KDK 3.1 Memahami Keperawatan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

Kompetensi Dasar :
1. Memahami keperawatan
a. Mejelaskan definisi keperawatan
b. Menguraikan sejarah singkat keperawatan
c. Menjelaskan jenis perawat di Indonesia
d. Menguraikan organisasi keperawatan
e. Menguraika kelompok profesi keperawatan

2. Mengelompokkan profesi keperawatan


a. Menguraikan kelompok profesi keperawatan

Materi :

1. Definisi keperawatan

Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun
di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.
Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk Asuhan
Keperawatan.
Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi Perawat dengan Klien dan lingkungannya untuk
mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian Klien dalam merawat dirinya.
Klien adalah perseorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang menggunakan jasa
Pelayanan Keperawatan.

2. Sejarah singkat keperawatan

Florence Nightingale adalah pelopor perawat modern, penulis dan ahli statistik. Ia dikenal
dengan nama Bidadari Berlampu (The Lady With The Lamp) atas jasa-jasanya yang
tanpa kenal takut mengumpulkan korban perang pada perang Krimea, di
semenanjung Krimea, Rusia.
Keberadaan perawat di Indonesia dimulai dari datangnya penjajah Belanda ke
Indonesia. Pada saat itu, pemerintah Belanda membentuk Velpeger, yaitu perawat
yang berasal dari penduduk pribumi, untuk merawat orang sakit dibantu oleh Zieken
Oppaser.
Hal tersebut ditindaklanjuti oleh Pemerintah Belanda dengan mendirikan rumah sakit
yang bernama Binen Hospital di Jakarta pada tahun 1799.
Pada jaman penjajahan Inggris (1812 – 1816), walaupun saat itu pimpinan VOC –
Raffles – sangat memperhatikan kondisi kesehatan rakyat, namun dunia keperawatan
tidak mengalami perkembangan yang signifikan.
Baru pada tahun 1816 – 1942, dunia keperawatan di Indonesia mulai berkembang.
Hal ini bisa dilihat dari gencarnya pembangunan rumah sakit yang beridiri hampir
bersamaan pada kurun waktu tersebut yang mana diantaranya adalah RS. PGI Cikini
Jakarta, RS. ST Carollus Jakarta, RS. ST. Boromeus di Bandung, RS Elizabeth di
Semarang. Bersamaan dengan itu berdiri pula sekolah-sekolah perawat.
Tahun 1942 – 1945, tepatnya saat penjajahan Jepang, dunia keperawatan di Indonesia
kembali mengalami kemunduran akibat dari kurangnya perhatian pemerintahan
Jepang.
Baru pada 1949 mulai adanya pembangunan dibidang kesehatan yaitu rumah sakit
dan balai pengobatan, diantaranya :
a. Tahun 1952 didirikan Sekolah Guru Perawat dan sekolah perawat setingkat SMP.
b. Tahun 1962 pendidikan keperawatan profesional mulai didirikan, yaitu Akper milik
Departemen Kesehatan di Jakarta untuk menghasilkan perawat profesional pemula.
c. Tahun 1985 didirikan PSIK ( Program Studi Ilmu Keperawatan ) yang merupakan
momentum kebangkitan keperawatan di Indonesia.
d. Tahun 1995 PSIK FK UI berubah status menjadi FIK UI. Kemudian muncul PSIK-
PSIK baru seperti di Undip, UGM, UNHAS dan lain-lain.
e. 1995 – sekarang, dunia keperawatan Indonesia terus berbenah diri. Mulai dari
semakin bertambahnya pendidikan tinggi keperawatan, tenaga pendidik profesional
sekelas profesor mulai bertambah, lahirnya Undang-undang keperawatan serta
perangkat-perangkat penunjang profesi keperawatan yang semakin kesini semakin
eksis di belantika keperawatan Indonesia.

Data dan Fakta Perawat Indonesia

Menurut data dari InfoDATIN Kemenkes Republik Indonesia 2017, jumlah perawat di
Indonesia yang bekerjadi fasilitas kesehatan pada tahun 2016 mencapai 49% dari total
keseluruhan tenaga kesehatan yang ada.

Yang mana menurut data rekapitulasi BPPSDMK pada Desember 2016, total fasilitas
kesehatan yang ada di Indonesia mencapai 15.263 unit dengan jumlah sumber daya manusia
kesehatan mencapai 1.000.780 orang.
Dari 1.000.780 orang tersebut, 601.228 orang diantaranya adalah tenaga kesehatan medis
(dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi), paramedis (bidan dan perawat), dan tenaga
farmasi.

Jika dipersentasikan menurut data diatas, maka statistik tenaga kesehatan di Indonesia yang
berada didayagunakan di faskes adalah ;

 Perawat (49%) : 296.876 orang


 Bidan (27%) : 163.451 orang
 Dokter Spesialis (8%) : 48.367 orang
 Dokter Umum (7%) : 42.085 orang
 Farmasi (7%) : 42.085 orang
 Dokter Gigi (2%) : 12.025 orang.
Dari jumlah 298.876 orang perawat tersebut, hampir setengahnya atau sekitar 125.659 orang
perawat bekerja di Pulau Jawa ;
 Jawa Tengah : 35.773 orang perawat
 Jawa Barat : 33.527 orang perawat
 Jawa Timur : 33.377 orang perawat
 DKI Jakarta : 22.982 orang perawat
Sisanya, tersebar diseluruh penjuru nusantara dengan jumlah tenaga keperawatan paling
sedikit yaitu berada di Provinsi Kalimantan Utara sebanyak 1.184 orang perawat, diikuti oleh
Papua Barat 1.478 orang perawat, dan Sulawesi Barat sebanyak 1.675 orang perawat.
Walaupun demikian, ternyata jumlah tersebut masih jauh dari target Rasio Perawat per
100.000 penduduk Indonesia pada tahun 2019 yaitu sebesar 180 per 100.000 penduduk.

Saat ini, berdasarkan data tahun 2016 nasional, rasio tersebut masih berada diangka 113,40
per 100.000 penduduk. Artinya, jumlah tenaga keperawatan Indonesia masih kurang.

Berdasarkan data BPPSDMK Kemenkes RI 2017, baru 8 provinsi yang sudah memenuhi
target 180 orang perawat per 100.000 penduduk, diantaranya ;

 DKI Jakarta
 Kalimantan Timur
 Kep. Bangka Belitung
 Aceh
 Maluku
 Sulawesi Utara
 Bengkulu
 Jambi.
Tiga provinsi dengan rasio perawat tertinggi yaitu;
 DKI Jakarta : 221,5 per 100.000 penduduk
 Kalimantan Timur : 202,9 per 100.000 penduduk
 Kep. Bangka Belitung : 202,4 per 100.000 penduduk
Sedangkan, provinsi dengan rasio perawat terendah dipegang oleh;
 Lampung : 48,90 per 100.000 penduduk
 Jawa Barat : 68,9 per 100.000 penduduk
 Banten : 72,1 per 100.000 penduduk
Yang mengejutkan, hanya satu provinsi di Pulau Jawa yang sudah memenuhi target 2019
tersebut. Sisanya, Jawa Barat – Jawa Tengah – Jawa Timur – Banten, masih belum
memenuhi target. Bahkan Jawa Barat dan Banten termasuk kedalam provinsi dengan rasio
perawat terendah.
Padahal, jumlah tenaga keperawatan di keempat provinsi tersebut sudah membludak.

Ini dikarenakan, membludaknya jumlah penduduk yang berada di ketiga provinsi tersebut.

Cerminan Dunia Kesehatan di Indonesia


Dengan jumlah tersebut diatas, seharusnya dunia keperawatan Indonesia bisa melesat jauh
mengungguli tenaga kesehatan lainnya. Khususnya dalam hal kesejahteraan.
Kenapa?
Karena jika menilik target pemerintah tahun 2019, jumlah perawat di Indonesia masih sangat
kurang. Artinya, kebutuhan akan profesi perawat tidak akan menurun. Malah sebaliknya.
Jika seperti itu, perawat yang ada saat ini, harus bisa masuk kedalam radar pencarian tenaga
keperawatan dengan cara meningkatkan kualitas skill dan attitude sehingga mempunyai daya
saing.
Untuk itu, diperlukan pembinaan dan pendidikan yang komprehensif sejak dini. Dimulai dari
saat pertama calon perawat bersentuhan dengan dunia keperawatan.
Sehingga, terjadi peningkatan kualitas yang kontinyu terhadap para lulusan pendidikan
keperawatan. Namun, apa yang terjadi masih jauh dari harapan.
Memang, jika dibandingkan dengan profesi lain, tenaga keperawatan masih bisa disebut
profesi yang mudah untuk mendapatkan pekerjaan.
Setiap tahun, bahkan setiap bulan selalu ada saja lowongan pekerjaan untuk perawat. Baik itu
di rumah sakit, puskesmas, klinik, ataupun homecare.
Namun, sangat sedikit faskes yang mampu membayar tenaga keperawatan secara “adil”.
Adil disini dalam artian, seimbangnya antara beban kerja – biaya hidup – dan resiko yang
ditanggung oleh perawat itu sendiri.
Ada kalanya, dengan jumlah jam kerja yang sama, jumlah pasien yang sama, namun besaran
gaji yang diterima sangat jauh berbeda, walaupun dalam satu kota yang sama.
Ini merupakan rahasia umum yang walaupun belum ada data dan fakta dalam uraian angka,
kami – perawat Indonesia – mengamini hal tersebut.
Kasar, jika seandainya saya menyebut bahwa hanya tenaga keperawatan yang mempunyai
nasib malang seperti ini. Namun itulah yang terjadi.
Ibarat sebuah mobil …… jika ingin tetap melaju, maka semua sistem yang ada dalam mobil
tersebut haruslah dalam keadaan yang optimal.
Bensinnya harus ada, bannya harus dalam keadaan mengembang sempurna, mesinnya terawat
dengan baik, dan lain sebagainya.
Pun dengan dunia kesehatan, Indonesia khususnya.
Kita tidak bisa hanya menganak-emaskan satu profesi dan meng-anaktirikan profesi lainnya.
Semuanya harus sama, harus adil dalam tugas, wewenang, dan angka kesejahteraan sesuai
dengan beban kerja dan tupoksi profesi masing-masing.
Baru, dunia kesehatan di Indonesia bisa melaju kearah yang lebih baik dan lebih baik lagi.
Ada sebuah penelitian, yang diterbitkan bulan Oktober 2003 lalu yang berjudul Nursing and
Health Care in Indonesia, yang dilakukan oleh Department of Nursing and Midwifery,
University of Limerick, Limerick, Ireland. [email protected].
Ini link penelitian tersebut : Nursing and Health Care in Indonesia
Apa yang mereka temukan? Berikut kutipan asli dari penelitian tersebut, yang saya copy-
paste dari NCBI ;
FINDINGS: Nursing education is primarily conducted at senior high school, while
medical education is similar to the university education offered in many countries, and
allied health professionals are educated to varying standards. Indonesian health officials
recognize that the low standard of nursing education contributes to poor health
statistics, and they are working hard to improve this. There has been strong support
from the government for the implementation of university education for nurses, and for
courses within academies that bridge the gap between current standards and the levels
of education required for the delivery of optimum health care.

TEMUAN: Pendidikan keperawatan terutama dilakukan di sekolah menengah atas, sementara


pendidikan kedokteran serupa dengan pendidikan universitas yang ditawarkan di banyak
negara, dan para profesional kesehatan terkait dididik dengan standar yang berbeda-beda.
Pejabat kesehatan Indonesia mengakui bahwa rendahnya standar pendidikan keperawatan
berkontribusi pada statistik kesehatan yang buruk, dan mereka bekerja keras untuk
memperbaikinya. Ada dukungan kuat dari pemerintah untuk pelaksanaan pendidikan
universitas untuk perawat, dan untuk kursus dalam akademi yang menjembatani kesenjangan
antara standar saat ini dan tingkat pendidikan yang dibutuhkan untuk memberikan perawatan
kesehatan yang optimal.

3. Profesi perawat di Indonesia


Perawat disebut profesi karena sejatinya perawat memenuhi seluruh syarat untuk
disebut sebagai suatu profesi, yang mana menurut syafruddin Nurdin ada sepuluh
kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu pekerjaan agar dapat disebut dengan suatu
profesi, yaitu :
 Panggilan hidup yang sepenuh waktu
 Pengetahuan dan kedakapan atau keahlian
 Kebakuan yang universal
 Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif
 Otonomi
 Kode etik
 Klien
 Berprilaku pamong
 Pengabdian
 Bertanggung jawab

Sementara Ahmad Tafsir mengemukakan krateria/syarat sebuah pekerjaan yang


bisa disebut profesi adalah sebagai berikut    :
 Profesi harus memiliki suatu keahlian yang khusus
 Profesi harus diambil sebagai pemenuhan panggilan hidup
 Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal
 Profesi diperuntukkan bagi masyarakat
 Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostic dan kompetensi yang
aplikatif
 Profesi memegang otonomi dalam melakukan profesinnya
 Profesi memiliki kode etik
 Profesi memiliki klien yang jelas
 Profesi memiliki organnisasi profesi
 Profesi mengenali hubungan profesinya degan bidang-bidang lain
Dari keduanya, perawat memenuhi kesemua ciri dan kriteria tersebut yang
mana ;
1. Perawat berdasar kepada ilmu dan kiat keperawatan
 Ilmu keperawatan: sintesa dari ilmu keperawatan dasar, ilmu
keperawatan klinik, ilmu biomedik, ilmu jiwa (psikologi) dan ilmu
sosial.
 Kiat Keperawatan (Nursing Arts) lebih difokuskan pada
kemampuan perawat untuk memberikan asuhan keperawatan
secara komprehensif dengan sentuhan seni (menggunakan kiat-kiat
tertentu) dalam upaya memberikan kepuasan dan kenyamanan
pada klien.

2. Bersifat Komprehensif
 Pelayanan keperawatan bersifat komprehensif karena asuhan
keperawatan yang diberikan bersifat menyeluruh meliputi aspek
biologi, psikologi, sosial dan spiritual dalam kehidupan manusia.
3. Merupakan Bagian Integral dalam Pelayanan Kesehatan
 Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan medis (kedokteran),
pelayanan keperawatan dan pelayanan penunjang kesehatan (gizi,
farmasi, laboratorium, dsb). Pelayanan keperawatan merupakan
subsistem dari pelayanan kesehatan dan tidak dapat dipisahkan
dari pelayanan kesehatan.
4. Mencakup Siklus Kehidupan Manusia
 Asuhan keperawatan dapat diberikan pada klien sejak dalam
kandungan sampai sakaratul maut. Atas dasar ini dikenal
spesialisasi pelayanan keperawatan.
Ke empat hal tersebut, kembali ditegaskan dengan lahirnya Undang-undang
nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan yang mana menjelaskan bahwa ;
 Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan keperawatan kepada
individu, keluarga, atau kelompok baik dalam keadaan sehat maupun
sakit.
 Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi
keperawatan, baik didalam maupun di luar negeri yang diakui
pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
 Pelayanan Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional
yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan kepada individu, kelompok,
atau masyarakat dalam keadaan sehat maupun sakit.
Karenanya, sebagai sebuah profesi yang melaksanakan asuhan dan praktik
keperawatan, seorang perawat dituntut untuk memiliki Surat Tanda Registrasi
(STR) sebagai bukti tertulis dan pencatatan resmi yang dikeluarkan oleh Majelis
Tenaga Kesehatan Indonesia.
Untuk Memperoleh STR tersebut, seorang calon perawat profesional harus
memilikidua jenis sertifikat terlebih dahulu, yaitu ;
1. Sertifikat kompetensi : sebagai surat tanda pengakuan kompetensi
perawat yang sudah lulus uji kompetensi.
2. Sertifikat profesi : yang diperoleh lulusan pendidikan keperawatan
sebagai surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik keperawatan.
Di Indonesia, berdasarkan Undang-undang No. 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan, Profesi Keperawatan terdiri dari ;
1. Perawat Vokasi : Lulusan minimal D3 Keperawatan
2. Perawat Profesi : Lulusan S1 Keperawatan. Yang terdiri dari Ners dan
Ners Spesialis.
Pendidikan Keperawatan di Indonesia
Jenjang Pendidikan Keperawatan di Indonesia dimulai dari ;
1. Pendidikan Vokasi
Ditempuh dalam waktu 3 tahun untuk diploma 3. Bentuk pendidikan
Akademi dengan gelar Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep), dan 4 tahun
untuk vokasi khusus dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST)
2. Pendidikan Profesional
Ditempuh dalam waktu 4 tahun untuk program Sarjana Keperawatan (S.Kep)
dan tambahan sekitar 1 tahun untuk pendidikan profesi Ners (Ns).
3. Pendidikan Magister dan Spesialis
Yaitu Master Keperawatan (M.Kep) ditempuh dalam waktu 2 tahun dan
tambahan sekitar 1 tahun untuk spesialis keperawatan yang terdiri dari ;
 Spesialis Keperawatan Anak
 Spesialis Keperawatan Jiwa
 Spesialis Keperawatan Maternitas
 Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
 
4. Pendidikan Doktoral atau S3 Keperawatan
Merupakan jenjang pendidikan tertinggi yang dapat ditempuh oleh
perawat dengan melakukan riset tentang keperawatan.
Profesor Keperawatan Indonesia
Saat ini, baru ada 8 Profesor Keperawatan yang ada di Indonesia. Mereka
adalah ;
1. Prof. Budi Anna Keliat, S.Kp., M.App.Sc – Universitas Indonesia
2. Prof. Achir Yani S. Hamid, M.N., D.N.Sc – Universitas
Indonesia
3. Prof. Dra. Setyowati, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D., DBO., RN –
Universitas Indonesia
4. Prof. Dr. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App.Sc – Universitas Indonesia
5. Prof. Dra. Elly Nurachmah, D.N.Sc – Universitas Indonesia
6. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) – Universitas Airlangga
7. Prof. Dr. Paul Sirait, MM, M.Kes – Sekolah Tinggi Ilmu
Keperawatan Sumatera Utara
8. Prof. Dr. Yati Afiayanti, MN – Universias Indonesia.
4. Organisasi keperawatan

Kebulatan tekad dan spirit yang sama untuk mempersatukan tenaga keperawatan dari
Sabang sampai Merauke dalam satu wadah yang sama juga merupakan sebuah
semangat persatuan yang menggetarkan yang pada akhirnya mampu membentuk
sebuah wadah, sebuah Organisasi Profesi Perawat yang saat ini dikenal dengan nama
PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia).
Semangat persatuan dan kesatuan memang selalu menggetarkan. Apapun itu,
dimanapun, semangatnya selalu mampu mendorong jiwa-jiwa yang haus akan nilai-
nilai indah persatuan dan kesatuan. Apalagi jika hal tersebut dibarengi dengan
idealisme.
Tengok saja bagaimana nilai-nilai tersebut mampu mendorong Sultan
Hamengkubuwono IX yang dengan lantang menyatakan bahwa Kesultanan
Yogyakarta adalah bagian dari NKRI (maklumat 5-9-1945). Padahal sebelumnya,
Belanda menawarkannya menjadi Raja Jawa jika tidak bergabung dengan NKRI.
Lalu, ada seorang Frans Kaisiepo dari Irian yang dengan gagah berani mendirikan
Partai Indonesia Merdeka di Biak, Papua pada 10 Mei 1946 demi mempertahankan
Keutuhan dan Kesatuan NKRI yang amat dicintainya.
Atau, lihatlah seorang Moehammad Yamin, yang hanya bermodalkan secarik kertas
mampu membakar gelora semangat para pemuda untuk mencetuskan peristiwa
Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 silam.
Kata-katanya begitu menggelora. Tengok saja;

“Cita-cita persatuan Indonesia itu bukan omong kosong, tetapi benar-benar


didukung oleh kekuatan-kekuatan yang timbul pada akar sejarah bangsa kita
sendiri.”  – Moehammad Yamin

Pun dengan profesi perawat.

Kebulatan tekad dan spirit yang sama untuk mempersatukan tenaga keperawatan dari
Sabang sampai Merauke dalam satu wadah yang sama juga merupakan sebuah
semangat persatuan yang menggetarkan yang pada akhirnya mampu membentuk
sebuah wadah, sebuah Organisasi Profesi Perawat yang saat ini dikenal dengan nama
PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia).
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) terlahir pada tanggal 17 Maret 1974
sebagai fusi/federasi dari beberapa organisasi keperawatan yang ada sebelumnya.
Sebut saja, Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Djuru Rawat
Islam (Penjurais), Ikatan Perawat Indonesia (IPI) dan Persatuan Perawat Indonesia
(PPI).
Cikal bakal lahirnya PPNI tidak terlepas dari didirikannya Perkumpulan Kaum
Velpleger Boemibatera (PKVB) pada tahun 1921 oleh Pemerintahan Hindia Belanda.
Namun berkat semangat Moehammad Yamin dkk yang pada akhirnya melahirkan
Sumpah Pemuda, maka semangat untuk mengganti nama PKVB menjadi
Perkumpulan Kaum Velpleger Indonesia (PKVI) pun berkobar dengan sendirinya.
Namun usia PKVI tidak begitu panjang dan hanya bertahan hingga tahun 1942
dimana pada saat itu, Belanda mundur dan digantikan oleh Jepang.
Masa-masa penjajahan Jepang di Indonesia adalah masa-masa kemunduran
bagi perkembangan keperawatan Indonesia. Pelayanan keperawatan pada masa
Jepang dikerjakan oleh orang yang tidak memahami ilmu keperawatan. Hal ini juga
sedikit banyak mempengaruhi PKVI yang semakin hari semakin tidak jelas
eksistensinya.
Kemunduran tersebut berakhir bersamaan dengan Proklamari Kemerdekaan Indonesia
pada 17 Agustus 1945.
Semangat persatuan kembali menggelora sehingga melahirkan beberapa organisasi
keperawatan. Tercatat, dalam kurun 1945 – 1954, terdapat 5 organisasi profesi yaitu
Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Djuru Rawat Islam
(Penjurais), Serikat Buruh Kesehatan (SBK), Persatuan Perawat Indonesia (PPI) dan
Ikatan Perawat Indonesia (IPI).
Dalam kurun waktu 1951-1958 diadakan Kongres di Bandung dengan mengubah
nama PDKI menjadi Persatuan Pegawai Dalam Kesehatan Indonesia (PPDKI) dengan
keanggotaan bukan dari perawat saja.
Demikian pula pada tahun 1959-1974, terjadi pengelompokan organisasi keperawatan
kecuali Serikat Buruh Kesehatan (SBK) yang terlibat dengan pemberontakan Partai
Komunis Indonesia (PKI)

Puncaknya terjadi pada tahun 1974.

Organisasi-organisasi perawat saat itu mengadakan pertemuan yang diantranya


dihadiri oleh IPI, PPI dam PDKI dan diantaranya yang hadir adalah Ojo Radiat, HB.
Barnas dan Drs. Maskoed Soerjasumantri sebagai pimpinan sidang dan sepakat untuk
melakukan fusi organisasi dan menyatukan diri dalam satu wadah organisasi yang
saat itu masih bernama Persatuan Perawat Nasional.
Pengabungan atau fusi organisasi perawat tersebut dilakukan di Ruang Demontration
Jl. Prof Eykman Bandung No.34 Bandung Jawa Barat, sejak saat itu Tanggal 17
Maret 1974 disetujui dan dilakukan pernyataan bersama terbentuknya Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI), serta membentuk suatu kepanitian untuk
mempersiapkan Kongres Pertama yang dilangsungkan pada tahun 1976.
Nama itulah yang resmi dipakai sebagai nama Organisasi Profesi Keperawatan di
Indonesia hingga saat ini.
Dalam berbagai literasi yang saya temukan, tercatat sedikitnya 7 orang Perawat yang
membidani lahirnya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Mereka adalah;
1. Oyoh Radiat, MSc dari IPI-Jakarta (PB)
2. H.B. Barnas dari Ikatan Perawat Indonesia-Jakarta (PB)
3. Maskoep Soerjo Soemantri dari Ikatan Perawat Indonesia-Jakarta (PB)
4. J. Soewardi dari Persatuan Perawat Indonesia Bandung
5. Sjuamsunir Adam dari Persatuan Perawat Indonesia Bandung
6. L. Harningsih dari Persatuan Perawat Indonesia Bandung
7. Wim Sumarandek, SH dari Persatuan Perawat Indonesia-Bandung

Seperti dikutip dalam situs resminya bahwa PPNI berkomitmen untuk memberikan


perlindungan bagi masyarakat dan profesi keperawatan dengan menyusun RUU
keperawatan yang saat ini terus diperjuangkan untuk disyahkan menjadi undang-
undang.
Dalam usianya yang tergolong usia produktif, PPNI telah tumbuh untuk menjadi
organisasi yang mandiri.
PPNI saat ini berproses pada kematangan organisasi dan mempersiapkan anggotanya
dalam berperan nyata pada masyarakat dengan memperkecil kesenjangan dalam
pelayanan kesehatan, mempermudah masyarakat dalam mendapatkan akses
pelayanan kesehatan, serta mendapatkan kesamaan pelayanan yang berkualitas
(closing the gap; increasing acces and equity).
Dan selanjutnya PPNI bersama anggotanya akan bersama mengkawal profesi
keperawatan Indonesia pada arah yang benar, sehingga profesi keperawatan dapat
mandiri dan bermartabat dan bersaing secara Nasional dan Internasional.

5. Kelompok profesi keperawatan

Di Indonesia, berdasarkan Undang-undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan,


Profesi Keperawatan terdiri dari :
a. Perawat Vokasi : Lulusan minimal D3 Keperawatan
b. Perawat Profesi : Lulusan S1 Keperawatan. Yang terdiri dari Ners dan Ners
Spesialis.

Sama seperti dokter, perawat juga ada pendidikan spesialis lho! Setidaknya
ada 5 jenis pendidikan spesialis keperawatan antara lain; keperawatan anak,
keperawatan jiwa, keperawatan komunitas, keperawatan maternitas dan
keperawatan medikal bedah.
Sesuai dengan amanah UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 tersebut Organisasi Profesi yaitu Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan Asosiasi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI), bersama
dukungan dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), telah menyusun dan memperbaharui
kelengkapan sebagai suatu profesi. 
Perkembangan pendidikan keperawatan sungguh sangat panjang dengan berbagai dinamika
perkembangan pendidikan di Indonesia, tetapi sejak tahun 1983 saat deklarasi dan kongres Nasional
pendidikan keperawatan indonesia yang dikawal oleh PPNI dan diikuti oleh seluruh komponen
keperawatan indonesia, serta dukungan penuh dari pemerintah kemendiknas dan kemkes saat itu serta
difasilitasi oleh Konsorsium Pendidikan Ilmu kesehatan saat itu, sepakat bahwa pendidikan
keperawatan Indonesia adalah pendidikan profesi dan oleh karena itu harus berada pada pendidikan
jenjang Tinggi.dan sejak itu pulalah mulai dikaji dan dirangcang suatu bentuk pendidikan keperawatan
Indonesia yang pertama yaitu di Universitas Indonesia yang program pertamannya dibuka tahun 1985.
Sejak 2008 PPNI, AIPNI dan dukungan serta bekerjasama dengan Kemendiknas melalui project Health
Profession Educational Quality (HPEQ), menperbaharui dan menyusun kembali Standar Kompetensi
Perawat Indonesia, Naskah Akademik Pendidikan Keperawatan Indonesia, Standar Pendidikan Ners,
standar borang akreditasi pendidikan ners Indonesia. dan semua standar tersebut mengacu pada
Peraturan Presiden Nomor.8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan
sat ini sudah diselesaikan menjadi dokumen negara yang berkaitan dengan arah dan kebijakan tentang
pendidikan keperawatan Indonesia.
Standar-standar yang dimaksud diatas juga mengacu pada perkembangan keilmuan keperawatan,
perkembangan dunia kerja yang selalu berubah, dibawah ini sekilas saya sampaikan beberapa hal yang
tertulis dalam dokumen Naskah Akademik Pendidikan Keperawatan, yang berkaitan dengan Jenis,
jenjang, Gelar akademik dan Level KKNI;

Jenis Pendidikan Keperawatan Indonesia :


a. Pendidikan Vokasi; yaitu pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan dan
penguasaan keahlian keperawatan tertentu sebagai perawat
b. Pendidikan Akademik; yaitu pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan dan
pengembangan disiplin ilmu keperawatan yang mengcakup program sarjana, magister, doktor.
c. Pendidikan Profesi; yaitu pendidikan yang diarahkan untuk mencapai kompetensi profesi
perawat.

Jenjang Pendidikan Tinggi Keperawatan Indonesia dan sebutan Gelar :


a. Pendidikan jenjang Diploma Tiga keperawatan lulusannya mendapat sebutan Ahli Madya
Keperawatan (AMD.Kep)
b. Pendidikan jenjang Ners (Nurse) yaitu (Sarjana+Profesi), lulusannya mendapat sebutan
Ners(Nurse),sebutan gelarnya (Ns)
c. Pendidikan jenjang Magister Keperawatan, Lulusannya mendapat gelar (M.Kep)
d. Pendidikan jenjang Spesialis Keperawatan, terdiri dari :
a) Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, lulusannya (Sp.KMB)
b) Spesialis Keperawatan Maternitas, Lulusannya (Sp.Kep.Mat)
c) Spesialis Keperawatan Komunitas, Lulusannya (Sp.Kep.Kom)
d) Spesialis Keperawatan Anak, Lulusannya (Sp.Kep.Anak)
e) Spesialis Keperawatan Jiwa, Lulusannya (Sp.Kep.Jiwa)
e. Pendidikan jenjang Doktor Keperawatan, Lulusannya (Dr.Kep)
f. Lulusan pendidikan tinggi keperawatan sesuai dengan level KKNI, adalah sebagai berikut :
a) Diploma tiga Keperawatan - Level KKNI 5
b) Ners (Sarjana+Ners) - Level KKNI 7
c) Magister keperawatan - Level KKNI 8
d) Ners Spesialis Keperawatan - Level KKNI 8
e) Doktor keperawatan - Level KKNI 9

Selain pendidikan spesialis ada juga sertifikasi untuk perawat sehingga


memiliki keahlian tertentu atau yang disebut perawat keahlian khusus.
Merujuk pada situs Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) terdapat 24
himpunan dan ikatan perawat dengan keahlian khusus yang tergabung dalam
organisasi tersebut.
Dalam Persatuan Perawat Nasional Indonesia terdapat beberapa
Ikatan/Himpunan, antara lain sebagai berikut :
a. IPKJI (Jiwa)
b. IPKKI (Komunitas)
c. IPEMI (Maternitas)
d. IPANI (Anak)
e. HPUI (Urologi)
f. IKPAMI (Mata)
g. HIMPONI (Onkologi)
h. HIPERCCI (Critical Care)
i. HIPKABI (Kamar Bedah)
j. HIPGABI (Gadar dan Bencana)
k. HIPMEBI (Medikal-Bedah)
l. HIPPII (Pengendalian Infeksi)
m. InWOCNA (Stoma & Luka)
n. HPMI (Manajer)
o. HIPERUDI (Udara)
p. HIPOTI (Ortopedi)
q. HIPENI (Neurosain)
r. HPBI (Bronkoskopi)
s. HIPEGI (Endo-gastro)
t. HIPANI (Anestesi)
u. INKAVIN (Kardiovaskuler)
v. PERKESJA (Kesehatan Kerja)
w. IPDI (Dialisis)
x. HPHI (Himpunan Perawat Holistik Indonesia)
y. IKATAN PERAWAT GERONTIK INDONESIA (IPEGERI)

Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang
Pasal 29
1. Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas sebagai:
a. pemberi Asuhan Keperawatan;
b. penyuluh dan konselor bagi Klien;
c. pengelola Pelayanan Keperawatan;
d. peneliti Keperawatan;
e. pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau
f. pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
2. Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara bersama ataupun sendiri-
sendiri.
3. Pelaksanaan tugas Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan secara
bertanggung jawab dan akuntabel.

Pasal 30
1. Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya kesehatan
perorangan, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik;
b. menetapkan diagnosis Keperawatan;
c. merencanakan tindakan Keperawatan;
d. melaksanakan tindakan Keperawatan;
e. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan;
f. melakukan rujukan;
g. memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan kompetensi;
h. memberikan konsultasi Keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter;
i. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling; dan
j. melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada Klien sesuai dengan resep tenaga
medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas.
2. Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya kesehatan
masyarakat, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat keluarga dan
kelompok masyarakat;
b. menetapkan permasalahan Keperawatan kesehatan masyarakat;
c. membantu penemuan kasus penyakit;
d. merencanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
e. melaksanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
f. melakukan rujukan kasus;
g. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
h. melakukan pemberdayaan masyarakat;
i. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat;
j. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat;
k. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling;
l. mengelola kasus; dan
m. melakukan penatalaksanaan Keperawatan komplementer dan alternatif.

Pasal 31
1. Dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor bagi Klien, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik di tingkat individu dan keluarga serta
di tingkat kelompok masyarakat;
b. melakukan pemberdayaan masyarakat;
c. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat;
d. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat; dan
e. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.
2. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola Pelayanan Keperawatan, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan;
b. merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Pelayanan Keperawatan; dan
c. mengelola kasus.
3. Dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti Keperawatan, Perawat berwenang:
a. melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika;
b. menggunakan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan atas izin pimpinan; dan
c. menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika profesi dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 32
1. Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (1) huruf e hanya dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga medis kepada Perawat untuk
melakukan sesuatu tindakan medis dan melakukan evaluasi pelaksanaannya.
2. Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara delegatif atau
mandat.
3. Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu tindakan medis diberikan oleh
tenaga medis kepada Perawat dengan disertai pelimpahan tanggung jawab.
4. Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat
diberikan kepada Perawat profesi atau Perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang
diperlukan.
5. Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat untuk
melakukan sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan.
6. Tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan wewenang mandat sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) berada pada pemberi pelimpahan wewenang.
7. Dalam melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Perawat berwenang:
a. melakukan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensinya atas pelimpahan
wewenang delegatif tenaga medis;
b. melakukan tindakan medis di bawah pengawasan atas pelimpahan wewenang mandat;
dan
c. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan program Pemerintah.

Pasal 33
1. Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (1) huruf f merupakan penugasan Pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak adanya
tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat Perawat bertugas.
2. Keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat Perawat
bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan setempat.
3. Pelaksanaan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan memperhatikan kompetensi Perawat.
4. Dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Perawat berwenang:
a. melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat tenaga medis;
b. merujuk pasien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan; dan
c. melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak terdapat tenaga
kefarmasian.

Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan wewenang Perawat diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 35
1. Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, Perawat dapat melakukan
tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya.
2. Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyelamatkan nyawa
Klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
3. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan yang mengancam
nyawa atau kecacatan Klien.
4. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Perawat sesuai dengan hasil
evaluasi berdasarkan keilmuannya.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Perawat
Pasal 36
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak:
a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan,
standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b. memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya.
c. menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan;
d. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan,
standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
e. memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.

Pasal 37
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban:
a. melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar Pelayanan
Keperawatan dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b. memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan,
standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
c. merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga kesehatan lain yang lebih
tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya;
d. mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;
e. memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti mengenai tindakan
Keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;
f. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan
kompetensi Perawat; dan g. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Klien
Pasal 38
Dalam Praktik Keperawatan, Klien berhak:
a. mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan Keperawatan yang akan
dilakukan;
b. meminta pendapat Perawat lain dan/atau tenaga kesehatan lainnya;
c. mendapatkan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan,
standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
d. memberi persetujuan atau penolakan tindakan Keperawatan yang akan diterimanya; dan
e. memperoleh keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya.

Pasal 39
1. Pengungkapan rahasia kesehatan Klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf e dilakukan
atas dasar:
a. kepentingan kesehatan Klien;
b. pemenuhan permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum;
c. persetujuan Klien sendiri;
d. kepentingan pendidikan dan penelitian; dan
e. ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kesehatan Klien diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 40
Dalam Praktik Keperawatan, Klien berkewajiban:
a. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk Perawat;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Anda mungkin juga menyukai