Pendeta Dan Politik
Pendeta Dan Politik
Pendeta Dan Politik
Dosen Pembimbing
Yusak Sigit Prabowo, SH., M.Th
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
ABSTRAK iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 4
C. Prespektif Alkitab 8
A. Kesimpulan 9
B. Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
11
ii
ABSTRAK
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa fokus panggilan iman pelayanan
seorangpendeta adalah untuk pengabdian kepada Allah dan memelihara kehidupan
rohani umat yangdinyatakan dalam berbagai bentuk penggembalaan. Dari hasil
penelitian ini dapat disimpulkan peran seorang pendeta dalam dunia politik lebih
kepada peran pastoral (penggembalaan) dan bukan pada peran politik praktis.
Kata Kunci : kode etik pendeta, peran pendeta, politik.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
sebagai Juru Selamat pribadinnya, dan dilayaninya sebagai Tuhannya dalam
persekutuan tubuh-Nya, yaitu gereja, untuk kemudian menyatakan Dia kepada dunia.
Definisi ini tampaknya sudah merupakan definisi yang sederhana, ringkas, tetapi juga
padat. Di dalam definisi ini sudah tercakup hal-hal yang tergolong sebagai tindakan
misi, yaitu1:
Warga gereja yang tidak setuju menganggap pendeta yang terlibat dalam
politik, praktis memilih salah satu partai/golongan politik, pendeta dianggap tidak
mampu lagi membina warga jemaatnya dalam aktifitas politik yang berbeda-beda
dan berpotensial meruntuhkan idealisme dan semangat profetik pendeta yang
2
mencoba terlibat didalamnya. Dunia politik merupakan tanggung jawab warga gereja
itu sendiri. Ketidakpercayaan umat Kristiani pada para tokoh politik yang dinilai
“kotor” yang kemudian menyebabkan pemikiran bahwa pendeta atau hamba Allah
tidak pantas berpartisipasi dalam politik.
Dari semua tuntutan integritas tersebut maka jelas bahwa pekerjaan pendeta
bukanlah sekadar panggilan tradisional melainkan sekaligus sebagai profesi dan harus
dilaksanakan secara profesional. Guna menjalankan tugas pekerjaan pendeta sebagai
seorang profesional maka diperlukan adanya tuntunan moral dalam bentuk kode etik.
3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis :
2. Manfaat Praktis :
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kode Etik Pendeta adalah tuntunan moral pendeta dan bukan peraturan gereja
mengenai keberadaan dan tugas-tugas pendeta. Peraturan gereja mengenai pendeta
mengatur norma hukum, seperti peraturan mengenai perekrutan pendeta, penahbisan
pendeta, penempatan pendeta, dan pemberhentian pendeta, serta semua hak dan
kewajiban yang melekat pada seorang pendeta, termasuk sanksi yang harus
diberlakukan pada seorang pendeta. Kode Etik Pendeta lebih berfungsi selaku
pedoman moral dalam menjalankan kehidupan seorang pendeta dan khususnya
menolong pendeta mengoptimalkan fungsinya.
Pada dasarnya Kode Etik memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai perlindungan
dan pengembangan bagi profesi Pendeta. Fungsi ini mementingkan Kode Etik sebagai
pedoman pelaksanaan tugas profesional Pendeta dan pedoman bagi masyarakat,
khususnya umat yang dilayani dalam memberikan penilaian kinerja Pendeta sebagai
seorang profesional. Pada kenyataannya belum semua Pendeta memahami secara baik
norma-norma moral yang harus menjadi patokan berperilaku dan patokan berkarya di
tengah gereja dan masyarakat yang terus berubah, walaupun ia tahu banyak norma
yang harus ditaatinya sebagai seorang Pendeta.
5
B. Peran Pendeta dalam Politik
Pendeta adalah orang yang mendapat panggilan khusus dari Tuhan dan diutus
oleh jemaat, dan karena itu, tugas pokoknya adalah memelihara kesatuan umat tetapi
pendeta bukan manusia suci.
Keilahian tugas pendeta sangat penting digaris bawahi karena sekarang ini
lebih sering tugas pendeta disorot dari aspek-aspek yang lebih praktis dan teknis. Juga
kewibawaan pendeta dinilai berdasarkan kecakapan manajerialnya dan bukan lagi
pada kewibawaan ilahinya. Hal ini bisa dipahami karena banyak gereja melihat tugas
pendeta yang utama ada kaitannya dengan pengelolaan dan penataan pelayanan gereja
sebagai institusi, padahal tugas pokok pendeta adalah memelihara kehidupan rohani
umat yang dinyatakan dalam berbagai bentuk penggembalaan. Itu sebabnya pendeta
sering juga disebut sebagai pastor atau gembala.
6
Injil di dunia. Kekacauan dan anarkisme berasal dari penyimpangan dan
misinterpretasi kebebasan Kristen yang tidak menghormati hirearki dan
mengacaukan definisi panggilan iman di bidang politik.
Oleh karena itu seorang pendeta harus menjadi seorang yang profesional
dalam fungsi-fungsi pelayanan dan harus mampu menguasai diri dalam segala situasi.
1. Jabatan itu merupakan penetapan Allah pada seseorang yang dipilihNya. Itu
berarti bahwa Allah mempercayakan dan menganugerahkan pelayanan pada
seseorang, secara khusus pada pendeta dan tanggung jawab terhadap hasil
pekerjaan itu adalah pada Allah.
2. Sebagai pemimpin pelayan maka dituntut karakter yang lemah lembut, rendah
hati, menjadi teladan bagi jemaat, hadir ditengah masyarakat untuk melayani
bukan untuk dilayani.
3. Pendeta sebagai pemimpin dan gembala mesti menjaga dan mengasihi domba
– domba dengan penuh kesetiaan bahkan rela mengorbankan hidupnya supaya
domba-domba itu tetap terpelihara baik.
4. Pendeta harus mampu menguasai diri agar sebagai pemberita Firman ia tidak
ditolak karena mampu melakukan seperti apa yang disampaikannya.
2. Mengutamakan pelayanan.
7
C. Perspektif Alkitab
Usahakanlah kesejahteraan kota (baca: po’lis, politik) dan berdoalah untuk kota
(po’lis, politik) itu (Yer. 29:7). Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan
syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita
hidup tenang dan tentram dalam segala kesalehan dan kehormatan (1 Tim 2:1-2).
Semua yang di atas adalah muatan dan realitas politik yang sesungguhnya dan tidak
ada satu pun yang dapat dilewatkan begitu saja. Lebih tandas lagi: mewujudkan
Kerajaan Allah di dunia dalam naungan syalom-Nya. Untuk mewujudkan hal itu,
Gereja tidak mungkin melepaskan diri dari persoalan-persoalan politik. Apalagi ciri
dari syalom itu adalah: kesejahteraan, keadilan, kejujuran, kebenaran dan ketertiban,
bagi seluruh ciptaan (integrity of creation).
Etika Alkitab yang dapat merembes ke seluruh bidang dan sendi kehidupan, termasuk
ke dalam arena politik adalah: kudus dan bertanggungjawab. Prinsip-prinsip inilah
yang sesungguhnya masih sangat kurang di dalam arena politik di Indonesia. Itu
sebabnya, semua orang beragama, berurusan terus dengan agama dan bahkan fanatik
beragama, tetapi korupsinya merajalela pada saat Gereja menggebu dan simultan
harus membangun etika politik bangsa.
BAB III
8
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Selain kesadaran dari seorang pendeta, kesadaran dari Sinode juga sangat
diperlukan untuk keberhasilan dan penunjang peran pastoral pendeta dalam kaitannya
dengan politik. Artinya kode etik pendeta yang merupakan representasi dari Sinode
haruslah menunjukkan keterlibatan yang sama, sehingga dalam pelaksanaan dari
Sinode bahkan sampai pada jemaat-jemaat akan sejalan.
B. SARAN
9
berdasarkan kode etik yang memerlukan revisi dalam penjelasan mendalam, dan
mengingat hal ini pun bukan masalah sederhana yang bisa diatasi secara instan, tetapi
memerlukan waktu yang lama dan secara bertahap juga terus menerus harus
diisasikan.
Dalam hal ini perlu adanya kerjasama yang lebih sering dan mendalam
bahkan secara khusus dalam upaya yang akan dilakukan oleh Sinode, sehingga peran
pastoral pendeta berkaitan dengan politik dalam masyarakat mendapat pembaharuan
ke arah yang lebih baik.
10
DAFTAR PUSTAKA
Borrong, Robert P. Etika Politik Kristen Serba-Serbi Politik Praktis. Jakarta: Unit
Publikasi dan Informasi STT Jakarta, 2006.
Borrong, Robert P. Signifikansi Kode Etik Pendeta. Gema Teologi Vol.39, No.1
(April 2015).
https://misi.sabda.org/misi_gereja_masa_kini
11