steady dan unsteady
an n
er ek
d
Fi C p Ti (t ) F C p T (t ) he Ae Te (t ) T (t ) V C pT (t ) (1)
dt
Jika digunakan asumsi densitas dan kapasitas panas konstan, serta laju alir air masuk
dan keluar tangki sama, maka persamaan (1) dapat disederhanakan menjadi
U
he Ae V dT (t )
Ti (t ) T (t ) Te (t ) T (t ) (2)
F Cp F dt
he Ae V
Dengan membuat parameter baru: K p dan p , maka persamaan (2)
F Cp F
menjadi:
dT (t )
Ti (t ) T (t ) K p Te (t ) T (t ) p (3)
dt
Dengan manipulasi matematis, persamaan (3) dibuat ke dalam bentuk:
dT (t )
K1Ti (t ) K 2Te (t ) T (t ) (4)
dt
Di mana:
1 Kp p
K1 ; K2 ; dan
1 Kp 1 Kp 1 Kp
Untuk kondisi steady-state, persamaan (4) menjadi:
dT (s)
K1Ti (s) K 2Te ( s) T ( s) (5)
dt
Eliminasi ke persamaan (4) menjadi:
rta
d T (t ) T (s )
ya ia
K1 Ti (t ) Ti (s ) K 2 Te (t ) Te ( s) T (t ) T ( s ) (6)
dt
og im
ka
Dengan term deviasi menjadi parameter tersendiri, maka persamaan (6) menjadi:
Jika suhu koil dibuat konstan, maka Te(s) = 0, sehingga persamaan (9) menjadi
K1
s
Untuk gangguan berupa fungsi step, maka persamaan (10) diubah menjadi:
Ju
K1 M
T ' ( s) (11)
s 1 s
Diselesaikan dengan penyelesaian limit:
K1 M A B
(12)
U
s 1 s 1 s
s
Dengan
K1M 1
A lim1 s K1M (13)
s 1
s s
K1M
B lim s K1M (14)
s 0
1
s s
T (t ) T ( s ) K1M 1 e (17)
rta
ya ia
D. Alat dan Bahan
og im
ka
1. Alat
" Y ik K
Alat utama
Pemanas tangki horizontal berpengaduk
Alat pembantu
an n
a. Gelas beaker
er ek
b. Gelas ukur
et T
c. Termometer
d. Stopwatch
"V an
2. Bahan
s
Air
PN ru
Keterangan Alat :
1. Tangki Horizontal
Ju
2. Tangki Umpan
3. Tangki Gangguan
4. Tangki Gangguan cadangan
5. Tangki Umpan cadangan
U
E. Cara Kerja
Langkah Kerja
1. Percobaan Pendahuluan
a. Isi air pada tangki horizontal hingga penuh
b. Buka kran buangan PTHB dan tamping air yang keluar
c. Ukur volume air keluar menggunakan gelas ukur
2. Percobaan Kondisi Tunak
a. Isi tangki umpan dengan air hingga penuh
b. Hidupkan pompa pada tangki umpan cadangan dan buka kran pada tangki
rta
ya ia
umpan
og im
c. Atur bukaan kran tangki umpan hingga alirannya menjadi overflow
ka
d. Lakukan pengukuran suhu awal pada tangki umpan
" Y ik K
3. Percobaan Kondisi Dinamik
a. Hidupkan pemanas pada PTHB dan ukur suhu keluar PTHB setiap selang waktu
an n
1 menit sampai suhu konstan
er ek
d. Nyalakan pompa pada tangki gangguan cadangan dan atur kran pada tangki
gangguan dan tangki umpan hingga alirannya overflow
s
e. Ukur suhu air keluar pada PTHB setiap selang waktu 1 menit sampai
PN ru
Analisis Perhitungan
1. Mencari nilai dan
he Ae
Kp
F Cp
U
V
p
F
2. Mencari nilai , 1, 2
p 1 Kp
; K1 ; K2
1 Kp 1 Kp 1 Kp
3. Pada kondisi tunak, cari hubungan suhu dan waktu dari data yang diperoleh saat
percobaan. Buat grafik hubungan antara waktu dengan suhu.
4. Pada kondisi dinamik, cari hubungan waktu dan suhu untuk menghitung proses
dinamik. Untuk data suhu keluar PTHB, gunakan transformasi Laplace dari
persamaan diferensial yang diperoleh dari dari cara kerja sistem:
( )
( )= + ( )( )
( )
= + . . (1 )
Inversi dari transformasi Laplace di atas digunakan untuk menghitung suhu keluar
PTHB.
5. Persen Kesalahan (% kesalahan)
rta
ya ia
% = . 100%
og im
ka
F. Daftar Pustaka" Y ik K
Smith, C.A., Corripio, A.B.1997.Principles and Practice of Automatic Process Control
Perhitungan Percobaan
Volume PTHB (V) = liter
Kapasitas panas air (Cp) = J/gr °C
Suhu air awal = °C
Densitas air ( ) = g/cm3
Laju aliran volumetrik (Fi) = cm3/s
Luas permukaan koil (Ae) = cm2
Koefisien konveksi (he) = W/m2 °C
Laju perpindahan panas koil (Qe) = W
rta
ya ia
No Waktu (detik) Suhu (°C) No Waktu (detik) Suhu (°C)
og im
1 26
ka
2 27
3
4
" Y ik K 28
29
5 30
an n
6 31
er ek
7 32
8 33
et T
9 34
10 35
"V an
11 36
12 37
s
13 38
PN ru
14 39
15 40
Ju
16 41
17 42
18 43
19 44
20 45
U
21 46
22 47
23 48
24 49
25 50
rta
ya ia
10 35
11
og im
36
ka
12 37
13 " Y ik K 38
14 39
15 40
16 41
an n
17 42
er ek
18 43
19 44
et T
20 45
21 46
"V an
22 47
23 48
s
24 49
PN ru
25 50
Ju
U