KDK 3.1 Memahami Keperawatan
KDK 3.1 Memahami Keperawatan
KDK 3.1 Memahami Keperawatan
Kompetensi Dasar :
1. Memahami keperawatan
a. Mejelaskan definisi keperawatan
b. Menguraikan sejarah singkat keperawatan
c. Menjelaskan jenis perawat di Indonesia
d. Menguraikan organisasi keperawatan
e. Menguraika kelompok profesi keperawatan
Materi :
1. Definisi keperawatan
Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun
di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.
Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk Asuhan
Keperawatan.
Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi Perawat dengan Klien dan lingkungannya untuk
mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian Klien dalam merawat dirinya.
Klien adalah perseorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang menggunakan jasa
Pelayanan Keperawatan.
Florence Nightingale adalah pelopor perawat modern, penulis dan ahli statistik. Ia dikenal
dengan nama Bidadari Berlampu (The Lady With The Lamp) atas jasa-jasanya yang
tanpa kenal takut mengumpulkan korban perang pada perang Krimea, di
semenanjung Krimea, Rusia.
Keberadaan perawat di Indonesia dimulai dari datangnya penjajah Belanda ke
Indonesia. Pada saat itu, pemerintah Belanda membentuk Velpeger, yaitu perawat
yang berasal dari penduduk pribumi, untuk merawat orang sakit dibantu oleh Zieken
Oppaser.
Hal tersebut ditindaklanjuti oleh Pemerintah Belanda dengan mendirikan rumah sakit
yang bernama Binen Hospital di Jakarta pada tahun 1799.
Pada jaman penjajahan Inggris (1812 – 1816), walaupun saat itu pimpinan VOC –
Raffles – sangat memperhatikan kondisi kesehatan rakyat, namun dunia keperawatan
tidak mengalami perkembangan yang signifikan.
Baru pada tahun 1816 – 1942, dunia keperawatan di Indonesia mulai berkembang.
Hal ini bisa dilihat dari gencarnya pembangunan rumah sakit yang beridiri hampir
bersamaan pada kurun waktu tersebut yang mana diantaranya adalah RS. PGI Cikini
Jakarta, RS. ST Carollus Jakarta, RS. ST. Boromeus di Bandung, RS Elizabeth di
Semarang. Bersamaan dengan itu berdiri pula sekolah-sekolah perawat.
Tahun 1942 – 1945, tepatnya saat penjajahan Jepang, dunia keperawatan di Indonesia
kembali mengalami kemunduran akibat dari kurangnya perhatian pemerintahan
Jepang.
Baru pada 1949 mulai adanya pembangunan dibidang kesehatan yaitu rumah sakit
dan balai pengobatan, diantaranya :
a. Tahun 1952 didirikan Sekolah Guru Perawat dan sekolah perawat setingkat SMP.
b. Tahun 1962 pendidikan keperawatan profesional mulai didirikan, yaitu Akper milik
Departemen Kesehatan di Jakarta untuk menghasilkan perawat profesional pemula.
c. Tahun 1985 didirikan PSIK ( Program Studi Ilmu Keperawatan ) yang merupakan
momentum kebangkitan keperawatan di Indonesia.
d. Tahun 1995 PSIK FK UI berubah status menjadi FIK UI. Kemudian muncul PSIK-
PSIK baru seperti di Undip, UGM, UNHAS dan lain-lain.
e. 1995 – sekarang, dunia keperawatan Indonesia terus berbenah diri. Mulai dari
semakin bertambahnya pendidikan tinggi keperawatan, tenaga pendidik profesional
sekelas profesor mulai bertambah, lahirnya Undang-undang keperawatan serta
perangkat-perangkat penunjang profesi keperawatan yang semakin kesini semakin
eksis di belantika keperawatan Indonesia.
Menurut data dari InfoDATIN Kemenkes Republik Indonesia 2017, jumlah perawat di
Indonesia yang bekerjadi fasilitas kesehatan pada tahun 2016 mencapai 49% dari total
keseluruhan tenaga kesehatan yang ada.
Yang mana menurut data rekapitulasi BPPSDMK pada Desember 2016, total fasilitas
kesehatan yang ada di Indonesia mencapai 15.263 unit dengan jumlah sumber daya manusia
kesehatan mencapai 1.000.780 orang.
Dari 1.000.780 orang tersebut, 601.228 orang diantaranya adalah tenaga kesehatan medis
(dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi), paramedis (bidan dan perawat), dan tenaga
farmasi.
Jika dipersentasikan menurut data diatas, maka statistik tenaga kesehatan di Indonesia yang
berada didayagunakan di faskes adalah ;
Saat ini, berdasarkan data tahun 2016 nasional, rasio tersebut masih berada diangka 113,40
per 100.000 penduduk. Artinya, jumlah tenaga keperawatan Indonesia masih kurang.
Berdasarkan data BPPSDMK Kemenkes RI 2017, baru 8 provinsi yang sudah memenuhi
target 180 orang perawat per 100.000 penduduk, diantaranya ;
DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Kep. Bangka Belitung
Aceh
Maluku
Sulawesi Utara
Bengkulu
Jambi.
Tiga provinsi dengan rasio perawat tertinggi yaitu;
DKI Jakarta : 221,5 per 100.000 penduduk
Kalimantan Timur : 202,9 per 100.000 penduduk
Kep. Bangka Belitung : 202,4 per 100.000 penduduk
Sedangkan, provinsi dengan rasio perawat terendah dipegang oleh;
Lampung : 48,90 per 100.000 penduduk
Jawa Barat : 68,9 per 100.000 penduduk
Banten : 72,1 per 100.000 penduduk
Yang mengejutkan, hanya satu provinsi di Pulau Jawa yang sudah memenuhi target 2019
tersebut. Sisanya, Jawa Barat – Jawa Tengah – Jawa Timur – Banten, masih belum
memenuhi target. Bahkan Jawa Barat dan Banten termasuk kedalam provinsi dengan rasio
perawat terendah.
Padahal, jumlah tenaga keperawatan di keempat provinsi tersebut sudah membludak.
Ini dikarenakan, membludaknya jumlah penduduk yang berada di ketiga provinsi tersebut.
2. Bersifat Komprehensif
Pelayanan keperawatan bersifat komprehensif karena asuhan
keperawatan yang diberikan bersifat menyeluruh meliputi aspek
biologi, psikologi, sosial dan spiritual dalam kehidupan manusia.
3. Merupakan Bagian Integral dalam Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan medis (kedokteran),
pelayanan keperawatan dan pelayanan penunjang kesehatan (gizi,
farmasi, laboratorium, dsb). Pelayanan keperawatan merupakan
subsistem dari pelayanan kesehatan dan tidak dapat dipisahkan
dari pelayanan kesehatan.
4. Mencakup Siklus Kehidupan Manusia
Asuhan keperawatan dapat diberikan pada klien sejak dalam
kandungan sampai sakaratul maut. Atas dasar ini dikenal
spesialisasi pelayanan keperawatan.
Ke empat hal tersebut, kembali ditegaskan dengan lahirnya Undang-undang
nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan yang mana menjelaskan bahwa ;
Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan keperawatan kepada
individu, keluarga, atau kelompok baik dalam keadaan sehat maupun
sakit.
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi
keperawatan, baik didalam maupun di luar negeri yang diakui
pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pelayanan Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional
yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan kepada individu, kelompok,
atau masyarakat dalam keadaan sehat maupun sakit.
Karenanya, sebagai sebuah profesi yang melaksanakan asuhan dan praktik
keperawatan, seorang perawat dituntut untuk memiliki Surat Tanda Registrasi
(STR) sebagai bukti tertulis dan pencatatan resmi yang dikeluarkan oleh Majelis
Tenaga Kesehatan Indonesia.
Untuk Memperoleh STR tersebut, seorang calon perawat profesional harus
memilikidua jenis sertifikat terlebih dahulu, yaitu ;
1. Sertifikat kompetensi : sebagai surat tanda pengakuan kompetensi
perawat yang sudah lulus uji kompetensi.
2. Sertifikat profesi : yang diperoleh lulusan pendidikan keperawatan
sebagai surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik keperawatan.
Di Indonesia, berdasarkan Undang-undang No. 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan, Profesi Keperawatan terdiri dari ;
1. Perawat Vokasi : Lulusan minimal D3 Keperawatan
2. Perawat Profesi : Lulusan S1 Keperawatan. Yang terdiri dari Ners dan
Ners Spesialis.
Pendidikan Keperawatan di Indonesia
Jenjang Pendidikan Keperawatan di Indonesia dimulai dari ;
1. Pendidikan Vokasi
Ditempuh dalam waktu 3 tahun untuk diploma 3. Bentuk pendidikan
Akademi dengan gelar Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep), dan 4 tahun
untuk vokasi khusus dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST)
2. Pendidikan Profesional
Ditempuh dalam waktu 4 tahun untuk program Sarjana Keperawatan (S.Kep)
dan tambahan sekitar 1 tahun untuk pendidikan profesi Ners (Ns).
3. Pendidikan Magister dan Spesialis
Yaitu Master Keperawatan (M.Kep) ditempuh dalam waktu 2 tahun dan
tambahan sekitar 1 tahun untuk spesialis keperawatan yang terdiri dari ;
Spesialis Keperawatan Anak
Spesialis Keperawatan Jiwa
Spesialis Keperawatan Maternitas
Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
4. Pendidikan Doktoral atau S3 Keperawatan
Merupakan jenjang pendidikan tertinggi yang dapat ditempuh oleh
perawat dengan melakukan riset tentang keperawatan.
Profesor Keperawatan Indonesia
Saat ini, baru ada 8 Profesor Keperawatan yang ada di Indonesia. Mereka
adalah ;
1. Prof. Budi Anna Keliat, S.Kp., M.App.Sc – Universitas Indonesia
2. Prof. Achir Yani S. Hamid, M.N., D.N.Sc – Universitas
Indonesia
3. Prof. Dra. Setyowati, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D., DBO., RN –
Universitas Indonesia
4. Prof. Dr. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App.Sc – Universitas Indonesia
5. Prof. Dra. Elly Nurachmah, D.N.Sc – Universitas Indonesia
6. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) – Universitas Airlangga
7. Prof. Dr. Paul Sirait, MM, M.Kes – Sekolah Tinggi Ilmu
Keperawatan Sumatera Utara
8. Prof. Dr. Yati Afiayanti, MN – Universias Indonesia.
4. Organisasi keperawatan
Kebulatan tekad dan spirit yang sama untuk mempersatukan tenaga keperawatan dari
Sabang sampai Merauke dalam satu wadah yang sama juga merupakan sebuah
semangat persatuan yang menggetarkan yang pada akhirnya mampu membentuk
sebuah wadah, sebuah Organisasi Profesi Perawat yang saat ini dikenal dengan nama
PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia).
Semangat persatuan dan kesatuan memang selalu menggetarkan. Apapun itu,
dimanapun, semangatnya selalu mampu mendorong jiwa-jiwa yang haus akan nilai-
nilai indah persatuan dan kesatuan. Apalagi jika hal tersebut dibarengi dengan
idealisme.
Tengok saja bagaimana nilai-nilai tersebut mampu mendorong Sultan
Hamengkubuwono IX yang dengan lantang menyatakan bahwa Kesultanan
Yogyakarta adalah bagian dari NKRI (maklumat 5-9-1945). Padahal sebelumnya,
Belanda menawarkannya menjadi Raja Jawa jika tidak bergabung dengan NKRI.
Lalu, ada seorang Frans Kaisiepo dari Irian yang dengan gagah berani mendirikan
Partai Indonesia Merdeka di Biak, Papua pada 10 Mei 1946 demi mempertahankan
Keutuhan dan Kesatuan NKRI yang amat dicintainya.
Atau, lihatlah seorang Moehammad Yamin, yang hanya bermodalkan secarik kertas
mampu membakar gelora semangat para pemuda untuk mencetuskan peristiwa
Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 silam.
Kata-katanya begitu menggelora. Tengok saja;
Kebulatan tekad dan spirit yang sama untuk mempersatukan tenaga keperawatan dari
Sabang sampai Merauke dalam satu wadah yang sama juga merupakan sebuah
semangat persatuan yang menggetarkan yang pada akhirnya mampu membentuk
sebuah wadah, sebuah Organisasi Profesi Perawat yang saat ini dikenal dengan nama
PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia).
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) terlahir pada tanggal 17 Maret 1974
sebagai fusi/federasi dari beberapa organisasi keperawatan yang ada sebelumnya.
Sebut saja, Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Djuru Rawat
Islam (Penjurais), Ikatan Perawat Indonesia (IPI) dan Persatuan Perawat Indonesia
(PPI).
Cikal bakal lahirnya PPNI tidak terlepas dari didirikannya Perkumpulan Kaum
Velpleger Boemibatera (PKVB) pada tahun 1921 oleh Pemerintahan Hindia Belanda.
Namun berkat semangat Moehammad Yamin dkk yang pada akhirnya melahirkan
Sumpah Pemuda, maka semangat untuk mengganti nama PKVB menjadi
Perkumpulan Kaum Velpleger Indonesia (PKVI) pun berkobar dengan sendirinya.
Namun usia PKVI tidak begitu panjang dan hanya bertahan hingga tahun 1942
dimana pada saat itu, Belanda mundur dan digantikan oleh Jepang.
Masa-masa penjajahan Jepang di Indonesia adalah masa-masa kemunduran
bagi perkembangan keperawatan Indonesia. Pelayanan keperawatan pada masa
Jepang dikerjakan oleh orang yang tidak memahami ilmu keperawatan. Hal ini juga
sedikit banyak mempengaruhi PKVI yang semakin hari semakin tidak jelas
eksistensinya.
Kemunduran tersebut berakhir bersamaan dengan Proklamari Kemerdekaan Indonesia
pada 17 Agustus 1945.
Semangat persatuan kembali menggelora sehingga melahirkan beberapa organisasi
keperawatan. Tercatat, dalam kurun 1945 – 1954, terdapat 5 organisasi profesi yaitu
Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Djuru Rawat Islam
(Penjurais), Serikat Buruh Kesehatan (SBK), Persatuan Perawat Indonesia (PPI) dan
Ikatan Perawat Indonesia (IPI).
Dalam kurun waktu 1951-1958 diadakan Kongres di Bandung dengan mengubah
nama PDKI menjadi Persatuan Pegawai Dalam Kesehatan Indonesia (PPDKI) dengan
keanggotaan bukan dari perawat saja.
Demikian pula pada tahun 1959-1974, terjadi pengelompokan organisasi keperawatan
kecuali Serikat Buruh Kesehatan (SBK) yang terlibat dengan pemberontakan Partai
Komunis Indonesia (PKI)
Sama seperti dokter, perawat juga ada pendidikan spesialis lho! Setidaknya
ada 5 jenis pendidikan spesialis keperawatan antara lain; keperawatan anak,
keperawatan jiwa, keperawatan komunitas, keperawatan maternitas dan
keperawatan medikal bedah.
Sesuai dengan amanah UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 tersebut Organisasi Profesi yaitu Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan Asosiasi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI), bersama
dukungan dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), telah menyusun dan memperbaharui
kelengkapan sebagai suatu profesi.
Perkembangan pendidikan keperawatan sungguh sangat panjang dengan berbagai dinamika
perkembangan pendidikan di Indonesia, tetapi sejak tahun 1983 saat deklarasi dan kongres Nasional
pendidikan keperawatan indonesia yang dikawal oleh PPNI dan diikuti oleh seluruh komponen
keperawatan indonesia, serta dukungan penuh dari pemerintah kemendiknas dan kemkes saat itu serta
difasilitasi oleh Konsorsium Pendidikan Ilmu kesehatan saat itu, sepakat bahwa pendidikan
keperawatan Indonesia adalah pendidikan profesi dan oleh karena itu harus berada pada pendidikan
jenjang Tinggi.dan sejak itu pulalah mulai dikaji dan dirangcang suatu bentuk pendidikan keperawatan
Indonesia yang pertama yaitu di Universitas Indonesia yang program pertamannya dibuka tahun 1985.
Sejak 2008 PPNI, AIPNI dan dukungan serta bekerjasama dengan Kemendiknas melalui project Health
Profession Educational Quality (HPEQ), menperbaharui dan menyusun kembali Standar Kompetensi
Perawat Indonesia, Naskah Akademik Pendidikan Keperawatan Indonesia, Standar Pendidikan Ners,
standar borang akreditasi pendidikan ners Indonesia. dan semua standar tersebut mengacu pada
Peraturan Presiden Nomor.8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan
sat ini sudah diselesaikan menjadi dokumen negara yang berkaitan dengan arah dan kebijakan tentang
pendidikan keperawatan Indonesia.
Standar-standar yang dimaksud diatas juga mengacu pada perkembangan keilmuan keperawatan,
perkembangan dunia kerja yang selalu berubah, dibawah ini sekilas saya sampaikan beberapa hal yang
tertulis dalam dokumen Naskah Akademik Pendidikan Keperawatan, yang berkaitan dengan Jenis,
jenjang, Gelar akademik dan Level KKNI;
Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang
Pasal 29
1. Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas sebagai:
a. pemberi Asuhan Keperawatan;
b. penyuluh dan konselor bagi Klien;
c. pengelola Pelayanan Keperawatan;
d. peneliti Keperawatan;
e. pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau
f. pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
2. Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara bersama ataupun sendiri-
sendiri.
3. Pelaksanaan tugas Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan secara
bertanggung jawab dan akuntabel.
Pasal 30
1. Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya kesehatan
perorangan, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik;
b. menetapkan diagnosis Keperawatan;
c. merencanakan tindakan Keperawatan;
d. melaksanakan tindakan Keperawatan;
e. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan;
f. melakukan rujukan;
g. memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan kompetensi;
h. memberikan konsultasi Keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter;
i. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling; dan
j. melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada Klien sesuai dengan resep tenaga
medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas.
2. Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya kesehatan
masyarakat, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat keluarga dan
kelompok masyarakat;
b. menetapkan permasalahan Keperawatan kesehatan masyarakat;
c. membantu penemuan kasus penyakit;
d. merencanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
e. melaksanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
f. melakukan rujukan kasus;
g. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
h. melakukan pemberdayaan masyarakat;
i. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat;
j. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat;
k. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling;
l. mengelola kasus; dan
m. melakukan penatalaksanaan Keperawatan komplementer dan alternatif.
Pasal 31
1. Dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor bagi Klien, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik di tingkat individu dan keluarga serta
di tingkat kelompok masyarakat;
b. melakukan pemberdayaan masyarakat;
c. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat;
d. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat; dan
e. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.
2. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola Pelayanan Keperawatan, Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan;
b. merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Pelayanan Keperawatan; dan
c. mengelola kasus.
3. Dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti Keperawatan, Perawat berwenang:
a. melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika;
b. menggunakan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan atas izin pimpinan; dan
c. menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika profesi dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
1. Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (1) huruf e hanya dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga medis kepada Perawat untuk
melakukan sesuatu tindakan medis dan melakukan evaluasi pelaksanaannya.
2. Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara delegatif atau
mandat.
3. Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu tindakan medis diberikan oleh
tenaga medis kepada Perawat dengan disertai pelimpahan tanggung jawab.
4. Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat
diberikan kepada Perawat profesi atau Perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang
diperlukan.
5. Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat untuk
melakukan sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan.
6. Tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan wewenang mandat sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) berada pada pemberi pelimpahan wewenang.
7. Dalam melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Perawat berwenang:
a. melakukan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensinya atas pelimpahan
wewenang delegatif tenaga medis;
b. melakukan tindakan medis di bawah pengawasan atas pelimpahan wewenang mandat;
dan
c. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan program Pemerintah.
Pasal 33
1. Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (1) huruf f merupakan penugasan Pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak adanya
tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat Perawat bertugas.
2. Keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat Perawat
bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan setempat.
3. Pelaksanaan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan memperhatikan kompetensi Perawat.
4. Dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Perawat berwenang:
a. melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat tenaga medis;
b. merujuk pasien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan; dan
c. melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak terdapat tenaga
kefarmasian.
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan wewenang Perawat diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 35
1. Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, Perawat dapat melakukan
tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya.
2. Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyelamatkan nyawa
Klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
3. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan yang mengancam
nyawa atau kecacatan Klien.
4. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Perawat sesuai dengan hasil
evaluasi berdasarkan keilmuannya.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Perawat
Pasal 36
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak:
a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan,
standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b. memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya.
c. menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan;
d. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan,
standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
e. memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.
Pasal 37
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban:
a. melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar Pelayanan
Keperawatan dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b. memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan,
standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
c. merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga kesehatan lain yang lebih
tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya;
d. mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;
e. memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti mengenai tindakan
Keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;
f. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan
kompetensi Perawat; dan g. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Klien
Pasal 38
Dalam Praktik Keperawatan, Klien berhak:
a. mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan Keperawatan yang akan
dilakukan;
b. meminta pendapat Perawat lain dan/atau tenaga kesehatan lainnya;
c. mendapatkan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan,
standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
d. memberi persetujuan atau penolakan tindakan Keperawatan yang akan diterimanya; dan
e. memperoleh keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya.
Pasal 39
1. Pengungkapan rahasia kesehatan Klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf e dilakukan
atas dasar:
a. kepentingan kesehatan Klien;
b. pemenuhan permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum;
c. persetujuan Klien sendiri;
d. kepentingan pendidikan dan penelitian; dan
e. ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kesehatan Klien diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 40
Dalam Praktik Keperawatan, Klien berkewajiban:
a. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk Perawat;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.