Analisis Wacana Norman Fairclough

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

Analisis Wacana Norman Fairclough

Titik perhatian dari Fairclough adalah melihat bahasa sebagai praktik kekuasan. Untuk melihat

bagaimana pemakai bahasa membawa nilai ideologis tertentu dibutuhkan analisis yang

menyeluruh. Melihat bahasa dalam perspektif ini membawa konsekuensi tertentu. Bahasa secara

sosial dan historis adalah bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial.

Oleh karena itu, analisis harus dipusatkan pada bagaimana bahasa itu terbentuk dan dibentuk dari

relasi sosial dan konteks sosial tertentu.

Norman Fairclough membangun suatu model yang mengintegrasikan secara bersama-sama

analisis wacana yang didasarkan pada lingustik dan pemikiran sosial dan politik, dan secara

umum diintegrasikan pada perubahan sosial. Oleh karena itu, model yang dikemukakan oleh

Fairclough ini sering juga disebut sebagai model perubahan sosial. Fairclough memusatkan

perhatian wacana pada bahasa. Fairclough menggunakan wacana menunjuk pada pemakaian

bahasa sebagai praktik sosial, lebih daripada aktivitas individu atau untuk merefelksikan sesuatu.

Fairclough membagi analisis wacana dalam tiga dimensi: teks, discourse practice dan

sociocultural practice. Dalam model Fairclough, teks disini dianalisis secra linguistik, dalam

melihat kosakata, semantik, dan tata kalimat. Ia juga memasukan koherensi dan kohesivitas,

bagaimana antarkata atau kalimat tersebut digabung sehingga membentuk pengertian. Semua

elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat tiga masalah. 

Yakni pertama, ideasional yang merujuk pada representasi tertentu yang ingin ditampilkan dalam

teks, yang umumnya membawa muatan ideologi tertentu. Kedua, relasi, merujuk pada analisis
bagaimana konstruksi hubungan di antara wartawan dengan pembaca, seperti apakah teks

disampaikan secara informal atau formal, terbuka atau terteutup. Ketiga, identitas, merujuk pada

konstruksi tertentu dari identitas wartawan dan pembaca, serta bagaimana personal dan identitas

ini hendak ditampilkan.

A. Teks

Fairclough melihat teks dalam berbagai tingkatan. Sebuah teks bukan hanya menampilkan

bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antar objek didefinisikan.

Ada tiga elemen dasar dalam model Fairclough, yang dapat digambarkan dalam tabel sebagai

berikut. Setiap teks pada dasarnya dapat diuraikan dan dianalisis dari ketiga unsur tersebut

B. Intertektualitas
Intertektualitas adalah sebuah istilah dimana teks dan ungkapan dibentuk oleh teks yang datang

sebelumnya, saling menanggpai dan salah satu bagian dari teks tersebut mengantisipasi lainnya.

Dalam pengertian Michael Bakhtin, seperti dikutip Fairclough, semua ungkapan baik tertulis

maupun lisan, dari semua jenis teks dibedakan diantaranya oleh perubahan dari pembicara, dan

ditunjukan dengan pembicara atau penulis sebelumnya. Setiap ungkapan dihubungkan dengan

rantai dari komunikasi.

Semua pernyataan/ungkapan didasarkan oleh ungkapan yang lain, baik eksplisit maupun implisit.

Disini kata-kata lain dievaluasi, diasimilasi, disuarakan, dan diekspresikan kembali dengan

bentuk lain. Semua pernyataan, dalam hal ini teks, didasarkan dan mendasari teks lain

C. Discourse Practice

Analisis discourse practice memustakan perhatian pada bagaimana produksi dan konsumsi teks.

Teks dibentuk lewat suatu praktik diskursus, yang akan menentukan bagaimana teks tersebut

diproduksi. Misalnya wacana dikelas. Wacana itu terbentuk lewat suatu praktik diskursus yang

melibatkan bagaimana hubungan antara guru dan murid, bagaimana guru menyampaikan

pelajaran, bagaimana pola hubungan dan posisi murid dalam pelajaran di kelas, dan

sebagaimnya. Pola hubungan yang demokratis dimana murid dapat mengajukan pendapat secara

bebas tentu saja akan menghasilkan wacana yang berbeda dengan suasana kelas dimana

pembicaraan lebih dikuasai oleh guru, murid tidak boleh berpendapatan dan guru sebagai

penyampai tunggal materi pejaran. Semua praktik tersebut adalah praktik diskursus yang

membentuk wacana.
D. Sociocultural Practice

Analisis sociocultural practice didasarkan pada asumsi bahwa konteks sosial yang ada di luar

media mempengaruhi bagaimana wacana yang muncul dalam media. Ruang redaksi atau

wartawan bukanlah bidang atau kotak kosong yang steril, tetapi sangat ditentukan oleh faktor di

luar dirinya. Sociocultural practice ini memang tidak berhubngan langsung dengan produksi teks,

tetapi ia menentukan bagaimana teks diproduksi dan dipahami. 

Misalnya sebuah teks yang merendahkan atau emmarjinalkan posisi perempuan. Teks semacam

ini merepresentasikan ideologi patriakal yang ada dalam masyarakat. Artinya masyarakat yang

patriarkal itu berperan dalam membentuk teks yang patriarkal juga. Sociocultural practice

menggambarkan bagaimana masyarakat memaknai dan menyebarkan ideologi yang dominan

kepada masyarakat.

E. Kerangka Analisis

Fairclough berusaha menghubungkan antara analisis teks pada level mikro dengan konteks sosial

yang lebih besar, dalam hal ini sociocultural practice. Pada tahap analisis, ketiga tahapan itu

dilakukan secara bersama-sama. Analisis teks bertujuan mengungkap makna, dan itu bisa

dilakukan diantaranya dengan menganalisis bahasa secara ktiris. 

Discourse practice memperantarai tek dengan konteks sosial budaya. Artinya hubungan antara 

sosial budaya dengan teks bersifat tidak langsung dan disambungkan dengan discourse practice.

Pada tingkatan discourse practice, kita perlu melakukan wawancara mendalam dengan awak
redaksi dan melakukan penelitian news room, dengan mengamati proses produksi berita – ikut

rapat penentuan tema, pembagian tugas sampai penulisan laporan. 

Analisis Wacana Sara Mills

Gagasan Sara Mills agak berbeda dengan model critical lingustic seperti Roger Fowler dkk dan

Van leeuwen. Kalau critical linguistic memusat perhatian pada struktur kebahasaan, dan

bagaimana pengaruhnya dalam pemaknaan khalayak, maka Sara Mills lebih melihat pada

bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks.

Posisi-posisi ini dalam arti siapa yang menjadi subjek penderitaan akan menentukan bagaimana

struktur teks dan bagaimana makna diperlakukan dalam teks secara keseluruhan. Selain posisi-

posisi aktor dalam teks, Sara Mills juga memusatkan perhatian pada bagaimana pembaca dan

penulis ditampilkan dalam teks. Bagaimana pembaca mengidentifikasikan dan menempatkan

dirinya dalam penceritaan teks.

Posisi semacam ini akan menempatkan pembaca pada salah satu posisi dan mempengaruhi

bagaimana teks itu hendak dipahami dan bagaimana pula aktor sosial ini ditempatkan. Pada

akhirnya cara penceritaan dan posisi-posisi yang ditempatkan dan ditampilkan dalam teks ini

membuat satu pihak menjadi legitimate dan pihak lain menjadi illegitimate

A. Posisi:Subjek – Objek
Sara Mills menempatkan representasi sebagai bagian penting dari analisisnya. Bagaimana satu

pihak, kelompok, orang, gagasan, atau peristiwa ditampilakan dengan cara tertentu dalam

wacana berita yang mempengaruhi pemaknaan ketika diterima oleh khalayak.

Akan tetapi, berbeda dengan analsisi tradisi critical linguistics yang memusatkan perhatian pada

struktur kata, kalimat, atau kebahasaan, Mills lebih menekankan pada bagaimana posisi dari

berbagai aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa itu ditempatkan dalam teks.

Posisi-posisi tersebut pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir di masyarakat. Misalnya

seorang aktor yang mempunyai posisi tinggi ditampilkan dalam teks, ia akan mempengaruhi

bagaimana dirinya ditampilkan dan bagaimana pihak lain ditampilkan.

B. Posisi Pembaca

Hal yang penting dan menarik dalam model yang diperkenalkan oleh Sara Mills adalah

bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Sara berpandangan bahwa dalam suatu teks

posisi pembaca sangatlah penting dan haruslah diperhitungkan dalam teks.

Sara Mills menolak pandangan banyak ahli yang menempatkan dan mempelajari konteks semata

dari sisi penulis, sementara dari sisi pembaca diabaikan. Dalam model seperti ini, teks dianggap

semata sebagai produksi dari sisi penulis dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan

pembaca.
Pembaca hanya dan ditempatkan semata sebagai konsumen yang tidak mempengaruhi

pembuatan teks. Model yang diperkenalkan oleh Mills justru sebaliknya. Teks adalah suatu hasil

negosiasi antara penulis dan pembaca. Oleh sebab itu, pembaca disini tidaklah dianggap semata

sebagai pihak yang hanya menerima teks, tetapi juga ikut melakukan transaksi sebagaimana akan

terlihat dalam teks.

C. Kerangka Analisis

Sara Mills dengan memakai analisis Althusser lebih menekankan bagaimana aktor diposisikan

dalam teks. Posisi ini dilihat sebagai bentuk pensubjekan seseorang: satu pihak mempunyai

posisi sebagai penafsir sementara pihak lain mejadi objek yang ditafsir.

Secara umum, ada dua hal yang diperhatikan dalam analisis. Pertama, bagaimana aktor dalam

berita tersebut diposisikan dalam pemberitaan. Siapa pihak yang diposisikan sebagai penafsir

dalam teks untuk meaknai peristiwa, dan apa akibatnya, kedua, bagaimana pembaca diposisikan

dalam teks. Teks berita dimaknai disini sebagai hasil negosiasi antara penulis dan pembaca
Analisis Wacana Van Leeuwen

Theo van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk mendeteksi dan meneliti

bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana.

Bagaimana suatu kelompok yang dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu
peristiwa dan pemaknaannya, sementara kelompok lain yang lebih rendah posisinya cenderung

terus menerus sebagai objek pemaknaan, dan digambarkan buruk.

Analisis Van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor ditampilkan

dalam pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama, proses pengeluaran (exclusion). Apakah

dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan

strategi wacana apa yang dipakai untuk itu. Kedua, proses pemasukan (inclusion). Kalau

exclusionberhubungan dengan pertanyaan bagaimana proses suatu kelompok dikeluarkan dari

teks pemberitaan, maka inclusion berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing

pihak atu kelompok ditampilkan lewat pemberitaan.

A. Exclusion

Ada beberapa strategi bagaimana suatu aktor dikeluarkan dalam pembicaraan. Diantaranya

digambarkan sebagai berikut:

1. Pasivasi.

Ekslusi adalah suatu isu yang sentral dalam analisis wacana. Pada dasarnya ini adalah proses

bagaimana satu kelompok atau aktor tertentu tidak dilibatkan dalam suatu pembicaraan atau

wacana. Penghilangan aktor sosial ini untuk melindungi dirinya.

2. Nominalisasi

Strategi wacana lain yang sering dipakai untuk menghilangkan kelompok atau aktor sosial

tertentu adalah lewat nominalisasi. Sesuai dengan namanya, strategi ini behubungan dengan
mengubah kata kerja (verba) menjadi kata benda (nomina). Umumnya dilakukan dengan

memberi imbuhan “pe-an”.

Kenapa nominalisasi dapat menghilangkan aktor/subjek dalam pemberitaan? Ini

adahubungannya dengan transformasi dari bentuk kalimat aktif. Dalam struktur kalimat aktig,

selalu membutuhkan subjek. Nominalisasi tidak membutuhkan subjek, karena nominalisasi pada

dasarnya adalah proses mengubah kata kerja yang bermakna tindakan/kegiatan menjadi kata

benda yang bermakna peristiwa dan seterusnya

3. Pengganti anak kalimat

Pengganti subjek juga bisa dilakukan dengan memakai anak kalimat yang sekaligus berfungsi

sebagai pengganti aktor.

Contoh (tanpa anak kalimat): Begal menembak penjaga toko hingga terluka

Contoh (dengan anak kalimat): Berupaya melarikan diri, tembakan dilepaskan. Akibatnya

seorang penjaga toko terluka.

B. Inclusion

Ada beberapa macam strategi wacana yang dilakukan ketika seseuatu, seseorang atau kelompok

ditampilkan dalam teks. Van Leeuwen menjelaskannya sebagai berikut:

1. Differensiasi - Indefferensiasi

Suatu peristiwa atau seorang aktor sosial bisa ditampilkan dalam teks secara mandiri, sebagai

suatu peristiwa yang unik atau khas, tetapi bisa juga dibuat kontras dengan menampilkan

peristiwa atau aktor lain dalam teks.


Hadirnya (inclusion) peristiwa atau kelompok lain selain yang diberitakan itu, menurut Van

Leeuwen, bisa menjadi penanda yang baik bagaimana suatu kelompok atau peristiwa

direpresentasikan dalam teks. Penghadiran kelompok atau peristiwa lain itu secara tidak

langsung ingin menunjukkan bahwa kelompok itu tidak bagus dibandingkan kelompok lain.

2. Objektivasi - Abstraksi

Elemen wacana ini berhubungan dengan pertanyaan apakah informasi mengenai suatu peristiwa

atau aktor sosial ditampilkan dengan memberi petunjuk yang konkret ataukah yang ditampilkan

adalah abstraksi. Misalnya (objektivasi): Indonesia telah 2 kali memenangkan piala AFF.

Sementara abstraksinya adalah: Indonesia telah berkali-kali memenangkan piala AFF.

3. Nominasi - kategorisasi

Dalam suatu pemberitaan mengenai aktor atau mengenai suatu permasalahan, seringkali terjadi

pilihan apakah aktor tersebut ditampilkan apa adanya, ataukah yang disebut adalah kategori dari

aktor sosial tersebut. Kategori ini bisa bermacam-macam, yang menunjukkan ciri penting dari

seseorang, bisa berupa agama, status, bentuk fisik dan sebagainya.

Contoh (nominasi): laki-laki itu memenangkan kejuaraan lari.

Contoh (kategorisasi): laki-laki berbadan tegap itu memenangkan kejuaraan lari.

4. Nominasi - Identifikasi

Strategi ini hampir mirip dengan kategorisasi, yakni bagaimana suatu kelompok, peristiwa atau

tidnakan tertentu didefinisikan. Bedanya dalam identifikasi, proses pendefinisian itu dilakukan
dengan memberi anak kalimat sebagai penjelas. Disini ada dua proposisi, dimana proposisi

kedua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama.

5. Determinasi – Indeterminasi

Dalam pemberitaan sering kali aktor atau peristiwa disebutkan secara jelas, tapi sering kali juga

tidak jelas. Anonimitas ini bisa jadi karena wartawan belum mendapatkan bukti yang cukup

untuk menulis, sehhingga lebih aman untuk menulis anonim. Bisa jadi pula karena ketakutan

struktural kalau kategori yang jelas dari seorang aktor sosial tersebut disebut dalam teks. Apapun

alasannya, ada kesan yang berbeda ketika diterima oleh khalayak.

Contoh (indeterminasi): Pejabat “A” terlibat dalam skandal B.

Contoh (Dterminasi): orang dekat presiden disebut-sebut terlibat dalam skandal B.

6. Asimilasi – Individualisasi

Strategi wacana ini berhubungan dengan pertanyaan, apakah aktor sosial yang diberitakan

ditunjukkan dengan jelas kategorinya atau tidak. Asimilasi terjadi ketika dalam pemberitaan

bukan kategori aktor sosial yang spesifik yang disebut dalam berita tetapi komunitas atau

kelompok sosial dimana tersebut berada.

7. Asosiasi – Diasosiasi

Strategi wacana ini berhubungan dengan pertanyaan, apakah aktor atau suatu pihak ditampikan

sendiri atau ia dihubungkan dengan kelompok lain yang lebih besar

Kerangka Analisis
Van leeuwen membangun suatu model yang secara umum menggambarkan bagaimana aktor

ditampilkan dalam pemberitaan. Van Leeuwen sangat peka dengan kemungkinan marjinalisasi

atau pengucilan aktor dalam pemberitaan.

Menurut Van Leeuwen ada dua hal yang perlu diperhatikan ketika memeriksa aktor sosial dalam

pemberitaan tersebut. Pertama, ekslusi: apakah dalam teks berita aktor sosial dihilangkan atau

disembunyikan dalam pemberitaan. Kedua inklusi: bagaimana aktor yang disebut itu ditampilkan

dalam pemberitaan.
Analisis Wacana Roger Fowler dkk

Kehadiran Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew (dikenal dengan Roger

Fowler dkk) ditandai dengan diterbitkannya buku Language and control pada tahun 1979.

Pendekatan yang mereka lakukan kemudian dikenal sebagai critical linguistics.

Critical Linguistics terutama memandang bahasa sebagai praktik sosial, melalui mana suatu

kelompok memantapkan dan menyebarkan ideologinya. Critical Linguistics terutama

dikembangkan dari teori linguistik. Yang dilakukan oleh sekelompok peneliti ini adalah melihat

bagaimana tata bahasa/grammar tertentu dan pilihan kosakata tertentu membawa implikasi dan

ideologi tertentu.

Dalam membangun model analisisnya, Roger Fowler dkk terutama menggunakan penjelasan

Halliday mengenai struktur dan fungsi bahasa sebagai dasar. Fungsi dan struktur bahasa ini

menjadi dasar struktur tata bahasa, dimana tata bahasa itu menyediakan alat untuk

dikomunikasikan.

Apa yang dilakukan oleh Fowler dkk tersebut adalah meletakan tata bahasa dan praktik

pemakaiannya tersebut untuk mengetahui praktik Ideologi.

Berikut beberapa elemen yang digunakan oleh Fowler Dkk

A. Kosa kata

Bahasa dilihat sebagai sistem klasifikasi. Bahasa menggambarkan bagaimana realitas dunia

dilihat, memberi kemungkinan seseorang untuk mengontrol dan mengatur pengalaman pada
eralitas sosial. Akan tetapi, sistem klasifikasi ini berbeda-beda antar orang, satu kelompok atau

lain kelompok. Karena orang atau kelompok yang berbeda mempunyai pengalalaman budaya,

sosial, politik yang berbeda.

A.1 Kosakata: membuat klasifikasi

Bahasa pada dasarnya selalu menyediakan klasifikasi. Realitas tertentu dikategorisasikan sebagai

A, dan pada akhirnya dibedakan dengan realitas yang lain. Klasifikasi terjadi karena realitas

begitu kompleksnya, sehingga orang kemudian membuat penyerderhanaan dan abstraksi dari

realitas tersebut.

A.2 Kosakata: membatasi pandangan

Menurut Fowler dkk, bahasa pada dasarnya bersifat membatasi. Kita diajak untuk berfikir

memahami seperti itu, bukan seperti yang lain. Klasifikasi menyediakan arena untuk mengontrol

informasi dan pengalaman. Kosakata berpengaruh terhadap bagaimana kita memahami dan

memaknai suatu peristiwa. Hal ini karena khalayak tidak mengalami atau mengikuti suatu

peristiwa secara langsung. Oleh karena itu, ketika membaca suatu kosakata tertentu, akan

dihubungkan dengan realitas tertentu.

A.3 Kosakata: pertarungan wacana

Kosakta haruslah dipahami dalam konteks pertarungan wacana. Dalam suatu pemberitaan, setiap

pihak mempunyai versi atau pendapat sendiri atas suatu masalah. Mereka mempunyai klaim

kebenaran, dasar pembenar dan penjelas mengenai suatu masalah. Mereka bukan hanya
mempunyai versi yang berbeda, tetapi juga berusaha agar versinya yang dianggap paling benar

dan lebih menentukan dalam mempengaruhi opini publik.

Dalam upaya memenangkan penerimaan publik tersebut, masing-masing pihak menggunakan

kosakata sendiri dan berusaha memaksakan agar kosakata itulah yang lebih diterima oleh publik.

A.4 Kosakata: marjinalisasi

Argumen dasar dari Roger Fowler dkk adalah pilihan linguistik tertentu –kata, kalimat,

proposisi- membawa nilai ideologis teertentu. Kata dipandang bukan sebagai suatu yang netral,

tetapi membawa implikasi ideologis tertentu. Disini, pemakaian kata, kalimat, susunan, dan

bentuk kalimat tertentu, proposisi tidak dipandang semata sebagai persoalan teknis tata bahasa

atau linguistik tetapi eksperimen dari ideologi.

Pemakaian bahasa dipandang tidak netral karena membawa implikasi ideologis tertentu. Teks

memproduksi “posisi pembacaan” untuk khalayak, dalam arti menyediakan perspektif

bagaimana suatu teks harus dibaca dan dipahami-meskipun pemaknaan suatu teks melibatkan

juga hubungan transaksional dengan pembaca.

B. Tata Bahasa

Roger Fowler dkk memandang bahasa sebagai satu set karegori dan proses. Kategori yang

penting tersebut sebagai “model” yang menggambarkan hubungan antara objek dengan

peristiwa. Secara umum ada tidak model yang diperkenalkan oleh Roger Fowler dkk. Pertama,

model transitif, kedua, model intransitif dan ketiga model relasional.

Salah satu aspek penting  dan khas dari pemikiran Roger Fowler dkk adalah transformasi. Tata

kalimat tersebut bukan sesuatu yang baku, tetapi dapat diubah susunannya, dipertukarkan,
dihilangkan, ditambah, dan dikombinasikan dengan kalimat lain dan disusun ulang. Tipe

transformasi tersebut antara lain

B.1 Pasivasi

Yakni mengubah tata susunan kalimat dari bentuk aktif menjadi bentuk pasif. Dalam kalimat

aktif, aktor sebagai pelaku diletakan dimuka digambarkan melakukan suatu tindakan yang

mengenai objek yang dikenai. Disini proses atau tindakan ditunjukkan kepada subjek. Ketika

kalimat aktif tersebut diubah dalam bentuk pasif, pola tersebut mengalami perubahan.

B.2 Nominalisasi

Nominalisasi terjadi ketika kalimat atau bagian dari kalimat , gambaran dari suatu tindakan atau

partisipan dibentuk dalam kata benda, umumnya mengubah kata kerja (verba) ke dalam kata

benda (nomina) Akibatnya, yang diterima oleh pembaca adalah kesan intensifier dari suatu

tindakan, tetapi sekaligus menghilangkan atau menurunkan peran aktor atau partisipan suatu

peristiwa. Titik perhatian pembaca bukan pada siapa yang melakukan tindakan, tetapi pada

tindakan itu sendiri.

Kerangka Analisis

Teks berita, jika hendak di analisis menggunakan kerangka yang dibuat oleh Roger Fowler dkk,

maka yang menjadi titik perhatian adalah pada praktik pemakaian bahasa yang dipakai. Ada dua

hal yang bisa diperhatikan.


Pertama, pada level kata. Bagaimana peristiwa dan aktor-aktor yang terlibat di dalam peristiwa

tersebut hendak dibahasakan. Kata-kata disini bukan hanya penanda atau identitas tetapi

dihubungkan dengan ideologi tertentu. Makna apa yang ingin dikomunikasikan kepada khalayak.

Pihak atau kelompok mana yang diuntungkan dengan pemakaian kata-kata tersebut atau

kelompok mana yang dirugikan dan posisinya dimarjinalkan.

Kedua, pada level susunan kata atau kalimat. Bagaimana kata-kata disusun ke dalam bentuk

kalimat tertentu dimengerti dan dipahami bukan semata sebagai persoalan teknis kebahasaan,

tetapi praktik bahasa. Yang ditekankan disini adalah bagaimana pola pengaturan, penggabungan,

penyusunan tersebut menimbulkan efek tertentu:  membuat posisi satu pihak lebih

menguntungkan dibandingkan pihak yang lain, atau peristiwa tertentu dipahami dalam kategori

yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan kategori pemahaman lain.

Anda mungkin juga menyukai