LP Keluarga Hipertensi Salman

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN KASUS


HIPERTENSI

Oleh :
SALMAN FIRMANSYAH
J.0105.20.068

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


CIMAHI
2021
Laporan Pendahuluan Keluarga Dengan Hipertensi

A. Konsep Keluarga
1. Definisi Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergaung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain di dalam perannya
masing – masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman,
2010).
Konsep keluraga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh
ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum : meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional dan sosial dari tiap anggota. Keluarga merupakan aspek
terpenting dalam unit terkecil dalam masyarakat, penerima asuhan, kesehatan
anggota keluarga dan kualitas kehidupan keluarga saling berhubungan, dan
menempati posisi antara individu dan masyarakat (Harmoko, 2012).
Beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga
merupakan sekumpulan orang yang terikat oleh ikatan perkawinan, darah
serta adopsi dan tinggal dalam satu rumah.

2. Tipe Keluarga
Tipe keluarga menurut Harmoko tahun (2012) yaitu sebagai berikut :
a. Nuclear Family (Keluarga Inti)
Keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari
keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b. Extended Family (Keluarga Besar)
Keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai
hubungan darah, seperti kakek, nenek, paman, dan bibi.
c. Reconstitud Nuclear
Pemebentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali,
suami / istri tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak –
anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari
perkawinan baru datu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.
d. Niddle Age /Aging Couple
Keluarga dimana suami sebagai pencari uang dan istri di rmah atau
kedua-duanya bekerja di rumah, sedangkan anak-anak sudah
meninggalkan rumah karena sekolah / menikah / meniti karier.
e. Dyadic Nuclea
Keluarga dimana suami-istri sudah berumur dan tidak mempunyai
anak yang keduanya atau salah satunya bekerja di luar umah.
f. Single Parent
Keluarga yang hanya mempunyai satu orang tua sebagai akibat
perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal
di rumah atau di luar rumah.
g. Dual Carrier
Keluarga dengan suami – istri yang kedua-duanya orang karier dan
tanpa memiliki anak.
h. Three Generation
Keluarga yang terdiri atas tiga generasi atau lebih yang tinggal dalam
satu rumah.
i. Comunal
Keluarga yang dalam satu rumah terdiri dari dua pasangan suamiistri
atau lebih yang monogamy berikut anak-anaknya dan bersama-sama
dalam penyediaan fasilitas.
j. Cohibing Couple
Keluarga dengan dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama
tanpa ikatan perkawinan.
k. Composite
Keluarga dengan perkawinan poligami dan hidup/tinggal secara
bersama-sama dalam satu rumah.
l. Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orang tua dan keturunannya di dalam satu
kesatuan keluarga dan tiap individu adalah menikah dengan yang lain
dan semua adalah orang tua dari anak – anak.
m. Unmarried Parent and child
Ibu dan anak dimana perkawinannya tidak dikehendaki, anak diadopsi.
n. Institutional
Anak – anak atau orang dewasa tinggal dalam suatu panti.
o. Commuter Married
Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal berpisah pada jarak
tertentu keduanya saling mencari pada waktu – waktu tertentu.

3. Peranan Keluarga  
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi,
sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi
tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola
perilaku dan keluarga, kelompok dan masyarakat. Menurut Friedman
(2010) berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai
berikut :
a. Ayah sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak – anak, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya
serta sebagai anggota masyarakat dari lingkunganya.
b. Ibu sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya, ibu mempunyai peranan
untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik bagi
anak – anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari
peranan sosial serta sebagai anggota masyarakat di lingkungannya,
disamping itu juga ibu perperan sebagai pencari nafkah tambahan
dalam keluarganya.
c. Anak – anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

4. Tugas Keluarga
Menurut Friedman (2010) pada dasarnya ada delapan tugas pokok
keluarga, tugas pokok tersebut ialah :
a. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
b. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
c. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan
kedudukannya masing-masing.
d. Sosialisasi antar anggota keluarga.
e. Pengaturan jumlah anggota keluarga.
f. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
g. Membangkitkan dorongan dan semangat pada anggota keluarga.

5. Fungsi Keluarga
Menurut Friedmen (2010) fungsi keluarga sebagai berikut :
a. Fungsi afektif
Fungsi keluarga yang utama adalah untuk mengajarkan segala sesuatu
untuk mempersiapkan anggota keluarganya dalam berhubungan
dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan
individu dan psikososial keluarga.
b. Fungsi sosialisasi
Fungsi mengembangkan dan sebagai tempat melatih anak untuk
berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan
dengan orang lain di luar rumah. Fungsi ini berguna untuk membina
sosialisasi pada anak, membentuk norma – norma tingkah laku sesuai
dengan tingkat perkembangan anak dan meneruskan nilai – nilai
budaya keluarga.
c. Fungsi reproduksi
Fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan
keluarga.
d. Fungsi ekonomi
Fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi
dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan
keluarga.
e. Fungsi pemeliharaan kesehatan
Fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga
agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

6. Tahap dan Perkembangan Keluarga


Menurut Harmoko (2012) perawat keluarga perlu mengetahui tentang
tahapan dan tugas perkembangan keluarga, untuk memberikan pedoman
dalam menganalisis pertumbuhan dan kebutuhan promosi kesehatan
keluarga serta untuk memberikan dukungan pada keluarga untuk kemajuan
dari satu tahap ke tahap berikutnya.
a. Tahap I, keluarga pemula atau pasangan baru
Tugas perkembangan keluarga pemula antara lain membina
hubungan yang harmonis dan kepuasan bersama dengan membangun
perkawinan yang saling memuaskan, membina hubungan dengan orang
lain dengan menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis,
merencanakan kehamilan dan mempersiapkan diri menjadi orang tua.
b. Tahap II, keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai
umur 30 bulan)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II yaitu membentuk
keluarga muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan, memperluas persahabatan dengan
keluarga besar dengan menambahkan peran orang tua kakek dan nenek
dan mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar masing-
masing pasangan.
c. Tahap III, keluarga dengan anak usia prasekolah (anak tertua berumur
2-6 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III yaitu memenuhi
kebutuhan anggota keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan
anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak yang
lainnya, mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan
luar keluarga, menanamkan nilai dan norma kehidupan, mulai
mengenalkan kultur keluarga, menanamkan keyakinan beragama,
memenuhi kebutuhan bermain anak.
d. Tahap IV, keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-13
tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap IV yaitu
mensosialisasikan anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan
mengembangkan hubungan dengan teman sebaya, mempertahankan
hubungan perkawinan yang memuaskan, memenuhi kebutuhan
kesehatan fisik anggota keluarga, membiasakan belajar teratur,
memperhatikan anak saat menyelesaikan tugas sekolah.
e. Tahap V, keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20)
Tugas perkambangan keluarga pada tahap V yaitu menyeimbangkan
kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan
mandiri, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi
secara terbuka antara orang tua dan anak-anak, memberikan perhatian,
memberikan kebebasan dalam batasan tanggung jawab,
mempertahankan komunikasi terbuka dua arah.
f. Tahap VI, keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup
anak pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan rumah)
Tahap perkembangan keluarga pada tahap VI yaitu memperluas
siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang
didapat melalui perkawinan anak, melanjutkan untuk memperbaharui
hubungan perkawinan, membantu orang tua lanjut usia dan sakit-
sakitan dari suami maupundari istri, membantu anak mandiri,
mempertahankan komunikasi, memperluas hubungan keluarga antara
orang tua dengan menantu, menata kembali peran dan fungsi keluarga
setelah ditinggalkan anak.
g. Tahap VII, orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan, pensiun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap VII yaitu menyediakan
lingkungan yang meningkatkan kesehatan, mempertahankan hubungan
yang memuaskan dan penuh arti para orang tua dan lansia,
memperkokoh hubungan perkawinan, menjaga keintiman,
merencanakan kegiatan yang akan datang, memperhatikan kesehatan
masing-masing pasangan, tetap menjaga komunikasi dengan anak-anak.
h. Tahap VIII, keluarga dalam masa pensiun dan lansia
Tugas perkembangan keluarga pada tahap VIII yaitu
mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan
terhadap pendapatan yang menurun, mempertahankan hubungan
perkawinan, menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan,
mempertahankan ikatan keluarga antar generasi, meneruskan untuk
memahami eksistensi mereka, saling memberi perhatian yang
menyenangkan antar pasangan, merencanakan kegiatan untuk mengisi
waktu tua seperti berolahraga, berkebun, mengasuh cucu.

7. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan


Menurut Friedman (2010) sesuai dengan Fungsi Pemeliharaan
Kesehatan, keluarga mempunyai tugas - tugas dalam bidang kesehatan
yang perlu dipahami dan dilakukan, yaitu :
a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarganya.
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi
keluarga.
c. Memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit atau yang tidak
mampu membantu dirinya sendiri karena kecacatan atau usianya yang
terlalu muda.
d. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan
dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga
kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang
ada.

B. Konsep Hipertensi
1. Pengertian
Menurut Sheps (2005) dalam Masriadi (2016), hipertensi adalah
penyakit dengan tanda adanya gangguan tekanan darah sistolik maupun
diastolik yang naik diatas tekana darah normal. Tekanan darah sistolik
adalah tekanan puncak yang tercapai ketika jantung berkontraksi dan
memompakan darah keluar melalui arteri. Tekanan darah diastolik
diambil tekanan jatuh ketitik terendah saat jantung rileks dan mengisi
darah kembali.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut
darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ
tubuh secara terus– menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014).
Hipertensi sering juga diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan
darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80
mmHg (Muttaqin, 2009).

2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik dibagi menjadi empat
kalasifikasi (Smeltzer, 2012), yaitu :
a. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik Dan
Diastolik (Smeltzer, et al, 2012)
Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Prahipertensi 120 – 139 mmHg 80 – 89 mmHg
Stadium I 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Stadium II ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
b. Klasfikasi Hipertensi Berdasarkan Tekanan Darah Pada Orang
Dewasa (Triyanto, 2014)
Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal Tinggi 130 – 139 mmHg 85 – 89 mmHg
Stadium 1 (ringan) 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Stadium 2 (sedang) 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg
Stadium 3 (berat) 180 – 209 mmHg 110 – 119 mmHg
Stadium 4 (maligna) ≥ 210 mmHg ≥ 120 mmHg

3. Etiologi
a. Hipertensi primer atau esensial
Hipertensi primer atau esensial adalah tidak dapat diketahuin
penyebabnya. Hipertensi esensial biasanya dimulai sebagai proses
labil (intermiten) pada individu pada akhir 30-an dan 50-an dan secara
bertahap “ menetap “ pada suatu saat dapat juga terjadi mendadak dan
berat, perjalanannya dipercepat atau “maligna“ yang menyebabkan
kondisi pasien memburuk dengan cepat. Penyebab hipertensi primer
atau esensial adalah gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang
berlebihan, kopi, obat – obatan, factor keturunan (Brunner & Suddart,
2015). Sedangkan menurut Robbins (2007), beberapa faktor yang
berperan dalam hipertensi primer atau esensial mencakup pengaruh
genetik dan pengaruh lingkungan seperti: stress, kegemukan,
merokok, aktivitas fisik yang kurang, dan konsumsi garam dalam
jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah kenaikan tekanan darah dengan penyebab
tertentu seperti penyempitan arteri renalis, penyakit parenkim ginjal,
berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan (Brunner &
Suddart, 2015). Sedangkan menurut Wijaya & Putri (2013), penyebab
hipertensi sekunder diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor,
diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelianan endokrin lainnya
seperti obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme dan pemakaian
obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kartikosteroid.

4. Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko hipertensi yang tidak dapat diubah dan yang dapat
diubah oleh penderita hipertensi menurut Black & Hawks (2014) adalah
sebagai berikut :
a. Faktor-faktor resiko yang tidak dapat diubah
1) Riwayat keluarga
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu, pada
seseorang dengan riwayat keluarga, beberapa gen berinteraksi
dengan yang lainnya dan juga lingkungan yang dapat
menyebabkan tekanan darah naik dari waktu ke waktu. Klien
dengan orang tua yang memiliki hipertensi berada pada risiko
hipertensi yang lebih tinggi pada usia muda.
2) Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun.
Peristiwa hipertensi meningkat dengan usia 50-60 % klien yang
berumur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg. Diantara orang dewasa, pembacaan tekanan
darah sistolik lebih dari pada tekanan darah diastolik karena
merupakan prediktor yang lebih baik untuk kemungkinan
kejadian dimasa depan seperti penyakit jantung koroner, stroke,
gagal jantung, dan penyakit ginjal.
3) Jenis kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita
sampai kira-kira usia 55 tahun. Resiko pada pria dan wanita
hamper sama antara usia 55 sampai 74 tahun, wanita beresiko
lebih besar.
4) Etnis
Peningkatan pravelensi hipertensi diantara orang berkulit hitam
tidaklah jelas, akan tetapi penigkatannya dikaitkan dengan kadar
rennin yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih besar terhadap
vasopressin, tinginya asupan garam, dan tinggi stress lingkungan.
b. Faktor-faktor resiko yang dapat diubah
1) Diabetes mellitus
Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dua kali lipat pada klien
diabetes mellitus karena diabetes mempercepat aterosklerosis
dan menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada pembuluh
darah besar.
2) Stress
Stress meningkat resistensi vaskuler perifer dan curah jantung
serta menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Stress adalah
permasalahan persepsi, interpretasi orang terhadap kejadian yang
menciptakan banyak stressor dan respon stress.
3) Obesitas
Obesitas terutama pada tubuh bagian atas, dengan meningkatnya
jumlah lemak disekitar diafragma, pinggang dan perut,
dihubungkan dengan pengembangan hipertensi. Kombinasi
obesitas dengan factor faktor lain dapat ditandai dengan sindrom
metabolis, yang juga meningkatkan resiko hipertensi.
4) Nutrisi
Kelebihan mengosumsi garam bias menjadi pencetus hipertensi
pada individu. Diet tinggi garam menyebabkan pelepasan
hormone natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara tidak
langsung meningkatkan tekanan darah. Muatan natrium juga
menstimulasi mekanisme vaseoresor didalam system saraf pusat.
Penelitan juga menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsim,
kalium, dan magnesium dapat berkontribusi dalam
pengembangan hipertensi.
5) Penyalahgunaan obat
Merokok sigaret, mengosumsi banyak alcohol, dan beberapa
penggunaan obat terlarang merupakan faktor-faktor resiko
hipertensi. pada dosis tertentu nikotin dalam rokok sigaret serta
obat seperti kokain dapat menyebabkan naiknya tekanan darah
secara langsung.

5. Patofisiologi
Menurut Yusuf (2008), Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung
dan tahanan perifer. Tubuh mempunyai sistem yang berfungsi mencegah
perubahan tekanan darah secara akut. Sistem tersebut ada yang bereaksi
ketika terjadi perubahan tekanan darah dan ada juga yang bereaksi ketika
terjadi perubahan tekanan darah secara akut. Sistem tersebut ada yang
bereaksi ketika terjadi perubahan tekanan darah dan ada yang bereaksi
lebih lama. Sistem yang cepat tersebut antara lain reflek kardiovaskular
melalui baroreseptor, reflek kemorereptor, respon iskemia susunan saraf
pusat, dan reflek yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot
polos. Sistem lain yang kurang cepat merespon perubahan tekanan darah
melibatkan respon ginjal dengan pengaturan hormon angiotensin dan
vasopresor.
Kejadian hipertensi dimulai dengan adanya atherosklerosis yang
merupakan bentuk dari arterioklerosis (pengerasan arteri).
Antherosklerosis
ditandai oleh penimbunan lemak yang progresif pada dinding arteri
sehingga
mengurangi volume aliran darah ke jantung, karena sel-sel otot arteri
tertimbun lemak kemudian membentuk plak, maka terjadi penyempitan
pada arteri dan penurunan elastisitas arteri sehingga tidak dapat mengatur
tekanan darah kemudian mengakibatkan hipertensi. Kekakuan arteri dan
kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat
yang dimanisfestasikan dalam bentuk hipertrofo ventrikel kiri (HVK) dan
gangguan fungsi diastolic karena gangguan relaksasi ventrikel kiri
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah dalam sistem
sirkulasi (Hull, 1996; dalam Bustan 2007).
Berdasarkan uraian patofisiologi hipertensi diatas dapat disimpulkan
bahwa hipertensi dimulai adanya pengerasan arteri. Penimbunan lemak
terdapat pada dinding arteri yang mengakibatkan berkurangnya volume
cairan darah ke jantung. Penimbunan itu membentuk plak yang kemudian
terjadi penyempitan dan penurunan elastisitas arteri sehingga tekanan
darah tidak dapat diatur yang artinya beban jantung bertambah berat dan
terjadi gangguan diastolik yang mengakibatkan peningkatan tekanan
darah.

6. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun
selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil (edema pada diskus
optikus ) (Brunner & Suddart, 2015).’
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejal
sampai bertahun – tahun.Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya
kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ
yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.Penyakit arteri koroner
dengan angina adalah gejala yang paling menyertai hipertensi. Hipertrofi
ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan beban kerja ventrikel
saat
dipaksa berkontraksi melawan tekana sistemik yang menigkat.Apabila
jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja, maka dapat
terjadi gagal jantung kiri (Brunner & Suddart, 2015).
Crowin (2000) dalam Wijaya & Putri (2013), menyebutkan bahwa
sebagian besar gejala klinis timbul :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang–kadang disertai mual dan muntah
akibat peningkatan tekana intracranial.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat,
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus.
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor
resiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi).
d. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
e. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat
meningkatkan hipertensi.
f. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler)
g. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan
vasikonstriksi dan hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme
primer (penyebab).
i. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal
dan atau adanya diabetes.
j. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan
adanya feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat
digunakan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang
timbul.
k. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor
resiko terjadinya hipertensi.
l. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar
rennin dapat juga meningkat.
m. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
n. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub;
deposit pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
o. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau
feokromositoma.
p. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
(Anonim, 2013)

8. Komplikasi
Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang akan
menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang
mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat
terjadi pada organ-organ tubuh menurut Wijaya & Putri (2013), sebagai
berikut :
a. Jantung
Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan penyakit
jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan
meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya,
yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu
memompa sehingga banyaknya cairang yang tetahan diparu maupun
jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema.
Kondisi ini disebut gagal jantung.
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila
tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
c. Ginjal
Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat
menyebabkan kerusakan system penyaringan didalam ginjal akibat
lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak
dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi
penumpukan di dalam tubuh.
d. Mata
Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan
dapat menimbulkan kebutaan.

9. Penatalaksanaan
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas
setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya
perawatan dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Brunner &
Suddart, 2015).
a. Terapi nonfamakologis
Wijaya & Putri (2013), menjelaskan bahwa penatalaksanaan non
farmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup
sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
hipertensi dengan non farmakologis terdiri dari berbagai macam cara
modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :
1) Mempertahankan berat badan ideal
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), mengatasi
obesitas juga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah
kolesterol namun kaya dengan serat dan protein, dan jika berhasil
menurunkan berat badan 2,5 – 5 kg maka tekanan darah diastolik
dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg.
2) Kurangi asupan natrium
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), penguramgan
konsumsi garam menjadi ½ sendok the/hari dapat menurunkan
tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekanan diastolic sebanyak
2,5 mmHg.
3) Batasi konsumsi alcohol
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), konsumsi
alcohol harus dibatasi karena konsumsi alcohol berlebihan dapat
meningkatkan tekanan darah.Para peminum berat mempunyai
resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari pada
mereka yang tidak meminum berakohol.
4) Diet yang mengandung kalium dan kalsium
Kaplan (2006) dalam Wijaya & Putri (2013), Pertahankan asupan
diet potassium ( >90 mmol (3500 mg)/hari) dengan cara konsumsi
diet tinggi buah dan sayur seperti : pisang, alpukat, papaya, jeruk,
apel kacang-kangan, kentang dan diet rendah lemak dengan cara
mengurangi asupan lemak jenuh dan lemat total. Sedangkan
menurut Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013),
kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan
jumlah natrium yang terbuang bersama urin.Dengan mengonsumsi
buah-buahan sebanyak 3 - 5 kali dalam sehari, seseorang bisa
mencapai asupan potassium yang cukup.
5) Menghindari merokok
Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), merokok
memang tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya
hipertensi, tetapi merokok dapat menimbulkan resiko komplikasi
pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke, maka
perlu dihindari rokok karena dapat memperberat hipertensi.
6) Penurunan Stress
Sheps (2005) dalam Wijaya & Putri ( 2013), stress memang tidak
menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika episode stress
sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat
tinggi.
7) Terapi pijat
Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), pada prinsipnya
pijat yang dikukan pada penderita hipertensi adalah untuk
memperlancar aliran energy dalam tubuh sehingga gangguan
hipertensi dan komplikasinya dapat diminalisir, ketika semua jalur
energi tidak terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain
maka risiko hipertensi dapat ditekan.
b. Terapi farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis menurut Saferi & Mariza (2013)
merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Diuretik bekerja dengan cara megeluarkan cairan berlebih dalam
tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk
menghambat aktifitas saraf simpatis.
3) Betabloker (Metoprolol, propanolol dan atenolol)
Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya
pompa jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang
mengalami gangguan pernafasan seperti asma bronkhial.
4) Vasodilator (Prasosin, Hidralisin)
Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos pembuluh darah.
5) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril)
Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat
angiotensin II dengan efek samping penderita hipertensi akan
mengalami batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6) Penghambat angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika jenis obat-obat
penghambat reseptor angiotensin II diberikan karena akan
menghalangi penempelan zat angiotensin II pada resptor.
7) Angiotensin kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.
C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga
1. Fokus Pengkajian
Format pengkajian keluarga model Friedman (2010) yang diaplikasikan
ke kasus dengan masalah utama hipertensi meliputi :
a. Data umum
Menurut Friedman (2010), data umum yang perlu dikaji adalah :
1) Nama kepala keluarga dan anggota keluarga, alamat, jenis
kelamin,umur, pekerjaan dan pendidikan.
2) Tipe keluarga
Menjelaskan mengenai jenis/tipe keluarga beserta kendala atau
masalah-masalah yang terjadi dengan jenis/tipe keluarga
3) Status sosial ekonomi Keluarga
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik
dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu
social ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-
kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang
yang dimiliki oleh keluarga.
b. Riwayat Keluarga dan Tahap Perkembangan Keluarga
1) Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari
keluarga ini.
2) Tahap Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi
Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum terpenuhi,
menjelaskan mengenai tugas perkembangan keluaruarga yang
belum terpenuhi oleh keluarga serta kendala-kendala mengapa
tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.
3) Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai riwayat keluarga inti meliputi riwayat
penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota
keluarga, perhatian keluarga terhadap pencegaha penyakit
termasuk status imunisasi, sumber pelayanan kesehatan yang
biasa digunakan keluarga dan pengalaman terhadapa pelayanan
kesehatan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan keluarga dari pihak
suami dan istri.
c. Pengkajian lingkungan
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat tipe rumah,jumlah
ruangan, jenis ruang, jumlah jendela, jarak septic tankdengan sumber
air, sumber air minum yang digunakan, tanda catyang sudah
mengelupas, serta dilengkapi dengan denah rumah (Friedman, 2010).
d. Fungsi keluarga
1) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji seberapa jauh keluarga saling asuh dan
saling mendukung, hubungan baik dengan orang lain,
menunjukkan rasa empati, perhatian terhadap perasaan
(Friedman, 2010).
2) Fungsi sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga,
sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, penghargaan,
hukuman serta memberi dan menerima cinta (Friedman, 2010).
3) Fungsi keperawatan
a) Keyakinan, nilai, dan prilaku kesehatan : menjelaskan nilai
yang dianut keluarga, pencegahan, promosi kesehatan yang
dilakukan dan tujuan kesehatan keluarga (Friedman, 2010).
b) Status kesehatan keluarga dan keretanan terhadap sakit yang
dirasa: keluarga mengkaji status kesehatan, masalah
kesehatan yang membuat kelurga rentan terkena sakit dan
jumlah kontrol kesehatan (Friedman, 2010).
c) Praktik diet keluarga : keluarga mengetahui sumber
makanan yang dikonsumsi, cara menyiapkan makanan,
banyak makanan yang dikonsumsi perhari dan kebiasaan
mengkonsumsi makanan kudapan (Friedman, 2010).
d) Peran keluarga dalam praktik keperawatan diri : tindakan
yang dilakukan dalam memperbaiki status kesehatan,
pencegahan penyakit, perawatan keluarga dirumah dan
keyakinan keluarga dalam perawatan dirumah (Friedman,
2010).
e) Tindakan pencegahan secara medis : status imunisasi anak,
kebersihan gigi setelah makan, dan pola keluarga dalam
mengkonsumsi makanan (Friedman, 2010).
4) Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga
adalah : berapa jumlah anak, apa rencana keluarga berkaitan
dengan jumlah anggota keluarga, metode yang digunakan
keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah anggota keluarga
(Padila, 2012).
5) Fungsi ekonomi
Data ini menjelaskan mengenai kemampuan keluarga dalam
memenuhi sandang, pangan, papan, menabung, kemampuan
peningkatan status kesehatan.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga, metode
yang digunakan sama dengan pemeriksaan fisik klinik head to toe.

2. Fokus Diagnosa Keperawatan Keluarga


Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diagnosis ke
system keluarga dan subsitemnya serta merupakan hasil pengkajian
keperawatan. Diagnosis keperawatan keluarga termasuk masalah
kesehatan aktual dan potensial dengan perawat keluarga yang memiliki
kemampuan dan mendapatkan lisensi untuk menanganinya berdasarkan
pendidikan dan pengalaman ( Friedman, 2010). Tipologi dari diagnosa
keperawatan adalah:
a. Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi defisit/gangguan
kesehatan).
b. Diagnosa keperwatan keluarga resiko (ancaman) dirumuskan apabila
sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan.
c. Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial) merupakan
suatu kedaan dimana keluarga dalam kondisi sejahtera sehingga
kesehatan keluarga dapat ditingkatkan.

Diagnosa yang bisa didapat dari (Doengoes, 2010), (Nanda, 2014) dan
(Friedman, 1998 dalam muhlisin 2012) :
a. Nyeri (akut), sakit kepala berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit hipertensi.
b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi.
c. Resiko injury (jatuh) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
mengenal penyakit hipertensi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit.
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit hipertensi.

Skala Prioritas Masalah (Baylon & Maglaya, 1978 dalam Padila, 2012)
Kriteria Skor Bobot
1) Sifat masalah :
a) Aktual (tidak/kurang sehat) 3
1
b) Ancaman kesehatan 2
c) Keadaan sejahtera 1
2) Kemungkinan masalah dapat diubah
2
a) Mudah 2
b) Sebagian 1
c) Tidak dapat 0
3) Potensi masalah untuk dicegah :
a) Tinggi 3
1
b) Cukup 2
c) Rendah 1
4) Menonjolnya masalah:
a) Masalah dirasakan dan perlu segera 2
ditangani 1
1
b) Masalah dirasakan tapi tidak perlu 0
segera ditangani
c) Masalah tidak dirasakan
Total Skor

Keterangan :
Total Skor didapatkan dengan: Skor (total nilai kriteria) x Bobot = Nilai
Angka tertinggi dalam skor Cara melakukan Skoring adalah :
a. Tentukan skor untuk setiap criteria
b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot
c. Jumlah skor untuk semua criteria
d. Tentukan skor, nilai tertinggi menentukan urutan nomor diagnosa
keperawatan keluarga.

3. Fokus Intervensi Keperawatan Keluarga


Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian,
diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan keluarga, dengan
merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan
sumber, serta menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak,
atau
standar, tetapi dirancang bagi keluarga tertentu dengan siapa perawat
keluarga sedang bekerja (Friedman, 2010).

a. Nyeri (akut), sakit kepala berhubungan dengan ketidakmampuan


keluarga merawat anggota keluarga yang sakit hipertensi.
Tujuan umum : nyeri hilang.
Tujuan khusus: keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit
hipertensi.
Intervensi :
1) Ajarkan keluarga cara perawatan bagi penderita hipertensi
khususnya yang mempunyai nyeri.
2) Gunakan teknik dan peralatan yang diketahui atau yang ada
dirumah untuk membantu perawatan nyeri.
3) Ajarkan teknik relaksasi bagi keluarga yang menderita hipertensi.
4) Pantau keluarga dalam melakukan perawatan nyeri.
b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah hipertensi.
Tujuan umum : keluarga mampu berpartisipasi dalam aktifitas yang
menurunkan tekanan darah atau beban kerja jantung.
Tujuan khusus : keluarga mampu mengenal hipertensi khususnya
untuk mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang
dapat diterima.
Intervensi :
1) Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurangi
aktifitas/keributan lingkungan.
2) Pertahankan pembatasan aktifitas, seperti istirahat ditempat
tidur/kursi.
3) Lakukan tindakan tindakan yang nyaman, seperti pijatan
punggung dan leher, meninggikan kepala di tempat tidur.
4) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktifitas pengalihan.
c. Resiko injury (jatuh) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
mengenal penyakit hipertensi.
Tujuan umum : keluarga mampu mencegah resiko injury (jatuh).
Tujuan khusus: keluarga mampu mengenal hipertensi khususnya pada
masalah resiko injury (jatuh).
Intervensi :
1) Beri informasi tentang pengertian, penyebab, tanda gejala dan
perawatan hipertensi.
2) Kaji ulang visus klien, tanyakan keluhan terhadap pandangan
kabur.
3) Dorong sikap emosi yang sehat dalam menghadapi penyakit
hipertensi.
4) Pantau keluarga dalam melakukan perawatan dalam mengatasi
masalah hipertensi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit hipertensi.
Tujuan Umum : agar tidak terjadi intoleransi aktivitas.
Tujuan Khusus : keluarga mampu merawat anggota keluarga yang
sakit hipertensi.
Intervensi :
1) Ajarkan keluarga cara perawatan bagi penderita hipertensi
khususnya yang mempunyai masalah intoleransi aktivitas.
2) Gunakan teknik dan peralatan yang ada dirumah untuk
membantu perawatan intoleransi aktivitas.
3) Pantau keluarga dalam melakukan perawatan dalam mengatasi
masalah intoleransi aktivitas.
4) Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari
makanan dengan kejenuhan lemak tinggi, dan kolesterol.
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit hipertensi .
Tujuan Umum : volume cairan kembali normal.
Tujuan Khusus : keluarga mampu merawat anggota keluarga yang
sakit hipertensi.
Intervensi :
1) Ajarkan keluarga cara perawatan bagi penderita hipertensi
khususnya yang mempunyai masalah intoleransi aktivitas.
2) Gunakan teknik dan peralatan yang ada dirumah untuk membantu
perawatan intoleransi aktivitas.
3) Pantau keluarga dalam melakukan perawatan dalam mengatasi
masalah intoleransi aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC


Anonim. 2013. Penyakit Hipertensi Dan Cara Penanganannya. Diakses 5 Maret
2019 Dari https://health.detik.com/berita-
detikhealth.ac/3503396/penanganahipertensi6789sebut-kasus-hipertensi-di-
indonesia-terus-089/unfiles/sehat.html
Black & Hawk. 2014. Medikal Surgical Nursing Clinical Management for
Positive outcomes (Ed. 7). St. Louis : Missouri Elsevier Saunders.
Brunner & Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.
Bustan, M.N. 2007. Epidemologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan 2. Jakarta:
Rineka Cipta
Doengoes. M. E, Et. Editor Monica, E. 2010. Nursing Care Plans Guidelines for
Planning and Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa: Kariasa IM.
Jakarta: EGC
Friedman, Marilyn M dkk. 2010. Buku Ajar : Keperawatan Keluarga Riset, Teori
& Praktik. Jakarta : EGC
Harmoko. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Koes Irianto. 2014. Epideminologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan
Klinis. Bandung: IKAPI
Nanda. 2014. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC
Robbins. 2007. Buku ajar : Patologi. Jakarta : EGC
Muttaqin A. 2012. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Riskedas. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Depkes
RI
Smeltzer, S. C. And Bare, B. G. 2012.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Sudart Edisi 8. Jakarta: EGC
Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi secara
Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wijaya, Andra S &Putri, Yesi M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Nuha Medika
Yonata, A., Satria, A. 2016. Hipertensi sebagai Faktor Pencetus Terjadinya
Stroke. Majority
Yusuf, I. 2008. Hipertensi Sekunder. Jurnal Medicines.

Anda mungkin juga menyukai