Akidah Pada Masa Nabi Muhammad Saw Dan Akidah Pada Masa Sahabat

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

Akidah pada Masa Nabi Muhammad Saw dan Akidah pada Masa Sahabat

Masa Rasulullah Saw. merupakan periode pembinaan akidah dan peraturan peraturan dengan
prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah yang belum ada jawabannya
dikembalikan langsung kepada Rasulullah Saw. sehingga beliau berhasil menghilangkan
perpecahan antara umatnya. Masing-masing pihak tentu mempertahankan kebenaran
pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama-agama sebelum
Islam.

Rasulullah Saw mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah Swt. dan Rasul-Nya serta
menghindari dari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dalam segala bidang
sehingga menimbulkan kekacauan. Allah Swt. berfirman dalam al-Anfal :46,

َّ ‫َوَأ ِطي ُعوا اهَّلل َ َو َر ُسوهَل ُ َواَل تَنَ َازعُوا فَتَ ْفشَ لُوا َوت َْذه ََب ِر ُحيمُك ْ ۖ َو ْاصرِب ُ وا ۚ َّن اهَّلل َ َم َع‬
‫الصا ِب ِر َين‬
‫ِإ‬
"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantahbantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. al-Anfal : 46)

Ketika Rasulullah Saw., masih hidup seluruh urusan agama Islam baik pemahaman,
pengalaman ajaran Islam dapat langsung diterima dan melihat contoh Rasulullah Saw..
Apabila ada masalah-masalah urusan agama Islam bahkan urusan kemasyarakatan para
sahabat dapat menanyakan langsung kepada Rasulullah Saw., sehingga perbedaan
pemahaman dan pandangan urusan agama Islam tidak terlihat dan terjadi. Para sahabat
menerima dan memahami kandungan al-Quran dan hadis yang berkaitan dengan akidah dan
sifat-sifat Allah Swt tanpa mempersoalkan makna di sebaliknya. Untuk itu, pada zaman Nabi
Saw. kepercayaan umat Islam adalah sangat kukuh dan teguh.

Dalam QS. al-Ikhlas, misalnya, dengan ayat itu sudah cukup kukuh untuk menjadi pegangan
mereka. Untuk itu ilmu Tauhid atau permasalahan akidah belum timbul secara langsung atau
belum muncul sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri. Namun begitu, semenjak zaman nabi
perbahasan ilmu tauhid telah dipelajari terutama sewaktu berdakwah di Mekah. Tauhid
merupakan perkara yang amat ditekankan oleh Nabi Saw.
Perbedaan pendapat memang dibolehkan tetapi jangan sampai pada pertengkaran, terutama
dalam masalah akidah ini. Demikian pula dalam menghadapi agama lain, kaum muslimin
harus bersikap tidak membenarkan apa yang mereka sampaikan dan tidak pula mendustainya.
Yang harus dikata kaum muslimin adalah telah beriman kepada Allah Swt dan wahyu-Nya,
yang telah diturunkan kepada kaum muslimin juga kepada mereka. Tuhan Islam dan Tuhan
mereka adalah satu (Esa).

Bila terjadi perdebatan haruslah dihadapi dengan nasihat dan peringatan. Berdebat dengan
cara baik dan dapat menghasilkan tujuan dari perdebatan, sehingga terhindar dari
pertengkaran. Sehingga tidak sampai kepada perdebatan dan polemik yang berkepanjangan,
karena Rasul sendiri menjadi penengahnya. Allah Swt. berfirman dalam QS. an-Naḥl : 125,

‫ِيل َرب ّ َِك اِب لْ ِحمْك َ ِة َوالْ َم ْو ِع َظ ِة الْ َح َسنَ ِة ۖ َو َجا ِدلْه ُْم اِب لَّيِت يِه َ َأ ْح َس ُن ۚ َّن َرب َّ َك ه َُو َأ ْعمَل ُ ِب َم ْن ضَ َّل َع ْن‬ ِ ‫ا ْد ُع ىَل ٰ َسب‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫َس ِبيهِل ِ ۖ َوه َُو َأ ْعمَل ُ اِب لْ ُمهْ َت ِد َين‬

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. an-Naḥl :125)

Pada prinsipnya, ada dua karakteristik akidah di masa pembentukan atau pertumbuhan Islam,
yaitu sederhana dan integral. Maksudnya, ajaran-ajaran tentang tauhid disampaikan secara
sederhana tanpa ada pembahasan yang rumit dan bertele-tele. Hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim berikut ini menggambarkan kesederhanaan itu. Rasulullah Saw.. ditanya:
“Wahai Rasulullah! Apakah sudah diketahui orang yang akan menjadi penghuni surga dan
orang yang akan menjadi penghuni neraka?” Rasulullah saw.. menjawab: “Ya.” Kemudian
beliau ditanya lagi: “Jadi untuk apa orang-orang harus beramal?” Beliau. menjawab:
“Setiap orang akan dimudahkan untuk melakukan apa yang telah menjadi takdirnya.”

Namun begitu, manusia telah dikurniakan akal pikiran, maka begitu juga para sahabat ada
diantara dan kalangan mereka yang memiliki tabiat suka mencari tahu dan berfikir yang telah
mendorong sesetengah sahabat untuk memikirkan dzat Allah Swt. Namun begitu, Rasulullah
Saw., menengahi mereka berbuat demikian, sebagaimana sabda yang diriwayatkan daripada
Abu Nu’aim. Nabi Saw. juga telah menengahi dan melarang daripada berbantah dalam
masalah Qadar. Dimana pada suatu ketika Nabi Saw. menemui para sahabat sedang waktu itu
mereka sedang berdebat tentang perkara Qadar.

Abu Hurairah meriwayatkan: Rasulullah keluar menemui kami sedangkan waktu itu kami
berselisih dan bertengkar tentang soal qada’ dan qadar. maka baginda memarahi kami
sehingga merah padam muka baginda, lalu baginda bersabda “ Apakah ini yang disuruh
kepada kamu? Atau apakah aku diutuskan karena itu ? sesungguhnya orang-orang yang
terdahulu daripada kamu binasa apabila mereka itu berselisih didalam perkara yang seperti
ini. Aku berharap supaya kamu sekalian tidak lagi berselisih mengenainya."

Dikatakan akidah di masa Rasul Saw.. bersifat integral, karena ajaran itu berhubungan
langsung dengan aspek ibadah dan akhlak. Masalah akidah dibicarakan selalu dalam konteks
ibadah dan akhlak. Begitu pula sebaliknya. Hal ini telah dipraktikkan oleh Nabi Saw.. dan
para sahabat sejak periode Mekkah sampai periode Madinah. Pada masa ini, Tauhid murni
Islam adalah suatu tauhid praktikal (amaliy), yaitu apa yang tersimpan dalam keimanan
mereka, itulah yang tampak pada akhlak tingkah laku mereka yang mulia.

Tauhid ini hanya dapat diambil secara qudwah, yaitu dengan melihat contoh dari seorang
insan yang sudah merealisasikannya, bukan dari sekadar teoriteori ilmiah. Permasalahan
permasalahan tentang akidah dan tauhid selalu terjawab secara jelas dan terang pada masa itu
karena setiap ada perbedaan atau pertentangan, Rasulullah Saw., selalu turun tangan dan
menjelaskannya secara benar dengan mengikuti pada wahyu.

Diantara sabda Nabi saw. yang membicarakan masalah akidah sebagai berikut :

a. Penjelasan bahwa Islam memiliki 5 rukun yang harus dibangun, dan keislaman tidak
sempurna apabila tidak melaksanakan lima rukun Islam tersebut. Karena Nabi
Muhammad Saw menjawab dengan demikian :

Rasulullah menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan
selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan sholat,
mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke
Baitullah jika engkau mampu melakukannya.”

b. Iman mencakup enam perkara, yaitu :


Rasulullah menjawab, “Engkau beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir
yang baik maupun yang buruk”. Orang tadi berkata, “Engkau benar”.

c. Penjelasan tentang ihsan, yaitu manusia beribadah kepada Allah Swt dengan peribadatan
menginginkan dan mencari), seolah-olah ia melihat-Nya. Ia ingin sampai kepada-Nya.
Derajat ihsan inilah yang paling sempurna. Jika tidak sampai pada keadaan ini, maka
kepada derajat kedua, yaitu beribadah kepada Allah dengan peribadatan ( rasa takut)
terhadap siksa-Nya. Karna itu nabi besabda: “Jika kamu tidak melihatnya, maka ia
melihatmu”.

Pada masa Rasulullah, persoalan-persoalan yang yang berhubungan dengan akidah justru
muncul dari kaum musyrikin dan munafiqin. Kaum musyrikin mengangkat permasalahan
qadar tujuannya ialah untuk membenarkan perbuatan jahat dan dosa yang mereka kerjakan,
yaitu menisbatkan perbuatan mereka kepada kehendak Allah Swt. Dengan demikian
perbuatan mereka seakan-akan direstui oleh Allah Swt dan merupakan kehendak Allah Swt.
Sedangkan kaum munafik mengeluarkan komentar-komentar yang mengindikasikan
qadariyah. Tidak lain maksudnya untuk melemahkan semangat umat Islam dalam peperangan
Uhud yang berpangkal dari kedengkian dan iri hati mereka terhadap Rasulullah Saw..

Di bawah ini beberapa penyimpangan akidah pada zaman Rasulullah :

a. Prasangka buruk kaum jahiliyah, sebagaimana firman Allah ketika kaum musyrikin
menang pada perang Uhud. Sebagian kaum Muslimin menyangka bahwa mereka tidak
ditolong oleh Allah Swt dan timbullah anggapan bahwa Islam telah berakhir bersamaan
dengan kalahnya kaum muslimin dari kaum kafir.

َ ُ‫ون اِب هَّلل ِ غَرْي َ الْ َح ّ ِق َظ َّن الْ َجا ِه ِل َّي ِة ۖ ي َ ُقول‬
‫ون ه َْل لَنَا ِم َن اَأْل ْم ِر ِم ْن يَش ْ ٍء‬ َ ُّ‫َو َطائِ َف ٌة قَدْ َأمَه َّهْت ُ ْم َأنْ ُف ُسه ُْم ي َ ُظن‬
"Sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka
yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: Apakah
ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?" (QS. Ali Imran :
154)

b. Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu)


kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan
kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan
adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Akidah pada Masa Sahabat.

Masa sahabat khususnya pada zaman pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash Shiddiq (11-13
H), dan pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H), pembahasan masalahmasalah
akidah belum muncul. Mereka merumuskan ajaran akidah sebagaimana yang diajarkan
Rasulullah Saw. dan mereka juga memahami ayat-ayat dengan makna apa adanya, tanpa
memberikan penta’wilan. Oleh sebab itu selama kurang lebih dua dekade ini, nyaris tidak ada
persoalan-persoalan serius dalam masalah akidah.

Akan tetapi setelah Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H) melakukan perubahan dalam
sistem administrasi pemerintahannya yang lebih cenderung nepotisme (kekeluargaan), timbul
kekacauan politik, yang mencapai klimaks pada masa pemerintah Khalifah Ali bin Abi
Thalib, sehingga terjadi perang saudara dan mengakibatkan umat Islam terpecah belah.
Perpecahan politik ini menimbulkan akibat munculnya berbagai pemikiran teologi, sehingga
berkembang perdebatan-perdebatan panjang dan menimbulkan berbagai aliran dalam ilmu
kalam

Dengan demikian, pada masa Nabi dan dua dekade dari masa pemerintahan
Khulafaurrasyidin, corak akidah Islam yang dianut masyarakat muslim saat itu masih tetap
sebagaimana yang diajarkan Rasulullah Saw.. Munculnya perdebatan pandangan dan
rumusan pemikiran teologi terjadi di akhir pemerintah Ali bin Abi Thalib ra, dengan
munculnya aliran Khawarij, yang disusul kemudian munculnya Murji’ah, Muktazilah dan
Ahlussunah Waljama’ah.

Anda mungkin juga menyukai