Bartle Fix

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 64

Bab 1

Persiapan

Dalam bab awal ini kami akan menyajikan latar belakang yang diperlukan untuk mempelajari
analisis real. Bagian 1.1 terdiri dari survei singkat dari operasi himpunan serta fungsi, dua
peralatan penting dari keseluruhan matematika. Didalamnya kita akan membuat notasi dan
menyatakan definisi dasar serta bagiannya yang akan digunakan dalam buku ini. Kita akan
menganggap kata “Himpunan” memiliki arti yang sama dengan “Kelas”, “Koleksi”, serta
“Keluarga”, dan kita tidak akan mendefinisikan istilah-istilah ini ataupun memberikan daftar
aksioma untuk teori himpunan. Pendekatan ini sering disebut sebagai “kenaifan” dalam teori
himpunan, hal ini cukup memadai untuk bekerja dengan himpunan dalam konteks analisis real.

Bagian 1.2 berkaitan dengan metode khusus yang dinamakan Induksi Matematika. Hal tersebut
terkait dengan sifat-sifat dasar dari sistem bilangan dan meskipun dibatasi untuk membuktikan
jenis pernyataan tertentu, hal itu penting dan sering digunakan. Berbagai bukti yang digunakan
dalam diskusi matematika yang tidak resmi , seperti kontrapositif dan bukti kontradiksi dapat
ditemukan pada lampiran A.

Bagian 1.3 kita menerapkan beberapa alat yang disajikan dalam bagian pertama dari bab ini
untuk mendiskusikan tentang apa artinya itu bagi himpunan terhingga menjadi tak terhingga.
Hati-hati dengan definisi yang berikan dan beberapa konsekuensi dasar dafinisi ini berasal. Hasil
penting yang dari himpunan bilangan rasional adalah tidak terhingga yang dapat dibentuk.

Selain mengenalkan konsep dasar dan membangun aturan serta notasi, bab ini juga memberikan
pembaca beberapa pengalaman awal dalam bekerja dengan definisi yang tepat serta menulis
bukti. Membaca dan menulis bukti dengan cermat dibutuhkan untuk study analisis real, dan
seperti keterampilan yang lain, latihanpun diperlukan. Bab ini adalah titik awal.

Bagian 1.1 Himpunan dan Fungsi

Untuk pembaca : Dibagian ini kita memberikan penjelasan singkat dari aturan dan notasi yang
akan digunakan dalam tulisan ini. Kami sarankan anda untuk melihat kembali lagi nanti ketika
anda mengingat arti dari istilah atau symbol.

Jika sebuah elemen x dalam suatu himpunan A, kita tulis

x∈ A

Dan itu dikatakan bahwa x adalah anggota dari A atau x milik himpunan A. Jika x bukan bagian
dari A, kita tulis

x∉ A

Jika setiap elemen dari himpunan A juga bagian dari himpunan B. kita sebut A adalah himpunan
bagian dari B dan ditulis

A ⊆ B or B⊇ A
Kita katakan himpunan A adalah himpunan bagian B jika A ⊆B, tetapi setidaknya ada elemen B
yang tidak terdapat dalam A. Dalam hal ini terkadang kita tulis

A ⊂B

1.1.1 Definisi Dua himpunan A dan B dikatakan sama, dan kita tulis A = B, jika mereka
mengandung elemet yang sama.

Dengan demikian, untuk membuktikan bahwa himpunan A dan B adalah sama, kita harus
menunjukkan bahwa

A ⊆ B dan B⊆ A

Suatu himpunan biasanya didefinisikan dengan daftar elemen yang tidak termasuk atau dengan
bagian yang menentukan elemen dari himpunan. Jika P menunjukkan bagian yang bermakna dan
tidak ambigu untuk elemen dari himpunan S, maka kita tulis

{ x ∈S : P ( x ) }
Untuk setiap elemen x pada S pada bagian P adalah benar. Jika himpunan S dalam konteks ini
dipahami, maka dalam hal tersebut sering diabaikan dalam notasi ini. Beberapa himpunan khusus
yang digunakan dalam buku ini mereka dilambangkan dengan symbol standar. ( kita akan
gunakan symbol := yang menunjukkan bahwa symbol disebelah kiri sedang didefinisikan
disebelah kanan.)

 Himpunan Bilangan Asli N := {1,2,3,. . . }


 Himpunan Bilangan Bulat Z := {0,1,-1,2,-2,. . .}
 Himpunan Bilangan Rasiona Q := { m/n :m ,n ∈ Z∧n ≠ 0 }
 Himpuna Bilangan Real R.

Himpunan bilangan real R adalah hal penting yang mendasar yang akan kita bahas secara
panjang didalam bab 2 nanti.

1.1.2 Contoh (a) suatu himpunan { x ∈ N : x2 −3 x +2=0 }

Terdiri dari bilangan-bilangan asli yang memenuhi persamaan yang dinyatakan. Karena satu
satunya penyelesaian dari persamaan kuadrat ini adalah x=1 dan x=2, agar lebih mudah kita
dapat menunjukkan himpunan ini dengan {1,2}.

(b) Sebuah bilangan asli n memiliki bentuk n=2 k untuk k ∈ N , himpunan bilangan asli dapat
ditulis

{ 2 k :k ∈ N }

Lebih mudah ketimbang { n ∈ N :n=2 k , k ∈ N }. Demikian pula, himpunan bilangan asli ganjil
dapat ditulis
{ 2 k−1:k ∈ N }

Operasi Himpunan

Kita sekarang menentukan metode untuk memperoleh himpunan baru dari yang diberikan. Perlu
dicatat bahwa operasi himpunan ini didasarkan pada arti dari kata-kata “atau”, “dan”, dan
“tidak”. Untuk gabungan, penting untuk menyadari fakta bahwa kata “atau” digunakan dalam
arti yang inklusif, yang memungkinkan suatu kemungkinan bahwa x mungkin milik kedua
himpunan. Dalam aturan hukum, arti inklusif ini kadang-kadang ditandai dengan “dan/atau”.

1.1.3 Definisi (a) Gabungan dari himpunan A dan B

A ∪ B := { x : x ∈ A atau x ∈ B }

(b) Irisan dari himpunan A dan B

A ∩ B:= { x : x ∈ A dan x ∈ B }

(c) Komplemen dari himpunan B yang merupakan bagian dari himpunan A

A ¿ :={ x : x ∈ A dan x ∉ B }

A ∪B A∩B A¿

Gambar 1.1.1 (a) A ∪ B (b) A ∩ B (c) A ¿

Himpunan yang tidak memiliki elemen disebut himpunan kosong dan dilambangkan dengan
simbol ∅. Dua himpunan A dan B dikatakan saling lepas apabla mereka tidak memiliki unsur-
unsur yang sama, hai ini dapat ditulis dengan A ∩ B=∅

Untuk menggambarkan metode yang membuktikan himpunan yang sama, kita selanjutnya akan
menggunakan salah satu dari Hukum DeMorgan untuk tiga himpunan. Bukti lain yang tersisa
digunakan sebagai latihan.

1.1.4 Teorema Jika A,B,C merupakan himpunan, maka

(a) A ¿( B ∪C¿)=( A ¿ ) ∩ ( A ¿ ) ,

(b) A ¿( B ∩C¿)=( A ¿ ) ∪ ( A ¿ )

Bukti. Untuk membuktikan (a) kami akan menunjukkan bahwa setiap elemen dalam
A ¿( B ∪C¿) yang terkandung dalam ( A ¿ ) dan ( A ¿ ) , dan sebaliknya.
Jika x di A ¿( B ∪C¿), maka x adalah A, tetapi x tidak didalam B∪C. Maka x adalah A, tetapi x
tidah didalam B ataupun C. Oleh karena itu, x adalah A tetapi bukan B, dan x adalah A tetapi
bukan juga C. Dengan demikian x ∈ A ¿ and x ∈ A ¿, yang menunjukkan bahwa x ∈ ( A ¿ ) ∩ ( A ¿ ).

Sebaliknya, jika x ∈ ( A ¿ ) ∩ ( A ¿ ), maka x ∈ ( A ¿ ) dan x ∈ ( A ¿ ). Maka x ∈ A dan kedua x ∉ B dan


x ∉ C. Dengan demikian x ∈ A dan x ∉ ( B ∪ C ) jadi x ∈ A ¿( B ∪C ¿).

Karena himpunan ( A ¿ ) ∩ ( A ¿ ) dan A ¿( B ∪C¿) mengandung elemen yang sama, maka mereka
sama seperti definisi 1.1.1.

Ada saat dimana ada lebih dari dua gabungan dan irisan suatu himpunan. Untuk suatu kelompok
himpunan yang terhingga {A1, A2, . . ., An} gabungan tersebut adalah elemen A yang terdiri dari
semua elemen yang dimiliki setidaknya satu dari himpunan A k, dan irisan tersebut terdiri dari
semua elemen yang dimiliki semua dari himpunan Ak.

Hal ini diperluas hingga kumpulan himpunan tak terhingga {A1, A2, . . ., An, . . . } sebagai
berikut. Gabungan dari mereka adalah himpunan yang memiliki setidaknya satu elemen dari
himpunan An. Dalam hal ini dapat kita tulis

¿ n=1¿ ∞ An := { x : x ∈ A n untuk beberapa n ∈ N }

Demikian pula, dengan irisan himpunan adalah himpunan bagian yang semua elementnya masuk
kedalam himpunan An. Hal ini dapat kita ditulis

¿ n=1¿ ∞ An ≔ { x : x ∈ An untuk semuan ∈ N }

Produk Cartesian

Untuk membahas fungsi, kita definisikan Produk Cartesian dari 2 himpunan.

1.1.5 Definisi Jika A dan B adalah himpunan tidak kosong, maka produk Cartesian A x B dari A
dan B adalah himpunan yang semuanya berpasangan (a,b) dengan a ∈ A dan b ∈ B. Itu adalah,

A x B := { ( a , b ) :a ∈ A , b ∈ B }

Sehingga jika A= {1,2,3} dan B= {1,5}, maka himpunan A x B adalah himunan yang
anggotanya berpasangan

(1,1), (1,5), (2,1), (2,5), (3,1), (3,5)

Kita dapat mevisualisasikan himpunan A x B sebagai himpunan yang memiliki enam titik
dengan koordinat yang baru saja kita dapatkan tadi.
Kita sering menggambar diagram (seperti gambar 1.1.2) untuk menunjukkan produk Cartesian
dari 2 himpunan A dan B. Namun, harus disadari bahwa diagram ini mungkin suatu
penyederhanaan. Untuk contoh, jika A :={ x ∈ R :1 ≤ x ≤2 } dan B:= { y ∈ R :0 ≤ y ≤ 1 atau 2 ≤ y ≤ 3 },
maka bukan suatu persegi panjang, kita harus menggambar seperti gambar 1.1.3.

Kita sekarang akan membahas gagasan dasar dari suatu fungsi atau pemetaan.

Pada awal abad ke-19 para ahli matematika menyebut kata “fungsi” sebagai suatu formula,
seperti f ( x ) ≔ x2 +3 x−5, untuk hubungan setiap bilangan real x dan bilangan lainnya f(x).
(Disini, f ( 0 )=−5 , f ( 1 )=−1, f ( 5 ) =35). Pemahaman ini mengecualikan kasus formula yang
berbeda pada interval yang berbeda, sehingga fungsi yang tidak dapat didefinisikan “dipotong”.

Gambar 1.1.2 Gambar 1.1.3

Ketika matematika dikembangkan, ini menjadi lebih jelas bahwa definisi yang lebih umum
“fungsi” akan berguna. Itu juga menjadi jelas bahwa penting untuk membuat perbedaan yang
jelas antara fungsi itu sendiri dan nila-nilai dari fungsi. Definisi yang direvisi mungkin :

Suatu fungsi f dari suatu fungsi A yang terdapat didalam suatu fungsi B adalah aturan
korespondensi yang memberikan untuk setiap elemen x dalam A suatu keunikan yang ditentukan
elemen f(x) didalam B.

Akan tetapi dalam revisi definisi ini kita tersugesti mengalami kesulitan dalam menafsirkan
kalimat “ aturan dari korespondensi”. Untuk mengklarifikasikan ini, kita akan mengungkapkan
definisi sepenuhnya dalam hal himpunan ; pada dasarnya kita akan mendefinisikan fungsi
menjadi grafiknya. Sementara ini memiliki kelemahan yang agak dibuat, dan keuntungan
menjadi ambigu dan jelas.

1.1.6 Definisi Misalkan A dan B menjadi fungsi. Maka sebuah fungsi dari A ke B adalah
himpunan f yang berpasangan di AxB sehingga untuk setiap a ∈ A terdapat sesuatu yang unik
b ∈ Bdengan (a , b)∈ f . (Dengan kata lain, jika (a , b)∈ f dan (a , b ' )∈ f , maka b ∈ b '.)

Elemen pertama dari himpunan A dari fungsi f disebut domain dari f dan sering dilambangkan
dengan D(f). Semua element kedua dari suatu himpunan di f dinamakan range dari f dan biasa
dilambangkan R(f). Perlu dicatat bahwa ( f )= A , kita hanya memiliki R ( f ) ⊆ B. (lihat gambar
1.1.4.)

Kondisi penting yang ada :


(a , b)∈ f and (a , b ' )∈ f menyiratkan bahwa b∈b'

Kadang-kadang itu disebut tes garis vertical. Pada aturan geometri itu dikatakan setiap garis
vertical x=a dengan a ∈ A tepat satu kali memotong grafik f.

Notasi

f : A→B

Sering digunakan untuk menunjukkan bahwa f adalah fungsi dari A ke B. Kami juga akan
mengatakan bahwa f adalah pemetaan dari A ke B, atau peta A ke dalam B. Jika (a,b) adalah
sebuah elemen di f, itu biasa kita tulis

b=f ( a ) atau biasanya a → b

Gambar 1.1.4 Sebuah fungsi sebagai grafik

Jika b=f ( a ), kita sering menyebut b sebagai nilai pada f, atau sebagai gambar dibawah f.

Mesin dan Transformasi

Selain dari menggunakan grafik, kita dapat memvisualisasikan fungsi sebagai transformasi
himpunan D ( f ) =A ke dalam himpunan R( f )⊆ B. Didalam kalimat ini, ketika (a , b)∈ f , kita
berpikir tentang f mengambil elemen a dari A dan “mentransformasikan” atau “memetakan” itu
kedalam elemen b=f ( a ) di R( f )⊆ B. Kita sering menggambar diagram seperti gambar 1.1.5
bahkan ketika himpunan A dan B bukan anggota dari semesta.

Gambar 1.1.5 Sebuah fungsi sebagai sebuah transformasi


Ada cara lain untuk menggambarkan fungsi : yaitu sebagai mesin yang menerima unsure dari
D ( f ) =A sebagai input dan menghasilkan unsur-unsur yang sesuai dai R( f )⊆ B sebagai output.
Jika kita mengambil elemen x ∈ D(f ) dan dimasukkan ke f, maka akan menghasilkan suatu nilai
keluaran f(x). Jika kita menempatkan sebuah elemen berbeda y ∈ D(f ) ke f, maka akan
menghasilkan f(y) yang mungkin atau tidak mungkin berbeda dari f(x). Jika kita mencoba
memasukkan sesuatu yang bukan milik D ( f ) ke dalam f, kita dapat temukan bahwa itu sebuah
ingkaran, untuk f hanya dapat beroperasi pada unsure-unsur dari D ( f ) . (lihat gambar 1.1.6)

Penggambaran terakhir ini jelas membuat perbedaan antara f dan f(x) : yang pertama adalah
mesin itu sendiri, dan yang kedua adalah output dari mesin f ketika x adalah input. Ketika tidak
seorangpun seperti daging yang dipusingkan oleh penggiling daging, cukup banyak orang yang
telah dipusingkan membedakan antara fungsi dengan nilai-nilainya dan notasi-notasi nya.

Gambar 1.1.6 Sebuah fungsi sebagai sebuah mesin

Misalkan f : A → B menjadi fungsi dengan domain D ( f ) =A dan range R ( f ) ⊆ B

1.1.7 Definisi Jika E adalah bagian dari himpunan A, maka E adalah gambaran langsung yang
membawahi f yang merupakan bagian dari himpunan f(E) dari B sehingga memberikan

f ( E ) :={ f ( x ) : x ∈ E }

Jika H adalah himpunan bagian dari B, maka H adalah gambaran invers yang membawahi f yang
merupakan himpunan bagian f −1 ( H ) dari A sehingga memberikan

f −1 ( H ) :={ x ∈ A : f ( x ) ∈ H }

Pendapat notasi f −1 ( H ) yang digunakan dalam hubungan ini memiliki kelemahan. Akan tetapi,
kita menggunakan itu sejak hal tersebut adalah notasi standar.

Dengan demikian, jika kita diberikan sebuah himpunan E ⊆ A, maka sebuah poin y 1 ∈ B
menggambarkan langsung f ( E ) jika dan hanya jika terdapat setidaknya satu poin x 1 ∈ E seperti
y 1=f ( x1 ). Sama seperti sebelumnya, diberikan sebuah himpunan H ⊆ B, maka poin x 2 didalam
gambaran invers f −1 ( H ) jika dan hanya jika y 2=f ( x 2) .dimiliki oleh H. (lihat gambar 1.1.7)

1.1.8 Contoh (a) Misalkan f : R → R dirumuskan dengan f ( x ) ≔ x2 , maka gambaran langsung


dari himpunan E :={ x :0 ≤ x ≤ 2 } adalah himpunan f ( E )={ y :0 ≤ y ≤ 4 }.
Jika G := { y :0 ≤ x ≤ 4 } maka gambaran invers dari G adalah himpunan f −1 ( G ) ={ x :−2 ≤ y ≤2 }.
Dengan demikian dalam hai ini kita dapat lihat bahwa f −1 ( f ( E ) ) ≠ E.

Disamping itu, kita memiliki f −1 ( f ( G ) )=G. Tetapi jika H := { y :−1≤ y ≤1 } , maka kita memiliki
f −1 ( f ( H ) )= { y : 0 ≤ y ≤ 1 } ≠ H .

Sketsa grafik f dapat membantu menggambarkan himpunan ini.

(b) Misalkan f : A → B, dan buat G,H menjadi himpunan bagian dari B. Kita akan
memperlihatkannya seperti ini

f −1 ( G ∩ H ) ⊆ f −1(G)∩f −1( H)

Jika x ∈ f −1 ( G ∩ H ), maka F (x) ∈G ∩ H, jadi F (x) ∈G dan F (x) ∈ H. Akan tetapi ini
menyiratkan bahwa x ∈ f −1 (G) dan x ∈ f −1 (H), yang mana x ∈ f −1 (G)∩ x ∈ f −1( H ). Sehingga
dugaan tersebut dinyatakan terbukti. [ Masukan sebaliknya juga dinyatakan benar, sehingga kita
benar-benar memiliki himpunan yang sama diantara beberapa himpunan tersebut.]

Fakta lanjut mengenai hasil langsung dan invers nya akan diberikan dalam latihan.

Gambar 1.1.7 Gambaran langsung dan invers

Fungsi dengan tipe khusus

Definisi berikut mengidentifikasi beberapa jenis fungsi yang sanngat penting.

1.1.9 Definisi Misalkan f : A → B menjadi sebuah fungsi dari A ke B.

(a) fungsi f dikatakan injektif (atau satu persatu) kapan saja jika x 1 ≠ x 2, maka f (x¿ ¿1) ≠ f ( x 2) ¿.
Jika f adalah sebuah fungsi injektif, kita biasa sebut f sebagai sebuah injeksi.

(b) fungsi f dikatakan surjektif (atau pemetaan A menuju ke B) jika f ( A )=B; itu jika daerah
range R ( f )=B. Jika f adalah sebuah fungsi surjektif, kita biasa sebut f sebagai sebuah surjeksi.

(c) Jika f keduanya adalah injektif dan surjektif, maka f dikatakan sebagai bijektif. Jika f adalah
bijektif, kita biasa katakana bahwa f adalah sebuah bijeksi.

 Untuk membuktikan bahwa fungsi f adalah injektif, kita harus membuat :

Untuk semua x 1 , x 2 pada A, jika ( x 1 )=f ( x 2) , maka x 1=x 2


Untuk mengerjakan ini, kita asumsikan bahwa f ( x 1 ) =f ( x 2 ) dan menunjukkan bahwa
x 1=x 2. [Dengan kata lain, grafik dari f diyakinkan dengan uji garis horizontal pertama :
Setiap garis horizontal y=b dengan b ∈ B berpotongan dengan grafik f di paling banyak
satu titik.]

 Untuk membuktikan bahwa fungsi f adalah sebuah surjektif, kita harus menunjukkan
bahwa untuk setiap b ∈ B terdapat setidaknya satu x ∈ A seperti f ( x )=b.
[ Dengan kata lain, grafik dari f diyakinkan dengan uji garis horizontal kedua : Setiap
garis horizontal y=b dengan b ∈ B berpotongan dengan grafik f setidaknya disatu titik.]

1.1.10 Contoh Misalkan A :={ x ∈ R : x ≠1 } dan mendefinisikan f ( x ) ≔2 x /(x −1) untuk semua
x ∈ A. Untuk menunjukkan bahwa f adalah injektif, kita ambil x 1 dan x 2 di A dan asumsikan
bahwa f ( x 1 ) =f ( x 2 ). Dengan demikian kita dapatkan

2 x1 2 x2
=
x1−1 x 2−1

Yang menyiratkan bahwa x 1 ( x 2−1 ) =x 2 ( x 1−1 ), dan karenanya x 1=x 2. Oleh karena itu f adalah
injektif.

Untuk menentukan range dari f, kita selesaikan persamaan y=2 x /( x−1) untuk x di y. Kita
dapatkan x= y /( y−2), yang berarti y ≠2. Dengan demikian range dari adalah himpunan
B:= { y ∈ R : y ≠2 }. Dengan demikian, f adalah sebuah bijeksi dari A ke B.

Fungsi Invers

Jika f adalah sebuah fungsi dari A ke B, maka f adalah himpunan khusus dari AxB (dinamakan,
tes melewati satu garis vertikal.) Himpunan dari perpasangan BxA diperoleh dengan menukarkan
anggota yang berpasangan pada f adalah hal yang tidak umum dalam sebuah fungsi. (Bahwa,
fungsi f mungkin tidak melewati kedua tes dari tes garis horizontal). Akan tetapi, jika f adalah
sebuah bijeksi, maka pertukaran ini tidak menghasilkan sebuah fungsi, dinamakan “invers fungsi
“ dari f.

1.1.11 Definisi Jika f : A → B adalah sebuah bijeksi dari A ke B, maka

g := { ( b , a ) ∈ BxA : ( a , b ) ∈ f }

Adalah sebuah fungsi pada B ke A. Fungsi ini dinamakan invers fungsi dari f, dan dinyatakan
dengan f −1 juga biasa dinamakan invers dari f.

Kita juga dapat ungkapkan hubungan diantara f dan inversnya f −1 dengan mencatat bahwa
D ( f ) =R(f −1) dan R ( f )=D ( f −1) dan bahwa

b=f (a) jika dan hanya jika a=f −1 (b)

Untuk contoh, kita lihat pada contoh 1.1.10 bahwa fungsi


2 x1
f ( x ) :=
x 1−1

Adalah bijeksi dari A :={ x ∈ R : x ≠1 } ke dalam himpunan B:= { y ∈ R : y ≠2 }. Maka fungsi invers
yang diberikan adalah

y
f −1 ( y ) ≔ untuk y ∈ B
y−2

Pendapat Kita mengenal notasi f −1 (H ) pada definisi 1.1.7. Itu masuk akal bahkan jika f tidak
memiliki suatu fungsi invers. Akan tetapi, jika invers fungsi f −1 memang ada, maka f −1 (H )
adalah gambaran langsung dari f −1 yang membawahi himpunan H ⊆ B.

Fungsi dari Komposisi

Hal itu sering terjadi bahwa kita ingin “menulis” dua fungsi f, g dengan pertama kali menemukan
f (x) dan kemudian mengaplikasikan g untuk mendapatkan g( f ( x)); akan tetapi ini hanya
mungkin bila f (x) milik domain dari g. Untuk dapat melakukan ini semua f (x), kita hatus
asumsikan bahwa range dari f didalamnya ini mengandung domain dari g. (ligat gambar 1.1.8.)

1.1.12 Definisi jika f : A → B dan g :B → C, dan jika R ( f ) ⊆ D ( g )=B, maka fungsi komposit gof
adalah fungsi dari A ke C yang didefinisikan sebagai

( gof ) (x) ≔ g( f ( x ) ) untuk semua x∈ A

1.1.13 Contoh (a) Urutan komposisi harus dicatat dengan hati-hati. Untuk, buat f dan g menjadi
yang nilainya terdapat di x ∈ R maka diberikan sebagai

f ( x ) ≔2 x dan g ( x ) ≔3 x 2−1

Karena D ( g )=R dan R ( f ) ⊆ R=D (g), maka domain D( gof ) juga sama dengan R, dan fungsi
komposisi gof diberikan sebagai

( gof )( x )=3 ¿
Gambar 1.1.8 Komposisi dari f dan g

Disamping itu, domain dari fungsi komposisi fog itu juga R, tetapi

( fog ) ( x )=2 ( 3 x2 −1 )=6 x 2−2

Dengan demikian, dalam kasus ini kita memiliki gof ≠ fog.

(b) dalam mempertimbangkan gof , ketelitian harus dilakukan untuk memastikan bahwa range
dari f ini terdapat didalam domain dari g. Untuk contoh, jika

f ( x ) ≔1−x 2 dan g ( x )≔√ x

Maka, karena D ( g )= { x : x ≥ 0 }, dari fungsi komposisi gof diberikan sebuah rumus

( gof )( x )= √1−x2

Hanya untuk x ∈ D( f ) yang memenuhi f (x)≥ 0; adalah −1 ≤ x ≤1 yang memenuhi x.

Kita perhatikan jika kita membalikkan urutannya, maka fungsi komposisi tersebut diberikan
rumus

( fog ) ( x )=1−x

Tetapi hanya untuk x didalam domain D ( g )= { x : x ≥ 0 }.

Sekarang kita berikan hubungan antara fungsi komposit dan gambaran invers. Bukti ini
ditinggalkan sebagai perintah latihan.

1.1.14 Teorema Misalkan f : A → B dan g :B → C sebagai fungsi dan buat H sebagai himpunan
bagian dari C. Maka kita dapatkan

( gof )−1 ( H )=f −1 (g−1 ( H ))

Perhatikan pembalikan dalam urutan fungsi.

Pembatasan Fungsi

Jika f : A → B adalah sebuah fungsi dan jika A1 ⊂ A m kita dapat definisikan sebagai fungsi
f 1 : A1 → B oleh

f 1 ( x ) ≔ f ( x ) untuk x ∈ A 1

Fungsi f 1dinamakan sebagai batasan darif ke A1. Kadang-kadang ini dilambangkan dengan
f 1=f ∨ A1.

Itu mungkin tampak aneh bagi salah pembaca memilih untuk membuang salah satu bagian dari
fungsi, tetapi ada beberapa alas an yang baik untuk melakukannya. Untuk contoh, jika f : R → R
adalah fungsi kuadrat :
f ( x ) ≔ x2 untuk x∈ R

Maka f adalah bukan injektif, jadi itu tidak memiliki sebuah fungsi invers. Akan tetapi kita batasi
f untuk himpunan A1 := { x : x ≥ 0 } , maka batasan f ∨ A1 adalah bijeksi dari A1 ke A1. Karena itu
batasan ini memiliki sebuah fungsi invers, yang mana adalah fungsi akar kuadrat positif. (Sketsa
grafik)

Demikian pula, fungsi trigonometri S ( x ) ≔sin x dan C ( x ) ≔ cos x adalah bukan injektif pada
semua dari R. Akan tetapi, dengan membuat batasan sesuai fungsi ini, salah satu dapat
mengandung fungsi invers sinus dan fungsi invers cosines yang sudah pernah ditemui pembaca.

Latihan untuk Bagian 1.1

1. Jika A dan B adalah himpunan, tunjukkan bahwa A ⊆B jika dan hanya jika A ∩ B= A
2. Buktikan Hukum DeMorgan yang kedua [Teorema 1.1.4(b)].
3. Buktikan Hukum Distributif :
a. A ∩ ( B∪ C )=( A ∩ B ) ∪( A ∩C).
b. A ∪ ( B ∩C )=( A ∪ B ) ∩ ( A ∪ C ).
4. Perbedaan simetris dari 2 himpunan A dan B adalah himpunan D dari semua elemen baik
milik A ataupun B tetapi tidak kedua nya. Gambarkan kembali D dengan sebuah diagram
a. Tunjukkan bahwa D= ( A ¿ ) ∪ ( B ¿ ) .
b. Tunjukkan bahwa D juga diberikan oleh D= ( A ∪ B ) ¿ A ∩ B ¿.
5. Untuk setiap n ∈ N , buat An ={ ( n+1 ) k :k ∈ N }
a. Apa itu A1 ∩ A 2?
b. Tentukan himpunan { A n :n ∈ N } dan { A n :n ∈ N }.
6. Gambar diagram pada semesta dari produk Cartesian AxB untuk memberikan himpunan
A dan B.
a. A={ x ∈ R :1 ≤ x ≤2 atau 3≤ x 4 }, B= { x ∈ R : x=1 atau x=2 }
b. A={ 1,2,3 }, B= { x ∈ R :1≤ x ≤ 3 }.
7. Misalkan A :=B ≔ { x ∈ R :−1≤ x ≤ 1 } dan tinjau C ≔ { ( x , y ) : x 2 + y 2=1 } of A x B. Apakah
itu sebuah fungsi? Jelaskan!
8. Misalkan f ( x ) ≔1/x 2, x ≠ 0, x ∈ R.
a. Tentukan gambaran langsung dari f (E) dimana E :={ x ∈ R :1 ≤ x ≤2 }.
b. Tentukan gambaran invers dari f −1 (G) dimana G := { x ∈ R : 1 ≤ x ≤ 4 }.
9. Misalkan g ( x ) ≔ x 2 dan f ( x ) :=x +2, untuk x ∈ R, dan misalkan h sebagai fungsi
komposit h :=gof .
a. Temukan gambaran langsung h(E) dari E :={ x ∈ R :0 ≤ x ≤ 1 }.
b. Temukan gambaran invers h−1(G) dari G := { x ∈ R :0 ≤ x ≤ 4 }
10. Misalkan f ( x ) ≔ x2 untuk x ∈ R, dan misalkan E :={ x ∈ R :−1 ≤ x ≤0 } dan
F :={ x ∈ R: 0≤ x ≤ 1 }. Tunjukkan bahwa E ∩ F={0 } dan f ( E ∩ F )= {0 }, sementara
f ( E )=f ( F )={ y ∈ R :0 ≤ y ≤1 }. Karena nya f (E ∩ F) adalah sebuah himpunan tepat dari
f (E)∩ f (F). Apa yang terjadi jika 0 dihapus dari himpunan E dan F?
11. Misalkan E , F seperti dalam latihan 10. Temukan himpunan E ¿ dan f ( E ) ¿( F ) dan
tunjukkan bahwa itu tidah benar bahwa f (E ¿)⊆ f ( E)¿ (F).
12. Tunjukkan bahwa jika f : A → B dan E , F adalah himpunan dari A, kemudian
f ( E ∪ F )=f ( E ) ∪ f ( F) dan f (E ∩ F)⊆ f (E)∩f ( F).
13. Tunjukkan bahwa jika f : A → B dan G,H adalah himpunan dari B, kemudian
f −1 ( G ∪ H )=f −1 ( G ) ∪ f −1 ( H ) dan f −1 (G∩ H) ⊆f −1( G)∩f −1 ( H).
14. Tunjukkan bahwa fungsi f didefinisikan oleh f ( x ) ≔ x √ x 2+1 , x ∈ R , adalah bijeksi dari R
ke { y :−1< y <1}.
15. Untuk a , b ∈ R dengan a< b, temukan bijeksi eksplisit dari A :={x : a< x< b } ke
B:= y :0< y <1 }.
16. Berikan sebuah contoh dari dua fungsi f , g pada R ke R seperti f ≠ g, tetapi seperti
fog=gof .
17. Kerjakan :
a. Tunjukkan bahwa jika f : A → B adalah injektif dan E ⊆ A, kemudian f −1 ( f ( E ) ) =E.
Berikan sebuah contoh untuk menunjukkan bahwa persamaan itu tidak digunakan jika
f bukan sebuah injektif.
b. Tunjukkan bahwa jika f : A → B adalah surjektif dan H ⊆B, kemudian f −1 ( f ( H ) )=H .
Berikan sebuah contoh untuk menunjukkan bahwa persamaan itu tidak digunakan jika
f bukan sebuah surjektif.
18. Kerjakan :
a. Seandainya f adalah sebuah injeksi. Tunjukkan bahwa f −1 ∘ f ( x )=x untuk semua x
x ∈ D(f ) dan f ∘ f −1 ( y )= y yntuk semua y ∈ R(f ).
b. Jika f adalah bijeksi dari A ke B, tunjukkan bahwa f −1 adalah bijeksi dari B ke A.
19. Buktikan bahwa jika f : A → B adalah bijektif dan g :B → C adalah bijektif, maka
komposisi gof adalah pemetaan bijektif dari A ke C.
20. Misalkan f : A → B dan g :B → C menjadi fungsi
a. Tunjukkan bahwa jika gof adalah injektif, maka f adalah injektif.
b. Tunjukkan bahwa jika gof adalah surjektif, maka g adalah surjektif.
21. Buktikan Teorema 1.1.14.
22. Misalkan f , g menjadi fungsi seperti ( gof )( x )=x untuk semua x=D ( f ) dan ( fog ) ( y )= y
untuk semua y¿ D ( f ) . Buktikan bahwa g=f −1 .

Bagian 1.2 Induksi Matematika

Induksi matematika merupakan metode pembuktian penting yang akan digunakan untuk menguji
kebenaran suatu pernyataan yang diberikan dalam suku-suku bilangan asli. Walau kegunaannya
terbatas pada masalah tertentu, tetapi induksi matematika sangat diperlukan disemua cabang
matematika. Karena banyak bukti induksi mengikuti urutan formal argument yang sama, kita
akan sering menyebutkan hasil mengikuti induksi matematika dan meninggalkan bukti
lengkapnya kepada pembaca. Dalam bagian ini, kita akan membahas prinsip induksi matematika
dan member beberapa contoh untuk mengilustrasikan bagaimana proses bukti induksi.

Kita akan mengasumsikan kebiasaan (pembaca) dengan himpunan bilangan asli.

N = { 1, 2, 3, . . .}

Dengan operasi penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan dengan arti suatu bilangan kurang
dari bilangan lainnya. Kita juga akan mengasumsikan sifat fundamenta dari N berikut.

1.2.1 Sifat Urutan dengan Baik dari N. setiap subhimpunan dari N mempunyai unsure terkecil.

Pernyataan yang lebih detail dari sifat ini sebagai berikut: jika S subhimpunan dari N dan S ≠ ∅,
maka terdapat suatu unsure m ∈ S sedemikian sehingga m ≤ kuntuk semua k ∈ S.

Dengan berdasar sifat urutan dengan baik, kita akan menurunkan suatu versi prinsip induksi
matematika yang dinyatakan dalam suku-suku subhimpunan dari N.

1.2.2 Prinsip Induksi Matematika

Misalkan S subhimpunan dari N yang mempunyai dua sifat:

(1) Bilangan 1 ∈ S
(2) Untuk setiap k ∈ N, jika k ∈ S, maka k + 1 ∈ S. Maka kita mempunyai S ∈ N.

Bukti : Andaikan untuk kebalika dari S ≠ N. Maka himpunan N\S tidak kosong, karenanya
berdasarkan sifat urutan dengan baik itu (N\S) mempunyai unsure terkecil, sebut m. Karena 1 ∈
S dari dugaan (1) kita tahu bahwa m > 1. Tetapi anggapan ini bahwa m - 1 juga bilangan asli.
Karena m – 1 < m dan m adalah unsur terkecil dari N sedemikian sehingga m ∉ S, kita telah
membuktikan bahwa m – 1 ∈ S.

Sekarang kita gunakan dugaan (2) terhadap unsur k = m – 1 di S, yang berakibat k + 1 = (m – 1)


+ 1 =m di S. kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa m ∉ S. Karena m diperoleh
dengan pengandaian bahwa N\S tidak kososng, kita dipaksa pada kesimpulan bahwa N\S
kosong,. Karena itu, kita telah membuktikan bahwa S = N.

Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atau pernyataan tentang
bilangan asli. Bila P(n) berarti pernyataan tentang n ∈ N, maka P(n) mungkin benar untuk
beberapa nilai n dan salah untuk yang lainnya. Sebagai contoh, jika P(n) pernyataan “ n 2 = n “,
maka P(1) benar, sementara P(n) salah untuk semua n > 1, n ∈ N. Pada susunan yang lain, jika P2
(n) menyatakan : “ n2 > 1 “, maka P2 (1) salah, sementara P2 (n) benar untuk semua n > 1, n ∈ N.

Dalam konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai berikut: Untuk setiap n
∈ N, misalkan P(n) pernyataan tentang n. Misalkan bahwa

(1`) P(1) benar


(2`) Untuk setiap k ∈ N, jika P(k) benar, maka P (k + 1) benar. Maka P(n) benar untuk semua n
∈ N.

Dalam kaitannya dengan versi induksi matematika terdahulu yang diberika pada 1.2.2, dibuat
dengan memisalkan S = { n ∈ N│P(n) benar }. Maka kondisi (1) dan (2) pada 1.2.2 berturut-
turut tepat bersesuaian dengan (1`) dan (2`). Kesimpulan S = N pada 1.2.2 bersesuaian dengan
kesimpulan bahwa P(n) benar untuk semua n ∈ N.

Dalam (2`) asumsi “jika P(k) benar” disebut dugaan induksi. Di sini (2`), kita tidak memandang
benar atau salahnya P(k), tetapi hanya validitas implikasi “jika P(k) benar, maka P(k + 1) benar”.
Sebagi contoh, jika kita perhatikan pernyataan P(n) : m = n + 5, maka (2`) benar, implikasinya
“jika k = k +5, maka k + 1 = k + 6” juga benar, karena hanya menambahkan 1 pada kedua ruas.
Tetapi, karena pernyataan P(1) : 1 = 2 salah, kita tidak mungkin menggunakan induksi
matematika untuk menyimpulkan bahwa n = n + 5 untuk semua n ∈ N.

Hal itu mungkin terjadi bahwa pernyataan P(n)salah untuk bilangan asli tertentu tetapi kemudian
benar untuk semua n ≥ n0 untuk beberapa n0 tertentu. Prinsip induksi matematika dapat
dimodifikasi untuk menangani situasi ini. Kita akan merumuskan prinsip yang telah
dimodifikasi, tetapi meninggalkan pembuktiannya sebagai latihan . (lihat latihan 12).

1.2.3 Prinsip Induksi Matematika (versi kedua)

Misalkan n0 ∈ N dan misal n ≥ n0. Andaikan bahwa:

(1) Pernyataan P(n0) benar


(2) Untuk semua k ≥ n0, kebenaran dari P(k) menggambarkan kebenaran dari P(k + 1).

Maka P(n) benar untuk semua n ≥ n0.

Kadang-kadang bilangan n0 dalam (1) disebut hal yang mendasar, karena berfungsi sebagai titik
awal, dan implikasi dalan (2), yang dapat ditulis P(k) ⟹ P(k + 1), disebut penghubung, karena
menghubungkan situasi k kepada situani k + 1.

Contoh berikut menggambarkan bagaimana induksi matematika digunakan untuk membuktikan


pernyataan tentang bilangan asli.

1.2.4 Contoh (a) untuk setiap n ∈ N, jumlah dari bilangan asli pertama n diberikan dari

1
1 + 2 + …+ n = n (n + 1)
2

Untuk pembuktian rumus ini, kita misalkan S menjadi himpunan dari semua n ∈ N untuk rumus
yang benar. Kita harus memeriksa bahwa kondisi 1 dan 2 dari 1.2.2 terpenuhi. Jika n = 1, maka
1
kita mempunyai 1 = . 1 . (1 + 1) sehingga 1 ∈ S, dan (1) terpenuhi. Selanjutnya, kita
2
asumsikan bahwa k ∈ S dan mengharapkan pada kesimpulan dari angapan ini bahwa k + 1 ∈ S.
tentu saja, jika k ∈ S, maka
1
1+2+...+k= k (k + 1)
2

Jika kita menambahkan k + 1 pada kedua sisi persamaan yang diasumsikan, kita memperoleh:

1 1
1 + 2 + . . . + k + (k + 1) = k (k + 1) + (k + 1) = (k + 1) (k + 2)
2 2

Karena ini telah dinyatakan rumus untuk n = k + 1, kita simpulkan bahwa k = 1 ∈ S. oleh karena
itu kondisi (2) dari1.2.2 telah terpenuhi. Akibatnya, dari prinsip induksi matemtika, kita dapat
simpulkan bahwa S = N, sehingga rumus berlaku untuk semua n ∈ N.

(b) untuk setiap n ∈ N, jumlah dari kuadrat dari bilangan asli pertama n diberikan oleh

1
12 + 22 + . . . + n2 = n (n + 1) (2n + 1).
6

1
Untuk membuat rumus ini, kami mencatat bahwa itu benar untuk n = 1, karena 12 =. 1 . 2 . 3.
6
Jika kami mengasumsikan itu adalah benar untuk k,maka tambahkan (k + 1)2 untuk kedua sisi
rumus yang diasumsikan memberikan

1
12 + 22 + . . . + k2 + (k +1)2 = k (k + 1) (2k + 1) (k + 1)2
6

1
= (k + 1) (2k2 + k +6k + 6)
6

1
= (k + 1) (k + 2) (2k + 3)
6

Akibatnya, rumus ini berlaku untuk semua n ∈N.

(c) Diberikan dua bilangan real a dan b, kita akan buktikan bahwa a – b adalah sebuah factor dari
an – bn untuk semua n ∈ N.

Pertama kita lihat bahwa pernyataan itu jelas benar untuk n = 1. Jika kita sekarang
mengasumsikan bahwa a – b adalah factor ak – bk, maka

ak+1 – bk+1 = ak+1 – abk + abk – bk+1

= a (ak – bk ) + bk (a – b)

Dari hipotesis induksi, a−b adalah fakor dari a (ak −bk ) dan itu adalah jelas faktor dari b k (a−b).
Oleh karena itu, a−b faktor dari a k+1−b k+1, dan dari induksi matematika maka a−b adalah
faktor dari a n−bn untuk semua n  N.
Berbagai hasil bagi dapat diturunkan dari fakta ini. Misalnya 11 - 7 = 4, kita melihat bahwa
11n −7n habis dibagi 4 umtuk semua n  N.

(d) Ketidaksamaan 2n >2 n+1 adalah salah satu n = 1,2, tetapi itu benar untuk n =3. Jika kita
menganggap bahwa 2k >2 k +1, maka perkalian dari 2, dimana 2 k +2>3, ketidaksamaan

2k +1>2 ( 2 k +1 )=4 k + 2=2 k + ( 2 k +2 ) >2 k +3=2 ( k +1 ) +1

Karena 2 k +2>3 untuk semua k ≥ 1, ini berlaku untuk semua k ≥ 1 (meskipun pernyataan itu salah
untuk k = 1,2). Maka dengan dasar n0 =3, kita dapat menerapkan induksi matematika untuk
menyimpulkan bahwa ketidaksamaan berlaku untuk semua n ≥ 3.

(e) Ketidaksamaan 2n ≤ ( n+ 1 ) ! dapat dibentuk dengan induksi matematika.

Pertama kita amati bahwa itu benar untuk n = 1, karena 21=2=1+ 1. Jika kita menganggap
bahwa 2k ≤ ( k +1 ) ! , mengikuti dari kenyataan bahwa 2 ≤ k +2, maka

2k +1=2. 2k ≤ 2 ( k +1 ) ! ≤ ( k + 2 )( k +1 ) !=( k +2)!

Dengan demikian, jika ketidaksamaan berlaku untuk k, maka itu juga berlaku untuk k +1.
Oleh karena itu, induksi matematika menyiratkan bahwa ketidaksamaan berlaku untuk semua
n  N.

(f) Jika r  R, r ≠ 1 , dan n  N, maka

2 n 1−r n +1
1+r +r +…+ r =
1−r

Ini adalah rumus untuk jumlah dari istilah “deret ukur”. Dapat ditetapkan dengan menggunakan
induksi matematika sebagi berikut. Pertama, jika n = 1, maka 1+r=(1−r ¿¿ 2)/(1−r ). ¿ Jika kita
menganggap kebenaran rumus untuk n = k dan menambahkan r k +1 untuk istilah kedua belah
pihak, kita mendapatkan (sedikit ilmu aljabar)

k k+ 1 1−r k+1 k +1 1−r k+ 2


1+r +r + …+r = +r =
1−r 1−r

Yang merupakan rumus untuk n=k +1. Oleh karena itu, induksi matematika menyiratkan
kebenaran rumus untuk semua n  N.
[hasil ini juga dapat dibuktikan tanpa menggunakan induksi matematika. Jika kita
memisalkan Sn ≔ 1+r +r 2 +…+ r n, maka rS n=r + r 2+ …+r n +1, jadi

( 1−r ) Sn =S n−rS n=1−r n+1

Jika kita membagi 1−r, kita memperoleh rumus yang dinyatakan].

(g) Menggunakan sembarang prinsip induksi matematika dapat menyebabkan kesimpulan tidak
masuk akal. Pembaca diajak untuk menemukan kesalahan dalam “bukti” dari pernyataan berikut.

Menyatakan : jika n  N dan jika maksimum bilangan asli p dan q adalah n, mka p = q.

Bukti: Memisalkan S menjadi bagian dari N yang menyatakan itu benar. Terbukti, 1  S karena
jika p . q dan maksimal adalah 1. Maka keduanya sama dengan 1 dan p = q. Sekarang anggap
bahwa k  S, dan maksimum dari p dan q adalah k +1 . Maka maksimum dari p−1 dan q−1 dan
karena p = q dengan demikian, k +1 S dan kami menyimpulkan bahwa pernyataan benar untuk
semua n  N.

(h) Ada pernyataan benar untuk banyak bilangan asli tetapi tidak benar untuk semuanya.

Misalnya, rumus p ( n ) ≔n2−n−41 memberikan bilangan prima untuk n = 1,2,. . . . .,41. Namun,
p(41) jelas habis dibagi 41, sehingga bukan bilangan prima.

Versi lain dari prinsip induksi matematika kadang-kadang sangat berguna. Hal itu disebut
“prinsip kuat induksi”, meskipun itu sebenarnya setara dengan 1.2.2.

1.2.5. Prinsip Induksi Kuat Misalkan S menjadi bagian a dari N sehingga

(1”) 1 S

(2”) untuk setiap k  N, jika {1,2, . . . . ,k} ⊆ S, maka k +1 S maka S = N

Kita akan menyerahkan kepada pembaca untuk menetapkan kesetaraan dari 1.2.2 dan
1.2.5.

Latihan untuk bagian 1.2

1. Buktikan bahwa 1 / 1.2 + 1 / 2.3 + . . .+1 / n ( n + 1 ) = n ( n + 1 ) untuk semua n  N.


1
2.
3 3 3
Buktikan bahwa 1 +2 +…+n = [ 2 ]
n( n+1) ² untuk semua n  N.

3. Buktikan bahwa 3+11+ …+ ( 8 n−5 )=4 n2−n untuk semua n  N.


4. Buktikan bahwa 12 +32 +…+ ( 2 n−1 )=4 n3−n /3 untuk semua n  N.
2 2 n+ 1 2 n+ 1
5. Buktikan bahwa 12+¿ 2 +3 +…+(−1) n =(−1) n(n+1 )/ 2¿
untuk semua n  N.
6. Buktikan bahwa n3 +5 n habis dibagi 6 untuk semua n  N.
7. Buktikan bahwa 52 n−1 habis dibagi 8 untuk semua n  N.
8. Buktikan bahwa 5n −4 n−1 habis dibagi 16 untuk semua n  N.
9. Buktikan bahwa n3 +(n+1)3+(n+2)3 habis dibagi 9 untuk semua n  N.
10. Menduga rumus untuk jumlah 1/1.3+1/3.5+. ..+ 1/(2 n−1)(2 n+1) dan buktikan dugaan
anda denga menggunakan induksi matematika.
11. Menduga rumus untuk jumlah pertama n ganjil bilangan asli 1+3+…+(2 n−2) dan buktikan
dugaan anda dengan menggunakan induksi matematika.
12. Buktikan prinsip induksi matematika 1.2.3.(versi kedua)
13. Buktikan bahwa n<2 n untuk semua n  N.
14. Buktikan bahwa 2n <n ! untuk semua n  N.
15. Buktikan bahwa2 n−3 ≤ 2n−2 untuk semua n  N.
16. Menemukan semua bilangan asli n seperti n2 <2n . Buktikan pernyataan anda.
17. Menemukan bilangan asli terbesar m sehingga n3 −n habis dibagi m untuk semua n  N.
Buktikan pernyataan anda.
18. Buktikan bahwa 1/ √ 1+ 1/ √2+1/ √ n> √ n untuk semua n  N.
19. Memisalkan S menjadi bagian dari n seperti (a) 2k S untuk semua k  N dan (b) jika k  S
dan k ≥ 2, maka k -1  S Buktikan bahwa S = N
20. Memisalkan bilangan Xn didefinisikan sebagai berikut : x 1 :=1 , x 2 :=2 dan

1
X n+2 := ( x n+1 + x n ) untuk semua n  N. Menggunakan prinsip kuat induksi (1.2.5) untuk
2
menunjukkan bahwa 1 ≤ x n ≤2 untuk semua n  N.

Bagian 1.3 Himpunan Terbatas dan Tak Terbatas


Ketika kita menghitung unsur dalam satu himpunan, kita mengatakan “ satu, dua, tiga, . . . “,
berhenti ketika kita telah kehabisan himpunan. Dari perspektif matematika, apa yang kita
lakukan adalah mendefinisikan pemetaan bijektif antara himpunan dan sebagian dari himpunan
bilangan. Jika himpunan sedemikian rupa sehingga perhitungan tidak berakhir seperti himpunan
bilangan asli itu sendiri, dari pada kita menggambarkan himpunan sebagai tak terbatas.
Pengertian tentang “ terbatas” dan “ tak terbatas” sangat primitif dan itu sangat mungkin
pembaca tidak pernah memeriksa gagasan ini sangat hati-hati. Pada bagian ini kita akan
mendefinisikan istilah itu tepat dan menyusun hasil dasar dan menyatakan bahwa hasil penting
lainnya yang tampak jelas bukti yang agak rumit. Bukti ini dapat ditemukan pada lampiran B
dam dapat dibaca nanti.

Definisi 1.3.1 (a) Himpunan kosong ∅ dikatakan memiliki unsur-unsur 0.

(b) jika n  N hmpunan S dikatakan memiliki unsur-unsur n jika ada bijection dari himpunan
N n ≔{1,2 , … , n} ke S

(c) A himpunan S dikatakan terbatas jika salah satunya kosong atau memiliki beberapa unsur n
untuk n  N.

(d) A himpunan S dikatakan tak terbatas jika itu tidak terbatas.

Karena kebalikan dari bijection, itu untuk melihat bahwa satu himpunan S memiliki unsur n jika
dan hanya jika ada bijection dari S ke himpunan {1,2, . . ., n} juga karena komposisi dua
bijection adalah bijection, kami melihat bahwa himpunan S1 memiliki unsur jika dan hanya jika
ada bijection dari S1 ke himpunan S2, maka ada unsur n. selanjutnya, sebuah himpunan T1
terhingga, jika dan hanya jika ada bijeksi dari T1 onto himpunan T2 lainnya maka terhingga.

Sekarang perlu untuk membuktikan beberapa sifat dasar himpunan terhingga, untuk memastikan
bahwa definisi tidak mengarah pada kesimpulan yang bertentangan dengan keahlian counting
kami. Dari sebuah definisi, tidak sepenuhnya jelas bahwa sebuah himpunan terhingga mungkin
tidak memiliki elemen n lebih dari satu nilai n. Mungkin juga dapat ditafsirkan bahwa N : = {1,
2, 3, …} mungkin himpunan terbatas sesuai definisi ini. Pembaca akan menegaskan bahwa
kemungkinan ini tidak akan terjadi, sebagai pernyataan dua teorema berikutnya. Bukti dari
pernyataan ini, yang menggunakan sifat-sifat dasar dari N akan dijelaskan pada bagian 1.2, yang
ada dalam lampiran B.

1.3.2 Keunikan Teorema Jika S adalah himpunan terhingga maka jumlah elemen S merupakan
bilangan unik pada N.

1.3.3 Teorema himpunan N dari bilangan dasar adalah merupakan himpunan tak terhingga.

Selanjutnya beberapa sifat dasar dari himpunan terhingga dan tak terhingga.
1.3.4 Teorema (a) jika a adalah himpunan dengan elemen m dan b adalah himpunan dengan
elemen n, dan jika A ∩ B=∅, kemudian A ∪ B memiliki elemen m + n .

(b) jika A adalah himpunan dengan elemen m∈ Ν dan C ⊆ Aadalah himpunan dengan satu
elemen, maka A ¿ adalah himpunan dengan elemen m – 1.

(c) jika C adalah himpunan tak hingga dan B adalah himpunan terhingga, maka C ¿ adalah
himpunan tak hingga.

Bukti (a) biarkan f menjadi bijeksi dari N m onto A, dan biarkan g menjadi bijeksi dari N n onto
B. kita tetapkan h pada N m+n oleh h (i) : = f(i) untuk i = 1, …, m dan h(i) : = g(i-m) untuk i =
m+1, …, m+n. kita jadikan sebagai latihan untuk menjukkan bahwa h adalah bijeksi dari N m+n
onto A ∪B.

Bukti dari bagian (b) dan (c) tersisa untuk para pembaca, lihat latihan 2.

Ini tampak jelas bahwa bagian himpunan terhingga juga merupakan bagian himpunan terhingga,
tapi pernyataan ini harus disimpulkan menurut definisi. Pernyataan yang sesuai untuk himpunan
terhingga akan dibahas selanjutnya.

1.3.5 Teorema misalkan S dan T adalah himpunan dan T ⊆ S.

(a) jika S merupakan himpunan terhingga, maka T juga merupakan himpunan terhingga.

(b) jika T merupakan himpunan tak hingga, maka S juga merupakan himpunan tak terhingga.

Bukti (a) jika T = ∅, kita sudah tahu bahwa T adalah himpunan terhingga. Maka kita boleh
memisalkan T ≠ ∅. Buktinya adalah induksi pada jumlah elemen dalam S.

Jika S memiliki satu elemen, maka satu-satunya bagian yang tidak kosong T atau S harus
bertepatan dengan S, sehingga T adalah himpunan terhingga.

Misal setiap himpunan bagian tak kosong dengan elemen k adalah terhingga. Sekaramg S adalah
himpunan yang memiliki elemen k+1 (sehingga terdapat bijeksi f dari N k+1 atas S), dan T ⊆ S.

Jika f (k+1) ∉ T, kita dapat meninjau T menjadi bagian dari S 1 : = S\{F(k+1)}, yang memiiki
elemen k oleh teorema 1.3.4 (b). Maka dari hipotesis induksi, T adalah himpunan terhingga.

Disamping itu, jika f(k+1) ∈ T, maka T : = T\{f(k+1)} merupakan bagian dari S 1. Karena S1
memiliki elemen k hipotesis induksi menyiratkan bahwa T 1 adalah himpunan terhingga. Namun
ini berarti bahwa T = T1 ∪ {f(k+1)} juga merupakan himpunan terhingga.

(b) pernyataan ini kontra positif dengan pernyataan (a). (lihat lampiran a untuk pembahasan
kontra positif).

Himpunan yang dapat dihitung

Sekarang kita perkenalkan jenis himpunan tak hingga.


1.3.6 Definisi (a) sebuah himpunan S dikatakan denumerable (atau himpunan tak hingga yang
dapat dihitung) jika terdapat bijeksi dari N atas S. (b) sebuah himpunan S dikatakan dapat
dihitung jika salah satu terhingga atau denumerable. (c) sebuah himpunan S dikatakan
uncountable jika tidak dapat dihitung.

Dari sifat bijeksi, ini jelas bahwa S denumerable jika dan hanya jika ada bijeksi dari S onto
himpunan N. Himpunan S1 juga denumerable jika dan hanya jika ada bijeksi dari S 1 onto S2 yang
denumerable. Selanjutnya, himpunan T1 adalah countable jika dan hanya jika ada bijeksi dari T 1
onto himpunan T2 yang countable. Hasilnya, himpunan tak hingga merupakan denumerable.

1.3.7 Contoh (a) himpunan E : = {2n : n ∈ N } dari bilangan dasar merupakan denumerable,
karena pemetaan f : N → E ditetapkan f (n) : = 2n untuk n ∈ N, adalah bijeksi dari N ke E.

Sama halnya, himpunan : = {2n-1 : n ∈ N } dari bilangan ganjil adalah denumerable.

(b) bilangan bulat dari semua himpunan Z adalah denumerable.

Untuk membangun sebuah bijeksi N atas Z, kita petakan 1 diatas 0, kita petakan himpunan
bilangan dasar diatas himpunan bilangan bulat N positif, dan kita memetakan himpunan bilangan
ganjil diatas bilangan bulat negatif. Pemetaan ini dapat ditunjukkan dengan pencacahan :

Z = {0, 1, -1, 2, -2, 3, -3, …}.

(c) gabungan dari uraian dua himpunan denumerable adalah denumerable.

Tentunya jika A = {a1, a2, a3, …} dan B = {b1, b2, b3, …}, kita dapat menghitung elemen dari
A ∪ B sebagai :

a1, b1, a2, b2, a3, b3, … .

1.3.8 Teorema himpunan N x N merupakan denumerable.

Bukti ingat bahwa N x N terdiri dari semua pasangan (m, n) dimana kita dapat menghitung
pasangan ini seperti:

(1, 1), (1, 2), (2, 1), (1, 3), (2, 2), (3, 1), (1,4), …,

Sesuai dengan penambahan jumlah m + n, dan penambahan m. (lihat contoh 1.3.1)

Pencacahan dijelaskan berdasarkan turunan dari “aturan diagonal”, karena kita bergerak
sepanjang diagonal yang masing-masing berisi banyak istilah yang terbatas seperti yang
digambarkan pada 1.3.1.

Sementara argumen ini memuaskan bahwa hal itu menunjukkan bijeksi dari N x N → N, ini
bukan bukti formal karena itu tidak mendefinisikan bijeksi ini secara tepat. (lihat lampiran b
untuk bukti formal lainnya)

Seperti yang telah kita katakan, menafsirkan secara jelas antara bijeksi dengan himpunan sering
kali rumit. Dua hasil selanjutnya berguna dalam membangun akuntabilitas dari himpunan, karena
mereka tidak menunjukkan pemetaan bijeksi tertentu. Hasil pertama mungkin tampak intuitif
jelas, tetapi buktinya cukup teknis, itu akan dibahas pada lampiran b.

(1,4) (2,4) (1.2) (3.2)

(1,3) (2,3) (3,3) (1,2)

(1,2) (2,2) (3,2) (4,2)

(1,1) (2,1) (3,1) (4,1)

Contoh 1.3.1 himpunan N x N

1.3.9 Teorema misalkan S dan T adalah himpunan dan T ⊆ S.

(a) jika S adalah himpunan yang dapat dihitung, maka T merupakan himpunan yang dapat
dihitung.

(b) jika T adalah himpunan yang tidak dapat dihitung, maka S merupakan himpunan yang tidak
dapat dihitung.

1.3.10 Teorema berikut pernyataan yang setara:

(a) S adalah himpunan yang dapat dihitung

(b) terdapat surjeksi dari N atas S

(c) terdapat injeksi dari S into N

Bukti (a) ¿>¿ (b) jika S adalah terhingga, terdapat beberapa bijeksi h dari himpunan N n onto S
dan kita definisikan H pada N diperoleh:

h ( k ) untukk=1, … , n ,
H(k) = { h ( k ) untuk k >n ffff

Kemudian H merupakan surjeksi dari N atas S.

Jika S adalah denumerable, maka terdapat bijeksi H dari N atas S yang juga merupakan surjeksi
dari N atas S.

(b) ¿>¿ (c) jika H adalah surjeksi dari N atas S, kita definisikan H1 : S → N dengan membiarkan
H1(s) menjadi elemen pada himpunan H-1 (s) : = {n ∈ N : H(n) = s}. untuk melihat bahwa H
adalah injeksi dari S atas N, perhatikan bahwa jika s, t ∈ S dan n := H1(s) = H1(t), maka s =
H(n) = t.

(c) ¿>¿ (a) jika H1 adalah injeksi dari S atas N, maka itu adalah bijeksi dari S atas H1(S) ⊆ N.

Dari teorema 1.3.9(a), H1(S) adalah dapat dihitung, yang mana himpunan S dapat dihitung.

1.3.11 Teorema himpunan Q dari semua bilangan rasional merupakan denumerable.

Bukti. Bukti dari gagasan ini adalah untuk mengamati himpunan Q dari bilangan rasional positif
yang terkandung dalam pencacahan:

1 1 2 1 2 3 1
, , , , , , , …,
1 2 1 3 2 1 4

Lainnya adalah “pemetaan diagonal” (lihat contoh 1.3.2). Namun, pemetaan ini bukan sebuah
1 2
fraksi, karena fraksi yang berbeda dan merupakan bilangan rasional yang sama.
2 4

Untuk melanjutkan lebih formal, diketahui bahwa N x N merupakan countable (menurut


teorema 1.3.8), diikuti oleh teorema 1.3.10(b) bahwa terdapat surjeksi f dari N atas N x N

1 2 3 4

1 1 1 1

1 2 3 4

1 2 2 2

1 2 3 4

3 3 3 3

1 2 3 4

4 4 4 4

⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋱

Contoh 1.3.2 himpunan Q+

Jika g : N x N → Q+ adalah pemetaan pasangan (m, n) yang dimasukkan kedalam bilangan


rasional yang memiliki representasi m / n, maka g adalah surjeksi onto Q +. Oleh karena itu
komposisi g o f merupakan surjeksi dari N onto Q+, dan teorema 1.3.10 menyebutkan bahwa Q+
adalah himpunan countable.

Demikian juga, himpunan Q- dari semua bilangan rasional negatif adalah countable. Diikuti
seperti pada contoh 1.3.7 (b) bahwa himpunan Q = Q- ∪ {0} ∪ Q+ merupakan countable.
Karena Q mengandung N, Q harus menjadi sebuah himpunan denumerable.
Hasil selanjutnya berkaitan dengan himpunan gabungan. Dilihat dari teorema 1.3.10, kita perlu
khawatir tentang kemungkinan himpunan yang berlebihan. Juga, kita perlu membangun sebuah
bijeksi.

1.3.12 Teorema jika Am merupakan himpunan countable untuk setiap m ∈ N, maka gabungan A
: = ∪m∞=1 Am merupakan countable.

Bukti. Untuk setiap m ∈ N, biarkan φ m menjadi surjeksi dari N onto Am. kita definisikan ψ : N x
N → A dengan

Ψ (m, n) = φ m(n).

Kita klaim bahwa ψ adalah surjeksi. Tentunya, jika a ∈ A, maka terdapat paling tidak m ∈ N
seperti bahwa a ∈ Am, yang mana terdapat setidaknya n ∈ N seperti a = φ m(n). Maka dari itu, a =
ψ(m, n).

Karena N x N adalah countable, maka N x N terdapat pada teorema 1.3.10 bahwa terdapat
surjeksi f : N → N x N yang mana ψ o f adalah surjeksi dari N onto A. sekarang terapkan
kembali teorema 1.3.10 untuk menyimpulkan bahwa A merupakan countable.

Pendapat cara yang kurang formal (tetapi lebih intuitif) untuk melihat kebenaran dari teorema
1.3.12 yaitu dengan menghitung elemen Am, m ∈ N, seperti berikut:

A1 = {a11, a12, a13, …}

A2 = {a21, a22, a23, …}

A3 = {a31, a32, a33, …}

Kemudian kita menghitung susunan ini dengan menggunakan “aturan diagonal”:

a11, a12, a21, a13, a22, a31, a14, …,

seperti yang ditampilkan pada contoh 1.3.1.

Pendapat yang menyatakan bahwa himpunan Q dari bilangan rasional adalah countable,
pendapat ini pertama kali dikemukakan oleh Georg Cantor pada tahun (1845-1918). Beliau
adalah ilmuwan matematika pertama yang membahas konsep himpunan tak hingga secara detail.
Berbeda dengan countability dari Q, beliau juga membuktikan himpunan R dari bilangan real
yang merupakan himpunan uncountable. (hasil ini akan dibuktikan pada bagian 2.5)

Dalam serangkaian dokumen penting, Cantor mengembangan teori himpunan tak terhingga dan
aritmatika transfinite secara jelas. Beberapa hasilnya cukup mengejutkan dan menimbulkan
kontroversi dikalangan ahli matematika pada era itu. Tahun 1877 Beliau menulis surat kepada
rekannya Richard Dedekind, setelah membuktikan teorema yang tak terduga itu “saya
melihatnya tetapi saya tidak percaya itu”.

Kita tutup bagian ini dengan salah satu teorema yang luar biasa dari Cantor.

1.3.13 Teorema Cantor jika A adalah himpunan apapun, maka tidak ada surjeksi dari A onto
himpunan P(A) dari semua bagian A.

Bukti. Misalkan φ : A → P(A) merupakan surjeksi. Karena φ(a) adalah bagian dari A, a milik
φ(a) atau bukan milik himpunan ini.

D : = {a ∈ A : a∉ φ( a)}

Karena D adalah bagian dari A, jika φ adalah surjeksi, maka D = φ (a) untuk beberapa a 0 ∈ A .

Kita harus memiliki sebuah a 0 ∈ D atau a 0 ∉ D . Jika a 0 ∈ D , maka D = φ(a 0). Kita harus memiliki
a 0 ∈ φ(a 0), bertentangan dengan definisi D. demikian pula, jika a 0 ∉ D , maka a 0 ∉ φ(a 0) sehingga
a 0 ∈ D , yang nama juga sebuah kontradiksi.

Oleh karena itu, φ tidak dapat menjadi surjeksi.

Teorema Cantor menyiratkan bahwa ada kemajuan yang tak henti-hentinya atau lebih luas dan
himpunan yang lebih besar. Khususnya, ini menyiratkan bahwa kumpulan P(ℕ) dari seluruh
bagian bilangan natural ℕ adalah uncountable.

latihan untuk bagian 1.3

1. Buktikan bahwa himpunan tidak kosong T1 adalah terhingga, jika dan hanya jika ada
bijeksi dari T1 onto himpunan T2 terhingga.
2. Buktikan bagian (b) dan (c) dari teorema 1.3.4.
3. Diketahui S = {1, 2} dan T = {a, b, c}
a. Tentukan jumlah perbedaan injeksi dari S into T.
b. Tentukan jumlah perbedaan surjeksi dari T onto S.
4. Tunjukkan sebuah bijeksi antara N dan semua himpunan bilangan bulat ganjil lebih besar
dari 13.
5. Definisikan bijeksi f dari N onto Z secara jelas dan gambarkan pada contoh 1.3.7(b)
6. Tunjukkan bijeksi antara N dan bagian yang tepat dari bijeksi itu sendiri.
7. Buktikan bahwa himpunan T1 merupakan denumerable jika dan hanya jika ada bijeksi
dari T1 onto himpunan T2 yang denumerable.
8. Berikan contoh countable dari kumpulan himpunan terhingga yang bukan terhingga.
9. Buktikan secara detail jika S dan T adalah denumerable, kemudian S ∪ T merupakan
denumerable.
10. Tentukan jumlah elemen P(S), kumpulan dari semua bagian S, untuk tiap himpunan
sebagai berikut:
a. S := {1, 2}
b. S := {1, 2, 3}
c. S := {1, 2, 3, 4}

Sertakan himpunan kosong dan himpunan S itu sendiri pada P(S).

11. Gunakan induksi matematika untuk membuktikan bahwa jika himpunan S memiliki n
elemen, maka P(S) memiliki 2n elemen.
12. Buktikan bahwa kumpulan f(ℕ) dari semua himpunan terhingga dan ℕ adalah countable.

Bab 2

Bilangan Real

Dalam bab ini kita akan membahas sifat-sifat penting dari sistem bilangan real “R”. Meskipun
ada kemungkinan untuk memberikan susunan sistem resmi ini atas dasar satu himpunan yang
lebih sederhana. Seperti himpunan Bilangan Asli (N) dari Himpunan Bilangan Rasional (Q).
Kami telah memilih untuk tidak melakukannya, sebaliknya kami menunjukkan daftar sifat dasar
yang berhubungan dengan bilangan real dan menunjukkan bagaimana sifat lainnya dapat
disimpulkan dari mereka. Kegiatan semacam ini jauh lebih berguna dalam mempelajari alat-alat
analisis dari memeriksa kesukaran logis dari membangun meodel untuk “R”.
Sistem bilangan real dapat digambarkan sebagai medan perintah dan kami akan membahas
gambaran secara rinci. Pada bagian 2.1 pertama kita memperkenalkan sifat-sifat aljabar yang
sering disebut “field”. Sifat abstrak di aljabar yang didasarkan pada dua operasi penjumlahan dan
perkalian. Kita melanjutkan bagian dengan pengenalan “urutan” sifat R dan kami memperoleh
beberapa akibat dari sifat ini dan menggambarkan penggunaannya dalam bekerja dengan
ketidaksamaan gagasan nilai mutlak, yang didasarkan pada sifat urutan yang dibahas dalam
bagian 2.2.

Dibagian 2.3 kita membuat langkah terakhir dengan menambahkan “kelengkapan” sifat
kealjabaran dan urutan sifat R. Sifat ini yang mana tidak sepenuhnya dipahami sampai akhir
abad ke-19. Yang mendasari teori limit dan kontinuitas pada dasarnya semua yang mengikuti
buku ini. Pengembangan ketat analisis real tidak akan mungkin tanpa sifat penting ini.

Pada bagian 2.4 kami menerapkan sifat kelengkapan untuk mendapatkan beberapa hasil
mendasar tentang R, termasuk Sifat Archimedes., Keberadaan Akar Kuadrat, dan Kepadatan
Bilangan Rasional di R. Kita membuat atau menyusun atau menentukan dalam bagian 2.5,
sekumpulan sifat interval dan penggunaan untuk membuktikan R tidak dapat dihitung. Kami
juga membahas hubungannya dengan representasi biner dan desimal dari bilangan asli.

Bagian dari tujuan bagian 2.1 dan 2.2 adalah untuk memberikan contoh-contoh bukti dari
teorema dasar dari asumsi dinyatakan dengan tegas. Sehingga siswa dapat memperoleh
pengalaman dalam menulis bukti resmi, sebelum menghadapi perbedaan pendapat yang lebih
halus dan rumit yang berhubungan dengan sifat kelengkapan & konsekuensinya. Namun, siswa
yang sebelumnya telah mempelajari metode aksiomatik dan bukti teknik (mungkin dalam kursus
pada aljabar abstrak) dapat pindah ke bagian 2.3 setelah melihat sepintas pada bagian
sebelumnya. Sebuah diskusi singkat tentang logika dan jenis bukti dapat ditemukan dalam
lampiran A dibagian belakang buku ini.

Bagian 2.1 Aljabar dan Urutan Sifat R

Kita mulai dengan diskusi singkat tentang “Struktur Aljabar” dari sistem bilangan nyata. Kami
akan memberikan daftar singkat dari sifat dasar penjumlahan dan perkalian dari mana semua
sifat aljabar lainnya dapat diturunkan sebagai teorema. Dalam istilah aljabar abstrak, system
bilangan nyata adalah “ Lapangan atau Bidang atau Medan”. Sehubungan dengan masing-masing
(a,b) elemen khusus B(a,b), tapi kami akan menggunakan notasi konvensional a+b dan a∘b
ketika membahas sifat-sifat penjumlahan dan perkalian.

2.1.1 Sifat Aljabar dari R Pada himpunan R Bilangan Nyata ada dua operasi biner
dilambangkan dengan + dan x dan disebut penjumlahan dan perkalian. Masing-masing operasi
ini memenuhi sifat-sifat berikut :

(A1) a+ b=b+a untuk semua a , b di R (sifat komutatif penjumlahan)


(A2) ( a+ b ) +c=a+(b +c) untuk semua a , b , c di R (sifat asosiatif penjumlahan)

(A3) Terdapat unsur 0 di R sedemikian sehingga 0+ a=a dan a+ 0=a untuk semua a di

R (adanya unsur nol).

(A4) Untuk setiap a di R terdapat sebuah elemen –a di R sehingga a−(−a )=0 dan

(−a )+ a=0 (adanya unsure negative.

(M1) a ∙ b=b ∙ a untuk semua a , b di R (sifat komutatif perkalian).

(M2) ( a ∙ b ) ∙ c=a ∙(b ∙ c) untuk semua a , b , c di R (sifat asosiatif perkalian).

(M3) Terdapat unsur 1 di R berbeda dari 0 sehingga 1 ∙a=a dan a ∙ 1=a untuk semua a di

R (adanya unsur satu)

1 1
(M4) Untuk setiap a ≠ 0 di R terdapat unsur
a
di R sehingga a ∙
a ()
=1 dan

( 1a ) ∙ a=1 (keberadaan reciprocals)


(D) a ∙ ( b+c )= ( a ∙b )+(a ∙ c) dan ( b+ c ) ∙ a= ( b ∙a )+(c ∙ a) untuk semua

a , b , c di R atau sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan.

Sifat ini harus akrab bagi pembaca,empat pertama terkait dengan penjumlahan, empat berikutnya
dengan perkalian dan yang terakhir menghubungkan dua operasi. Titik daftar adalah bahwa
semua teknik aljabar dapat diturunkan dari Sembilan sifat. Dalam jiwa yang sama bahwa
teorema geometri Euclidean dapat disimpulkan dari lima aksioma dasar dinyatakan oleh euclide
dalam elemennya. Karena tugas ini lebih baik milik kursus dalam aljabar abstrak, kita akan
melaksanakannya disini. Namun, untuk menunjukkansemangat usaha, kita akan mencoba
beberapa hasil dan bukti mereka.

Pertama kita membangun fakta bahwa unsur 0 dan 1, yang keberadaannya telah ditegaskan
dalam (A3) dan (M3), sebenarnya unik. Kami juga menunjukkan bahwa perkalian dengan 0
selalu menghasilkan 0.

Teorema 2.1.2 (a) Jika z dan A adalah elemen di R dengan z + A= A maka z=0

(b) Jika u dan b ≠ 0 adalah elemen di R dengan u ∙ b=b maka u=1

(c) Jika a ∈ R maka a ∙ 0=0

Bukti (a) Menggunakan (A3), (A4), (A2), hipotesis z +a=a dan (A4), kita dapatkan
z=z +0=z+ ( a+ (−a ) )=0

(b) Menggunakan (M3), (M4), (M2), kesetaraan diasumsikan u ∙ b=b, dan (M4), kita dapatkan
1 1 1
( ( ))
u=u∙ 1=u ∙ b ∙
b () ()
=( u ∙ b ) ∙
b
=b∙
b
=1

(c) Kami memiliki (Mengapa?)

a+ a ∙0=a ∙ 1+ a ∙0=a ∙ ( 1+ 0 )=a∙ 1=a

Oleh karena itu kita menyimpulkan dari (a) yang a ∙ 0=0

Selanjutnya kita menentukan dua sifat penting dari perkalian : keunikan timbale balik dan fakta
bahwa hasil dari dua angka nol jika dan hanya jika salah satu faktor adalah nol.

1
Teorema 2.1.3 (a) Jika a ≠ 0 dan b di R sedemikian sehingga a ∙ b=1 maka b=
a

(b) Jika a ∙ b=0 maka a=0 atau b=0

Bukti (a) menggunakan (M3), (M4), (M2). Hipotesis a ∙ b=1 dan (M3), kita punya

1 1 1 1
b=1∙ b=
(( ) ) ( ) (
a
∙ a ∙ b=
a
∙ a ∙ b )=
a ()
∙1=
a

(b) Itu sudah cukup mengasumsikan a ≠ 0 dan membuktikan bahwa b=0. (Mengapa?) kita
1
kalikan a ∙ b dengan dan berlaku (M2), (M4) dan (M3) mendapatkan
a

( 1a ) ∙ ( a ∙b )=(( 1a )∙ a) ∙b=1 ∙b=b


Sejak a ∙ b=0, oleh 2.1.2 © ini juga sama dengan

( 1a ) ∙ ( a ∙b )=( 1a ) ∙0=0
Dengan demikian kita memiliki b=0.

Teorema ini merupakan contoh kecil dari sifat aljabar system bilangan nyata. Beberapa akibat
tambahan dari sifat medan diberikan dalam latihan.

Operasi pengurangan didefinisikan oleh a−b=a+(−b) untuk a , b di R. Demikian pula divisi di


a 1
definisikan untuk a , b di R dengan b ≠ 0 oleh
b
:=a ∙
b ()
. Berikut ini kami akan menggunakan

notasi ini untuk pengurangan dan pembagian, dan kami akan menggunakan semua sifat familiar
dalam operasi ini. Kita biasanya akan menggunakan dot untuk menunjukkan perkalian dan
menulis ab untuk a ∙ b. Demikian pula kita akan menggunakan notasi biasa untuk eksponen dan
menulis a 2 untuk aa, a 3 untuk ( a 2 ) a. Dan secara umum kita definisikan a n+1 :=( a2 ) a untuk n ∈ N .
Kita sepakat untuk memakai konvensional yang a ' =a. Selanjutnya, jika a ≠ 0, kita menulis a 0=1
1 1 n
dan a untuk . Dan jika
−1
a
n ∈ N , kita akan menulis a untuk
−n
a ()
. Bila tepat untuk

melakukannya. Secara umum, kita akan bebas menerapkan semua teknik aljabar yang biasa
tanpa penjelasan lebih lanjut.

Bilangan Rasional dan Irasional

Kami menganggap himpunan bilangan N sebagai bagian dari R, dengan mengidentifikasi jumlah
bilangan asli n ∈ N dengan jumlah n kali lipat dari unsure unit 1 ∈ R. Demikian pula, kami
mengidentifikasi kelipatan jumlah –n dengan –n bilangan bulat. Dengan demikian, kita
menganggap N dan Z menjadi himpunan bagian dari R.

b
Unsur R yang dapat ditulis dalam bentuk dimana a , b ∈ Z dan a ≠ 0 disebut bilangan rasional.
a
Semua himpunan bilangan rasional di R dilambangkan dengan standar notasi Q. Jumlah dan
hasil kali dari dua bilangan rasional lagi bilangan rasional (membuktikan ini) dan terlebih lagi,
sifat medan yang terdaftar diawal bagian ini bias menjadi terbukti selama Q bertahan.

Fakta bahwa ada unsur dalam R yang tidak di Q dengan seketika tidak jelas. Pada abad ke-6
sebelum masehi masyarakat yunani kuno, Pythagoras menemukan bahwa diagonal dari persegi
dengan satuan sisi tidak dapat dinyatakan sebagai rasio bilangan bulat. Mengingat teorema
Pythagoras untuk segitiga siku-siku ini berarti bahwa persegi ada bilangan rasional dapat
menyamai 2. Penemuan ini memiliki dampak yang mendalam pada pengembangan matematika
yunani. Salah satu akibatnya adalah bahwa unsur R yang tidak di Q dikenal sebagai bilangan
irrasional. Yang berarti bahwa mereka bukan bilangan bulat. Meskipun kata “Irrasional” dalam
penggunaan bahasa inggris modern memiliki makna yang cukup berbeda, kita akan mengadopsi
penggunaan untuk istilah standar ini.

Sekarang kita akan emmbuktikan bahwa tidak ada bilangan rasional yang kuadrat dua dalam
bukti kita menggunakan pengertian tentang angka ganjil. Ingat bahwa bilangan jika memiliki
bentuk 2 n untuk beberapa n ∈ N dan jika memiliki bentuk 2 n−1 untuk beberapa n ∈ N setiap
bilangan asli baik genap atau ganjil, dan tidak ada bilangan asli baik genap atau ganjil.

Teorema 2.1.4 Ada dan tidak ada bilangan rasional seperti r 2=2

p 2
Bukti : abdaikan disisi sebaliknya bahwa p dan q adalah bilangan bulat sehingga
q
=2. Kita()
dapat mengasumsikan bahwa p dan q positif dan tidak memiliki faktor bilangan bulat umum
lainnya dari 1. (Mengapa?) karena p2=2 q 2. Kita melihat bahwa p2 adalah sama. Itu
menunjukkan bahwa p juga genap (karena jika p=2n−1 ganjil, dari p2=2 ( 2 n2−2 n+1 ) −1 juga
ganjil). Oleh karena itu p dan q tidak memiliki 2 sebagai factor umum. Maka q harus menjadi
bilangan asli genap.

Karena p genap maka p=2m untuk beberapa m∈ N karena itu 4 m 2=2 q2 sehingga 2 m 2=q2 .
Oleh karena itu q 2 genap, dan maka dari argument dalam paragraph sebelumnya q merupakan
jumlah bilangan genap asli.

p 2
Sejak hipotesis bahwa ()
q
=2 mengarah pada kesimpulan yang kontradiktif bahwa q adalah

genap dan ganjil, itu harus tidak benar.

Sifat Urutan R

“Sifat urutan” dari R mengacu pada pengertian tentang positif dan ketidaksetaraan antara
bilangan nyata. Seperti struktur aljabar dari system bilangan nyata. Kita memulai dengan
mengisolasi tiga sifat dasar dari semua sifat urutan yang lain dan perhitungan dengan kesetaraan
dapat disimpulkan. Cara termudah untuk melakukan ini adalah untuk mengidentifikasi himpunan
khusus dari R dengan menggunakan gagasan “positif”.

2.1.5 Sifat urutan R Ada P tak kosong himpunan R disebut himpunan bilangan nyata positif
yang memenuhi sifat-sifat berikut :

(i) Jika a,b milik p, maka a+b milik p.

(ii) Jika a,b milik p, maka ab milik p.

(iii) Jika a milik R, maka tepat satu dari berikut ini berlaku

a∈P a=0 −a ∈ P

Dua kondisi pertama menjamin kompatibilitas urutan dengan masing-masing penjumlahan dan
perkalian. Kondisi (iii) biasanya disebut sifat trikotomi, karena mambagi R menjadi tiga jenis
yang berbeda elemen. Untuk menyatakan bahwa himpunan { – a :a ∈ P } bilangan nyata negative
tidak memiliki unsur-unsur yang sama dengan himpunan P bilangan nyata positif, dan apalagi
himpunan R adalah gabungan dan tiga himpunan menguraikan himpunan R adalah menguraikan
gabungan dari tiga himpunan.

Jika a ∈ P, kita tulis a> 0 dan mengatakan bahwa a adalah bilangan nyata positif. Jika a ∈ P ∪ { 0 }
, kita tulis a ≥ 0 dan katakan bahwa a adalah bilangan nyata tidak negative. Sama, jika −a ∈ P,
kita tulis a< 0 dan kita katakan bahwa a adalah bilangan nyata negative. Jika −a ∈ P ∪ {0 }, kita
tulis a ≤ 0 dan kita katakan bahwa a adalah bilangan nyata tidak positif.

Gagasan ketidak setaraan antara dua bilangan nyata sekarang akan didefinisikan dalam unsur-
unsur positif dalam himpunan P.

Definisi 2.1.6 Misalkan a,b menjadi elemen dari R


a. Jika a−b ∈ P maka kita tulis a> b atau b< a.
b. Jika a−b ∈ P ∪ { 0 } maka kita tulis a ≥ b atau b ≤ a.

Sifat trikotomi 2.1.5 (iii) menyiratkan bahwa untuk a , b ∈ R tepat satu dari berikut ini berlaku :

a∈P a=0 −a ∈ P

Oleh karena itu, jika keduanya a ≤ b dan b ≤ a, maka a=b.

Untuk memudahkan cara menulisnya, kita akan tulis

a< b<c

Berarti bahwa kedua a< b dan b< c memenuhi. Yang lain “ganda” ketidaksamaan a ≤ b< c,
a ≤ b ≤ c, a< b ≤ c didefinisikan dengan cara serupa.

Untuk menggambarkan bagaimana sifat urutan dasar yang digunakan untuk menurunkan “aturan
ketidaksetaraan”. Sekarang kita akan menetapkan apa yang telah digunakan pembaca dalam
kursus matematika sebelumnya.

Teorema 2.1.7 Misalkan a,b,c aka nada unsur R.

a. Jika a> b dan b> c, maka a> c.


b. Jika a> b, maka a+ c> b+c.
c. Jika a> b dan c >0, maka ca> cb. Dan Jika a> b dan c¿ 0, maka ca< cb.

Bukti (a) jika a−b ∈ P dan b−c ∈ P, maka 2.15 (i) termasuk ( a−b ) −( b−c )=a−c milik P karena
a> c.

(b) Jika a−b ∈ P, maka ( a+ c )−( b+ c ) =a−b di P. Jadi, a+ c> b+c.

(c) Jika a−b ∈ P dan c ∈ P, maka ca−cb=c ( a−b ) di P dari 2.1.5(ii). Jadi ca> cb dimana c >0.

Disisi lain, jika c <0 maka −c ∈ P. Jadi, cb−ca=(−c ) (a−b) di P. Jadi cb >ca dimana c <0.

Hal yang wajar untuk mengira bahwa bilangan asli adalah bilangan nyata positif. Sifat ini berasal
dari sifat dasar urutan. Pengamatan utama adalah bahwa kuadrat dari setiap bilangan nyata bukan
nol adalah positif.

Teorema 2.1.8 (a) Jika a ∈ R dan a ≠ 0, maka a 2> 0

(b) 1>0

(c) Jika n ∈ N maka n> 0.

Bukti : (a) dari sifat trikotomi, jika a ≠ 0, maka tiap a ∈ P atau −a ∈ P. Jika a ∈ P maka dari
2.1.5(ii) a 2=a ∙ a∈ P. Jika −a ∈ P maka a 2=(−a ) (−a)∈ P . Kami menyimpulkan bahwa jika
a ≠ 0. Maka a 2> 0.
(b) Karena 1=12, maka (a) bahwa 1>0.

(c) Kita gunakan induksi matematika. pernyataan untuk n = 1 adalah benar dengan (b). jika kita
menganggap pernyataan tersebut benar untuk bilangan asli k, maka k ∈ P dan karena 1 ∈ P, kita
memiliki k +1 ∈ P oleh 2.1.5(i). Oleh sebab itu, pernyataan itu benar untuk semua bilangan asli.

Perlu dicatat bahwa tidah ada bilangan real positif terkecil yang dapat muncul. Ini dapat
1
ditemukan dengan mengamati bahwa jika a> 0, maka karena >0 (mengapa?), kita memiliki
2

1
0< a<a
2

sehingga jika hal ini diklaim bahwa a adalah bilangan real positif terkecil, kita dapat
1
menunjukkan angka positif yang lebih kecil a.
2

Pengamatan ini mengarah ke hasil selanjutnya, yang akan sering digunakan sebagai metode
pembuktian. Misalnya, untuk membuktikan sebuah angka a ≥ 0 adalah nol yang sebenarnya
sama, kita lihat bahwa itu sudah cukup untuk menunjukkan bahwa A lebih kecil dari jumlah
yang positif.

Teorema 2.1.9 Jika a ∈ R adalah seperti yang 0 ≤ a ≤ ε untuk setiap ε > 0, maka a=0.

1
Bukti Misalkan untuk sebaliknya bahwa a> 0. Maka jika kita mengambil ε 0 := a, kita memiliki
2
0< ε 0 <a . Oleh karena itu, itu adalah salah jika a< ε untuk setiap ε > 0 dan kita simpulkan bahwa
a=0.

Pendapat Itu adalah sebuah latihan untuk menunjukkan bahwa jika a ∈ R adalah sama seperti
0 ≤ a ≤ ε untuk setiap ε > 0, maka a=0.

Hasil dari dua bilangan positif adalah positif. Akan tetapi, kepositif-an semua hasil dari dua
bilangan tidak menyiratkan bahwa setiap faktor adalah positif. Pernyataan yang benar ini
diberikan pada teorema selanjutnya. Ini adalah peralatan penting dalam mengerjakan
ketidaksamaan.

Teorema 2.1.10 Jika ab> 0, maka salah satunya

(i) a> 0 dan b> 0, atau


(ii) a< 0 dan b< 0.

Bukti Pertama-tama kita catat bahwa ab> 0 menyiratkan bahwa a ≠ 0 dan b ≠ 0. (Mengapa?) dari
1
bagian trikotomi, salah satu a> 0 atau a< 0. Jika a> 0, maka > 0 (mengapa?), dan karena itu
a

b= ( 1a )( ab) >0. Sama, jika a< 0, maka 1a <0, jadi b=( 1a )( ab) <0.
2.1.11 Akibat Jika ab< 0, maka salah satunya

(i) a< 0 dan b> 0, atau

(ii) a> 0 dan b< 0.

Ketidaksamaan

Sekarang kita melihat bagaimana Sifat Urutan disajikan pada bagian ini dapat digunakan untuk
“memecahkan” ketidaksamaan tertentu. Pembaca harus membenarkan setiap langkah-langkah.

2.1.12 Contoh (a) Menentukan himpunan A dari semua bilangan real x seperti yang 2 x+3 ≤ 6.
Kita catat bahwa kita memiliki

3
x ∈ A ⇔ 2 x+3 ≤ 6 ⇔2 x ≤ 3 ⇔ x ≤
2

3
{
Oleh karena itu A= x ∈ R : x ≤
2 }
(b) Menentukan himpunan B:= { x ∈ R : x 2+ x>2 }.

Kita tulis kembali pertidaksamaan yang ada pada Teorema 2.1.10 dapat digunakan. Dicatat
bahwa

x ∈ B ⇔ x2 + x−2> 0 ⇔ ( x−1 )( x +2 ) >0

Oleh karena itu salah satu kita miliki (i) x−1>0 dan x +2>0, atau kita miliki (ii) x−1<0 dan
x +2<0. Dalam kasus (i) kita harus memiliki kedua x >1 dan x >−2, yang terpenuhi jika dan
hanya jika x > 1 dalam kasus (ii) kita harus samakan x < 1 dan x < -2, dimana terpenuhi jika dan
hanya jika x < -2. Kita simpulkan bahwa B = {x ∈ R : > 1} ∪{x ∈ R : x < -2}.

2 x+1
(c) Menentukan bagian C := { x ∈ R < 1}
x+ 2

2 x +1 x−1
kita catat bahwa x ∈ C ↔ -1<0↔ <0
x +2 x+ 2

oleh karena itu kita punya tiap (i) x – 1 < 0 dan x + 2 > 0, atau (ii) x – 1 > 0 dan x + 2 < 0
(mengapa?) dalam kasus (ii) kita harus menyamakan x < 1 dan x < -2 yang mana tidak pernah
terpenuhi, kita simpulkan bahwa C = {x ∈ R : -2 < x < 1} mengikuti ilustrasi contoh dengan
menggunakan bentuk umum dalam membuat ketidaksamaan tertentu pembaca seharusnya
memeriksa langkah-langkah dalam argument dengan mengenal bentuk pengerjaannya.

Seharusnya dengan mencatat bahwa adanya akar kuadrat bilangan positif belum memiliki
pendirian. Dengan demikian kita asumsikan adanya akar untuk tujuan contoh (adanya akar
kuadrat akan didiskusikan / dibahas dalam bagian 2.4).

2.1.13 Contoh
(a) apabila a ≥0 dan b ≥ 0 maka,

a > b ↔ a 2 < b 2 ↔ √ a < √ b.

Kita menganggap kasus dimana a > 0 dan b > 0, kasus a = 0 untuk pembaca. Ikuti dari 2.1.5 (i)
bahwa a + b > 0 lalu b 2 - a 2 = (b – a)(b + a) ikuti dari 2.1.7 (c) bahwa b – a > 0 mengandung
arti bahwa b 2 - a 2 > 0 juga ikuti dari 2.1.10 bahwa b 2 - a 2 > 0 mengandung arti bahwa b – a > 0.
Jika a > 0 dan b > 0 lalu, √ a > 0 dan √ b > 0 lau a = (¿dan b = (√ b ¿2, kedua mempengaruhi
perjanjian pertama dimana a dan b adalah menggantikan √ a dan √ b berpengaruh kita juga
menyarankan agar pembaca menunjukan bahwa jika a ≥ 0 dan b ≥ 0 kemudian a ≤ b ↔ a 2 ≤ b 2
↔√a≤ √b

(b) jika a dan b adalah bilangan positif dan mrupakan rata-rata aritmatika ½ (a + b) dan mereka
rata-rata ketidaksamaan geometri untuk a, b adalah

(2) √ ab ≤ ½ (a + b)

Dengan persamaan peristiwa jika dan hanya jika a = b. untuk membuktikan ini catat bahwa a >
b, b > a, dan a ≠ b. lalu, √ a > 0, √ b > 0 dan √ a ≠ √ b. (mengapa?) oleh karena itu ikuti dari
2.1.8 (a) bahwa (√ a−√ b ) > 0 memperluas kuadrat ini, kita dapatkan a - 2√ ab + b > 0 darimana
mengikuti dari √ ab < ½ (a + b).

Oleh karena itu, kita harus terus memegang erat ketidaksamaan jika a ≠ b. Selain jika a = b (> 0)
kemudian menyamakan bagian (2) sama dengan a lalu (2) menjadi persamaan lainnya, andaikata
bahwa a > 0, b> 0 dan bahwa √ ab = ½ (a + b) kemudian pengkuadratan bagian dan
mengalikannya dengan 4 kita menghasilkan 4ab = (a+ b ¿ ¿2 = a 2 + 2ab + b 2 darimana mengikuti
dari 0 = a 2 - 2ab + b 2 = (a−b ¿ ¿2 tapi persamaan ini mengandung arti bahwa a = b (mengapa?)
demikian persamaan (2) mengandung arti bahwa a = b

Komentar : ketidaksamaan rata-rata aritmatika-geometri untuk bilangan asli positif a 1, a 2, a 3, …


a n adalah

a 1+ a 2+… ..+an
(3) (a 1 a2 ….a n) 1/n ≤
n

Dengan persamaan peristiwa jika dan hanya jika a 1 = a 2 =….=a n membuktikan ini banyak
pernyataan umum jika yang menggunakan induksi matematika tapi bukti agak sedikit ruwet. A
banyak bukti bagus bahwa menggunakan benda fungsi eksponen menyatakan latihan 8.3.9 dalam
bab 8.

(c) ketidaksamaan bernoulli’s jika x > -1, maka

(4) (1+ x ¿ ¿ n ≥ 1 + nx untuk semua n ∈ N menggunakan pembuktian induksi matematika kasus


n = 1 hasil persamaan pernyataan yang valid dalam kasus selanjutnya kita asumsikan pernyataan
ketidaksamaan sah (4) untuk k ∈ N dan menarik kesimpulan k + 1. Tentu saja asumsi bahwa (
1+ x ¿ ¿ k
≥ 1 + kx dan bahwa 1 + x > 0, mengandung arti (mengapa?) bahwa (1+ x ¿ ¿ k+1 = (1 + x) dst.

Demikian ketidaksamaan (4) memegang untuk semua n ∈ N.

Latihan bagian 2.1

1.Jika a, b ∈ R, buktikan :

(a) Jika a + b = 0, jika b = -a (c) (-1)a = -a

(b) –(-a) = a (d) (-1)(-1) = 1

2. Bahwa jika a, b ∈ R maka

(a) –(a + b) = (-a) + (-b) (c) 1/(-a) = -(1/a)

(b) (-a)(-b) = a . b (d) –(a/b) = (-a)/b jika b ≠ o

3. Pemecahan menurut persamaan, berikan alas an tipa langkah penyerahan untuk sebuah
kecocokan bahan atau teorema :

(a) 2x = 5 = 8 (c) x 2 - 1 = 3

( b ) x 2 = 2x (d) (x – 1)(x + 2) = 0

4. Jika a ∈ R memenuhi a. a = a, menujukan bahwa tiap a = 0 / a =1

5. Jika a ≠ 0 dan b ≠ 0tunjukan bahwa 1/ (ab) = (1/a)(1/b)

6. Gunakan pendapat untuk membuktikan bahwa teorema 2.1.4 untuk menunjukan bahwa tidak
ada bilangan rasional s seperti s2 = 6

7. Mengubah bukti teorema 2.1.4 untuk menunjukan bahwa tidak ada bilangan rasional t seperti
t2 = 3

8. (a) tunjukan bahwa jika x, y adalah bilangan rasional kemudian x + y dan xy adalah bilangan
rasional.

(b)Buktikan bahwa jika x adalah bilangan rasional dan y adalah sebuah bilangan irrasional.
Maka, xy adalah sebuah bilangan irrasional jika x ≠ 0 tunjukan bahwa xy adalah sebuah bilangan
irrasional.

9. Turunkan k :={s + t√2 : s . t ∈ Q} tunjukan bahwa k memenuhi di bawah ini :

(a) Jika x 1, x 2,∈ k kemudian x 1 + x 2 ∈ K dan x 1, x 2 ∈ K

(b) Jika x ≠ 0 dan x ∈ k maka 1/x ∈x ( demikian bagian k adalah R dengan printah mewarisi dari
R letak k adalah sebuah perintah yang terletak dibawah Q dan R)

10. (a) Jika a < b dan c ≤ d, buktikan bahwa a + c < b + d


(b) Jika 0 < a < b dan 0 ≤ c ≤ d buktikanlah bahwa 0 ≤ ac ≤ bd

11. (a) tunjukan jika a > 0, kemudian 1/a > 0 dan 1/(1/a) = a

(b)Tunjukan bahwa a < b, kemudian a < ½ (a + b) < b

12. Jika a, b, c, d memenuhi bilangan 0 < a< b dan c < d < 0 memberi contoh dimana ac < bd
dan dimana bd < ac

13. Jika a, b ∈ R tunjukan bahwa a 2 + b 2 = 0 jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0

14. Jika 0 ≤ a < b tunjukan bahwa a 2 < ab < b2 ditunjukan oleh contoh bahwa tidak mengikuti a2
< ab <b2

15. Jika 0 < a < b tunjikan bahwa (a) a < √ ab < b dan (b) 1/b < 1/a

16. Mencari semua bilangan asli x yang memenuhi ketidaksamaan

( a ) x 2 > 3x + 4 (c) 1/x < x

( b ) 1 < x2 < 4 (d) 1/x < x 2

17. Buktikanlah dengan mengikuti bentuk teorema jika a ∈ R seperti bahwa 0 ≤ a ≤ ε untuk
setiap ε > 0 kemudian a = 0

18. Jika a, b ∈ R dan andaikata bahwa untuk setiap ε > 0 kita punya a ≤ b + ε tunjukan bahwa a
≤b

19. Buktikanlah bahwa [1/2(a+ b)¿ ¿2 ≤[1/2 (a2 + b2) untuk semua a, b ∈ R tentukanlah bahwa
persamaan tersebut menggenggam jika dan hanya jika a = b

20. (a) jika 0 < c < 1, tunjukan bahwa 0 < c2 < c < 1

(b)Jika 1 < c, tunjukan bahwa 1 < c < c2

21. (a) buktikan jika n ∈N bahwa 0 < n < 1 (menggunakan perintah N)

(b)Buktikan bahwa tidak wajar bilangan dapat disama ratakan dan tak habis dibagi.

22. (a) jika c > 1, tunjukan bahwa cn ≥ c untuk semua n ∈ N dan bahwa cn > c untuk n > 1

(b) jika 0 < c < 1, tunjukan bahwa cn ≤ c untuk setiap n ∈ N dan bahwa cn < c untuk n > 1

23. jika a > 0 dan b > 0 dan n ∈ N tunjukan bahwa a < b jika dan hanya jika an < bn petunjuk :
gunakan induksi matematika

24.(a) jika c > 1 dan m, n ∈ N tunjukan bahwa cm < cn jika dan hanya jika m > n

(b) jika 0 < c < 1 dan m, n ∈ N tunjukan bahwa cm < cn jika dan hanya jika m > n
25. asumsikan adanya akar, tunjukan bahwa jika c > 1 kemudian c1/m < c1/n jika dan hanya jika m
>n

26. gunakan induksi matematika untuk menunjukan bahwa jika a∈ R dan m, n ∈ N kemudian
am+n = am.n dan (am)n = amn.

2.2 Nilai Mutlak Dan Garis Nyata

Dari subbab 2.1 (iii) kita meyakinkan bahwa jika a ∈ R dan a ≠ 0, kemudian tepat satu bilangan
a dan –a adalah positif nilai mutlak a ≠ 0 adalah menegaskan untuk satu dan dua bilangan positif
ini. Nilai mutlak dari 0 adalah meyakinkan untuk menjadi 0.

2.2.1 Definisi nilai mutlak bilangan real a dinotasikan oleh IaI, adalah menegaskan

a jika a> 0
{
IaI = 0 jika a=0
−a jika a< 0 }
Untuk contoh, |5| = 5 dan |−8| = 8 kita lihat dari definisi bahwa |a| ≥0 untuk semua a ∈ R dan
bahwa |a|= 0 jika dan hanya jika a = 0 begitu juga |−a| = |a| untuk semua a ∈ R banyak
tambahan kata kerja yang mengikuti.

2.2.2 Teorema

(a) |ab| = |a||b| untuk semua a, b ∈ R

(b) |a 2| = a2 untuk setiap a ∈ R

© jika c ≥ 0 maka |a| ≤ c jika dan hanya jika –c ≤ a ≤ c

-|a| ≤ a ≤ |a| untuk setiap a ∈ R

Bukti :

Jika tiap a atau b adalah 0, kemudian tiap tepi sama dengan 0ada 4 hal yang menganggap jiak a >
0 dan b > 0 kemudian ab > 0 begitu bahwa |ab| = ab = |a||b|. Menjadi ab < 0 lalu bahwa, |ab| =
-ab = a(-b) = |a||b|
Lalu a2 ≥ 0, kita punya a2 = |a 2| = |aa| = |a||a| = |a|2

Jika |a|≤c, kemudian kita punya kedua a ≤ c dan –a ∈ c (mengapa?) yang mana adalah
ekuivalen untuk –c ∈ a ≤ c. perubahan jika –c ≤ a ≤ c . kemudian kita punya kedua a ≤ cdan
– a ≤c (mengapa?), lalu bahwa |a| = c

Ambil c = |a| dalam bagian c penting mengikuti pertidaksamaan akan seringkali digunakan.

2.2.3 Ketidaksamaan Segitiga jika a, b ∈ R kemudian |a+ b| ≤|a|+|b|

Bukti : bukti dari 2.2.2 (d) kita punya -|a|≤a ≤|a| dan –|b|≤b ≤|b| dalam penambahan
ketidaksamaan kita menghasilkan : -(|a|+|b|¿ ≤ a+ b ≤|a|+|b|

Dari 2.2.2 (c) kita punya |a+ b|≤|a|+|b| dapat kita tentukan bahwa ketidaksamaan ditemukan
dalam pertidaksamaan segitiga jika dan hanya jika ab > 0 yang mana ekuivalen untuk
menyatakan bahwa a dan b sama-sama memiliki lambang (lihat latihan 2) yang mana banyak
menggunakan variasi pertidaksamaan segitiga. Dua disini

2.2.4 jika a, b ∈ R maka :

(a) ‖a‖−‖b‖ ≤|a−b|

(b) |a−b|≤|a| + |b|

Bukti : (a) kita tulis a = a – b + b dan menerapkan pertidaksamaan segitiga untuk mendapatkan
|a|=|( a−b ) +b|≤|a−b|+|b| sekarang dasar |b| didapatkan |a|−|b|≤ . serupa dari
|b|=|b−a+a|≤|b−a|+ |a|kita menghasilkan –|a−b|=−|b−a|≤|a|−|b|. Jika kita gabungkan dua
pertidaksamaan tersebut menggunakan 2.2.2 (c), kita mendapatkan ketidaksamaan dalam (a).

(b) menggantikan (b) dalam pertidaksamaan segitiga oleh –b untuk mendapatkan


|a−b|≤|a|+|−b| lalu |−b|=|b| kita menghasilkan ketidaksamaan dalam (b). terus terang aplikasi
induksi matematika memperpanjang ketidaksamaan segitiga ada batasan bilangan pada elemen
R.

2.2.5 Bukti jika a1, a2, …an adalah bilangan real maka |a 1+ a2+ …+an|≤|a 1|+|a2|+ …+|an|

Mengikuti ilustrasi contoh bagaimana kerja niali mutlak yang bisa digunakan

2.2.6 Contoh

(a) menentukan a ∈R seperti bahwa |2 x+ 3|<7dari perubahan 2.2.2 (c) dari kasus ketidaksamaan
sempurna kita lihat bahwa x ∈ A jika dan hanya jika -7 < 2x = 3 < 7 yang mana terpenuhi jika
dan hanya jika pembagi oleh dua kita simpulkan bahwa A = { x ∈ R :−5< x <2 }. (b) menentukan
bagian B := {x ∈ R :|x−1|<|x|} satu metode untuk menganggap kasus bahwa symbol nilai mutlak
dapat berpindah dari kasus yang kita ambil.

(i) x ≥ 1
(ii) 0 ≤ x<1

(iii) x <0

(mengapa kita memilih tiga kasus ini?) dalam kasus (i) ketidaksamaan menjadi x−1< x, dimana
terpenuhi dengan lebih jauh lagi pembahasannya. Oleh karena itu dengan x ≥ 1 termasuk menjadi
bagian B. dalam kasus (ii) ketidaksamaan menjadi –(x -1) < x yang mana memerlukan bahwa
1 1
ax > jadi kasus ini menambahkan untuk setiap x pada < x <1menjadi bagian B. dalam kasus
2 2
(iii) ketidaksamaan menjadi –( x−1 ) <−x yang mana ekuivalen menjadi 1 < 0 kemudian
pernyataan ini salah bukan nilai x dari (iii) ketidaksamaan terpenuhi bentuk perpaduan dari
ketiga kasus, kita simpulkan bahwa B= { x ∈ R : x>1/2 }

(c) fungsi f ( x ) ≔ ( 2 x 2 +3 x+ 1 ) /¿(2 x−1¿ untuk 2 ≤ x ≤ 3 menemukan bahwa m constant


|f ( x)|≤ Muntuk semua x terpenuhi 2 ≤ x ≤ 3 kita menganggap pemisahan perhitungan dan angka
|2 x 2 +3 x+1|
|f ( x )|=
|2 x−1|
Dari ketidaksamaan segitiga, kita menghasilkan:
2
|2 x 2 1+3 x| ≤ 2|x| +3|x|+1 ≤2 . 32 +3.3+1=28

Lalu |x|≤3 untuk x dibawah pertimbangan begitu juga |2 x−1|≤2|x|−1≥ 2.2−1=3 lalu |x|≥2
1
untuk di bawah pertimbangan. Lalu, 1/|2 x−1|≤ untuk x ≥ 2. (mengapa?) oleh karena itu untuk
3
28
2 ≤ x ≤3 kita punya |f ( x)|≤ dari sini kita ambil M = 28/3 (catat bahwa kita punya satu nilai M
3
konstan. Fakta-fakta beberapa bilangan H > 28/3 akan begitu terpenuhi |f ( x)|≤ H . begitu
mungkin bahwa 28/3 adalah tidak mungkin pilihan terkecil dari M).

Garis nyata

mengumpulkan intepretasi geometri terkenal dari system bilangan real pada garis nyata di
intepretasi ini nilai mutlak |a| sebuah ∈R adalah anggapan bahwa dari jarak a ke asal o, lebih
umum lagi jarak antara element a dan b dalam R Adela |a−b| (lihat bentuk 2.2.1) kita kemudian
akan membutuhkan bahasa seksama untuk mendiskusikan dugaan satu bilangan real ada
‘’penutup’’ yang lain. Jika a adalah memberi bilangan re al c mengatakan bahwa a adalah
bilangan real dan x adalah penutup untuk a, seharusnya rata-rata untuk jarak |x−a|diantaranya
adalah ‘’kecil ‘’ konteks dari A yang mana gagasan akan didiskusikan untuk memberikan istilah
yang berdekatan yang mana kita sekarang akan memberikan definisi.

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
Gambar 2.2.1 jarak antara a = -2 dab b = 3

2.2.7 Definisi jika a ∈ R dan ε > 0, maka ε berada pada lingkungan a adalah bagian dari V ε (a) :=
{x ∈ R : |x−a|<ε .

Untuk a ∈ R, pernyataan bahwa untuk x termasuk V ε (a) adalah ekuivalen untuk tiap pernyataan
atau (lihat bentuk 2.2.2).

−ε < x−a< ε ↔ a−ε <¿ a+ε

( o )

a−ε a a+ ε

Gambar 2.2.2 sebuah gambar lingkungan ε pada a

2.2.8 Teorema

apabila a ∈ R jika x termasuk lingkungan V ε (a ) untuk setiap


ε > 0 , kemudian bukti jika keterangan x terpenuhi |x−a|<εuntuk setiap ε > 0 ,kemudian mengikuti
dari 2.1.9 bahwa |x−a|=0 , dan disini x = a

2.2.9 Contoh

(a) U := {x :0< x <1 jika a ∈U kemudian ε menjadi terkecil dan dua bilangan a dan |−a| lalu
sebuah latihan menunjukan bahwa V ϵ (a) adalah mengandung U demikian tiap elemen U
mempunyai beberapa ε −¿lingkungan mengandung U.

(b) jika I := {x :0 ≤ x ≤1 } kemudian untuk semua ε > 0. ε−¿ lingkungan V ε (0) mengandung point
tidak dalam 1, dan juga V ε (0) adalah tidak mengandung dalam satu. Untuk contoh bilangan x ε – ε
/ 2 adalah dalam V ε (0)tetapi tidak dlam satu.

(c) jika |x−a|<ε dan | y −b|<. kemudian ketidaksaman segitiga mengandung maksud bahwa
|( x + y )−(a+b)|=¿ |( x−a ) +( y −b)| ≤ |x−a|+|y −b| < 2ε.
Demikian jika x, y termasuk εlingkungan a, b. kemudian x + y termasuk untuk 2ε - lingkungan a
+ b (tapi, tidak membutuhkan ε −¿ lingkungan dan a + b).

Latihan Bagian 2.2

1. Jika a, b ∈ R dan b ≠ 0 , tunjukan bahwa :


a. |a|= √ a 2
a
b. ||
b
=|a|/|b|

2. Jika a, b ∈ R tunjukan bahwa |a+ b| = |a|+¿ |b| jika dan hanya jika ab ≥ 0
3. Jika x, y, z ∈ R dan x ≤ z tunjukan bahwa x ≤ y ≤ z jika dan hanya jika |x− y|+| y−z| =
|x−z| intepretasi geometri.
4. Tunjukan bahwa |x−a| < εjika dan hanya jika a−ε < x < a+ε
5. Jika a < x < b dan a < y < b, tunjukan bahwa |x− y|< b−a. Intepretasi geometri
6. Mencari semua x ∈ R yang terpenuhi oleh ketidaksamaan :
a. |4 x−5|≤ 13
b. |x 2−1|≤ 3
7. Mencari semua x ∈ R yang terpenuhi oleh persamaan |x +1|+¿ |x−2| = 7
8. Mencari semua x ∈ R yang terpenuhi oleh ketidaksamaan
a. |x−1|> ¿ |x +1|
b. |x| +¿ |x +1| < 2
9. Gambarkanlah grafik dari persamaan y=¿ |x| – |x−1|
10. Mencari semua x ∈ R yang terpenuhi dari ketidaksamaan 4 < |x +2| +|x−1| < 5
11. Mencari semua x ∈ R yang terpenuhi dari |2 x−3| < 5 dan |x +1| > 2
12. Menentukan bagian dari (x , y ¿ yang terpenuhi jika :
a. |x| = | y|
b. |x| + | y| = 1
c. |xy| = 2
d. |x| - | y| = 2
13. Menentukan dan menggambar pasangan (x, y) dalam R x R yang terpenuhi :
a. |x| ≤ | y|
b. |x|+| y|= ≤ 1
c. |xy| ≤ 2
d. |x| - | y| ≥ 2

14. ε >0 dan δ >0 dan a ∈ R tunjukan bahwa V ε (a) ∩ V δ (a) dan V ε (a) ∪ V δ (a) lingkungan γ

Yang tepat dan cocok pada nilai γ .

15. Tunjukan bahwa jika a, b ∈ R dan a ≠ 0 ada himpunan U pada a dan V pada yang mana U
∩V = ∅
16. Tunjukan bahwa jika a, b ∈ R maka :
a. Maksimum {a,b} = ½ (a + b + |a−b| ) dan minimum {a, b} = ½ (a + b – |a−b|)
b. Minimum {a, b, c} = minimum {minimum{a, b}, c}

17. Tunjukan bahwa jika a, b, c ∈ R maka ada bilangan tengah yaitu {a, b, c} =
minimum{maksimum{a, b}, maksimum{b, c}, maksimum{c, a}}.
Bagian 2.3 Penyelesaian Pada Sifat R

Demikian jauh kita diskusikan aljabar dan yang lainnya pada system bilangan real R. dlam
bagian ini kita akan menunjukan lebih banyak lagi anggota R bahwa sering menyebutnya dengan
‘’anggota penyelesaian’’ system Q bilangan rasional juga mempunyai perintah aljabar dimana
menguraikan dalam pendahuluan bab ini tapi di sini kita lihat bahwa √ 2 tidak dapat menunjukan
bilangan rasional. Oleh Karena itu, √ 2 tidak termasuk ke dalam Q. penelitian ini menunjukan
keharusan ektra tambahan karakteristik system bilangan real. Dalam keharusan ini penyelesaian
(supremum) adalah sebuah hal-hal yang perlu pada R, dan kita akan mengatakan bahwa R adalah
yang tertutup pada medan adalah yang menegaskan mengembangakan berbagai batas langkah-
langkah bahwa akan menjadi diskusi dalam bab yang akan diikuti. Ada beberapa perbedaan
langkah untuk menguraikan penyelesaian kita pilih kemungkinan gambar pendekatan oleh
asumsi bahwa tiap ketidakkosongan batas bawah pada R memiliki supremum.

Supremum dan Infimum

Kita sekarang memperkenalkan pengertian batas atas dan batas bawah untuk bagian bilangan real
gagasan ini sepenuhnya menjadi kepentingan pada bagian selanjutnya.

2.3.1 Definisi S Menjadi Ketidakkosongan Penurunan R

(a) menetapkan s menjadi batas yang di atas jika ada sebuah bilangan u ∈ R seperti itu bahwa s ≤
U untuk semua s ∈ S setiap bilangan U adalah menyebut sebuah batas atas S

(b) menetapkan S menjadi batas bawah jika ada sebuah bilangan w ∈ R seperti itu bahwa w ≤ S
untuk semua s ∈ S setiap bilangan w adalah menyebut batas bawah s

© penetapan batas jika kedua batas yang di atas dan yang di bawah sebuah bagian yang bukan
batasan.

Untuk contoh, bagian S := { x ∈ R : x<2 } adalah batas bawah dari bilangan 2 dan beberapa
bilangan yang terbesar, kemudian dua adalah batas atas dari s. penetapan ini tidak mempunyai
batas bawah, Karena jika U adalah sebuah batas bawah dari S kemudian bilangan U + 1, U + 2,
begitu juga batas bawah dari S (penelitian serupa untuk batas bawah yang sah). Menetapkan
batas atas dari S dan menetapkan batas bawah dari S kita pisahkan yang paling terkecil dan yang
terbesar dengan begitu adalah dengan mengikuti definisi (lihat bentuk 2.3.1)

2.3.2 Definisi Menetapkan S Menjadi Sebuah Himpunan Tidak Kosong R.

(a) jika S adalah batas bawah, kemudian sebuah bilangan U dikatakan supremum (batas bawah
yang paling kecil) jika S terpenuhi dengan syarat :
(1) U adalah batas atas dari S dan;

(2) jika v adalah batas atas, maka u ≤ v

(b) jika S adalah batas bawah, dan bilangan w disebut dengan infimum (batas bawah), maka S
terpenuhi :

(1) w adalah batas bawah dari S, dan ;

(2) jika t adalah batas bawah dan S, maka t ≤ w

Tidak sulit melihat bahwa akan hanya menjadi satu supremum yang diberikan pada bagian atau
himpunan S pada R. (kemudian kita dapat menunjukan untuk supremum bagian sementara pada
supremum a). lalu andaikata jika u1 dan u2 tidak dapat menjadi batas bawah dari S. hal serupa
kita lihat bahwa u2 <¿¿ u1 adalah tidak mungkin. Oleh karena itu kita harus punya u1 = u2. Sebuah
hal serupa akan menunjukan bahwa infimum bagian S ada, jika dan hanya jika supremum atau
infimum bagia S ada. Jika supremum atau infimum bagian S ada, kita akan menunjukan dengan :

Sup S and inf S

Kita juga meneliti bahwa jika u1 adalah sebuah syarat bawah pada S tidak kosong sup ≤ u1. Ini
adalah karena S yang paling kecil daripada S. pertama, kita perlu menegaskan bahwa perintah
untuk S yang tidak kosong dalam R sebuah supremum, itu hanya sebuah batas atas. Lalu tidak
setiap bagian pada R memiliki supremum. Hal serupa, tidak semua bagian S memiliki sebuah
infimum, ada empat kemungkinan untuk bagian S ada R :

(i)Keduanya memiliki supremum dan infimum

(ii) Mempunyai supremum tapi tidak memiliki infimum

(iii) Mempunyai infimum tapi tidak memiliki supremum

(iv) Tidak memiliki keduanya atau hanya memiliki infimum.

Kita juga hendak menekankan bahwa dalam menunjukan U = sup S untuk beberapa bagian S
yang tidak kosong pada R, kita perlukan dari (i) dan (ii) definisi 2.3.2 (a) itu akan menjadi
perintah untuk merumuskan pernyataan pertama. Pembaca harus melihat bahwa 2 pernyataan
tentang bilangan u dan a pada bagian S adalah sama (ekuivalen).

(1)U bukanlah batas atas pada S

(1’) s ≤ U untuk semua s ∈ S

Lalu mengikuti pernyataan tentang sebuah batas atas u pada bagian S ekuivalen :

(2) Jika v adalah batas atas S, maka u ≤ v


(2’) jika 2 < u, maka 2 bukan merupakan batas atas S

(2’’) jika 2 < u maka ada s2 ∈ Syang mana z < s z

(2’’’) jika ε < 0 maka ada sε ∈ S yang mana u – ϵ < ¿ sε

Oleh karena itu kita akan merumuskan 2 alternatif supremum :

2.3.3 Lemma

sebuah bilangan u adalah supremum himpunan S yang tidak kosong pada R jika dan hanya jika u
terpenuhi dengan alasan :

(1) s ≤U untuk semua s ∈ S

(2) jika v<u, maka ada s1 ∈ S dimana v< ¿ s1

Kita tinggalkan pembaca untuk menulis secara detail bukti yang ada.

2.3.4 Lemma

Sebuah batas himpunan S pada R yang tidak kosong adalah supremum pada S jika dan hanya
jika untuk setiap ε > 0 ada sebuah sε ∈ S dimana u−ε <¿Sε.

Bukti. Jika U adalah sebuah batas atas batas S bahwa terpenuhi syarat dan jika v < u 1 kemudian
kita letakkan ε :=u−v. Lalu ε > 0 lalu sε ∈ S seperti itu bahwa v = u - ε ¿ sε . Oleh Karena itu
bukan sebuah batas atas dari S. dan kita simpulkan bahwa u = sup S. andaikata perubahan,
bahwa u = supremum S dan menurut ε > 0. Lalu, u−ε <u. Kemudian u – ε adalah bukan sebuah
batas atas. Oleh karena itu beberapa element sε pada S harus terbesar daripada u – ε adalah
u−ε <¿ sε (lihat gambar 2.3.2)

u−ε sε u

Ini menyadari bahwa betapa pentingnya supremum boleh atau tidaknya menjadi element bagian
boleh jadi tidak bergantung pada keterangan, kita anggap sebagai contoh sedikit.

2.3.5 Contoh

(a) jika s1 tidak kosong mempunyai batasan element bilangan maka, dapat kita tunjukan bahwa
s1 meiliki element terbesar u dan element terkecil w. maka u = sup s 1 dan w = inf s1 dan
merupakan anggota kedua. Adalah bebas jika s1 hanya memiliki satu element dan akan menjadi
bukti induksi pada element bilangan s1. (Lihat contoh latihan 11 dan 12)
(b) bagian S2 := {x :0 ≤ x ≤1 } penyelesaian batas atas. Kita buktikan bahwa satu adalah
supremum yang mengikuti. Jika v < 1, maka ada element S’ ∈S2 bahwa v < s1. Oleh karena itu v
bukanlah batas bawah pada S2. Lalu v adalah anggota bilangan v < 1 kita simpulkan bahwa
supremum S2 = 1 ini adalah hal umum bahwa inf S 2 = 0. Catat bahwa supremum dan infimum
pada S2

(c) S3 := x : 0<x< 1}penyelesaiannya satu pada batas atas. Menggunakan argument yang sama
diberikanlah (b), kita lihat bahwa sup S3 = 1. Dalam hal ini, S3 bukanlah supremum. Umumnya
S3 = 0 tidak bergantung pada S3.

2.3.6 Penyelesaian Pada R

Setiap himpunan tidak kosong pada bilangan real mempunyai batas atas begitu juga dengan
supremum dalam R.

Pada bagian ini akan kita sebut sebagai supremum pada R. analoginya adalah infimum akan
berkurang dari penyelesaian ini. Buktikan bahwa S adalah himpunan tidak kosong pada R sebuah
batas bawah. Kemudian ketidakkosongan bagian Ś :={ −s :s ∈S } adalah batas bawah dan
supremum menunjukan bahwa u : = sup Ś ada dalam R. pembaca seharusnya memeriksa
langkah-langkah bahwa –u adalah infimum pada S.

Latihan Bagian 2.3

1. S 1 := {x ∈ R : x ≥0 } tunjukan bahwa S1 mempunyai batas bawah, tapi tidak mempunyai batas


atas.

2. S 1 ≔{x ∈ R : x >0 } mempunyai batas bawah? Apakah S2 mempunyai batas bawah? Apakah
infimum S2 ada? Apakah infimum S2 ada ? buktikan pendapatmu

3. S3 = { 1/n : n ∈ N }tunjukan bahwa supremum S3 = 1 dan infimum S3 ≥ 0. (akan mengikuti dari


sifat Archimedes pada bagian 2.4 bahwa infimum S3 = 0)

4. S4 := {1 – (−1 ¿ ¿n / n : n ∈ N . Carilah infimum S4 dan supremum S4

5. S adalah himpunan tidak kosong pada R dan batas bawah. Tunjukan bahwa infimum S = - sup
{- s : s ∈ S }

6. Jika ada S ⊆ R terpenuhi oleh batas atas, tunjukan bahwa batas atas adalah supremum S

7. S ⊆ R adalah tidak kosong tunjukan bahwa u ∈ R adalah batas atas dari S jika dan hanya jika
menyatakan t ∈ Rdan t > u mengimplikasikan bahwa t bukan ∈ S .

8. S ⊆ R adalah tidak kosong, tunjukkan bahwa jika u = sup , kemudian untuk setiap bilangan n
∈ N bilangan u – 1/n adalah bukan merupakan batas atas dari S. tapi bilangan u + 1/n adalah
sebuah batas atas dari S (lihat latihan 2.4.3)
9. Tunjukan bahwa jika A dan B adalah batasan bagian dari R, maka A ∪ U adalah batasan.
Tunjukan bahwa supremum ( A ∪ B ¿ = SUP {SUP A,SUP B}.

10. S adalah batasan pada R dan S0 adalah tidakkosong bagian pada S. tunjukan bahwa infimum
S ≤ infimum S0 ≤sup S0 ≤sup S

11. S ⊆ R dan tunjukan bahwa S* : = supremum S untuk S. jika u bukan element S, tunjukan

bahwa supremum (S ∪ {u }¿= {S* , u}

12. Tunjukan bahwa ketidakkosongan himpunan S ⊆ R termasuk supremum. [gunakan induksi


matematika beberapa latihan yang sudah diberikan]

13. Tunjukan point (1) dan (1’) sebelum lemma 2.3.3 adalah ekuivalen !

14. Tunjukan point (2), (2’), (2’’), dan (2’’’) sebelum lemma 2.3.3 adalah ekuivalen !

15. Tuliskan secara detail pembuktian lemma 2.3.3 !

Bagian 2.4 Aplikasi Sifat Supremum

Kita sekarang akan mendiskusikan tentang bagaimana pengerjaan supremum dan infimum. Kita
juga akan memberikan beberapa aplikasi penting dan penerapan konsep secara fundamental pada
R. kita memberika contoh dan ilustrasi teknik penggunaan aplikasi ide supremum dan infimum.

2.4.1 Contoh

(a) sebuah fakta penting jika supremum dan infimum diletakkan pada bagian aljabar dalam R,
sebuah contoh kita mengaitkan bagaimana supremum dan akibatnya. S himpunan tidak kosong
bagian pada R adalah batas bawah. Dan a adalah bilangan R didefinisikan sebagai a + S : = { a +
S : s ∈ S } kita akan menunjukan bahwa :

Sup (a + S) = a + sup S

Jika kita letakkan u := sup S, x ≤ u untuk semua x ∈ S begitu juga a + x ≤ a=u. Oleh Karena itu a
+ u adalah sebuah batas atas untuk a + S. kesepakatannya adalah kita harus punya sup (a + S)
≤ a+u

Sekarang jika v adalah batas atas dari a + S, maka a+ x ≤ v untuk semua x ∈ S . kesepakatannya
adalah x ≤ v−auntuk semua x ∈ S, bahwa v – a adalah batas bawah pada S. oleh karena itu
u =S ≤ v−a , ¿ dimana a+u ≤ v. Lalu v adalah batas atas a + S.

Kita simpulkan bahwa :

Sup (a + S) = a + u = a + sup S
Hubungan antara supremum dan infimum pada operasi penambahan dan multiaplikasi, kita lihat
latihan .

(c) Jika supremum dan infimum dari dua bagian sejenis, sering muncul dua langkah. Disini ada
contoh.

Tunjukan bahwa A dan B adalah tidak kosong bagian R terpenuhi dengan sifat :

a ≤ b untuk semua a ∈ A dan semua b ∈ B

Kita akan menunjukan bahwa :

Supremum A ≤ infimum B

Untuk b ∈ B kita punya a ≤ b untuk semua a ∈ A rata-rata ini b adalah batas atas terhadap A. lalu
supremum a≤b selanjutnya ketidaksamaan terakhir untuk semua
b ∈ B . kita lihat bahwabilangan supremum Aadalah batas bawah dari B. oleh karena itu kita
simpulkan bahwa supremum A ≤ infimum B.

Fungsi

Batas atas dan batas bawah untuk fungsi rata-rata. Diberikan fungsi f : D → R , kita katakana
bahwa batas atas jika f(D) = f(x) : x ∈ D} adalah batas bawah R; bahwa ada B ∈ R yang mana
f(x) ≤ B untuk semua x ∈ D . sama seperti fungsi adalah batas bawah jika f(D) adalah batas
bawah. Kita katakan bahwa f adalah batas jika itu adalah batas atas dan bawah.; ini ekuivalen
untuk mengatakan bahwa ada B∈ R yang mana |f ( x)|≤ B untuk semua x ∈ D.

Di bawah ini contoh ilustrasi bagaimana mengerjakan dengan supremum dan infimum dari
fungsi

2.4.2 Contoh

tunjukan bahwa f dan g nilai fungsi real dengan daerah asal D ⊆ R kita asumsikan bahwa f dan g
adalah batas.

(a) jika f ( x ) ≤ g ( x ) untuk semua x ∈ D ,maka supremum f ( D ) ≤sup g(D), yang mana biasanya
ditulis
¿ ¿
x∈ D f (x)≤ x∈ D g( x )

Pertama kita catat bahwa f ( x ) ≤ g ( x ) ≤ g ( D) , yang mana diterapkan bahwa angka supremum g(D)
adalah batas atas untuk f(D). oleh karena itu, supremum f(D) ≤g ( D ) .
(b) Kita catat bahwa hipotesis f ( x ) ≤ g ( x ) untuk semua x ∈ D. Didalam bagian A tidak ada
hubungan antara supremum f(D) dan infimum g(D).

sebagai contoh, jika f(x) := x2 dan g(x) := x dengan ={x : 0 ≤ x ≤ 1}, maka f(x) ≤ g ( x ) untuk
semua x ∈ D . bagaimanapun, kita lihat bahwa supremum f(D) = 1 dan infimum g(D) = 0. Lalu,
supremum g(D)= 1. Kesimpulan dari a terbukti.

(c)jika f ( x ) ≤ g ( y )untuk semua x, y ∈ D , maka boleh disimpulkan bhawa supremum f(D)


≤ infimum g ( D ) , yang man bisa kita kita tulis :

¿ inf
x∈ D f (x)≤ y ∈D g( y )

(catatan bahwa fungsi didalam D tidak terpenuhi oleh hipotesis ini) buktikan dua langkah proses
dalam contoh 2.4.1 (b). baca kemudian tulis kembali dengan detail dan jelas dari pernyataan.

Hubungan antara supremum dan infimum dari fungsi yang diberikan dalam latihan.

Sifat Archimedes

Karena anda terbiasa dengan bagian R dan gambar garis nyata, itu jelas sama, bahwa N dari
bilangan asli tidak dibatasi R. bagaimana bisa kita membuktikan ini ‘’jelas’’ fakta? Dalam fakta
ini, kita tidak dapat menggunakan satu aljabar dan sifat yang lainnya yang diberikan di bagian
2.1.

Memang, kita harus gunakan kelengkapan sifat dari R, sifat induksi dari N (bahwa, jika n ∈ N
maka n + 1 ∈ N ¿

Ketiadaan batas atas N yang artinya diberikan beberapa bilangan nyata x ada bilangan asli n
(tergantung dalam x) yang mana bahwa x < n.

2.4.3 Sifat Archimedes

jika x ∈ R, maka ada n x ∈ N dimana bahwa x <¿ n x .

Bukti. Jika anggapan itu salah, maka n ≤ x untuk semua n ∈ N ; oleh karena itu, x adalah batas
atas pada N. oleh karena itu, oleh sifat kelengkapan, ketidakkosongan pada N mempunyai
supremum u ∈ R . penambahan 1 pada u memberikan sebuah bilangan u−1 yang mana terkecil
dari supremum u pada N. oleh karena itu u – 1 bukanlah batas atas pada N, jadi ada m∈ N
dengan u−1< m. penambahan 1 memberikan u<m+1 , dan lalu m+1∈ N . ketidaksamaan ini
mempunyai kontadiksi fakta bahwa u adalah sebuah batas atas pada N.

2.4.4 Teorema
1
jika S := { :n ∈ N }, maka infimum S = 0
n

Bukti. Lalu S ≠ ∅adalah batas bawah oleh 0, mempunyai sebuah infimum dan kita anggap
ω :=infimum S. Tuntas bahwa ω ≥ 0.untuk beberapa ε > 0. Sifat Archimedes mengimplikasikan
bahwa ada n ∈ N yang mana bahwa 1/ε < n, yang mana diterapkan 1/n ¿ ε oleh karena itu kita
punya :

1
0 ≤ ω ≤ <ε
n

Tapi ε > 0 adalah terbukti. Itu mengikuti dari teorema 2.1.9 bahwa ω=0

2.4.5 Teorema

jika t >0, maka ada nt ∈ N . bahwa 0 < 1/nt < t

Bukti. Lalu infimum {1/n : n ∈ N } = 0 dan t > 0, maka t adalah bukan batas bawah untuk bagian
{1/n : n ∈ N } demikian ada nt ∈ N bahwa 0 < 1/nt <t .

2.4.6 Teorema.

Jika y >0 maka ada n y ∈ N bahwa n y −1≤ y <¿ n y.

Bukti. Sifat Archimedes meyakinkan bahwa bagian E y :={ m∈ N : y < m} pada N adalah tidak
kosong. Sifat lainnya 1.2.1 E ymempunyai element. Yang mana kita catat bahwa n y .maka n y −1
tidak berada di bawah E y, dan dari sini kita punya n y - 1 ≤ y <¿ n y

Kelengkapan dari teorema 2.4.4 dan 2.4.6 kadang-kadang bertentangan dengan sifat Archimedes
pada R.

Keberadaan √ 2

Penting bagi sifat supremum dalam fakta keberadaan bilangan real di bawah kepercayaan sebuah
hypothesis. Kita akan menggunakan berbagai macam cara dan waktu, hal ini kita ilustrasikan
penggunaan pembuktian keberadaan bilangan real positif x yang mana bahwa x 2 = 2: akar positif
kuadrat dari 2. Akan ditunjukan pada (lihat teorema 2.1.4) bahwa sebuah x tidak akan menjadi
bilangan rasional, demikian kita akan meninggalkan keberadaan pada bilangan irrasional.

2.4.7 Teorema

ada a bilangan real positif yang mana x2 = 2

Bukti. S:= {s ∈ R :0 ≤ s , s2 < 2}. Lalu 1 ∈ S . adalah tidak kosong. Begitu juga S adalah batas atas
pada 2. Karena jika t > 2 maka t2 > 4. Juga bahwa t ∈ S . oleh karena itu sifat supremum
diterapkan pada S yang memiliki supremum dalam R. dan kita anggap bahwa x := supremum S.
catat bahwa x > 1. Kita akan menunjukan bahwa x2 = 2 oleh dua kemugkinan : x2 < 2 dan x2 > 2.
Asumsi pertama bahwa x2 < 2 kita akan menunjukan bahwa asumsi kontradiksi dari fakta bahwa
1
x = supremum S, mencari n ∈ N dimana bahwa x + ∈ S .kemudian implikai bahwa x bukanlah
n
1
batas atas pada S. untuk melihat bagaimana pilihan n, catatt bahwa 1/n2 ≤ jadi :
n

1 2 2 2x
( x + ) =¿ x + +¿1/ n2 ≤ x2 + 1/n (2x + 1)
n n

Dari sini jika kita pilih n jadi,

1/n (2x + 1) < 2 – x2

1 2
Dan kita dapatkan ( x + ) <¿x2 + (2 – x2) = 2. Asumsikan kita punya 2 – x2 > 0. Jadi bahwa (2 –
n
x )/ (2x + 1) > 0. Dari sifat Archimedes ini (teorema 2.4.5) akan menggunakan persamaan n ∈ N
2

yaitu:

1 2−x
<¿
n 2 x +1

1
Langkah ini akan menunjukan bahwa langkah pada n kita punya x + ∈ S .yang mana fakta
n
kontadiksi bahwa x adalah batas atas pada S. oleh karena itu kita tidak akan mempunyai x 2 < 2.
Sekarang asumsikan bahwa x2 > 2 kita akan tunjukan bahwa mungkin mencari m∈ N dimana
1
x− juga batas atas pada S. fakta kontadiksi ini bahwa x = supremum S. untuk itu catat bahwa
m

1 2 x2 – 2 x
( x− ) = + 1/m2 > x2 – 2x/m
m m

Dari sini jika kita memilih m maka :

2x/m < x2 -2.

Maka ¿ sekarang asumsikan kita punya x 2−2>0 , begitu juga ( x ¿¿ 2−2)¿/ 2x > 0. Dari sini, oleh
sifat Archimedes ada m∈ N yaitu :

1 x2−2
<
m 2x

1 2
Ada langkah yang akan menunjukan bahwa untuk pilihan m kita punya ( x− ¿ ¿ > 2. Sekarang
m
1 2
jika s ∈ S maka s2 < 2 < ( x− ¿ ¿ , yang mana mengikuti dari 2.1.13 (a) bahwa s < x – 1/m.
m
implikasi ini bahwa x – 1/ m adalah batas atas dari S. yang mana fakta kontradiksi x = supremum
S. oleh karena itu kita tidak akan punya x2 > 2.

Lalu kemungkinan x2 < 2 dan x2 > 2 mempunyai penyelesaian, kita harus punya x2 = 2.
Dengan berbagai modifikasi serta argument (pendapat), pembaca akan menunjukan bahwa jika a
> 0, maka unik b > 0 yang mana b 2 = a. kita sebut b adalah akar kuadrat positif paad a dan
dinotasikan oleh b = √ a atau b = a1/2. Banyak komlikasi argument yang menyebut bahwa
teorema binomial dapat menyelesaikan keberadaan akar positif pada a, dinotasikan oleh √n a atau
a 1/ n, untuk setiap n ∈ N .

Komentar. Jika dalam pembuktian teorema 2.3.7 kita menetapkan bilangan S pada bilangan
rasional T:= {r ∈Q :0 ≤ r ,r 2 <2 } pendapat itu memberikan kesimpulan bahwa y := supremum T
yang mana terpenuhi y2 = 2. Lalu kita melihat teorema 2.1.4 bahwa y tidak akan menjadi
bilangan rasional, mengikuti bahwa bagian T konsisten pada bilangan rasional yang tidak
memiliki supremum disamping bagian Q. demikian medan Q yang lainnya pada bilangan
rasional tidak memiliki sifat penyelesaian.

Jenis bilangan rasional R

Kita sekarang tahu bahwa ada satu bilangan rasional real, yang dinamakan √ 2. Biasanya banyak
bilangan irrasional dan bilangan rasional yang masuk akal bahwa bilangan rasional yang boleh
dijumlahkan (lihat bagian 2.5) bagaimanapun kita selanjutnya menunjukan bahwa perbedaan
bukti nyata. Bilangan rasional adalah ‘’padat’’ dalam R dan memberikan beberapa 2 buah
bilangan real adalah bilangan rasional di bawahnya (faktanya, bentuk pokok dari bilangan
rasional).

2. 4.8 Jenis Teorema.

Jika x dan y adalah bilangan real dengan x < y, maka ada bilangan rasional r ∈Q dimana x < r <
y.

Bukti. Umumnya tidak hilang (mengapa?) untuk mengasumsikan bahwa x > 0. Lalu y – x > 0
mengikuti dari teorema 2.4.5 ada n ∈ N bahwa 1/n < y – x. oleh karena itu, kita punya nx + 1 <
ny. Jika kita aplikasikan teorema 2.4.6 untuk nx > 0, kita menghasilkan m∈ N dengan
m−1 ≤ nx< m. Oleh karena itu, m ≤nx +1<ny , darimana nx <m<ny. Demikian, bilangan rasional
r:= m/n terpenuhi x <r < y .

2.4.9 Inti

jika x dan y adalah bilangan real dengan x < y, maka ada sebuah bilangan irrasional z yaitu
x < z< y .

Bukti. Jika kita aplikasikan jenis teorema 2.4.8 ke dalam bilangan real x/√ 2 dan y/√ 2, kita
menghasilkan sebuah bilangan rasional r ≠ 0 (mengapa?) yaitu bahwa :

x y
<r <
√2 √2

Maka z := r √ 2 adalah irrasional (mengapa?) dan terpenuhi x < z< y .


Latihan Bagian 2.4

1
1. Tunjukan bahwa supremum {1− :n∈ N }=1
n
1 1
2. Jika S:= { − :n , m∈ N } carilah infimum S dan supremum S.
n m
3. S ⊆ R yang tidak kosong, tunjukan bahwa jika sebuah bilangan u dalam R memiliki
sifat :

Untuk setiap n ∈ N bilangan u – 1/n adalah bukan merupakan batas atas dari S

Untuk setiap bilangan n ∈ N bilangan u + 1/n adalah batas atas dari S, maka u =
supremum S. (ini adalah kebalikan dari latihan 2.3.8).

4. S menjadi batasan yang tidak kosong pada R.


(a) a > 0, dan a S := { as : s ∈ S }tunjukan bahwa infimum (aS) = a infimum S dan
supremum (aS) = a supremum S
(b) b < 0 dan b S := { bs : s ∈ S } tunjukan bahwa infimum (bS) = b infimum S dan
supremum (bS) = b supremum S
5. x menjadi himpunan tidak kosong dan f : X → R memiliki batas rata-rata dalam R. jika
a ∈ R tunjukan bahwa dalam contoh 2.4 1 (a) mengandung arti bahwa :

sup {a+ f ( x ) : x ∈ X }=a + {f ( x ) : x∈ X } ¿ tunjukan bahwa kita juga punya

inf {a+ f ( x ) : x ∈ X }=a+inf {f ( x ) : x ∈ X }

6. A dan B adalah batasan yang tidak kosong pada R, dan A + B := { a+ b :a ∈ A , b ∈ B }


tunjukan bahwa sup (A + B) = supremum A + supremum , dan infimum (A + B) =
infimum A + infimum B
7. X adalah himpunan tidak kosong dan f dan g adalah lambang dari X yang memiliki batas
rata-rata dalam R. tunjukan bahwa :

Supremum { f ( x ) + g ( x ) : x ∈ X }≤{ f ( x ) : x ∈ X }+supremum {g ( x ) : x ∈ X } dan bahwa infimum {

f ( x ) : x ∈ X }+infimum { g ( x ) : x ∈ X } ≤ infimum {f ( x ) + g ( x ) : x ∈ X }

8. X = Y := { x ∈ R :0< x <1}. memberi definisi h : X x Y → R oleh h ( x , y ) ≔2 x + y


(a)Untuk setiap x ∈ X , carilah f ( x ) : ={ h (x , y ) : y∈Y }; ¿kemudian carilah infimum {
f (x):x∈ X}

(b) Untuk setiap y ∈Y , carilah g ( x ) :=inf { h ( x , y ) : x ∈ X } ; kemudian carilah supremum

{ g ( y ) : y ∈Y } . bandingkan dengan penemuan terakhir pada bagian (a).

9. Melakukan perhitungan pada (a) dan (b) mendahului latihan untuk fungsi

h: X xY →R didefinisikan oleh:

h { x , y } ≔ 0 jika x < y
{
1 jika x ≥ y }
10. X dan Y adalah himpunan tidak kosong h : X x Y → Rmempuyai batas rata-rata pada
R. f : X → R dan g :Y → Rdidefinisikan oleh :

f ( x ) ≔{h ( x, y ) : y∈ Y } dan g ( y ) ≔inf ⁡{h ( x , y ) : x ∈ X } tunjukan bahwa

¿ { g ( y ) : y ∈Y } ≤ inf {f ( x ) : x ∈ X }

kita lengkapi dengan menulis ¿ inf h ( x , y ) ≤inf ¿ h(x , y )

Catat bahwa latihan 8 dan 9 menunjukan bahwa ketidaksamaan boleh menjadi


ketidaksamaan yang lain atau tepat ketidaksamaan.

11. X dan Y himpunan tidak kosong dan h : X x Y → Rmemiliki batas rata-rata pada R. F :
X → R danG :Y → R didefinisikan oleh:


F ( x ) ≔{h ( x, y ) : y∈Y }, dan G ( y ) ≔ {h ( x , y ) : x ∈ X

Mendirikan prinsip supremum :


{G ( y ) : y∈ Y

¿{h(x, y): x ∈ X , y ∈ Y } ={ F ( x ) : x ∈ X } ¿

Kita kadang-kadang menggunakan symbol seperti


¿h( x, y)

¿ h ( x , y ) =¿h ( x , y ) = ¿
¿¿

12. Diberikan beberapa x ∈ R , tunjukan bahwa ada a n ∈ Z seperti n−1≤ x <n .


13. Jika y > 0 tunjukan bahwa ada n ∈ N seperti 1/2n < y
14. Ubahlah argument pada teorema 2.4.7 untuk menunjukan bahwa ada sebuah bilangan
real positif y seperti y2 = 3
15. Ubahlah argument pada teorema 2.4.7 untuk menunjukan bahwa jika a > 0, dan ada
sebuah bilangan real positif z seperti z2 = a
16. Ubahlah argument pada teorema 2.4.7 untuk menunjukan bahwa ada sebuah bilangan
real positif u seperti u3 = 2
17. Lengkapilah akar dari jenis teorema 2.4.8 dengan memindahkan asumsi bahwa x > 0
18. Jika u > 0 adalah sebuah bilangan real dan x < y, tunjukan bahwa ada sebuah bilangan
rasional r seperti x <ru< y . (darisini {ru :r ∈Q } adalah kepadatan dalam R

Bagian 2.5 Interval

Hubungan lainnya dalam R menentukan sebuah himpunan yang disebut ‘’interval’’. Notasi dan
istilah untuk bagian yang akan akrab dengan rangkaian. Jika a , b ∈ R terpenuhi a < b, maka
interval terbuka ditentukan oleh a dan b adalah seperti berikut :

( a , b ) ≔{x ∈ R :a< x <b }

Point a dan b disebut dengan point akhir pada interval, bagaimanapun point akhir tidak
mencangkup sebuah interval terbuka. Jika kedua point akhir itu berdampingan pada interval
terbuka ini, maka kita menghasilkan interval tertutup yang ditentukan oleh a dan b; yang
dinamakan sebagai berikut :

[a, b] := { x ∈ R :a ≤ x ≤b }

Dari dua setengah terbuka (atau setengah tertutup) interval ditentukan oleh a dan b [a, b], yang
mana mencangkup point akhir a dan (a, b) yang mana mencangkup point akhir b.

Tiap empat interval adalah batasan dan memiliki panjang yang didefinisikan oleh b – a, jika a = b
menghubungkan interval terbuka adalah himpunan kosong (a, a) = ∅, mengingat hubungan
interval tertutup adalah singular (bentuk tunggal) [a, a] ={a}.

Ada lima tipe bukan batas interval yang mana diberikan symbol ∞(atau + ∞ ¿ dan -∞.
Menggunakan notasi pada penempatan point akhir. Interval terbuka yang tidak terbatas di
jelaskan dalam bentuk :

( a , ∞ ) ≔ { x ∈ R : x >a } dan (−∞ , b ) ≔ { x ∈ R : x <b }

Himpunan pertama tidak mempunyai batas atas dan yang kedua tidak memiliki satu batas
bawah. Mendampingkan point akhir diberikan interval tertutup yang tidak terbatas.

[ a , ∞ ] ≔ { x ∈ R :a ≤ x } dan (−∞ , b ) ≔{x ∈ R: x ≤ b }


Jarang sesuai dengan seluruh anggota R sebuah interval yang terbatas; dalam kasus ini, kita
menulis (-∞ , ∞ ¿ :=R . bukan point akhir dari (-∞ , ∞ ¿.

Peringatan. Harus menegaskan bahwa ∞ dan−∞ bukan element pada R. tapi hanya sekadar
symbol.

Penggambaran interval

Sebuah sifat nyata pada interval bahwa 2 point x dan y dengan x < y disamping sebuah interval I,
ada point lain yaitu interval didepan I. jika x <t < y maka point t termasuk interval yang sama
pada x dan y, kata lain, jika x dan y termasuk ke dalam interval I, maka interval [x, y] adalah
mengandung I.

Kita sekarang akan menunjukan bahwa R memiliki sifat interval

2.5.1 Penggambaran Teorema

Jika S adalah R yang mengandung dua point dan memiliki sifat :

Jika x , y ∈ S dan x < y maka [ x , y ] ⊆ S dimana S adalah sebuah interval.

Bukti. Ada empat kasus yang menganggap bahwa : (1) S adalah batas, (ii) S adalah batas atas
tapi bukan batas bawah, (iii) S adalah batas bawah tapi bukan batas atas, (iv) S merupakan salah
satu batas atas atau batas bawah.

Kasus (i) a :=inf S dan b :=S . ¿ ¿ maka S ⊆ [ a , b ] dan kita akan tunjukan bahwa (a, b) ⊆S. jika
a< z <b , maka z bukan batas bawah dari S. lalu ada x ∈ Sdengan x < z. begitu juga z bukan batas
atas dari S, lalu ada y ∈ S dengan z < y. oleh karena itu z ∈ [ x , y ] , lalu sifat (i) mengandung arti
bahwa z ∈ S . lalu z adalah element dari [a, b] kita simpulkan bahwa (a, b ) ⊆S. sekarang jika
a ∈ S ,dan b ∈ Smaka S = [a, b]. (mengapa?) jika a ∈ Sdan b ∈ S maka S = (a, b) . kemungkinan
lainnya adalah tiap S = (a, b] atau S = [a, b).

Kasus (ii) b := supremum S, maka S ⊆ (-∞ , b ¿ dan kita akan tunjukan bahwa (-∞ , b ¿ ⊆ S untuk
jika z < b maka ada x , y ∈ S seperti bahwa z ∈ [ x , y ] ⊆ S. (mengapa?) oleh karena itu (-∞ , b ¿ ⊆
S. jika b ∈ S , maka S := (-∞ , b ¿ dan jika b bukan element dari S, maka S = (-∞ , b ¿

Kasus (iii) dan (iv) adalah latihan sebelah kiri.

Sarang Interval

Kita katakan bahwa rangkaian urutan interval In , n ∈ N jika rangkaian pencantuman memegang
(lihat gambar 2.5.1) :
1
I 1Untuk contoh, jika I n :=[0 , ] untuk n ∈ N maka I n ⊆ I n+1 untuk setiap n ∈ N jadi ini adalah
n
susunan interval. Dalam hal ini, element 0 termasuk kedalam semua I n dan sifat Archimedes
2.4.5 akan menunjukkan bahwa 0 adalah seperti point yang biasa. (buktikan ini) kita notasikan
dengan menulis ¿ n=1¿ ∞ I n = {0}.

Menyadari penting bahwa, umumnya, sebuah susunan interval tidak membutuhkan point yang
biasa. Untuk contoh, jika J n :=( 0,1 ) untuk setiap n ∈ N . Maka, susunan interval ini bersarang, tapi
n

namun tidak ada point yang biasa, lalu untuk setiap diberi x >0 ada (mengapa?) m∈ N bahwa
1/m < x bahwa bukan element J m. Kiasan, susunan interval K n :=¿ (n , ∞ ), n ∈N ¿ adalah sarang tapi
tidak memiliki point yang biasa. (mengapa?).

Bagaimanapun, sifat pada R ini sangat penting bahwa setiap susunan yang tertutup, batasan
interval mempunyai point yang biasa, seperti yang akan kita tunjukan sekarang. Notasi pada
penyelesaian R digunakan hal-hal yang dasar berdirinya sifat ini.

2.5.2 Sifat Interval

Jika I n=¿an, bn] n ∈ N adalah susunan batasan interval. Maka ada sebuah bilangan ξ ∈ R bahwa ξ
∈ I n untuk semua n ∈ N .

Bukti. Lalu pada interval kita punya In ⊆ I1 untuk semua n ∈ N bahwa a n< b1 untuk semua n ∈ N .
Dari sini ketidakkosongan {a n :n ∈ N adalah batas atas dan ξ adalah supremum. Kesimpulannya
a n ≤ ξ untuk semua n ∈ N . Kita menuntut bahwa ξ < b n untuk semua n. pendirian ini menunjukan
bahwa untuk beberapa fakta-fakta n, bilangan bn adalah batas atas untuk { a k : k ∈ N }. Kita anggap
dua kasus (i) jika n < k maka I n ≤ I k kita punya ak ≤ an ≤ bn. (lihat gambar2.5.2) demikian kita
simpulkan bahwa ak ≤ bn. untuk semua k, jadi bahwa b n adalah sebuah batas atas dari {a k : k ∈ N }
dari sini, ξ ≤bn untuk setiap n ∈N. lalu an ≤ ξ ≤ bn untuk semua n, kita punya ξ ∈ In untuk semua
n∈N.

2.5.3 teorema
jika In := [an, bn] n ∈ N adalah rangkaian yang tertutup terbatas interval bahwa panjang bn – an
pada In terpenuhi.

Infimum{ bn – an : n ∈ N } = 0,

Maka bilangan ξ menghasilkan In untuk semua n ∈ N .

Bukti. Jika η := inf {b n :n ∈ N }, maka sebuah argument untuk membuktikan bahwa 2.5.2 akan
menunjukan bahwa a n ≤ η untuk semua n, dan dari sini bahwa ξ ≤ η. Dalam fakta ini sebuah
latihan (lihat latihan 10) menunjukan bahwa x ∈ I n untuk semua n ∈ N jika dan hanya jika ξ ≤ x
≤ η. Jika kita punya inf {bn – an : n ∈ N } = 0. Maka beberapa ε > 0 ada sebuah m∈ N yang mana
bahwa 0 ≤ η – ξ ≤bm – am < ε. Lalu untuk semua ε > 0 mengikuti dari teorema 2.1.9 bahwa η - ξ =
0. Oleh karena itu kita simpulkan bahwa ξ = η hanyalah point yang termasuk kedalam I n untuk
setiap n ∈ N .

Bukan Jumlah R

Konsep penjumlahan telah dibahas pada bagian 1.3 dan penjumlahan pada bilangan rasional Q.
kita sekarang akan menggunakan sifat interval untuk menunjukan bahwa R adalah bagian yang
tidak dapat dijumlahkan. Bukti ini diberikan oleh Georg Cantor Pada 1874 dalam bukunya yang
tidak terbatas. Dia menerbitkan bukti bahwa menggunakan representasi decimal pada bilangan
real. Dan akan memberikan bukti pada bagian selanjutnya.

2.5.4 Teorema

R bilangan real yang tidak boleh dijumlahkan.

Bukti. Kita akan menunjukkan bahwa unit interval I := [0, 1] adalah tidak dapat dijumlahkan. Ini
mengandung arti bahwa R adalah bagian yang tidak dapat dijumlahkan. Jika R dijumlahkan.
Himpunan I akan dapt dijumlahkan juga. (lihat teorema 1.3.9 (a)).

Bukti oleh sebuah kontradiksi. Jika kita asumsikan bahwa I adalah penjumlahan, maka kita akan
kita akan menghitung I = { x 1 , x 2, …… x n…..1} pertama kita memilih sub interval yang tertutup
I1 pada I bahwa x1 bukan element I1. Maka memilih sub interval tertutup I2 pada I1 bahwa x2
bukan element pada I2 dari cara ini kita menghasilkan interval tertutup yang tidak kosong.

I 1 ⊇ I 2 ⊇ ……⊇ I n ⊇….

Bahwa I n ⊆ I dan xn bukan element In untuk semua n. sifat interval 2.5.2 mengandung arti bahwa
ada sebuah point ξ ∈ I untuk semua n. oleh karena itu, ξ bukan element x n untuk semua n ∈ N ,
lalu menghitung I tidak lengkap mendaftarkan element I, adalah tuntutan. Dari sini, I adalah
sebuah bukan penjumlahan.

Fakta R pada bilangan real yang tidak dapat dijumlahkan akan menggabungkan dengan fakta Q
bilangan rasional penjumlahan disimpulkan R/Q bilangan irrasional bukan penjumlahan.
Memang, kesatuan dari dua penjumlahan adalah penjumlahan (lihat 1.3.7 ©), jika R/Q adalah
R
penjumlahan, maka R = Q ∪( ), kita simpulkan bahwa R juga adalah penjumlahan, yang mana
Q
adalah kontradiksi. Oleh karena itu, bilangan irrasional R/Q adalah bukan penjumlahan.

Gambaran biner

Kita akan menyimpang untuk membahas bahasan biner (dan decimal) gambaran bilangan real.
Ini akan mencukupi anggapan bilangan real diantara 0 dan 1, lalu gambaran untuk bilangan real
yang lainya akan menghasilkan penambahan bilangan positif dan negative.

Jika x ∈[0 , 1], kita akan menggunakan langkah bisection berulang untuk menghubungkan
rangkaian (an) pada 0s dan Is yang dilalui. Jika x ≠ 1/2 termasuk ke dalam sub interval kiri[0,1/2]
kita ambil a1 := 0, yang mana jika termasuk ke sub interval kanan [1/2, 0] kita ambil a 1 := 1. Jika
x = ½, kita boleh ambil a1 untuk menjadi setiap 0 atau 1. Dalam beberapa kasus, kita punya :

a1 a1 +1
≤ x≤
2 2

Kita sekarang membagi dua interval [1/2 a1 ,1/2 (a1 + 1)]. Jika x adalah bukan point bisection dan
termasuk kedalam sub interval kiri kita ambil a2 := 0, dan jika x termasuk ke dalam sub interval
kanan kita ambil a2 := 1. Jika x = ¼ atau x = ¾, kita akan ambil a 2 untuk setiap 0 dan 1. Di
beberapa kasus kita punya :

a1 a1 a1 a2 +1
+¿ ≤ x≤ +¿ 2
2 22 2 2

Kita lanjutkan cara bisection ini, menentukan taraf nilai jumlah an := 0 jika x bukan point
bisection dan terletak di sub interval kiri. Dan menentukan a n := 1 jika x terletak di sub interval
kanan . dalam cara ini kita mendapatkan hasil (an) dari 0s atau 1s kecocokan itu bersarang pada
cara dari kandungan interval. Point x. untuk tiap n, kita punya ketidaksamaan

a1 a2 an a1 a1 an +1
+ ¿ 2 + …+¿ 2 ≤ x ≤ + ¿ 2 + …+¿
2 2 2 2 2 22

Jika x adalah point bisection pada taraf besar kecilnya nilai, maka x = m/2 n dengan m ganjil,
dalam kasus ini kita boleh memilih sub interval kanan atau kiri; bagaimanapun sub interval ini
adalah pilihan. Maka, semua sub rangkaian subinterval dalam menentukan langkah bisection.
[untuk tingkat pertama jika kita memilih sub interval kiri maka begitu bahwa a n=0 maka x
adalah point akhir sebelah kanan yang semua sub rangkaian interval, dan dari sini a k =1 untuk
semua k ≤ n+1. Dalam tangan lainnya, jika kita memilih sub interval kanan begitu bahwa a n = 1
maka x adalah point akhir sebelah kiri yang semua sub rangkaian interval, dan darisini a k =0
untuk semua k ≥ n+1. Untuk contoh jika x = ¾ , maka dua kemungkinan rangkaian untuk x 1,
0,1,1,1,….dan 1,1,0,0,0…..]
Untuk meringkas, jika x ∈[0,1] maka ada rangkaian (an) pada 0s dan Is bahwa ketidaksamaan (2)
memegang untuk semua n ∈ N dalam kasus ini kita tulis:

x = (a1, a2, …an…)2

dan menyebut (3) adalah gambaran perwakilan biner pada x. gambaran ini kecuali x = m/2 n
untuk m ganjil, yang mana kasus x memiliki 2 gambaran :

x = (a1, a2…..an-1 1000….)2 = (a1, a2….an-1 0111…)2

0s satu akhir dan Is akhir lainnya.

Lawan, setiap rangkaian pada 0s dan Is adalah gambaran biner bilangan real dalam [0,1].
Kecocokan ketidaksamaan untuk (2) menentukan sebuah interval tertutup dengan panjang 1/2n
dan rangkaian interval bersarang. Oleh karena itu, teorema 2.5.3 mengandung arti bahwa ada
bilangan real x yang memenuhi (2) untuk setiap n ∈ N . Akibatnya, x memiliki gambaran biner
(a1, a2….an…..)2

Komentar. Konsep gambaran biner secara mencolok penting dalam era digital computer.
Sebuah bilangan mencatat digital computer dalam ‘’sedikit’’ dan dalam setiap kekang itu dapat
satu hingga dua tahap- setiapnya dan akan tidak melewati arus. Dan dua langkah yang cocok
untuk 1 dan 0, sesungguhnya, demikian, gambaran biner akan di gambarkan oleh digital
computer dalam sedikit untaian. Tentu saja, dalam praktek sebenarnya, hanya sedikit mengakhiri
beberapa cerita, gambaran biner hanya memotong. Jika n angka biner yang menggunakan sebuah
x ∈[0 ,1] maka, harus banyak ketelitian pada 1/2 n. untuk contoh, untuk menjamin empat
decimal, kebutuhan untuk menggunakan 15 angka biner yang paling sedikit (untuk sedikitnya
15).

Gambaran Decimal

Gambaran decimal pada bilangan real serupa dengan gambaran biner. Kecuali bahwa kita
membagi lagi interval kedalam sepuluh sub interval yang sama pengganti dua. Dmikian,
diberikan x ∈[0,1] ke dalam sepuluh sub interval yang sama, kemudian x termasuk ke dalam
sub interval [b1 /10, (b1 + 1)/10] untuk beberapa bilangan bulat b 1 dalam (0, 1,……9).
Meneruskan seperti dalam kasus biner. Kita menghasilkan rangkaian (b n) bilangan bulat dengan
0 ≤bn ≤ 9 untuk semua n ∈ N . Yang amna bahwa x terpenuhi.

b1 b2 bn b b2 bn +1
+ 2 +……..+ n ≤ x ≤ 1 + 2 +……..+
10 10 10 10 10 10 n

Dalam kasus ini kita bisa katakan bahwa x memiliki gambaran decimal yang diberikan oleh:
X = b1, b2,….bn…

Jika x ≥ 1 dan jika B∈ N bahwa B ≤ X < B+1, maka x = B.b1,b2, ….bn…dimana gambaran decimal
dari x−B ∈[0,1] adalah batas atas. Bilangan negative suguhan kiasan. Fakta tiap menentukan
decimal, bilangan real mengikuti dari teorema 2.5.3 lalu setiap ketetapan decimal rangkaian
interval dengan panjang 1/10n.

Gambaran decimal pada x ∈[0,1] kecuali dengan x adalah cabang point dengan besar kecilnya
nilai. Yang mana akan melihat terjadinya x = m/10n untuk beberapa m , n∈ N, 1 ≤ m≤ 10n. (kita
boleh mengasumsikan bahwa m adalah tidak dapat di bagi oleh 10). x adalah cabang dan besar
kecilnya nilai, satu pilihan untuk bn kecocokan untuk memilih bahwa semua sub interval kanan,
yang mana karena semau sub rangkaian angka menjadi 0. [ untuk contoh, jika x = ½ maka x = .
4999….= .5000…., dan jika y = .37999…= .38000….]

Skala decimal

Sebuah decimal B.b1b2….bn…..dikatakan berkala (menjadi berulangan), jika ada k , n ∈ N bahwa


bn = bn+m untuk semua n ≥ k . dalam kasus ini, blok angka b k bk+1 ….bk+m-1 adalah berulang sekali
angka menyebar. Bilangan terkecil m dengan sifat yang disebut dengan decimal berkala. Untuk
contoh, 19/88 = .2159090….90….mempunyai skala m = 2 dengan mengulang blok 90 memulai
di k = 4. Sebuah pengakhirian decimal adalah skala decimal dimana mengulang blok tunggal
dengan angka 0.

Kita memberi angka sebuah ketidakresmian pernyataan bukti : sebuah bilangan real positif
adalah rasional jika dan hanya jika gambaran decimal adalah berskala.

Andaikata, bahwa x = p/q dimana p , q ∈ N tidak mempunyai factor ganjil yang tidak biasa.
Untuk menikmatinya kita juga akan mengira bahwa 0< p< q .kita catat bahwa proses dari
‘’pembagian panjang’’ pada q kedalam p memberikan gambaran decimal p/q. setiap langkah
dalam langkah proses pembagian menyisakan bahwa sebuah bilangan bulat dari 0 ke q. oleh
karena itu, setelah banyak langkah q, beberapa menyisakan temuan yang kedua, bahwa pada
point bahwa hasil dari angka akan memulai mengulang dalam masa mereka sendiri. Dari sini,
gambaran decimal seperti bilangan rasional adalah berskala.

Lawan, jika skala decimal, maka gambaran sebuah bilangan rasional. Ide bukti dari contoh
ilustrasi oleh contoh. Menunjukan bahwa x = 7.31414….14….kita mengalikan 10 untuk
mengubah point decimal untuk mengulang blok pertama ; di sini menghasilkan 10 x =
73.1414….kita sekarang mengalikan 10 untuk mengubah blok sebelah kiri pada point decimal ;
di sini didapatkan 1000x = 7314.1414….kita sekarang mengurangi untuk menghasilkan sebuah
bilangan bulat, di sini didapatkan 1000x – 10x = 7314 – 73 =7241 darimana x = 7241/990,
sebuah bilangan rasional.

Bukti kedua. Kita sekarang akan memberikan bukti kedua yang tidak boleh dijumlahkan pada R.
ini adalah ;;diagonal’’ yang bagus pendapat dasar dalam gambaran decimal pada bilangan real.
2.5.5 Teorema unit interval [0,1] := {x ∈ R :0 ≤ x ≤1 } adalah bukan penjumlahan.

Bukti. Oleh kontradiksi bukti. Kita akan menggunakan fakta untuk setiap bilangan real x ∈[0,1]
mempunyai gambaran decimal x = 0, b1, b2, b3, ….dimana b1 = 0,1…9, andaikata bahwa ada
sebuah perhitungan x1, x2, x3, …..semua bilangan dalam [0,1], yang mana kita tunjukan seperti :

x1 = 0.b11b12b13…b1n….

x2 = 0.b21b22b23...b2n….

x3 = 0.b31b32b33…b3n....

………. ……

Xn = 0.bn1bn2bn3…..bnn….

Kita sekarang mendefinisikan sebuah bilangan real y := 0.y1y2y3….yn… oleh penyelesaian y1 := 2


jika b11 ≥ 5 dan y1 := 7 jika b11 ≤ 4; umumnya kita menurunkan.

2 jika b nn ≥ 5
Yn := {
7 jika bnn ≤ 4 }
Maka y ∈ [ 0,1 ] catat bahwa bilangan y adalah tidak sama dengan beberapa bilangan dengan dua
gambaran decimal, lalu yn ≠ 0,9 untuk semua n ∈ N . Lebih lanjut lagi x dan xn berbeda dalam
jumlah letak decimal, maka y ≠ x, untuk beberapa n ∈ N . Oleh karena itu, y tidak mencantumkan
dalam perhitungan pada [0,1], kontradiksi hipotesis.

Latihan Bagian 2.5

1. Jika I := [a, b] dan I’ := [a’, b’] adalah interval tertutup dalam R, tunjukan bahwa I ⊆I’
Jika dan hanya jika a’ ≤ a dan b ≤ b '
2. Jika S ⊆ R adalah tidak kosong, tunjukan bahwa S adalah batasan jika dan hanya jika ada
sebuah batasan interval tertutup I bahwa S ⊆ I
3. Jika S ⊆ R adalah batasan yang tidak kosong, dan IS := [inf S, sup S], tunjukan bahwa S ⊆
Is selain itu, jika J adalah beberapa batasan yang mengandung interval tertutup S,
tunjukan bahwa Is S ⊆ J
4. Dalam pembuktian kasus (ii) pada teorema 2.5.1 menjelaskan mengapa x, y ada dalam S.
5. Tuliskan secara detail bukti pada kasus (iv) dalam teorema 2.5.1
6. Jika I1 ⊇ I2 ⊇ …..⊇ In ⊇…. Adalah rangkaian pada interval dan jika In = [an, bn],
tunjukan bahwa a1 ≤ a2 ≤… … ≤ an ≤ … dan b1 ≥ b 2 ≥ … ≥ bn ≥…
7. In := [0,1/n] untuk n ∈ N . Tunjukan bahwa ¿ n=1¿ ∞ I n={ 0 } .
8. Jn := [0,1/n] untuk n ∈ N . Tunjukan bahwa ¿ n=1¿ ∞ J n=∅ .
9. Kn := (n, ∞ ¿ untuk n ∈ N . Tunjukan bahwa ¿ n=1¿ ∞ K n=∅
10. Dengan notasi dalam bukti teorema 2.5.2 dan 2.5.3, tunjukan bahwa kita punya η
∈¿ n=1 ¿ ∞ I n juga tunjukan bahwa [ξ , η¿ = ¿ n=1¿ ∞ I n.
11. Tunjukan bahwa interval menghasilkan dari ketidaksamaan (2) dari rangkaian interval.

3 7
12. Berikan dua gambaran biner dari dan .
8 16

1
13. (a) Berikan empat angka pertama dalam gambaran biner dari
3

1
(b)Berikan kelengkapan bilangan biner
3

14. Tunjukan bahwa jika ak, bk, ∈[0 ,1 … … 9] dan jika


a 1 a2 an b1 b 2 bn
+ 2 + …+ n = + 2 +…+ m ≠0
10 10 10 10 10 10

2
15. Carilah gambaran decimal dari -
7

1 2
16. Dugalah dan sebagai skala decimal.
7 19

17. apakah bilangan rasional mewakili sebuah skala decimal 1.25137…..137….dan


35.14653….653….?

Anda mungkin juga menyukai