Konstruksi Pengalam - Mutia Irhamni - 237009014
Konstruksi Pengalam - Mutia Irhamni - 237009014
Konstruksi Pengalam - Mutia Irhamni - 237009014
email: [email protected]
PENDAHULUAN (12pt)
1
Article Title... (3 Words)
Menurut Novita, S., & Mulyadi. (2019). Dalam penelitian yang berjudul ‘’A Semantic
analysis of experiential construction in Hokkien’’."Konstruksi pengalam adalah proses atau
metode yang digunakan untuk membentuk makna yang memiliki pengalam sebagai
partisipan manusia yang secara tidak sengaja mengalami keadaan mental atau fisik.
Konsep pengalaman menjelaskan 5 subdomain kata kerja pengalaman, yaitu sensasi
tubuh (haus, lapar, sakit, gatal), emosi (marah, senang, takut), hasrat (keinginan),
kognisi (berpikir, mengetahui, mengingat), dan persepsi (melihat, merasakan,
mendengar), serta bentuk kata sifat pengalaman, yaitu ingin tahu, pandai, pelupa, dan
bingung. Setiap bahasa memiliki istilah emosi yang bersifat buruk, baik, dan netral
serta dapat digambarkan melalui gejala di luar tubuh, seperti merah dan pucat.’’
Peran semantis pengalam animasi (animacy hierarcy) dalam pengkajian semantis akan
diketahui bahwa argumen benda atau hewan tetap dikodekan sebagi pengalam dan
stimulus pada kategorial semantis. Dengan penanda sintaksis relative pronoun (kata
ganti relative) pada penelitian Menurut Dahl, E., & Fedriani, C. (2012) dalam penelitian
‘’The argument structure of experience: experiential constructions in early Vedic, Homeric Greek
and early Latin construction in Hokkien’’ .‘’Peran semantik secara umum mewakili
prototipe berdasarkan kelompok karakteristik persyaratan leksikal. Secara khusus, agen
prototipe didefinisikan sebagai manusia atau setidaknya partisipan bernyawa yang
secara sadar dan sukarela menyebabkan partisipan lain dalam situasi tersebut
mengalami perubahan mental atau fisik yang tidak disengaja yang timbul dari atau
disebabkan oleh beberap astimulus yang secara karakteristik secara tidak sengaja
terlibat dalam situasi tersebut’’
Konstruksi stimulus dalam semantis diikat sebagai argumen yang memicu atau
menjadi target dari respon psikologis pengalam atau entitas yang diserap oleh
pengalam. Lihat: (Kearns, 2000: 190) dan Kutscher, 2005: 1-2). Penandaan konstruksi
pengalam disebutkan sebagai status ambivalen, jika subjek berkorespondensi pada
pengalam atau stimulus berkorespondensi pada objek atau sebaliknya. Dan, beberapa
peneliti linguistik juga menyebut istilah pengalam sebagai ‘’volitional undergoers’’ (pelaku
kehendak.
2
First Author, Second Author, Third Author
Dalam dua kalimat Bahasa Indonesia diatas, kalimat intransitive 1(a) memiliki peran
derivasi sebagai agen. Sedangkan kalimat 1(b) adalah transitive dimana subjek dikenai
peran semantis sebagai pengalam dan dua argumen yang diletakkan setelah konjungsi
adalah stimulus. Peran stimulus adalah peran yang dikenai sebagai pemicu terjadi
reaksi terhadap argumen subjek.Dan hal tersebut, secara morfologis, ‘’kelaparan’’
memiliki makna semantis yang berperan sebagai pengalam jika diikuti argumen dan
pasien, tanpa objek.
3
Article Title... (3 Words)
Salah satu konstruksi di mana subjek dan objek dapat dibedakan adalah dalam klausa
relatif konstruksi. Kepala NP dalam klausa relatif bisa menjadi subjek atau objek. Tapi
pemarkah transitif dan pemarkah intransitif dapat digunakan untuk membedakan
kepala subjek NP dari kepala objek NP. NP subjek dan NP objek adalah
diklasifikasikan sebagai kata benda bernyawa.
Perhatikan contoh berikut ini :
Anjing gigit kucing
agen pasien
Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang paling penting dalam kajian
linguistik, karena dalam linguistik bahasa dikaji dalam komunikasi, struktur bahasa
dan konteks tuturan. Bahasa daerah dapat direvitalisasi dalam rangka penelitian
bahasa. Untuk itu, penelitian terkait bahasa amat penting, guna melestarikan eksistensi
bahasa itu sendiri. Melalui kajian linguistik,kita dapat memahami peran bahasa,
memperkaya pengetahuan dari aspek bahasa, dan meningkatkan kemampuan analisis
bahasa. Lihat: Crystal, David. (2005), Fromkin, Victoria, et al. (2010), dan Yule,
George. (2014).
Bahasa Minangkabau dikaji dalam struktur sintaksis dan tipologi tergolong ergative,
dikarenakan subjek pada kalimat transitive dan subjek pada kalimat transitive pada
kedua hal tersebut, dikaitkan secara berbeda, dalam arti harfiahnya, memiliki
pemarkahan untuk menjelaskan ke-ergativan bahasa tersebut.
Perhatikan contoh kalimat –kalimat berikut:
1.Ambo sadang mambaco tampang
1 –saya
st
Prog-sedang V-membaca Obj-buku
‘saya sedang membaca buku’
3.Bayi lalok
3 – Bayi
rd
V- tidur
‘bayi tidur’
4
First Author, Second Author, Third Author
Pada kalimat (1) dan (2) konstruksi kalimat pasif membentuk kata kerja dengan
morfologis berbeda, dan dengan urutan semantis berbeda. Hal ini menunjukkan
bahasa ergativitas dalam Bahasa Minangkabau.Pada kalimat (2) dan (3) kalimat
intransitive diperlakukan berbeda pada kalimat transitive dengan tambahan
argumen pada subjek.Karena memerlukan pemarkahan pada kata kerjanya. Tidak
semua bahasa bisa memperlakukan predikat setara pada pergantian kalimat
transitive, intransitive, pasif, aktif dan kausatif.
Begitu pula, konstruksi pengalam yang terdapat pada Bahasa Minangkabau, verba
–verba yang berkorespondensi menemukan peran semantisnya terkait dengan subjek
dan predikatnya. Pada contoh verba aktivitas kaki dalam Bahasa Minangkabau :
1. a. Ambo malompek
1st –saya V-melompat
‘saya melompat’
2. b. Ambo malompati punggung inyo
1 –saya V-melompati
st
Obj –Punggung Dia
‘Saya melompati punggung dia ‘
3. c. Ambo malompek –lompek kegirangan
1 –Saya V-melompat –lompat
st
Adj- Kegirangan
Dalam ketiga contoh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa verba ‘’lompek’’adalah
verba agentif, dimana subjek melakukan aksi, sehingga peran semantis derafatif-nya
adalah agen sedangkan peran semantis dasarnya adalah aktor.Verba –verba yang
menerangkan afeksi, persepsi dan kognisi cenderung memiliki tipe klasifikasi dari
pengalam. Pada contoh verba persepsi dalam Bahasa Minangkabau dijelaskan sebagai
berikut :
1. Dera mancaliak Mutia tasanyum
3 – Dera
rd
V- Melihat 3 –Mutia V-tersenyum
rd
‘ Dera melihat Mutia tersenyum’ maka verba ‘’mancaliak’’ tersusun pada peran
semantis agen .
2. Badri manikmati padusi tu banyanyi
3 – Badri V- menikmati perempuan itu V-bernyanyi
rd
5
Article Title... (3 Words)
kalimat. Jika diletakkan, maka harus dengan adjektifa untuk menandai sebagai
pengalam.
Dengan menganalisis konstruksi peran semantis dalam verba terkhususnya
‘’pengalam’’ maka kita dengan mudah mengetahui konstruksi semantis dan sintaksis
serta interpretasi utuh pada kalimat. Dengan pengujian verba –verba kognisi dan
mental atau volisi.
Sejumlah penelitian yang terkait tentang konstruksi pengalam pada penelitian yang
ditulis oleh Novita, Sherly & Mulyadi,. (2019). A Semantic Analysis of Experiencer
Construction in Hokkien. berfokus pada pemahaman tentang bagaimana makna dibentuk
dalam bahasa Hokkien melalui penggunaan kata kerja pengalam dan kata sifat untuk
menggambarkan pengalaman manusia. Penelitian ini mengeksplorasi konsep
pengalam di berbagai subdomain, termasuk sensasi tubuh, emosi, keinginan, kognisi,
dan persepsi. Penelitian ini juga membahas peran pengalam dalam bahasa dan
bagaimana argumen – argumen berinteraksi dengan berbagai jenis predikat pengalam
6
First Author, Second Author, Third Author
Langkah kedua yang harus dilakukan adalah pengumpulan data sesuai dengan
metode yang telah dipilih. Metode dalam instrument data adalah wawancara interaktif
terkait objek penelitian dan observasi langsung terhadap penutur Bahasa
Minangkabau. Dari kedua hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan mengenai pola
struktur bahasa dan pola unsur semantis dan bagaimana penggunaanya dalam bahasa
lisan dan tertulis secara struktural.
Langkah ke-tiga peneliti menganalisis data yang telah dikumpulkan melalui
serangkaian tehnik pada pola semantis dengan teori MSA(meta bahasa semantik alami)
Mulyadi, & Siregar, Rumnasari. (2006) menjelaskan prosedur metode penelitian MSA
Sebagai berikut: Teori MSA diterapkan pada beberapa data bahasa Indonesia untuk
menjelaskan model aplikasinya. Dalam analisis makna diikuti prosedur penelitian
berikut: (1) menentukan makna asali dari kata-kata yang akan dianalisis, (2) mencari
polisemi yang tepat dari maknanya, (3) mengungkapkan properti semantis yang lain di
dalam makna kata tersebut disertai bukti-bukti sintaksis dan semantis, (4)
membandingkan properti semantis kata-kata yang dianggap bertalian untuk
memperlihatkan persamaan dan perbedaan maknanya, dan (5) membentuk SMU
berdasarkan properti semantis yang ditemukan, dan (6) memparafrase atau
mengeksplikasi makna kata-kata tersebut.
Maka dalam penelitian ini, kalimat yang berkorespondensi pada verba pengalam akan
di paraphrase atau dieksplikasikan dalam makna –makna tertentu untuk mencri
kesesuainnya pada konstruksi verba pengalam.
Penyesuaian kriteria formant dirujuk pada kriteria Creswell (2015) berikut: 1)Seorang
penutur asli dan lahir serta besar di komunitas tertentu 2) Berusia 25 tahun ke atas,
dan dapat berkomunikasi dengan baik 3) Bersedia memberikan informasi yang sesuai
dengan objek penelitian 4) Mengetahui struktur dasar Bahasa asli.
Menurut Creswell (2015), ada beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan
dalam penyesuaian formant, yaitu keterkaitan (relevance), kesatuan
(comprehensiveness), keterandalan (dependability), dan ketahahan (confirmability).
Keterkaitan mengacu pada sejauh mana kriteria formant yang digunakan sesuai
dengan tujuan penelitian. Kesatuan merujuk pada kesesuaian kriteria formant dengan
kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian. Keterandalan mengacu pada
konsistensi dari kriteria formant yang digunakan dalam penelitian, sedangkan
ketahahan mengacu pada objektivitas dan ketepatan dari kriteria formant yang
digunakan.
7
Article Title... (3 Words)
Konstruksi pengalam pada Bahasa Minangkabau di tandai dengan dua unsur. Unsur
yang pertama adalah subjek sebagai pengalam, dan objek sebagai pengalam atau datif.
Pada uraian akan dijelaskan bagaimana unsur –unsur ini berkoreferensial pada tingkat
sintaksis dan semantisnya. Pada data verba afeksi dalam Bahasa Minangkabau
menggambarkan pergantian struktur sintaksis dan morfologis .
Verba afeksi
4. Wajahnya mangaguman S# P
Pada ke –empat data tersebut dapat terlihat perubahan morfologis yang kuat, jika kita
amati data (1) posisi (ambo) menempati pasien dengan stimuli (wajah) pengalam
(ambo) merasa kagum dengan paras yang ia lihat. Sementara pada data (2) verba
reduplikasi (terkagum –kagum) juga menempati posisi yang sama, yaitu pengalam
(ambo) merasa bahwa stimuli wajah seseorang, membuat dirinya terkagum –kagum
maka di data pertama dan kedua, pengalam masih menempati posisis subjek. Lalu
ketika dibalik objek menjadi subjek, yang berarti stimuli terletak di depan, dan verba
menyiratkan fungsi sintaksis pasif, yang terjadi, pengalam berpindah posisi menjadi
objek. Dan data ke (4) subjek (wajahnya) menempati posisi semantis pasien, karena
dikenai verba afeksi, dimana verba yang menggambarkan dan menjelaskan perasaan.
Sehingga dapat diketahui bahwa verba ‘’mengaguman’’ (mengagumkan) adalah wujud
penilaian seseorang.
8
First Author, Second Author, Third Author
Pada verba (mangka) ‘’kesal’’ dapat dikatakan bahwa kalimat intransitif pada
data (2) menunjukkan sebagai pengalam, dan pada kalimat transitif,
menunjukkan bahwa verba (mangka) dapat berkorespondensi sebagai pengalam
pada strata objek ataupun subjek.
Interpretasi yang sama juga dapa dilihat dari verba ‘’tagang’ (tegang) dimana
dalam pengkajian semantik, sebuah sistem kata yang tergolong kata sifat
memiliki peran dalam subjek kalimat, sehingga yang tergolong adjektifa dapat
berkorespondensi sebagai verba.
Dapat dikatakan bahwa perubahan morfologis pada kedua data dapat terlihat dengan
jelas, ketika data pertama (1) verba mengalami pemarkahan sedangkan verba kedua
adalah verba tunggal, yang tidak mengalami pemarkahan. Fenomenanya, ketika
stimuli berada pada subjek kalimat, maka pengalam berada pada objek kalimat, dan
menjadi rancu apabila tidak ada fungsi datif pada kalimat. Jika dikatakan,
Tetapi jika kita terjemahkan kepada bahasa yang lain seperti Bahasa Inggris misalnya,
akan dibubuhi kata kerja bantu, sehingga fungsi datif dalam kalimat memiliki
penurunan fungsi, dikarenakan tidak merusak struktur kaidahnya.
The movie was suspenseful *for me (film itu menegangkan untuk saya)
Lalu pada Bahasa Minangkabau terdapat dua argument pada data (2) terlihat leksikal
(tagang) dan (mancaliak) yang berarti dapat di interpretasikan, bahwa pengalam
merasa tegang setelah melihat film (stimuli) .
Dua argumen verba atau lebih pada fungsi subjek sebagai pengalam dapat dilihat pada
contoh –contoh verba afeksi sebagai berikut:
9
Article Title... (3 Words)
1st – saya V-merasa V-enggan V-berjumpa Conj – dengan Obj – perempuan cantik
O# ST – Datif
O# ST – Datif
Pada data – data (1-4) menunjukkan bahwa verba afeksi dapat berkorespondensi
terhadap fungsi datif pada kalimat. Struktur kalimat transitif, mewadahi beberapa
data –data diatas, serta fungsi datif dan kalimat transitif dilekatkan kepada kalimat
aktif dan pasif pada Bahasa Minangkabau. Dengan adanya dua argument yang
pasti dapat mempengaruhi perubahan peran semantis didalamnya. Pada contoh
kalimat nomor (3) jika dihilangkan salah satu argument, maka peran semantisnya
berbeda.
Maka fungsi peran semantisnya juga berbeda, Subjek (kami) berperan sebagai agen
atau berderivasi sebagai actor, sedangkan pasien adalah objek dari (ayah) maka
dapat disimpulkan, bahwa pada Bahasa Minangkabau dalam konstruksi pengalam
jika ada dua argumen pada kalimat, dapat memberikan perubahan peran semantis
pada actor yang mungkin sebagai pengalam dalam dua argumen, jika di reduksi
pola kalimatnya, maka peran semantis mungkin berganti menjadi agen atau pasien.
3rd – kucing V-merasa V-gemetar setelah V-diberikan Obj – obat itu S# EXP
10
First Author, Second Author, Third Author
Kita tidak bisa merasakan perasaan dari aktor (kucing) sehingga tidak sesuai
pengkajian semantik, apabila dibubuhi dengan kata (merasa) sehingga kata tersebut,
hanya bisa dipakai sebagai peran pengalam manusia yang merasakan sensasi personal.
Verba Kognisi
Verba kognisi adalah verba yang menyiratkan proses seseorang untuk memperoleh
pengetahuan atau informasi. Untuk perbandingan, diberikat data –data sebagai
berikut:
1. Dek usahanyo amak bahasia menginsyafkan adiak dari kacanduan rokok S# A
O#P
Conj –karena 3 Ibu V- berhasil V- menginsyafkan 3 – adik Prep- dari Comp –
rd rd
Kecanduan rokok
O # ST - Datif
Dapat kita lihat, bahwa perubahan semantik, pada verba kognisi (insyaf) pada data
(1) subjek berkorespondensi sebagai agen, dengan objek berkorespondensi sebagai
pasien. Namun pada data (2) subjek mengalami peran semantik pengalam, dengan
stimulus sebagai objek dengan fungsi datif. Fungsi datif dalam kalimat, adalah
menandai objek langsung atau tidak langsung dari kalimat. Pengalam dapat
menduduki fungsi datif ataupun objek dalam kalimat.
O # EXP - Datif
11
Article Title... (3 Words)
3rd – ayah V-menyadarkan 1st saya Prep – untuk – Comp – menjadi pintar
Pada kalimat pertama, dapat kita lihat bahwa kata (sadar) berkorespondensi sebagai
subjek pengalam, sedangkan ciri pengalam datif dapat kita temui saat subjek atau objek
pengalam dikenai kata tak langsung. Dalam kalimat (2) adanya penambahan argumen
dan penambahan morfologis pada kata kerja, serta objek tidak langsung, memberikan
tanda bahwa hal tersebut adalah ciri –ciri datif. Maka, diasumsikan bahwa kata
(menyadarkan) ‘’manyadaan’’ dapat berkorespondesi pada pengalam datif.
Konstruksi pengalam pada setiap bahasa di dunia memiliki polaritas yang berbeda –
beda, untuk itu perlu dicatat bahwa konstruksi pengalam hanya dapat diobservasi pada
verba keadaan. Dengan mencatat performansi morfologis, sintaksis dan peran
semantisnya. Dalam Bahasa Minangkabau, dapat ditarik kesimpulan bahwa
konstruksi pengalam pada Bahasa Minangkabau, dalam analisis ini memiliki pola :
S# ST -------- O# EXP –
KESIMPULAN (12pt)
12
First Author, Second Author, Third Author
perasaan dari manusia, tidak dapat diwakilkan pada tipe (animacy hierarcy)
2)penambahan dua argument verba dapat merubah peran semantis, pada contoh verba
(merasa) ‘’maraso’’ 3) beberapa verba mental seperti (tagang) ‘’tegang’’ lebih berterima
jika ditambahkan fungsi datif. Dalam konstruksi pengalam Bahasa Minangkabau,
unsur datif ditemukan pada objek pengalam pada verba (menjadi) dan disandikan
dengan adjektifa bertaraf yang menggambarkan kualitas. Konstruksi pengalam pada
unsur datif dalam pengkajian bahasa tentu berbeda dengan bahasa yang lainnya.
Tujuan dan fungsi konstruksi pengalam adalah untuk menemukan makna yang kuat
dalam hubungan subjek –objek objek –subjek pada kalimat serta peran semantis yang
menaunginya. Dengan hal itu, dapat diasumsikan bahwa mengetahui peran semantis
dapat meningkatkan pemahaman antara bagaimana struktur sintaksis membangun
kalimat –kalimat dalam bahasa tertentu.
REFERENCES (12pt)
Croft, W. (1993). Case Marking and the Semantics of Mental Verbs. (pp. 55-
72). Dordrecht: Kluwer Academic. https://doi.org/10.1007/978-94-011-
1972-6_5
Dahl, E., & Fedriani, C. (2012). The argument structure of experience:
experiential constructions in early Vedic, Homeric Greek and early
Latin1. Transactions of the Philological Society, 110(3), 342–362.
https://doi.org/10.1111/j.1467-968x.2012.01313.x
Dixon, R. M. W. (1979). Ergativity. Language (Vol. 55, pp. 59-138).
https://doi.org/10.2307/412519
Fedriani, C. (2014). Experiential Construction in Latin. Leiden: Koninklijke
Brill. https://doi.org/10.1163/978900425783
13
Article Title... (3 Words)
Foley, W. A., & van Valin Jr., R. D. (1985). Language Typology and
Syntactic Description. Cambridge: Cambridge University Press.
14
First Author, Second Author, Third Author
Valin, R.D., & Lapolla, R.J. (1999). Syntax: Structure, Meaning, and
Function.
15