LP BPH

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASI (BPH)

OLEH :

YOHANES FRANSISKUS, S.Kep

NIM. 20.300.0116

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA

TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN BENIGNA PROSTATI HIPERPLASI (BPH)

OLEH :

YOHANES FRANSISKUS, S.Kep

NIM. 20.300.0116

Banjar,

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Jika ada CI)

(Agustina Lestari, S.Kep., Ners., M.Kep) (Widya Astuti, S.Kep, Ns)


LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASI (BPH)

1. Konsep Benigna Prostat Hiperplasi


1.1 Definisi Benigna Prostat Hiperplasi
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar
prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua
komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler
yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF
Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara


umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai
derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn,
E.D, 2000 : 671).

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai


pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung
kemih, yang menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra
(Smeltzer & Bare, 2003).

1.2 Etiologi
Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003) menjelakan
bahwa terdapat banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia prostat,
seperti usia, adanya peradangan, diet, serta pengaruh hormonal. Faktor
tersebut selanjutnya mempengaruhi prostat untuk mensintesis protein
growth factor, yang kemudian memicu proliferasi sel prostat. Selain itu,
pembesaran prostat juga dapat disebabkan karena berkurangnya proses
apoptosis. Roehrborn (2011) menjelaskan bahwa suatu organ dapat
membesar bukan hanya karena meningkatnya proliferasi sel, tetapi juga
karena berkurangnya kematian sel.
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti
penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.

1.3. Tanda dan Gejala


Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut
sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua
yaitu :
1.3.1 Gejala Obstruktif
1.3.1.1 Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali
disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot
destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya
tekanan dalam uretra prostatika.
1.3.1.2 Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya
miksi.
1.3.1.3 Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir
kencing.
1.3.1.4 Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui
tekanan di uretra.
1.3.1.5 Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan
terasa belum puas.

1.3.2 Gejala Iritasi


1.3.2.1 Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit
ditahan.
1.3.2.2 Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya
dapat terjadi pada malam hari (Nokturia) dan pada siang
hari.
1.3.2.3 Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

1.4 Klasifikasi
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4
stadium :
1.4.1 Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan
urine sampai habis.
1.4.2 Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada
rasa ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
1.4.3 Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
1.4.3 Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine
menetes secara periodik (over flow inkontinen).

1.5 Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi
estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron,
yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan
oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher
vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor
dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan
prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran
prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah
prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan
jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti
balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos
keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan
sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini
disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan
berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus
(mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi,
pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan
merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum
penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi
meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak
mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi
dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox
(overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter
dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal
ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang
dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

1.6 Pemeriksaan Penunjang


1.6.1 Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat
hematuri harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan
pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH
sendiri dapat menyebabkan hematuri. Elektrolit, kadar ureum dan
kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan
status metabolik. Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA)
dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai
deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi.
Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific
antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume
prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat,
demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml
1.6.2 Pemeriksaan Darah Lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif
maka semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan
pernafasan biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang
sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis
leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin
serum.

1.6.3 Pemeriksaan Radiologis


Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG,
dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume
BPH, derajat disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos
dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal
atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda
metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan
ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari
fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter
berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat
diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi
residu urin dan batu ginjal. BNO /IVP untuk menilai apakah ada
pembesaran dari ginjal apakah terlihat bayangan radioopak daerah
traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal
apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat
sebelum, sementara dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum
kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi
kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin.
Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.
1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan
BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis.
1.7.1.1 Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan
bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya
menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan
terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses
hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat
ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
1.7.1.2 Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan
pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui
uretra (trans uretra).
1.7.1.3 Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan
apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga
reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan
pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan
melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
1.7.1.3 Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah
membebaskan penderita dari retensi urin total dengan
memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut melengkapi diagnosis, kemudian
terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak
memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan
pengobatan konservatif dengan memberikan obat
penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif
adalah dengan memberikan obat anti androgen yang
menekan produksi LH.

1.7.2 Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan


pada BPH dapat dilakukan dengan:
1.7.2.1 Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat
dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan
kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur
1.7.2.2 Medikamentosa
a) Mengharnbat adrenoreseptor α
b) Obat anti androgen
c) Penghambat enzim α -2 reduktase
d) Fisioterapi
1.7.2.3 Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria,
penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang,
divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis
jenis pembedahan:
a) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy), yaitu
pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar
prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang
dimasukkan malalui uretra.
b) Prostatektomi Suprapubis, yaitu pengangkatan kelenjar
prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.
c) Prostatektomi retropubis, yaitu pengangkatan kelenjar
prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah
melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung
kemih.
d) Prostatektomi Peritoneal, yaitu pengangkatan kelenjar
prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum
dan rektum.
e) Prostatektomi retropubis radikal, yaitu pengangkatan
kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis
dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada
abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke
leher kandung kemih pada kanker prostat.
1.7.2.4 Terapi Invasif Minimal
a) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT),
yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro
yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang
dipasang melalui/pada ujung kateter.
b) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced
Prostatectomy (TULIP)
c) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

1.8 Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah:
1.8.1 Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi.

1.8.2 Infeksi saluran kemih

1.8.3 Involusi kontraksi kandung kemih

1.8.4 Refluk kandung kemih

1.8.5 Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin


terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika
meningkat.

1.8.6 Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi


1.8.7 Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila
terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.

1.8.8 Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada


waktu miksi pasien harus mengedan.

2. Rencana Asuhan Keperawatan Klien dengan Benigna Prostat Hiperplasi


2.1 Pengkajian Fokus
Pengkajian keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita BPH
merujuk pada teori menurut Smeltzer dan Bare (2002), Tucker dan
Canobbio (2008) ada berbagai macam, meliputi :
2.1.1 Identitas pasien
2.1.1.1 Identifas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
Pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, nomor medical
record, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis
2.1.1.2 Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien, dan alamat.

2.1.1.3 Demografi
Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun.
Ras kulit hitam memiliki resiko lebih besar dibanding
dengan ras kulit putih. Status sosial ekonomi memili
peranan penting dalam terbentuknya fasilitas kesehatan
yang baik. Pekerjaan memiliki pengaruh terserang penyakit
ini, orang yang pekerjaanya mengangkat barang-barang
berat memiliki resiko lebih tinggi.
2.1.2 Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi,
nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis
miksi, hesistensi (sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus-
putus), dan waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi
urine.

2.1.3 Riwayat penyakit dahulu


Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakah
riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani
pembedahan prostat / hernia sebelumnya.

2.1.4 Riwayat kesehatan keluarga


Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit BPH.

2.1.5 Pola kesehatan fungsional


2.1.5.1 Pola eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk
frekuensinya, ragu ragu, menetes, jumlah pasien harus
bangun pada malam hari untuk berkemih (nokturia),
kekuatan system perkemihan. Tanyakan pada pasien apakah
mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih.
Pasien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti
konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.
2.1.5.2 Pola nutrisi dan metabolisme
Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan,
jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan
atau keadaan yang mengganggu nutrisi seperti anoreksia,
mual, muntah, penurunan BB.
2.1.5.3 Pola tidur dan istirahat
Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang
karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari
( nokturia ).
2.1.5.4 Nyeri/kenyamanan
Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat,
nyeri punggung bawah
2.1.5.5 Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan
obat- obatan, penggunaan alkhohol.
2.1.5.6 Pola aktifitas
Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari, aktifitas
penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga.
Pekerjaan mengangkat beban berat. Apakah ada perubahan
sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas
sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana pasien
masih mampu memenuhi kebutuhan sehari- hari sendiri.
2.1.5.7 Seksualitas
Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi pada
kemampua seksual akibat adanya penurunan kekuatan
ejakulasi dikarenakan oleh pembesaran dan nyeri tekan
pada prostat.
2.1.5.8 Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang
dialami atau dirasakan pasien sebelum pembedahan dan
sesudah pembedahan pasien biasa cemas karena kurangnya
pengetahuan terhadap perawatan luka operasi.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :
2.1.6.1 Laboratorium
a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting
dilakukan untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan
infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk
menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas
kuman terhadap beberapa antimikroba.
b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyulit yang menegenai saluran
kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin
darah merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan
status metabolic.
c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan
sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai
deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak
perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10
ng/ml, hitunglah prostate specific antigen density
(PSAD) lebih besar sama dengan 0,15 maka sebaiknya
dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nilai PSA >
10 ng/ml.
2.1.6.2 Radiologis/ Pencitraan
Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan
untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat
disfungsi buli- buli dan volume residu urin serta untuk
mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan
maupun tidak berhubungan dengan BPH.
2.1.6.3 Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan
adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh dengan
urin sebagai tanda 27 adanya retensi urin. Dapat juga dilihat
lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan
prostat, serta osteoporosis akbibat kegagalan ginjal.
2.1.6.4 Pemeriksaan Pielografi intravena (IVP ), untuk mengetahui
kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter
yang berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh
kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang berbentuk
seperti mata kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-
belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu
adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
2.1.6.5 Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar
kelenjar prostat, memeriksa masa ginjal, menentukan
jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli,
mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor
buli-buli, dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam
buli-buli.
2.2 Diagnosa keperawatan
Menurut NANDA (2015), diagnosa keperawatan yang terkait dengan
benigna prostat hiperplasi, yaitu:
2.2.1 Pre Operasi
2.2.1.1 Retensi urin berhubungan dengan pembesaran prostat.
2.2.1.2 Nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung kemih.
2.2.1.3 Ansietas/cemas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan dan hospitalisasi.
2.2.1.4 Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan.
2.2.1.5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai penyakit.

2.2.2 Post Operasi


2.2.2.2 Retensi urin berhubungan dengan trauma pasca bedah.
2.2.2.3 Nyeri akut berhubungan dengan insisi sekunder pada
pembedahan.
2.3 Nursing Care Plan (NCP)
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC
.
1 Retensi urine (akut/kronik) Tujuan dan Kriteria Hasil : Intervensi :
berhubungan dengan pembesaran  Urinary elimination Urinary retention care
prostat / trauma pasca bedah.  Urinary continence - Monitor intake dan output
DS: Setelah dilakukan tindakan - Monitor penggunaan obat
- Disuria keperawatan selama….retensi urin antikolinergik
- Bladder terasa penuh pasien teratasi dengan kriteria hasil : - Monitor derajat distensi bladder
DO: Kandung kemih kosong secara - Instruksikan pada pasien dan
- Distensi baldder penuh keluarga untuk mencatat output
- Terdapat urine residu Tidak ada residu urine > 100-200 cc urine
- Inkontinensia tipe luapan Intake cairan dalam rentang normal - Sediakan privacy untuk eliminasi
- Urin output sedikit/ tidak ada Bebas dari ISK - Stimulasi reflek bladder dengan
Tidak ada spasme bladder kompres dingin pada abdomen
Balance cairan seimbang - Kateterisasi jika perlu
- Monitor tanda dan gejala ISK
(panas, hematuria, perubahan bau
dan konsistensi urine)
2 Nyeri akut berhubungan dengan Tujuan dan Kriteria Hasil : Intervensi :
distensi kandung kemih / insisi  Pain Level - Lakukan pengkajian nyeri secara
sekunder pasca pembedahan  Pain Control komprehensif termasuk lokasi,
DS:  Comfort Level karakteristik, durasi, frekuensi,
- Laporan secara verbal Setelah dilakukan tindakan kualitas dan faktor presipitasi
DO: keperawatan selama…..pasien tidak - Observasi reaksi nonverbal dan
- Posisi untuk menahan nyeri mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: ketidaknyamanan
- Tingkah laku berhati-hati  Mampu mengontrol nyeri (tahu - Bantu pasien dan keluarga untuk
- Gangguan tidur (mata sayu, penyebab nyeri, mampu mencari dan menemukan dukungan
tampak capek, sulit atau menggunakan tehnik - Kontrol lingkungan yang dapat
Gerakan kacau, menyeringai) nonfarmakologi untuk mengurangi mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Terfokus pada diri sendiri nyeri, mencari bantuan) ruangan, pencahayaan dan
- Fokus menyempit (penurunan  Melaporkan bahwa nyeri berkurang kebisingan
persepsi waktu, kerusakan dengan menggunakan nyeri - Kurangi faktor presipitasi nyeri
proses berpikir, penurunan  Mampu mengenali nyeri (skala, - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
interaksi dengan orang dan intensitas, frekuensi dan tanda menentukan intervensi
lingkungan) nyeri) - Ajarkan tentan teknik
- Tingkah laku distraksi, contoh :  Menyatakan rasa nyaman setelah nonfarmakologi: napas dalam,
jalan-jalan, menemui orang lain, nyeri berkurang relaksasi, distraksi, kompres
dan/ atau aktivitas, aktivitas  Tanda vital dalam rentang normal hangat/ dingin
berulang-ulang  Tidak mengalami gangguan tidur - Berikan analgetic untuk
- Respon autonomi (seperti mengurangi nyeri
diaphoresis, perubahan tekanan - Tingkatkan istirahat
darah, perubahan nafas, nadi - Berikan informasi tentang nyeri
dan dilatasi pupil) seperti penyebab nyeri, berupa
- Perubahan dalam nafsu makan lama nyeri akan berkurang dan
dan minum antisipasi ketidaknyamanan dari
- Tingkah laku ekspresif (contoh : prosedur
gelisah, merintih, menangis, - Monitor vital sign sebelum dan
waspada, iritabel, nafas sesudah pemberian analgesik
Panjang/ berkeluh kesah) pertama kali

3 Kecemasan berhubungan dengan Kriteria dan hasil : Intevensi:


kurangnya pengetahuan dan  Kontrol kecemasan - Gunakan pendekatan yang
hospitalasi  Koping menenangkan
DO/ DS: Setelah dilakukan asuhan selama….klien - Nyatakan dengan jelas harapan
- Insomnia kecemasan teratasi dengan kriteria hasil : terhadap pelaku pasien
- Kontak mata kurang  Klien mampu mengidentifikasi dan - Jelaskan semua prosedur dan apa
- Kurang istirahat mengungkapkan gejala cemas yang dirasakan selama prosedur
- Berfokus pada diri sendiri  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan - Temani pasien untuk memberikan
- Iritabilitas menunjukkan tehnik untuk mengontrol keamanan dan mengurangi takut
- Takut cemas - Berikan informasi faktual
- Nyeri perut  Vital sign dalam batas normal mengenai diagnosis, tindakan
- Penurunan TD dan denyut nadi  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa prognosis
- Diare, mual, kelelahan tubuh dan tingkat aktivitas - Libatkan keluarga untuk
- Gangguan tidur menunjukkan berkurangnya kecamasan mendampingi klien
- Gemetar - Instruksikan pada pasien untuk
- Anoreksia, mulut kering menggunakan tehnik relaksasi
- Peningkatan TD, denyut nadi, - Dengarkan dengan penuh perhatian
RR - Identifikasi tingkat kecemasan
- Kesulitan bernapas - Bantu pasien mengenal situasi
- Bingung yang menimbulkan kecemasan
- Bloking dalam pembicaraan - Dorong pasien untuk
- Sulit berkonsentrasi mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
- Kelola pemberian obat anti cemas
4 Gangguan Pola Tidur berhubungan Kriteria dan Hasil: Intervensi:
dengan kecemasan  Anxiety Control - Determinasi efek-efek medikasi
DS:  Comfort level terhadap pola tidur
- Bangun lebih awal/ lebih lambat  Pain level - Jelaskan pentingnya tidur yang
- Secara verbal menyatakan tidak  Rest: Extent and pattern adekuat
fresh sesudah tidur  Sleep: estent and pattern - Fasilitasi untuk mempertahankan
DO: Setelah dilakukan tindakan keperawatan aktivitas sebelum tidur (membaca)
- Penurunan kemampuan fungsi selama….gangguan pola tidur pasien - Ciptakan lingkungan yang nyaman
- Penurunan proporsi tidur REM teratasi dengan kriteria hasil: - Kolaborasi pemberian obat tidur
- Penurunan proporsi pada tahap  Jumlah jam tidur dalam batas normal
3 dan tahap 4 tidur  Pola tidur, kualitas dalam batas normal
- Peningkatan proporsi pada tahap  Perasaan fresh sesudah tidur/ istirahat
1 tidur  Mampu mengidentifikasi hal-hal yang
- Jumlah tidur kurang dari normal meningkatkan tidur
sesuai usia
5 Kurangnya pengetahuan Kriteria dan Hasil: Intervensi:
berhubungan dengan kurangnya  Knowledge: disease process - Kaji tingkat pengetahuan pasien
informasi tentang penyakit  Knowledge: health behavior dan keluarga
DS: Menyatakan secara verbal Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Jelaskan patofisiologi dari penyakit
adanya masalah selama…pasien menunjukkan pengetahuan dan bagaimana hal ini berhubungan
DO: ketidakakuratan mengikuti tentang proses penyakit dengan kriteri dengan anatomi dan fisiologi,
instruksi, perilaku tidak sesuai hasil: dengan cara yang tepat
 Pasien dan keluarga menyatakan - Gambarkan tanda dan gejala yang
pemahaman tentang penyakit, kondisi, biasa muncul pada penyakit,
prognosis dan program pengobatan dengan cara yang tepat
 Pasien dan keluarga mampu - Gambarkan proses penyakit,
melaksanakan prosedur yang dijelaskan dengan cara yang tepat
secara benar - Identifikasi kemungkinan
 Pasien dan keluarga mampu penyebab, dengan cara yang tepat
menjelaskan kembali apa yang - Sediakan informasi pada pasien
dijelaskan perawat/ tim Kesehatan tentang kondisi, dengan cara yang
lainnya tepat
- Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
- Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
- Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat

2.4 Implementasi Keperawatan


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN IMPLEMENTASI EVALUASI
.
1 Retensi urine (akut/kronik) - Memonitor intake dan output DS:
berhubungan dengan pembesaran - Memonitor penggunaan obat - Pasien mengatakan masih sulit
prostat / trauma pasca bedah. antikolinergik berkemih dan terasa penuh di perut
DS: - Memonitor derajat distensi bladder DO:
- Disuria - Meinstruksikan pada pasien dan - Tampak masih terlihat ada
- Bladder terasa penuh keluarga untuk mencatat output urine pembesaran di perut
DO: - Menyediakan privacy untuk eliminasi - Terdapat urine residu
- Distensi baldder - Menstimulasi reflek bladder dengan - Inkontinensia tipe luapan
- Terdapat urine residu kompres dingin pada abdomen - Urin output sedikit/ tidak ada
- Inkontinensia tipe luapan - Memasang kateter
- Urin output sedikit/ tidak ada - Memonitor tanda dan gejala ISK
(panas, hematuria, perubahan bau dan
konsistensi urine)
2 Nyeri akut berhubungan dengan - Melakukan pengkajian nyeri secara DS:
distensi kandung kemih / insisi komprehensif termasuk lokasi, - Klien mengatakan masih terasa
sekunder pasca pembedahan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas nyeri
DS: dan faktor presipitasi DO:
- Laporan secara verbal - Mengobservasi reaksi nonverbal dan - Posisi klien masih seperti menahan
DO: ketidaknyamanan nyeri
- Posisi untuk menahan nyeri - Membantu pasien dan keluarga untuk - Tingkah laku masih berhati-hati
- Tingkah laku berhati-hati mencari dan menemukan dukungan - Masih terjadi gangguan tidur
- Gangguan tidur (mata sayu, - Mengontrol lingkungan yang dapat (mata sayu, tampak capek, sulit
tampak capek, sulit atau mempengaruhi nyeri seperti suhu atau Gerakan kacau, menyeringai)
Gerakan kacau, menyeringai) ruangan, pencahayaan dan kebisingan - Klien tampak masih terfokus pada
- Terfokus pada diri sendiri - Mengurangi faktor presipitasi nyeri diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan - Mengkaji tipe dan sumber nyeri untuk - Masih tidak fokus (penurunan
persepsi waktu, kerusakan menentukan intervensi persepsi waktu, kerusakan proses
proses berpikir, penurunan - Mengajarkan tentan teknik berpikir, penurunan interaksi
interaksi dengan orang dan nonfarmakologi: napas dalam, dengan orang dan lingkungan)
lingkungan) relaksasi, distraksi, kompres hangat/ - Tidak ada perubahan dalam nafsu
- Perubahan dalam nafsu makan dingin makan dan minum
dan minum - Memberikan analgetic untuk - Tingkah laku masih ekspresif
- Tingkah laku ekspresif (contoh : mengurangi nyeri (contoh : gelisah, merintih,
gelisah, merintih, menangis, - Memberikan informasi tentang nyeri menangis, waspada, iritabel, nafas
waspada, iritabel, nafas seperti penyebab nyeri, berupa lama Panjang/ berkeluh kesah)
Panjang/ berkeluh kesah) nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
- Memonitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama
kali

3 Kecemasan berhubungan dengan - Menggunakan pendekatan yang DO/ DS:


kurangnya pengetahuan dan menenangkan - Masih Insomnia
hospitalasi - Menyatakan dengan jelas harapan - Kontak mata klien masih kurang
DO/ DS: terhadap pelaku pasien - Masih terlihat kurang istirahat
- Insomnia - Menjelaskan semua prosedur dan apa - Masih berfokus pada diri sendiri
- Kontak mata kurang yang dirasakan selama prosedur - Emosi pasien masih tidak stabil/
- Kurang istirahat - Menemani pasien untuk memberikan mudah marah
- Berfokus pada diri sendiri keamanan dan mengurangi takut - Masih takut
- Iritabilitas - Memberikan informasi faktual - Masih Nyeri perut
- Takut mengenai diagnosis, tindakan prognosis - Masih diare, mual, kelelahan
- Nyeri perut - Melibatkan keluarga untuk - Klien masih mengalami gangguan
- Diare, mual, kelelahan mendampingi klien tidur
- Gangguan tidur - Menginstruksikan pada pasien untuk - Klien masih mengalami gemetar
- Gemetar menggunakan tehnik relaksasi - Anoreksia, mulut kering
- Anoreksia, mulut kering - Mendengarkan dengan penuh perhatian - Klien masih mengalami
- Peningkatan TD, denyut nadi, - Mengidentifikasi tingkat kecemasan peningkatan TD, denyut nadi, RR
RR - Membantu pasien mengenal situasi - Klien tampak masih kesulitan
- Kesulitan bernapas yang menimbulkan kecemasan bernapas
- Bingung - Mendorong pasien untuk - Klien masih bingung
- Sulit berkonsentrasi mengungkapkan perasaan, ketakutan, - Masih sulit berkonsentrasi
persepsi
- Mengelola pemberian obat anti cemas
4 Gangguan Pola Tidur berhubungan - Melakukan pengkajian efek-efek DS:
dengan kecemasan medikasi terhadap pola tidur - Pasien mengatakan sudah bisa
DS: - Menjelaskan pentingnya tidur yang bangun lebih awal/ masih lebih
- Bangun lebih awal/ lebih lambat adekuat lambat
- Secara verbal menyatakan tidak - Memfasilitasi untuk mempertahankan Pasien mengatakan bangun tidur
fresh sesudah tidur aktivitas sebelum tidur (membaca) masih tidak segar
DO: - Menciptakan lingkungan yang nyaman DO:
- Penurunan kemampuan fungsi - Berkolaborasi pemberian obat tidur - Masih mengalami penurunan
- Penurunan proporsi tidur REM kemampuan fungsi
- Penurunan proporsi pada tahap - Masih mengalami penurunan
3 dan tahap 4 tidur proporsi tidur REM
- Peningkatan proporsi pada tahap - Masih mengalami penurunan
1 tidur proporsi pada tahap 3 dan tahap 4
- Jumlah tidur kurang dari normal tidur
sesuai usia - Terjadi peningkatan proporsi pada
tahap 1 tidur
- Klien masih mengalami jumlah
tidur kurang dari normal sesuai
usia
5 Kurangnya pengetahuan - Mengkaji tingkat pengetahuan pasien DS: Menyatakan secara verbal adanya
berhubungan dengan kurangnya dan keluarga masalah dalam memahami informasi
informasi tentang penyakit - Menjelaskan patofisiologi dari penyakit yang diberikan
DS: Menyatakan secara verbal dan bagaimana hal ini berhubungan DO: ketidakakuratan mengikuti
adanya masalah dengan anatomi dan fisiologi, dengan instruksi, perilaku tidak sesuai
DO: ketidakakuratan mengikuti cara yang tepat
instruksi, perilaku tidak sesuai - Menggambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat
- Menggambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
- Mengidentifikasi kemungkinan
penyebab, dengan cara yang tepat
- Menyediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara yang tepat
- Mendiskusikan pilihan terapi atau
penanganan
- Mendukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat
atau diindikasikan
- Mengeksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang tepat

Anda mungkin juga menyukai