LP KMB Efusi Pleura

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN EFUSI PLEURA

I. Konsep Dasar Medis


a. Defenisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif
et al, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat kehadiran dan peningkatan
cairan yang luar biasa di antara ruang pleura. Pleura adalah selaput tipis yang
melapisi permukaan paru-paru dan bagian dalam dinding dada di luar paru-
paru. Di pleura, cairan terakumulasi di ruang antara lapisan pleura. Biasanya,
jumlah cairan yang tidak terdeteksi hadir dalam ruang pleura yang
memungkinkan paru-paru untuk bergerak dengan lancar dalam rongga dada
selama pernapasan (Philip, 2017).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga
pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya (Nair &
Peate, 2015).
b. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan
produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini
disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut (Morton 2012) :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekakanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura 1) Penyebab efusi pleura:
a) Infeksi
(1) Tuberkulosis
(2) Pneumonitis
(3) Abses paru
(4) Perforasi esophagus
(5) Abses sufrenik
b) Non infeksi
(1) Karsinoma paru
(2) Karsinoma pleura: primer, sekunder
(3) Karsinoma mediastinum
(4) Tumor ovarium
(5) Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditiskonstriktiva
(6) Gagal hati
(7) Gagal ginjal
(8) Hipotiroidisme
(9) Kilotoraks
(10) Emboli paru.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragi.
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagal jantung
kiri), sindrom nefrotik, asites (karena sirosishati), sindrom vena kava superior,
tumor dan sindrom meigs.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi
dan penyakit kolagen.
c. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru dan
tuberculosis.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragi.
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagal jantung
kiri), sindrom nefrotik, asites (karena sirosishati), sindrom vena kava superior,
tumor dan sindrom meigs.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi
dan penyakit kolagen.
c. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru dan
tuberculosis.
c. Patofisiologi

Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis
dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 10
cc - 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.
Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga
pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di
produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan
osmotic koloid pada pleura viceralis.

Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian


kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak
mikrovili disekitar sel-sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap
karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic koloid.
Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya
adalah infeksi tuberkulosa paru .

Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium


tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi
primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah
bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran
akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam
rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa
paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Sebab lain dapat juga dari robekkan kearah saluran getah bening yang menuju
rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena
kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang-
kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung
leukosit antara 500-2000. Mula-mula yang dominan adalah sel-sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena
adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat
menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain: Irama pernapasan tidak
teratur, frekuensi pernapasan meningkat, pergerakan dada asimetris, dada yang
lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal - hal diatas
ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan
infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan
menurun (Nair & Peate, 2015).

d. Manifestasi Klinik

Adapun manifestasi klinik dari efusi pleura yaitu :


a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan
sesak nafas.
b. Adanya gejala penyakita seperti demam, menggigil,dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberculosis), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
c. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan berkurang
bergerak dalam pernafasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi
didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk
garis melengkung (garis ellis damoiseu).
e. Didapati segi tiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis ellis damoiseu. Segitiga grocco-rochfusz, yaitu dareah
pekak kkarena cairan mendorong mediastinum kesisi lain,pada auskulasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
e. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu: (Nurarif et al, 2015)

a. Tirah baring

Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena


peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu
akan semakin meningkat pula.

b. Thoraksentesis

Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti


nyeri,dispneu, dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1 - 1,5 liter perlu
dikeluarkan untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan
efusi pleura lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat
dikalkukan 1 jam kemudian.

c. Antibiotic

Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.


Antibiotik diberi sesuai hasil kultur kuman.

d. Pleurodesis

Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberi obat melalui selang
interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan
terakumulasi kembali.

e. Water seal drainage (WSD)

Water seal drainage (WSD) adalah suatu system drainase yang menggunakan
water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura atau rongga
pleura.
f. Komplikasi
a. Fibrotoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks
meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan -
jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi)
perlu dilakukan untuk memisahkan membran - membran pleura tersebut.

b. Atalektasis

Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang


disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.

c. Fibrosis paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat


paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.

d. Kolaps Paru

Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan


ektrinsik pada sebagian/semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru.

e. Empiema

Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang


mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang
menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga
pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang
menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa sakit (Morton,
2012).
A. Prognosa
a. Pola Napas Tidak Efektif (D. 0005)
Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi penderita efusi pleura sebelum
dilakukan tindakan invasif menurut (Nurarif et al, 2015) dan (PPNI, 2017):
1) Definisi Masalah
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
2) Penyebab
ambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernafasan )
3) Gejala Dan Tanda
a) Data Mayor
(1) Subjektif
(a) Dipsnea
(2) Objektif
(a) Penggunaan otot bantu pernapasan
(b) Fase ekspirasi memanjang
(c) Pola napas yang abnormal (misalnya takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes)
b) Data Minor
(1) Subjektif
(a) Ortopnea
(2) Objektif
(a) Pernapasan pursed lip
(b) Pernapasan cuping hidung
(c) Diameter thoraks anterior posterior meningkat
(d) Ventilasi semenit menurun
(e) Kapitas vital menurun
(f) Tekanan Ekspirasi menurun
(g) Tekanan Inspirasi menurun
(h) Ekskursi dada berubah
4) Kondisi Klinis Terkait
a) Trauma thoraks
b. Nyeri Akut (D. 0077)
1) Definisi 2) Penyebab 3) Gejala dan Tanda Pengalaman sensorik atau emosioal yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia, neoplasma)
a) Data Mayor
(1) Subjektif
Mengeluh nyeri
(2) Objektif
(a) Tampak meringis
(b) Bersikap protektif
(c) Gelisah
(d) Frekuensi nadi meningkat
(e) Sulit tidur
b) Data Minor
Objektif c. Intoleransi Aktivitas (D.0056)
(a) Tekanan darah meningkat
(b) Pola napas berubah
(c) Nafsu makan berubah
(d) Proses berfikir terganggu
(e) Menarik diri
(f) Berfokus pada diri sendiri
(g) Diaforesis
4) Kondisi Klinis Terkait
Infeksi
1) Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari.
2) Penyebab
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

3) Gejala dan Tanda


a) Data Mayor
(1) Subjektif
Mengeluh lelah
(2) Objektif
Frekuensi jantung meningkat lebih dari 20% dari kondisi istirahat
b) Data Minor
(1) Subjektif (a) Dyspnea/setelah aktivitas
(b) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
(c) Merasa lemah
(2) Objektif
(a) Tekanan darah berubah lebih dari 20% dari kondisi istirahat
(b) Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas
(c) Gambaran EKG menunjukan iskemia
(d) Sianosis
4) Kondisi Klinis Terkait
a) PPOK d. Hipertermia (D. 0130)
1) Definisi 2) Penyebab
3) Gejala dan tanda
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.
Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
a) Data mayor
Objektif
Suhu tubuh diatas nilai normal
b) Data minor
Objektif
(a) Kulit merah
(b) Kejang
(c) Takikardi
(d) takipnea
(e) kulit terasa terhangat

4) kondisi terkait
proses infeksi
Defisit Nutrisi (D. 0019)
1) Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
2) Penyebab
Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Gejala dan Tanda a) Data Mayor
(1) Subjektif
(2) Objektif
Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
(1) Subjektif
(a) Cepat kenyang setelah makan
(b) Keram atau nyeri abdomen
(c) Nafsu makan menurun
(2) Objektif
(a) Bising usus hiperaktif
(b) Otot pengunyah lemah
(c) Otot menelan lemah
(d) Membran mukosa pucat
(e) Sariawan
(f) Serum albumin turun
(g) Rambut rontok berlebihan
(h) Diare
4) Kondisi Klinis Terkait
Defisit pengetahuan (D.0111)
1) Definisi
2) Penyebab
3) Gejala dan tanda
(a) Menjalani pemeriksaan yang tidak sesuai anjuran
(b) Menunjukan persepsi yang keliru terhadap masalah

Infeksi
Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang terkait dengan topic
tertentu.
Kurang terpapar informasi
a) Data mayor
(1) Subjektif
(a) Menanyakan masalah yan dihadapi
(2) Objektif
b) Data minor
Objektif
(a) Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
(b) Menunjukan prilaku berlebihan (mis. Apatis, bermusuhan, agatasi,hysteria)
4) Kondisi klinis terkait
g. Nyeri Akut (D.0077)
1) Definisi
2) Penyebab
3) Gejala dan Tanda
Penyakit kronis
Pengalaman sensorik atau emosioal yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Agen pencedera fisik ( prosedur operasi)
a) Data Mayor
(1) Subjektif
Mengeluh nyeri
(2) Objektif
(a) Tampak meringis
(b) Bersikap protektif
(c) Gelisah
(d) Frekuensi nadi meningkat
(e) Sulit tidur

b) Data Minor
Objektif
(a) Tekanan darah meningkat
(b) Pola napas berubah
(c) Nafsu makan berubah
(d) Proses berfikir terganggu
(e) Menarik diri
(f) Berfokus pada diri sendiri
(g) Diaforesis 4) Kondisi Klinis Terkait
h. Risiko infeksi (D. 0142)
Kondisi pembedahan
1) Definisi
Berisiko mengalami peningkatan terserang organism patogenik.
2) Faktor Risiko
Efek prosedur invasif
3) Kondisi Klinis Terkait
Tindakan invasive

II. Konsep Dasar Keperawatan

a. Pengkajian Keperawatan
Identitas Pasien b. Keluhan Utama
c. Riwayat Penyakit Sekarang
d. Riwayat Penyakit Dahulu
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam
dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda -tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya.
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru
dan lain sebagainya. Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali
dengan adanya tanda -tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat
pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru
dan lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
g. Pengkajian Pola Fungsi
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
2) Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi
yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
3) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
4) Pola nutrisi dan metabolisme
5) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien.
6) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
7) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan
effusi pleura keadaan umumnyalemah.
h. Pola eliminasi
i. Pola aktivitas dan latihan
j. Pola tidur dan istirahat
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan
lebih banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
digestivus.
1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh
perawat dan keluarganya.
1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
2) Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang
tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar - mandir,
berisik dan lain sebagainya.
a. Pemeriksaan Fisik Keperawatan
1. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan
anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui
dari posisi trakhea dan ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan
pasien biasanya dyspneu.
a) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya
> 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit.
b) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling
jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
c) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS-5
pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya
thrill yaitu getaran ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri.
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali per menit.

Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa
(tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah
hepar teraba.
d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
e) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping itu juga diperlukan
pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau somnolen atau comma.
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.Selain itu fungsi-
fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan dan pengecapan.
f) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial.Selain itu, palpasi
pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
g) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-
lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang,

b. Diagnostik Test

Rontgen dada, biasanya dilakukan untuk memastikan adanya efusi pleura, dimana
hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya cairan.
b. CT scan dada. CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan cairanefusi dengan
lebih jelas, serta bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
c. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan dalam
jumlah kecil.
d. Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk diperiksa
menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan pleura bisa membantu untuk
menentukan penyebabnya.
e. Biopsi. Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa.
f. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung untuk
membantu menemukan penyebab efusi pleura.
g. Torakotomi, biasanya dilakukan untuk membantu menemukan penyebab efusi
pleura, yaitu dengan pembedahan untuk membuka rongga dada. Namun, pada
sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

III. Patoflodiagram berhubungan dengan Penyimpangan KDM

IV. Masalah / Diagnosa Keperawatan


a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas
(kelemahan otot nafas) (D.0005)
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis (inflamasi,
iskemia, neoplasma) (D.0077)
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (D.0056)
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
(D.0111) (PPNI, 2017).

V. Intervensi Keperawatan dan Rasional


Intervensi yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan standard intervensi
keperawatan Indonesia (SIKI) :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas. (D.0005) 1)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas membaik.
2) Kriteria hasil
a) Dyspnea menurun
b) Penggunaan otot bantu nafas menurun
c) Pemanjangan fase ekspirasi menurun
d) Otopnea menurun
e) Pernapasan pursed-lip menurun
f) Frekuensi nafas membaik 3) Intervensi
Observasi
a) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
b) Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing , ronchi
kering) a) Pertahankan kepatenan jalan nafas head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma sevikal)
b) Posisikan semi-fowler atau fowler
c) Berikan oksigen jika perlu a) Ajarkan teknik batuk efektif

Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis ( inflamasi,
iskemia, neoplasma) (D.0077)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri menurun
2) Kriteria hasil : a) Keluhan nyeri menurun
b) Melaporkan nyeri terkontrol meningkat
c) Meringis menurun
d) Penggunaan analgetik menurun
e) Tekanan darah membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi skala nyeri
b) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemiihan strategi
meredakan nyeri a) Anjurkan tekhnik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Edukasi
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
c. Intoleransi aktifitas (D.0056)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawaan diharapkan akitifitas
pasien meingkat
2) Kriteria hasil a) Kemudahan melakukan aktifitas
b) Dyspnea saat beraktifitas menurun
c) Dspnea setelah beraktifitas menurun
d) Perasaan lemah menurun
e) Tekanan darah membaik
f) Frekueni nadi membaik

3) Intervensi a) Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan


kelelahan
b) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas
Observasi
Terapeutik
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
kunjungan)
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Melakukan aktvitas secara bertahap
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharpkan suhu kembali
membaik
2) Kriteria hasil :
a) Mengigil menurun
b) Kulit merah menurun
c) Takikardia menurun
d) Takipnea menurun
e) Tekanan darah membaik
f) Suhu tubuh membaik
3) Intervensi a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis.dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan incubator)
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor komplikasi akibat hipertermia
Observasi
Terapeuik
a) Sediakan lingkungan yang dingin(atur suhu ruangan)
b) Longgarkan atau lepas pakaian
c) Berikan cairan oral
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi membaik
2) Kriteria hasil

a) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat


b) Berat badan membaik
c) Nafsu makan membaik
d) Indeks masa tubuh (IMT) membaik
e) Frekuensi makan membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
b) Monitor asupan makanan
c) Identifikasi perubahan berat badan
d) Monitor berat badan
e) Timbang berat badan
Terapeutik
a) Berikan makanan tinggi kalori dan protein
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahl gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
(D.0111)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan
meningkat
2) Kriteria hasil a) Perilaku sesuai anjuran menigkat
b) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topic
mengingkat
c) Pertanyaan tentang masalah dihadapi menurun
d) Persepsi keliru terhadap masalah menurun
3) Intervensi a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
Observasi
terapeutik
a) Sediakan materi dan media pendidikn kesehatan
b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c) Berikan kesempatan untuk bertanya
d) Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan a. Nyeri
akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
(D.0077)
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
menurun
b. Kriteria hasil : 1) keluhan nyeri menurun
2) kemampuan menuntaskan aktifitas meningkat
Adapun intervensi dari diagnosa setelah dilakukan tindakan invasif tersebut
adalah:
1) Identifikasi respon nyeri non verbal
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi , frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
3) gelisah menurun
4) frekuensi nadi membaik
5) tekanan darah membaik
c. Intervensi
Observasi
Terapeutik
1) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1) Anjurkan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri 1)
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Risiko infeksi berhubungan dengan efek tindakan invasif.
(D.0142) a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan resiko infeksi menurun
b. Kriteria hasil : 1) Demam menurun
2) Kebersihan badan meningkat
c. Intervensi
3) Bengkak menurun
4) Kemerahan menurun
5) Kultur sputum membaik\kultur area luka membaik
Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi dan sistemik 1) Batasi jumlah pengunjung
2) Berikan perawatan kulit pada area edema
3) Cuci tangan sesudah atau sebelum kontak dengan pasien
4) Pertahankan tekhnik aseptic 1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan mencuci tangan dengan benar
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah berkesinambungan dan interaktif dengan komponen lain dari


proses keperawatan. Selama implementasi, perawat mengkaji kembali pasien,
modifikasi rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan sesuai
kebutuhan. Untuk implementasi yang efektif, perawat harus berpengetahuan
banyak tentang tipe-tipe intervensi,
proses implementasi dan metode implementasi. Ada tiga fase implementasi
keperawatan yaitu :
a. Fase persiapan, meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana,
pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan pasien
dan lingkungan.
b. Fase operasional, merupakan puncak implementasi dengan berorientasi dengn
tujuan. Implementasi apat dilakukan dengan intervensi indeoenden, dependen atau
interdependen
c. Fase terminasi, merupakan terminasi perawat dengan pasien setelah
implementasi dilakukan (potter and pery, 2005)

5. Evaluasi Keperawatan

Fase terakhir proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan


yang diberikan. Hal yang dievaluasi adalah keakuratan dan kualitas data, teratasi
atau tidaknya maslah pasien, serta pencapaian tujuan serta ketepatan ntervensi
keperawatan.

Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencanaa keperawatan,


menilai dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui perbandingan
pelayanan keperawatan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan serta
hasilnya dengan standar yang telah ditentukan terebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.Jakarta : Media Aesculapius
Brunner & Suddart . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Carolyn M. Hudak. 2001. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II.
Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi.Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Corwin, E.J. 2002.Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC
Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-2008. Jakarta:
EGC
Price, S.A. & Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease Processes.
4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC
Sandra M. Nettina. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Brunner and Suddarth's Textbook of Medical- Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC
Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit

Anda mungkin juga menyukai