Askep Gadar Integumen
Askep Gadar Integumen
Askep Gadar Integumen
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
JURUSAN KEPERAWATAN
VISI
DIPLOMA IV KEPERAWATAN
MISI
DIPLOMA IV KEPERAWATAN
DARURAT III
SEMESTER : 7 (TUJUH)
Pembimbing Akademik,
Puji dan rasa syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya Makalah mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Sistem Kardiovaskuler”. Atas
dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan modul ini, maka
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Penulis
Kelompok 2
DAFTAR ISI
LATAR BELAKANG
A. LATAR BELAKANG
C. TUJUAN
D. MANFAAT
2. Penulis
Manfaat penulisan untuk menambah wawasan mengenai Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat pada Sistem Integumen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Etiologi
1. Luka bakar termal
Luka bakar thermal disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan atau gas panas dan bahan padat (solid). Luka
bakar paling sering disebabkan karena terpajan suhu panas
seperti terbakar api secara langsung atau terkena logam yang
panas (Borley & Grace, 2016; Rahayuningsih,2015).
2. Luka bakar kimia
Luka bakar kimia disebabkan oleh kontak jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat. Derajat luka bakar karena bahan kimia
berhubungan langsung dengan lama kontak, konsentrasi zat
kimia dan banyaknya jaringan yang terpapar. Semua pakaian
yang terkena harus dilepas dan kulit diperiksa untuk melihat
daerah luka. Karena kedalaman luka juga ditentukan oleh
konsentrasi agen yang ada pada kulit, maka pengenceran dengan
bilasan air yang banyak menjadi tahapan dalam penatalaksanaan
pasien luka bakar akibat basa kuat lebih merusak daripada akibat
asam kuat (Sabiston, 2014; Borley & Grace, 2016;
Rahayuningsih,2015).
3. Luka bakar listrik
Luka bakar akibat listrik adalah kerusakan yang terjadi ketika
arus listrik mengalir ke dalam tubuh manusia dan membakar
jaringan ataupun menyebabkan terganggunya fungsi suatu organ
dalam. Tubuh manusia merupakan penghantar listrik yang baik.
Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan
menghasilkan panas yang dapat membakar dan menghancurkan
jaringan tubuh. Meskipun luka bakar listrik tampak ringan,
tetapi mungkin saja telah terjadi kerusakan organ dalam yang
serius, terutama pada jantung, otot atau otak. Berat ringannya
luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage, dan
cara gelombang listrik mengenai tubuh (Borley & Grace, 2016;
Rahayuningsih,2015).
Arus listrik bisa menyebabkan terjadinya cedera melalui 3 cara:
1) Henti jantung (cardiac arrest) akibat efek listrik terhadap
jantung
2) Perusakan otot, saraf dan jaringan oleh arus listrik yang
melewati tubuh
3) Luka bakar termal akibat kontak dengan sumber listrik.
4. Luka bakar radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber
radioaktif. Hal ini berhubungan dengan penggunaan radiasi ion
pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan
terapeutik pada dunia kedokteran. Terpapar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe
luka bakar radiasi. Awalnya luka ini dengan kedalaman
sebagian, tetapi dapat berlanjut ke trauma yang lebih dalam
(Borley & Grace, 20016; Rahayuningsih,2015).
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Klinis
Kedalaman Bagian
Penampilan Perjalanan
dan Penyebab Kulit yang Gejala
Luka Kesembuhan
Luka Bakar Terkena
Derajat Epidermis Kesemutan, Memerah, Kesembuhan
hiperestesia lengkap
Satu menjadi
(super dalam waktu
(Superfisial) sensivitas), putih ketika satu minggu,
rasa nyeri terjadi
: Tersengat ditekan
mereda jika pengelupasan
matahari, didinginkan minimal kulit
terkena api atau tanpa
dengan edema
intensitas
rendah
Derajat Epidermis Nyeri, Melepuh, Kesembuhan
Dua dan bagian hiperestesia, dasar luka dalam waktu
(Partial- dermis. sensitif berbintik- 2-3 minggu,
Thickness): terhadap bintik pembentukan
Tersiram air udara yang merah, parut dan
mendidih, dingin. epidermis depigmentasi,
terbakar retak, infeksi dapat
oleh nyala permukaan mengubahny
api luka basah, a menjadi
terdapat derajat-tiga.
edema.
2a = Akan sembuh
Nyeri dan
Superficial Epidermis Kulit dengan
sangat
partial dan bagian tampak sendirinya
sensitif oleh
thickness atas dari kemerahan, dalam 3
tekanan.
dermis oedem dan minggu (bila
rasa nyeri tidak terkena
lebih berat infeksi ),
daripada Tapi warna
luka bakar kulit tidak
grade I, akan sama
ditandai seperti
dengan bula sebelumnya.
yang
muncul
beberapa
jam setelah
terkena
luka, bila
bula
disingkirkan
akan terlihat
luka
bewarna
merah muda
yang basah,
Luka sangat
sensitive
dan akan
menjadi
lebih pucat
2b = Deep
bila terkena
partial
Nyeri dan tekanan. Luka akan
thickness
Epidermis sensitif. sembuh
dan Disertai dalam 3-9
lapisan juga dengan minggu.
dalam dari bula, Organ-organ
dermis permukaan kulit seperti
luka folikel-folikel
berbecak rambut,
merah muda kelenjar
dan putih keringat,
karena kelenjar
variasi dari sebasea
vaskularisas sebagian
i pembuluh besar masih
darah utuh.
( bagian
yang putih
punya hanya
sedikit
pembuluh
darah dan
yang merah
muda
mempunyai
beberapa
aliran darah.
Derajat Epidermis, Tidak terasa Kering, Pembentukan
Tiga (Full- keseluruha nyeri, syok, luka bakar skar,
Thickness): n dermis hematuria berwarna diperlukan
Terbakar dan (adanya putih pencangkoka
nyala api, kadang- darah dalam seperti n,
terkena kadang urin) dan bahan kulit pembentukan
cairan jaringan kemungkina atau parut dan
mendidih subkutan n pula gosong, hilangnya
dalam waktu hemolisis kulit retak kontur serta
yang lama, (destruksi dengan fungsi kulit,
tersengat sel darah bagian hilangnya jari
arus listrik merah), lemak yang tangan atau
kemungkina tampak, ekstrenitas
n terdapat terdapat dapat terjadi
luka masuk edema
dan keluar
(pada luka
bakar
listrik)
1. Rule of nine
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatannya
yang terkenal dengan rule of nine. Metode ini dikenal sejak tahun
1940 sebagai pengkajian cepat untuk menentukan perkiraan luas
luka bakar. Dalam metode ini, tubuh dibagi menjadi beberapa
bagian anatomi dan setiap bagian mewakili 9% kecuali daerah
genital.
8. Komplikasi
a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal.
b. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya
pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang
dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler,
volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah
berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
c. Adult Respiratory Distress Syndrome, akibat kegagalan
respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran
gas sudah mengancam jiwa pasien.
d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus
merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar.
Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause.
Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress
fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat
ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan
atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus
curling.
e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau
bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi
cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan
mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan
haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng,
tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
f. Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan
resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin
atau mioglobin terdektis dalam urine.
g. Kontraktur
9. Pemeriksaan Diagnostik
10. Penatalaksanaan
1. Pengkajian primer
1) Airway
Menurut Moenadjat (2017), membebaskan jalan nafas dari
sumbatan yang terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas
ditambah sekret yang diproduksi berlebihan (hiperekskresi)
dan mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai
trauma inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal)
dan atau krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada
kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas
yang dapat menyebabkan distres pernafasan. Pada luka
bakar akut dengan kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan
pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan prioritas
pertama pada resusitasi, tanpa menunggu adanya distres
nafas. Baik pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau
krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan jalan
nafas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi
inhalasi yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial
dikerjakan. Namun pada kondisi sudah dijumpai obstruksi,
krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan.
2) Breathing
Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan
dada terkait keteraturan dan frekuensinya. Adanya suara
nafas tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.
Moenadjat (2019), Pastikan pernafasan adekuat dengan :
a. Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila
sekret banyak, dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit.
Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi
mengalami gangguan aliran masuk (input) oksigen
karena patologi jalan nafas; bukan karena kekurangan
oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt)
atau dengan tekanan karena akan menyebabkan
hiperoksia (dan barotrauma) yang diikuti terjadinya
stres oksidatif.
b. Humidifikasi
Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian
uap air adalah untuk mengencerkan sekret kental (agar
mudah dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi
mukosa.
c. Terapi inhalasi
Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila
dihembuskan melalui pipa endotrakea atau
krikotiroidektomi. Prosedur ini dikerjakan pada kasus
trauma inhalasi akibat uap gas atau sisa pembakaran
bahan kimia yang bersifat toksik terhadap mukosa.
Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi
yang potensial terjadi akibat zat kimia. Gejala
hipersekresi diatasi dengan pemberian atropin sulfas
dan mengatasi proses infalamasi akut menggunakan
steroid.
d. Lavase bronkoalveolar
Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan
untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada
mukosa jalan nafas dibandingkan tindakan humidifier
atau nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat
(mucusplug) dapat dilepas dan dikeluarkan. Prosedur
ini dikerjakan menggunakan metode endoskopik
(bronkoskopik) dan merupakan gold standart. Selain
bertujuan terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur
diagnostik untuk melakukan evaluasi jalan nafas.
e. Rehabilitasi pernafasan
Proses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai seawal
mungkin. Beberapa prosedur rehabilitasi yang dapat
dilakukan sejak fase akut antara lain:
a) Pengaturan posisi
b) Melatih reflek batuk
c) Melatih otot-otot pernafasan.
Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian
dilakukan secara aktif saat hemodinamik stabil dan
pasien sudah lebih kooperatif
f. Penggunaan ventilator
Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus
dengan distresparpernafasan secara bermakna
memperbaiki fungsi sistem pernafasan dengan positive
end-expiratory pressure (PEEP) dan volume kontrol.
3) Circulation
Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar,
melambatnya capillary refill time, hipotensi, mukosa kering,
nadi meningkat.
Menurut Djumhana (2015), penanganan sirkulasi dilakukan
dengan pemasangan IV line dengan kateter yang cukup
besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk
mempertahankan volume sirkulasi
a. Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur
menggunakan jarum atau kateter yang besar minimal
no 18, hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan
tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP
b. Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)
Merupakan perangkat untuk memasukkan cairan,
nutrisi parenteral dan merupakan parameter dalam
menggambarkan informasi volume cairan yang ada
dalam sirkulasi. Secara sederhana, penurunan CVP
terjadi pada kondisi hipovolemia. Nilai CVP yang tidak
meningkat pada resusitasi cairan dihubungkan dengan
adanya peningkatan permeabilitas kapiler. Di saat
permeabilitas kapiler membaik, pemberian cairan yang
berlebihan atau penarikan cairan yang berlebihan akibat
pemberian koloid atau plasma akan menyebabkan
hipervolemia yang ditandai dengan terjadinya
peningkatan CVP.
24 Jam Pertama
Glukosa
Formula Elektrolit Koloid
dalam air
Consensus Cairan ringer
ABA
Laktat, 2-4
ml/kg/% luas
permukaan
tubuh untuk
mempertahankan
haluaran urin 30-
50 ml/jam
Brooks Cairan ringer 0,5 ml/kg/% 2000 ml
burn
Laktat, 1,5
ml/kg/% luka
bakar
Parland Cairan ringer
Laktat, 4 ml/kg/
%
Cairan Volume untuk
Natrium mempertahankan
Hipertonik haluaran urin 30
ml/jam (cairan
berisi 250 mEq
natrium/L)
2. Etiologi
Trauma inhalasi disebabkan oleh berbagai inhalan. Dibedakan atas
4 macam yaitu:
1. Gas Iritan
Bekerja dengan melapisi mukosa saluran nafas dan
menyebabkan reaksi inflamasi. Amonia, klorin,, kloramin lebih
larut air sehingga dapat menyebabkan luka bakar pada saluran
nafas atas dan menyebabkan iritasi pada mata , hidung dan
mulut. Gas iritan yang lain yaitu sulfur dioksida, nitrogen
dioksida, yang kurang larut dengan air sehingga menyebabkan
trauma paru dan distres pernafasan.
2. Gas Asfiksian
Karbon dioksida, gas dari bahan bakar ( metana, etana,
propane, asetilana), gas-gas ini mengikat udara dan oksigen
sehingga menyebabkan asfiksia.
3. Patofisiologi
Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan
epitel jalan nafas oleh panas dan zatkimia atau akibat intoksikasi
sistemik dari hasil pembakaran itu sendiri. Hasil pembakaran tidak
hanya terdiri dari udara saja, tetapi merupakan campuran dari
udara, partikel padat yang terurai di udara ( melalui suatu efek
iritasi dan sitotoksik). Aerosol dari cairan yang bersifat iritasi dan
sitotoksik serta gas toksik dimana gabungan tersebut bekerja
sistemik. Partikel padat yang ukurannya > 10 mikrometer tertahan
di hidung dan nasofaring. Partukel yang berukuran 3-10
mikrometer tertahan pada cabang trakeobronkial, sedangkan
partikel berkuran 1-2 mikrometer dapat mencapai alveoli.
Gas yang larut air bereaksi secara kimai pada saluran nafas ,
sedangkan gas yang kurang larut air pada saluran nafas bawah.
Adapau gas yang sangat kurang larut air masuk melewat barier
kapiler dari alveolus dan menghasilkan efek toksik yang bersifat
sistemk. Kerusakan langsung dari sel-sel epitel, menyebabkan
kegagalan fungsi dari apparatus mukosilier dimana akan
merangsang terjadinya suatu reaksi inflamasi akut yang
melepaskan makrofagg serta aktifitas netrofil pada daerah tersebut.
Selanjutnya akan di bebaskan oksigen radikal, protease jaringan,
sitokin, dan konstriktor otot polos( tromboksan A2,C3A, C5A).
Kejadian ni mrnyebabkan peninfkatan iskemia pada saluran nafas
yang rusak, selanjutnay terjadi edema dari dinding saluran nafas
dan kegagalan mikrosirkulasi yang akan meningkatkan resistensi
didding saluran nafas dan pembuluh darah paru. Komplains paru
akan turun akibat terjadinya edema paru interstitiil sehingga terjadi
edema pada saluran nafas bagian bawah akibat sumbatan pada
saluran nafas yang dibentuk oleh sel-sel epitel nekrotik, mukus dan
se- sel darah.
4. Manifestasi Klinis
5. Mekanisme Trauma
a. Mekanisme trauma dibagi 2 :
1. Inhalasi Carbon Monoksida (CO)
CO merupakan gas yang dapat merusak oksigenasi jaringan,
dalam darah berikatan dengan Hb dan memisahkan Hb
dengan O2 sehingga akan menghalangi penggunaan
oksigen.
2. Trauma Panas Langsung Mengenai Saluran Nafas
Sering mengenai saluran nafas bagian atas jarang mengenai
bagian bawah karena sebelum mencapai trachea secara
reflek terjadi penutupan plica dan penghentian spasme
laryng. Edema mukosa akan timbul pada saluran nafas
bagian atas yang menyebabkan obstruksi lumen, 8 jam
pasca cedera. Komplikasi trauma ini merupakan penyebab
kematian terbanyak.
b. Cedera Termis
Menimbulkan gangguan sirkulasi keseimbangan cairan &
elektrolit, sehingga berakibat terjadi perubahan permeabilitas
kapiler dan menyebabkan odema selanjutnya terjadi syok
hipovolemi. Kejadian ini akan menimbulkan :
1) Paru
Perubahan inflamatorik mukosa bagian nafas bawah,
akan menimbulkan gangguan difusi oksigen Acquired
Respiratory Distress Syndrome(ARDS), ini akan timbul hari
ke – 4 dan 5 pasca cedera termis
2) Hepar
SGOT, SGPT meningkat
3) Ginjal (gagal ginjal akut)
4) Lambung
5) Usus
Illeus menyebabkan translokasi bakteri kemudian terjadi
sepsis yang menyebabkan perforasi akhirnya terjadilah
peritonitis
c. Macam Fase
1) Fase Sub-Akut
Terjadi setelah shock teratasi, luka terbuka disini akan
menimbulkan : Proses Inflamasi disertai eksudasi dan
kebocoran protein. Infeksi yang menimbulkan sepsis.
Proses penguapan cairan tubuh disertai panas (evaporasi
heat loss).
2) Fase Lanjut
Terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi.
Masalah yang timbul adalah jaringan parut, kontraktur dan
deformitas akibat kerapuhan jaringan atau organ
struktural.
6. Komplikasi
1. Trauma paru berat, edema dan ketidakmampuan untuk
oksigenasi atau ventilasi yang adekuat dapat menyebabkan
kematian.
2. Keracunan CO dan inhalasi dari hasil pembakaran yang lain
secara bersamaan dapat menyebabkan hipoksemia, trauma
organ dan morbiditas.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Pulse Oximetry
2) Digunakan untuk mengukur saturasi hemoglobin yang
meningkat palsu akibat akatan CO terhadap hemoglobin
sehingga kadar karboksihemoglobin seringkali diartikan
sebagai oksihemaglon.
3) Analisa Gas darah
4) Untuk mengukur kdar karboksihemoglobin ,
keseimbangan asam basa dan kadara sianida. Sianida
dihasilakan dari kebakaran rumah tangga dan biasanya
terjadi peningkatan kadar laktat plasma.
5) Elektrolit
6) Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasl dari
resusitasi cairan dalam jumlah besar
7) Darah lengkap
8) Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi
sasaat setelah trauma. Hematokrit yang menurun secara
progresif akibat pemulihan volume intravaskular. Anemia
berat biasanya terjadi akibat hipoksia atau ke tidak
seimbangan hemodinamik. Peningkatan sel darah putih
untuk melihat adanya infeksi.
b. Foto thorak
Biasanya normal dalam 3-5 hari , gambran yang dapat muncul
sesudahnya termasuk atetektasis, edema paru dan ARDS.
c. Laringoskopi dan Bronkoskopi fiberoptik
Keduanya dapat digunakan sebagai alat diagnostik maupun
terapeutik. Pada bronkoskopi biasnya didapatkan gambaran
jelaga, ulserasi, sekresi, mukopurulen. Bronkoskopi serial
berguna untuk menghilangkan debris dan sel- sel nekrotik pada
kasus-kassus paru atau jika suction dan ventilasi tekanan
positif tidak cukup memadai.
8. Penatalaksanaan
Diagnosis yang cepat terhadap trauma inhalasi adalah
penting untuk penanganan cepat agar terhindar dari gagal nafas
yang berakibat kematian. Pengobatan trauma inhalsi adalah bersifat
suportif.
1. Airway
Jika dicurigai seseorang dengan trauma inhalsi maka sebelum
dikirim ke pusat luka bakar sebaiknya dilakukan intubasi cepat
untuk melindungi jalan nafas sebelum terjadi pembengkakan
wajah dan faring yang biasanya terjadi 24-48 jam setelah
kejadian , dimana jika terjadi edema maka yang diperlukan
adalah trakeostomi atau krikotiroidotomi jika intubasi oral
tidak dapat dilakukan.
2. Breathing
Jika didapatkan tanda-tanda insufisiensi pernafasan seperti
susah nafas, stridor , batuk, retraksi suara nafas bilateral atau
anda –tanda keracunan CO maka dibutuhkan oksigen 100%
atau oksigen tekan tinggi yang akan menurunkan waktu paruh
dari CO dalam darah.
3. Circulation
Pengukuran tekanan darah dan nadi untk mengetahut stabilitas
hemodinamik. Untuk mencegah syok hipovolemik diperlukan
resusitasi cairan intravena. Pada pasien dengan trauma inhalasi
biasanya biasanya dalam 24 jam pertama digunakan cairan
kristaloid 40-75 % lebih bnayak dibandingkan pasien yang
hanya luka bakar saja.
4. Neurologik
Pasien yang berespon atau sadar membantu untuk mengetahui
kemampuan mereka untuk melindungi jalan nafas dan
merupakan indikator yang baik untk mengukur kesussesan
resusitasi. Pasien dengan kelainan neurologik seringkali
memerlukan analgetik poten
5. Luka bakar
Periksa seluruh badan untuk mengetahui adanya trauma lain
dan luka bakar. Cuci Nacl kulit yang tidak terbakar untuk
menghindari sisa zat toksik
6. Medikasi
a. Kortikosteroid: Digunakan untuk menekan inflamasi dan
menurunkan edema
b. Antibiotik : Mengobati infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh staphylococus Aureus dan Pseudomonas
Aeruginosa pada pasien-pasien dengan kerusakan paru
c. Amyl dan sodium nitrit untuk mengobati keracunan
sianida tetapi harus berhati-hati jika ditemukan pula tanda-
tanda keracunan CO kerena obat ini dapat menyebabkan
methahemoglobinemia. Oksigen dan sodium tiosulfat juga
dapat sebagai antidotum sianida, antidotum yang lain
adalah hidroksikobalamin dan EDTA.
d. Bronkodilator untuk pasien-pasien dengan
bronkokontriksi. Pada kasus-kasus berat , bronkodilator
digunakan secara intravena.
I. Pengkajian
1. Primary Survey
a. Airway
Kaji ada tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien.
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada,
adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran.
L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan.
F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan
menggunakan pipi perawat.
b. Breathing
Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau
tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea, takipnea,
bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada suara nafas
tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau
wheezing.Selain itu kaji juga kedalaman nafas pasien.
c. Circulation
Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak
jantung misalnya takikardi, bradikardi. Kaji juga ada tidaknya
sianosis dan capilar refil.Kaji juga kondisi akral dan nadi
pasien.
d. Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi
dan refleks, pupil anisokor dan nilai GCS
e. Exposure
Pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi pajanan
berkelanjutan serta menilai luas dan derajat luka bakar.
2. Secondary Survey
1. Data Biografi
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamt, tnggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan
pengkajian klita perlu informasi selain dari klien. Umur
seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar
akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80
tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian
(Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlu karena
jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar
agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat
dalam pendekatan
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka
bakar (Combustio) adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat
disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan
pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time,
quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari
setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan karena
pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan
saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai
pada penurunan ekspansi paru.
3. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar,
penyabeb lamanya kontak, pertolongan pertama yang
dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan perawatan
ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi
beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi
perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari
/ bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang).
4. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita
oleh klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian
akan meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit
kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan
obat dan alcohol.
5. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan
penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi :
jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari
pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan,
serta kemungkinan penyakit turunan.
6. Riwayat psiko sosial
7. Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep
diri body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai
kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka
bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga
mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini
menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
a. Bernafas
Pada klien yang terkurung dalam ruang tertutup; terpajan
lama (kemungkinan cedera inhalasi). Yang dikaji adalah
serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis;
indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin
terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas
atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik
(oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan
nafas dalam (ronkhi).
b. Makan dan Minum
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS
dan apabila terjadi perubahan pola menimbulkan masalah
bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi
kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah.
c. Eliminasi
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat;
warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah
kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada
luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
d. Gerak dan Aktifitas :
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak
pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan
tonus.
e. Istirahat dan Tidur
Pola tidur akan mengalami perubahan yang dipengaruhi
oleh kondisi klien ddan akan mempengaruhi proses
penyembuhan
f. Pengaturan Suhu
Klien dengan luka bakar mengalami penurunan suhu pada
beberapa jam pertama pasca luka bakar, kemudian
sebagian besar periode luka bakar akan mengalami
hipertermia karena hipermetabolisme meskipun tanpa
adanya infeksi.
g. Kebersihan diri
Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami
penurunan karena klien tidak dapat melakukan sendiri.
h. Rasa Aman
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak
terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus
mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar
mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan
dengan kehilangan cairan/status syok.
1) Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam
sehubunagn dengan variase intensitas panas yang
dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong;
mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada
faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau
lingkar nasal.
2) Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen
penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan
tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara
mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam
setelah cedera.
3) Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya
lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka
bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar
(eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya
fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor,
kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok
listrik).
i. Rasa Nyaman
Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara
dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat
kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar
ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung
saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
j. Sosial
Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,
kecacatan. Sehingga klien mengalami ansietas, menangis,
ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
k. Rekreasi
Mengetahui cara klien untuk mengatasi stress yang
dialami
l. Prestasi
Mempengaruhi pemahaman klien terhadap sakitnya
m. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh klien akan mempengaruhi
respon klien terhadap penyakitnya
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh
panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan
tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan
lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah
pada 48 jam pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna
rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka
bakar, grade dan luas luka bakar.
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak
mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan
gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena
air panas, bahan kimia akibat luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan
dan bulu hidung yang rontok.
4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir
kering karena intake cairan kurang.
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen.
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami
peningkatan sebagai kompensasi untuk mengataasi
kekurangan cairan
d. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi
dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena
cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi,
suara nafas tambahan ronchi.
e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi
adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi
adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman,
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk
pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka
baru pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen
nyeri.
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS.
Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok
hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik).
i. Pemeriksaan kulit
1) Luas luka bakar
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah
satu metode yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau
metode “Lund dan Browder”.
2) Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4
macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat III
dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka.
3) Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu
memerlukan perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang
dapat menimbulkan berbagai masalah. Seperti, jika luka
bakar mengenai derah wajah, leher dan dada dapat
mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang
diantaranya disebabkan karena edema pada laring .
Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka dapat
menyebabkan penurunan sirkulasi ke daerah ekstremitas
karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh karena
itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan
pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat
diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat
menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina
dan menurunnya tajam penglihatan.
V. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Dx: Setelah 1. Pantau laporan GDA dan
Kerusakan dilakukan kadar karbon monoksida
pertukaran tindakan serum.
gas keperawatan 2. Berikan suplemen oksigen
berhubungan pasien pada tingkat yang
dengan mendapatkan ditentukan.
keracunan oksigenasi yang 3. Pasang atau bantu dengan
karbon adekuat. selang endotrakeal dan
monoksida, Kriteria hasil: tempatkan pasien pada
inhalasi asap ventilator mekanis sesuai
1. RR 12-24
dan obstruksi indikasi bila terjadi
x/mnt
saluran nafas insufisiensi pernafasan
2. Warna kulit
atas (dispneu hipoksia,
normal
hiperkapnia, rales, takipnea
3. GDA dalam
dan perubahan sensorium).
renatng
4. Anjurkan pernafasan dalam
normal
dengan penggunaan
4. Tidak ada
spirometri selama tirah
kesulitan
baring.
bernafas
5. Pertahankan posisi semi
fowler, bila hipotensi tak
ada.
2 Dx: Setelah Airway Management:
Bersihan dilakukan 1. Auskultasi suara napas
jalan napas tindakan sebelum dan sesudah
tidak efektif keperawatan dilakukan pembebasan
berhubunga selama 1x24 jalan napas, catat hasilnya
n dengan jam jalan napas 2. Lakukan fiksasi pada
edema dan klien kembali daerah kepala leher untuk
efek dari paten (terbebas meminimalkan terjadinya
inhalasi asap dari sumbatan), gerakan
dengan kriteria 3. Lakukan pembebasan
hasil: jalan napas secara manual
1. RR normal dengan teknik jaw thrust
(12- maneuver secara hati-hati
24x/menit) untuk mencegah
2. Ritme terjadinya gerakan leher
pernapasan 4. Lakukan pembebasan
reguler jalan napas dengan alat
3. Suara nafas oropharyngeal airwayjika
normal dibutuhkan
4. Tidak ada 5. Monitoring pernapasan
penggunaan dan status oksigenasi
oto bantu klien
nafas
BAB III
A. Kesimpulan
F. Saran
Borley R. Neil dan Grase A. Pierce. 2016. At a glance IlmuBedah. Edisi 3. Jakarta
Erlangga
Dewi, Yulia Ratna Sintia. 2014. Luka Bakar : Konsep Umum dan Investigasi
Berbasis Klinis Luka Antemortem dan Postmortem. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
Di Maio, V.J.M. & Dana, S.E. 2015. Fire and Thermal Injuries, in: Di Maio,
V.J.M. & Dana, S.E.(eds) Hand Book of Forensic Pathology. USA:
Landes Bioscience
Grace, P.A & Borley, N.R. 2016. At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Gurnida, Dida dan Melisa Lilisari. 2016. Dukungan Nutrisi pada Penderita Luka
Bakar. Bagian Ilmu Kesehatann Anak,Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran, Rumah Sakit Hasan Sadikin,Bandung.
Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta : Gosyen Publising.
Hidayat, A Aziz Alimul. 2018. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika
Horne, M., Pamela L. 2017. Keseimbangan Cairan Elektrolit & Asam basa.
EGC : Jakarta
Insley, J. 2014. Vade-Mecum Pediatri. EGC : Jakarta
Moenadjat Y. 2019. Luka bakar masalah dan tatalaksana. Jakarta : Balai penerbit
FKUI
Mohamad, Kartono. 2015. Pertolongan Pertama. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Nina, R. 2018. Efek Penyembuhan Luka Bakar dalam Sediaan Gel Ekstrak Etanol
70% Daun Lidah Buaya (Aloe Vera L) pada Kulit Punggung Kelinci New
Zealand. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta.
Ortiz-Pujols SM, Thompson K, Sheldon GF, et al. 2015. Burn Care : Are There
Sufficient Prociders and Facilities?. Chapel Hill, North Carolina.
American College of Surgeons Health Policy Research Institute
Rahayuningsih. 2015. Penatalaksanaan Luka Bakar Combustio. Akademi
Keperawatan Bhaki Mulia.Sukoharjo
Sari, Suci Mustika. 2015. Pengalaman Prehospital Keluarga dalam Penanganan
Luka Bakar di RSUD Sukoharjo. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Kusuma Husada. Surakarta.
Sari, Suci Mustika. 2015. Pengalaman Prehospital Keluarga Dalam Penanganan
Luka Bakar Di Rsud Sukoharjo. Skripsi. Surakarta : Stikes Kusuma
Husada.