Enok Cucu Suciani - JNR0200016 - LP Colic Renal
Enok Cucu Suciani - JNR0200016 - LP Colic Renal
Enok Cucu Suciani - JNR0200016 - LP Colic Renal
Dosen Pembimbing:
Ns. Aria Pranatha, S.Kep, M.Kep
Ns. Aditya Puspanegara, S.Kep, M.Kep
Oleh:
ENOK CUCU SUCIANI
JNR0200016
Puji syukur kami pamjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas “Laporan Kasus Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan: Colic Renal”. Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
Keperawatan terutama mengenai Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Colic
Renal.
Terselesaikannya tugas ini tidak terlepas dari peranan pihak-pihak yang
membantu dalam proses bimbingan. Untuk itu kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada Pembimbing Akademik Bapak Ns. Aria Pranatha, S.Kep, M.Kep,
dan Bapak Ns. Aditya Puspanegara, S.Kep., M.Kep, kepada Pembimbing Klinik
RSU KMC Luragung Ibu Ns. Santy W, S.Kep, Ibu Ilah H, A.Md.Kep, Ibu Iik
Jimah A, A.Md.Kep dan juga untuk teman-teman dan orang tua yang selalu
memberikan dukungan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih sangat sederhana dan masih
mempunyai banyak kekurangan. Maka dari itu, besar harapan kami agar tulisan
ini dapat diterima dan nantinya dapat berguna bagi semua pihak. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... iv
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: COLIC RENAL
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi ..................................................................................................................1
2. Anatomi Fisiologi Otak .........................................................................................1
3. Manifestasi.............................................................................................................5
4. Etiologi ..................................................................................................................6
5. Patofisiologi dan Pathway .....................................................................................7
6. Komplikasi...........................................................................................................10
7. Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................................10
8. Penatalaksanaan ...................................................................................................12
9. Pencegahan ..........................................................................................................13
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: COLIC RENAL
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian ...........................................................................................................14
2. Diagnosa Keperawatan ........................................................................................18
3. Intervensi Keperawatan .......................................................................................22
4. Implementasi Keperawatan .................................................................................27
5. Evaluasi/ Catatan Perkembangan ........................................................................27
LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. R
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: COLIC RENAL
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................47
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERKEMIHAN: COLIC RENAL
1
Menurut Saputra (2014) ginjal merupakan suatu organ bervaskuler
banyak yang berbentuk seperti kacang. Ginjal terdiri dari tiga bagian,
diantranya:
a. Korteks renalis (bagian luar): mengandung mekanisme penyaringan darah
dan dilindungi oleh kapsul berfibrosa dan lapisan lemak.
b. Medula renalis (bagian tengah): mengandung 8 sampai 12 piramida ginjal
(biji berlurik yang sebagian besar tersusun dari struktur tubular).
c. Pelvis renalis (bagian dalam): menerima urine melalui kalises mayor.
Pada potongan sagital ginjal terdapat 2 bagian yaitu bagian tepi luar
ginjal yang disebut korteks dan bagian dalam ginjal yang berbentuk segitiga
disebut pyramid ginjal atau bagian medulla ginjal. Didalam ginjal terdapat
satuan fungsional ginjal yang paling kecil, yaitu nefron. Tiap ginjal terdiri dari
sekitar 1,2 juta nefron. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler yaitu
glomerulus dan komponen tubulus, keduannya secara struktural dan fungsional
bekaitan erat (Sloane, 2003).
Setiap nefron merupakan saluran yang tipis (dengan diameter 20- 50 m)
dan memiliki bentuk yang memanjang/elongasi (dengan panjang 50 mm).
Nefron terdiri dari saluran berujung buntu (blind end) yang melebar. Kapsul
bowman yang diikuti oleh tubulus kontotus proksimal, ansa Henle serta tubulus
kontortus distal (Marya, 2013)
Nefron terdiri dari beberapa bagian antara lain sebagai berikut:
a. Glomerulus
Glomerulus adalah masa kapiler yang berbentuk bola yang terdapat
sepanjang arteriol, fungsinya untuk filtrasi air dan zat terlarut dalam darah.
Glomerulus juga merupakan gulungan gulungan kapiler yang dikelilingi
kapsul epitel berdinding ganda disebut kapsul bowman (Sloane, 2003).
b. Kapsul bowman
Kapsul bowman merupakan suatu pelebaran nefron yang dibatasi oleh
epitel yang menyelubungi glomeulus untuk mengumpulkan zat terlarut yang
difiltrasi oleh glomerulus (Sloane, 2003).
c. Tubulus kontroktul proksimal
Tubulus kontroktul proksimal merupakan bagian utama nefron.
Tubulus ini dilapisi oleh lapisan tunggal sel epitel yang memperlihatkan suatu
2
brush border yang menonjol pada permukaan lumen dan sejumlah besar
mitokondria dan sitoplasma. Karasteristik histologik epitel tubulus kontroktus
proksimal ini mungkin berkolerasi dengan aktivitas reabsorpsinya yang luas.
Cairan yang difiltrasi akan mengalir ketubulus kontrotus proksimal. Letak
tubulus ini didalam korteks ginjal, sepanjang 15 mm dengan diameter 50-60
mm. Bentuknya berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang lurus yang
berjalan kearah medulla, yaitu ansa henle (Marya, 2013).
d. Ansa henle
Ansa henle terdiri dari segmen desenden yang tebal yang struktur serta
fungsinya serupa dengan tubulus kontroktus proksimal, lalu segmen tipis
yang berjalan turun kedalam medulla hingga kedalaman yang beragam untuk
membentuk sebuah ansa (gulungan/loop), dan segmen asenden yang tebal
yang struktur serta fungsinnya serupa dengan tubulus kontortus distal.
Dengan menimbulkan hiperosmolalitas pada interstisium medularis, ansa
henle memainkan peranan yang penting dalam mekanisme pemekatan urin
pada ginjal (Marya, 2013).
e. Tubulus kontortus distal
Tubulus kontortus distal merupakan segmen nefron diantara macula
densa dan duktus koligentes. Sel-sel ditandai dengan tidak adanya brush
border dan memiliki banyak mitokondria pada tepi basalis yang menunjukkan
peranan sekresi pada sel-sel tersebut (Marya, 2013).
f. Duktus koligentes atau duktus pengumpul
Duktus koligentes merupakan saluran pengumpul yang akan
menerima cairan dan zat terlarut dari tubulus distal. Duktus koligers berjalan
dari dalam berkas medulla menuju ke medulla.
Setiap duktus pengumpul yang berjalan kearah medulla akan
mengosongkan urin yang telah terbentuk kedalam pelvis ginjal (Sloane,
2003).
3
Gambar 2 Struktur Nefron Ginjal
Pembentukan Urin
Menurut Saputra (2014) urine dihasilkan dari tiga proses yang terjadi di
nefron: filtrasi oleh glomerulus, reabsorsi oleh tubulus dan sekresi oleh tubulus.
a. Pada filtrasi oleh glomerulus: Transpor aktif dari tubulus kontortus
proksimal menyebabkan reabsorsi Na+ dan glukosa ke sirkulasi terdekat.
4
Osmosis kemudian menyebabkan reabsorsi H2O
b. Pada reabsorsi tubulus: Suatu zat bergerak dari filtrat kembali dari tubulus
kontortus distal ke kapiler peritubuler. Transfor aktif menyebabkan reabsorsi
Na+. Adanya ADH menyebabkan reabsorsi H2O.
c. Pada sekresi oleh tubulus: suatu zat berpindah dari kapiler peritubuler ke
dalam filtrat tubulus. Kapiler peritubuler kemudian mensekresikan NH3 dan
H+.
3. Manifestasi Klinis
Gejala utama kolik renal ini adalah nyeri dengan onset akut dan
intensitas berat, unilateral yang berawal dari daerah pinggang atau daerah
flank yang menyebar ke labia pada wanita dan pada paha atau testis pada
laki-laki. Nyeri berlangsung beberapa menit atau jam, dan terjadi spasme
otot bersifat hilang timbul. Nyeri biasanya sangat berat dan merupakan
pengalaman buruk yang pernah dialami pasien. Derajat keparahan nyeri
tergantung pada derajat obstruksi dan ukuran batu. Posisi batu juga
berhubungan dengan penyebaran nyeri. Kolik biasanya disertai dengan mual,
muntah, sering BAK, disuria, oliguria dan hematuria (Masarani dkk, 2007).
Kolik renal muncul oleh karena hasil dari obstruksi saluran kemih
oleh batu pada area anatomi yang sempit di ureter, Pelvic Ureter Junction
(PUJ), Vesico Ureteric Juntion (VUJ). Lokasi nyeri berhubungan dengan
prediksi letak batu namun bukan merupakan hal yang akurat. Batu yang
berada pada Pelvic Uretra Junction (PUJ) biasanya nyeri dengan derajat
berat pada daerah sudut kostovertebra dan menyebar sepanjang ureter dan
gonad. Jika batu pada midureter, maka rasa nyeri sama dengan batu di PUJ,
namun pasien mengeluhkan nyeri tekan pada regio abdominal bawah
(Masarani dkk, 2007).
Batu yang berada pada daerah distal ureter akan menimbulkan rasa
nyeri yang menyebar ke paha serta ke testis pada laki-laki dan ke labia
mayor pada perempuan. Pada pemeriksaan fisik didapati pasien banyak
bergerak untuk mencari posisi tertentu untuk mengurangi nyeri dan hal ini
sangat kontras dengan iritasi abdomen yaitu dimana pasien dengan posisi
diam untuk mengurangi nyeri. Selain itu juga didapati nyeri pada sudut
5
kostovertebra ataupun pada kuadran bawah. Hematuria masif sekitar 90%.
Namun absen hematuri tidak mengeksklusi adanya BSK. Mual dan muntah
juga muncul oleh karena distensi sistem saraf splanchnic dari kapsul renal
dan usus (Kallidonis dkk, 2011).
4. Etiologi
Nyeri colic renal muncul ketika sebuah batu bersarang di saluran kemih.
Pada kebanyakan kasus, nyeri colic ginjal berasal dari. Batu yang tersangkut
melebarkan ureter sehingga menyebabkan rasa nyeri yang hebat. Batu pada
saluran kemih terjadi pada sekitar 12% pria dan 6% wanita. Angka terjadinya
colic renal meningkat karena perubahan pola makan dan kebiasaan gaya hidup
(Honestdoct, 2020).
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena batu saluran
kemih, adalah sebagai berikut (Brunner & Suddarth, 2002: 1460).
a. Faktor Predisposisi
1) Hiperkalsiuria : jumlah kalsium urine berlebih
2) Hiperoxaluria : adalah produksi oksalat yang berlebihan
3) Hiperuritusuria : mempengaruhi pertumbuhan batu kalisum oksalat
b. Faktor Predisposisi
1) Faktor Endogen yaitu factor genetic familial, misalnya pada :
a) Hiperkalsiura primer: kelainan metabolik dini dapat berupa
hiperabsorbsi kalisum dalam pencernaan atau penurunan reabsorbsi
kalsium dalam tubuli ginjal sehingga terjadi hiperkalsiurria.
b) Hiperoxaluria: suatu kelainan herediter yang diturunkan secara
resersif.
c) Faktor keturunan: anggota keluarga penderita batu urine lebih banyak
kemungkinan menderita penyakit yang sama dibanding dengan
keluarga bukan penderita batu urine.
d) Jenis kelamin: pria lebih banyak menderita batu kandung kemih
dibanding dengan wanita
e) Ras: batu kandung kemih lebih sering dijumpai di Asia dan Afrika,
sedangkan di Amerika (baik kulit putih dan kulit hitam) dan Eropa
jarang.
6
2) Faktor eksogen
a) Pekerjaan: pekerja kasar dan petani lebih banyak bergerak
dibandingkan dengan pegawai kantor, penduduk kota yang lebih
banyak duduk di waktu bekerja, ternyata lebih sedikit menderita batu
ureter.
b) Air: banyak minum dapat menyebabkan diuresis, mencegah
pembentukan batu. Kurang minum mengurangi diuresis, kadar
substansi dalam urine meningkat, mempermudah pembentukan batu.
c) Diet : mempunyai resiko terjadinya batu
d) Keadaan sosial ekonomi : di negara maju/industri atau golongan
sosial ekonomi yang tinggi lebih banyak makan protein, terutama
protein hewani, juga karbohidrat dan gula, ini lebih sering menderita
batu urine bagian atas. Sedangkan pada negara berkembang atau
orang yang sering makan vegetarian dan kurang protein hewani
sering menderita urine bagian bawah.
e) Suhu, infeksi, obat-obatan
7
menstimulasi sintesis dan pelepasan prostaglandin sehingga terjadi
vasodilatasi dan diuresis dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan
tekanan intrarenal. Prostaglandin berperan langsung pada ureter untuk
spasme otot polos ureteral. Permanen obstruksi saluran kemih oleh karena
BSK, menyebabkan lepasnya prostaglandin sebagai respon terhadap
inflamasi. Beberapa waktu pertama obstruksi ini perbedaan tekanan antara
glomerulus dan pelvik menjadi sama sehingga berakibat GFR (Glomerular
Filtration Rate) dan aliran darah ginjal menurun. Jika obstruksi ini tidak
diatasi maka dapat terjadi gagal ginjal akut (acute renal failure) (Masarani
dkk, 2007).
8
Gambar 3 Pathway Colic Renal
9
6. Komplikasi
Menurut Putri & Wijaya (2013), komplikasi untuk penyakit batu saluran
kemih adalah:
a. Obstruksi ; menyebabkan hidronefrosis
b. Infeksi
c. Gangguan fungsi ginjal.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:
a. Urinaalisa
Urin dipstik dapat digunakan untu menegakkan suatu diagnosa
kolik renal dan untuk mengeksklusi infeksi. Biasanya ditemukan
hematuria yaitu terdapatnya eritrosit pada urinalisa yang mendukung
suatu diagnosa akut kolik renal. Jika tidak ditemukan hematuria bukan
berarti diagnosa ini dapat dieksklusi. Sedangkan adanya nitrit dan leukosit
esterase pada urin menandakan suatu infeksi (Renal colic diagnosis and
treatment.PALmed., 2008)
b. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen meliputi Kidney Ureter Blader (KUB)
memiliki sensitifitas 45-60% . Keadaan yang dapat mempersulit diagnosa
ini yaitu jika didapati keadaan faecolith dan phlebiliths (kalsifikasi
abdomen dan pelvik). KUB tidak dapat memvisualisasi batu radiolusen
(10-20%).
Foto polos abdomen memiliki kelemahan yaitu akan sulit
mendeteksi batu urat radiolusen, batu dengan ukuran kecil yang terletak
sejajar tulang, interprestasi sulit dan sedikit sensitif untuk obstruksi. Foto
Kidney, Ureter, Bladder ini dapat menilai ukuran, bentuk dan lokasi dari
BSK pada pasien.Sebagai contoh kita dapat melihat foto KUB berikut:
10
Gambar 4 KUB x ray menunjukkan batu radioopak 7 mm berada pada sisi
lateral dari processus transversus L2
(Sunber: Renal colic diagnosis and treatment.PALmed., 2008)
c. Ultrasonografi
Ultrasonograpi dapat menilai BSK pada daerah PUJ, VUJ dan
pelvik renal serta kaliks. Ultrasonograpi merupakan pilihan yang aman
pada wanita hamil. Sensitif dalam menilai obstruksi, namun bergantung
kepada operator dan sulit dalam menilai batu berukuran kecil pada ureter
(Renal colic diagnosis and treatment.PALmed., 2008).
d. Intravenous Urography (IVU)
Intravenous urography (IVU) merupakan gold standar untuk
mendiagnosa kolik renal. IVU ditemukan pertama kali pada tahun 1923.
IVU ini dapat memberikan informasi struktral dan fungsional dari renal
yang terdiri dari ukuran dan derajat obstruksi. IVU dapat mendeteksi
sekitar kasus sekitar 70 -90%. Namun IVU hanya dapat mendeteksi batu
radioopak (80-90%). Beberapa efek negatif IVU yaitu paparan radiasi,
resiko nefrotoksik dan alergi kontras.
Insiden terjadinya nefrotoksik oleh karena kontras ± 1%,
sedangkan pada kondisi dengan gangguan ginjal sebelumnya serta
Diabetes Melitus (DM) insiden terjadinya yaitu ± 25%. Sedangkan alergi
zat kontras yaitu 5-10% meliputi reaksi ringan berupa : muntah dan
11
urticaria, sedangkan reaksi berat berupa bronkospasme dan reaksi
anapilaktik ( yaitu 157 per 100000 kasus). Insiden ini dapat dicegah
melalui pemberian kontras dengan osmolalitas rendah (Masarani dkk,
2007.
Berikut ini gambar IVP pasien:
Gambar 5 IVP
(Sumber: Renal colic diagnosis and treatment.PALmed, 2008)
8. Penatalaksanaan
Menurut Putri & Wijaya (2013), tujuan penatalaksanaan batu saluran
kemih adalah menghilangkan obstruksi, mengobati infeksi, menghilangkan rasa
nyeri, serta mencegah terjadinya gagal ginjal dan mmengurangi kemungkinan
terjadinya rekurensi. Adapun mencapai tujuan tersebut, dapat dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Diagnosis yang tepat mengenai adanya batu, lokasinya, dan besarnya batu
b. Menentukan adanya akibat-akibat batu saluran kemih seperti : rasa nyeri,
obstruksi disertai perubahan-perubahan pada ginjal, infeksi dan adanya
gangguan fungsi ginjal.
c. Menghilangkan obstruksi, infeksi dan rasa nyeri.
12
d. Mencari latar belakang terjadinya batu.
e. Mengusahakan penceghan terjadinya rekurensi
Penatalaksanaan secara umum pada obstruksi saluran kemih bagian
bawah diantaranya sebagai berikut:
a. Cystotomi ; salah satu usaha untuk drainase dengan menggunakan pipa
sistostomy yang ditempatkan langsung didalam kandung kemih melalui insisi
supra pubis.
b. Uretrolitotomy ; tindakan pembedahan untuk mengangkat batu yang berada
di uretra.
Menurut Purnomo dalam Wardani (2014) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilaukan yaitu Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL) merupakan
tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini digunakan
gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk memecah batu
dan Tindakan endourologi merupakan tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung
kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui
insisi kecil pada kulit.
9. Pencegahan
Cara mencegah colic renal sebenarnya cuku psederhana, yaitu dengan
menjalankan gaya hidup yang sehat diantaranya adalah (Alodokter, 2018):
a. Banyak minum air putih, yaitu sekitar 2 – 3 liter setiap hari. Hal ini dapat
mencegah penderita dari dehidrasi dan mencegah produk limbah tubuh
terlalu pekat yang berisiko membentuk batu ginjal. Dalam kondisi cuaca
panas, disarankan minum lebih banyak lagi.
b. Tidak berlebihan dalam mengonsumsi makanan sarat kalsium. Konsumsi
suplemen kalsium juga sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu pada
dokter.
c. Mengurangi konsumsi daging, unggas, atau ikan untuk mencegah batu jenis
asam urat.
13
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: COLIC
RENAL DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU KMC LURAGUNG
2021
14
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya, riwayat kolik renal
atau bladder tanpa batu yang keluar, riwayat trauma saluran kemih.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya ISK kronik, dan penyakit atau kelainan ginjal lainnya.
5) Riwayat Alergi
a) Apakah klien alergi terhadap makanan
b) Apakah klien alergi terhadap obat
c) Apakah klien memiliki alergi? Jika YA, alergi terhadap apa?
6) Aktivitas Dasar
Tabel 1 Aktivitas Klien dengan Colic Renal
No Aktivitas Keterangan
1 Makan/ Minum Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan
abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat
atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan
cairan, tidak cukup minum, terjadi distensi
abdomen, penurunan bising usus.
2 Toileting Pada klien dewasa atau lansia dengan colic
renal memungkinkan untuk terjadi jatuh saat
ke kamar mandi, sehingga aktivitas ini harus
dibantu.
3 Personal Hyegine Kaji perubahan aktifitas perawatan diri
sebelum dan selama dirawat di rumah sakit.
4 Berpakaian Klien berpakaian mandiri
5 Mobilisasi dari Klien akan dibantu untuk melakukan
tempat tidur mobilisasi
6 Berpindah Kaji tentang pekerjaan yang monoton,
lingkungan pekerjaan apakah pasien terpapar
suhu tinggi, keterbatasan aktivitas misalnya
karena penyakit yang kronis atau adanya
cedera pada medulla spinalis.
7 Ambulasi Klien akan dibantu untuk melakukan ambulasi
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Keadaan ketika dikaji: baik, sedang/ lemah
2) Kesadaran : Composmentis
3) GCS : E: 4 | V: 5 | M: 6
4) Tanda – Tanda Vital
a) Tekanan Darah : Biasanya terjadi peningkatan tekanan darah
b) Nadi : Normal 60 – 100 kali per menit
15
c) Respirasi : Normal 12 – 20 kali per menit
d) Suhu : Normal 36,5 – 37,5oC
e) SpO2 : Normal 95 – 100%
5) Berat badan : Tanyakan berat badan klien
6) Tinggi badan : Tanyakan tinggi badan klien
7) Pemeriksaan Head to Toe
16
atau tidak.
Abdomen : Adanya nyeri Palpasi
kolik ginjal
menyebabkan dilakukan
pasien untuk
terlihat mual mengidentif
dan muntah ikasi massa,
pada
beberapa
ginjal dapat
terada ginjal
pada sisi
sakit akbiat
hidronefrosi
s
Ekstremitas : Tidak ada Tidak ada
Atas hambatan kelainan
pergerakan
sendi pada
saat berjalan,
duduk dan
bangkit dari
posisi duduk,
deformitas
dan fraktur.
Ekstremitas : Tidak ada Tidak ada
Bawah hambatan kelainan
pergerakan
sendi pada
saat berjalan,
duduk dan
bangkit dari
posisi duduk,
deformitas
dan fraktur.
Genetalia : Pada
eliminasi
urine terjadi
perubahan
akibat adanya
hematuria,
retensi urine
dan sering
miksi.
17
d. Pemeriksaan Penunjang
Klien akan melakukan pemeriksaan urinalisa, foto polos abdomen,
USG, Inravenous Urography.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data
18
Respon edeme:
peningkatan tekanan
hidrostaltik dan
distensi piala ginjal
serta ureter
Retensi urine
3 Data Subjektif: Pelepasan ADH D.0080
a. Merasa khawatir Ansietas
dengan kondisi yang
dihadapi Konsenterasi larutan
b. Sulit berkonsentrasi dan PH urine
c. Klien mengeluh
pusing Proses kristalisasi
d. Klien merasa tidak
berdaya
Penegndapan batu
Data Objektif:
a. Tampak gelisah Pembentukan batu
b. Tampak tegang ginjal
c. Sulit tidur
d. TTV abnormal
Respon infeksi: infeksi
akibat iritasi batu
Nyeri kolik,
Hematuria, puria,
Sering miksi, respon
sistemik akibat nyeri
kolik (mual, muntah,
anoreksia)
Pemeriksaan
diagnosis, prognosis
pembedahan, respons
psikologis
Ansietas
4 Data Subjektif: Pelepasan ADH D.0111
a. Klien mengatakan Defisit
tidak tau tentang Pengetahuan
penyakitnya Konsenterasi larutan
dan PH urine
19
Data Objektif: Proses kristalisasi
a. Menunjukan perilaku
tidak sesuai anjuran
b. Menjalani Penegndapan batu
pemeriksaan yang
tidak tepat Pembentukan batu
ginjal
Respon infeksi: infeksi
akibat iritasi batu
Nyeri kolik,
Hematuria, puria,
Sering miksi, respon
sistemik akibat nyeri
kolik (mual, muntah,
anoreksia)
Pemeriksaan
diagnosis, prognosis
pembedahan, respons
psikologis
Kurang informasi
Defisit Pengetahuan
20
c. TTV abnormal
2) D.0050
Retensi urin berhubungan dengan stimluasi kandung kemih oleh batu,
iritasi ginjal atau uretra, inflamasi atau obstruksi mekanis. Dibuktikan
dengan:
DS : a. Dribling
b. Sensasi penuh pada kandung kemih
DO : a. Inkontinensia urine berlebih
b. Retensi urine 150 ml ataulebih
c. Disuria
d. Nokturia
e. Distensi kandung kemih
3) D.0080
Ansietas berhubungan dengan prognosis pembedahan, tindakan infasi
diagnostik. Dibuktikan dengan:
DS : a. Merasa khawatir dengan kondisi yang dihadapi
b. Sulit berkonsenterasi
c. Klien mengeluh pusing
d. Klien merasa tidak berdaya
DO : a. Tampak gelisah
b. Tampak tegang
c. Sulit tidur
d. TTV abnormal
4) D.0111
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit dan perawatan rutin pasca operasi. Dibuktikan
dengan:
DS : Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya
DO : Menunjukan perilaku yang tidak sesuai dengan anjuran
Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
21
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 4 Intervensi Keperawatan
22
fisik berlebihan Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 D.0050 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Eliminasi Urine (I.04152)
Retensi Urine keperawatan selama 3 s 24
jam diharapkan: Tindakan:
Definisi: 1. L.04034 Observasi:
Pengosongan kandung Eliminasi urine 1. Monitor KU
kemih yang tidak lengkap membaik, dengan kriteria 2. Monitor TTV
hasil: 3. Identifikasi tanda dan gejala retensi dan inkontinensia
Penyebab: 1. Sensasi berkemih urine
1. Peningkatan tekanan menurun 4. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi dan
ureter 2. Nokturia menurun inkontinensia urine
2. Kerusakan arkus refleks 3. Disuria menurun 5. Monitor eliminasi urine
3. Blok spingkter 4. Anuria menurun
4. Disfungsi neurologid 5. Distensi kandung Terapeutik:
(misal: trauma, penyakit kemih menurun. 1. Catat waktu – waktu dan haluaran berkemih
saraf) 2. Batasi asupan caoran, jika perlu
5. Efek agen farmakologis 3. Ambil sample urine tengah (middstream) atau kultur
(misal, atropine,
belladonna, psikotoprik, Edukasi:
antihistamin, opiate) 1. Ajarkan tanda dan gejala ISK
2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
23
3. Ajarkan mengambil spesimen urine midstream
4. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu
5. Yang tepat untuk berkemih
6. Ajarkan terapi modalitas dan penguatan otot-otot
perkemihan
7. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
8. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat supositoria urine, jika perlu
3 D.0080 Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas (I..09134)
Ansietas keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan: Tindakan:
Definisi: 1. L.09093 Observasi:
Kondisi emosional dan Tingkat ansietas klien 1. Identifikasi saat tingkat asietas berubah (mis. Komdisi,
pengalaman subjektif menurun, dengan kriteria waktu, stresor
individu terhadap objek yang hasil: 2. Identifikasi kemampuan mengambi keputusan
tidak jelas dan spesifik akibat 1) Anoreksia menurun 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
antisipasi bahaya yang 2) Keluhan pusing
menungkinkan individu menurun Terapeutik:
melakukan tindakan untuk 3) Perilaku gelisah 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhakan
menghadapi ancaman menurun kepercayaan
4) Perilaku tegang 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan. Jika
Penyebab: menurun memungkinkan
1. Krisis situasional 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
2. Kebutuhan tidak 4. Dengarkan dengan penuh prihatin
terpenuhi 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
3. Krisis maturasional 6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
4. 7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realitas tentang peristiwa yang
24
akan datang
Edukasi:
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara faktual mengenal diaognosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
7. Latih menggunakan mekanisme pertahanan diri yang tepat
8. Latih untuk relaksasi
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
4 D.0111 Setelah tilakukan tindakan Edukasi kesehatan (I.12383)
Defisit Pengetahuan keperawatan selama 1 x 24
jam diharapkan: Tindakan
Definisi: 1. L.12111 Observasi:
Ketiadaan atau kurangnya Tingkat pengetahuan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
informasi kognitif yang meningkat, dengan kriteria 2. Identifikasi kebutuhan keselamatan berdasarkan tingkat
berkaitan dengan topik hasil: fungsi fisik, kognitif dan keiasaan
tertentu. a. Perilaku sesuai dengan 3. Identifikasi bahaya keamanan di lingkungan (mis. Fisik,
pengetahuan mneingkat biologi, dan kimia)
Penyebab: b. Perilaku sesuai anjuran
1. Keteratasan kognitif meningkat Terapeutik:
2. Gangguan fungsi kognitif 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
3. 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan untul bertanya
25
Edukasi:
1. Anjurkan mengjilangkan bahaya lingkungan
2. Anjurkan menyediakan alat bantu (mis. Restrain, rel
samping, penutup pintu, pagar, pintu gerbang)
3. Informasikan nomor darurat
4. Anjurkan melakukan program skrining lingkungan(mis.
Timah, radon)
5. Ajarkan individu dan kelompok berisiko tinggi tentang
bahaya lingkungan
26
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Ada 3 tahap implementasi:
a. Fase Orientasi
Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama
kalinya bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.
b. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana
perawat mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka dari
itu perawat diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam
tentang klien dan masalah kesehatanya.
c. Fase Terminasi
Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat
meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika
dievaluasi nantinya klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang
diberikan, maka dikatakan berhasil dengan baik komunikasi terapeutik
perawat-klien apabila ada umpan balik dari seorang klien yang telah
diberikan tindakan atau asuhan keperawatan yang sudah direncanakan.
27